• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Nyeri Dan Fleksibilitas Sendi Lutut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan " Hubungan Antara Nyeri Dan Fleksibilitas Sendi Lutut"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

What are treatment options?

The treatment options for osteoarthritis, include:

 Joint and muscle exercises to improve strength and flexibility

 Weight management to relieve stress on weight-bearing joints

 Anti-inflammatory drugs for degenerative joint disorders

 Heat/Cold therapies

 Synovectomy (surgical removal of inflamed synovial tissue)

 Osteotomy (restructuring of the bones to shift stresses from diseased to more healthy tissue)

 Partial knee replacements (unicompartmental knee - replaces only diseased portion of the joint)

 Total knee replacement (used when severe osteoarthritis is present)

http://www.zimmer-latinoamerica.com/ctl?

template=PC&template=PC&op=global&action=1&id=380 2011

DR.Noer Rachma,dr.SpRM. Margono,dr.,Mkk.

Anik Lestari,dr.,MKes. Siswarni,dr.SpRM. Veronika Ika B.,dr.

Osteoartritis adalah suatu penyakit sendi degeneratif yang disebabkan perubahan pada tulang rawan dan tulang sekelilingnya. Nyeri didefinisikan sebagai pengalaman sensoris dan emosional berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial. Fleksibilitas merupakan salah satu bagian yang berpengaruh untuk membentuk gerakan yang diinginkan, berhubungan dengan lingkup gerak sendi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah hubungan antara nyeri dan fleksibilitas sendi lutut dengan kecepatan berjalan pada penderita OA lutut.

Osteoartritis adalah penyakit sendi yang paling sering ditemukan di

antara penyakit sendi lainnya, dikenal dengan singkatan OA. Pada OA primer, sendi lutut adalah yang paling sering terkena dibanding sendi yang lain, dimana gangguan fungsi terjadi karena merupakan sendi penumpu berat ( Soeroso, 2008 ).

OA lutut merupakan sebagian penyebab disabilitas lokomotor. Nyeri

(2)

berobat ke dokter atau rumah sakit. Mula-mula nyeri dirasakan setelah melakukan aktivitas, akhirnya akan mengganggu aktivitas sehari-hari serta tidur penderita pada stadium lanjut. Keluhan keterbatasan gerak sendi terutama dalam gerakan fleksi dan ekstensi maksimal acapkali dirasakan oleh penderita OA lutut. Hal ini dapat

menyebabkan gangguan kemampuan penderita untuk berjalan, menaiki, dan menuruni tangga serta kegiatan sehari-hari lainnya ( Sterling. et al,2002 ). Intervensi Rehabilitasi Medik meliputi : pengurangan rasa nyeri,

pemeliharaan serta pemulihan lingkup gerak sendi dan kekuatan otot, pengurangan beban sendi, pencegahan atau pengurangan kontraktur, serta pemeliharaan

kesegarisan sendi. Seperti kita ketahui bahwa tujuan utama dari program Rehabilitasi adalah menolong penderita mendapatkan kembali kemampuan fungsional pada tingkat yang setinggi mungkin, diantaranya dalam hal pola berjalan ( Soeroso,2008 ). 2

Evaluasi pola berjalan dipakai secara luas karena pengukuran klinis dari kekuatan otot, lingkup gerak sendi dan kesegarisan postural saja kurang dapat

menggambarkan kemampuan seseorang dalam berjalan. Tujuan evaluasi pola berjalan antara lain untuk melihat derajat ketidakmampuan berjalan penderita, untuk

menentukan penanganan yang sesuai, dan untuk mencari mekanisme penyebab terjadinya fungsi berjalan yang tidak normal ( Norkin, 2001 ).

Pola berjalan pada penderita OA lutut dipengaruhi oleh banyak faktor,

maka perlu diketahui faktor-faktor pengaruh tersebut di antaranya : nyeri lutut, dan fleksibilitas lutut. Untuk itu ingin dicari hubungan antara nyeri lutut, fleksibilitas lutut, dan pola berjalan dalam hal ini kecepatan berjalan pada penderita OA lutut. Dengan diketahuinya hubungan antara faktor-faktor tersebut diharapkan dapat dipakai sebegai arah dan ketepatan terapi Rehabilitasi Medik pada penderita OA lutut.

1. Anatomi dan Fisiologi Sendi Lutut a. Sendi, Ligamen Articular, Dan Meniscus

Lutut, sendi terbesar merupakan sendi condylar, terbentuk dari 3 artikulasi (persendian) yaitu tibiofemoral lateral dan medial, dan patellofemoral dan terdapat cavum. Tulang lutut distabilisasi oleh ligamen, capsula articular, ligamentum patella, ligamentum collateral medial (tibial) dan ligamentum collateral lateral (fibular), dan ligamentum cruciatum anterior dan posterior. Bantalan femoral dan condylus tibial adalah discus fibrocartilagenous lateral dan medial, meniscus. (Isbagio,2001 ; Tulaar, 2007)

Lutut yang berisi ligamen yang lebar dimana membantu mengatur gerakan dengan mengikat tulang dan menyangga sendi juga mencegah gerakan yang abnormal.

Discus fibrocartilagineous sebagai bantalan lutut / membantu menahan tekanan lutut selama gerakan. Kartilago artikular merupakan jenis jaringan penyambung yang paling sering terserang penyakitpenyakit reumatik. Biasanya pada kartilago artikular tak ada pembuluh darah maupun saraf. Kartilago ini menerima nutrisi dari cairan sendi yang meliputinya atau dari pembuluh-pembuluh darah yang memperdarahi lempeng ujung tulang. (Rochman, 2007)

b. Membran Synovial Dan Bursa

Membran synovial lutut membran terbesar, pada tepi atas patella, membentuk kantong tendon otot quadriceps femoris.

(3)

1) Bursa prepatellar relatif besar terletak pada aspek anterior lutut dan memisahkan kulit dari patella.

2) Bursa infrapatellar superficial terletak antara kulit dan bagian proksimal ligamentum patella. 3) Bursa infrapatellar dalam terletak pada bagian distal ligamentum patella.

4) Subpopliteal terletak posterior pada aspek lateral sendi dan memisahkan tendon otot popliteus dari condylus lateral femur, perluasan dari membran

synovial sendi lutut.

5) Bursa gastrocnemius terletak pada aspek posterior dan medial sendi antara caput. Medial otot gastrocnemius dan capsula articular. Secara klinis dianggap penting, bursa juga berhubungan dengan sendi lutut, dan dengan bursa semimembranosus yang terletak lebih superficial. 6) Bursa semimembranosus terletak posterior dari aspek medial lutut. Terletak antara otot semimembranosus dan caput medial otot gastrocnemius.

7) Bursa anserine sebelah medial dan terletak antara ligamentum collateral medial dan tendon otot sartorius, gracillis dan semitendinosus.

Fungsi utama bursa adalah : menyokong dan melindungi tubuh dan organ-organ interna. Selain itu, juga mempunyai peran utama dalam

(1) menyalurkan nutrisi dan produk sisa dan

(2) proses peradangan dan perbaikan yang terjadi dalam jaringan-jaringan yang cedera. Tiga jenis protein fibrilar yang terdapat dalam jaringan penyambung adalah : elastin, retikulin, dan kolagen, sedangkan kolagen merupakan jenis protein yang paling banyak jumlahnya

dibandingkan dengan yang lain. (Thompson,1998) c. Otot

Otot yang paling penting adalah quadriceps femoris. Merupakan otot ekstensor terbesar dari tungkai, menyatu dengan ligamentum patella menutupi patella, dan insersi pada tuberositas tibial. Fleksi tungkai oleh otot hamstring (biceps femoris, semitendinosus, dan

semimembranosus).

Rotasi eksternal tibia dan fibula adalah fungsi dari otot biceps femoris, dan rotasi internal adalah fungsi dari otot popliteus dan semitendinosus.

Otot gastrocnemius, membentuk sebagian besar betis, membantu membatasi hyperekstensi lutut, juga plantar fleksi kaki.

2. Osteoartritis a. Pengertian

Di Amerika Serikat dengan pemeriksaan radiologis ditemukan lebih dari 50% populasi usia 65 tahun menderita kelainan OA pada sendi lutut dan semua populasi pada usia > 75 tahun

mempunyai kelainan pada sendi lututnya, walaupun demikian sebagian besar dari populasi ini tidak menunjukkan gejala OA. Oleh karena itu OA tidak dapat disebut sebagai tanda-tanda atau ciri-ciri pada lansia normal. (Fife RS, 2008)

Menurut Brandt (2000) Diantara semua penyakit sendi yang spesifik, OA merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan keluhan reumatik.

Pada pemeriksaan radiology, pada populasi yang lebih dari 55 tahun,lebih dari 80%

menunjukkan adanya OA. Akan tetapi tidak semua penderita menunjukkan gejala atau keluhan, 10-20% mengalami keterbatasan gerak pada sendi yang terkena.

(4)

fibrasi, kemudian terjadi celah dan akhirnya rawan sendi akan menipis sampai menghilang sehingga terjadi kontak antara ke-2 tulang persendian.

Pada awal terjadinya OA, dapat ditemukan sel-sel inflamasi akan tetapi keadaan ini hanya ditemukan dalam waktu yang singkat, kecuali OA pada tangan terutama penderita wanita. b. Faktor resiko

M enurut Berenbaum (2008), faktor terjadinya semua perubahan ini masih belum pasti. Tetapi ada beberapa faktor resiko yang memungkinkan seseorang untuk memgalami osteoarthritis, y aitu: 3) Kesegarisan tungkai

Kesegarisan (alignment) tungkai termasuk salah satu faktor yang penting dalam penyebab OA lutut.

Sudut femoral-tibial diukur dalam posisi berdiri dengan pandangan AP sebagai parameter deformitas varus, di mana pada OA bisa lebih dari 180 derajat.

Pada orang Jepang umur 20-35 tahun, didapatkan lebih valgus.

c. Patogenesis dan patologi OA lutut

OA merupakan hasil akhir proses biokimiawi, seluler dan enzimatik yang dicetuskan oleh bermacam-macam mekanisme. Pada OA lutut, faktor biomekanik memegang peranan penting. (Thompson,1998)

3. Pola Berjalan

Berjalan yang normal dapat diartikan sebagai suatu serial gerak yang ritmis, bergantian dari anggota gerak bawah yang menghasilkan pergerakan pusat gravitasi ke depan.

Beberapa terminology dalam gait ( Braddom,2000) :

a. Siklus gait, satu siklus gait terdiri dari aktivitas yang terjadi antara saat tumit menyentuh lantai (heel strike) dari satu tungkai sampai ke heel strike berikutnya dari tungkai yang sama. Satu siklus gait dapat dibagi atas 60% stance fase dan 40% swing phase.

b. Stance phase, yaitu suatu gerakan yang dimulai dari saat heel strike dan berakhir saat ibu jari kaki tungkai yang sama terangkat dari lantai (toe-off).

Stance phase dapat dibagi atas 4 bagian yaitu :

1) Heel strike, yaitu saat tumit mulai menyentuh lantai. Ada penulis lain yang menyebutnya initial contact.

2) Foot flat, yaitu saat segera setelah heel strike, di mana telapak kaki menyentuh lantai. Saat ini juga merupakan permulaan dari periode double support, dan berat badan secara cepat bergerak ke bagian depan. 3) Mid Stance, yaitu saat di mana seluruh berat badan berada tepat di atas tungkai yang menumpu.

4) Push Off, yaitu saat antara heel off dan toe off dari tungkai yang sama. c. Swing fase, yaitu saat tungkai bawah mengayun ke depan (melangkah), yaitu dimulai saat toe off dan berakhir saat heel strike

16

Fase Swing dapat bibagi atas 3 bagian :

1) Akselerasi , yaitu saat kaki mulai lepas landas dari lantai, pada saat ini terjadi percepatan agar kaki tersebut dapat berada di depan tubuh

(5)

2) Mid Swing , yaitu terjadi ketika tungkai menyusul ke depan dan tepat berada di bawah badan. Pada saat ini tungkai harus cukup memendek agar kaki dapat tinggal landas dengan sempurna.

3) Deselarasi , terjadi setelah mid swing di mana gerakan ke depan dari tungkai diperlambat untuk mengontrol posisi kaki dalam

mempersiapkan heel strike berikutnya.

Double Support yaitu suatu periode kedua kaki kontak dengan lantai secara bersama-sama. Terjadi saat heel off dan toe off sisi yang satu serta heel strike dan foot flat sisi yang lain.

Double Support hanya terjadi pada saat berjalan, sedangkan pada saat berlari hal ini tidak terjadi.

Peran sendi lutut dalam berjalan :

Fungsi lutut dalam berdiri dan pola berjalan manusia harus diketahui sebelum melakukan evaluasi pola berjalan. Semua aspek dari tubuh dan 17

ekstremitas bawah khususnya lutut, berperan dalam koordinasi pola jalan yang sinkron. (Calliet, 1992)

Faktor-faktor yang berperan dalam hal ini adalah : a. Koordinasi neuromuskuler

b. Kelompok otot Quadrisep

c. Pengaruh kelompok otot hamstring d. Pergerakan sendi yang adekuat e. Struktur sekitar lutut

f. Sistim proprioseptif

g. Pengaruh sendi paha dan kaki

Semua yang tersebut di atas harus dipertimbangkan dalam evaluasi fungsi lutut pada pola berjalan.

4. Kecepatan Berjalan

Disebut juga Walking velocity , yaitu waktu yang diperlukan untuk menempuh suatu jarak tertentu, diukur dengan satuan panjang per waktu (meter per detik). Kecepatan berjalan sangat bervariasi, pada umumnya untuk meningkatkan kecepatan berjalan adalah dengan meningkatkan cadence atau stride length. (Pramudiyo, 2008)

18

5. Cadence

Yaitu jumlah langkah dalam 1 menit. Pada orang dewasa normal akan berjumlah sekitar 90-120 kali permenit.

6. Stride Length

Yaitu panjang langkah seseorang dimana pijakan kaki kanan sampai dengan langkah kaki kanan selanjutny a (cm)

7. Nyeri

Ny eri merupakan keluhan yang paling sering dijumpai dan adakalanya memberi tantangan dalam upaya mengatasinya, serta dapat mengakibatkan kecacatan.

Ny eri didefinisikan sebagai pengalaman sensoris dan emosional

(6)

digambarkan dalam kerusakan serupa.

Ny eri dapat bersifat akut atau kronik. Nyeri akut dengan semua respon autonomik, psikologik, emosional serta perilaku yang berkaitan dicetuskan oleh rangsangan noksius (tidak enak) akibat cedera dan atau penyakit kulit, struktur somatik yang tidak menyebabkan kerusakan jaringan aktual.

Walaupun faktor psikologik mempunyai pengaruh besar terhadap pengalaman nyeri akut namun nyeri akut (dengan kekecualian langka) bukan secara primer 19

disebabkan pengaruh psikopatologi atau lingkungan. Ini dibandingkan dengan nyeri kronik yang menetap berbulan-bulan atau tahunan setelah penyakit atau cedera seharusnya sudah sembuh, dapat juga disebabkan suatu proses

patologik kronik pada struktur somatik atau visera, atau oleh disfungsi bagian sistem saraf perifer atau pusat, serta faktor psikopatologi dan lingkungan yang memainkan peranan penting. (Adnan, 2008)

Klasifikasi nyeri sangat sulit karena banyak perbedaan pendapat,

malahan komite ICD – 9 membutuhkan waktu 6 tahun untuk mengembangkan taksonomi nyeri. Salah satu jenis klasifikasi adalah menurut sistem yang terlibat terdiri atas :

a. Sistem saraf (pusat, perifer, autonomik, dan khusus) b. Sistem Respiratori dan Kardiovaskular

c. Sistem Muskuloskeletal dan Jaringan Ikat.

d. Kelenjar Kutan dan Subkutan dan yang berhubungan. e. Sistem Genito - Urinari.

f. Organ dan Visera lain. g. Lebih dari Satu Sistem.

Penatalaksanaan nyeri yang baik dan berhasil haruslah tepat dan memerlukan suatu evaluasi nyeri yang harus memperhatikan berbagai rangsangan nyeri pada daerah tertentu serta mengetahui anatomi dan kinesiologi fungsional daerah tersebut.

20

Nyeri Muskuloskeletal

Terdapat lima (5) perubahan patologik yang dapat mempengaruhi ketujuh struktur anatomik dan menyebabkan gejala muskuloskeletal sebagai berikut : STRUKTUR ANATOMI

1) Tulang dan periosteum 2) Rawan Hialin

3) Kapsul Sinovial 4) Ligamen

5) Otot, t endon, dan sarungnya 6) Meniskus intra art ikular 7) Bursa

PERUBAHAN PATOLOGIK 1) Trauma

a) ekstrinsik b) int rinsik

(7)

5) Kelainan bawaan (Kongenital) 20

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam evaluasi nyeri muskuloskeletal adalah (Adnan, 2008) :

1) Onset (terjadinya) nyeri

a) Nyeri akut : dengan / tanpa trauma b) Ny eri kronik

2) Sifat trauma (cedera) a) Makrotrauma c) Ekstrinsik b) M ikrotrauma d) Intrinsik 3) Sifat nyeri

Berdenyut, tajam atau tumpul, membakar, terus menerus atau intermiten (terputus-p utus), malam hari, dan lain sebagainya.

4) Pengaruh istirahat pada nyeri a) Mengurangi

b) Menambah kekakuan

5) Pengaruh aktivitas pada nyeri a) Menambah

b) Aktivitas awal mengurangi kekakuan dan nyeri tetapi aktivitas terus menerus menambah nyeri

6) Bengkak

7) Keterlibatan satu sendi atau lebih 8) Kelemahan

9) Atrofi 21

10) Sensasi (perabaan) 11) Keterbatasan gerak

Pemeriksaan fisik dilakukan juga pada waktu istirahat dan pemeriksaan gerak dalam rentang secara volunter maupun pasif. Pemeriksaan gaya jalan (gait) adalah penting dan membantu diagnosis. Pemeriksaan sendi dan otot secara khusus, disertai evaluasi saraf dan vaskuler perifer.

8. Flexibilitas

Dalam gerak manusia fleksibilitas merupakan salah satu bagian yang berpengaruh untuk membentuk gerakan yang diinginkan. Ada 2

komponen utama yang mempengaruhi terbentuknya gerakan yang efektif dan efisien (tepat sasaran & tepat waktu). Yang pertama adalah fleksibilitas otot, jaringan konektif (connective tissue) dan kulit. Jaringan tersebut memelihara atau mengatur gerakan dengan proses pemanjangan dan pemendekan sesuai dengan kebutuhan dari mobilitas sendi yang diinginkan dalam kegiatan seharihari. Komponen kedua dari fleksibilitas adalah berhubungan dengan lingkup

gerak sendinya. Struktur sendi harus dapat bekerja sesuai dengan gerakan yang akan dibutuhkan. Kemampuan struktur sendi tersebut dapat menentukan arah dan bentuk gerakan yang dihasilkan, sehingga dengan fleksibilitas yang baik dari jaringan maka akan menghasilkan gerakan yang efektif dan efisien. (Paget et al., 2000)

22

(8)

perlu diperiksa yaitu fleksibilitas statis (Static fleksibility ) dan fleksibilitas dinamis (Dynamic fleksibility ). Pemeriksaan dengan fleksibilitas statis menunjukkan jarak gerak sendi yang dimungkinkan, sedangkan dengan

fleksibilitas dinamis menunujukkan tahanan pada sendi dari gerakan aktif yang dilakukan. Semakin meningkat tahanan maka semakin menurun fleksibilitas dinamis yang dimiliki. (Frontera et al., 2002)

Perkembangan fleksibilitas berjalan secara stabil pada anak laki-laki

pada usia 5 sampai 8 tahun, dan mulai mengalami penurunan secara perlahan pada usia 12 sampai 13 tahun. Setelah masa tersebut akan mengalami

peningkatan fleksibilitas secara perlahan pula sampai usia 18 tahun. Pada wanita perkembangan fleksibilitas stabil pada usia 5 sampai 11 tahun dan mengalami peningkatan pada sampai usia 14 tahun. Setelah itu cenderung mengalami perkembangan yang konstan. Untuk semua usia wanita cenderung lebih fleksibel dibandingkan laki-laki. Pada usia dewasa tua,

fleksibilitas cenderung mengalami penurunan karena terjadinya perubahan pada jaringan konektif, tingkat aktivitas, kekuatan otot, dan sendi.(O’Sullivan, 2001) 23

a. Nyeri

1) Cara mengukur : Visual Analog Scale merupakan salah satu penilaian derajat nyeri dari berbagai metode. Penilaian VAS berdasar penilaian ekspresi wajah pasien. VAS menggunakan skala 1-10 cm. Tanda 0 di sebelah kiri

menunjukkan tidak nyeri, tanda 10 di sebelah kanan menunjukkan paling nyeri. Menurut berat ringannya nyeri dapat dikategorikan sebagai nyeri ringan, sedang dan berat (Wirjoatmodjo K, 2000).

Gambar 3. Visual Analog Scale (VAS)

2) Skala pengukuran : Rasio, dengan kriteria sesuai rumus sbb: 0 = tidak nyeri < mean / < 5,5

1 = nyeri _ mean / _ 5,5 29

b. Fleksibilitas sendi lutut

1) Cara mengukur : Diukur pada posisi terlentang , pasien diminta membawa tumit ke arah pantat dengan kaki tetap kontak di meja pemeriksaan. Goniometer ditempatkan disebelah lateral dengan satu tangkai di garis yang lurus dengan maleolus lateralis dan tangkai yang lain di garis lurus dengan trochanter mayor. Ini untuk memeriksa fleksi penuh lutut. Dari posisi fleksi, lutut di ekstensikan maksimal dengan kaki membentuk sudut 45° dengan garis horizontal.

Nilai dicatat ( dalam derajat ) dari fleksi ekstensi max. 2) Skala pengukuran : Rasio, dengan kriteria sesuai rumus sbb: 0 = tidak ada gangguan = jarak antara fleksi ekstensi

maksimal yaitu 135°

1 = ada gangguan = jarak antara fleksi ekstensi maksimal yaitu < 135°

(9)

Diukur kecepatan berjalan pasien dalam meter permenit. Pengukuran dilakukan dengan stop watch. Pencatatan dilakukan dalam jarak 6m sebanyak 3 kali dan hasilnya kemudian di ambil rata-rata.

2) Skala pengukuran : Ratio 3. Variabel Luar

30

a. Dikendalikan : Umur, Jenis Kelamin

b. Tidak dikendalikan : Pekerjaan, Kegemukan, Kesegarisan Tungkai, Genetik

mendukung teori dari Paul Dippe, juga konsep penurunan fungsi, disabilitas, bahwa OA lutut akan menyebabkan nyeri (Klippel et al., 2008), selanjutny a mengakibatkan penurunan pergerakan sendi lutut, akhirnya mengakibatkan kesulitan melangkah dan menaiki/ menuruni tangga dan berkurangnya kecepatan berjalan (Dippe, 2008).

Menurut Paul Dippe penurunan fleksibilitas dari tungkai yang terkena

OA lutut merupakan hal yang sering terjadi. Ini sering dihubungkan oleh adanya nyeri. Penyebab dari keterbatasan fleksibilitas sendi kemungkinan oleh karena lipping dari khondrosit dan osteofit, juga oleh karena remodeling dari sendi, ditambah adanya penebalan kapsul sendi.(Dippe, 2008)

Penurunan fleksibilitas ini menyebabkan penurunan pergerakan sendi lutut, kemudian mengakibatkan berkurangnya kemampuan jarak dan kecepatan berjalan.(Guccione AA, Minor MA, 2007)

DAFTAR PUSTAKA

Adnan Z.A. 2008. Penatalaksanaan Nyeri Sebagai Tantangan Pelayanan Terbaik, dalam : Rheumatology, Osteoporosis & Phy topharmaca Update I. Yogyakarta.

Altman R.D. 2005. Management Of Osteoarthritis, In : Arthritis and Allied Conditions A Textbook of Rheumatology . 13th ed. Eds . M cCarty DJ , Koopman WJ. By

Lea & Febiger. pp : 765 – 776.

Braddom, R.L. 2000. Physical Medicine and Rehabilitation. 2nd ed. Philadelphia : WB Saunders.

Brandt, K.D. 2000. Diagnosis and Nonsurgical Management of Osteoartritis. 2nd ed. Inc : Profesional Communication.

Berenbaum F. 2008. Osteoartritis B. Pathology and Pathogenesis, In : Klippel JH, Stone JH, Crofford LJ. Eds : Primer on the Rheumatic Diseases. 13thed. Atlanta :

Arthritis Foundation.

Calliet R. 1992. Knee Pain and Disability. Philadelphia : F.A. Davis Company, pp : 190-202 and 263-275.

Dippe P. 2008. Osteoartritis C. Clinical Features, In : Klippel JH, Stone JH, Crofford LJ. Eds : Primer on The Rheumatic Diseases. 13thed. Atlanta : Arthritis

Foundation.

Fife R.S. 2008. Osteoartritis A. Epidemiology, Pathology, Pathogenesis, In : Klippel JH, Stone JH, Crofford LJ. Eds : Primer on The Rheumatic Diseases. 13thed.

Atlanta, Arthritis Foundation. 40

(10)

G Hernandez-Molina 1, T Neogi 1, D J Hunter 1, J Niu 1, A Guermazi 1, S Reichenbach 1, F W Roemer 2, C E McLennan 3, D T Felson 3. 2008. The Association of

Bone Attrition with Knee Pain and other MRI features of osteoarthritis Annals of The Rheumatic Diseases. 67: 43-47.

Guccione AA, Minor MA. 2007. Arthritis. In : O’Sullivan SB, Schmitz TJ, eds. Physical Rehabilitation. 5th ed. Philadelphia : F.A. Davis Company, pp : 1066-68.

Isbagio H. 2001. Sendi, Membran Sinovial, Rawan Sendi, dan Otot skelet, dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. 3th ed. Jakarta : Balai Penerbit FK UI.

Kalim H. 2001. Osteoartritis , dalam : Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. 3 thed. Jakarta : Balai Penerbit FK UI.

Klippel , et al. 2008. Primer on The Rheumatic Diseases. 13th ed. Atlanta : Arthritis Foundation.

Murti, Bhisma. 1994. Penerapan Metode Statistik Non Parametrik Dalam Ilmu-ilmu Kesehatan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Murti, Bhisma. 2006. Desain dan Ukuran Sampel Untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di Bidang Kesehatan. Yogyakarta : Gadjah Mada University

Press.

Norkin CC. 2001. Gait Analysis dalam : O’ Sullivan SB, Schmitz TJ. Physical Rehabilitation Assessment and Treatment. 4th ed, pp : 257-294.

41

O’ Sullivan SB. 2001. Physical Rehabilitation Assessment and Treatment. 4th ed. Philadelphia : F.A. Davis Company.

Paget, Stephen A, et al. 2000. Manual of Rheumatology and Outpatient Orthopedic Disorders. 4th ed. Philadelphia : LWW.

Pramudiyo, Riardi. 2008. Efektivitas dan Keamanan Nasha pada Osteoartritis, dalam : Rheumatology, Osteoporosis & Phy topharmaca Update I. Yogyakarta.

Reider B. 2005. The Orthopaedic Physical Examination. 2nd ed. Phyladelphia, Pennsylvania.

Rochman, Fathur. 2007. Musculoskeletal Complication in Degenerative Diseases, dalam : Congress of the ASEAN Rehabilitation Medicine Association (ARM A). 4th

ed. Jakarta.

Soeroso, Juwono. 2008. Comprehensive Management of Osteoarthritis, dalam : Rheumatology, Osteoporosis & Phy topharmaca Update I. Yogyakarta.

Sterling G. West, et all. 2002. Rheumatology Secrets. 2nd ed. Philadelphia : Hanley & Belfus.

Taufiqqurohman MA. 2004. Pengantar Metodologi Penelitian Untuk Ilmu Kesehatan. Surakarta : CGSF, pp : 71-76.

Thompson CW, et all. 1998. Manual of Structural Kinesiology. Singapore.

Tulaar A. 2007. Pathomechanics of Knee Deformities, dalam : Congress of The ASEAN Rehabilitation Medicine Association (ARM A). 4th ed. Jakarta.

42

Wirjoatmodjo K. 2000. Anestesiologi dan Reanimasi Modul Dasar Untuk Pendidikan S1 Kedokteran. Jakarta : Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen

Pendidikan Nasional.

(11)

American College of Rheumatology Criteria

The American College of Rheumatology has established clinical criteria for diagnosing primary osteoarthritis of the hand, hips, and knees:

Osteoarthritis of the Hand

 Hand pain, aching, or stiffness and;

 Hard tissue enlargement of two or more of 10 selected joints and;

 Fewer than three swollen MCP (metacarpophalangeal) joints and;

 Hard tissue enlargement of two or more DIP (distal interphalangeal) joints or deformity of two or

more of 10 selected joints

The 10 selected joints include:

 Second and third DIP joints of both hands

 Second and third PIP (proximal interphalangeal) joints of both hands

 First CMC (carpometacarpal) joints of both hands

Hand Osteoarthritis - What You Need to Know

Osteoarthritis of the Hip

 Hip pain and;

 Femoral and/or acetabular osteophytes evident on x-ray or sedimentation rate less than or equal

to 20 mm/hour and;

 Joint space narrowing evident on x-ray

Internal hip rotation of less than or equal to 15 degrees, morning stiffness in the hip lasting less than or equal to one hour, and age of 50 years or older are additional criteria which are useful for diagnosing osteoarthritis of the hip.

Hip Osteoarthritis - What You Need to Know

Osteoarthritis of the Knee

(12)

 At least three of the following 6 criteria: 50 years of age or older, stiffness lasting less than 30

minutes, crepitus, bony tenderness, bony enlargement, no warmth to the touch

Laboratory findings which are useful to assessing knee osteoarthritis include sedimentation rate

less than 40 mm/hour, rheumatoid factor less than 1:40, and synovial fluid examination showing clear, viscous fluid with a white blood cell count less than 2,000/mm3.

It is the doctor's job to be the diagnostician but it clearly is helpful if the patient understands why tests are being performed and what the results mean. If a patient understands the process from early symptoms to diagnosis to treatment plan, the patient will likely be more compliant and the outcome of treatment will likely be more successful.

http://osteoarthritis.about.com/od/osteoarthritisdiagnosis/a/OA_diagnosis.htm

Diagnosis of Osteoarthritis

An Accurate Diagnosis of Osteoarthritis Ensures

Proper Treatment

By Carol Eustice, About.com Guide

Updated October 05, 2009

Terapi farmakologis. Dengan memberikan obat-obatan yang bersifat

meredakan nyeri (pain killer) seperti analgetika dan obat antiinflamasi non steroid (OAINS). Pemberian OAINS harus diwaspadai efek sampingnya terhadap jantung, sehingga pasien dengan penyakit jantung tidak boleh diberikan obat ini. Obat untuk osteoartritis tidak hanya meredakan nyeri, tetapi sudah mulai dimodifikasi.

Karenanya timbul obat yang bersifat kondroprotektor (memproteksi rawan sendi). Obat ini termasuk dalam DMOAD (Disease Modifying Osteo Arthritis Drug), misalnya Glukosamin Kondroitin Sulfat (GKS) yang dalam penelitian dapat menghambat penyempitan celah sendi dan mengaktifkan sel rawan sendi untuk mensintesis matriks ekstra seluler, menghambat aksi enzim metaloproteinase dan proses inflamasi.(Dr.Djoko Merdikoputro Sp.PD & Asri

http://www.suaramerdeka.com/harian/0601/23/ragam01.htm

Senin, 23 Januari 2006 RAGAM

(13)

Glucosamine and chondroitin sulfate occur naturally in the body, mainly in joint cartilage. They can also be made and given in pill form or by injection. The theory is that these supplements can help protect, or possibly even repair, damaged cartilage. Scientific studies lend support to the benefits that these supplements have on reducing pain, swelling, and tenderness, along with improving knee joint mobility.

Laboratory experiments suggest that glucosamine introduced to the body is absorbed by the synovial fluid. Glucosamine supplements also seem to encourage production of hyaluronic acid. Doctors think that normal hyaluronic acid levels in the knee joint keep the cartilage healthy and suppress pain in patients with knee OA.

Glucosamine and chondroitin sulfate also help fight inflammation, which in turn reduces joint pain, swelling, and tenderness from knee OA. These compounds seems to work in a different way than NSAIDs. They take longer to achieve the same beneft, but the results tend to last longer than NSAIDs. Most importantly, they have fewer side effects than NSAIDs. It's possible that some patients may get good pain relief with a combination of the two.

Though the data isn't conclusive, these two supplements have been shown to decrease pain and improve joint mobility in patients with knee OA. Most people start to notice a difference after taking the supplements for four weeks. Maximum benefits happen by eight to 12 weeks, and the benefits seem to last even after treatment has ended.

One potential benefit beyond pain relief for both glucosamine and chondroitin sulfate seems to be that patients experience fewer side effects with these drugs than with NSAIDs.

Most people can take these supplements without complications. The main complaints are gastrointestinal problems. These clear up when patients stop taking the supplement. Although rare, negative reactions may include nausea and vomiting, headache, painful digestion, softened or loose stool, abdominal pain, heartburn, throbbing or fluttering of the heart, skin reaction, edema (swelling), and discomfort in the legs.

Patients who take numerous medications should seek the advice of their doctor before

supplementing with glucosamine and chondroitin sulfate. As glucosamine sulfate affects the way insulin works, diabetics are encouraged to monitor their blood glucose levels carefully and to alert their doctor of any marked changes. Also, children, pregnant women, and patients who are on blood thinners should only take chondroitin sulfate with the approval of their doctor.

http://www.kneeandshouldersurgery.com/knee-disorders/glucosamine.html

paul kiritsis. 2007 knee disorders.

Gambar knee arthritis. http://www.bupa.co.uk/running/injury-prevention-and-recovery/injuries/knee-arthritis/.

Simon Fairthorne, MCSP, Bupa Sports Medicine physiotherapist

Publication date: June 2009

(14)

- Usia

Proses penuaan dianggap sebagai penyebab peningkatan kelemahan di sekitar sendi, penurunan kelenturan sendi, kalsifikasi tulang rawan dan menurunkan fungsi kondrosit, yang semuanya mendukung terjadinya OA. Studi Framingham menunjukkan bahwa 27% orang berusia 63 –70 tahun memiliki bukti radiografik menderita OA lutut, yang meningkat mencapai 40% pada usia 80 tahun atau lebih.10Studi lain membuktikan bahwa risiko seseorang mengalamigejala timbulnya OA lutut adalah mulai usia 50 tahun.14 Studi mengenai kelenturan pada OA telah menemukanbahwa terjadi penurunan kelenturan pada pasien usia tua dengan OA lutut.37

- Jenis kelamin

Prevalensi OA pada laki-laki sebelum usia 50 tahun lebih tinggi dibandingkan

perempuan, tetapi setelah usia lebih dari 50 tahun prevalensi perempuan lebih tinggi menderita OA dibandingkan laki-laki. Perbedaan tersebut menjadi semakin berkurang setelah menginjak usia 80 tahun. Hal tersebut diperkirakan karena pada masa usia 50 – 80 tahun wanita mengalami pengurangan hormon estrogen yang

signifikan.13 - Ras / Etnis

Prevalensi OA lutut pada penderita di negara Eropa dan Amerika tidak berbeda, sedangkan suatu penelitian membuktikan bahwa ras Afrika – Amerika memiliki risiko menderita OA lutut 2 kali lebih besar dibandingkan ras Kaukasia. Penduduk Asia juga memiliki risiko menderita OA lutut lebih tinggi dibandingkan Kaukasia.15,28 Suatu studi lain menyimpulkan bahwa populasi kulit berwarna lebih banyak terserang OA

dibandingkan kulit putih.4 ii. Faktor Genetik

Faktor genetik diduga juga berperan pada kejadian OA lutut, hal tersebut berhubungan dengan abnormalitas kode genetic untuk sintesis kolagen yang bersifat diturunkan.15 iii. Faktor Gaya Hidup

- Kebiasaan Merokok

Banyak penelitian telah membuktikan bahwa ada hubungan positif antara merokok dengan OA lutut. Merokok meningkatkan kandungan racun dalam darah dan

mematikan jaringan akibat kekurangan oksigen, yang memungkinkan terjadinya kerusakan tulang rawan. Rokok juga dapat merusakkan sel tulang rawan sendi. Hubungan antara merokok dengan hilangnya tulang rawan pada OA lutut dapat dijelaskan sebagai berikut :38

1. Merokok dapat merusak sel dan menghambat proliferasi sel tulang rawan sendi. 2. Merokok dapat meningkatkan tekanan oksidan yang mempengaruhi hilangnya tulang rawan.

3. Merokok dapat meningkatkan kandungan karbon monoksida dalam darah, menyebabkan jaringan kekurangan oksigen dan dapat menghambat pembentukan tulang rawan.

Di sisi lain, terdapat penelitian yang menyimpulkan bahwa merokok memiliki efek protektif terhadap kejadian OA lutut.

Hal tersebut diperoleh setelah mengendalikan variable perancu yang potensial seperti berat badan.15

(15)

Orang yang tidak biasa mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin D memiliki peningkatan risiko 3 kali lipat menderita OA lutut.10,19,39

iv. Faktor Metabolik - Obesitas

Obesitas merupakan faktor risiko terkuat yang dapat dimodifikasi. Selama berjalan, setengah berat badan bertumpu pada sendi lutut. Peningkatan berat badan akan melipatgandakan beban sendi lutut saat berjalan. Studi di Chingford menunjukkan bahwa untuk setiap peningkatan Indeks Massa Tubuh (IMT) sebesar 2 unit (kira-kira 5 kg

berat badan), rasio odds untuk menderita OA lutut secara radiografik meningkat sebesar 1,36 poin.20 Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa semakin berat tubuh akan meningkatkan risiko menderita OA lutut. Kehilangan 5 kg berat badan akan

mengurangi risiko OA lutut secara simtomatik pada wanita sebesar 50%. Demikian juga peningkatan risiko mengalami OA lutut yang progresif

tampak pada orang-orang yang kelebihan berat badan dengan penyakit pada bagian tubuh tertentu.13

- Osteoporosis

Hubungan antara OA lutut dan osteoporosis mendukung teori bahwa gerakan mekanis yang abnormal tulang akan mempercepat kerusakan tulang rawan sendi. Suatu studi menunjukkan bahwa terdapat kasus OA lutut tinggi pada penderita osteoporosis.15 - Penyakit Lain

OA lutut terbukti berhubungan dengan diabetes mellitus, hipertensi dan hiperurikemi, dengan catatan pasien tidak mengalami obesitas.15

- Histerektomi

Prevalensi OA lutut pada wanita yang mengalami pengangkatan rahim lebih tinggi dibandingkan wanita yang tidak mengalami pengangkatan rahim. Hal ini diduga berkaitan dengan pengurangan produksi hormon estrogen setelah dilakukan pengangkatan rahim.15

- Menisektomi

Osteoartritis lutut dapat terjadi pada 89% pasien yang telah menjalani menisektomi.4 Menisektomi merupakan operasi yang dilakukan di daerah lutut dan telah diidentifikasi sebagai faktor risiko penting bagi OA lutut.40 Hal tersebut dimungkinkan karena

beberapa hal berikut ini :41

1. Hilangnya jaringan meniskus akibat menisektomi membuat tekanan berlebih pada tulang rawan sendi sehingga memicu timbulnya OA lutut.

2. Bagi pasien yang mengalami menisektomi, degenerasi meniskal dan robekan mungkin menjadi lebih luas dan perubahan pada tulang rawan sendi akan lebih besar daripada mereka yang tidak melakukan menisektomi.

b. Faktor Biomekanis i. Riwayat Trauma Lutut

Trauma lutut yang akut termasuk robekan pada ligamentum krusiatum dan meniskus merupakan faktor risiko timbulnya OA lutut.4 Studi Framingham menemukan bahwa orang dengan riwayat trauma lutut memiliki risiko 5 – 6 kali lipat lebih tinggi untuk

menderita OA lutut.10 Hal tersebut biasanya terjadi pada kelompok usia yang lebih muda serta dapat menyebabkan kecacatan yang lama dan pengangguran.

(16)

Faktor risiko timbulnya OA lutut antara lain kelainan lokal pada sendi lutut seperti genu varum, genu valgus, Legg – Calve –Perthes disease dan displasia asetabulum.

Kelemahan otot kuadrisep dan laksiti ligamentum pada sendi lutut termasuk kelainan lokal yang juga menjadi faktor risiko OA lutut.15

iii. Pekerjaan

Osteoartritis banyak ditemukan pada pekerja fisik berat, terutama yang banyak

menggunakan kekuatan yang bertumpupada lutut. Prevalensi lebih tinggi menderita OA lutut ditemukan pada kuli pelabuhan, petani dan penambang dibandingkan pada

pekerja yang tidak banyak menggunakan kekuatan lutut seperti pekerja administrasi.4,16 Terdapat hubungan signifikan antara pekerjaan yang menggunakan kekuatan lutut dan kejadian OA lutut.17

iv. Aktivitas fisik

Aktivitas fisik berat seperti berdiri lama (2 jam atau lebih setiap hari), berjalan jarak jauh (2 jam atau lebih setiap hari),

mengangkat barang berat (10 kg – 50 kg selama 10 kali atau lebih setiap minggu), mendorong objek yang berat (10 kg – 50 kg selama 10 kali atau lebih setiap minggu), naik turun tangga setiap hari merupakan faktor risiko OA lutut.4,18 v. Kebiasaan olah raga

Atlit olah raga benturan keras dan membebani lutut seperti sepak bola, lari maraton dan kung fu memiliki risiko meningkat untuk menderita OA lutut. Kelemahan otot kuadrisep primer merupakan faktor risiko bagi terjadinya OA dengan proses menurunkan stabilitas sendi dan mengurangi shock yang menyerap materi otot.15 Tetapi, di sisi lain seseorang yang memiliki aktivitas minim sehari-hari juga berisiko mengalami OA lutut. Ketika seseorang tidak melakukan gerakan, aliran cairan sendi akan berkurang dan berakibat aliran makanan yang masuk ke sendi juga berkurang. Hal tersebut akan

mengakibatkan proses degeneratif menjadi berlebihan.11 C. Penatalaksanaan Osteoartritis

Tujuan dari penatalaksanaan pasien yang mengalami OA

adalah untuk edukasi pasien, pengendalian rasa sakit, memperbaiki fungsi sendi yang terserang dan menghambat penyakit supaya tidak menjadi lebih parah. Penatalaksanaan OA terdiri dari terapi non obat (edukasi, penurunan berat badan, terapi fisik dan terapi kerja), terapi obat, terapi lokal dan tindakan bedah.34

1. Terapi Non Obat

Terapi non obat terdiri dari edukasi, penurunan berat badan, terapi fisik dan terapi kerja. Pada edukasi, yang penting adalah

meyakinkan pasien untuk dapat mandiri, tidak selalu tergantung pada orang lain. Walaupun OA tidak dapat disembuhkan, tetapi kualitas hidup pasien dapat ditingkatkan.4

Penurunan berat badan merupakan tindakan yang penting,

(17)

sendi yang terserang OA dan meningkatkan kelincahan pasien waktu bergerak. Suatu studi mengikuti 21 penderita OA yang mengalami obesitas, kemudian mereka melakukan penurunan berat badan dengan cara diet dan olah raga. Setelah diikuti selama 6 bulan,

dilaporkan bahwa pasien-pasien tersebut mengalami perbaikan fungsi sendi serta pengurangan derajat dan frekuensi rasa sakit.42

Terapi fisik dan terapi kerja bertujuan agar penderita dapat

melakukan aktivitas optimal dan tidak tergantung pada orang lain. Terapi ini terdiri dari pendinginan, pemanasan dan latihan

penggunaan alat bantu. Dalam terapi fisik dan terapi kerja dianjurkan latihan yang bersifat penguatan otot, memperluas lingkup gerak sendi dan latihan aerobik. Latihan tidak hanya dilakukan pada pasien yang tidak menjalani tindakan bedah, tetapi juga dilakukan pada pasien yang akan dan sudah menjalani tindakan bedah, sehingga pasien dapat segera mandiri setelah pembedahan dan mengurangi komplikasi akibat pembedahan.15,34

2. Terapi Obat

Parasetamol merupakan analgesik pertama yang diberikan pada penderita OA dengan dosis 1 gram 4 kali sehari, karena cenderung aman dan dapat ditoleransi dengan baik, terutama pada pasien usia tua. Kombinasi parasetamol / opiat seperti coproxamol

bisa digunakan jika parasetamol saja tidak membantu. Tetapi jika dimungkinkan, penggunaan opiat yang lebih kuat hendaknya dihindari.34

Kelompok obat yang banyak digunakan untuk menghilangkan nyeri penderita OA adalah obat anti inflamasi non steroid (OAINS). OAINS bekerja dengan cara menghambat jalur siklooksigenase (COX) pada kaskade inflamasi. Terdapat 2 macam enzim COX, yaitu COX-1 (bersifat fisiologik, terdapat pada lambung, ginjal dan trombosit) dan COX-2 (berperan pada proses inflamasi). OAINS tradisional bekerja dengan cara menghambat COX-1 dan COX-2, sehingga dapat mengakibatkan perdarahan lambung, gangguan fungsi ginjal, retensi cairan dan hiperkalemia. OAINS yang bersifat inhibitor COX-2 selektif akan memberikan efek gastrointestinal yang lebih kecil dibandingkan penggunaan OAINS yang tradisional.4,15,34

3. Terapi Lokal

Terapi lokal meliputi pemberian injeksi intra artikular steroid

atau hialuronan (merupakan molekul glikosaminoglikan besar dan berfungsi sebagai viskosuplemen) dan pemberian terapi topikal, seperti krem OAINS, krem salisilat atau krem capsaicin. Injeksi steroid intra artikular diberikan bila didapatkan infeksi lokal atau efusi sendi.15

4. Operasi

(18)

tulang, osteotomi dan artroplasti. Walaupun tindakan operatif dapat menghilangkan nyeri pada sendi OA, tetapi kadang-kadang fungsi sendi tersebut tidak dapat diperbaiki secara adekuat, sehingga terapi fisik pre dan pasca operatif harus dipersiapkan dengan baik.15,43 5. Tindakan Alternatif Lain

Perkembangan penatalaksanaan OA yang terbaru adalah

penggunaan glukosamin dan kondroitin untuk pengobatan OA, yang digolongkan dalam makanan suplemen, namun hasilnya masih kontroversial. Terapi lain yang masih dalam tahap eksperimen adalah

cartilage repair dan transplantasi rawan sendi. Kedua model

penatalaksanaan tersebut belum dapat digunakan untuk pengobatan OA secara umum.4

Sumber : Modifikasi 4,15,34,42,43

Gambar 2.3 Piramida Penatalaksanaan Osteoartritis D. Ringkasan Telaah Pustaka

Osteoartritis (OA) adalah penyakit dengan penyebab multifaktorial, perkembangan slow progressive, ditandai dengan perubahan metabolik, Operasi

Intervensi Lanjut Non Operasi

injeksi

Intervensi Sederhana Non Operasi

obat anti inflamasi non steroid, fisioterapi

Perawatan Mandiri

analgesik sederhana, topical agents, gaya hidup Informasi dan Advis

pendidikan, penurunan berat badan, perubahan gaya hidup Jumlah Penderita

biokimia pada struktur rawan sendi serta jaringan sekitarnya yang akhirnya menyebabkan kerusakan sendi31

Di dalam tubuh manusia terdapat 230 sendi yang menghubungkan

206 tulang dan pada permukaannya terdapat tulang rawan. Tulang rawan berfungsi untuk melindungi tulang dari gesekan. Namun karena

terdapatnya berbagai faktor risiko disertai faktor presipitasi mekanik, maka terjadi erosi pada tulang rawan dan berkurangnya cairan pada sendi. Tulang rawan sendiri berfungsi untuk meredam getar antar tulang. Tulang rawan terdiri atas jaringan lunak kolagen yang berfungsi untuk

menguatkan sendi, proteoglikan yang membuat jaringan tersebut elastis dan air (70% bagian) yang menjadi bantalan, pelumas dan pemberi nutrisi.32

(19)

kekakuan sendi setelah sendi tidak digerakkan beberapa lama (gel phenomenon), tetapi kekakuan ini akan hilang setelah sendi digerakkan. Jika terjadi kekakuan pada pagi hari, biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit ( tidak lebih dari 30 menit ).34 Gambaran lainnya adalah keterbatasan dalam bergerak, nyeri tekan lokal, pembesaran tulang di sekitar sendi, efusi sendi dan krepitasi. 33

Dari sekian banyak sendi yang dapat terserang OA, lutut

merupakan sendi yang paling sering dijumpai terserang OA. Osteoartritis lutut merupakan penyebab utama rasa sakit dan

ketidakmampuan dibandingkan OA pada bagian sendi lainnya.8 Data

Arthritis Research Campaign menunjukkan bahwa lebih dari 550 ribu orang di Inggris menderita OA lutut yang parah dan 2 juta orang

Referensi

Dokumen terkait

This is to cerify that the Sarjana thesis of “The Effectiveness of Basic Questioning Technique toward the Students’ Ability in Writing Descriptive Text at

1) Pemeliharaan kesehatan yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus untuk penyakit-penyakit tertentu, antara lain demam berdarah, cacingan, muntaber. 2) Penjaringan

Me đ utim, vidljive su razlike u intenzitetu doživljenog stresa izme đ u skupine ispitanika koji su tijekom godine prakticirali 11 i više sati policijskih treninga i skupine

Sementara rasa puas sendiri mempunyai nilai yang relatif tergantung dari masing-masing individu (Wijono, 2003). Dalam memberikan asuhan keperawatan berbagai macam faktor

o Melalui kerja kelompok tentang usaha persiapan kemerdekaan oleh BPUPKI dengan bantuan media gambar siswa dapat menjelaskan usaha persiapan kemerdekaan oleh

Jenis transaksi Dokumen yang digunakan Penjualan kredit Penjualan Tunai Penerimaan Kas Return Penjualan Pot..

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Satlantas Polresta Manado telah melaksanakan penanganan kemacetan dengan sebaik mungkin sesuai dengan tugas dan fungsi mereka yaitu

Penuntun Praktikum Kimia Analis Dasar : Titrasi Asam Basa (Penentuan Karbonat Bikarbonat ). Konsep Dasar