BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Dasar Alat Penukar Kalor
Alat penukar kalor adalah alat yang memungkinkan terjadinya
perpindahan panas diantara dua fluida yang memiliki temperatur yang berbeda
tanpa mencampurkan kedua fluida tersebut. Alat penukar kalor biasanya
digunakan secara praktis didalam aplikasi yang luas, seperti dalam kasus
pemanasan dan sistem pengkondisian udara, proses-proses kimia dan proses
pembangkitan tenaga. Alat penukar kalor berbeda dengan ruangan pencampuran
yakni alat penukar kalor tidak memperbolehkan kedua fluida bercampur. Sebagai
contoh, pada radiator mobil, panas dipindahkan dari air panas yang mengalir
melalui pipa yang terdapat pada radiator yang ditambahkan plat pada jarak yang
kecil dengan melewatkan udara diantaranya.
Perpindahan panas pada alat penukar kalor biasanya terdiri dari konveksi
di setiap fluida dan konduksi pada dinding yang memisahkan kedua fluida. Pada
saat menganalisa alat penukar kalor, sangat diperlukan untuk menggunakan
koefisien perpindahan panas menyeluruh U yang memungkinkan untuk
menghitung seluruh efek dari perpindahan panas. Laju perpindahan panas diantara
kedua fluida terletak pada alat penukar kalor yang bergantung pada perbedaan
temperatur pada suatu titik, yang bervariasi sepanjang alat penukar kalor. Pada
saat menganalisis alat penukar kalor, biasanya bekerja dengan menggunakan
logarithmic mean temperature difference LMTD, yang sebanding dengan
perbedaan temperatur rata-rata diantara kedua fluida sepanjang alat penukar kalor.
Ketika dua temperatur tidak diketahui kita dapat menganalisisnya dengan metode
keefektifitasan-NTU.
2.2 Jenis Alat Penukar Kalor
Secara umum, alat penukar kalor dapat dibagi berdasarkan fungsinya
yakni :
a. Chiller, alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan fluida
didalam chiller yang lebih rendah bila dibandingkan dengan fluida
pendinginan yang dilakukan dengan pendingin air. Untuk chiller ini media
pendingin biasanya digunakan amoniak atau Freon.
b. Kondensor, alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan uap atau
campuran uap, sehingga berubah fasa menjadi cairan. Media pendingin yang
dipakai biasanya air atau udara. Uap atau campuran uap akan melepaskan
panas latent kepada pendingin, misalnya pada pembangkit listrik tenaga uap
yang mempergunakan condensing turbin, maka uap bekas dari turbin akan
dimasukkan kedalam kondensor, lalu diembunkan menjadi kondensat.
c. Cooler, alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan cairan atau gas
dengan mempergunakan air sebagai media pendingin. Disini tidak terjadi
perubahan fasa, dengan perkembangan teknologi dewasa ini maka pendingin
cooler mempergunakan media pendingin berupa udara dengan bantuan fan
(kipas).
d. Evaporator, alat penukar kalor ini digunakan untuk penguapan cairan menjadi
uap. Dimana pada alat ini menjadi proses evaporasi (penguapan) suatu zat dari
fasa cair menjadi uap. Yang dimanfaatkan alat ini adalah panas latent dan zat
yang digunakan adalah air atau refrigerant cair.
e. Reboiler, alat penukar kalor ini berfungsi mendidihkan kembali (reboil) serta
menguapkan sebagian cairan yang diproses. Adapun media pemanas yang
sering digunakan adalah uap atau zat panas yang sedang diproses itu sendiri.
Pada gambar 2.1, diperlihatkan sebuah reboiler dengan mempergunakan air
(sebagai media penguap, air tersebut akan keluar dari boiler dan mengalir
Gambar 2.1 : Thermosiphon Reboiler
Sumber: :
http://www.ogj.com/content/dam/ogj/print-articles/volume-112/feb-03/z140203OGJpis04.jpg
f. Heat Exchanger, alat penukar kalor ini bertujuan untuk memanfaatkan panas
suatu aliran fluida yang lain. Maka akan terjadi dua fungsi sekaligus, yaitu:
1. Memanaskan fluida
2. Mendinginkan fluida yang panas
Suhu yang masuk dan keluar kedua jenis fluida diatur sesuai dengan
kebutuhannya. Pada gambar diperlihatkan sebuah heat exchanger, dimana
fluida yang berada didalam tube adalah air, disebelah luar dari tube fluida yang
mengalir adalah gas buangan yang semuanya berada didalam shell.
Gambar 2.2 : Konstruksi Heat Exchanger
2.3 Klasifikasi Alat Penukar Kalor
1. Klasifikasi berdasarkan proses perpindahan panas
a. Tipe kontak tidak langsung
1. Tipe dari satu fase
2. Tipe dari banyak fase
3. Tipe yang ditimbun (storage type)
4. Tipe fluidized bed
b. Tipe kontak langsung
1. Immiscible fluids 2. Gas liquid 3. Liquid vapor
2. Klasifikasi berdasarkan jumlah fluida yang mengalir a. Dua jenis fluida
b. Tiga jenis fluida
c. N – Jenis fluida (N lebih dari tiga)
3. Klasifikasi berdasarkan kompaknya permukaan
a. Tipe penukar kalor yang kompak, Density luas permukaan > 700 m
b. Tipe penukar kalor yang tidak kompak, Density luas permukaan < 700 m
4. Klasifikasi berdasarkan mekanisme perpindahan panas
a. Dengan cara konveksi, satu fase pada kedua sisi alirannya
b. Dengan cara konveksi pada satu sisi aliran dan pada sisi yang lainnya
terdapat cara konveksi 2 aliran
c. Dengan cara konveksi pada kedua sisi alirannya serta terdapat 2 pass
aliran masing-masing
d. Kombinasi cara konveksi dan radiasi
5. Klasifikasi berdasarkan konstruksi
a. Konstruksi tubular (shell and tube)
1. Tube ganda (double tube)
2. Konstruksi shell and tube, Sekat plat (plate baffle), Sekat batang (rod
baffle)
3. Konstruksi tube spiral
b. Konstruksi tipe pelat
1. Tipe pelat
2. Tipe lamella
3. Tipe spiral
4. Tipe pelat koil
c. Konstruksi dengan luas permukaan diperluas (extended surface)
1.Sirip pelat (plate fin)
2. Sirip tube (tube fin)
3.Heat pipe wall
4.Ordinary separating wall
d. Regenerative
1. Tipe rotary
2. Tipe disk (piringan)
3 Tipe drum
4. Tipe matrik tetap
6. Klasifikasi berdasarkan pengaturan aliran
a. Aliran dengan satu pass
1. Aliran Berlawanan
2.Aliran Paralel
3.Aliran Melintang
4.Aliran Split
5.Aliran yang dibagi (divided)
b. Aliran multipass
a. Permukaan yang diperbesar (extended surface)
1.Aliran counter menyilang
2.Aliran paralel menyilang
3.Aliran compound
b. Multipass plat
Perlu diketahui bahwa untuk alat-alat ini terdapat suatu terminologi yang telah
dikeluarkan oleh Asosiasi pembuat Heat Exchanger yang dikenal dengan Tubular
Exchanger Manufacture’s Association (TEMA). Standarisasi tersebut bertujuan
untuk melindungi para pemakai dari bahaya kerusakan atau kegagalan alat,
karena alat ini beroperasi pada temperatur dan tekanan yang tinggi.
Didalam standar mekanik TEMA, terdapat dua macam kelas heat Exchanger,
yaitu :
1. Kelas R, yaitu untuk peraalatan yang bekerja dengan kondisi berat,
misalnya untuk industri minyak dan kimia berat.
2. Kelas C, yaitu yang dibuat untuk general purpose, dengan didasarkan pada segi
ekonomis dan ukuran kecil, digunakan untuk proses-proses umum industri.
Berikut ini akan dijelaskan beberapa alat penukar kalor yang umum
digunakan dalam dunia industri :
1. Concentric Tube Heat Exchanger (Double Pipe)
Double pipe heat exchanger atau consentric tube heat exchanger yang
ditunjukkan pada gambar 1 di mana suatu aliran fluida dalam pipa seperti pada
gambar 1 mengalir dari titik A ke titik B, dengan space berbentuk U yang
mengalir di dalam pipa. Cairan yang mengalir dapat berupa aliran cocurrent atau
countercurrent. Alat pemanas ini dapat dibuat dari pipa yang panjang dan
dihubungkan satu sama lain hingga membentuk U. Double pipe heat exchanger
merupakan alat yang cocok dikondisikan untuk aliran dengan laju aliran yang
kecil.
Gambar 2.3 : Aliran double pipe heat exchanger
Gambar 2.4 : Hairpin heat exchanger
Sumber : http://www.hed-inc.com/brochure.jpg
Exchanger ini menyediakan true counter current flow dan cocok untuk extreme
temperature crossing, tekanan tinggi dan rendah untuk kebutuhan surface area
yang moderat (range surface area: 1 – 6000 ft2). Hairpin heat exchanger tersedia
dalam :
- Single tube (double pipe) atau berbagai tabung dalam suatu hairpin shell
(multitube),
- Bare tubes, finned tube, U-Tubes,
- Straight tubes,
- Fixed tube sheets
Double pipe heat exchanger sangatlah berguna karena ini bisa digunakan dan
dipasang pada pipe-fitting dari bagian standar dan menghasilkan luas permukaan
panas yang besar. Ukuran standar dari tees dan return head diberikan pada tabel
berikut :
Tabel 2.1 : double Pipe Exchanger fittings
Outer Pipe, IPS Inner Pipe, IPS
3
2½
3
4
1¼
1¼
2
3
Sumber : http://www.hed-inc.com/brochure.jpg
Double pipe exchangers biasanya dipasang dalam 12-, 15- atau 20-ft Panjang
efektif, panjang efektif dapat membuat jarak dalam each leg over di mana terjadi
perpindahan panas dan mengeluarkan inner pipe yang menonjol melewati the
Susunan dari concentric tube ditunjukan pada gambar di bawah ini. Aliran
dalam type heat exchanger dapat bersifat cocurrent atau counter current dimana
aliran fluida panas ada pada inner pipe dan fluida dingin pada annulus pipe.
Gambar 2.5 : Double pipe heat exchanger aliran cocurrent dan counter current
Sumber : http://1.bp.blogspot.com/_1l4Y3KOShp4
Pada susunan cocurrent maka fluida di dalam tube sebelah dalam (inner tubes)
maupun yang di luar tube (dalam annulus), artinya satu lintasan tanpa cabang.
Sedangkan pada aliran counter current, di dalam tube sebelah dalam dan fluida di
dalam annulus masing-masing mempunyai cabang seperti terlihat pada gambar
2.6 dan gambar 2.7.
Gambar 2.6 : Double-pipe heat exchangers in series
Sumber
Gambar 2.7 : Double-pipe heat exchangers in series–parallel
Sumber : output autocad 2007, Maret 2015
Keuntungan dan kerugian penggunaan double pipe heat exchanger:
a) Keuntungan
1. Penggunaan longitudinal tinned tubes akan mengakibatkan suatu heat
exchanger untuk shell sides fluids yang mempunyai suatu low heat
transfer coefficient.
2. Counter current flow mengakibatkan penurunan kebutuhan surface
area permukaan untuk service yang mempunyai suatu temperature
cross.
3. Potensi kebutuhan untuk ekspansi joint adalah dihapuskan dalam kaitan
dengan konstruksi pipa-U.
4. Konstruksi sederhana dalam penggantian tabung dan pembersihan.
b) Kerugian
1. Bagian hairpin adalah desain khusus yang mana secara normal tidak
dibangun untuk industri standar dimanapun selain ASME code.
2. Bagian multiple hairpin tidaklah selisih secara ekonomis bersaing
dengan single shell dan tube heat exchanger.
3. Desain penutup memerlukan gasket khusus.
2. Shell And Tube Heat Exchanger
Shell and tube heat exchanger biasanya digunakan dalam kondisi tekanan
relatif tinggi, yang terdiri dari sebuah selongsong yang di dalamnya disusun suatu
annulus dengan rangkaian tertentu (untuk mendapatkan luas permukaan yang
perpindahan panas antara fluida dengan dinding annulus misalnya triangular
pitch (Pola segitiga) dan square pitch (Pola segiempat).
Gambar 2.8 : Bentuk susunan tabung
Sumber : Incropera
Keuntungan square pitch adalah bagian dalam tube-nya mudah dibersihkan dan
pressure drop-nya rendah ketika mengalir di dalamnya (fluida)
Gambar 2.9 : shell and tube heat exchanger
Sumber: www.google.com/cheresources.com
Keuntungan dari shell and tube:
1. Konfigurasi yang dibuat akan memberikan luas permukaan yang besar
dengan bentuk atau volume yang kecil.
2. Mempunyai lay-out mekanik yang baik, bentuknya cukup baik untuk
operasi bertekanan.
4. Dapat dibuat dengan berbagai jenis material, dimana dapat dipilih jenis
material yang digunakan sesuai dengan temperatur dan tekanan operasi.
5. Mudah membersihkannya.
6. Prosedur perencanaannya sudah mapan (well-astablished).
7. Konstruksinya sederhana, pemakaian ruangan relatif kecil.
8. Pengoperasiannya tidak berbelit-belit, sangat mudah dimengerti (diketahui
oleh para operator yang berlatar belakang pendidikan rendah).
9. Konstruksinya dapat dipisah-pisah satu sama lain, tidak merupakan satu
kesatuan yang utuh, sehingga pengangkutannya relatif gampang
Kerugian penggunaan shell and tube heat exchanger adalah semakin besar jumlah
lewatan maka semakin banyak panas yang diserap tetapi semakin sulit
perawatannya
3. Plate Type Heat Exchanger
Plate type heat exchanger terdiri dari bahan konduktif tinggi seperti stainless
steel atau tembaga. Plate dibuat dengan design khusus dimana tekstur permukaan
plate saling berpotongan satu sama lain dan membentuk ruang sempit antara dua
plate yang berdekatan. Jika menggabungkan plate-plate menjadi seperti
berlapis-lapis, susunan plate-plate tersebut tertekan dan bersama-sama membentuk saluran
alir untuk fluida. Area total untuk perpindahan panas tergantung pada jumlah
plate yang dipasang bersama-sama seperti gambar dibawah
Gambar 2.10 : Plate type heat exchanger dengan aliran countercurrent
4. Jacketed Vessel With Coil and Stirrer
Unit ini terdiri dari bejana berselubung dengan coil dan pengaduk, tangki air
panas, instrumen untuk pengukuran flowrate dan temperatur. Fluida dingin dalam
vessel dipanaskan dengan mengaliri selubung atau koil dengan fluida panas.
Pengaduk dan baffle disediakan untuk proses pencampuran isi vessel. Volume isi
tangki dapat divariasikan dengan pengaturan tinggi pipa overflow. Temperatur
diukur pada inlet dan outlet fluida panas, vessel inlet dan isi vessel
Gambar 2.11 : Skema Dari Jacketed Vessel With Coil And Stirrer
Sumber : http://img.tradeindia.com/fp/1/418/239.jpg
2.4 Jenis-Jenis Perpindahan Panas 2.4.1 Konduksi
Sebuah batang silinder dengan material tertentu diisolasi pada sisi
terluarnya dan pada kedua ujung permukaannya memiliki suhu yang berbeda
yakni T1 > T2 . Perbedaan temperatur tersebut menyebabkan perpindahan
panas secara konduksi pada arah x positif. Dapat diukur laju perpindahan
panas qx, dan kita dapat menentukan qx bergantung pada variabel-variabel
berikut : ΔT,yakni perbedaan temperatur ; Δx, yakni panjang batang ; dan A, yakni luas penampang tegak lurus bidang.
Jika ΔT dan Δx adalah konstan dan hanya memvariasikan A, maka kita
dapat melihat bahwa qx berbanding lurus dengan A. Dengan cara yang sama,
jika ΔT dan A adalah konstan, kita dapat melihat bahwa qx berbanding
terbalik dengan Δx. Apabila A dan Δx konstan, maka kita dapat melihat
bahwa qx berbanding lurus dengan ΔT. Sehingga kita dapat menyimpulkan
qx ∞ A Δ𝑇𝑇
Δx (2.1)
Berikut ini adalah gambar perpindahan panas secara konduksi melalui sebuah
percobaan.
Gambar 2.12 : Perpindahan Panas secara Konduksi
Sumber : Incropera
Dengan memperhatikan material batang, sebagai contoh plastik, kita akan
menemukan bahwa kesebandingan diatas adalah valid. Namun, kita juga
menemukan bahwa untuk nilai A, Δx, dan ΔT yang sama, akan menghasilkan nilai
qx yang lebih kecil untuk plastik daripada bermaterial logam. Sehingga
kesebandingan diatas dapat ditulis dalam bentuk persamaan dengan memasukkan
koefisien yang dipengaruhi oleh material. Sehingga diperoleh,
qx = kA
Δ𝑇𝑇
Δx (2.2)
k, adalah konduktivitas termal (W/m.K), yang adalah merupakan sifat material
yang penting. Dengan menggunakan limit Δx 0 kita mendapatkan persamaan untuk laju perpindahan panas,
qx = kA
𝑑𝑑𝑇𝑇
dx (2.3)
atau persamaan flux panas menjadi,
𝑞𝑞𝑥𝑥"= qx
A = - k
𝑑𝑑𝑇𝑇
dx (2.4)
2.4.2 Konveksi
Mekanisme perpindahan panas dapat berupa konduksi, konveksi, dan
radiasi. Konduksi dan konveksi adalah membutuhkan media perantara dalam
proses perpindahan panasnya. Berbeda dengan konduksi, pada konveksi
Penelitian menunjukkan bahwa perpindahan panas konveksi sangat
bergantung pada sifat-sifat fluida seperti viskositas dinamis μ, konduktivitas
termal k, massa jenis ρ, dan spesifik panas Cp, dan dipengaruhi oleh
kecepatan fluida Ѵ. Konveksi juga bergantung pada bentuk dan kekasaran
permukaan, dan bahkan juga dipengaruhi oleh tipe aliran seperti laminar atau
turbulen. Sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa perpindahan panas
secara konveksi adalah kompleks karena bergantung pada banyak variabel.
Oleh karena itu, konveksi adalah mekanisme perpindahan panas yang paling
kompleks.
Gambar 2.13 : Pendinginan sebuah balok yang panas dengan konveksi paksa
Sumber : Cengel
Meskipun konveksi adalah kompleks, setelah diamati bahwa laju
perpindahan panas secara konveksi berbanding lururs dengan perbedaan
temperatur dan dapat ditulis dengan Hukum Newton tentang pendinginan.
qkonveksi = hAs (Ts - T∞) (2.5)
h merupakan koefisien perpindahan panas konduksi, As merupakan area
permukaan perpindahan panas, Ts merupakan temperatur permukaan benda, T∞
merupakan temperatur lingkungan sekitar benda.
2.4.3 Radiasi
Radiasi berbeda dengan mekanisme perpindahan panas secara konduksi
dan secara konveksi. Perpindahan panas secara radiasi tidak membutuhkan
kehadiran suatu material sebagai media perpindahan panas. Faktanya, energi
cahaya) dan dapat terjadi pada ruangan vakum. Perpindahan panas secara
konduksi dan konveksi terjadi dari temperatur yang tinggi ke temperatur yang
lebih rendah. Pada radiasi, perpindahan panas dapat terjadi pada 2 benda
yang memiliki temperatur yang tinggi dan dipisahkan oleh benda yang
memiliki temperatur yang lebih rendah.
Dengan menganggap permukaan benda yang kecil As, emisifitas ε, dan
kemampuan untuk menyerap α pada temperatur T yang terdiri dari
keisotermalan yang besar dalam bentuk yang tertutup pada benda blackbody.
Blackbody dapat didefenisikan sebagai pemancar dan penyerap radiasi yang
sempurna. Pada temperatur dan panjang gelombang tertentu, tidak ada
permukaan yang dapat memancarkan energi yang lebih banyak daripada
blackbody.Blackbody menyerap semua radiasi tanpa memperhatikan panjang
gelombang dan arahnya. Blackbody juga memancarkan energi radiasi yang
merata dalam segala arah dalam setiap unit area searah dengan arah
emisi,yang disebut sebagai pemancar diffuse. Diffuse dapat diartikan sebagai
arah yang bebas untuk berdiri sendiri. Hal ini dapat kita lihat pada gambar
berikut
Gambar 2.14 : Blackbody disebut sebagai pemancar dengan arah yang bebas
Sumber : Cengel
Energi radisi yang dipancarkan oleh sebuah blackbody tiap satuan waktu
dan tiap satuan luasan area ditetapkan secara eksperimental oleh Joseph Stefan
pada tahun 1879 dan dapat dituliskan
σ = 5,67 x 10-8 W/m2.K4 adalah konstanta Stefan-Boltzmann dan T adalah temperatur absolut dari suatu permukaan (K). Persamaan ini diverifikasi secara
teori pada tahun 1884 oleh Ludwig Boltzman. Eb merupakan kekuatan emisifitas
blackbody.
2.5 Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh
Sebuah alat penukar kalor terdiri dari 2 fluida yang mengalir yang
dipisahkan oleh sebuah dinding yang solid. Pertama sekali panas dipindahkan dari
fluida panas ke dinding melalui konveksi, kemudian melewati dinding melalui
konduksi, dan dari dinding ke fluida dingin lagi melalui konveksi. Efek radiasi
apapun biasanya termasuk didalam koefisien perpindahan panas konveksi.
Jaringan tahanan panas dihubungkan dengan proses perpindahan panas ini yang
terdiri dari dua tahanan panas konveksi dan satu tahanan panas konduksi seperti
yang ditunjukkan oleh gambar berikut
Gambar 2.15 : Jaringan tahanan panas yang dihungkan dengan alat penukar kalor tabung sepusat
Sumber : Cengel
Huruf kecil i dan o adalah permukaan dalam dan permukaan luar tabung. Untuk
alat penukar kalor tabung sepusat, Ai = DiL dan Ao = DoL, sehingga tahanan
termal dinding tabung adalah
Rdinding =
ln(Do/Di)
Gambar 2.16 : Dua luasan area alat penukar kalor untuk dinding tabung yang tipis
Sumber : Cengel
Di ≈Do dan Ai ≈Ao (2.8)
k adalah konduktivitas termal dinding dan L adalah panjang tabung. Sehingga
tahanan termal total menjadi
R = Rtotal = Ri + Rdinding + Ro =
Dalam menganalisis alat penukar kalor, sangat diperlukan untuk menggabungkan
semua tahanan panas yang terjadi pada fluida panas sampai fluida dingin menjadi
sebuah tahanan panas R, dan laju perpindahan panas diantara kedua fluida adalah
q = ΔT
R = UA ΔT = UiAiΔT = UoAo ΔT (2.10)
U adalah koefisien perpindahan panas menyeluruh (W/m2°C).
Rumus diatas menjadi : 1
2.6Aliran Tabung Sepusat
Salah satu susunan pipa yang banyak digunakan dalam bidang engineering
adalah susunan pipa sepusat. Susunan pipa tabung sepusat mempunyai dua
pipa. Pipa yang lebih kecil berada di dalam pipa yang paling besar. Susunan
di ruang annulus yang berada diantara pipa. Pada tabung dalam aliran
dianggap sama dengan pipa biasa baik itu laminar ataupun turbulen rumus
yang digunakan di dalam menganalisa perpindahan panas yang terjadi adalah
sama dengan pipa biasa, yaitu sebagai berikut:
Nu = 3,66 + 0,065 (D/l) Re Pr
1 + 0,04 [(D/L) Re Pr]2/3 (2.12)
Rumus diatas adalah yang diajukan oleh Edward dkk, digunakan untuk
aliran laminar yang masuk ke dalam tabung dalam atau dalam kasus ini adalah
pipa dalam. Sedangkan untuk aliran turbulen digunakan persamaan,
Nu = 0.023 Re0.8Pr1/3 (2.13)
Sementara untuk aliran transisi sampai turbulen di dalam ruang anulus
rumus yang digunakan untuk aliran laminar sama dengan persaman 2.12 namun
untuk D diganti menjadi Dh.Dimana persamaan untuk mencari Dh
Dh = Do - Di (2.14)
Pada aliran turbulen di ruang anulus dianggap bahwa koefisien
perpindahan panas ruang anulus sama seperti pipa dalam. Persamaan yang dapat
digunakan yaitu yang diajukan oleh Gnielinski.
𝑁𝑁𝑁𝑁= �
Dan untuk menghitung f digunakan persamaan berikut
𝑓𝑓 = (0,79 ln(𝑅𝑅𝑅𝑅)−1,64)−2 (2.16)
Persamaan 2.14 dan 2.15 berlaku untuk rentang Re 2300<Re<5x106 dan
bilangan prandalt 0,5≤Pr≤2000.
Adapun koreksi yang diajukan oleh Petukhov dan Roizen (1964) adalah
2.7 Faktor Kotoran
Performansi alat penukar kalor biasanya semakin menurun dengan
bertambahnya waktu pemakaian sebagai akibat terjadinya penumpukan kotoran
pada permukaan alat penukar kalor. Lapisan kotoran tersebut menimbulkan
hambatan tambahan pada proses perpindahan panas dan mengakibatkan
penurunan laju perpindahan panas pada alat penukar kalor. Penumpukan kotoran
pada alat penukar kalor disebut faktor kotoran Rf yang menjadi ukuran dalam
tahanan termal.
Faktor kotoran adalah nol untuk alat penukar kalor yang baru dan
meningkat dengan meningkatnya lama pemakaian sehingga kotoran menempel
pada permukaan alat penukar kalor. Faktor kotoran bergantung pada temperatur
operasi dan kecepatan fluida, dan sebanding dengan panjang alat penukar kalor.
Kotoran akan meningkat dengan meningkatnya temperatur dan menurunnya
kecepatan.
Persamaan koefisien perpindahan menyeluruh telah diberikan sebelumnya
yang berlaku untuk permukaan alat penukar kalor yang bersih. Persamaan
sebelumnya perlu dimodifikasi sebagai efek dari kotoran pada permukaan dalam
dan luar tabung. Untuk alat penukar kalor tabung cangkang yang tidak memiliki
sirip, persamaan sebelumnya menjadi :
1
Rf,i dan Rf,o adalah faktor kotoran permukaan dalam dan luar alat penukar kalor.
Tabel 2.2 : Faktor kotoran untuk berbagai fluida
Fluid Rr, m
2
, oC/W Distiled water, sea
(liquid) Refrigerants
(vapor) 0,0004 Alcohol vapors 0,0001
air 0,0004
Sumber : Cengel
2.7 Metode LMTD
Evaluasi performansi thermal sebuah alat penukar kalor pada keadaan tunak (steady)
a) Persamaan perpindahan panas lokal melalui elemen ds dari sebuah apk.
Jika Th dan Tc adalah suhu kedua fluida yang berada di elemen da dari
permukaan APK maka laju perpindahan panas diantara kedua fluida melalui
elemen ds dituliskan dengan rumus
dq = U dA ( Th - Tc) (2.19)
Gambar 2.17 distribusi suhu APK aliran sejajar
Sumber : Output Autocad 2007, Februari 2015
U adalah koefisien perpindahan panas menyeluruh anatara kedua fluida (W/m2 oC)
2.7.1 Metode LMTD Aliran pararel (sejajar)
Laju perpindahan panas pada fluida panas sama dengan laju
perpindahan panas pada fluida dingin. Artinya perpindahan panas antara
pun dari fluida dingin. Pernyataan tersebut secara matematis dapat dituliskan
sebagai berikut
dq = ṁh Cph (-dTh) = ṁc Cpc (dtc) (2.20)
dimana : ṁh = laju aliran massa fluida panas (kg/s)
ṁc = laju aliran massa fluida dingin (kg/s)
Cph = panas jenis fluida panas (J/kg K)
Cpc = panas jenis fluida dingin (J/kg K)
Dari persamaan diatas dapat dilihat bahwa dTh < 0 dan dTc> 0
dan secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :
dTh = - 𝑑𝑑
q
ṁℎ𝐶𝐶𝐶𝐶 ℎ ; dTc =
𝑑𝑑q
ṁ𝑐𝑐𝐶𝐶𝐶𝐶𝑐𝑐 (2.21)
persamaan diatas diturunkan sebagai berikut :
dTh – dTc = d (Th – Tc) = - 𝑑𝑑
Maka setelah disubstitusikan persamaan 2.17 ke 2.16, maka akan
didapatkan:
dan dengan mensubstitusikan persamaan 2.13 ke 2.18, maka didapat:
d (Th – Tc) = -U dA ( Th - Tc) �
1
ṁℎ𝐶𝐶𝐶𝐶ℎ +
1
ṁ𝑐𝑐𝐶𝐶𝐶𝐶𝑐𝑐� (2.25)
d (Th – Tc)
Dengan mengintegralkan persamaan 2.20 dan menganggap bahwa U
dan � 1
ṁℎ𝐶𝐶𝐶𝐶ℎ +
1
ṁ𝑐𝑐𝐶𝐶𝐶𝐶𝑐𝑐� adalah konstan dan batas integral ditunjukan pada
gambar distribusi suhu maka didapatkan:
∫𝑇𝑇ℎ𝑜𝑜𝑇𝑇𝑐𝑐𝑜𝑜 �d (Th – Tc)( Th − Tc)�
Maka hasil dari integral persamaan 2.21 didapat:
ln (Tho – Tco) – ln (Thi – Tci) = - U A �
Berdasarkan neraca entalpi bahwa laju pindahan panas q :
q = ṁh Cph (Thi – Tho) = ṁc Cpc (Tco – Tci) (2.30)
dengan mensubstitusikan persamaan 2.25 ke 2.23 maka didapatkan
ln�Tho – Tco
Dimana berdasarkan gambar dari distribusi suhu :
∆Ta = 𝑇𝑇ℎ𝑖𝑖− 𝑇𝑇𝑐𝑐𝑖𝑖 (2.34)
Jadi : q = U A ∆T𝑏𝑏−∆T𝑎𝑎
𝑙𝑙𝑙𝑙∆∆T bT
𝑎𝑎
atau q = U A ∆T𝑎𝑎−∆T𝑏𝑏
𝑙𝑙𝑙𝑙∆∆T aT
𝑏𝑏
(2.36)
2.7.2 Metode LMTD untuk aliran berlawanan
Variasi dari temperatur fluida dingin dan fluida panas pada APK
dengan arah aliran berlawanan ditunjukan pada gambar dibawah ini. Pada
kasus ini fluida dingin dan panas mengalir pada arah yang berlawanan.
Temperatur keluaran fluida dingin dapat melebihi temperatur keluaran fluida
panas, namun hal seperti ini jarang dijumpai. Normalnya temperatur keluaran
fluida dingin tidak melebihi temperatur keluaran fluida panas karena hal ini
tidak sesuai dengan pernyataan hukum kedua temodinamika.
Gambar 2.18 distribusi suhu APK aliran berlawanan
Sumber : Output Autocad 2007, Februari 2015
Untuk temperatur masuk dan keluar fluida yang telah ditetapkan, harga dari
LMTD untuk APK aliran berlawanan lebih besar dibandingkan dengan APK
aliran sejajar dan untuk luasan pun APK aliran berlawanan lebih kecil
dibandingkan dengan APK aliran sejajar. Hal tersebut dapat dibuktikan
dengan terlebih dahulu kita menentukan persamaan LMTD untuk aliran
berlawanan berikut.
pada persamaan 2.31 dapat dilihat bahwa nilai dari dTh dan dtc adalah
negatif hal ini berbeda dengan APK aliran sejajar maka dengan perbedaan
tersebut dapat kita lihat bahwa:
dTh = - ṁ𝑑𝑑𝑞𝑞
ℎ𝐶𝐶𝐶𝐶 ℎ ; dTc =-
𝑑𝑑𝑞𝑞
ṁ𝑐𝑐𝐶𝐶𝐶𝐶𝑐𝑐 (2.38)
persamaan 2.32 kemudian diturunkan menjadi:
dTh – dTc = d (Th – Tc) = -ṁ𝑑𝑑𝑞𝑞
ℎ𝐶𝐶𝐶𝐶 ℎ -
𝑑𝑑𝑞𝑞 ṁ𝑐𝑐𝐶𝐶𝐶𝐶𝑐𝑐
(2.39)
dimana berdasarkan persamaan 2.17 yang kemudian disubstitusikan ke
persamaan 2.33, maka didapat:
d (Th – Tc) = -d q �
1
ṁℎ𝐶𝐶𝐶𝐶ℎ−
1
ṁ𝑐𝑐𝐶𝐶𝐶𝐶𝑐𝑐� (2.40)
dan dengan mensubstitusikan persamaan 2.13 ke 2.34, didapat:
d(Th – Tc) =- U dA ( Th - Tc) �
Menurut neraca entalpi pada persamaan 2.23 dan 2.24 kemudian
mengintegralkan persamaan 2.34 dengan menganggap U dan � 1
ṁℎ𝐶𝐶𝐶𝐶ℎ−
1
ṁ𝑐𝑐𝐶𝐶𝐶𝐶𝑐𝑐� adalah konstan serta batas atas dan bawah yang ditunjukan pada
gambar distribusi suhu APK aliran berlawanan maka didapat:
∫ �d (Th – Tc)
Maka hasil integral dari persamaan 2.37 didapat:
ln (Tho – Tci) – ln (Thi – Tco) = - U A�
ln�Tho – Tci
dengan mensubstitusikan persamaan 13 ke 28 maka didapat:
q = U A �(𝑇𝑇ℎ𝑜𝑜−𝑇𝑇𝑐𝑐𝑖𝑖)−(𝑇𝑇ℎ𝑖𝑖−𝑇𝑇𝑐𝑐𝑜𝑜)
𝑙𝑙𝑙𝑙𝑇𝑇ℎ𝑜𝑜−𝑇𝑇𝑐𝑐𝑖𝑖
𝑇𝑇ℎ𝑖𝑖−𝑇𝑇𝑐𝑐𝑜𝑜
� (2.47)
Berdasarkan gambar distribusi suhu:
∆Ta = 𝑇𝑇ℎ𝑜𝑜− 𝑇𝑇𝑐𝑐𝑖𝑖 (2.48)
Berdasarkan penurunan rumus yang telah dibahas sebelumnya maka
didapat:
Analisis diatas dibuat berdasarkan hipotesa berikut :
1. Panas jenis fluida dianggap konstan saat melewati APK. Dalam
perhitungan praktis dicari panas jenis fluida pada suhu rata-rata
didalam APK. Hal ini tidak jauh beda dengan kondisi sebenarnya.
2. Koefisien perpindahan panas menyeluruh U dianggap konstan
3. Jika ∆Ta tidak berbeda lebih dari 50% dari ∆Tb, maka LMTD
dapat ∆TRL dapat diganti dengan ∆Tr aritmetik. Kesalahannya
hanya dibawah 1%.
4. ∆TRL atau LMTD dapat juga dihitung dengan menggunakan
grafik sebagai fungsi ∆Ta dan ∆Tb
5. APK aliran berlawanan lebih efektif dibandingkan APK aliran
sejajar.
Pada pembahasan sebelumnya telah disinggung mengenai luas APK aliran
sejajar yang lebih kecil dibandingkan dengan APK aliran sejajar. Hal ini
dapat dibuktikan dengan menganggap bahwa koefisien pindahan panas
menyeluruh konstan nilai dari panas jenis fluida yang digunakan dan suhu
masukkan dan keluaran kedua fluida baik fluida dingin maupun panas
dianggap sama. Sebagai contoh temperatur fluida panas masuk dan keluaran
berturut-turut adalah 180oC dan 100oC sedangkan temperatur fluida dingin
masuk dan keluar berturut-turut adalah 40oC dan 80oC, maka dapat dilihat
bahwa:
Dengan menghitung dari nilai dari masing-masing 𝑈𝑈𝑑𝑑∆𝑇𝑇𝑅𝑅𝑇𝑇pada setiap
aliran maka didapat:
𝑑𝑑𝑎𝑎𝑠𝑠∆𝑇𝑇𝑅𝑅𝑇𝑇𝑎𝑎𝑠𝑠
Maka didapat perbandingannya yaitu:
dari perbandingan diatas dapat disimpulkan bahwa luas apk yang
dibutuhkan untuk kondisi yang sama namun konfigurasi yang berbeda maka
harga luas yang didapat pun berbeda. Dari perhitungan diatas didapat harga
luas APK aliran berlawan jauh lebih kecil dibandingkan dengan APK aliran
sejajar.
Untuk beberapa aliran, LMTD atau ∆𝑇𝑇𝑅𝑅𝑇𝑇 perlu dikoreksi dengan
mengalikannya dengan faktor koreksi F. aliran menyilang dalam hal ini yang
perlu dikalikan dengan factor koreksi f. sehingga untuk rumus perpindahan
panas yang terjadi di dalam APK menjadi:
q = U A F ∆𝑇𝑇𝑅𝑅𝑇𝑇 (2.54)
Dimana harga F didapat melalui grafik fungsi P dan R:
P = 𝑡𝑡𝑜𝑜−𝑡𝑡𝑖𝑖
𝑇𝑇𝑖𝑖−𝑡𝑡𝑖𝑖 ; R =
𝑇𝑇𝑖𝑖−𝑇𝑇𝑜𝑜 𝑡𝑡𝑜𝑜−𝑡𝑡𝑖𝑖 =
(ṁ𝐶𝐶𝐶𝐶)𝑡𝑡
(ṁ𝑐𝑐𝐶𝐶)𝑇𝑇 (2.55)
Dimana:
Ti = suhu fluida masuk cangkang
To= suhu fluida keluar cangkang
ti = suhu fluida masuk tabung
to= suhu fluida keluar tabung
2.8 Metode NTU
Metode perhitungan dengan LMTD dapat digunakan bila keempat suhu dari 2
fluida diketahui, yaitu fluida masuk (fluida panas dan dingin), suhu fluida keluar
(fluida panas dan dingin). Tetapi sering dalam persoalan APK yang diketahui
suhu fluida panas dan dingin yang masuk. Maka dari itu digunakan metode NTU
yang diperkenalkan oleh Nusselt.
Dalam hal ini diperkenalkan notasi dari keefektifan APK yang didefinisikan
Perpindahan laju pindahan panas real dengan perpindahan panas maksimum
secara teori dapat terjadi dengan kondisi fluida masuk sama ke dalam APL
(fluida, kapasitas, suhu sama)
Atau secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:
E = 𝑞𝑞𝑃𝑃𝑅𝑅𝑎𝑎𝑙𝑙
𝑞𝑞𝑞𝑞𝑎𝑎𝑞𝑞𝑠𝑠𝑖𝑖𝑞𝑞𝑁𝑁𝑞𝑞 (2.56)
Gambar 2.19 distribusi suhu pada APK sejajar
Sumber : Output Autocad 2007, Februari 2015
Gambar 2.20 ∆Tmax saat Tco mendekati Thi
Gambar 2.21 ∆Tmax saat Tho mendekati Tci
Sumber : Output Autocad 2007, Februari 2015
Dalam APK aliran sejajar, ∆Tmax tidak pernah tercapai. ∆Tmax tercapai untuk
aliran berlawanan, dimana pada gambar B Tco mendekati Thi dan untuk gambar
C Tho mendekati Tci. Kemudian perkalian antara laju aliran massa dengan panas
jenis disebut kapasitas panas yang dinotasikan dengan C.
C = ṁ.Cp (2.57)
Untuk kapasitas fluida panas dituliskan:
ṁh . Cph = Ch (2.58)
dan untuk kapasitas fluida dingin dituliskan:
ṁc . Cpc = Cc (2.59)
perpindahan panas maksimum yang terjadi berdasarkan teori dihitung dengan
menggunakan rumus
qmax = (ṁ.Cp) min (Thi-Tci) (2.60)
Maka berdasarkan persamaan yang telah kita tuliskan keefektifan APK
menjadi:
E = ṁℎ𝑐𝑐𝐶𝐶ℎ(𝑇𝑇ℎ𝑖𝑖−𝑇𝑇ℎ𝑜𝑜)
�ṁ𝑐𝑐𝐶𝐶�𝑞𝑞𝑖𝑖𝑙𝑙 (𝑇𝑇ℎ𝑖𝑖−𝑇𝑇𝑐𝑐𝑖𝑖) dan E =
ṁ𝑐𝑐𝑐𝑐𝐶𝐶𝑐𝑐(𝑇𝑇𝑐𝑐𝑜𝑜−𝑇𝑇𝑐𝑐𝑖𝑖)
�ṁ𝑐𝑐𝐶𝐶�𝑞𝑞𝑖𝑖𝑙𝑙 (𝑇𝑇ℎ𝑖𝑖−𝑇𝑇𝑐𝑐𝑖𝑖) (2.61)
E = 𝑇𝑇ℎ𝑖𝑖−𝑇𝑇ℎ𝑜𝑜
𝑇𝑇𝑐𝑐𝑜𝑜−𝑇𝑇𝑐𝑐𝑖𝑖 (2.62)
Bila (ṁ.Cp)min = ṁc.Cpc , maka keefektifan E menjadi,
E = 𝑇𝑇𝑐𝑐𝑜𝑜−𝑇𝑇𝑐𝑐𝑖𝑖
𝑇𝑇ℎ𝑖𝑖−𝑇𝑇ℎ𝑜𝑜 (2.63)
Sehingga dengan mengetahui keefektifan E dari APK, maka kita dapatkan laju
pindahan panas q,
q = E Cmin (Thi-Tci) dimana Cmin = (ṁ Cp)min (2.64)
2.8.1 Keefektifan APK Aliran Sejajar
Pada saat kita membahas metode perhitungan APK dengan metode
LMTD, kita mendapatkan persamaan yaitu:
ln�Tho – Tco
Sebelumnya telah diketahui bahwa,
dq = U dA ( Th - Tc) (2.68)
berdasarkan neraca entalpi bahwa dq adalah:
dTh = - 𝑑𝑑
Dengan mensubstitusikan Ch dan Cc maka didapatkan,
Ch(Thi – Tho) = Cc (Tco – Tci) (2.71)
Tco = Tci + Ch
Persamaan diatas diselesaikan dengan manipulasi matematika, dimana
pada ruas kiri dan kanan masing-masing ditambahkan Tho-Tho dan Thi-Thi.
maka didapatkan,
Tco + Tho - Tho = Tci + Thi –Thi + Ch
Cc (Thi – Tho) (2.73)
Dengan menyusun kembali persamaan diatas maka didapatkan,
-(Tho – Tco) + Tho = -( Thi – Tci)+ Thi + Ch
Cc (Thi – Tho) (2.74)
-(Tho – Tco) = -( Thi – Tci) + Thi –Tho + Ch
Cc (Thi – Tho) (2.75)
Dengan membagi persamaan diatas dengan -(Thi – Tci) maka
didapatkan,
Maka nilai E didapatkan,
E =
Sedangkan untuk Cc = Cmin, nilai dari E dengan cara yang sama
seperti penurunan sebelumnya maka didapatkan,
E =
Maka dapat disimpulkan untuk nilai E dari aliran sejajar yaitu :
E =
Keefektifan dari sebuah alat penukar kalor memiliki hubungan
dengan bilangan tanpa dimensi yaitu Ua/Cmin dimana bilangan tanpa dimensi
itu disebut dengan NTU atau Number of Tranfer Unit, bilangan ini dituliskan
sebagai berikut,
NTU = 𝑈𝑈𝑎𝑎
𝐶𝐶𝑞𝑞𝑖𝑖𝑙𝑙 =
𝑈𝑈𝑎𝑎
(ṁ𝐶𝐶𝐶𝐶)𝑞𝑞𝑖𝑖𝑙𝑙
Perbandingan dari kapasitas panas atau Cmin/Cmax juga memiliki
hubungan dalam penentuan nilai efektifitas dari ebuah alat penukar kalor.
Perbandingan kapasitas panas dapat dituliskan sebagai berikut,
c = 𝐶𝐶𝑞𝑞𝑖𝑖𝑙𝑙
𝐶𝐶𝑞𝑞𝑎𝑎𝑥𝑥 (2.83)
Dapat dituliskan juga bahwa efetifitas dari sebuah alat penukar kalor
merupakan fungsi dari NTU dan c dari sebuah alat penukar kalor atau dapat
juga dituliskan sebagai berikut,
E = fungsi � 𝑈𝑈𝑎𝑎
(ṁ𝐶𝐶𝐶𝐶)𝑞𝑞𝑖𝑖𝑙𝑙 ,
𝐶𝐶𝑞𝑞𝑖𝑖𝑙𝑙
𝐶𝐶𝑞𝑞𝑎𝑎𝑥𝑥� = fungsi (NTU,c)
(2.84)
Adapun hubungan antara alat efektifitas alat penukar kalor dengan
fungsi NTU dan c dapat kita lihat pada table dibawah ini.
Tabel 2.3 hubungan efektifitas dengan NTU dan c
Sumber : cengel
Dengan melihat hubungan antara efektifitas sebagai fungsi dari NTU dan
c, nilai dari efektifitas dapat ditentukan melalui grafik yang menunjukan
hubungan tersebut. Adapun beberapa grafik efektifitas dari beberapa alat
Gambar 2.22 grafik efektifitas untuk aliran sejajar
Sumber :cengel
Gambar 2.23 grafik efektifitas untuk aliran berlawanan
Sumber :cengel
2.9 Program Ansys 14.0
ANSYS adalah sebuah software analisis elemen hingga dengan
kemampuan menganalisa dengan cakupan yang luas untuk berbagai jenis masalah
dengan cara memecahnya menjadi elemen-elemen yang lebih kecil. Pada awalnya
program ini bernama STASYS (Structural Analysis System), kemudian berganti
nama menjadi ANSYS yang ditemukan pertama kali oleh Dr. John Swanson pada
tahun 1970. ANSYS merupakan tujuan utama dari paket permodelan elemen
hingga untuk secara numerik memecahkan masalah mekanis yang berbagai
macam. Masalah yang ada termasuk analisa struktur statis dan dinamis (baik
linear dan non-linear), distribusi panas dan masalah cairan, begitu juga dengan
ilmu bunyi dan masalah elektromagnetik. Teknologi ANSYS mekanis
mempersatukan struktur dan material yang bersifat non-linear. ANSYS
multiphysic juga mengatasi masalah panas, struktur, elektromagnetik, dan ilmu
bunyi. Program ANSYS dapat digunakan dalam teknik sipil, teknik listrik, fisika
dan kimia.
Didalam program ansys 14.0 terdapat program Fluent yang digunakan untuk
melakukan perhitungan secara simulasi. simulasi dengan menggunakan Fluent
atau yang lebih dikenal yaitu CFD (computal fluid dynamic).
CFD adalah metode penghitungan, memprediksi, dan pendekatan aliran fluida
secara numerik dengan bantuan komputer. Aliran fluida dalam kehidupan nyata
memiliki banyak sekali jenis dan karakteristik tertentu yang begitu kompleks,
CFD melakukan pendekatan dengan metode numerasi serta menggunakan
persamaan-persamaan fluida. Berikut ini beberapa contoh aliran fluida yang sring
kita temui sehari-hari:
1. Bernafas, minum, pencernaan, mencuci, berenang merokok.
2. Laundry pakaian dan mengeringkannya.
3. Pemanas ruangan, ventilasi ruangan, memadamkan api dengan air.
4. Pembakaran bensin pada engine dan tentunya juga polusi.
5. Membuat sup, campuran minyak pada pembuatan plastik
6. Pesawat, parasut, berselancar, berlayar
7. Menyolder, pembuatan besi atau baja, elektrolisis air dll.
CFD merupakan metode penghitungan dengan sebuah kontrol dimensi,luas
dan volume dengan memanfaatkan bantuan komputasi komputer untuk melakukan
yang berisi fluida yang akan dilakukan penghitungan dibagi-bagi menjadi
beberapa bagian, hal ini sering disebut dengan sel dan prosesnya dinamakan
meshing. Bagian-bagian yang terbagi tersebut merupakan sebuah kontrol
penghitungan yang akan dilakukan oleh aplikasi atau software. Kontrol-kontrol
penghitungan ini beserta kontrol-kontrol penghitungan lainnya merupakan
pembagian ruang yang disebutkan tadi atau meshing. Nantinya, pada setiap titik
kontrol penghitungan akan dilakukan penghitungan oleh aplikasi dengan batasan
domain dan boundary condition yang telah ditentukan. Prinsip inilah yang banyak
dipakai pada proses penghitungan dengan menggunakan bantuan komputasi
komputer. Contoh lain penerapan prinsip ini adalah Finite Element Analysis
(FEA) yang digunakan untuk menghitung tegangan yang terjadi pada benda solid.
Sejarah CFD berawal pada tahun 60-an dan mulai terkenal pada tahun 70-an,
awalnya pemakaian konsep CFD hanya digunakan untuk aliran fluida dan reaksi
kimia, namun seiring dengan berkembangnya industri di tahun 90-an membuat
CFD makin dibutuhkan pada berbagai aplikasi lain. Contohnya sekarang ini
banyak sekali paket-paket software CAD menyertakan konsep CFD yang dipakai
untuk menganalisa stress yang terjadi pada design yang dibuat. Pemakain CFD
secara umum dipakai untuk memprediksi:
1. Aliran dan panas.
2. Transfer massa.
3. Perubahan fasa seperti pada proses melting, pengembunan dan
pendidihan.
4. Reaksi kimia seperti pembakaran.
5. Gerakan mekanis seperti piston dan fan.
6. Tegangan dan tumpuan pada benda solid.
7. Gelombang elektromagnet
CFD adalah penghitungan yang mengkhususkan pada fluida, mulai dari aliran
fluida, heat transfer dan reaksi kimia yang terjadi pada fluida. Atas prinsip-prinsip
dasar mekanika fluida, konservasi energi, momentum, massa, serta species,
penghitungan dengan CFD dapat dilakukan. Secara sederhana proses
penghitungan yang telah dilakukan maka kontrol penghitungan tersebut akan
dilibatkan dengan memanfaatkan persamaan-persamaan yang terlibat.
Persamaan-persamaan ini adalah Persamaan-persamaan yang dibangkitkan dengan memasukkan
parameter apa saja yang terlibat dalam domain. Misalnya ketika suatu model yang
akan dianalisa melibatkan temperatur berarti model tersebut melibatkan
persamaan energi atau konservasi dari energi tersebut. Inisialisasi awal dari
persamaan adalah boundary condition. Boundary condition adalah kondisi dimana
kontrol-kontrol perhitungan didefinisikan sebagi definisi awal yang akan
dilibatkan ke kontrol-kontrol penghitungan yang berdekatan dengannya melalui
persamaan-persamaan yang terlibat. Berikut ini skema sederhana dari proses
penghitungan konsep CFD:
Gambar 2.24 Gambaran Umum Proses CFD
Sumber : https://fauzanahmad.wordpress.com/
Hasil yang didapat pada kontrol point terdekat dari penghitungan
persamaan yang terlibat akan diteruskan ke kontrol point terdekat lainnya
secara terus menerus hingga seluruh domain terpenuhi. Akhirnya, hasil yang
didapat akan disajikan dalam bentuk warna, vektor dan nilai yang mudah
untuk dilihat dengan konfigurasi jangkauan diambil dari nilai terbesar dan
Secara umum proses penghitungan CFD terdiri atas 3 bagian utama:
1.Prepocessor
2.Processor
3.Post processor
Prepocessor adalah tahap dimana data diinput mulai dari pendefinisian
domain serta pendefinisan kondisi batas atau boundary condition. Ditahap itu
juga sebuah benda atau ruangan yang akan analisa dibagi-bagi dengan jumlah
grid tertentu atau sering disebut juga dengan meshing. Tahap selanjutnya
adalah processor, pada tahap ini dilakukan proses penghitungan data-data
input dengan persamaan yang terlibat secara iteratif. Artinya penghitungan
dilakukan hingga hasil menuju error terkecil atau hingga mencapai nilai yang
konvergen. Penghitungan dilakukan secara menyeluruh terhadap volume
kontrol dengan proses integrasi persamaan diskrit. Tahap akhir merupakan
tahap postprocessor dimana hasil perhitungan diinterpretasikan ke dalam
gambar, grafik bahkan animasi dengan pola-pola warna tertentu.
Hal yang paling mendasar mengapa konsep CFD (software CFD) banyak
sekali digunakan dalam dunia industri adalah dengan CFD dapat dilakukan
analisa terhadap suatu sistem dengan mengurangi biaya eksperimen dan
tentunya waktu yang panjang dalam melakukan eksperimen tersebut. Atau
dalam proses design engineering tahap yang harus dilakukan menjadi lebih
pendek. Hal lain yang mendasari pemakaian konsep CFD adalah pemahaman
lebih dalam akan suatu masalah yang akan diselesaikan atau dalam hal ini
pemahaman lebih dalam mengenai karakteristik aliran fluida dengan melihat
hasil berupa grafik, vektor, kontur dan bahkan animasi.
2.9.1 Persamaan-persamaan Konservasi
Dalam membuat model CFD diperlukan definisi dari model itu
sendiri, apakah model tersebut memepertimbangkan faktor reaksi kimia,
mass transfer, heat transfer atau hanya berupa aliran fluida non compressible
dan laminar. Definisi dari model sebenarnya adalah memilih persamaan mana
yang digunakan dalam konsep CFD secara umum karena semua persamaan
tersebut merupakan pendekatan dari karakteristik fluida yang akan
mendekatkannya pada kondisi real. Kita kembali ke CFD, berikut ini salah
satu contoh persamaan-persamaan dasar yang terlibat dalam suatu aliran
laminar tanpa melibatkan perpindahan kalor maupun spesies.
1. Persamaan Konservasi Massa
Persamaan konservasi massa atau persamaan kontinuiti yang
digunakan dalam CFD adalah:
𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝑡𝑡
+
𝜕𝜕(𝜕𝜕𝑁𝑁)
𝜕𝜕𝑥𝑥
+
𝜕𝜕(𝜕𝜕𝜌𝜌)
𝜕𝜕𝜕𝜕
+
𝜕𝜕(𝜕𝜕𝑏𝑏)
𝜕𝜕𝜕𝜕
= 0
(2.85)Dimana : 𝜕𝜕 = Densitas
x,y,z = koordinat kartesian
u,v,w = komponen kecepatan vector pada sumbu x, y, z
Persamaan diatas merupakan persamaan umum dari konservasi massa dan
valid untuk setiap aliran compressible dan incompressible.
2. Persamaan Konservasi Momentum
Persamaan konservasi momentum adalah persamaan yang
mendefinisikan gerakan fluida ketika terjadi gaya-gaya pada
partikel-partikelnya pada setiap elemen fluida yang didefiniskan di dalam model
Gambar 2.25 Persamaan Konservasi Momentum
Persamaan diatas adalah persamaan diferensial umum dari gerakan
fluida. Kenyataannya persamaan tersebut dapat diaplikasikan untuk setiap
continuum (solid atau fluid) ketika bergerak ataupun diam.
3. Persamaan Energi
Persamaan energi adalah persamaan yang digunakan untuk
menganalisa setiap unsur energy yang terdapat pada suatu aliran. Dalam
persamaan energi terdapat dua jenis compressible dan incompressible.
Persamaan compressible energy yaitu:
𝜕𝜕𝜕𝜕
K = konduktivitas termal
WV = kerja kekentalan
Φ = kekentalan panas yang terjadi
Ek = energi kinetik
Persamaan incompressible energy yaitu:
𝜕𝜕
4. Boundary Conditions
Dalam menganalisa suatu aliran fluida terdapat dua metode yang
dapat digunakan, yang pertama adalah mencari pola aliran secara detail
(x, y, z) pada setiap titik atau yang kedua, mencari pola aliran pada
suatu daerah tertentu dengan keseimbangan antara aliran masuk dan
keluar dan menentukan (secara kasar) efek-efek yang mempengaruhi
aliran tersebut (seperti: gaya atau perubahan energi). Metode pertama
adalah metode analisa diferensial sedangkan yang kedua adalah metode
integral atau control volume. Boundary conditions adalah kondisi dari
batasan sebuah kontrol volume tersebut. Dalam analisa menggunakan
CFD seluruh titik dalam kontrol volume tersebut di cari nilainya secara
detail, seperti yang telah di jelaskan di awal bab ini, dengan
memanfaatkan nilai-nilai yang telah diketahui pada boundary
conditions. Secara umum boundary conditions terdiri dari dua macam,
inlet dan oulet. Inlet biasanya didefinisikan sebagai tempat dimana
fluida memasuki domain (control volume) yang ditentukan. Berbagai
macam kondisi didefinisikan pada inlet ini mulai dari kecepatan,
komposisi, temperatur, tekanan, laju aliran. Sedangkan pada outlet
biasanya didefinisikan sebagai kondisi dimana fluida tersebut keluar
dari domain atau dalam suatu aplikasi CFD merupakan nilai yang
titik atau sel sebelumnya. Di bawah ini salah satu contoh penerapan
boundary conditions.
Gambar 2.26 Penerapan Boundary Condition
Sumber : https://fauzanahmad.wordpress.com/
5.Solusi dari persamaan
Setelah semua terdefinisi maka seluruh variabel yang diketahui
dimasukkan kedalam persamaan dan diselesaikan menggunakan
operasi numerik. Ketika iterasi dimulai maka seluruh persamaan
konservasi yang didefinisikan diselesaikan secara bersamaan secara
paralel. Disinilah peran komputer yang sebenarnya. Berikut ini flow
charts dari salah satu aplikasi CFD (Fluent) dalam penyelesaian
Gambar 2.27 Flowchart simulasi CFD
Sumber : https://fauzanahmad.wordpress.com/
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1 Tempat Penelitian
Tempat penelitian merupakan lokasi pengerjaan penelitian dikerjakan