BAB 2
LANDASAN TEORI
Bab ini membahas tentang teori penunjang dan penelitian sebelumnya yang
berhubungan dengan penerapan metode RSA untuk mengidentifikasi citra mata digital
dan penajaman kontras citra yang menggunakan Histogram Equalization.
2.1. Biometric
Biometric merupakan skema pengakuan individu berdasarkan fisiologis atau
karakteristik prilaku untuk menentukan siapa individu (misalnya, ID card) bukan apa
yang dimiliki individu (misalnya, sandi) yang dapat diandalkan baik untuk
mengkonfirmasi atau menetukan identitas individu untuk memastikan bahwa akses
yang diberikan hanya oleh pengguna yang sah dan tidak ada orang lain. (Jain et al.,
2006).
2.1.1. Karakteristik Biometric
Dalam proses identifikasi biometric sangat khas, karakteristik yang terukur digunakan
untuk mengidentifikasi individu. Dua kategori pengidentifikasi biometric meliputi
karakteristik fisiologis dan perilaku. Karakteristik fisiologis berhubungan dengan
bentuk tubuh yang memiliki ciri unik bagi setiap individu. Contoh bentuk tubuh yang
autentik disetiap individu yaitu sidik jari, pengenalan wajah, DNA, telapak tangan,
geometri tangan, pengenalan iris yang sebagian besar telah diganti mata, dan aroma.
Karakteristik perilaku terkait dengan perilaku kebiasaan seseorang dalam
2.1.2Keunggulan Biometric
Biometric dapat digunakan dalam setidaknya dua jenis aplikasi . Dalam skenario
verifikasi, seseorang mengklaim identitas tertentu dan sistem biometric digunakan
untuk memverifikasi atau menolak klaim tersebut. Verifikasi dilakukan dengan
mencocokkan sampel biometric yang diperoleh pada saat klaim terhadap sampel yang
sebelumnya terdaftar untuk identitas diklaim. Jika dua sampel cocok cukup baik ,
klaim identitas diverifikasi dan jika dua sampel tidak cocok cukup baik maka klaim
akan ditolak. Dengan demikian ada empat kemungkinan hasil. Validasi terjadi ketika
sistem menerima atau memverifikasi klaim identitas dan klaim itu dinyatakan benar.
Untuk validasi yang gagal yang dikarenakan oleh sampel yang palsu maka
system akan melakukan pendokumentasian yang menerima klaim identitas, namun
klaim tersebut tidak benar . Benar menolak terjadi ketika sistem menolak klaim
identitas dan klaim tersebut palsu. Sebuah sampel palsu akan menolak jika terjadi saat
sistem menolak klaim identitas, namun klaim itu benar . Dua jenis kesalahan yang
dapat dibuat adalah menerima sampel palsu dan menolak sampel palsu. Kinerja
biometric dalam skenario verifikasi sering diringkas dalam penerima kurva Receiver
Operating Characteristic. ROC kurva plot tingkat memverifikasi pada sumbu Y dan
yang palsu menerima tingkat pada sumbu X atau sebaliknya, yang palsu menolak pada
sumbu Y dan palsu menerima tingkat pada sumbu X. (Bowyer, 2008)
Equal-error rate ( EER ) adalah nilai utama yang sering dikutip dari kurva
ROC. Dimana EER adalah tingkat palsu menerima sama dengan palsu tingkat
menolak . Istilah verifikasi dan otentikasi sering digunakan secara bergantian dalam
konteks ini . Dalam skenario identifikasi, sampel biometri diperoleh tanpa klaim
identitas terkait. Tugas sistem adalah untuk mengidentifikasi sampel yang tidak
diketahui sebagai pencocokan salah satu dari serangkaian terdaftar sebelumnya
sampel diketahui. Set sampel yang terdaftar sering disebut galeri, dan sampel yang
tidak diketahui sering disebut probe. Probe dicocokkan semua entri di galeri, dan
pencocokan terdekat, asumsi tersebut cukup relevan, yang digunakan untuk
mengidentifikasi sampel yang tidak diketahui. (Bowyer, 2008)
Serupa dengan skenario verifikasi, ada empat kemungkinan yang akan
dihasilkan. Positif benar terjadi ketika sistem mengatakan bahwa sampel yang tidak
positif palsu terjadi ketika sistem mengatakan bahwa sampel yang tidak diketahui
cocok dengan orang tertentu di galeri dan pencocokan tidak benar. Negatif benar
terjadi ketika system mengatakan bahwa sampel tidak cocok dengan entri dalam
galeri, dan disampel pada kenyataannya tidak. Sebuah negatif palsu terjadi ketika
sistem mengatakan bahwa sampel tidak cocok dengan entri dalam galeri, tetapi sampel
sebenarnya tidak milik seseorang yang ada dalam galeri. (Bowyer, 2008)
Kinerja identifikasi Skenario sering diringkas dalam kurva cumulative match
characteristic ( CMC ). CMC kurva plot persen diakui dengan benar pada sumbu Y
dan peringkat kumulatif dianggap sebagai pertandingan yang benar pada sumbu X.
Untuk peringkat kumulatif 2, jika kesalahan dalam pencocokan terjadi pada peringkat
pertama atau masuk peringkat kedua di galeri, maka itu dianggap sebagai pengakuan
yang benar, dan seterusnya. Peringkat tingkat satu pengakuan satu nomor yang sering
dikutip dari kurva CMC. Identifikasi persyaratan dan pengakuan sering digunakan
secara bergantian dalam konteks ini. (Bowyer, 2008)
2.1.3. Iris Mata
Iris merupakan cincin berwarna pada jaringan sekitar pupil dimana cahaya memasuki
interior mata. Dua otot yaitu otot dilator dan otot sphincter , mengontrol ukuran iris
untuk menyesuaikan banyaknya cahaya yang masuk pupil. Pada gambar 2.1
menunjukkan bahwa contoh gambar yang diperoleh oleh sistem biometric iris
komersial. Sclera, daerah putih jaringan ikat dan pembuluh darah mengelilingi iris.
Sebuah penutup yang jelas disebut kornea mencakup iris dan pupil. Wilayah pupil
umumnya muncul lebih gelap dari iris. Namun, pupil mungkin memiliki specular
highlights, dan katarak dapat meringankan pupil. (Oyster, 1999)
Dengan demikian iris biasanya memiliki pola yang memiliki banyak galur,
pegunungan, dan bintik-bintik pigmen. Permukaan iris terdiri dari dua wilayah, zona
pupil pusat dan zona silia luar. Collarette adalah perbatasan antara kedua daerah.
Setiap rincian tekstur iris diyakini akan ditentukan secara acak selama perkembangan
janin mata. Hal ini juga diyakini berbeda disetiap orang dan antara kiri dan kanan
mata orang yang sama. Warna iris dapat berubah karena jumlah pigmen di iris
meningkat selama masa kanak-kanak . Namun demikian , untuk sebagian besar umur
Gambar 2.1. Anatomi iris yang diambil dari dataset (ICE, 2006)
2.1.4. Pendekatan Daugman
Penelitian yang paling penting dalam sejarah awal biometric iris adalah hasil dari
Daugman. Daugman mempatenkan penelitiannya pada tahun 1994 dan awal
publikasi menggambarkan sebuah sistem pengenalan iris operasional dalam beberapa
detail. Hal ini menguatkan bahwa biometric iris sebagai lapangan telah dikembangkan
dengan konsep pendekatan Daugman yang menjadi model referensi standar. Dan juga
karena Flom dan Safir paten dan paten Daugman ditahan untuk beberapa waktu oleh
perusahaan yang sama, hampir semua yang ada iris komersial teknologi biometric
didasarkan pada pekerjaan Daugman itu.
Daugman menggunakan integrodifferential beserta operator untuk mencari
batas-batas lingkaran iris: (Daugman, 1994)
( ) | ( ) ∮
( )
Operator ini berfungsi sebagai pencari lingkaran yang akan mencariterpisahkan sudut
maksimum turunan radial atas gambar yang domain. Terkenal algoritma iris
segmentasi lain adalah bahwa diusulkan oleh Wildes (1997). Dalam karyanya, iris
batas yang terlokalisasi melalui deteksi tepi diikuti oleh Hough transformation.
(Daugman et al., 1999)
2.2. Citra
Citra didefenisikan sebagai fungsi dua dimensi f(x,y), dimana x dan y merupakan
koordinat spasial dan luasan dari f untuk tiap pasang koordinat (x, y) disebut intensitas
atau level keabuan citra pada titik tertentu. Jika x, y, dan nilai intensitas f bersifat
terbatas (finite), maka citra disebut dengan citra digital. Citra digital dapat juga
dikatakan sebagai sebuah matriks dimana indeks baris dan kolomnya menyatakan
suatu titik pada citra dan elemen matriksnya yang disebut sebagai elemen gambar atau
piksel menyatakan tingkat keabuan pada titik tersebut. Citra digital dapat diklasifikasi
menjadi citra biner, citra keabuan, dan citra warna. (Gonzales et al., 2002)
2.2.1. Citra biner (binary image)
Citra biner merupakan jenis citra yang paling sederhana karena hanya memiliki dua
nilai, yaitu hitam atau putih. Citra biner merupakan citra 1 bit karena hanya
memerlukan 1 bit untuk merepresentasikan tiap piksel. Jenis citra ini banyak
ditemukan pada citra dimana informasi yang diperlukan hanya bentuk secara umum
atau outline, misalnya pada Optical Character Recognition (OCR).
Citra biner dibentuk dari citra keabuan melalui operasi thresholding, dimana
tiap piksel yang nilainya lebih besar dari threshold akan diubah menjadi putih (1) dan
piksel yang nilainya lebih kecil dari threshold akan diubah menjadi hitam (0). Contoh
Gambar 2.2. Citra biner (Gonzales at al., 2002)
2.2.2. Citra keabuan (grayscale image)
Citra keabuan menggunakan warna hitam sebagai warna minimum, warna putih
sebagai warna maksimum dan warna diantara hitam dan putih, yaitu abu-abu.
Abu-abu merupakan warna dimana komponen merah, hijau, dan biru mempunyai intensitas
yang sama. Contoh citra keabuan ditunjukkan pada Gambar 2.6.
Jumlah bit yang diperlukan untuk tiap piksel menentukan jumlah tingkat
keabuan yang tersedia. Misalnya untuk citra keabuan 8 bit, tingkat keabuan yang
tersedia adalah 28 atau 256.
2.2.3. Citra warna (color image)
Citra warna memiliki piksel dimana warna yang dimiliki oleh tiap piksel tersebut
merupakan kombinasi dari tiga warna dasar, yaitu merah, hijau, dan biru. Tiap warna
dasar menggunakan 8 bit penyimpanan, sehingga tingkatan warna yang tersedia
adalah 256. Jadi untuk tiga warna dasar pada setiap piksel memiliki kombinasi warna
sebanyak 224 atau sekitar 16777216 warna. Contoh citra warna ditunjukkan pada
Gambar 2.4. (Gonzales at al., 2002)
Gambar 2.4. Citra warna (Gonzales at al., 2002)
2.3. Pengolahan Citra
Pengolahan citra adalah metode yang digunakan untuk memproses atau memanipulasi
citra digital sehingga menghasil citra baru. Tujuan utama dari pengolahan citra adalah
bagaimana mengolah dan menganalisis citra sebaik mungkin sehingga dapat
memberikan informasi baru yang lebih bermanfaat. Beberapa teknik pengolahan citra
yang digunakan adalah sebagai berikut. (Gonzales at al., 2002)
2.3.1. Cropping
Cropping berfungsi untuk menghasil bagian spesifik dari sebuah citra dengan cara
memotong area yang tidak diinginkan atau area berisi informasi yang tidak
bagian citra yang tidak diperlukan, memperbesar area tertentu pada citra, mengubah
orientasi citra, dan mengubah aspect ratio dari sebuah citra. Cropping menghasilkan
citra baru yang merupakan bagian dari citra asli dengan ukuran yang lebih kecil. Jika
citra cropping digunakan untuk proses lain, waktu pemrosesan akan lebih cepat karena
bagian yang diproses hanya bagian yang diperlukan saja. (Gonzales at al., 2002)
2.3.2. Scaling
Scaling merupakan salah satu operasi yang paling banyak digunakan dalam
pengolahan citra. Scaling digunakan untuk mengubah resolusi dari sebuah citra, baik
itu memperkecil atau memperbesar resolusi citra. Scaling juga dapat digunakan untuk
menormalisasi ukuran semua citra sehingga memiliki ukuran yang sama. (Pratt, 2007)
2.3.3. Grayscaling
Grayscaling merupakan proses mengubah citra warna (RGB) menjadi citra keabuan.
Grayscaling digunakan untuk menyederhanakan model citra RGB yang memiliki 3
layer matriks, yaitu layer matriks red, green, dan blue menjadi 1 layer matriks
keabuan. Grayscaling dilakukan dengan cara mengalikan masing-masing nilai red,
green, dan blue dengan konstanta yang jumlahnya 1, seperti ditunjukkan pada
persamaan 2.2. (Pratt, 2007)
( ) (2.2)
Dimana : ( ) = piksel citra hasil grayscaling
= konstanta yang hasil penjumlahannya 1 = nilai red dari sebuah piksel
= nilai green dari sebuah piksel
= nilai blue dari sebuah piksel
Green channel merupakan salah satu jenis grayscaling yang mengganti nilai
setiap piksel pada citra hanya dengan nilai green dari piksel citra tersebut, seperti
( ) (2.3)
Grayscaling pada citra mata menggunakan green channel dikarenakan citra
green channel memiliki contrast yang lebih baik sehingga mampu membedakan
antara fitur (pembuluh darah, eksudat, mikroneurisma) dengan permukaan mata secara
lebih jelas (Putra, 2010).
2.3.4. Perbaikan citra (Image enhancement)
Perbaikan citra merupakan proses yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas citra
dengan cara memanipulasi parameter pada citra sehingga ciri pada citra dapat lebih
ditonjolkan. Perbaikan citra memungkinkan informasi yang ingin ditampilkan atau
diambil dari sebuah citra menjadi lebih baik dan jelas. Perbaikan citra yang dilakukan
adalah perbaikan kontras dengan menggunakan metode contrast stretching. Contrast
Stretching mampu mengatasi kekurangan cahaya atau kelebihan cahaya pada citra
dengan memperluas sebaran nilai keabuan piksel. Contrast stretching merupakan
metode perbaikan citra yang bersifat point processing, yaitu pemrosesan hanya
bergantung pada nilai intensitas keabuan masing-masing piksel, tidak tergantung dari
piksel lain yang ada disekitarnya. Contrast stretching dilakukan dengan persamaan
2.4. (Gonzales at al., 2002)
( ) ( ) ( ) (2.4)
Dimana : ( ) = piksel citra hasil perbaikan ( ) = piksel citra asal
= nilai minimum dari piksel citra input
= nilai maksimum dari piksel citra input
= nilai grayscale maksimum
2.3.5. Thresholding
Salah satu teknik yang digunakan untuk mengubah citra keabuan menjadi citra biner
Thresholding dapat digunakan dalam proses segmentasi citra untuk mengidentifikasi
dan memisahkan objek yang diinginkan dari background berdasarkan distribusi
tingkat keabuan atau tekstur citra (Liao, 2001).
Proses thresholding menggunakan nilai batas (threshold) untuk mengubah
nilai piksel pada citra keabuan menjadi hitam atau putih. Jika nilai piksel pada citra
keabuan lebih besar dari threshold, maka nilai piksel akan diganti dengan 1 (putih),
sebaliknya jika nilai piksel citra keabuan lebih kecil dari threshold maka nilai piksel
akan diganti dengan 0 (hitam). Proses thresholding dilakukan dengan persamaan 2.5.
(Liao, 2001)
( ) { ( ) ( ) (2.5)
Dimana : ( ) = piksel citra hasil binerisasi ( ) = piksel citra asal
T = nilai threshold
Sebuah metode nonparametrik dan tanpa pengawasan otomatis temukan
threshold untuk menampilkan segmentasi citra. Sebuah threshold optimal dipilih oleh
kriteria diskriminan, yaitu dengan cara memaksimalkan keterpisahan dari kelas yang
dihasilkan dalam tingkat keabuan citra. Prosedur ini sangat sederhana, hanya
menggunakan zeroth dan urutan pertama saat kumulatif histogram tingkat keabuan.
Hal ini berbanding lurus untuk memperluas metode berkaitan dengan masalah
multi-threshold. (Otsu, 1979)
Ambil nilai piksel dari citra yang diberikan diwakili tingkat keabuan L
(1, 2, …, L). Jumlah piksel pada tingkat i dilambangkan dengan ni dan jumlah piksel
dengan N = n1 + n2 + …+ nL. Untuk menyederhanakan diskusi, histogram gray-level
dinormalkan dan dianggap sebagai distribusi probabilitas: (Otsu, 1979)
∑
2.4. Histogram Equalization
Histogram didefinisikan sebagai probabilitas statistik distribusi setiap tingkat abu-abu
dalam gambar digital. Histogram Equalization adalah teknik yang sangat populer
untuk peningkatan kontras gambar (Kim et al., 2008). Konsep dasar dari histogram
equalization adalah dengan men-strecth histogram, sehingga perbedaan piksel
menjadi lebih besar atau dengan kata lain informasi menjadi lebih kuat sehingga mata
dapat menangkap informasi yang disampaikan.
Citra kontras ditentukan oleh rentang dinamis, yang didefinisikan sebagai
perbandingan antara bagian paling terang dan paling gelap intensitas piksel.
Histogram memberikan informasi untuk kontras dan intensitas keseluruhan distribusi
dari suatu gambar. Misalkan gambar input f (x, y) terdiri dari tingkat abu-abu diskrit
dalam kisaran dinamis [0, L-1] maka fungsi transformasi C (rk) dapat didefinisikan
sebagai Persamaan. (Frank, 2010) :
( ) ( ) ∑ ( ) ∑
Untuk persamaan transformasi histogram equalization pada gambar digital,
variabel MxN menunjukkan total jumlah piksel, L jumlah tingkat abu-abu, dan ( )
jumlah piksel dalam gambar masukan dengan intensitas nilai rj. Rentang nilai input
dan output abu-abu berada di kisaran 0,1,2,...,L-1. Kemudian, transformasi histogram
equalization memetakan input nilai di mana k = 0,1,2, ...,L-1 hingga nilai output
. Dapat dilihat pada gambar 2.14. (Vertika, 2011)
Histogram dengan jarak dari 0 sampai L-1 dibagi menjadi 2 bagian, dengan
sebagai intensitas. Pemisahan ini menghasilkandua histogram. Histogram pertama
memilki jangkauan 0 sampai , dan histogram kedua memiliki jangkauan sampai
L-1
Histogram equalization merupakan metode dalam pengolahan gambar yang
meningkatkan kontras gambar secara umum, terutama ketika digunakan data gambar
yang diwakili oleh nilai-nilai yang dekat kontras. Melalui penyesuaian ini, intensitas
gambar dapat didstribusikan pada histogram dengan lebih baik. Hal ini
memungkinkan untuk daerah kontras lokal yang lebih rendah untuk mendapatkan
kontras yang lebih tinggi tanpa mempengaruhi kontras global. Metode ini juga
berguna untuk dengan latar belakang dan foregrounds yang keduanya terang atau
keduanya gelap. Secara khusus, metode ini memberikan pandangan yang lebih baik
dari struktur tulang dalam gambar x-ray dalam dunia biomedik, menghasilkan detail
gambar yang jelas (Vertika, 2011).
Histogram merupakan suatu bagan yang menampilkan distribusi intensitas
dalam indeks atau intensitas warna citra. Matlab menyediakan fungsi khusus untuk
histogram citra, yaitu imhist(). Fungsi Imshist menghitung jumlah piksel-piksel suatu
citra untuk setiap range warna (0-255). Perlu diperhatikan bahwa fungsi Imhist
dirancang untuk menampilkan histogram citra dengan format abu-abu(grayscale).
Oleh karena itu, agar bisa menampilkan histogram RGB, maka perlu memodifikasi
fungsi Imhist.
Misalkan sebuah citra digital memiliki L derajat keabuan (misalnya citra
dengan kuantisasi derajat keabuan 8-bit, nilai derajat keabuan dari 0-255) secara
matematis dapat dihitung dengan rumus 2.10 . (Ibrahim, 2012)
(2.10)
Dimana : L = derajat keabuan
= jumlah piksel yang memiliki derajat keabuan i
Diasumsikan bahwa pemerataan histogram mengubah nilai masukan
menjadi dan kemudian mengubah menjadi ,
bentuk persamaan tersebut dapat dilihat pada persamaan 2.18 (Haidi, 2007)
( ) ( )∑
(2.11)
Setiap piksel dengan nilai dipetakan menjadi nilai maka = , maka
persamaannya dapat dilihat pada persamaan 2.19 : (Haidi, 2007)
( ) ( )∑
Pada tabel.2.13 diatas dapat kita lihat sebuah citra gambar dengan nilai L = 8 dan n =
64, maka kita gunakan persamaan 2.20 :
∑
∑
0 13 13 1
1 17 30 3
2 6 36 4
3 1 37 4
4 3 40 4
5 12 52 6
6 6 58 6
7 6 64 7
Gambar 2.13 Tabel hasil persamaan (2.13) (Haidi, 2007)
Maka, output dari citra adalah seperti pada gambar 2.14 di bawah ini:
3 3 6 6 1 1 3 1
3 3 4 4 1 3 1 3
3 7 6 6 6 6 1 1
1 7 6 7 6 6 6 6
4 7 6 7 4 6 7 1
3 3 4 3 6 6 6 3
4 4 4 3 3 6 3 3
3 4 4 1 1 1 1 6
Gambar 2.14 Output citra array ukuran 8x8 (Haidi, 2007)
Pemerataan histogram telah banyak diterapkan dan dikembangkan, multi-histogram
equalization yang digunakan untuk meningkatkan kontras dan kecerahan citra,
histogram equalization dinamis dapat menghasilkan output gambar dengan intensitas
gambar rata-rata sama dengan intensitas rata-rata gambar input (Ibrahim, 2007). Tidak
hanya saja pada gambar, metode histogram equalization juga dapat diterapkan pada
dari proses penampilan distribusi identitas dalam indeks yang menggunakan
Histogram Equalization dengan hasil melalui proses tersebut ditunjukan pada gambar
2.15
(a) (b) (c)
(d) (e)
Gambar 2.15 (a) Citra asli (b) Output pertama citra HE (c) Output pertama citra HE (N=10) (d)Output kedua citra HE (e) Output kedua citra HE (N=10)
2.5. Rivest Shamir Adleman (RSA)
Teknik kunci kriptografi RSA merupakan metode kriptografi yang menggunakan
sistem kunci-publik (public-key cryptosystem) yang modern pada saat ini. Sistem
kriptografi ini patenkan di Amerika Serikat pada 14 Desember, 1977 dan
dipublikasikan oleh Len Adleman, Ron Rivest dan Adi Shamir pada tahun 1978. Akan
tetapi, dikarenakan sistem yang dipatenkan terlebih dahulu sebelum dipublis oleh
ketiga penemu maka tidak bisa dipatenkan diwilayah eropa dan jepang karena
terkendala oleh peraturan daerah masing- masing.
Sistem keamanan RSA didasarkan pada kerumitan teknik pemfaktoran pada
pada penelitian pemfaktoran ini tapi tidak sepenuhnya dipahami. Untuk mengukur
pemahaman tentang apa yang dibahas, RSA Data Security mengeluarkan RSA
Factoring Challenge pada tahun 1991 untuk mendorong penelitian komputasi teori
bilangan dan kesulitan praktis dalam pemfaktoran bilangan bulat dengan jumlah besar
dan menyerang kunci RSA digunakan dalam kriptografi. Dengan nilai bilangan
terkecil 100 digit angka desimal yang disebut RSA - 100, yang difaktorkan pada 1
April 1991, untuk mendapatkan hadiah sebesar US $ 1.000. Tantangan RSA tersebut
berakhir pada tahun 2007 dan sampai saat ini yang dapat terpecahkan yaitu sekitar 12
juta digit bilangan prima.
RSA menjadi sistem kriptografi kunci-publik yang terpopuler karena
merupakan sistem pertama yang sekaligus dapat digunakan untuk key distribution,
confidentiality dan digital signature. Boleh dikatakan semua standar sistem kriptografi
memperbolehkan penggunaan RSA, termasuk SSL/TLS (untuk pengamanan http) dan
SSH (secure shell) (Kromodimoeljo, 2009). Algortima RSA memiliki besaran-
1. Pilih dua bilangan prima bernilai sembarang, p dan q.
2. Hitung n = p. q (direkomendasikan p ≠ q, sebab jika p = q maka n = p2 sehingga p
dapat diperoleh dengan menarik akar pangkat dua dari n).
4. Pilih kunci publik e, yang relatif prima terhadap ɸ(n) yaitu 1 < e < ɸ(n) dan gcd(e,
ɸ(n)) = 1.
5. Bangkitkan kunci privat dengan menggunakan persamaan
( ) ( ) (2.14)
6. Hasil dari algoritma ini adalah :
a) Kunci public adalah pasangan (e, n)
b) Kunci private adalah pasangan (d, n)
(Kromodimoeljo, 2009)
2.5.2. Proses Enkripsi
Proses enkripsi pesan adalah sebagai berikut:
1. Ambil kunci publik penerima pesan e dan modulus n.
2. Nyatakan plaintext m menjadi blok-blok m1, m2, ..., sedemikian sehingga setiap
blok merepresentasikan nilai di dalam selang [0, n– 1].
3. Setiap blok dienkripsi menjadi blok dengan rumus:
(2.15)
Contoh :
Misalkan Bob mengirim pesan kepada Alice. Pesan (plaintext) yang akan dikirim ke
A adalah
m = BUDI
Bob mengubah m ke dalam desimal pengkodean ASCII dan sistem akan memecah m
menjadi blok yang lebih kecil dengan menyeragamkan masing-masing blok menjadi 3
digit dengan menambahkan digit semu (biasanya 0) karena kode ASCII memiliki
m1= 066 m2 = 085 m3 = 068 m4 = 073
Nilai-nilai ini masih terletak di dalam selang [0, 3337-1] agar transformasi menjadi
satu-ke-satu. Bob mengetahui kunci publik Alice adalah e = 79 dan n = 3337. Bob
dapat mengenkripsi setiap blok plaintext sebagai berikut:
c1 = 6679 mod 3337 = 795 c2 = 85 79 mod 3337 = 3048
c3 = 6879 mod 3337 = 2753 c4 = 7379 mod 3337 = 725
Dalam penerapannya, untuk memudahkan sistem membagi ciphertext menjadi
blok-blok yang mewakili tiap karakter maka ditambahkan digit semu (biasanya 0) pada
blok cipher sehingga tiap blok memiliki panjang yang sama sesuai ketetapan (dalam
hal ini panjangnya 4 digit). Jadi, ciphertext yang dihasilkan adalah :
c = 0795 3048 2753 0725
2.6.3. Proses Deskripsi
1. Ambil kunci privat penerima pesan d, dan modulus n.
2. Nyatakan plaintext c menjadi blok-blok c1, c2, ..., sedemikian sehingga setiap
blok merepresentasikan nilai di dalam selang [0, ].
3. Setiap blok dienkripsi menjadi blok dengan rumus:
(2.16)
Contoh:
Dengan kunci privated = 1019, chiperteks yang telah dibagi menjadi blok-blok cipher
yang sama panjang, c = 0795 3048 2753 0725, kembali diubah ke dalam plaintext:
BUDI
m1 = 7951019 mod 3337 = 66 m2 = 30481019 mod 3337 = 85
m3 = 27531019 mod 3337 = 68 m4 = 7351019 mod 3337 = 73
2.6. Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang pengamanan biometric pada citra digital telah dilakukan dengan
menggunakan beberapa metode. Pada tahun 2011, Manoria et al mengembangkan
peneltitan tentang jaminan keamanan pada informasi biometric untuk meningkatkan
kinerja sesuai dengan standar sistem jaminan keamanan yang baik. Menggunakan
algoritma RSA yang efektif dengan pengamanan data biometric. Penelitian ini
menentukan ukuran kunci yang sesuai dengan masalah keamanan dan menentukan
kinerja pencocokan dengan menggunakan MATLAB dan JDK1. 6, dengan tingkat
akurasi 86,7 %.
Sridevi et al. pada tahun 2014 telah melakukan penelitian di bidang kemanan
data citra dengan teknik pembangkitan kunci pada biometric dengan keamanan tinggi
melalui aplikasi dengan teknologi VoIP. Penelitian ini berkaitan dengan isu- isu
keamanan sistem komputasi terkini,fokusnya yaitu pengamanan pada voice teknologi
VoIP dengan pengamanan Internet Protocol (IP) dengan metode Biomeric-Crypto
yang menghasilkan kunci sidik jari untuk keamanan data. Teknik kriptografi yang
digunakan adalah RSA. Sehingga penerima yang dimaksud dapat mengakses data.
Skema ini memastikan kerahasiaan Teknologi VoIP. Dalam oprasinya, penelitian ini
mencapai tingkat akurasi 86 %.
Selanjutnya pada tahun 2011, Sansore et al. Menggabungkan teknik
kriptografi dan steganografi untuk meningkatkan fitur kemanan pada sistem biometric
jika template biometric diserang. Untuk itu kriptografi RSA digunakan untuk
pengamanan template biometric. Menggunakan teknik gabungan dari kriptografi dan
steganografi menyediakan sarana kemanan yang bagus untuk membantu menambah
keamanan dalam proses otentifikasi.
Perbedaan penelitian yang dilakukan dengan penelitian terdahulu adalah
gabungan metode yang digunakan untuk identifikasi biometric dalam bentuk citra
digital, yaitu Histogram Equalization sebagai metode ektraksi fitur dan indentifikasi
citra dan Rivest Shamir Adleman (RSA) sebagai metode pengamanan data citra yang
akan diidentifikasi. Pada teknik pengamanan menggunakan RSA, setiap nilai pixel
dari citra yang telah melalui proses binerisasi akan dienkripsi. Bagian terkecil yang
kemudian akan dienkripsi satu persatu dengan dimensi berukuran 10 x 10 pixel.