• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Agribisnis Padi Organik Di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model Agribisnis Padi Organik Di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat"

Copied!
190
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Model Agribisnis Padi Organik di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2016

(3)

Cianjur, Jawa Barat. Dibimbing oleh M.A. CHOZIN, MACHFUD, SUGIYANTA dan SRI MULATSIH.

Semakin meningkatnya jumlah penduduk maka pemerintah perlu melakukan upaya peningkatan produksi padi. Gerakan revolusi hijau telah menyebabkan ketergantungan petani terhadap pupuk kimia sangat tinggi dan penggunaannya seringkali berlebihan. Hal tersebut menyebabkan turunnya bahan organik tanah sehingga produktivitas lahan menurun. Tahun 2010 pemerintah menurunkan anggaran subsidi pupuk dari Rp 20 trilyun menjadi Rp 11 trilyun sehingga harga pupuk semakin meningkat. Penggunaan pupuk kimia secara intensif juga mengakibatkan pencemaran lingkungan perairan serta produk tidak sehat. Oleh karena itu perlu dikembangkan sistem pertanian padi organik yang ramah lingkungan dan berkelanjutan untuk memperbaiki kesuburan lahan dan mengurangi ketergantungan petani terhadap pupuk kimia sehingga sistem produksi padi dapat berkelanjutan.

Kabupaten Cianjur sebagai salah satu sentra produksi padi telah mengalami penurunan produktivitas padi dari 58.45 ku/ha tahun 2010 menjadi sebesar 56.81 ku/ha pada tahun 2011. Sejak tahun 2007, Balai Besar Wilayah Sungai Citarum (BBWSC) telah melakukan pelatihan budidaya padi metode System of Rice Intensification(SRI) organik dengan tujuan meningkatkan kembali kualitas lahan dan efisiensi air untuk peningkatan produksi padi. Hingga tahun 2012 sebanyak 430 petani Kabupaten Cianjur telah mengikuti pelatihan dan diharapkan dapat menyebarkan hasil pelatihan ke petani lainnya, namun petani peserta pelatihan yang menerapkan pertanian padi organik hanya sebanyak 156 orang (36.28%) atau 0.05% dari total petani padi sebanyak 296 549 orang dengan luas lahan sebesar 79.3 ha atau 0.13 % dari luasan lahan sawah seluas 63 299 ha.

Tujuan penelitian ini adalah: (1) Menganalisis risiko produksi, risiko harga dan risiko kelembagaan pada pertanian padi organik; (2) Melakukan valuasi ekonomi pertanian padi organik melalui pendekatan produktivitas lahan dan menilai kesediaan petani untuk menerima (willingness to accept/WTA) pembayaran jasa lingkungan pertanian padi organik; (3) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam penerapan pertanian padi organik; (4) Membangun model agribisnis padi organik di Kabupaten Cianjur; dan (5) Menganalisis status keberlanjutan pertanian padi organik saat ini dan memprediksi status keberlanjutan pertanian padi organik setelah pengembangan melalui model agribisnis padi organik di Kabupaten Cianjur.

(4)

kesediaan petani untuk menerima (Willingness to accept/WTA) pembayaran jasa lingkungan pertanian padi organik. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan petani menggunakan analisis regresi logistik (logit). Untuk menyusun model agribisnis padi organik menggunakan metode Interpretive Structural Modeling (ISM). Untuk menganalisis status keberlanjutan pertanian padi organik menggunakan metode Rap-Organik (Rapid Appraisal)/Multi Dimensional Scaling(MDS).

Hasil analisis risiko menunjukkan bahwa besarnya risiko produksi pertanian padi organik sebesar 0.11 ton dan pertanian padi non organik sebesar 0.19 ton untuk setiap 1 ton hasil yang diperoleh. Besarnya risiko harga padi organik sebesar Rp 0.05 dan padi non organik sebesar Rp 0.12 untuk setiap Rp 1 harga. Faktor penyebab terjadinya risiko produksi dan harga adalah kurangnya ketrampilan petani dalam budidaya padi organik serta lemahnya manajemen dan keterbatasan modal dalam pemasaran sehingga posisi tawar petani menjadi rendah. Risiko kelembagaan yang dihadapi petani adalah Dinas Pertanian/PPL, kelompok tani, koperasi dan perbankan yang belum menjalankan perannya dengan baik untuk mendukung pengembangan pertanian padi organik.

Hasil analisis valuasi ekonomi menunjukkan bahwa manfaat kualitas lingkungan dari pertanian padi organik sebesar Rp 5 021 220.67/ha karena adanya peningkatan produktivitas padi dan harga serta penurunan biaya produksi. Lahan sawah di Kabupaten Cianjur seluas 63 299 ha sehingga total manfaat kualitas lingkungan sebesar Rp 317.84 milyar. Nilai WTA pertanian padi organik sebesar Rp 5 991 547.37/ha sehingga total manfaat kualitas lingkungan berdasarkan non market value sebesar Rp 378.78 milyar. Hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam penerapan pertanian padi organik menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh signifikan adalah keikutsertaan pelatihan, harga padi, kebijakan pemerintah dan status pemilikan lahan.

Model agribisnis untuk pengembangan pertanian padi organik yaitu pada subsistem input diperlukan peningkatan kesadaran dan ketrampilan petani dalam pembuatan input organik serta ketersediaan bahan organik. Pada subsistem usahatani, perlunya komitmen pemerintah terhadap pengembangan pertanian padi organik dan pelatihan untuk meningkatkan ketrampilan budidaya padi organik. Pada subsistem pemasaran diperlukan pembentukan koperasi untuk pemasaran bersama. Pada subsistem penunjang perlunya perhatian pemerintah dengan menetapkan kebijakan khusus untuk pengembangan pertanian padi organik, peran lembaga penelitian/Perguruan Tinggi untuk menghasilkan teknologi pertanian padi organik, dan peran perbankan untuk memberikan bantuan permodalan.

Status keberlanjutan pertanian padi organik di Kabupaten Cianjur adalah kurang berkelanjutan. Indeks keberlanjutan dimensi ekologi sebesar 37.62, ekonomi sebesar 34.82, sosial sebesar 38.72, infrastruktur dan teknologi sebesar 30.37, serta kelembagaan sebesar 28.35. Setelah dilakukan pengembangan maka prediksi status keberlanjutan menjadi sangat berkelanjutan. Indeks keberlanjutan dimensi ekologi sebesar 96.44, ekonomi sebesar 95.95, sosial sebesar 96.40, infrastruktur dan teknologi sebesar95.65, serta kelembagaan sebesar96.30.

(5)

Regency, West Java. Supervised by M.A. CHOZIN, MACHFUD, SUGIYANTA and SRI MULATSIH.

In line with the population increase, the government needs to increase rice production. The green revolution movement has made farmers rely very much on chemical fertilizers, and their use is sometimes exaggerating. This can cause soil organic materials to diminish, and thus the land productivity will decrease. In 2010 the government reduced the fund for fertilizer subsidy from 20 billion rupiah to 11 billion rupiah so that the fertilizer price would increase. The use of chemical fertilizers intensively can also cause water pollution and the product will not be healthy. Therefore, it is important to develop an organic rice farming system that is environmentally friendly and sustainable to improve land fertility and reduce farmers’ dependency on chemical fertilizers; hence rice production system will be sustainable.

Cianjur Regency as one of the rice production centers underwent a decrease in production from 58.45 qu/ha in 2010 to 56.81 qu/ha in 2011. Since 2007, the Main Agency of Citarum River Area (BBWSC) has carried out training on rice cultivation using the System of Rice Intensification(SRI) organic method in order to increase rice production. Up to 2012 four hundred thirty farmers in Cianjur Regency had attended the training, and they were expected to be able to distribute the results to other farmers; however, there were only 156 farmer participants (36.28%) that could apply organic rice farming, or 0.05% of the total 296 549 farmers, with a land area of 79.3 ha, or 0.13 % of the total 63 299 ha land area.

The objectives of the research were: (1) to analyze the risks of production, price, and institution in organic rice farming; (2) to carry out economic valuation on organic rice farming using land productivity approach and evaluate the farmers’ willingness to accept/WTA payment for organic rice farming environmental service; (3) to analyze factors that influence farmers in applying organic rice farming; (4) to establish a model of organic rice farming agribusiness in Cianjur Regency; and (5) to analyze the sustainability status of organic rice farming at the moment and predict its status after being developed using organic rice farming agribusiness model in Cianjur Regency.

The primary data were obtained through interviewing the experts and farmers, and through field observation. The experts consisted of the staff from Agricultural Office of Cianjur Regency, field extension workers, researchers of the Main Research Center for Rice Plants, the staff of BBWSC, the head of Organic Farmers Association (GPO), and academicians. The number of samples was 52 organic rice farmers, and 52 non-organic rice farmers. The method used was simple random sampling in 4 districts that had the most organic rice farmers. The secondary data were obtained from Agricultural Office (DP), GPO, Agricultural Extension Office (BPP), BBWSC and scientific publication.

(6)

Dimensional Scaling (MDS) was used to analyze the sustainability status of organic rice farming.

The results of risk analyses showed that the magnitude of production risk of organic rice farming were 0.11 tons and non-organic rice farming 0.19 tons for every ton of the obtained results. The magnitude of price risk for organic rice was Rp 0.05 and non-organic rice Rp 0.12 for every Rp 1 price. The factors that caused production and price risks were the farmers’ lack of skills in organic rice cultivation and weakness of management, as well as limited capital in marketing so that the farmers’ bargaining position became low. The institutional risk faced by farmers was DP/PPL, farmer groups, cooperation, and banking institutions that did not play their roles well to support the organic rice farming development.

The results of economic valuation analyses showed that the benefit of environmental quality of organic rice farming was Rp 5 021 220.67/ha since there were an increase of rice productivity and price, and decrease of production cost. Rice land in Cianjur Regency is 63 299 ha so that the total benefit of environmental quality was Rp 317.84 billion. The WTA value of organic rice farming was Rp 5 991 547.37/ha so that the total benefit of environmental quality based on the non market value was Rp 378.78 billion. The results of factor analyses that influenced farmers in applying organic rice farming showed that significant influencing factors were participation in training, rice prices, the government policy and status of land tenure.

The agribusiness model to develop organic rice farming was that there should be an increase of farmers’ awareness and skills in making organic input as well as the availability of organic materials in the input subsystem. In on farm subsystem there should be a government commitment to developing organic rice farming and training to improve organic rice cultivation. In the marketing subsystem there should be a form of cooperation institution for co-marketing. In the supporting subsystem there should be a government attention to set up a certain policy to develop organic rice farming, a role of research institution/Higher Education to produce organic rice farming technology, and a role of banking institution to assist in capital.

The sustainability status of organic rice farming in Cianjur Regency was considered less sustainable. The sustainability index of ecology dimension was 37.62, economy dimension 34.82, social dimension 38.72, infrastructure and technology dimension 30.37, and institution dimension 28.35. After development was carried out, the prediction of sustainability status became very sustainable. The sustainability index of ecology dimension was 96.44, economy dimension

95.95, social dimension96.40, infrastructure and technology dimension 95.65, and institution dimension96.30.

(7)

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)

ANITA RISTIANINGRUM

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)
(10)
(11)

penulis dapat menyelesaikan penulisan disertasi yang berjudul “Model Agribisinis Padi Organik di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat”.

Dalam penyelesaian disertasi ini mulai dari perencanaan hingga penulisan akhir, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Bapak Prof Dr Ir M.A. Chozin, MAgr selaku ketua Komisi Pembimbing, serta Bapak Prof Dr Ir Machfud, MS, Bapak Dr Ir Sugiyanta, MSi dan Ibu Dr Ir Sri Mulatsih, MSc Agr selaku anggota Komisi Pembimbing atas perhatian, pengarahan, bimbingan dan saran sejak penyusunan rencana penelitian hingga penulisan disertasi ini.

2. Bapak Prof Dr Ir Iswandi Anas Chaniago, MSc dan Ibu Dr Ir Anna Fariyanti, MSi selaku Dosen Penguji luar komisi pembimbing pada ujian tertutup, serta Bapak Prof Dr Ir Iswandi Anas Chaniago, MSc dan Bapak Dr Ir Suwandi, MSi selaku Dosen Penguji luar komisi pembimbing pada sidang promosi atas saran-saran yang diberikan.

3. Bapak Ir Arifin, MSi, Bapak Wawan Rochwan, SP dan Bapak Ade Sapaat dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Cianjur, Bapak Usman Suparman sebagai ketua Gabungan Petani Organik Kabupaten Cianjur, Bapak Anang Maghfur, SPd dari BBWSC, Ibu Dra Triny S. Kadir dari Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Ibu Widya Sari, SP, MP dan Bapak Drs Ahmad Rizal dari Universitas Suryakancana Kabupaten Cianjur serta staf Balai Penyuluhan Pertanian di Kabupaten Cianjur yang telah memberikan informasi dan membantu dalam pengumpulan data untuk penelitian ini.

4. Orang tua dan seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan dan doa. 5. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas semua

bantuan yang diberikan.

Semoga Allah SWT membalas segala amal Bapak dan Ibu dengan lebih baik dari yang telah diberikan kepada penulis. Aamiin.

Bogor, Januari 2016

(12)

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xiv

1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang . 1

1.2 Perumusan Masalah 5

1.3 Tujuan Penelitian 7

1.4 Kerangka Pemikiran 7

1.5 Manfaat Penelitian 12

1.6 Novelty 12

1.7 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian 12

2 RISIKO PRODUKSI, HARGA DAN KELEMBAGAAN

PERTANIAN PADI ORGANIK 13

2.1 Pendahuluan 13

2.2 Metodologi 16

2.3 Hasil dan Pembahasan 19

2.3.1 Risiko Produksi Pertanian Padi Organik 19 2.3.2 Risiko Harga Pertanian Padi Organik 28 2.3.3 Risiko Kelembagaan Pertanian Padi Organik 33

2.3.4 Pembahasan . 36

2.4 Kesimpulan 38

3 VALUASI EKONOMI PERTANIAN PADI ORGANIK 38

3.1 Pendahuluan 38

3.2 Metodologi 40

3.3 Hasil dan Pembahasan 43

3.3.1 Valuasi Ekonomi Pertanian Padi Organik Melalui

Pendekatan Produktivitas Lahan 43

3.3.2 Willingness to Accept(WTA) Pertanian Padi Organik 46 3.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi WTA 48 3.3.4 Bentuk dan Mekanisme Pembayaran Pertanian Padi

Organik yang Diharapkan Petani 49

3.3.5 Pembahasan 51

3.4 Kesimpulan 52

4 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PETANI DALAM

PENERAPAN PERTANIAN PADI ORGANIK 52

4.1 Pendahuluan 52

4.2 Metodologi 55

4.3 Hasil dan Pembahasan 58

4.3.1 Karakteristik Petani 58

4.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Petani dalam

Penerapan Pertanian Padi Organik 62

4.3.3 Pembahasan 65

(13)

5.2 Metodologi 69

5.3 Hasil dan Pembahasan . 71

5.3.1 Subsistem Input 71

5.3.2 Subsistem Usahatani 81

5.3.3 Subsistem Pengolahan dan Pemasaran 93

5.3.4 Subsistem Penunjang 105

5.3.5 Struktur Sistem Pertanian Padi Organik 116

5.4 Kesimpulan 119

6 STATUS KEBERLANJUTAN PERTANIAN PADI ORGANIK

DI KABUPATEN CIANJUR 120

6.1 Pendahuluan 120

6.2 Metodologi 121

6.3 Hasil dan Pembahasan 123

6.3.1 Kondisi Pertanian Padi Organik di Kabupaten Cianjur

Saat Ini 123

6.3.2 Prediksi Kondisi Pertanian Padi Organik di Kabupaten

Cianjur Setelah Pengembangan 140

6.3.2 Pembahasan 150

6.4 Kesimpulan 152

7 PEMBAHASAN UMUM 153

7.1 Model Agribisnis Padi Organik pada Subsistem Input 155 7.2 Model Agribisnis Padi Organik pada Subsistem Usahatani 157 7.3 Model Agribisnis Padi Organik pada Subsistem Pengolahan

dan Pemasaran 159

7.4 Model Agribisnis Padi Organik pada Subsistem Penunjang 160 7.5 Model Agribisnis Padi Organik di Kabupaten Cianjur 162

7.6 Noveltyhasil penelitian 164

8 KESIMPULAN DAN SARAN 165

8.1 Kesimpulan

165

8.2 Saran 166

(14)

1 Luas panen, produktivitas dan produksi padi di Indonesia

tahun 2008 – 2014 1

2 Rata-rata produktivitas padi organik di Kabupaten Cianjur 20 3 Penilaian risiko produksi pertanian padi organik di Kabupaten

Cianjur 21

4 Penilaian risiko produksi pertanian padi konvensional di

Kabupaten Cianjur 21

5 Sumber risiko produksi pertanian padi organik 24 6 Urutan penyebab risiko produksi pertanian padi organik 24 7 Rata-rata harga padi organik (GKP) di Kabupaten Cianjur 28 8 Penilaian risiko harga pertanian padi organik (GKP) di Kabupaten

Cianjur 28

9 Penilaian risiko harga pertanian padi konvensional (GKP) di

Kabupaten Cianjur 29

10 Sumber risiko harga pertanian padi organik 31

11 Urutan penyebab risiko harga pertanian padi organik 31 12 Sumber risiko kelembagaan pertanian padi organik 33 13 Urutan risiko kelembagaan pertanian padi organik 33 14 Alasan petani padi konvensional tidak menerapkan pertanian padi

organik 47

15 Hasil estimasi koefisien regresi WTA pertanian padi organik 48 16 Bentuk pembayaran jasa lingkungan pertanian padi organik yang

diharapkan petani 49

17 Cara pembayaran jasa lingkungan pertanian padi organik yang

diharapkan petani 51

18 Karakteristik responden petani padi di Kabupaten Cianjur 59 19 Karakteristik usahatani padi petani responden di Kabupaten

Cianjur 61

20 Hasil estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam

penerapan pertanian padi organik 62

21 Hasil perhitungan metode ISM subsistem input untuk elemen

sektor masyarakat yang terpengaruh 71

22 Hasil perhitungan metode ISM subsistem input untuk elemen

kebutuhan dari program 73

23 Hasil perhitungan metode ISM subsistem input untuk elemen

kendala utama 75

24 Hasil perhitungan metode ISM subsistem input untuk elemen

aktivitas yang dibutuhkan 77

25 Hasil perhitungan metode ISM subsistem input untuk elemen

lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program 79 26 Hasil perhitungan metode ISM subsistem usahatani untuk elemen

sektor masyarakat yang terpengaruh 81

27 Hasil perhitungan metode ISM subsistem usahatani untuk elemen

kebutuhan dari program 83

28 Hasil perhitungan metode ISM subsistem usahatani untuk elemen

(15)

aktivitas yang dibutuhkan 89 31 Hasil perhitungan metode ISM subsistem usahatani untuk elemen

lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program 91 32 Hasil perhitungan metode ISM subsistem pengolahan dan

pemasaran untuk elemen sektor masyarakat yang terpengaruh 93 33 Hasil perhitungan metode ISM subsistem pengolahan dan

pemasaran untuk elemen kebutuhan dari program 95 34 Hasil perhitungan metode ISM subsistem pengolahan dan

pemasaran untuk elemen kendala utama 97

35 Hasil perhitungan metode ISM subsistem pengolahan dan

pemasaran untuk elemen tujuan dari program 99

36 Hasil perhitungan metode ISM subsistem pengolahan dan

pemasaran untuk elemen aktivitas yang dibutuhkan 101 37 Hasil perhitungan metode ISM subsistem pengolahan dan

pemasaran untuk elemen lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan

program 103

38 Hasil perhitungan metode ISM subsistem penunjang untuk elemen

sektor masyarakat yang terpengaruh 105

39 Hasil perhitungan metode ISM subsistem penunjang untuk elemen

kebutuhan dari program 106

40 Hasil perhitungan metode ISM subsistem penunjang untuk elemen

kendala utama 108

41 Hasil perhitungan metode ISM subsistem penunjang untuk elemen

tujuan dari program 110

42 Hasil perhitungan metode ISM subsistem penunjang untuk elemen

aktivitas yang dibutuhkan 112

43 Hasil perhitungan metode ISM subsistem penunjang untuk elemen lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program 114 44 Atribut keberlanjutan pertanian padi organik dimensi ekologi

124 45 Atribut keberlanjutan pertanian padi organik dimensi ekonomi 125 46 Atribut keberlanjutan pertanian padi organik dimensi sosial 128 47 Atribut keberlanjutan pertanian padi organik dimensi infrastruktur

dan teknologi

129 48 Atribut keberlanjutan pertanian padi organik dimensi kelembagaan

131 49 Indeks keberlanjutan pertanian padi organik di Kabupaten Cianjur 134 50 Atribut keberlanjutan setelah pengembangan pertanian padi

organik berdasarkan elemen kunci hasil metode ISM

141 51 Atribut dan ekspektasi skor atribut keberlanjutan pertanian padi

organik dimensi ekologi setelah pengembangan 143 52 Atribut dan ekspektasi skor atribut keberlanjutan pertanian padi

organik dimensi ekonomi setelah pengembangan

(16)

54 Atribut dan ekspektasi skor atribut keberlanjutan pertanian padi

organik dimensi infrastruktur dan teknologi 146 55 Atribut dan ekspektasi skor atribut keberlanjutan pertanian padi

organik dimensi kelembagaan 148

56 Indeks keberlanjutan pertanian padi organik setelah

pengembangan 150

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran model agribisnis padi organik 11 2 Struktur hierarki subsistem input dari elemen sektor masyarakat

yang terpengaruh 72

3 Matrik driver power-dependence subsistem input untuk elemen

sektor masyarakat yang terpengaruh 73

4 Struktur hierarki subsistem input dari elemen sektor kebutuhan

dari program 74

5 Matrik driver power-dependence subsistem input untuk elemen

kebutuhan dari program 75

6 Struktur hierarki subsistem input dari elemen kendala utama 76 7 Matrik driver power-dependence subsistem input untuk elemen

kendala utama 76

8 Struktur hierarki subsistem input dari elemen aktivitas yang

dibutuhkan 77

9 Matrik driver power-dependence subsistem input untuk elemen

aktivitas yang dibutuhkan 78

10 Struktur hierarki subsistem input dari elemen lembaga yang

terlibat dalam pelaksanaan program 79

11 Matrik driver power-dependence subsistem input untuk elemen

lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program 80 12 Struktur hierarki subsistem usahatani dari elemen sektor

masyarakat yang terpengaruh 82

13 Matrik driver power-dependence subsistem usahatani untuk

elemen lembaga sektor masyarakat yang terpengaruh . 83 14 Struktur hierarki subsistem usahatani dari elemen kebutuhan dari

program 84

15 Matrik driver power-dependence subsistem usahatani untuk

elemen kebutuhan dari program 85

16 Struktur hierarki subsistem usahatani dari elemen kendala utama 86 17 Matrik driver power-dependence subsistem usahatani untuk

elemen kendala utama 87

18 Struktur hierarki subsistem usahatani dari elemen tujuan dari

(17)

dibutuhkan 90 21 Matrik Driver Power-Dependence subsistem usahatani untuk

elemen aktivitas yang dibutuhkan 91

22 Struktur hierarki subsistem usahatani dari elemen lembaga yang

terlibat dalam pelaksanaan program 92

23 Matrik driver power-dependence subsistem usahatani untuk

elemen lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program 93 24 Struktur hierarki subsistem pengolahan dan pemasaran dari elemen

sektor masyarakat yang terpengaruh 93

25 Matrik driver power-dependence subsistem pengolahan dan

pemasaran untuk elemen sektor masyarakat yang terpengaruh 94 26 Struktur hierarki subsistem pengolahan dan pemasaran dari elemen

kebutuhan dari program 95

27 Matriks driver power-dependence subsistem pengolahan dan

pemasaran untuk elemen kebutuhan dari program 96 28 Struktur hierarki subsistem pengolahan dan pemasaran dari elemen

kendala utama 97

29 Matrik driver power-dependence subsistem pengolahan dan

pemasaran untuk elemen kendala utama 98

30 Struktur hierarki subsistem pengolahan dan pemasaran dari elemen

tujuan dari program 99

31 Matrik driver power-dependence subsistem pengolahan dan

pemasaran untuk elemen tujuan dari program 100 32 Struktur hierarki subsistem pengolahan dan pemasaran dari elemen

aktivitas yang dibutuhkan 102

33 Matrik driver power-dependence subsistem pengolahan dan

pemasaran untuk elemen aktivitas yang dibutuhkan 103 34 Struktur hierarki subsistem pengolahan dan pemasaran dari

elemen lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program

104 35 Matrik driver power-dependence subsistem pengolahan dan

pemasaran untuk elemen lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan

program . 104

36 Struktur hierarki subsistem penunjang elemen sektor masyarakat

yang terpengaruh 105

37 Matrik driver power-dependence subsistem penunjang untuk

elemen sektor masyarakat yang terpengaruh 106 38 Struktur hierarki subsistem penunjang elemen kebutuhan dari

program 107

39 Matrik driver power-dependence subsistem penunjang untuk

elemen kebutuhan dari program 107

40 Struktur hierarki subsistem penunjang elemen kendala utama 109 41 Matrik driver power-dependence subsistem penunjang untuk

elemen kendala utama 109

(18)

dibutuhkan 113 45 Matrik driver power-dependence subsistem penunjang untuk

elemen aktivitas yang dibutuhkan 113

46 Struktur hierarki subsistem penunjang elemen lembaga yang

terlibat dalam pelaksanaan program 115

47 Matrik driver power-dependence subsistem penunjang untuk elemen lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program

116

48 Struktur Sistem Pertanian Padi Organik 117

49 Posisi status keberlanjutan pertanian padi organik dimensi ekologi 133 50 Kestabilan nilai ordinasi hasil Rap+ dengan Monte Carlo dimensi

ekologi 134

51 Leveragekeberlanjutan pertanian padi organik dimensi ekologi 135 52 Leveragekeberlanjutan pertanian padi organik dimensi ekonomi 137 53 Leveragekeberlanjutan pertanian padi organik dimensi sosial 138 54 Leveragekeberlanjutan pertanian padi organik dimensi

infrastruktur dan teknologi 139

55 Leveragekeberlanjutan pertanian padi organik dimensi

kelembagaan 140

56 Model agribisnis padi organik pada subsistem input 156 57 Model agribisnis padi organik pada subsistem usahatani 158 58 Model agribisnis padi organik pada subsistem pengolahan dan

pemasaran 159

(19)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk Indonesia, maka pemerintah perlu melakukan upaya peningkatan produksi padi secara terus-menerus untuk mencapai ketahanan pangan. Upaya peningkatan produksi padi melalui gerakan revolusi hijau dengan penggunaan benih unggul yang sangat responsif terhadap pupuk kimia telah mengantarkan Indonesia mencapai swasembada beras pada tahun 1984. Hingga saat ini, ketergantungan petani terhadap pupuk kimia sangat tinggi sehingga penggunaannya seringkali berlebihan. Hal ini terkait dengan respon tanaman terhadap penggunaan pupuk kimia sangat cepat dan didorong oleh adanya kebijakan subsidi pupuk. Selain itu terdapat kebiasaan petani melakukan pembakaran jerami setelah panen dan tidak mengembalikan bahan organik dari jerami tersebut ke dalam tanah. Hal tersebut menyebabkan turunnya bahan organik tanah serta kemampuan tanah menyimpan dan melepaskan hara dan air bagi tanaman sehingga produktivitas lahan menurun (Balitbangtan 2010).

Berdasarkan Maulana et al. (2006), laju pertumbuhan produktivitas padi meningkat dari 0.16%/tahun periode 1970 – 1979 menjadi 3.53%/tahun pada periode 1980 – 1989 sehingga produksi padi meningkat sebesar 5.32%/tahun, namun setelah itu laju pertumbuhan produktivitas padi mengalami penurunan dan menjadi negatif pada periode 1996-2000. Hal tersebut sebagaimana dinyatakan oleh Balitbangtan (2010) bahwa sejak tahun 1990-an, laju peningkatan produksi padi tidak lagi seimbang dengan laju penggunaan pupuk dengan rasio 1:10.

Berdasarkan data BPS (2014), sejak tahun 2009 – 2014 laju pertumbuhan produktivitas padi semakin menurun, dan negatif pada tahun 2011 dan 2014 sebesar - 0.70% dan - 0.47% (Tabel 1). Pada tahun 2011 produktivitas padi sebesar 49.80 ku/ha mengalami penurunan dari tahun 2010 dengan produktivitas sebesar 50.15 ku/ha disebabkan degradasi lahan (Rukmana 2013). Hasil kajian kadar C organik tanah mengindikasikan bahwa sebagian besar lahan sawah intensifikasi berkadar C organik rendah (< 2%) yang menunjukkan kesuburan tanah semakin menurun (Balitbangtan 2010).

Tabel 1 Luas panen, produktivitas dan produksi padi di Indonesia tahun 2008 – 2014

Tahun Luas panen (ha)

Pertum-buhan

(%)

Produktivitas (ku/ha)

Pertum-buhan

(%)

Produksi (ton)

Pertum-buhan

(%)

2008 12 327 425 1.48 48.94 4.02 60 325 925 5.54

2009 12 883 576 4.51 49.99 2.15 64 398 890 6.75

2010 13 253 450 2.87 50.15 0.32 66 469 394 3.22

2011 13 203 643 - 0.38 49.80 - 0.70 65 756 904 -1.07

2012 13 445 524 1.83 51.36 3.13 69 056 126 5.02

2013 13 835 252 2.90 51.52 0.31 71 279 709 3.22

2014 13 768 319 - 0.48 51.28 - 0.47 70 607 231 -0.94

Sumber : diolah dari BPS 2014.

(20)

Mulai tahun 2010 pemerintah menurunkan anggaran subsidi pupuk secara bertahap dari Rp 20 trilyun menjadi Rp 11 trilyun (Balibangtan 2010). Hal ini mengakibatkan harga pupuk semakin meningkat. Produktivitas padi yang rendah diikuti harga pupuk semakin mahal menyebabkan petani mengalami kerugian (Irawan 2007). Penggunaan pupuk kimia secara berlebihan juga mengakibatkan pencemaran lingkungan perairan serta produk tidak sehat.

Adanya dampak negatif dari penggunaan pupuk kimia secara berlebihan memerlukan upaya untuk memperbaiki kesuburan lahan dan mengurangi ketergantungan petani terhadap pupuk kimia sehingga sistem produksi padi dapat berkelanjutan. Menurut Mardikanto (2009), pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) dibangun dengan pendekatan yang dapat memelihara produksi dan keuntungan pertanian yang tinggi tanpa berakibat pada kerusakan lingkungan. Pertanian organik merupakan sistem pertanian yang dapat menciptakan agroekosistem yang optimal dan lestari berkelanjutan secara sosial, ekologi, ekonomi dan etika (BSN 2010). Pertanian organik didasarkan pada penggunaan input eksternal secara minimal serta tidak menggunakan pupuk dan pestisida kimia. Lubis (2004) menyatakan bahwa pertanian organik adalah sistem produksi pertanian yang holistik dan terpadu, yang mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro-ekosistem secara alami, sehingga mampu menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas dan berkelanjutan. Pertanian padi organik juga memiliki potensi besar untuk mitigasi perubahan iklim karena kemampuan yang tinggi dalam penyerapan karbon di dalam tanah dan melalui pengurangan emisi gas rumah kaca akibat tidak adanya pupuk sintetis dan penggunaan bahan organik (Abdi Tani 2007). Peningkatan kandungan karbon tanah membuat pertanian lebih tahan terhadap iklim ekstrim seperti kekeringan dan banjir sehingga menghasilkan keamanan pangan lebih besar (Purwati 2010).

Berbagai penelitian tentang padi organik menunjukkan bahwa pada tahun-tahun awal peralihan pertanian organik akan terjadi penurunan produksi, namun setelah periode tertentu hasil produksi akan meningkat dan dapat lebih tinggi dari pertanian padi konvensional seiring dengan pemulihan kesuburan lahan. Berdasarkan penelitian Suwantoro (2008), petani mengalami penurunan produksi selama 3 musim tanam ketika memulai pertanian padi organik. Penelitian Mayrowani et al. (2010) menunjukkan bahwa pertanian padi organik akan mengalami penurunan hasil pada tahun-tahun awal selama 3 hingga 5 tahun, setelah itu hasil panen akan naik dan memuaskan. Penelitian Prayoga (2010) menunjukkan bahwa pada tahun ke-5 dan tahun ke-8 produktivitas padi organik lebih tinggi dari padi konvensional. Berdasarkan penelitian Wijayanti (2005), Mutakin (2007), dan Anugrah et al. (2008) menunjukkan bahwa pendapatan usahatani padi organik lebih tinggi dari padi konvensional sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani.

(21)

Kabupaten Cianjur sebagai salah satu sentra produksi padi yang memberikan kontribusi pangan beras sebesar 7.50% untuk Jawa Barat dimana stok pangan nasional berasal dari Jawa Barat. Kabupaten Cianjur telah mengalami penurunan produktivitas padi dari 58.45 ku/ha tahun 2010 menjadi sebesar 56.81 ku/ha pada tahun 2011 (Diperta Kab. Cianjur 2012). Berdasarkan informasi dari staf Dinas Pertanian, telah terjadi penurunan produktivitas padi pada beberapa kecamatan dikarenakan tanah yang sudah jenuh akibat penggunaan pupuk kimia secara intensif. Sejak tahun 2007, Balai Besar Wilayah Sungai Citarum (BBWSC) memulai pelatihan budidaya padi metode System of Rice Intensification (SRI) organik untuk petani di 10 kabupaten Jawa Barat dengan demonstrasi plot (demplot) pertama dicoba di Kabupaten Cianjur. Keterlibatan BBWSC dalam mengembangkan SRI organik merupakan bagian dari upaya mengefisienkan penggunaan air irigasi yang berhubungan erat dengan pengelolaan tata guna air yang berada dalam mandat BBWSC dimana dengan pola tanam SRI dapat menghemat kebutuhan air sekitar 30-50%. Dalam periode 2007-2010, sebanyak 2 620 petani lulus dari pelatihan dan telah mengaplikasikan penanaman padi metode SRI organik di 319 desa di 10 kabupaten Jawa Barat dengan hasil produksi 78 ku/ha (BBWSC 2012). Hingga tahun 2012 sebanyak 430 petani Kabupaten Cianjur telah mengikuti pelatihan dan diharapkan dapat menyebarkan sistem pertanian padi organik ke petani lainnya, namun petani yang menerapkan pertanian padi organik hanya sebanyak 156 orang (36.28% dari petani peserta pelatihan) atau 0.05% dari total petani padi sebanyak 296 549 orang dengan luas lahan sebesar 79.3 ha atau 0.13% dari luasan lahan sawah seluas 63 299 ha (GPO 2012).

Pengembangan pertanian padi organik di Kabupaten Cianjur menghadapi kendala menyebabkan pertanian padi organik kurang berkembang dan belum berkelanjutan. Adanya keterbatasan sumberdaya lahan dan permodalan menyebabkan petani takut menghadapi risiko penurunan produksi. Sebagian besar petani di Kabupaten Cianjur memiliki luas lahan garapan sempit yaitu rata-rata sebesar 0.10-0.25 ha dan sebanyak 80% sebagai petani penggarap (GPO 2012). Sebagaimana hasil penelitian Suwantoro (2008), berdasarkan informasi dari staf Dinas Pertanian dan pengalaman petani, perubahan dari pertanian padi konvensional menjadi pertanian padi organik pada awalnya akan menyebabkan terjadinya penurunan produktivitas padi selama 3 hingga 6 musim tanam sehingga petani tidak bersedia menanggung risiko penurunan produksi. Pertanian organik tidak menggunakan pupuk dan pestisida kimia sehingga petani khawatir hasil produksi menjadi lebih rendah dan serangan hama meningkat. Pemeliharaan pertanian padi organik perlu lebih intensif sehingga membutuhkan biaya tenaga kerja lebih banyak, sedangkan permodalan petani terbatas. Namun menurut Ismanto dan Azis (2011) serta informasi dari ketua Gabungan Petani Organik (GPO) Kabupaten Cianjur berdasarkan pengalaman petani padi organik bahwa padi organik lebih tahan terhadap hama dibandingkan padi konvensional. Hal tersebut ditunjukkan dari intensitas serangan hama dan penyakit pada tanaman padi konvensional yang lebih tinggi dari padi organik yang dapat mencapai 50 – 80%, bahkan dapat mengalami gagal panen, sedangkan pada tanaman padi organik sekitar 20 – 50%.

(22)

belum dapat diterima petani karena kelembagaan pemasaran yang lemah. Konsumen beras organik masih relatif terbatas pada masyarakat golongan menengah ke atas dikarenakan harga beras organik yang lebih mahal sehingga pemasaran beras organik selama ini masih terbatas pada supermarket di kota-kota besar. Harga beras organik di tingkat konsumen sebesar Rp20 000 – Rp35 000/kg, sedangkan harga yang diterima petani sebesar Rp13 000 – Rp15 000/kg dikarenakan akses petani ke lembaga pemasaran relatif terbatas. Harga padi organik sebesar Rp4 000/kg terkadang disamakan atau sedikit lebih tinggi dari harga padi konvensional sebesar Rp3 000/kg karena lemahnya posisi tawar petani (GPO 2012). Lembaga-lembaga yang diharapkan membantu dalam budidaya dan pemasaran padi organik namun belum menjalankan perannya dengan baik merupakan risiko sehingga menjadi kendala petani dalam menerapkan pertanian padi organik. Dengan memahami sikap petani terhadap risiko dan sumber risiko yang dihadapi maka dapat dilakukan penanganan risiko dengan tepat untuk mendukung petani menerapkan pertanian padi organik.

Sebagian besar petani belum menerapkan pertanian padi organik dikarenakan kurangnya kesadaran tentang kelestarian lingkungan. Petani masih berorientasi produksi jangka pendek dan tidak memperhatikan kerusakan lahan dalam jangka panjang. Adanya masa peralihan pada pertanian padi organik maka petani tidak bersedia menanggung risiko penurunan produksi. Untuk itu diperlukan upaya untuk meningkatkan kesadaran petani terhadap kelestarian lingkungan agar sistem pertanian padi dapat menghasilkan produksi yang berkelanjutan. Menurut Djajadiningrat et al. (2011), aspek ekonomi perlu diterapkan pada isu-isu lingkungan agar diperoleh kesadaran yang lebih mendalam untuk meningkatkan lingkungan dengan tujuan sosial untuk meningkatkan kesejahteraan. Meningkatnya kualitas lahan dari pertanian padi organik dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas produk pertanian merupakan peningkatan nilai moneter dari keuntungan tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan valuasi ekonomi atau penilaian manfaat kualitas lingkungan dari pertanian padi organik dan menilai kesediaan petani untuk menerima (willingness to accept/WTA) pembayaran jasa lingkungan pertanian padi organik yang dapat dijadikan dasar bagi pemerintah untuk menetapkan kebijakan pengembangan pertanian padi organik.

Petani sebagai pelaku penting yang mengambil keputusan untuk menerapkan pertanian padi organik. Untuk itu dalam pengembangan pertanian padi organik perlu mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan petani dalam penerapan pertanian padi organik. Adanya risiko penurunan produksi dan harga pada pertanian padi organik dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan petani dalam penerapan pertanian padi organik.

(23)

jasa penunjang yaitu perdagangan, perbankan, pendidikan, dan lainnya (Saragih 2010). Keterkaitan antar subsistem sangat erat, sehingga jika salah satu subsistem mengalami kegagalan maka akan mempengaruhi kegagalan subsistem lainnya dan secara keseluruhan akan mempengaruhi kegagalan sistem agribisnis.

Berdasarkan hal di atas maka untuk pengembangan pertanian padi organik di Kabupaten Cianjur perlu dibangun model agribisnis padi organik melalui pendekatan sistem yang didasarkan pada peubah-peubah strategis pada setiap subsistem yang meliputi subsistem input, subsistem usahatani, subsistem pengolahan dan pemasaran, serta subsistem penunjang agar tujuan pengembangan pertanian padi organik dapat dicapai lebih efektif dan berkelanjutan. Model agribisnis padi organik dibangun dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan petani dalam penerapan pertanian padi organik dan kesediaan petani untuk menerima (willingness to accept/WTA) pembayaran jasa lingkungan pertanian padi organik.

1.2 Perumusan Masalah

Kabupaten Cianjur merupakan daerah agraris yang pembangunannya bertumpu pada sektor pertanian dan merupakan salah satu daerah swa-sembada padi. Meskipun Kabupaten Cianjur sebagai sentra produksi padi perlu mencapai target produksi untuk mendukung ketahanan pangan, namun pemerintah Kabupaten Cianjur juga perlu memperhatikan dampak sistem pertanian padi terhadap kerusakan lingkungan khususnya kualitas lahan yang akan berdampak pada produksi padi, serta dampak terhadap pendapatan petani agar pembangunan pertanian padi dapat berkelanjutan. Pertanian padi organik merupakan sistem pertanian yang dapat meningkatkan produktivitas lahan yang dapat menjamin kelangsungan produksi dan pendapatan petani sehingga mampu memenuhi aspek ekonomi, lingkungan dan sosial yang sejalan dengan pertanian berkelanjutan.

(24)

tenaga kerja untuk mengelola usahatani menjadi terbatas. Budidaya padi organik membutuhkan pemeliharaan tanaman yang lebih intensif sehingga adanya keterbatasan tenaga kerja juga menjadi kendala dalam pengembangan pertanian padi organik.

Pengembangan pertanian padi organik juga menghadapi kendala dalam ketersediaan pupuk organik. Pertanian padi organik memerlukan penggunaan pupuk kandang dengan jumlah yang sangat besar yaitu sebanyak 10 ton/ha (Mutakin 2007) sehingga dianggap sangat merepotkan. Sebagian besar petani tidak memiliki ternak atau tidak memiliki ternak dengan jumlah yang cukup untuk menyediakan pupuk organik sehingga petani harus membeli ke peternak dan membayar ongkos angkut yang akan menambah biaya produksi. Pupuk organik cair yang tersedia di pasar, selain harganya relatif mahal yaitu sebesar Rp30 000 – Rp100 000/l, juga belum dapat dipercaya keorganikannya dikarenakan belum adanya label sertifikasi organik.

Pada subsistem pemasaran, petani menghadapi kendala yaitu belum dapat menangkap peluang pasar beras organik. Konsumen beras organik masih relatif terbatas pada masyarakat golongan menengah ke atas dikarenakan harga beras organik yang lebih mahal dari beras konvensional karena kualitas beras yang lebih sehat. Harga beras konvensional yaitu sebesar Rp10 000/kg, sedangkan harga beras organik bersertifikasi di supermarket sebesar Rp20 000 – Rp35 000/kg, namun harga beras organik yang diterima petani sebesar Rp13 000 – Rp15 000/kg dikarenakan lemahnya pemasaran. Belum dimilikinya jaringan pemasaran beras organik menyebabkan pemasaran beras organik belum terjamin sehingga petani belum bersedia beralih ke pertanian padi organik. Kendala lainnya adalah belum adanya sertifikat organik karena keterbatasan permodalan petani menyebabkan kurangnya kepercayaan konsumen sehingga seringkali harga beras organik diberi harga yang sama atau sedikit lebih tinggi dari beras konvensional yang belum sesuai dengan harapan petani.

Pada subsistem penunjang, kendala dalam pengembangan pertanian padi organik adalah belum adanya prioritas kebijakan pemerintah untuk program pengembangan pertanian padi organik. Kebijakan pemerintah Kabupaten Cianjur pada bidang tanaman pangan lebih berorientasi pada peningkatan produksi dan produktivitas padi untuk mendukung ketahanan pangan nasional yang telah ditargetkan oleh pemerintah pusat. Masih terdapat kekhawatiran dari pemerintah bahwa dengan penerapan pertanian padi organik akan menyebabkan penurunan produktivitas padi sehingga tidak dapat mencapai target produksi yang ditetapkan. Pelatihan budidaya padi SRI organik di Kabupaten Cianjur diselenggarakan setiap tahun sejak tahun 2007 oleh BBSWC, namun tidak adanya pendampingan oleh penyuluh pertanian lapangan (PPL) kepada petani setelah mengikuti pelatihan mengakibatkan pengembangan pertanian padi organik tidak berkelanjutan. Tidak adanya insentif bagi petani pada masa peralihan dan mengalami penurunan produktivitas padi juga menyebabkan petani tidak bersedia menerapkan pertanian padi organik.

(25)

petani menjadi rendah sehingga pemasaran padi maupun beras organik masih dikuasai oleh tengkulak.

Berdasarkan permasalahan di atas maka dapat diajukan pertanyaan penelitian yaitu :

1. Berapa besar risiko produksi dan risiko harga dari pertanian padi organik ? Risiko kelembagaan apa saja yang dihadapi petani? Dari mana sumber risiko produksi, risiko harga dan risiko kelembagaan dari pertanian padi organik ? 2. Berapa besar valuasi ekonomi atau manfaat kualitas lingkungan dari pertanian

padi organik ? Berapa besar kesediaan petani untuk menerima (willingness to accept/WTA) pembayaran jasa lingkungan pertanian padi organik?

3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pengambilan keputusan petani dalam menerapkan pertanian padi organik?

4. Bagaimana model agribisnis padi organik yang berkelanjutan ?

5. Bagaimana status keberlanjutan pertanian padi organik di Kabupaten Cianjur saat ini dan bagaimana prediksi status keberlanjutan pertanian padi organik setelah penerapan model agribisnis padi oganik ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah membangun model agribisnis padi organik di Kabupaten Cianjur. Adapun tujuan secara khusus adalah :

1. Menganalisis risiko produksi, risiko harga dan risiko kelembagaan pada pertanian padi organik.

2. Melakukan valuasi ekonomi pertanian padi organik melalui pendekatan produktivitas lahan dan menilai kesediaan petani untuk menerima (willingness to accept/WTA) pembayaran jasa lingkungan pertanian padi organik.

3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam penerapan pertanian padi organik.

4. Membangun model agribisnis padi organik di Kabupaten Cianjur.

5. Menganalisis status keberlanjutan pertanian padi organik saat ini dan memprediksi status keberlanjutan pertanian padi organik setelah pengembangan melalui model agribisnis padi organik di Kabupaten Cianjur.

1.4 Kerangka Pemikiran

Pertanian padi konvensional dengan penggunaan pupuk dan pestisida kimia telah menyebabkan penurunan kualitas lahan sehingga produktivitas padi menurun, menurunkan pendapatan petani, pencemaran lingkungan perairan serta menghasilkan produk yang tidak sehat sehingga tidak mendukung pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu sistem pertanian padi perlu diarahkan ke pertanian padi organik, yaitu sistem pertanian tanpa pupuk dan pestisida kimia sehingga dapat mempertahankan kesuburan lahan, menyediakan pangan yang cukup dan aman bagi penduduk untuk mendukung ketahanan pangan, serta menjamin keberlanjutan lingkungan.

(26)

organik sejak tahun 1999 (Mutakin 2007), dan dicanangkannya gerakan “Go Organic 2010” pada tahun 2001 oleh pemerintah, namun hingga saat ini pengembangan pertanian padi organik di Indonesia masih relatif terbatas. Potensi pengembangan pertanian padi organik juga berasal dari masyarakat yang semakin menyadari akan bahaya penggunaan bahan kimia dalam pupuk dan pestisida terhadap kesehatan dan lingkungan, sehingga telah memunculkan gaya hidup “back to nature” sebagai tren baru masyarakat dunia. Masyarakat mulai beralih mengkonsumsi pangan organik sehingga permintaan terhadap pangan organik semakin meningkat. Dengan tidak tergantungnya pada penggunaan pupuk dan pestisida kimia juga merupakan potensi bagi pengembangan pertanian padi organik karena petani dapat membuat sendiri sarana produksi organik menggunakan bahan-bahan alami yang tersedia di sekitar petani sehingga dapat meningkatkan kemandirian petani.

Adanya keterbatasan sumberdaya lahan dan permodalan menyebabkan petani takut menanggung risiko untuk beralih ke sistem pertanian padi organik. Menurut Pramana (2011), risiko dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya akibat buruk (kerugian) yang tidak diinginkan, atau tidak terduga yang menunjukkan adanya ketidakpastian. Usahatani merupakan kegiatan usaha yang dipengaruhi oleh alam sehingga mengandung ketidakpastian, sehingga kegiatan usahatani mengandung risiko.

Risiko yang dapat terjadi pada pertanian padi organik adalah risiko produksi, risiko harga dan risiko kelembagaan. Adanya masa peralihan pertanian padi organik maka petani menghadapi risiko penurunan produksi padi seiring dengan pemulihan lahan. Dengan tidak digunakannya pupuk dan pestisida kimia maka petani khawatir produktivitas padi akan menurun. Namun dengan penggunaan pupuk organik maka akan meningkatkan kualitas lahan sehingga tanaman menjadi lebih sehat dan lebih tahan terhadap hama dan penyakit. Risiko harga dapat disebabkan oleh fluktuasi harga jual produk di pasar yang dipengaruhi oleh kondisi permintaan dan penawaran produk. Adanya keterbatasan sumberdaya permodalan menyebabkan posisi tawar petani menjadi rendah sehingga petani menghadapi risiko menerima harga yang rendah dan tidak sesuai dengan harapan petani. Risiko kelembagaan dihadapi petani apabila terdapat lembaga yang diharapkan membantu petani dalam penerapan pertanian padi organik namun belum menjalankan perannya dengan baik.

(27)

serta sumber-sumber risiko maka dapat dilakukan strategi penanganan risiko yang tepat untuk mendukung petani menerapkan pertanian padi organik..

Adanya risiko produksi pada pertanian padi organik terutama pada masa peralihan menyebabkan petani tidak bersedia menerapkan pertanian padi organik. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, meskipun pada periode awal pertanian padi organik petani mengalami risiko penurunan produksi namun setelah periode tertentu produksi akan meningkat seiring dengan pemulihan lahan. Adanya keterbatasan sumberdaya manusia petani menyebabkan kurangnya kesadaran petani terhadap kelestarian lingkungan. Petani masih berorientasi kepada produksi jangka pendek dan tidak memperhitungkan biaya kerusakan lingkungan pada jangka panjang. Pertanian padi konvensional meskipun layak secara ekonomi namun berdampak negatif terhadap lingkungan sehingga apabila diperhitungkan biaya kerusakan lingkungan akan menghasilkan pendapatan yang lebih rendah.

Menurut Djajadiningrat et al. (2011), sistem ekonomi lebih mengutamakan penelaahan jangka pendek dan mengabaikan aspek jangka panjang. Ekonomi menyangkut pilihan (choice), dan pilihan utama terhadap lingkungan yang menunjukkan keuntungan terhadap kesejahteraan umat manusia perlu dihitung. Manfaat (benefit) adalah setiap keuntungan pada kesejahteraan (welfare) atau kepuasan (utility), sedangkan biaya adalah setiap kerugian pada kesejahteraan. Dengan demikian penting dilakukan penghitungan manfaat dari perbaikan lingkungan atau biaya dari menurunnya kualitas lingkungan. Meningkatnya kualitas lahan dari pertanian padi organik dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas produk pertanian merupakan peningkatan nilai moneter dari keuntungan tersebut. Dalam mengestimasi manfaat barang dan jasa ekosistem, uang digunakan sebagai indikator perhitungan karena uang dianggap sebagai indikator yang sesuai untuk mengukur keuntungan dan kerugian yang diperoleh masyarakat dari perubahan kualitas lingkungan. Penghitungan manfaat dari barang dan jasa yang dihasilkan ekosistem dikenal dengan istilah valuasi.

Valuasi lingkungan adalah suatu alat yang valid dan reliabel untuk dijadikan dasar pengambilan keputusan pengelolaan sumberdaya alam. Valuasi dapat dipakai untuk berbagai kepentingan, diantaranya : untuk mengkaji berapa kontribusi yang diberikan oleh suatu ekosistem untuk kesejahteraan manusia, untuk memahami akibat yang akan dihadapi oleh para pengambil kebijakan dalam mengelola ekosistem, dan untuk mengevaluasi konsekuensi dari tindakan-tindakan yang akan diambil (Djajadiningrat et al. 2011). Berdasarkan hal di atas, meskipun terdapat risiko produksi dari pertanian padi organik, namun dalam jangka panjang dengan adanya peningkatan produktivitas dan kualitas padi sebagai hasil dari peningkatan kualitas lahan merupakan manfaat kualitas lingkungan dari pertanian padi organik.

(28)

dari barang dan jasa tersebut. Salah satu metode valuasi ekonomi untuk menilai kesadaran petani terhadap kualitas lingkungan dari pertanian padi organik yaitu dengan mengestimasi kesediaan petani untuk menerima (willingness to accept/ WTA) pembayaran jasa lingkungan dari pertanian padi organik. Teknik valuasi ini didasarkan pada survei dimana kesediaan petani untuk menerima pembayaran diperoleh langsung dari petani untuk mengetahui seberapa besar biaya yang harus dibayarkan kepada petani agar bersedia menerapkan pertanian padi organik. Adanya manfaat kualitas lingkungan dari pertanian padi organik dan masih kurangnya kesadaran petani terhadap kelestarian lingkungan maka perlu dilakukan valuasi ekonomi dan menilai kesediaan petani untuk menerima (willingness to accept/WTA) pembayaran jasa lingkungan pertanian padi organik untuk meningkatkan kesadaran petani terhadap kualitas lingkungan serta sebagai dasar bagi pemerintah dalam pengembangan pertanian padi organik.

Pertanian padi organik merupakan suatu inovasi baru, meskipun sebenarnya pertanian padi organik sudah diterapkan oleh petani di masa lalu. Pengembangan pertanian padi organik perlu mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan petani karena petani sebagai pelaku yang akan melakukan budidaya padi organik. Adanya risiko produksi dan harga pada pertanian padi organik dan kesadaran petani terhadap kelestarian lingkungan akan mempengaruhi petani dalam penerapan pertanian padi organik. Semakin meningkatnya produktivitas padi dan semakin meningkatnya harga karena kualitas beras yang lebih sehat sebagai hasil dari manfaat kualitas lingkungan pertanian padi organik dapat menjadi pendorong petani untuk menerapkan pertanian padi organik. Namun jika sikap petani takut menanggung risiko untuk beralih ke pertanian padi organik maka akan menjadi kendala dalam penerapan pertanian padi organik.

(29)

Gambar 1 Kerangka pemikiran model agribisnis padi organik

Berdasarkan hal di atas maka keberhasilan pengembangan pertanian atau subsistem usahatani padi organik terkait dengan kemampuan subsistem lain dalam mendukungnya, yaitu ketersediaan sarana produksi, pemasaran dan kelembagaan penunjang yang saling terkait satu sama lainnya. Oleh karena itu pengembangan pertanian padi organik perlu menggunakan pendekatan sistem agribisnis yaitu

KETAHANAN PANGAN

- Ketersediaan pangan

- Keamanan pangan

PERTANIAN BERKELANJUTAN Pertanian padi organik

MASALAH

- Keterbatasan sumberdaya lahan dan permodalan petani

- Sikap petani takut menanggung risiko

- Kurangnya kesadaran terhadap kelestarian llingkungan

- Lemahnya pemasaran

POTENSI

- Kebijakan Go Organic2010

- Peningkatan

kesadaran masyarakat terhadap pangan sehat

- Peningkatan kemandirian petani

- Risiko produksi, harga, kelembagaan

- Sumber risiko

-- Valuasi ekonomi pertanian padi organik

- Willingness to accept(WTA) pertanian padi organik

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan petani

Keberlanjutan pertanian padi organik Model agribisnis padi organik

Sistem agribisnis padi organik

Subsistem input Subsistem usahatani Subsistem pengolahan dan pemasaran

(30)

dengan mengembangkan seluruh subsistem yang meliputi subsistem input, subsistem usahatani, subsitem pengolahan dan pemasaran, serta subsistem lembaga penunjang. Melalui model agribisnis padi organik maka dapat dicapai pengembangan pertanian padi organik yang berkelanjutan. Kerangka pemikiran model agribisnis padi organik di Kabupaten Cianjur dapat dilihat pada Gambar 1.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak yaitu :

1. Pemerintah, petani dan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran tentang manfaat kualitas lingkungan dari pertanian padi organik.

2. Pemerintah sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan pengembangan pertanian padi organik.

3. Peneliti sebagai bahan referensi untuk penelitian lanjutan tentang pertanian padi organik.

1.6 Novelty

Kebaruan dari penelitian ini terletak pada substansi kajian yaitu model agribisnis padi organik di Kabupaten Cianjur yang meliputi subsistem input, subsistem usahatani, subsistem pengolahan dan pemasaran, serta subsistem penunjang dengan mengakomodasi risiko pada pertanian padi organik (risiko produksi, risiko harga dan risiko kelembagaan), valuasi ekonomi dan keberlanjutan pertanian padi organik. Penelitian tentang pertanian padi organik yang dilakukan sebelumnya pada umumnya dilakukan secara parsial dan terbatas pada aspek produksi dan pada tingkat petani, yaitu menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi organik dan faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam penerapan pertanian padi organik. Penelitian sebelumnya tentang risiko, valuasi ekonomi dan analisis keberlanjutan pada umumnya juga dilakukan secara parsial serta penelitian tentang risiko pada pertanian padi organik, valuasi ekonomi pertanian padi organik dan keberlanjutan pertanian padi organik belum pernah dilakukan sebelumnya.

1.7 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini meliputi :

1. Pertanian padi organik pada penelitian ini yaitu budidaya padi, baik metode

(31)

2. Pertanian padi konvensional adalah budidaya padi yang umum digunakan petani saat ini, baik di Kabupaten Cianjur pada khususnya dan di Indonesia pada umumnya yaitu menggunakan pupuk dan pestisida kimia.

3. Analisis risiko pertanian padi organik dibatasi pada analisis risiko produksi, risiko harga dan risiko kelembagaan.

4. Valuasi ekonomi pertanian padi organik dilakukan berdasarkan pendekatan produktivitas lahan dan melalui pendekatan kesediaan petani untuk menerima (willingness to accept/WTA) pembayaran jasa lingkungan pertanian padi organik.

Keterbatasan penelitian ini adalah pengumpulan data usahatani padi organik dan usahatani padi konvensional per musim tanam diperoleh berdasarkan wawancara dengan petani untuk periode tahun 2007 – 2013. Meskipun tidak terdapat data tertulis dikarenakan petani tidak melakukan pencatatan usahatani, namun pengumpulan data diupayakan seakurat mungkin melalui teknik wawancara yang dapat meyakinkan bahwa data yang diperoleh adalah benar.

2 RISIKO PRODUKSI, HARGA DAN KELEMBAGAAN

PERTANIAN PADI ORGANIK

2.1 Pendahuluan

Adanya keterbatasan sumberdaya lahan dan permodalan menyebabkan petani takut menanggung risiko untuk beralih ke sistem pertanian padi organik. Pertanian padi organik tidak menggunakan pupuk kimia dan pestisida kimia sehingga petani khawatir hasil produksi akan menurun dan serangan hama meningkat.

Menurut Pramana (2011), risiko dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya sesuatu yang merugikan yang tidak diduga atau tidak diinginkan, yang menunjukkan adanya ketidakpastian. Usahatani merupakan kegiatan usaha yang dipengaruhi oleh alam sehingga mengandung ketidakpastian, sehingga kegiatan usahatani mengandung risiko. Berdasarkan Robison and Barry 1987), terdapat perbedaan pengertian antara ketidakpastian dan risiko. Ketidakpastian menggambarkan suatu kejadian yang hasilnya tidak dapat diketahui dengan pasti dan tidak dapat diukur peluang kejadiannya, sedangkan risiko merupakan kejadian yang memiliki data empiris dari hasil sebelumnya yang dapat digunakan untuk mengukur peluang kejadiannya. Risiko menunjukkan peluang terhadap suatu kejadian yang dapat diukur oleh pembuat keputusan dimana terdapat lebih dari 1 kemungkinan hasil dari keputusan tersebut. Risiko mempertimbangkan variasi, kemungkinan kerugian, tingkat yang aman dari pendapatan, atau persyaratan tertentu pada distribusi peluang. Peluang terhadap suatu kejadian dapat ditentukan oleh pembuat keputusan berdasarkan pengalaman mengelola kegiatan usaha.

(32)

besarnya pendapatan usahatani yang diperoleh. Pada usahatani kecil, faktor ketidakpastian merupakan suatu hal yang sangat berpengaruh dan karenanya berperan besar dalam proses pengambilan keputusan. Berdasarkan pada hal tersebut maka risiko yang dapat terjadi pada pertanian padi organik adalah risiko produksi, risiko harga dan risiko kelembagaan. Risiko produksi dapat mengakibatkan gagal panen, penurunan kualitas dan produksi yang rendah. Risiko harga dapat disebabkan oleh fluktuasi harga jual produk di pasar yang dipengaruhi tingkat inflasi serta kondisi permintaan dan penawaran produk. Harga beras organik yang lebih tinggi dari beras konvensional karena kualitas yang lebih sehat belum dapat diterima petani karena posisi tawar petani yang rendah. Lembaga-lembaga yang diharapkan dapat mendukung petani dalam penerapan pertanian padi organik namun belum menjalankan perannya dengan baik merupakan risiko kelembagaan bagi petani sehingga menjadi kendala dalam menerapkan pertanian padi organik.

Berdasarkan penelitian terdahulu, adanya penurunan produksi pada masa peralihan pertanian padi organik menunjukkan bahwa terdapat risiko produksi yang dihadapi petani. Adanya risiko produksi pada pertanian padi organik juga ditunjukkan dari perbedaan hasil produksi padi yang diperoleh petani pada musim hujan dan musim kemarau yang dipengaruhi oleh faktor cuaca. Berdasarkan pengalaman petani, produktivitas padi organik pada musim kemarau dapat mencapai sebesar 7 ton/ha, sedangkan pada musim hujan seringkali produksi padi mengalami penurunan hingga sebesar 20% – 30% disebabkan tanaman padi membusuk karena terendam air.

Selain mempengaruhi jumlah produksi, faktor cuaca juga dapat mempengaruhi kualitas padi yang dihasilkan yang akan berpengaruh terhadap harga padi organik. Pada musim hujan, kualitas padi organik seringkali juga mengalami penurunan karena tanaman padi terendam air sehingga pertumbuhannya kurang optimal. Hal tersebut menyebabkan harga padi organik pada musim hujan seringkali mengalami penurunan dibandingkan harga padi organik pada musim kemarau. Harga padi organik gabah kering panen (GKP)

dengan kualitas baik yang diterima petani pada musim kemarau sebesar Rp 4 000/kg, sedangkan harga padi organik pada musim hujan dengan kualitas

yang lebih rendah rata-rata sebesar Rp 3 500/kg. Adanya perbedaan harga padi organik tersebut menunjukkan bahwa petani menghadapi risiko harga dari pertanian padi organik.

(33)

Demikian pula untuk harga padi organik terkadang disamakan atau sedikit lebih tinggi dari harga padi konvensional karena lemahnya posisi tawar petani. Harga padi konvensional sebesar Rp3 000/kg dan harga padi organik yang diterima petani sebesar Rp4 000/kg (GPO 2012). Kelompok tani yang belum dapat menjalankan perannya dengan baik untuk membantu pemasaran petani menunjukkan adanya risiko kelembagaan yang dihadapi petani dalam pertanian padi organik. Keterbatasan modal petani dikarenakan sulitnya memperoleh bantuan permodalan dari lembaga perbankan juga merupakan risiko kelembagaan bagi petani. Demikian pula belum adanya jaminan harga beras dan padi organik karena belum adanya dukungan kebijakan pemerintah menunjukkan pula adanya risiko kelembagaan dalam menerapkan pertanian padi organik.

Faktor-faktor yang menyebabkan risiko berasal dari 2 sumber yaitu sumber internal dan eksternal. Sumber risiko internal adalah faktor-faktor yang dapat dikendalikan oleh petani, seperti ketersediaan modal dan kemampuan manajerial dalam penguasaan teknologi. Sumber risiko eksternal adalah faktor-faktor yang tidak dapat dikontrol atau dikendalikan karena di luar jangkauan petani, seperti perubahan iklim/cuaca, serangan hama dan penyakit, harga sarana produksi dan harga output. Berdasarkan Just andPope (1974), penggunaan input dapat menjadi faktor yang menimbulkan risiko produksi (risk inducing factor) dan faktor pengurang risiko produksi (risk reducing faktor). Input seperti pestisida dapat menjadi faktor pengurang risiko produksi karena penggunaan pestisida pada saat ada serangan hama dan penyakit tanaman menyebabkan kondisi produksi menjadi stabil. Sedangkan penggunaan input pupuk dapat menimbulkan risiko produksi apabila penggunaan pupuk terlalu sedikit atau terlalu banyak menyebabkan produksi tidak stabil. Dengan mengetahui sumber risiko maka dapat dilakukan cara penanganannya. Strategi pengelolaan risiko yang dapat dijadikan sebagai alternatif penanganan yaitu strategi preventif dan strategi mitigasi. Strategi preventif dilakukan untuk menghindari terjadinya risiko, sedangkan strategi mitigasi adalah strategi penanganan risiko untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan dari risiko.

Berbagai penelitian tentang risiko pada usahatani telah dilakukan. Prasmatiwi (2007) melakukan penelitian tentang studi perilaku petani dalam menghadapi risiko dan faktor-faktor yang mempengaruhi pada usahatani kubis di Kabupaten Lampung Barat; Fariyanti et al. (2007) melakukan penelitian tentang perilaku ekonomi rumahtangga petani sayuran yaitu kentang dan kubis pada kondisi risiko produksi dan harga di Kabupaten Bandung; dan Tahir et al. (2011) menganalisis risiko produksi usahatani kedelai pada berbagai tipe lahan di Sulawesi Selatan.

(34)

membandingkan risiko produksi dan risiko pendapatan pada usahatani padi sebelum dan sesudah menggunakan limbah kelinci di Kabupaten Kebumen.

Dari berbagai penelitian tentang risiko tersebut, penelitian tentang risiko pada pertanian padi organik belum dilakukan. Prasmatiwi (2007), Fariyanti et al.

(2007) dan Tahir et al. (2011) menganalisis risiko usahatani terhadap komoditas sayuran dan kedelai. Pada penelitian Ningsih (2012) dan Zakirin et al. (2013) menganalisis risiko pada pertanian padi konvensional. Penelitian Abdullah (2007) menganalisis risiko pada pertanian padi konvensional dan semi organik, sedangkan pada penelitian Wicaksono (2011) meskipun menganalisis risiko produksi pada pertanian padi organik namun khusus untuk penggunaan input organik berupa limbah kelinci. Oleh karena itu penelitian tentang risiko pada pertanian padi organik penting dilakukan untuk mengetahui besarnya risiko produksi dan risko harga padi organik, serta risiko kelembagaan yang dihadapi petani sehingga dapat dilakukan penanganan risiko yang tepat untuk mendukung petani menerapkan pertanian padi organik.

2.2 Metodologi

2.2.1 Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan untuk menganalisis risiko produksi, risiko harga dan risiko kelembagaan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dengan petani padi organik dan petani padi konvensional serta pengamatan di lapangan. Wilayah Kabupaten Cianjur terdiri atas 32 kecamatan. Wilayah penelitian meliputi 4 kecamatan yang dapat mewakili sebagai daerah pertanian padi organik. Kriteria pemilihan kecamatan adalah kecamatan yang memiliki jumlah petani padi organik terbanyak berdasarkan data dari Gabungan Petani Organik (GPO) Kabupaten Cianjur, selanjutnya dari masing-masing kecamatan dipilih 1 desa yang memiliki jumlah petani padi organik terbanyak yaitu Desa Bunisari, Kecamatan Warungkondang; Desa Cibarengkok, Kecamatan Bojongpicung; Desa Sukagalih, Kecamatan Cikalongkulon dan Desa Babakan Karet, Kecamatan Cianjur.

Pengambilan contoh petani dilakukan dengan menggunakan metode

Gambar

Tabel 3  Penilaian risiko produksi pertanian padi organik di Kabupaten Cianjur
Tabel 14 Alasan petani padi konvensional tidak menerapkan pertanian padi organik
Tabel 15  Hasil estimasi koefisien regresi WTA pertanian padi organik
Tabel 18  Karakteristik responden petani padi di Kabupaten Cianjur
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh bioflok terhadap efisiensi penggunaan pakan pada ikan bandeng..

Variabel dependen adalah kejadian NIHL dan variabel independen intensitas kebisingan ruang mesin kapal dan karakteristik subjek yang meliputi usia, lama paparan, masa kerja,

1) Terdapat korelasi antara peranan internet dalam meningkatkan motivasi belajar mahasiswa yang dibuktikan dengan besaran nilai koefisien korelasi sebesar 0,726 dengan sig

Seperti Menjaga pola makan yang sangat sulit untuk mendapatkan proporsi tubuh ideal sesuai permintaan klien, menghadapi klien 'nakal' yang ternyata bukan memberi pekerjaan tapi

Bapak Nanang, n ilai kinerja variabel kecepatan adalah 13. Karena nilai 13 memotong himpunan tinggi maka rumus yang digunakan yaitu kurva linear naik. Karena nilai 7

Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian infeksi kecacingan yang ditularkan melalui tanah pada anak sekolah dasar di Distrik

Langkah politik ini sangat tepat untuk meredam efek keratakan sosial yang ditimbulkan oleh berbagai manuver orang-orang yahudi dan orang- orang munafik (hipokrif) yang