• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN KONSEP BLUE GREEN NETWORK DALA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENERAPAN KONSEP BLUE GREEN NETWORK DALA"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN KONSEP BLUE-GREEN NETWORK DALAM PEMBANGUNAN KAWASAN URBAN/PERKOTAAN SEBAGAI UPAYA PENGENDALIAN BANJIR DI JAKARTA

(APPLICATION OF THE BLUE-GREEN NETWORK CONCEPT IN DEVELOPMENT URBAN AREAS AS FLOOD CONTROL EFFORTS IN JAKARTA)

Anjias Yonatan1, Hidayat Pawitan2

1Mahasiswa Program Sarjana Departemen Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor 2Dosen Departemen Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kawasan urban/perkotaan yang ada di Indonesia cenderung dituntut untuk mendukung berbagai kegiatan pada sektor ekonomi, tidak terkecuali di Jakarta. Namun selain daya dukungnya pada bidang ekonomi tersebut, semakin ke depan pembangunan kawasan perkotaan juga dituntut untuk mempertahankan daya dukungnya terhadap lingkungan. Pembangunan kawasan urban yang cenderung berorientasi pada sektor ekonomi ini tak ayal menimbulkan berbagai permasalahan lingkungan yang sulit dikendalikan dan menimbulkan penurunan kualitas ruang kota, salah satunya adalah banjir. Banjir memang sudah menjadi salah satu permasalahan lingkungan yang sulit dikendalikan, baik oleh warga maupun Pemprov DKI Jakarta, bahkan sejak zaman Pemerintahan kolonial Belanda berkuasa. Oleh karena itu, salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan permasalahan banjir di Jakarta ini adalah dengan melakukan pembangunan kawasan urban yang memiliki daya dukung terhadap lingkungan dan salah satunya dengan menerapkan konsep Blue-Green Network. Konsep pembangunan kawasan urban ini menggunakan komponen hijau (vegetasi) dan biru (perairan) sebagai dasar untuk perencanaan tata ruang kota yang berkelanjutan dari aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi, serta upaya adaptasi menghadapi perubahan iklim global (Wagner et al. 2013).

1.2 Metode/Konsep

Kajian pustaka dan studi dari berbagai literatur dilakukan untuk menelusuri perkembangan konsep Blue-Green Network yang menyelaraskan pengembangan kawasan urban dengan keberadaan sungai, danau, dan taman/hutan kota, serta kawasan pemukiman dan kawasan rekreasi alam dengan jasa lingkungan yang meningkat di berbagai kota di dunia untuk kemudian dapat diterapkan di DKI Jakarta.

2. PEMBAHASAN

(2)

disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain pembangunan fisik di kawasan tangkapan air di hulu sungai yang kurang tertata baik, urbanisasi dan perkembangan ekonomi yang terus meningkat, dan perubahan iklim global. Banjir di Jakarta sudah menjadi salah satu permasalahan klasik Pemerintah kolonial Belanda yang berkuasa saat itu. Hanya berselang dua tahun setelah Jakarta (Batavia) dibangun lengkap dengan sistem kanalnya, tahun 1621 Jakarta mengalami banjir besar (Sakethi 2010).

Pengendalian banjir menjadi salah satu prioritas penting Pemprov DKI Jakarta. Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta untuk mengendalikan permasalahan banjir ini. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta untuk mengendalikan banjir adalah menerapkan konsep Blue-Green Network dalam pembangunan kawasan perkotaannya. Konsep ini pertama kali dikembangkan dan diterapkan di Kota Łódź, Polandia pada tahun 2008 oleh kerja sama tim dari Faculty

of Applied Ecology of the University of Łódź, the Internasional Institute of the Polish Academy of

Sciences ERCE/UNESCO, dan the Technical University of Łódź, yang dipimpin oleh M. Zalewski

(University of Łódź dan City of Łódź Office 2011). Konsep Blue-Green Network adalah konsep

pembangunan ruang kota yang mampu melengkapi konsep perencanaan kota tradisional yang memperhatikan komponen hijau komponen hijau (tanaman atau pepohonan) dan biru (perairan) sebagai dasar untuk perencanaan tata ruang kota yang berkelanjutan dari aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi, serta upaya adaptasi menghadapi perubahan iklim global, sehingga memberikan kontribusi perlindungan dan pemeliharaan dalam proses ekologi (University of Łódź dan City of Łódź Office 2011; Wagner et al. 2013).

Pembangunan kawasan urban di Jakarta saat ini belum banyak mempertimbangkan komponen hijau dan biru dalam daya dukungnya terhadap lingkungan. Ruang terbuka hijau (RTH), yang termasuk dalam komponen hijau, di Jakarta berdasarkan penelitian yang dilakukan Febrianti dan Sofan (2014) yang hanya sekitar 9% dari keseluruhan luas wilayah Provinsi DKI Jakarta ini, masih belum memenuhi standar RTH yang menurut UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah mencapai 30% dari luas kota. Padahal RTH sendiri memiliki peranan penting dalam mendukung pengendalian banjir di suatu wilayah. Tersedianya RTH di suatu wilayah dapat menjadi water catchment, di mana pepohonan dengan struktur perakaran yang dalam dan ekstensif tentu dapat menyerap dan menyimpan air dalam tanah, serta dapat menahan struktur tanah dari bahaya erosi (Arifin 2014). Sementara ketersediaan area perairan/Ruang Terbuka Biru ((RTB) sungai, waduk, kanal, danau, lahan basah, dsb) sebagai komponen

Sumber: University of Łódź dan City of Łódź Office (2011).

(3)

biru di Jakarta sebenarnya sudah cukup baik dan dalam konteks pembangunan serta perbaikan dalam mendukung upaya penanganan banjir. Namun kondisinya masih kurang layak, terutama apabila ditinjau dari sisi ekohidrologinya, yang memperhatikan interaksi antara komponen ekosistem dengan sistem hidrologi (Zalewski 2002), padahal cekungan-cekungan perairan ini sangat potensial sebagai wadah menampung air.

Banjir di Jakarta tidak bisa lepas dari ketersediaan RTH di wilayah ini yang bisa dibilang kritis. Hanya tersedia 9% dari keseluruhan luas wilayah Jakarta membuat fungsi RTH berjalan tidak ideal. Ketidakkonsistenan kebijakan Pemprov DKI Jakarta dalam penyediaan RTH ini pun turut andil dalam kejadian banjir-banjir yang melanda Jakarta. Di dalam Rencana Induk Djakarta 1965-1985 ditargetkan luas RTH sebesar 37,2%, tetapi dalam Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) Jakarta 1985-2005 target luas RTH berubah menjadi 25,85%, namun target luas RTH Jakarta kembali berubah di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2000-2010 yang hanya sebesar 13,94% (Kurniati 2007). Sementara ketersediaan RTB sendiri dalam Perda DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030 peningkatan rasio badan air paling sedikit 5% dari luas wilayah Jakarta dan sedang dalam pembangunan maupun perbaikan yang termasuk dalam rencana kerja khusus penanganan banjir di DKI Jakarta sejak 2007 yang fokus kepada enam aspek, yaitu pembangunan banjir kanal; normalisasi sungai; pemeliharaan sungai; pembuatan tanggul; penataan kali dan saluran; dan pembangunan pompa, pintu air, dan saringan sampah (Sakethi 2010).

Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung dianggap sebagai penyumbang besar terjadinya banjir Jakarta, badan air permukaan di dalam dan sekitar kota Jakarta menghadapi gangguan yang signifikan akibat dari reklamasi dan perubahan lahan serta pencemaran. Ketersediaan badan-badan air di Jakarta saat ini masih kurang memperhatikan sisi ekohidrologinya, contohnya pembangunan kanal banjir . Kondisi kanal banjir saat ini masih kurang baik, air yang melewati kanal banjir tidak dapat mengalir dengan baik akibat terkendala sedimentasi lumpur dan penyempitan; terdapat tumpukan sampah di beberapa titik pertemuan antara kanal banjir dengan sungai-sungai yang melaluinya; kanal banjir dapat mengurangi ketersediaan air tawar di Jakarta karena keberadaan kanal banjir dapat mempercepat perjalanan air ke laut, sehingga sirkulasi air tanah akan hilang bila banjir kanal tidak didukung penanganan maksimal DAS yang terhubung ke kanal banjir.

Pembangunan kanal banjir ataupun badan air di Jakarta seharusnya memperhatikan sisi ekohdrologinya, seperti pada kota-kota lain di dunia yang telah menerapkan implementasi ekohidrologi pada dekade 1980-an yang tidak terjadi dalam waktu singkat. Kota-kota di dunia yang sudah dan mulai menerapkan sisi ekohidrologi dalam menunjang konsep Blue-Green Network ini antara lain kota Łódź, Polandia (University of Łódź dan City of Łódź Office 2011); Madurai, India (Atkins et al. 2014);

Sumber: Sakethi (2010).

(4)

Toronto, Kanada; Basel, Swiss; Berlin, Jerman (Kazmierczak dan Carter 2010); dan lain sebagainya. Salah satu proyek yang dikembangkan di Jakarta dan potensial mengadopsi konsep Blue-Green Network adalah Banjir Kanal Timur dan Barat (BKT dan BKB). Pengembangan BKT dan BKB ini diharapkan ramah lingkungan dengan memperhatikan kondisi ekohidrologi dan berkelanjutan.

Pengembangan BKB dan BKT ini masih memiliki beberapa permasalahan, yaitu perencanaan tata guna lahan, perencanaan transportasi, dan perencanaan Blue-Green Network. Perencanaan tata guna lahan di sepanjang bantaran BKT dan BKB harus sesuai pada rancangan awal pembangunan. Berdasarkan rancangan awal pembangunan, daerah di sepanjang bantaran BKT dan BKB akan diperuntukkan untuk ruang terbuka hijau, yaitu berupa taman-taman kota dan jalur inspeksi sepeda. Kemudian perencanaan transportasi, transportasi hijau menjadi kunci dalam perencanaan transportasi di kota metropolitan seperti Jakarta. Hal ini guna meningkatkan penggunaan mode non-motor seperti berjalan kaki atau bersepeda, sehingga jaringan jalan yang dibuat memisahkan antara jalan untuk mode motor dan non-motor. Sedangkan perencanaan Blue-Green Network, sesuai rancangan awal BKT da BKB direncanakan memiliki kawasan hijau dengan vegetasi (hijau) yang luas dan sirkulasi air (biru) yang besar untuk meningkatkan ekologi dan membuat lingkungan yang menarik, serta kegiatan rekreasi berbasis air lainnya. Ide pembangunan taman-taman tersebut tidak lain untuk menarik perusahaan berbasis pengembangan teknologi, energi baru, teknologi informasi, industri kreatif, serta pendidikan dan pelatihan.

Berdasarkan prinsip perencanaan dan pengembangan tersebut, maka pembangunan yang ada di sekitar BKT dan BKB akan memenuhi standar pembangunan, baik dari daya dukungnya terhadap perekonomian maupun terhadap lingkungan kota. Selain itu, proyek ini juga bertujuan untuk mengembangkan eco-culture bagi penduduknya, di mana penduduknya diharapkan akan melakukan mobilisasi harian tanpa menggunakan kendaraan yang mengeluarkan emisi berbahaya. Melalui komitmen yang signifikan antara pemerintah Jakarta dan lembaga terkait, Jakarta akan menghadapi masa depan dengan kondisi taman-taman kota dan sungai yang sehat yang merefleksikan kehidupan perkotaan sehat pula.

3. KESIMPULAN

(5)

4. DAFTAR PUSTAKA

Arifin HS. 2014. Manajemen lanskap ruang terbuka biru. [Internet]. [diakses 2015 Des 22]. Tersedia pada: http://hsarifin.staff.ipb.ac.id/2014/01/18/manajemen-lanskap-ruang-terbuka-biru.

Atkins Global, University College London, Indian Institute for Human Settlements, Development of Humane Action Foundation. 2014. Future Proofing Indian Cities: Madurai Action Plan for Blue-Green Infrastructure. Surrey (UK): Atkins Global.

Febrianti N, Sofan P. 2014. Ruang terbuka hijau di DKI Jakarta berdasarkan analisis spasial dan spektral data Landsat 8. Deteksi Parameter Geobiofisik dan Diseminasi Penginderaan Jauh. Seminar Nasional Penginderaan Jauh; 2014 Apr 21; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional. hlm 498-504.

Kazmierczak A, Carter J. 2010. Adaptation To Climate Change Using Green and Blue Infrastructure. Manchester (UK): University of Manchester.

Kurniati RD. 2007. Evaluasi kebijakan ruang terbuka hijau (studi kasus: pelaksanaan kebijakan ruang terbuka hijau pada dinas pertamanan Provinsi DKI Jakarta) [tesis]. Jakarta (ID): Universitas Indonesia.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. 2012. Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030. Jakarta (ID): Sekretariat Daerah Provinsi DKI Jakarta.

Pemerintah Republik Indonesia. 2007. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Jakarta (ID): Sekretariat Negara.

Sakethi TM. 2010. Mengapa Jakarta Banjir? Pengendalian Banjir Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Jakarta (ID): PT Mirah Sakethi.

University of Łódź, City of Łódź Office. 2011. SWITCH: Final Demonstration Activity Report, The

City of Łódź, 2006-20011, W.P. 5.3. ANNEX 4: Implementation of the Blue-Green Network

Concept. Łódź (PL): University of Łódź.

Wagner I, Krauze K, Zalewski M. 2013. Blue aspects of green infrastructure. Sustainable Development Applications. (4):145-155.

Gambar

Gambar 1  Konsep Blue-Green Network di Kota Łódź, Polandia.
Gambar 2  Prinsip pengendalian banjir Pemprov DKI Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Satgas RPIJM daerah perlu merumuskan strategi peningkatan investasi pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya, yang

Konsumen yang memiliki citra yang positif terhadap suatu merek, akan lebih. memungkinkan untuk

Bagi mahasiswa, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan mengenai ma- najemen strategi kepemimpinan kepala sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan

alam, bencana, konflik antaranggota komunitas secara damai, masalah kesehatan, penyakit, dan cara hidup lainnya sehingga pengetahuan tradisional sangat

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dimuka, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : terdapat hubungan positif yang nyata

Seluruh penggunaan antibiotik diberikan secara tunggal (100%) dengan alih terapi terjadi pada sebanyak 4 dari 22 kasus ISK.Kasus yang rasional penggunaan

Berat badan yang rendah pada perlakuan 2 juga dapat disebabkan kadar serat yang terkandung pada tepung Cannalina lebih tinggi dibandingkan dengan kebutuhan nutrisi

link yang berfungsi untuk menginput data dosen, data mahasiswa, data mata Kuliah, data kelas perkuliahan, data nilai, data Jurnal, serta data. Kurikulum, SAP, dan