• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respon pertumbuhan bibit kakao (Theobroma cacao L.) terhadap pemberian pupuk guano dan KCl

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Respon pertumbuhan bibit kakao (Theobroma cacao L.) terhadap pemberian pupuk guano dan KCl"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA Botani tanaman

Menurut Tjitrosoepomo, G., (2005), sistematika tanaman kakao adalah

sebagai berikut : Kingdom: Plantae ; Divisi : Spermatophyta ; Sub division :

Angiospermae; Kelas : Dicotyledoneae ; Ordo : Malvales ; Family : Sterculiaceae;

Genus : Theobroma ; Spesies : Theobroma cacao L.

Perakaran kakao tumbuh cepat pada bibit dari biji yang baru berkecambah,

dari panjang akar 1 cm pada umur 1 minggu tumbuh menjadi 16-18 cm pada umur

1 bulan dan 25 cm pada umur 3 bulan. Pertumbuhan akar mencapai 50 cm pada

umur 2 tahun. Jadi makin lama kecepatan pertumbuhan akar semakin berkurang.

Pada tanah yang dalam dan drainasenya baik, perakaran kakao dewasa mencapai

1,0-1,5 m. Akar lateral sebagian besar sekitar 56% tumbuh pada lapisan tanah

sedalam 0-10 cm. Sedangkan 26% pada bagian yang lebih dalam (11-20 cm), dan

sekitar 14% pada bagian yang lebih dalam lagi (21-30 cm), dan hanya sekitar 4%

tumbuh pada kedalaman lebih dari 30 cm. Jangkauan akar lateral jauh diluar

proyeksi tajuk tanaman (Susanto, 1994).

Tanaman kakao, percabangannya bersifat dimorphik. Batang utama yang

tumbuh lurus sampai ketinggian 1-2 m bersifat orthotophik. Namun pada setiap

ketiak daun yang tumbuh dibatang utama akan tumbuh tunas air. Tunas air ini

pertumbuhannya bersifat Orthrotophik dan akan membentuk ”Jourqutte”. Tunas

air disebut ”Chupon”. Bila chupon chupon ini dibiarkan tumbuh, maka chupon

akan membentuk batang baru dan cabang kipas baru. Demikian seterusnya

sehingga akan terbentuk batang baru yang bertingkat tingkat dan bisa berbentuk

(2)

pada waktu terbentuknya Jourqutte disebut cabang kipas dan bersifat

Plagiotrophik. Pertumbuhan kesamping dibentuk dari cabang kipas baru. Secara

umum disebutkan bahwa percabangan pada tanaman kakao dibedakan cabang

yang tumbuh vertikal disebut ”Orthotoph” dan cabang yang tumbuh horizontal

disebut ”Plagiothroph”. Cabang Orthotoph atau chupon hanya tumbuh dari cabang

orthotroph dan cabang plagiothroph atau cabang kipas hanya tumbuh dari cabang

plagiothroph atau cabang kipas (PTPN IV, 1996).

Tanaman kakao asal biji, setelah mencapai tinggi 0,9-1,5 meter akan

berhenti tumbuh dan membentuk jorket (jourqutte). Jorket adalah tempat

percabangan dari pola percabangan ortotrop ke pola plagiotrop dan khas hanya

pada tanaman kakao. Pembentukan jorket didahului dengan berhentinya

pertumbuhan tunas ortotrop karena ruas ruasnya tidak memanjang. Pada ujung

tunas tersebut, stipula (semacam sisik pada kuncup bunga) dan kuncup ketiak

daun serta tunas daun tidak berkembang. Dari ujung pemberhentian tersebut

selanjutnya tumbuh 3-6 cabang yang arah pertumbuhannya condong kesamping

membentuk sudut 0-600 dengan arah horizontal. Cabang cabang itu disebut

dengan cabang primer (cabang plagiotrop). Pada cabang primer tersebut kemudian

tumbuh cabang cabang lateral (fan) sehingga tanaman membentuk tajuk yang

rimbun (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).

Sama dengan sifat percabangannya, daun kakao juga bersifat dimorfisme.

Pada tunas ortotrop , tangkai daunnya panjang, yaitu 7,5-10 cm sedangkan pada

tunas plagiotrop panjang tangkai daunnya hanya sekitar 2,5 cm. Tangkai daun

bentuknya silinder dan bersisik halus, bergantung pada tipenya. Salah satu sifat

(3)

dipangkal dan ujung tangkai daun. Dengan persendian ini dilaporkan daun mampu

membuat gerakan untuk menyesuaikan dengan arah datangnya sinar matahari

(Karmawati, dkk., 2010).

Bentuk helai daun bulat memanjang (oblongus) ujung daun meruncing

(acuminatus) dan pangkal daun runcing (acutus). Susunan daun tulang menyirip

dan tulang daun menonjol ke permukaan bawah helai daun. Tepi daun rata, daging

daun tipis tetapi kuat seperti perkamen. Warna daun dewasa hijau tua bergantung

pada kultivarnya. Panjang daun dewasa 30 cm dan lebarnya 10 cm. Permukaan

daun licin dan mengkilap (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).

Perkembangan bunga kakao bersifat kauliflori, yakni bunga tumbuh dan

berkembang dari bekas ketiak daun. Bunga kakao mengikuti rumus

K5C5A5+5G(5) yang berarti bunga tersusun atas 5 daun kelopak bunga yang

tidak terkait satu sama lain, 5 daun mahkota, 10 tangkai sari (tersusun dalam 2

lingkaran) masing masing terdiri dari 5 tangkai sari, dan 5 daun buah yang

bersatu. Adapun ciri ciri umum dari morfologi bunga kakao adalah sebagai

berikut; berwarna putih, ungu atau kemerahan. Warna yang kuat terdapat pada

benang sari dan daun mahkota. Warna bunga ini khas untuk setiap kultivar.

Tangkai bunga kecil, tetapi panjang dengan ukuran 1-1,5 cm. Daun mahkota

berukuran panjang 6-8 mm dan terdiri atas dua bagian, yakni dibagian pangkal

menyerupai kuku binatang dan di bagian ujung berbentuk lembaran tipis berwarna

putih yang fleksibel (wahyudi, dkk., 2008).

Warna buah kakao sangat beragam, tetapi pada dasarnya hanya ada dua

macam warna. Buah yang ketika muda berwarna hijau atau hijau agak putih jika

(4)

berwarna merah, setelah masak berwarna jingga (oranye). Kulit buah memiliki 10

alur dalam dan dangkal yang letaknya berselang-seling. Pada tipe criollo dan

trinitario alur kelihatan jelas. Kulit buahnya tebal tetapi lunak dan permukaannya

kasar. Sebaliknya, pada tipe forastero, permukaan kulit buah pada umumnya halus

(rata); kulitnya tipis, tetapi dan liat. Buah akan masak setelah berumur enam

bulan. Pada saat itu ukurannya beragam, dari panjang 10 hingga 30 cm, pada

kultivar dan faktor-faktor lingkungan selama perkembangan buah

(Karmawati, dkk., 2010).

Syarat tumbuh Iklim

Kakao mempunyai persyaratan tumbuh sebagai berikut : curah hujan

1.600 - 3.000 mm/tahun atau rata-rata optimalnya 1.500 mm tahun terbagi merata

sepanjang tahun (tidak ada bulan kering), garis lintang 20° LS sampai 20° LU,

tinggi tempat 0 s/d 600 m dpl, suhu yang terbaik 24°C - 28°C dan angin yang kuat

(lebih dari 10 m/detik) berpengaruh jelek terhadap tanaman kakao. Kecepatan

angin yang baik bagi tanaman kakao adalah 2-5 m detik karena dapat membantu

penyerbukan (Sutanto, 1994).

Pengaruh suhu terhadap kakao erat kaitannya dengan ketersedian air, sinar

matahari dan kelembaban. Faktor - faktor tersebut dapat dikelola melalui

pemangkasan, penataan tanaman pelindung dan irigasi. Suhu sangat berpengaruh

terhadap pembentukan flush, pembungaan, serta kerusakan daun. Menurut hasil

penelitian, suhu ideal bagi tanaman kakao adalah 30o – 32oC (maksimum) dan

18º - 21oC (minimum). Kakao juga dapat tumbuh dengan baik pada suhu

(5)

masih baik untuk pertumbuhan kakao asalkan tidak didapati musim hujan yang

panjang (Karmawati, dkk., 2010).

Tanaman kakao menghendaki lingkungan yang dengan kelembaban tinggi

dan konstan, yakni diatas 80%. Nilai kelembapan ini merupakan mikroklimat

hutan tropis yang dapat menjaga kestabilitas tanaman. Kelembapan tinggi bisa

mengimbangi evapotranspirasi tanaman dan mengompensasi curah hujan yang

rendah (Wahyudi, dkk., 2008).

Kakao tergolong tanaman C3 yang mampu berfotosintesis pada suhu daun

rendah. Fotosintesis maksimum diperoleh pada saat penerimaan cahaya pada tajuk

sebesar 20 persen dari pencahayaan penuh. Kejenuhan cahaya di dalam

fotosintesis setiap daun yang telah membuka sempurna berada pada kisaran 3-30

persen cahaya matahari atau pada 15 persen cahaya matahari penuh. Hal ini

berkaitan pula dengan pembukaan stomata yang lebih besar bila cahaya matahari

yang diterima lebih banyak (Karmawati, dkk., 2010).

Sebagai tanaman C3, kakao memiliki laju fotorespirasi tinggi, yaitu

20-50% dari hasil total fotosintesis. Fotorespirasi meningkat seiring dengan naiknya

suhu udara. Di daerah tropis ideanya laju fotorespirasi mencapai 40%. Tidak

seperti fotosintesis, fotorespirasi tidak menghsilkan energi energi yang bermanfaat

bagi tanaman sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Oleh karena itu,

upaya menekan laju fotorespirasi identik dengan upaya meningkatkan

produktivitas, diantaranya dengan pemberian naungan (Wahyudi, dkk., 2008). Pada kondisi optimum, laju fotosintesis tanaman kakao mencapai 7,5 mg

CO2 per dm2 luas daun atau ekuivalen dengan 60 mg per dm2 per hari dengan

(6)

kemampuan untuk menyerap CO2 sebesar 80.000 kg/ha/tahun dengan melepaskan

CO2 sebesar 63.000 kg/ha/tahun sehingga serapan bersih tiap tahun mencapai

73.000 kg/ha/tahun untuk diubah menjadi karbohidrat. Dengan luas lahan kakao

di Indonesia yang mencapai 1.563.423 ha akan memberikan pengaruh yang

signifikan terhadap penyerapan karbon di udara (Yuliasmara, dkk., 2009).

Lingkungan hidup alami tanaman kakao ialah hutan hujan tropis yang di

dalam pertumbuhannya membutuhkan naungan untuk mengurangi pencahayaan

penuh. Cahaya matahari yang terlalu banyak akan mengakibatkan lilit batang

kecil, daun sempit, dan batang relatif pendek. Pemanfaatan cahaya matahari

semaksimal mungkin dimaksudkan untuk mendapatkan intersepsi cahaya dan

pencapaian indeks luas daun optimum (Firdausil, dkk., 2008).

Tanah

Tanaman kakao dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang memiliki pH

6-7,5; tidak lebih tinggi dari 8 serta tidak lebih rendah dari 4, paling tidak pada

kedalaman 1 meter. Hal ini disebabkan terbatasnya ketersediaan harapada pH

tinggi dan efek racun dari Al, Mn, dan Fe pada pH rendah

(Karmawati, dkk., 2010).

Tekstur tanah yang baik untuk tanaman kakao adalah lempung liat berpasir

dengan komposisi 30-40 % fraksi liat,50% pasir, dan 10-20 persen debu. Susunan

demikian akan mempengaruhi ketersediaan air dan hara serta aerasi tanah.

Struktur tanah yang remah dengan agregat yang mantap menciptakan gerakan air

dan udara di dalam tanah sehingga menguntungkan bagi akar. Tanah tipe latosol

(7)

kakao, sedangkan tanah regosol dengan tekstur lempung berliat walaupun

mengandung kerikil masih baik bagi tanaman kakao (Firdausil, dkk., 2008).

Seperti tanaman pada umumnya, kakao juga menghendaki tanah yang

mudah diterobos oleh akar tanaman, dapat menyimpan air terutama pada musim

hujan drainase dan aerasenya baik. Perakaran kakao pada umumnya dapat

mencapai kedalaman sekitar 1-1,5 m untuk akar tunggangnya. Sedangkan akar

lateral sebagian besar terdapat pada lapisan atas, sedalam sekitar 30 cm. Maka

untuk memperoleh perakaran yang baik, yang mampu menghisap air dan unsur

hara, tanaman tahan kekeringan dan tidak mudah rebah, diperlukan kedalaman

efektif tanah sekitar 1,5 m. Disamping itu, tanah bebas dari batu-batuan dan cadas

yang mengganggu perkembangan akar (Susanto, 1994).

Tanaman kakao membutuhkan tanah berkadar bahan organik tinggi, yaitu

di atas 3%. Kadar bahan organik yang tinggi akan memperbaiki struktur tanah,

biologi tanah, kemampuan penyerapan (absorbsi) hara, dan daya simpan lengas

tanah. Tingginya kemampuan absorbsi menandakan bahwa daya pegang tanah

terhadap unsur – unsur hara cukup tinggi dan selanjutnya melepaskannya untuk

diserap akar tanaman (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).

Tanaman kakao dapat tumbuh dan berproduksi pada jenis tanah ultisol

yang dikenal dengan solum tanahnya antara 1,3-5,0 m, tanah podsolik merah

hingga kuning, teksturnya lempung berpasir sampai lempung liat, gembur,

kandungan haranya rendah, tanah andosol dapat dikenal dengan solum tanah yang

tebal antara 1-2 m, berwarna hitam kelabu sampai kakao tua (Widya, 2008).

Areal penanaman tanaman kakao yang baik tanahnya mengandung fosfor

(8)

liat dari 10,8-43,3 persen; kedalaman efektif 150 cm; tekstur rata-rata 0-50 cm >

SC, CL, SiCL; kedalaman Gley dari permukaan tanah150 cm; pH-H2O (1:2,5)

adalah 6-7; bahan organik 4 persen; KTK rata-rata 0-50 cm > 24 me/100 gram;

kejenuhan basa rata rata 0-50 cm >50% (Karmawati, dkk., 2010).

Pemupukan tanaman kakao

Pemupukan bertujuan untuk memenuhi jumlah kebutuhan hara yang

kurang sesuai di dalam tanah, sehingga produksi meningkat. Hal ini berarti

penggunaan pupuk dan input lainnya diusahakan agar mempunyai efisiensi tinggi.

Efisiensi pemupukan haruslah dilakukan, karena kelebihan atau ketidaktepatan

pemberian pupuk merupakan pemborosan yang berarti mempertinggi input.

Keefisienan pupuk diartikan sebagai jumlah kenaikan hasil yang dapat dipanen

atau parameter pertumbuhan lainnya yang diukur sebagai akibat pemberian satu

satuan pupuk/hara (Lindawati, dkk., 2000).

Tabel 1.Dosis umum pemupukan tanaman kakao

Umur/fase Satuan N P2O2 K2O MgO

Bibit Gram/bibit 2 2 2 1

0-1 Tahun Gram/Pohon/Tahun 10 10 10 5

1-2 Tahun Gram/Pohon/Tahun 20 20 20 10

2-3 Tahun Gram/Pohon/Tahun 40 40 40 15

3-4 Tahun Gram/Pohon/Tahun 80 80 80 20

>4 Tahun Gram/Pohon/Tahun 80 80 100 30

Sumber: (Pusat penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2010).

Jika menggunakan pupuk Urea, TSP, KCL, dan Kieserit dosis pupuknya

(9)

Tabel 2. Dosis umum pemupukan tanaman kakao dengan menggunakan pupuk Urea, TSP, KCL, dan Kieserit

Umur/Fase Satuan Urea TSP KCL Kieserit

Bibit Gram/Bibit 5 5 4 4

0-1 Tahun Gram/Pohon/tahun 25 25 20 20

1-2 Tahun Gram/Pohon/tahun 45 45 35 40

2-3 Tahun Gram/Pohon/tahun 90 90 70 60

3-4 Tahun Gram/Pohon/tahun 180 180 135 7

>4 Tahun Gram/Pohon/tahun 220 180 170 115

Sumber: (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2010).

Manfaat utama dari pupuk yang berkaitan dengan sifat fisik tanah, yaitu :

memperbaiki struktur tanah dari padat menjadi gembur, mengurangi erosi pada

permukaan tanah, sebagai penutup tanah dan dapat memperbaiki struktur tanah

dibagian permukaan. Manfaat pupuk yang berkaitan dengan sifat kimia tanah

menyediakan unsur hara yang diperlukan bagian tanaman, membantu mencegah

kehilangan unsur hara yang cepat hilang seperti nitrogen, fosfor dan kalium,

memperbaiki keasaman tanah (Marsono, 2001).

Nitrogen adalah komponen utama dari berbagai substansi penting dalam

tanaman. Sekira 40-50% kandungan protoplasma yang merupakan substansi hidup

dari sel tumbuhan terdiri dari senyawa nitrogen. Senyawa nitrogen digunakan oleh

tanaman untuk membentuk asam amino yang akan diubah menjadi protein.

Nitrogen juga dibutuhkan untuk membentuk senyawa penting seperti klorofil,

asam nukleat, dan enzim. Karena itu, nitrogen dibutuhkan dalam jumlah relatif

besar pada setiap tahap pertumbuhan tanaman, khususnya pada tahap

pertumbuhan vegetatif, seperti pembentukan tunas, atau perkembangan batang

(10)

berkurang. Tanpa suplai nitrogen yang cukup, pertumbuhan tanaman yang baik

tidak akan terjadi (Novizan, 2002).

Menurut Lindawati, dkk (2000), pupuk nitrogen merupakan pupuk yang sangat penting bagi semua tanaman, karena nitrogen merupakan penyusun dari

semua senyawa protein, lemak, dan berbagai persenyawaan organik lainnya.

Nitrogen juga memiliki peranan yaitu merangsang pertumbuhan tanaman secara

keseluruhan, khususnya batang, cabang, dan daun. Nitrogen penting dalam hal

pembentukan hijau daun yang berguna sekali dalam proses fotosintesis.

Pemupukan bertujuan untuk memenuhi jumlah kebutuhan hara yang kurang

sesuai di dalam tanah, sehingga produksi meningkat. Hal ini berarti penggunaan

pupuk dan input lainnya diusahakan agar mempunyai efisiensi tinggi. Efisiensi

pemupukan haruslah dilakukan, karena kelebihan atau ketidaktepatan pemberian

pupuk merupakan pemborosan yang berarti mempertinggi input. Keefisienan

pupuk diartikan sebagai jumlah kenaikan hasil yang dapat dipanen atau parameter

pertumbuhan lainnya yang diukur sebagai akibat pemberian satu satuan

pupuk/hara.

Pemupukan Nitrogen akan menaikkan produksi tanaman, kadar protein,

dan kadar selulosa, tetapi sering menurunkan kadar sukrosa, polifruktosa, dan

pati. Hasil asimilasi CO2 diubah menjadi karbohidrat dan karbohidrat ini akan

disimpan dalam jaringan tanaman apabila tanaman kekurangan unsur Nitrogen.

Untuk pertumbuhan yang optimum selama fase vegetatif, pemupukan N harus

diimbangi dengan pemupukan unsur lain. Pembentukan senyawa N organik

tergantung pada imbangan imbangan ion lain, termasuk Mg untuk pembentukan

(11)

sintesis menjadi protein juga dipengaruhi oleh ketersediaan ion K+

(Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

Di dalam metabolisme tanaman fosfor memegang peranan langsung

sebagai pembawa energi. Fungsi ini dimungkinkan karena adanya beberapa ikatan

yang melalui proses hidrolisis dapat menghasilkan energi. Senyawa fosfor yang

mempunyai energi tinggi dan mempunyai potensi menyimpan dan melepaskan

energi untuk proses proses metabolisme di dalam tanaman disebut Adenosin Tri

Fosfat (ATP). Di dalam proses oksidasi terjadi pembebasan energi, dimana

sebagian energi bebas berupa panas dan sebagian lagi ditangkap oleh molekul

ADP yang kemudian menjadi ATP. Secara fisik ATP memegang peranan dalam

hal mengahasilkan panas, cahaya dan gerak, secara kimia peranannya dapat dilihat

dalam proses fotosintesis dan respirasi (Damanik, dkk., 2011).

Fosfor terdapat pada seluruh sel hidup tanaman. Beberapa fungsi fosfor

adalah membentuk asam nukleat, menyimpan serta memindahkan energi

Adenosin Tri Phosphat dan Adenosin Di Phosphat, merangsang pembelahan sel,

dan membantu proses asimilasi dan respirasi (Novizan, 2002).

Pupuk guano

Kotoran kelelawar yang sering disebut guano, ternyata menyimpan

potensi besar sebagai pupuk organik. Salah satu penelitian yang mampu

membuktikan kegunaan guano sebagai bahan dasar pupuk organik adalah

penelitian Universitas Cornell di New York-Amerika Serikat. Perbandingan

nutrien pada beberapa hewan dapat dilihat pada tabel 1. perbandingan nutrien

(12)

Tabel 3. Perbandingan nutrien feses pada beberapa hewan (%)

Sumber : http.www.css. Cornell, educ. fertilizer analisis.pdf.

Pada tabel dapat dilihat bahwa guano memiliki tingkat nitrogen

terbesar setelah kotoran merpati. Namun, menduduki urutan pertama dalam

bagian kadar unsur fosfat dan menduduki urutan ketiga terbesar bersama kotoran

sapi perah dalam kadar kalium. Dari keterangan tersebut guano kelelawar

mengandung paling banyak fosfat. Fosfat merupakan bahan utama penyusun

pupuk selain nitrogen dan Potasium. Guano juga mengandung unsur mikro

seperti magnesium oksida (MgO) dan kalsium oksida (CaO) yang

dibutuhkan tanaman. Tidak seperti pupuk kimia buatan, guano tidak

mengandung zat pengisi. Guano tertahan lebih lama dalam jaringan tanah,

meningkatkan produktivitas tanah dan menyediakan makanan bagi tanaman

lebih lama dari pada pupuk kimia buatan.

Pupuk organik memiliki keunggulan, yaitu : mengandung unsur hara

makro dan mikro lengkap, namun jumlahnya sedikit dan dapat memperbaiki

(13)

(water holding capacity) yang tinggi, beberapa tanaman yang dipupuk dengan

pupuk organik lebih tahan terhadap serangan hama, meningkatkan aktivitas

mikroorganisme tanah yang menguntungkan dan memiliki residual effect yang positif, sehingga tanaman yang ditanam pada musim berikutnya tetap bagus

pertumbuhan dan produktivitasnya (Hadisuwito, S, 2012).

Pupuk KCL

Pupuk KCl memiliki kadar hara K tinggi berkisar antara 60%-62% K2O.

Namun yang diperdagangkan hanya memiliki kadar K2O sekitar 50%. Pupuk ini

berupa butiran-butiran kecil atau berupa tepung dengan warna putih sampai

kemerah-merahan, dan lebih banyak digunakan karena harganya relatif murah

(Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

Pupuk anorganik seperti Urea, ZA dan KCl termasuk pupuk fast release

ditaburkan ke tanah, dalam waktu singkat unsur hara yang dikandungnya dapat

dimanfaatkan oleh tanaman. Kelemahan dari pupuk anorganik ialah terlalu cepat

habis bukan hanya diserap oleh tanaman,tetapi juga karena menguap dan tercuci

oleh air. Dalam pemberian pupuk perlu diperhatikan mobilitas (mudah tidaknya

berpindah) unsur hara. Artinya dalam penggunaan pupuk harus mengetahui

apakah jenis pupuk yang diberikan mengandung unsur hara yang mudah

berpindah, tercuci atau menguap. Fosfor (P) hampir tidak bersifat mobil (mudah

berpindah). Akibatnya pupuk P tetap berada di tempat semula (tidak jauh dari

tempat pemberian pupuk), sehingga harus diberikan lebih banyak pada pupuk

dasar dan dekat dengan area perakaran. Pemberian pupuk P sebaiknya dengan

cara pembuatan tugalan atau larikan disamping tanaman, sebab jika dengan cara

(14)

Kalium dan Nitrogen cenderung mudah bergerak (mobil) dari tempat asal

penebarannya. Pola pergerakannya vertikal ke bawah bersama air. Sehingga

dalam memberikan pupuk Kalium dan Nitrogen secara bertahap supaya

kemungkinan terjadinya penguapan atau pencucian tidak terlalu besar

(Azhari, M, 2001).

Adapun unsur hara yang terkandung dalam pupuk KCl yakni unsur K yang

memiliki manfaat membantu pembentukan protein, karbohidrat dan gula dari daun

ke buah, memperkuat jaringan tanaman serta meningkatkan daya tahan terhadap

penyakit, adapun gejala tanaman yang membutuhkan pupuk ini adalah daun

mengerut atau keriting, timbul bercak bercak merah cokelat, lalu kering dan mati.

Perkembangan akar lambat, buah tumbuh tidak sempurna, kecil, kualitas jelek dan

tidak tahan lama (Novizan, 2002).

Kalium tergolong unsur yang mobil dalam tanaman baik dalam sel, dalam

jaringan tanaman, maupun dalam xylem dan floem. Kalium banyak terdapat

dalam sitoplasma; garam kalium berperanan dalam tekanan osmose sel. Dalam

sitoplasma kisaran konsentrasi K relatif sempit, yaitu 100 – 120 mM dan dalam

kloroplas lebih bervariasi, yaitu 20- 200 mM. Peranan K dalam mengatur turgor

sel diduga berkaitan dengan konsentrasi K dalam vakuola

(Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

Tanaman menyerap ion K+ hasil pelapukan, pelepasan dari situs

pertukaran kation tanah dan dekomposisi bahan organic yang terlarut dalam

larutan tanah. Kadar K-tukar tanah biasanya sekitar 0.5-0.6 % dari total K tanah.

Ketersediaan K terkait dengan reaksi tanah dan status kejenuhan basa (KB). Pada

(15)

kritis k adalah 0.01 me/ 100g (3,9 mg) atau sekitar 2-3% jumlah basah tertukar

(Hanafia, 2005)

Secara umum dapat disimpulkan bahwa kalium memegang peranan

penting dalam peristiwa peristiwa fisiologis berikut: (1) metabolisme karbohidrat,

pembentukan, pemecahan dan translokasi pati, translokasi (pemindahan) gula

pada pembentukan pati dan protein (2) metabolisme protein dan sintesis protein,

(3) mengawasi dan mengatur aktivitas berbagai unsur mineral, (4) mengaktifkan

berbagai enzim, (5) mempercepat pertumbuhan jaringan meristematik,

(6) mengatur membuka dan menutup stomata dan hal hal yang berkaitan dengan

air (Damanik, dkk., 2011).

Tanah ultisol

Tanah Ultisol memiliki ciri reaksi tanah sangat masam (pH 4,1-4,8).

Kandungan bahan organik lapisan atas yang tipis (8-12 cm) umumnya rendah

sampai sedang. Rasio C/N tergolong rendah (5-10). Kandungan P-potensial yang

rendah dan K-potensial yang bervariasi sangat rendah sampai rendah, baik lapisan

atas maupun lapisan bawah. Jumlah basa-basa tukar yang rendah, kandungan

K-dd hanya berkisar 0-0,1 me/100g tanah di semua lapisan termasuk rendah,

dapat disimpulkan potensi kesuburan alami tanah Ultisol sangat rendah sampai

rendah (Subagyo, dkk., 2000).

Pada umumnya ultisol berwarna kuning kecoklatan hingga merah. Pada

klasifikasi lama, ultisol diklasifikasikan sebagai Podsolik Merah Kuning (PMK).

Warna tanah pada horizon argilik sangat bervariasi dengan hue dari 10YR hingga 10R, nilai 3−6 dan kroma 4−8. Warna tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor,

(16)

mineral primer fraksi ringan seperti kuarsa dan plagioklas yang memberikan

warna putih keabuan, serta oksida besi seperti goethit dan hematit yang

memberikan warna kecoklatan hingga merah. Makin coklat warna umumnya

makin tinggi kandungan goethit, dan makin merah warna tanah makin tinggi

kandungan hematit (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).

Tanah Ultisol sering diidentikkan dengan tanah yang tidak subur, tetapi

sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk lahan pertanian potensial, asalkan

dilakukan pengelolaan yang memperhatikan kendala yang ada pada pada tanah

tersebut. Ultisol ternyata dapat merupakan lahan potensial apabila iklimnya

mendukung. Untuk meningkatkan produktivitas ultisol, dapat dilakukan melalui

pemberian kapur, pemupukan, penambahan bahan organik, penanaman tanaman

adaptif, penerapan tekhnik budidaya tanaman lorong (atau tumpang sari),

terasering, drainase dan pengolahan tanah yang seminim mungkin. Pengapuran

yang dimaksudkan untuk mempengaruhi sifat fisik tanah, sifat kimia dan kegiatan

jasad renik tanah. Pengapuran pada ultisol di daerah beriklim humid basah seperti

di Indonesia tidak perlu mencapai pH tanah 6,5 (netral), tetapi sampai pada pH 5,5

sudah dianggap baik sebab yang terpenting adalah bagaimana meniadakan

pengaruh meracun dari aluminium dan penyediaan hara kalsium bagi

pertumbuhan tanaman (Hakim, dkk., 1986).

Kandungan hara pada tanah Ultisol umumnya rendah karena pencucian

basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena

proses dekomposisi berjalan cepat dan sebagian terbawa erosi. Pada tanah Ultisol

yang mempunyai horizon kandik, kesuburan alaminya hanya bergantung pada

(17)

kontribusi pada kapasitas tukar kation tanah, sehingga kapasitas tukar kation

hanya bergantung pada kandungan bahan organik dan fraksi liat. Oleh karena itu,

peningkatan produktivitas tanah Ultisol dapat dilakukan melalui perbaikan tanah

(ameliorasi), pemupukan, dan pemberian bahan organik

(Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).

Pemanfaatan ultisol sebagai areal pertanian menemui berbagai kendala,

baik kendala kimia maupun kendala fisik. Kendala kimia berupa kemasaman

tanah dan kandungan alumunium pada taraf meracun tanaman, kekahatan unsur

hara makro dan mikro, serta kapasitas tukar kation, kejenuhan basah, dan kadar

bahan organik rendah. Sedangkan kendala fisik antara lain peka terhadap erosi

dan jumlah pori makro rendah. Hal ini mengakibatkan perkolasi dan infiltrasi

Gambar

Tabel 1. Dosis  umum pemupukan tanaman kakao
Tabel 2. Dosis umum pemupukan tanaman kakao dengan menggunakan pupuk Urea, TSP, KCL, dan Kieserit
Tabel 3. Perbandingan nutrien feses pada beberapa hewan (%)

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini disebabakan karena unsur hara P pada tanaman tercukupi melalaui akar, sehingga pemupukan melalui daun terlihat pengaruhnya terhapadap tinggi tanaman namun

Dari hasil pengamatan, pemberian pupuk kandang kambing berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman bibit kakao namun diameter batang dan jumlah daun bibit tanaman

Kakao dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, asalkan persyaratan fisik seperti tekstur, tekstur tanah yang baik untuk tanaman kakao adalah lempung liat berpasir dengan

Standar tinggi tanaman kakao yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Perkebunan Depertemen Pertanian (2013) pada bibit tanaman kakao umur 3-6 bulan yaitu 20

Faktor pupuk urea dosis 0,750 g/ polybag pada bibit kakao berpengaruh terhadap tinggi bibit, luas daun dan rasio tajuk akar, namun tidak berpengaruh terhadap jumlah

Dari hasil pengujian sidik ragam terlihat bahwa berat kering bagian atas tanaman kakao pada umur 12 MSPT, menunjukan perbedaan yang tidak nyata pada perlakuan media

Pemberian pupuk organik hakiki pada setiap taraf perlakuan dapat meningkatkan pertumbuhan vegetative bibit tanaman kakao seperti tinggi tanaman, diameter batang,

Daftar Analisa Sidik Ragarn Tinggi Tanaman Kakao Umur 4 Minggu Setelah Tanam.. Data Rata-rata Tinggi Tanaman Kakao Umur 6 Minggu Setelah