BAB II
PENGATURAN HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK SEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN MANUSIA
A. Pengaturan Perlindungan Anak Menurut UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.38 Dengan demikian, perlindungan terhadap HAM mencakup semua orang termasuk hak-hak anak.
Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi HAM dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peringatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan.39
Hak-hak anak diatur dalam Pasal 52 sampai dengan Pasal 66 UUHAM. Jika dirangkum dalam ketentuan tersebut, maka terdapat hak-hak anak antara lain:
1. Berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat, dan negara.
2. Hak anak dilindungi oleh hukum sejak dalam kandungan.
3. Sejak kelahirannya, berhak atas suatu nama dan status kewarganegaraan.
38
Pasal 1 ayat (1) UU HAM. 39
4. Setiap anak yang cacat fisik dan atau mental berhak memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya negara, untuk menjamin kehidupannya sesuai dengan martabat kemanusiaan, meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
5. Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat intelektualitas dan usianya di bawah bimbingan orang tua dan atau wali.
6. Setiap anak berhak untuk mengetahui siapa orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuannya sendiri.
7. Setiap anak berhak untuk dibesarkan, dipelihara, dirawat, dididik, diarahkan, dan dibimbing kehidupannya oleh orang tua tua atau walinya sampai dewasa dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
8. Setiap anak berhak untuk mendapatkan orang tua angkat atau wali berdasarkan putusan pengadilan apabila kedua orang tua telah meninggal dunia atau karena suatu sebab yang sah tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai orang tua.
9. Setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk kekerasan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual selama dalam pengasuhan orang tua atau walinya, atau pihak lain maupun yang bertanggung jawab atas pengasuh anak tersebut. 10. Setiap anak berhak untuk tidak dipisahkan dari orang tuanya secara
ataran yang sah yang menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak.
11. Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya.
12. Setiap anak berhak mencari, menerima, dam memberikan informasi sesuai dengan tingkat intelektualitas dan usianya demi pengembangan dirinya sepanjang sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.
13. Setiap anak berhak untuk istirahat, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan dirinya.
14. Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan social secara layak, sesuai dengan kebutuhan fisik dan mentak spiritualnya. 15. Setiap anak berhak untuk tidak dilibatkan di dalam peristiwa peperangan,
sengketa bersenjata, kerusuhan sosial, dan peristwa lain yang mengandung unsur kekerasan.
16. Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi ekonomi dan setiap pekerjaan yang membahayakan dirinya, sehingga dapat mengganggu pendidikan, kesehatan fisik, moral, kehidupan sosial, dan mental spiritualnya.
dari berbagai bentuk penyalahgunaan narkotika, psikotopika, dan zat adiktif lainnya.
18. Setiap anak berhak untuk tidak dijadikan sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.
19. Setiap anak berhak untuk tidak dirampas kebebasannya secara melawan hukum.
20. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan dengan memperhatikan kebutuhan pengembangan pribadi sesuai dengan usianya dan harus dipisahkan dari orang dewasa, kecuali demi kepentingannya.
21. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku.
22. Setiap berhak untuk membela diri dan memperoleh keadilan di depan Pengadilan Anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang yang tertutup untuk umum.
(UU HAM), dirumuskan ada 3 (tiga) unsur penting perlindungan terhadap HAM karena: 40
1. HAM adalah hak yang dianugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada manusia sehingga tidak dapat dicabut oleh siapapun.
2. Sudah menjadi kewajiban asasi negara hukum dan pemerintah untuk menghormatinya, menjunjung tinggi dan memberikan perlindungan terhadap HAM warga negaranya.
3. Kewajiban asasi setiap orang untuk menghormati dan menghargai hak asasi orang lain.
Walaupun di negara hukum diakui perlindungan terhadap HAM tetapi pengakuan terhadap HAM tersebut dibatasi. Artinya jika siapa saja yang tidak menghormati hak asasi orang lain misalnya suatu tindakan melakukan perbuatan yang merugikan hak orang lain, maka hak asasi pelaku tersebut akan dicabut sementara waktu atau selamanya berdasarkan hukum yang berlaku.
Pada prinsipnya HAM menyangkut hak seorang manusia yang sangat asasi yang tidak bisa diintervensi oleh manusia di luar dirinya atau oleh kelompok atau oleh suatu lembaga-lembaga manapun untuk meniadakannya.41 HAM itu sendiri tidak bisa dipisahkan dari hak kodratnya sebagai manusia yang wajib dihormati dan dijunjung tinggi serta dilindungi oleh hukum dan pemerintahan.42
Sejak seorang masih berada dalam kandungan ibunya hingga dilahirkan dan sepanjang hidupnya hingga pada suatu saat meninggal dunia HAM itu telah ada. Hak asasi sebagai kerangka normatif, merupakan kewajiban negara untuk melindungi dan menghormati hak asasi setiap manusia yang berada dalam lingkup
40
Sahat Sinaga, ”Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, Makalah disampaikan pada Diseminasi HAM, Medan, tanggal 15 Juli 2008, hal. 2.
41
A. Bazar Harahap dan Nawangsih, Hak Asasi Manusia dan Hukumnya, Jakarta, Perhimpunan Cendikiawan Indpenden Indonesia-Pecirindo, 2006, hal. 6-7.
42
yurisdiksi sehingga menjadi prinsip umum yang melandasi hukum baik ditingkat internasional maupun nasional.
Perlindungan terhadap HAM dalam UUHAM sama pentingnya dalam rangka mengembangkan pendekatan yang seimbang dan evektif untuk menanggulangi masalah perdagangan orang. Semua upaya yang dikembangkan negara harus selaras dengan kewajiban negara di bawah hukum internasional tentang HAM sebagaimana diaplikasikan dalam instrumen-instrumen hukum hak asasi terpenting dengan prinsip non diskriminasi.
HAM di suatu negara berbeda dengan di negara lain dalam praktik penegakan hukumnya maupun dalam bentuk perlindungan dan pelaksanaan hukumnya. HAM yang harus ditegakkan itu haruslah disertai dengan perlindungan hukum baik dalam bentuk undang-undang maupun dalam peraturan. Perlu dipertegas bahwa HAM sebenarnya berlaku secara universal untuk semua orang dan di semua negara, namun dalam praktik penegakan hukum mengenai HAM dan bentuk perlindungannya berbeda di suatu negara dengan negara lain.
HAM di Indonesia sudah dikenal sebagai norma dasar dalam UUD 1945 dan diatur pula dalam berbagai undang-undang maupun peratauran terkait lainnya yang pada prinsipnya setiap orang menjunjung tinggi HAM harus ditegakkan dan dilindungi, termasuk Negara/Pemerintah beserta aparatur hukumnya tidak boleh semena-mena terhadap seseorang.
dasar dan kodrati, melekat pada diri manusia, bersifat universil dan langgeng, oleh karena itu HAM dari sejak masih dalam kandungan harus dilindungi, dihormati, dan tidak boleh diabaikan.
Masa depan bangsa ada pada kesejahteraan anak-anak saat ini. Begitu kata-kata yang sering terdengar bila membicarakan anak. Banyak anak yang memperoleh kesejahteraan di samping banyak pula anak-anak yang tidak beruntung dalam pemenuhan haknya. Tidak ada orang tua yang menginginkan anaknya menjadi anak jalanan, buruh upah murahan, pemuas nafsu, pengamen, dan lain-lain. Anak tidak pernah meminta untuk dilahirkan melainkan kehendak orang tuanya, oleh karena itu, sangat naik sekali jika orang tua tidak memberikan perlindungan terhadap anak-anaknya.43
Perhatian terhadap perlindungan anak bukan saja sebagai upaya nasional bahkan PBB menempatkan suatu lembaga khusus penanganan anak yang disebut dengan (United International Children Education of Fund). Dengan demikian keseriusan terhadap upaya perlindungan anak merupakan esensi penting sebab di satu sisi anak merupakan generasi penerus bangsa, sedangkan di sisi lain anak sebagai posisi yang rentan menjadi korban perbuatan orang-orang tertentu.44
Usia dikatakan sebagai anak menurut Pasal 1 angka 5 UUHAM adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.
Pasal 41 UUHAM menentukan:
43
Muladi, Hak Asasi Manusia,...Op. cit., hal. 227. 44
(1) Setiap warga negara berhak atas jaminan social yang dibutuhkan untuk hidup layak serta untuk perkembangan pribadinya secara utuh.
(2) Setiap penyandang cacat, orang yang berusia lanjut, wanita hamil, dan anak-anak, berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan khusus.
Dari ketentuan di atas bentuk perlindungan terhadap anak berupa perlakuan khusus. Selain anak-anak yang diperlakukan secara khusus termasuk setiap penyandang cacat, orang yang berusia lanjut, dan wanita hamil berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan khusus. Hal ini berarti perhatian terhadap anak mesti diperlakukan secara khusus dan berbeda dengan perlakukan HAM terhadap orang dewasa.
Suatu lembaga yang dihasilkan dari UUHAM khususnya dalam memberikan perlindungan hukum bagi anak-anak adalah munculnya Komnas HAM. Pengaturan Komnas HAM dalam UUHAM masih menunjukkan eksistensi lembaga yang hanya sebagai pemantau terhadap tindakan pelanggaran HAM. Hanya sekitar 24 persen ketentuan dalam UUHAM menempatkan Komnas HAM dalam struktur ketatanegaraan. Sehingga Komnas HAM tidak dapat banyak berbuat dalam masalah HAM di Indonesia.45
B. Pengaturan Perlindungan Anak Menurut UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
Perlindungan anak adalah suatu usaha yang mengadakan kondisi setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya.46 Hak-hak anak ditentukan
45
Suparman Marzuki, Pengadilan HAM di Indonesia Melanggengkan Impunity, Yogyakarta, Erlangga, 2012, hal. 256.
46
dalam Pasal 4 s/d Pasal 18 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak antara lain:
1. Berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
2. Berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan. 3. Berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi
sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua. 4. Berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang
tuanya sendiri.
5. Berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.
6. Berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.
7. Berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan. 8. Berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan
anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.
10. Berhak mendapat perlindungan dari perlakuan: diskriminasi, eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan, ketidakadilan; serta perlakuan salah lainnya.
11. Berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.
12. Berhak untuk memperoleh perlindungan dari: penyalahgunaan dalam kegiatan politik, pelibatan dalam sengketa bersenjata, pelibatan dalam kerusuhan sosial, pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan, dan pelibatan dalam peperangan.
13. Berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.
14. Berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum.
15. Berhak untuk mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa, memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku, dan membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum.
16. Berhak atas kerahasiaan diri anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum.
Sedangkan kewajiban anak ditentukan dalam Pasal 19 UU Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak antara lain setiap anak berkewajiban
untuk menghormati orang tua, wali, dan guru; mencintai keluarga, masyarakat,
dan menyayangi teman; mencintai tanah air, bangsa, dan negara; menunaikan
ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan melaksanakan etika dan akhlak yang
mulia.
Undang-undang yang khusus memberikan perlindungan terhadap anak
adalah UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Undang-undang
Perlindungan Anak ). Perlindungan anak dalam Undang-undang Perlindungan
Anak segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar
dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi.47
Perlindungan anak dapat berupa perlindungan dalam bentuk hukum
tertulis maupun tidak tertulis yang menjamin hak-hak terhadap anak benar-benar
dapat diberikan hak dan kewajibannya sebagai anak.48 Perlindungan anak lebih dipusatkan pada pemberian hak-hak anak yang diatur oleh hukum dan bukan
kewajiban, mengingat secara hukum bahwa anak belum bisa dibebani
kewajiban.49
Perlindungan anak dapat diartikan secara luas dan sempit. Dikatakan
secara luas karena Undang-undang Perlindungan Anak menegaskan segala
kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya. Segala kegiatan
47
Pasal 1 angka 2 UUPA. 48
Arif Gosita, Op. cit., hal. 53. 49
dimaksud dapat berupa di luar dari ketentuan undang-undang yang pada pokoknya
memberikan perlindungan kepada anak untuk tumbuh dan berkembang sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaan. Sedangkan dalam pengertian sempit
diartikan sebagai perlindungan yang dimaksud dalam ketentuan yuridis saja yaitu
dalam Undang-undang Perlindungan Anak dan undang-undang lainnya.
Negara atau Pemerintah dan masyarakat berkewajiban untuk bertanggung
jawab memberikan dukungan, sarana, dan prasarana dalam penyelenggaraan
perlindungan anak. Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tuanya, wali, atau
siapapun berhak mendapat perlindungan dari perlakuan dari bentuk diskriminasi,
eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan,
dan penganiayaan, dan ketidakadilan serta perlakuan salah lainnya, termasuk hak
dalam memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan,
penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi, dan lain-lain.50
Perlindungan anak dari tindakan perdagangan manusia menurut
Undang-undang Perlindungan Anak diberikan perlindungan khusus bagi anak. Pasal 1
angka 15 Undang-undang Perlindungan Anak menentukan:
Perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.
Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung
jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat,
50
anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.
Menurut Pasal 60 Undang-undang Perlindungan Anak perlindungan khusus terhadap anak dimaksud adalah anak dalam situasi darurat yaitu: anak yang menjadi pengungsi, anak korban kerusuhan, anak korban bencana alam, dan anak dalam situasi konflik bersenjata. Sebagaimana disinggung tadi bahwa salah satu bentuk perlakukan khusus terhadap anak yaitu anak yang diperdagangkan. Tetapi Undang-undang Perlindungan Anak tidak menentukan perlindungan khusus bagi anak yang diperdagangkan dalam kondisi tidak darurat sebagaimana dimaksud di atas. Dalam kondisi biasa misalnya anak tidak dalam kondisi darurat menurut ketentuan Pasal 60 Undang-undang Perlindungan Anak berarti perlindungan khusus tidak berlaku bagi anak.
sungguh sangat tidak manusiawi dan tidak bermoral bahkan dapat dikatakan lebih
kejam dari perbuatan kejahatan lainnya.
Pada usia anak-anak menjadi target utama untuk dijadikan objek
perdagangan manusia. Sungguh sangat disayangkan di mana anak-anak tidak
dapat menentukan jati dirinya sebagai anak yang berguna dan memiliki cita-cita
oleh karena perilaku yang tidak peduli terhadap hak-hak anak. Transaksi-transaksi
perdagangan manusia lebih menarik jika objek yang diperdagangkan itu pada usia
anak-anak yang tidak lain tujuannya adalah untuk kebutuhan seksual.51
Dengan pertimbangan-pertimbangan demikian di atas, tepat kiranya jika
perlindungan terhadap anak diatur secara khusus dalam bentuk semua eksploitasi
terhadap hak-hak anak bukan saja dalam masalah situasi darurat tetapi dalam
kondisi apapun anak harus diperlakukan perlindungan khusus karena pada usia
anak adalah usia yang sangat tidak berdaya apa-apa. Kecuali dalam hal-hal
tertentu misalnya perbuatan anak yang mengarah pada perbuatan orang dewasa
misalnya anak yang sudah terbiasa dengan perbuatan amoral, tentu pemberian
perlindungan khusus demikian perlu dipertimbangan.
Dalam konsep perlindungan terhadap hak-hak anak sesungguhnya suatu
bentuk penghormatan terhadap hak asasi manusia khususnya hak-hak setiap anak
tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya, dan
bahasa, status anak, urutan kelahiran anak, serta kondisi fisik atau mental,
memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan
anak.
51
Undang-undang Perlindungan Anak seharusnya memberikan landasan
hukum yang lebih tinggi daripada ketentuan yang sudah diatur saat ini antara lain
memberikan perlindungan khusus terhadap semua perbuatan yang menyebabkan
perkembangan anak terganggu. Undang-undang Perlindungan Anak belum secara
komprehensip memberikan penghormatan tertinggi kepada anak dalam
memberikan hak-haknya.52
Hak anak merupakan hak yang paling kodrati/hakiki. Tidak ada satupun
halangan yang dapat ditujukan kepada anak untuk membatasi hak untuk
berkembang walaupun anak tersebut ternyata mesti harus berurusan dengan
perilaku pelanggaran hukum, namun hak-haknya sebagai insan anak tetap wajib
diberikan. Dalam dalam hal penentuan usia anak saja masih berbeda-beda antar
undang-undang yang satu dengan yang lainnya, belum lagi persoalan penegakan
hukum perlindungan terhadap hak-hak anak tidak pernah habis-habisnya menjadi
fenomena biasa dalam kehidupan di Indonesia saat ini.53
Undang-undang Perlindungan Anak mengamanatkan suatu lembaga
khusus yaitu Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang independen
untuk mempercepat upaya-upaya perlindungan anak yang menyeluruh dan
kompleks. Namun sekalipun lembaga indeoenden ini telah dilahirkan oleh
Undang-undang Perlindungan Anak tetap saja permasalahan anak saat ini terus
menjadi persoalan di mana-mana yang tidak pernah habis-habisnya, bahkan untuk
52Ibid
., hal. 20. 53Ibid
menurunkan kuantitas permasalahan anak belum dapat diupayakan secara
maksimal melalui KPAI ini.54
C. Pengaturan Perlindungan Anak Menurut UU Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Selain daripada undang-undang tersebut di atas, secara khusus pengaturan
anak sebagai korban tindak pidana perdagangan manusia diatur khusus di dalam
UU No.21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
(UUPTPPO) yang diundangkan pada tanggal 19 April 2007.
UUPTPPO mengatur tindak pidana perdagangan terhadap anak
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 5 UUPTPPO dipidana bagi setiap orang
yang melakukan pengangkatan anak dengan menjanjikan sesuatu atau
memberikan sesuatu dengan maksud untuk dieksploitasi. Kemudian dalam Pasal 6
UUPTPPO dipidana bagi setiap orang yang melakukan pengiriman anak ke dalam
atau ke luar negeri dengan cara apapun yang mengakibatkan nak tersebut
tereksploitasi dipidana dengan pidana.
Tindak pidana perdagangan orang sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2,
Pasal 3, dan Pasal 4 UUPTPPO tidak tertutup kemungkinan pasal-pasal tersebut
dilakukan terhadap anak-anak sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 17
UUPTPPO, jika tindak pidana sebagaimana di maksud dalam Pasal 2, Pasal 3, dan
Pasal 4 dilakukan terhadap anak, maka ancaman pidananya ditambah 1/3
(sepertiga).
54Ibid
Kehadiran UUPTPPO ini disambut baik oleh masyarakat Indonesia dan
komunitas internasional yang peduli terhadap masalah perdagangan orang.
Pengundangan UU PTPPO ini merupakan suatu prestasi, karena dianggap sangat
komprehensif dan mencerminkan ketentuan yang diatur dalam Protokol PBB.
Indonesia sebagai negara yang menandatangani Protokol PBB,
mempunyai kesepakatan dengan komunitas internasional tentang perdagangan
orang sebagai kasus yang multi kompleks dan harus ditangani secara
komprehensif. Upaya yang diatur dalam UUPTPPO melalui enam langkah
penting yaitu: pencegahan, penindakan/pemberantasan, rehabilitasi sosial,
perlindungan bagi korban, kerjasama, dan peran serta masyarakat. UUPTPPO
sebagai salah satu produk kebijakan publik, maka harus memastikan isinya harus
dapat mengakomodasi kepentingan publik.
Hal ini dapat dicapai melalui serangkaian kegiatan advokasi secara luas
dipahami sebagai upaya sistematik dan terorganisasi untuk mengakomodasi
kepentingan masyarakat. UUPTPPO merupakan produk hukum yang cukup
komprehensif, karena tidak hanya mempidanakan perdagangan orang sebagai
bentuk pelanggaran HAM, tetapi juga mengatur tentang pemberian bantuan
kepada korban secara menyeluruh dan peran serta masyarakat dalam upaya-upaya
pencegahan serta penanganan kasus. UU PTPPO juga merupakan pencerminan
standar internasional, khusunya dalam pengertian perdagangan orang dan
mengkedapankan prinsip-prinsip dan panduan tentang Human Rights and Human
Trafficking yang direkomendasikan UNHCR dalam Laporan Komisi Tinggi
Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), khususnya perempuan dan
anak, telah meluas dalam bentuk jaringan kejahatan terorganisasi maupun tidak
terorganisasi. Melibatkan tidak hanya perorangan tetapi juga korporasi dan
penyelenggara negara yang menyalahgunakan wewenang dan kekuasaannya,
memiliki jangkauan operasi tidak hanya antar wilayah dalam negeri tetapi juga
antar negara dan merupakan kejahatan transnational crime.55
Ketentuan mengenai larangan perdagangan orang pada dasarnya telah
diatur dalam KUH Pidana, misalnya Pasal 297 KUH Pidana menentukan
mengenai larangan perdagangan wanita dan anak laki-laki belum dewasa
merupakan kualifikasi kejahatan, karena tindakan tersebut tidak manusiawi dan
layak mendapatkan hukuman yang berat. Namun, ketentuan Pasal 297 tersebut,
pada saat ini tidak dapat diterapkan secara lintas negara sebagai kejahatan
internasional atau transnasional.
Modus untuk dipekerjakan sebagai TKI di luar negeri rentan dialami oleh
mereka yang bermaksud ingin memperoleh pekerjaan khususnya bagi kaum
wanita. Janji-janji yang diberi oleh penyedia jasa ilegal untuk bekerja secara resmi
di luar negeri menjadi modus.56 Manisnya tawaran kerja ke luar negeri dengan
pola perekrutan dengan bujuk rayu merupakan bagian dari pola TPPO.57
55
Deputi Seswapres Bidang Politik, “Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Implementasi UU No 21 tahun 2007”, Makalah dalam Lokakarya Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Medan, Tanggal 10 Mei 2007, hal. 1.
56
http://nasional.kompas.com/read/2012/12/04/21555459/Mafia.TKI.Berkedok.Penempat an.Resmi., diakses tanggal 20 Februari 2013. Mafia TKI Berkedok Penempatan Resmi: Ditulis oleh Hamzirwan, Tanggal 23 April 2013.
57
Praktik-praktik perdagangan orang dalam UUPTPPO telah dikriminalisasi
sebagai perbuatan yang dilarang. Modus-modus mempekerjakan seseorang calon
TKI dapat berupa menjanjikan seseorang untuk bekerja namun ternyata janji
tersebut berujung eksploitasi seksual. Seperti tersangka menjual korban dan
menjadi pelayan seks komersial di Malaysia.58
Bahkan tindakan itu dapat berupa kekerasan, penculikan, penyekapan,
pemalsuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang, atau
memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetuujuan dari orang
yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang
tersebut baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan
ekspolitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.
Dari beberapa ketentuan pasal-pasal dalam UUPTPPO terdapat beberapa
ketentuan mengenai tindak pidana perdagangan orang yang terkait penempatan
TKI yang bekerja di luar negeri. Apabila diperhatikan pengertian perdagangan
orang sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 1 angka 1 UUPTPPO dapat
diyakini bahwa modus-modus penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar
negeri bisa mengarah pada peluang terjadinya tindak pidana perdagangan orang.
Perdagangan orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan dan penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan uang atau memberikan bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan ekspolitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.59
58
http://www.tempo.co/read/news/2013/02/27/173464026/TKI-Korban-Perkosaan-Dituding-Serahkan-Badan, diakses tanggal 18 Februari 2013. TKI Korban Perkosaan Dituding Serahkan Badan. Ditulis oleh Masrur-Kuala Lumpur Malaysia.
59
Dalam pengertian di atas bentuk-bentuk tindakan yang mungkin dapat
dilakukan oleh sipelaku seperti: tindakan perekrutan, pengangkutan,
penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan
ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan,
penipuan dan penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan uang atau
memberikan bayaran. Hal yang penting dipahami dalam tindak pidana
perdagangan orang karena tujuannya untuk ekspolitasi atau mengakibatkan orang
tereksploitas.
Pengertian perdagangan orang dalam Pasal 1 angka 1 UUPTPPO di atas
tidak jauh beda dengan rumusan dari protokol PBB dan mencakup ruang lingkup
tindak pidana perdagangan orang dalam rumusan KUH Pidana.60 Menurut Pasal
26 UUPTPPO, persetujuan korban perdagangan orang tidak menghilangkan
penuntutan tindak pidana. Sebab unsur tujuan merupakan tindak pidana formil.
Artinya tindak pidana perdagangan orang cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur
tindak pidana yang sudah dirumuskan dan tidak harus menimbulkan akibat.61
UUPTPPO sebagai salah satu produk kebijakan publik, maka harus
dipastikan isinya dapat mengakomodasi kepentingan publik dengan upaya
sistematik dan terorganisasi untuk mengakomodasi kepentingan masyarakat.
UUPTPPO tidak hanya mengkriminalisasi pelaku perdagangan orang sebagai
bentuk pelanggaran HAM, tetapi juga mengatur tentang pemberian bantuan
kepada korban secara menyeluruh dan peran serta masyarakat dalam upaya-upaya
pencegahan serta penanganan kasus.
60
Farhana, Op. cit., hal. 25.
61
UUPTPPO juga merupakan pencerminan standar internasional, khusunya
dalam pengertian perdagangan orang dan mengkedapankan prinsip-prinsip dan
panduan tentang Human Rights and Human Trafficking yang direkomendasikan
UNHCR dalam Laporan Komisi Tinggi Urusan HAM PBB kepada Dewan
Ekonomi dan Sosial PBB.62
Untuk mengatasi perdagangan orang maka disusun peraturan
perundang-undangan nasional, ratifikasi, konvensi internasional, dan melanjutkan usaha
untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan masalah perdagangan orang.63
Kebijakan pengaturan dimaksud dibentuk karena tindak pidana perdagangan
orang telah meluas dalam bentuk jaringan kejahatan baik terorganisasi maupun
tidak terorganisasi, juga melibatkan tidak hanya perorangan tetapi juga korporasi
dan penyelenggara negara yang menyalahgunakan wewenang dan kekuasaannya,
memiliki jangkauan operasi tidak hanya antar wilayah dalam negeri tetapi juga
antar negara dan merupakan kejahatan transnational crime.64
UUPTPPO dapat mengantisipasi dan menjerat semua jenis tindakan dalam
proses, cara, atau semua bentuk eksploitasi yang mungkin terjadi dalam praktik
perdagangan orang, baik yang dilakukan antar wilayah dalam negeri maupun antar
negara, dan undang-undang ini lebih komprehensif dibandingkan dengan
peraturan perundang-undangan sebelumnya. Pada masa sekarang perkembangan
62
Pedoman Penegakan Hukum dan Perlindungan Korban Dalam Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang, International Organization for Migrantion, Jakarta, IOM, 2009, hal. 1.
63
Deputi Seswapres Bidang Politik, Loc. cit.. 64
perdagangan orang diposisikan pada kondisi yang rentan dan atau tersubordinasi
yakni perempuan dan anak.65
Bertambah maraknya masalah perdagangan orang di berbagai negara
terutama negara-negara yang sedang berkembang, telah menjadi perhatian
masyarakat internasional dan organisasi internasional, terutama PBB. Pemerintah
Indonesia menandatangani Konvensi PBB tentang Pemberantasan Kejahatan
Transnasional yang Terorganisasi (The United Nations Convention Against
Transnational Organized Crime and Protocol To Prevent, Suppress and Punish
Trafficking in Persons, Especially Women and Children)di Palermo-Italia tahun
2000, menandakan bahwa Indonesia berkomitmen dalam melawan kejahatan
transnasional yang terorganisasi, khususnya melawan kejahatan perdagangan
wanita dan anak.66
Tindak pidana perdagangan orang pada masa sekarang telah meluas dalam
bentuk jaringan kejahatan yang terorganisasi bahkan dilakukan dengan cara
canggih dan sifatnya yang lintas negara yang dilakukan oleh perorangan,
kelompok yang terorganisasi, maupun korporasi. Korbannya diperlakukan seperti
barang yang dapat dibeli, dijual, dipindahkan, dan dijual kembali sebagai obyek
komoditas yang menguntungkan pelaku.
Aparat penegak hukum diharapkan dapat menindak pelaku dengan
hukuman yang setimpal dengan pidana yang dilakukannya dan sesuai dengan
ketentuan hukum yang berlaku.67 Tindak pidana perdagangan orang pada
65
Diktum pada Menimbang alinea b UUPTPPO. 66
Ibid, Penjelasan UU PTPPO. 67
prinsipnya merupakan kejahatan yang sangat merugikan dan membahayakan
masyarakat, bangsa, dan negara serta dianggap melecehkan martabat bangsa.
Pengaturan unsur-unsur tindak pidana yang memenuhi kebutuhan hukum
masyarakat dan hukum internasional serta adanya ancaman pidana yang berat bagi
pelaku tindak pidana. Pengaturan secara khusus mengenai penyelidikan,
penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan dikecualikan dari ketentuan
KUHAP misalnya digunakannya alat bukti elektronik dalam Pasal 29
UUPTPPO.68
UUPTPPO dapat mengantisipasi dan menjerat semua jenis tindakan dalam
proses, cara, atau semua bentuk eksploitasi yang mungkin terjadi dalam praktik
perdagangan orang, baik yang dilakukan antar wilayah dalam negeri maupun antar
negara, dan undang-undang ini lebih komprehensif dibandingkan dengan
peraturan perundang-undangan sebelumnya termasuk KUH Pidana. Masalah
perdagangan orang telah terjadi sejak abad IV dan berkembang terus pada abad
XVIII. Pada masa sekarang perkembangan perdagangan orang yang beralih pada
jenis manusia dan diposisikan pada kondisi yang rentan dan atau tersubordinasi
yakni perempuan dan anak.
Larangan perdagangan orang pada dasarnya telah diatur dalam KUH
Pidana, misalnya Pasal 297 KUH Pidana menentukan mengenai larangan
perdagangan wanita dan anak laki-laki belum dewasa merupakan kualifikasi
kejahatan, karena tindakan tersebut tidak manusiawi dan layak mendapatkan
hukuman yang berat. Namun, ketentuan Pasal 297 tersebut, pada saat ini tidak
68
dapat diterapkan secara lintas negara sebagai kejahatan internasional atau
transnasional melainkan harus melalui penerapan UUPTPPO.
Modus-modus penempatan TKI ilegal ke luar negeri dengan janji-janji
untuk mempekerjakan seseorang dapat mengarah pada bentuk perdagangan orang
khususnya anak-anak untuk dieksploitasi. Tentu saja harus dilihat pemenuhan
unsur-unsur tindak pidana perdagangan orang harus terpenuhi. UUPTPPO
memberikan landasan hukum yang menyeluruh dan terpadu bagi upaya
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana perdagangan orang.
D. Pengaturan Perlindungan Korban Perdagangan Orang Dalam UU No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2008
Pengaturan HAM dalam Peraturan Pemerintah dan Keputusan Presiden.
Ketentuan yang terdapat dalam peraturan pemerintah yaitu dalam Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.1 Tahun 1999 tentang
Peradilan HAM. Ketentuan yang terdapat dalam Keputusan Presiden (Keppres)
misalnya: Keppres No.181 Tahun 1998 tentang Pendirian Komisi Nasional
Penghapusan Kekerasan Terhadap Wanita, Keppres No.129 Tahun 1998 tentang
Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Tahun 1998-2003 (Ran HAM) yang
memuat rencana ratifikasi terhadap berbagai instrumen HAM PBB serta tindak
lanjutnya, dan Keppres No.87 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional
Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak (Ran Peska).
Perumusan HAM dalam perundang-undangan dan peraturan terkait
harkat, dan martabat diri manusia dan lingkungan.69 Dalam perundang-undangan
dimaksud melarang prakti-praktik perbudakan, praktik serupa perbudakan,
perdagangan budak, perdagangan perempuan dan semua tindakan lain dengan
tujuan serupa.70
Perlindungan HAM terhadap anak akibat perdagangan orang adalah wajib
karena setiap anak berhak mendapat perlindungan dari perbuatan eksploitasi
seksual, pelecehan, penculikan, perdagangan anak, dan berbagai bentuk
penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat aditif lainnya, berkaitan dengan
obat-obatan terlarang.71
Pasal 51-53 UUTPPO dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2008
pada tanggal 4 Februari 2008, bilamana korban mengalami penderitaan fisik
maupun psikis akibat TPPO, pemerintah wajib menangani paling lambat 7 hari
Sejak permohonan (Pasal 52 ayat 1 dan Pasal 53 jo Pasal 4 PP ini).
Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 46 ayat (2) UU No.21 Tahun 2007
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, ditetapkan Peraturan
Pemerintah Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2008 tentang Tata Cara dan
Mekanisme Pelayanan Terpadu bagi Saksi dan/atau Korban Tindak Pidana
Perdagangan Orang.
Kemudian juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006
tentang Perlindungan Saksi dan Korban (disingkat UUPSK). Pasal 37 UUPSK
menentukan tindak pidana bagi setiap orang yang memaksakan kehendaknya baik
menggunakan kekerasan maupun cara-cara tertentu, yang menyebabkan korban
69Ibid
, alinea IV dan V Pembukaan Tap. MPR No.XVII Tahun 1998. 70
Pasal 20 UU HAM. 71Ibid
tidak memperoleh perlindungan atau korban tidak memberikan kesaksiannya pada
tahap pemeriksaan tingkat manapun. Setiap orang yang melakukan pemaksaan
kehendak sehingga mengakibatkan matinya korban, juga dipidana.
Dipidana menurut Pasal 38 UUPSK bagi setiap orang yang
menghalang-halangi dengan cara apapun, sehingga korban tidak memperoleh perlindungan
atau bantuan. Dipidana menurut Pasal 39 UUPSK bagi setiap orang yang
menyebabkan korban atau keluarganya kehilangan pekerjaan karena korban
tersebut memberikan kesaksian yang benar dalam proses peradilan.
Kemudian perlindungan yang diatur dalam Pasal 40 UUPSK menyangkut
dipidanya setiap orang yang menyebabkan dirugikannya atau dikuranginya
hak-hak korban memberikan kesaksian yang benar dalam proses peradilan. Dipidana
pula bagi setiap orang dalam Pasal 41 UUPSK yang memberitahukan keberadaan
korban yang tengah dilindungi dalam suatu tempat khusus yang dirahasiakan oleh
LPSK.
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2008 tentang Tata
Cara Dan Mekanisme Pelayanan Terpadu Bagi Saksi dan/Atau Korban Tindak
Pidana Perdagangan Orang, pada Pasal 54 dan Pasal 17 menegaskan:
1. Dalam hal korban berada di luar negeri dan memerlukan perlindungan hukum akibat tindak pidana perdagangan orang, maka pemerintah Indonesia melalui perwakilannya di luar negeri, wajib melindungi pribadi dan kepentingan sorban dan mengusahakan untuk memulangkan korban ke Indonesia atas biaya negara (ayat 1).
2. Dalam hal korban sorban warga negara asing yang berada di Indonesia, maka Pemerintah Indonesia mengupayakan perlindungan dan pemulangan ke negara asalnya melalui kordinasi dengan perwakilannya di Indonesia. (ayat 2).
Perlindungan terhadap korban menurut PP ini serangkaian kegiatan untuk
melakukan perlindungan bagi saksi dan/atau korban tindak pidana perdagangan
orang yang dilaksanakan secara bersama-sama oleh instansi atau lembaga terkait
sebagai satu kesatuan penyelenggaraan rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial,
pemulangan, reintegrasi sosial, dan bantuan hukum bagi saksi dan/atau korban
tindak pidana perdagangan orang.
Korban yang berada di luar negeri dan memerlukan perlindungan hukum
akibat tindak pidana perdagangan orang, korban atau keluarga korban, teman
korban, dapat mengajukan permohonannya kepada Kepolisian, relawan
pendamping atau pekerja sosial setelah korban melaporkan kasus yang
dialaminya atau pihak lain yang melaporkannya kepada Kepolisian Negara RI.
Pemohon rehabilitasi dapat dimintakan oleh korban atau kuasa hukumnya
dengan melampirkan bukti laporan kasusnya kepada kepolisian. Harus diingat
bahwa yang paling penting untuk memenuhi hak korban akan rehabilitasi medis
(khususnya mereka yang membutuhkan) secepatnya setelah korban ditemukan.
E. Perda No.6 Tahun 2004 tentang Pencegahan Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak Sumatera Utara
Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang
rentan terjadi kegiatan ilegal perdagangan manusia dengan modus penempatan
TKI ke luar negeri khususnya ke negara tetangga seperti negara Malaysia.
Didukung dengan faktor letak geografis provinsi ini sangat dekat dengan negara
Malaysia. Bahkan tidak terkecuali Provinsi Sumatera Utara juga termasuk wilayah
merupakan salah satu daerah yang menyimpan banyak permasalahan kriminal
dalam kaitannya dengan akses ke luar negeri.72
Provinsi Sumatera Utara merupakan menjadi salah satu pintu gerbang lalu
lintas internasional di mana pada bagian utara provinsi ini berhadapan langsung
dengan Selat Malaka dan Malaysia. Dengan letak geografisnya yang cukup
strategis Provinsi Sumatera Utara rentan menjadi daerah asal perdagangan
manusia. Posisi geografisnya memiliki akses langsung ke luar negeri baik melalui
darat, laut, dan udara serta transportasi yang cukup mendukung.73
Propinsi Sumatera Utara memiliki 33 (tiga puluh tiga) Kabupaten/Kota
dengan luas wilayah keseluruhan mencapai 72.981,23 Km2 yang diidentifikasi
sebagai daerah rawan kriminal.74 Diantaranya Kota Madya Medan, Kabupaten
Deli Serdang, Serdang Bedagai, Simalungun, Binjai, Pematang Siantar, Asahan,
Batu Bara, Tanjung Balai, Langkat, Tebing Tinggi, Labuhan Batu, Tapanuli
Utara, Tapanuli Selatan, dan Tapanuli Tengah diklasifikasikan sebagai daerah asal
pengiriman para TKI. Medan, Belawan, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Asahan,
Batu Bara, Tanjung Balai, dan Kabupaten Labuhan Batu sebagai daerah transit
TKI illegal.
Provinsi Sumatera Utara mempunyai lokasi yang strategis, baik melalui
udara maupun laut, mempunyai banyak akses ke luar wilayah/ke luar negeri
seperti Malaysia dan Singapura dengan pelabuhan-pelabuhan laut yang
72 Biro Pusat Statistik (BPS) Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara pada tahun
2011. 73
Rizki Amelia Febriani, “Batas Wilayah Darat dan Laut Indonesia Dengan Negara Lain”, http://rizkiamaliafebriani.wordpress.com/2012/06/09/batas-wilayah-darat-dan-laut-indonesia-dengan-negara-lain/, diakses tanggal 23 April 2013.
74
mempunyai peran penting dalam penempatan TKI ilegal dan perdagangan
manusia ke luar negeri. Provinsi Sumatera Utara secara umum dikategorikan
sebagai daerah pengirim dan sebagai daerah transit sebelum bertolak ke luar
negeri khususnya ke Malaysia untuk dipekerjakan sebagai pembantu rumah
tangga dan pekerja sek. Korban perdagangan umumnya perempuan dan
anak-anak.75
Penempatan TKI dengan modus untuk dipekerjakan sebagai pembantu
rumah tangga atau di perusahaan-perusahaan tertentu berubah menjadi praktik
perdagangan manusia. Setelah tiba di luar negeri misalnya di Malaysia para TKI
ternyata tidak untuk bekerja sesuai dengan yang dijanjikan tetapi berujung pada
praktik prostitusi. Adakalanya prostitusi anak karena keinginannya sendiri untuk
mempertahankan hidup atau karena dipaksa.
Untuk menyikapi persoalan ini, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara saat
ini telah memiliki Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2004 Penghapusan
Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak. Perda ini mulai berlaku sejak
tahun 2004 yang mengatur hal-hal sebagai berikut:
1. Penghapusan perdagangan perempuan dan anak dilakukan berdasarkan
penghormatan dan pengakuan atas hak-hak dan martabat kemanusiaan
yang sama dan perlindungan hak-hak asasi permpuan dan anak.76
2. Pencegahan, rehabilitasi, dan reintegarsi perempuan dan anak korban
trafiking.77
75
Fuji Nugroho, Perdagangan Perempuan dan Anak di 15 Provonsi, Jakarta, USAID, 2006, hal. 66.
76
3. Perempuan yang akan bekerja di luar wilayah desa/kelurahan wajib
memiliki Surat Izin Bekerja Perempuan (SIBP), dikeluarkan Kepala Desa
atau lurah, diadministrasikan oleh Camat setempat.78
4. Perlu dibentuk Gugus Tugas tentang Rencana Aksi Nasional (RAN PA)
trafiking.79
5. Pemprovsu bekerjasama dengan Pemkab/Pemkot, kepolisian, Kejaksaan,
LSM, dan organisasi sosial mencegah terjadinya perdagangan perempuan
dan anak.80
6. Pemprovsu maupun Pemerintah Kabupaten/Kota, aparat penegak hukum
dan LSM, berkewajiban memberi perlindungan terhadap korban
perdagangan perempuan dan anak sesuai denga ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.81
7. Setiap perempuan dan anak yang menjadi korban trafiking berhak
mendapat bantuan hukum dari gugus tugas sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.82
8. Masyarakat berhak memperoleh kesempatan seluas-luasnya untuk
berperan serta membantu upaya pencegahan perdagangan perempuan dan
anak.83
9. Rehabilitasi koban baik fisik maupun psikis akibat trafiking.84
10. Setiap korban yang telah kembali pulih baik fisisk maupun psikis berhak
untuk diintegrasikan atau dikembalikan kepada keluarga dan masyarakat.85
11. Sanksi administrasi kepala desa, atau lurah, pejabat Pemkab/Pemkot,
diberikan sanksi administrasi, orang tua/wali, diberikan sanksi hukum86
Melalui Perda ini dilakukan tindakan preventif dengan mengambil langkah
kebijakan antisipasi terhadap munculnya kasus-kasus trafiking secara dini.
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara mengeluarkan Perda ini merupakan langkah
konkrit dan bentuk keseriusan Pemerintah dalam mencegah dan memberantas
tindak pidana perdagangan manusia.
85Ibid
, Pasal 20 ayat (1). 86Ibid