• Tidak ada hasil yang ditemukan

Risiko Harga Pertanian Padi Organik

PERTANIAN BERKELANJUTAN

2 RISIKO PRODUKSI, HARGA DAN KELEMBAGAAN PERTANIAN PADI ORGANIK

2.3 Hasil dan Pembahasan 1 Risiko Produksi Pertanian Padi Organik

2.3.2 Risiko Harga Pertanian Padi Organik

a. Penilaian Risiko Harga Pertanian Padi Organik

Pertanian padi organik juga menghadapi risiko harga yang ditunjukkan dari fluktuasi harga padi organik gabah kering panen (GKP) yang diterima petani sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Rata-rata harga padi organik (GKP) di Kabupaten Cianjur

Kondisi Harga (Rp/kg) Peluang

Tertinggi 4 067.31 0.16

Rata-rata 3 720.25 0.67

Terendah 3 390.38 0.17

Tabel 7 menunjukkan harga rata-rata padi organik yang diterima petani sebesar Rp 3 720.25/kg yang dihitung dengan cara menjumlah rata-rata harga padi yang diperoleh masing-masing responden petani selama periode tahun 2007 – 2013 dibagi dengan jumlah responden petani. Penentuan harga tertinggi dan terendah didasarkan pada standar deviasi yang menunjukkan adanya penyimpangan dari harga rata-rata. Peluang masing-masing tingkat harga diperoleh dari rata-rata peluang masing-masing petani memperoleh harga rata- rata, tertinggi dan terendah selama melakukan budidaya padi organik pada periode tahun 2007 – 2013.

Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa peluang petani memperoleh harga rata-rata sebesar 0.67. Harga tertinggi padi organik sebesar Rp 4 067.31/kg dengan peluang memperoleh harga tersebut sebesar 0.16. Harga terendah padi organik sebesar Rp 3 390.38/kg dengan peluang sebesar 0.17. Harga padi organik tertinggi diperoleh petani pada saat musim kemarau, sedangkan harga padi organik terendah diperoleh petani pada saat musim hujan. Hal tersebut disebabkan harga padi organik yang diterima petani sesuai dengan kualitas padi yang dihasilkan. Pada saat musim kemarau, kualitas padi organik yang dihasilkan petani adalah yang paling baik, sedangkan pada saat musim hujan kualitas padi organik seringkali mengalami penurunan dikarenakan tamanan padi kelebihan air sehingga pertumbuhannya kurang optimal. Berdasarkan data tersebut maka perhitungan risiko harga pertanian padi organik di Kabupaten Cianjur disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Penilaian risiko harga pertanian padi organik (GKP) di Kabupaten Cianjur Kondisi Peluang

(Pi)

Harga (Rp/kg) (Ri)

(Pi). (Ri) [Ri – E(Ri)]2 (Pi).[Ri – E(Ri)]2

Tertinggi 0.16 4 067.31 650.77 120 825.76 19 332.12 Rata-rata 0.67 3 720.25 2 492.57 0.29 0.19 Terendah 0.17 3 390.38 576.37 108 458.25 18 437.90 E (R) = 3 719.71 2 = 37 770.21 = 194.35 CV = = 0.05 E (Ri)

Berdasarkan Tabel 8 diperoleh nilai simpangan baku ( ) sebesar 194.35 yang berarti bahwa besarnya fluktuasi harga padi organik yang mungkin diperoleh

petani dari harga rata-rata sebesar Rp 194.35. Nilai koefisien variasi (CV) sebesar 0.05, artinya untuk setiap Rp 1 harga padi organik yang diperoleh maka petani menghadapi risiko penurunan harga sebesar Rp 0.05. Berdasarkan harga rata-rata padi organik sebesar Rp 3 720.25/kg maka penerimaan yang diperoleh petani untuk setiap 1 ton padi sebesar Rp 3 720 250, namun untuk memperoleh

penerimaan tersebut petani menghadapi risiko penurunan harga sebesar Rp 186 012.50. Nilai expected return yang diperoleh sebesar 3 719.71, artinya

petani dapat mengharapkan perolehan harga padi organik sebesar Rp 3 719.71/kg setelah memperhitungkan risiko yang ada.

Untuk melihat perbandingan risiko harga antara pertanian padi organik dan padi konvensional maka dilakukan penilaian risiko harga pertanian padi konvensional yang dapat dilihat pada Tabel 9. Berdasarkan Tabel 9 diperoleh nilai simpangan baku ( ) harga padi konvensional sebesar 371.92 yang berarti besarnya fluktuasi harga padi konvensional yang mungkin diperoleh petani dari harga rata-rata sebesar Rp 371.92. Nilai koefisien variasi (CV) sebesar 0.12 yang artinya untuk setiap Rp 1 harga padi konvensional yang diperoleh maka petani mengahadapi risiko penurunan harga sebesar Rp 0.12. Berdasarkan nilai expected return maka petani dapat mengharapkan perolehan harga padi konvensional sebesar Rp 2 988.58/kg setelah memperhitungkan risiko yang ada.

Tabel 9 Penilaian risiko harga pertanian padi konvensional (GKP) di Kabupaten Cianjur

Kondisi Peluang (Pi)

Harga (Rp/kg) (Ri)

(Pi). (Ri) [Ri – E(Ri)]2 (Pi).[Ri – E(Ri)]2

Tertinggi 0.20 3 678.85 735.77 476 472.67 95 294.53 Rata-rata 0.58 2 911.45 1 688.64 5 949.04 3 450.44 Terendah 0.22 2 564.42 564.17 179 911.71 39 580.58 E (R) = 2 988.58 2= 138 325.55 = 371.92 CV = = 0.12 E (Ri)

Nilai simpangan baku harga padi organik sebesar 194.35 lebih rendah dari pertanian padi konvensional sebesar 371.92. Hal tersebut berarti besarnya fluktuasi harga yang mungkin diperoleh petani padi organik dari harga rata-rata lebih rendah dari padi konvensional yang menunjukkan bahwa risiko harga yang dihadapi petani padi organik lebih rendah. Berdasarkan nilai koefisien variasi pertanian padi organik sebesar 0.05 lebih rendah dari pertanian padi konvensional sebesar 0.12 menunjukkan bahwa besarnya risiko harga untuk setiap Rp 1 harga padi organik lebih rendah dari padi konvensional.

Lebih rendahnya fluktuasi harga yang mungkin diperoleh petani padi organik dari padi konvensional dikarenakan sebagian besar konsumen beras organik merupakan masyarakat golongan menengah ke atas yang memiliki kesadaran terhadap pangan sehat sehingga mereka lebih mempertimbangkan pada kualitas beras daripada harga dan bersedia membeli beras organik dengan harga yang lebih tinggi. Oleh karena itu harga padi organik lebih stabil dari harga padi konvensional dan memiliki fluktuasi harga yang rendah sebagaimana dikemukakan oleh petani. Dengan demikian besarnya risiko harga untuk setiap Rp1 harga padi organik menjadi lebih kecil.

Hasil analisis di atas memiliki kesamaan dengan hasil penelitian Wicaksono (2011) di Kabupaten Kebumen yang menunjukkan nilai CV pendapatan sebelum petani menerapkan pertanian padi organik menggunakan limbah kelinci sebesar 0.66, sedangkan CV pendapatan sesudah menerapkan pertanian padi organik menggunakan limbah kelinci sebesar 0.57. Meskipun penelitian tersebut menganalisis risiko pendapatan, namun nilai pendapatan diperoleh dari perkalian antara produksi padi dengan harga sehingga secara tidak langsung penilaian risiko pendapatan juga dapat menggambarkan risiko harga yang dihadapi petani. Berdasarkan nilai CV yang diperoleh menunjukkan bahwa risiko pendapatan pertanian padi organik lebih rendah dibandingkan pertanian padi konvensional yang juga dapat menunjukkan bahwa risiko harga pertanian padi organik lebih rendah dibandingkan pertanian padi konvensional. Rata-rata

pendapatan petani sebelum menerapkan pertanian padi organik sebesar Rp 1 827 014, sedangkan rata-rata pendapatan sesudah menerapkan pertanian padi

organik sebesar Rp 2 086 594 menunjukkan bahwa pendapatan pertanian padi organik lebih tinggi dari pendapatan pertanian padi konvensional.

Hasil yang agak berbeda diperoleh dari penelitian Abdullah (2007) di Kabupaten Sragen yang dilakukan pada pertanian padi semi organik. Hasil penelitian tersebut menunjukkan risiko pendapatan pertanian padi semi organik lebih besar dibandingkan risiko pendapatan pertanian padi konvensional pada musim tanam (MT) 1 dan MT 2, namun risiko pendapatan pertanian padi semi organik lebih rendah pada MT 3. Hal ini ditunjukkan dari nilai CV pendapatan pertanian padi konvensional pada MT 1, MT 2 dan MT 3 berturut-turut sebesar 0.058, 0.086 dan 0.050, sedangkan CV pendapatan pertanian padi semi organik pada MT 1, MT 2 dan MT 3 sebesar 0.082, 0.112 dan 0.048. Simpangan baku pertanian padi konvensional pada MT 1, MT 2 dan MT 3 masing-masing sebesar 680.987, 665.943 dan 709.843, sedangkan pertanian padi semi organik pada MT 1, MT 2 dan MT 3 masing-masing sebesar 935.277, 942.188 dan 726.668. Berdasarkan nilai simpangan baku tersebut menunjukkan bahwa untuk seluruh musim tanam, fluktuasi pendapatan yang mungkin diperoleh petani padi semi organik lebih tinggi dari padi konvensional yang berarti risiko pendapatan yang dihadapi petani padi semi organik lebih tinggi. Namun berdasarkan pendapatan yang diperoleh menunjukkan pendapatan pertanian padi semi organik pada 3 musim tanam lebih tinggi dari pertanian padi konvensional yaitu rata-rata sebesar

Rp 11 618 241.67/ha untuk pertanian padi semi organik dan sebesar Rp 11 192 025.00/ha untuk pertanian padi konvensional yang memiliki kesamaan

hasil dengan penelitian Wicaksono (2011).

b. Sumber Risiko Harga Pertanian Padi Organik

Berdasarkan hasil wawancara dengan petani, sumber risiko harga padi organik berasal dari faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal yaitu kondisi permintaan dan penawaran padi organik serta cuaca, sedangkan sumber internal yaitu rendahnya kualitas produk dan lemahnya pemasaran sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 10.

Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa panen raya merupakan penyebab risiko harga padi organik yang dinyatakan oleh sebagian besar petani (46.15%), selanjutnya adalah kualitas produk rendah (36.54%), cuaca (11.54%), pemasaran yang lemah (7.69%) dan kurangnya permintaan (3.85%). Secara lebih

rinci, untuk mengetahui tingkat kerentanan harga padi organik terhadap faktor penyebab risiko dilakukan melalui skoring yang disajikan pada Tabel 11.

Tabel 10 Sumber risiko harga pertanian padi organik

No Penyebab Jumlah (orang) %

1 Panen raya 24 46.15

2 Kualitas produk rendah 19 36.54

3 Cuaca 6 11.54

4 Posisi tawar lemah 4 7.69

5 Akses pasar terbatas 2 3.85

Keterangan : jumlah responden = 52 orang.

Berdasarkan Tabel 11 menunjukkan bahwa panen raya merupakan faktor utama penyebab risiko harga pertanian padi organik dengan nilai skor rata-rata tertinggi sebesar 1.16. Pada saat panen raya maka penawaran padi organik meningkat sehingga harga menjadi turun. Dikarenakan kebutuhan yang mendesak dan keterbatasan permodalan maka petani perlu segera menjual hasil produksinya sehingga petani menerima harga padi yang rendah.

Tabel 11 Urutan penyebab risiko harga pertanian padi organik

No. Penyebab

Jumlah (orang) (a)

Urutan Skor Urutan Skor Urutan Skor Skor rata-rata 1 3 2 2 3 1 (b) (c) (d) (e) (f) (g) (c+e+g)/h 1 Panen raya 24 16 48 8 16 0 0 1.16 2 Kualitas produk Rendah 19 7 21 11 22 1 1 0.80 3 Cuaca 6 4 12 2 4 0 0 0.29

4 Posisi tawar lemah 4 3 9 1 2 0 0 0.20

5 Akses pasar terbatas 2 2 6 0 0 0 0 0.11

Total jawaban 55 (h) 32 96 22 44 1 1

Kualitas produk rendah merupakan penyebab risiko harga pertanian padi organik urutan ke-2 dengan skor rata-rata sebesar 0.80. Hal tersebut disebabkan penggunaan benih yang kurang berkualitas dan kurang intensifnya perawatan mengakibatkan kualitas padi yang dihasilkan menjadi kurang baik sehingga harga padi organik yang diterima petani menjadi rendah.

Penyebab risiko harga pertanian padi organik urutan ke-3 adalah cuaca dengan skor rata-rata sebesar 0.29. Pada saat musim hujan seringkali kualitas padi mengalami penurunan disebabkan tanaman padi terendam air dan kurangnya sinar matahari sehingga pertumbuhan tanaman menjadi kurang optimal. Rendahnya kualitas padi karena cuaca yang kurang mendukung mengakibatkan harga yang diterima petani mengalami penurunan.

Posisi tawar yang lemah merupakan penyebab risiko harga pertanian padi organik urutan ke-4 dengan skor rata-rata sebesar 0.20. Hal ini disebabkan sebagian besar petani menjual hasil produksinya ke tengkulak sehingga posisi tawar menjadi lemah. Petani menjual hasilnya ke tengkulak dengan alasan mudah dan cepat karena segera diperoleh pembayaran dan semua biaya pemasaran ditanggung oleh tengkulak. Sebagian petani juga memiliki keterikatan modal dengan tengkulak sehingga harus menjual hasilnya ke tengkulak. Kelompok tani

belum dapat menampung seluruh hasil produksi anggota disebabkan keterbatasan modal. Dikarenakan lemahnya posisi tawar petani maka harga padi dikuasasi oleh tengkulak sehingga petani menerima harga yang rendah.

Urutan ke-5 penyebab risiko harga pertanian padi organik adalah akses pasar yang terbatas dengan skor rata-rata sebesar 0.11. Hal ini disebabkan konsumen beras organik hingga saat ini masih terbatas pada masyarakat golongan menengah ke atas dan memiliki kesadaran tentang pangan sehat karena harga beras organik yang lebih mahal. Pemasaran beras organik pada umumnya masih terbatas pada supermarket di kota-kota besar dimana akses petani pada lembaga pemasaran tersebut masih terbatas. Sebagian besar beras organik Kabupaten Cianjur dipasarkan ke konsumen perseorangan di daerah Jakarta dan belum kontinu. Masih terbatasnya akses pasar dan lemahnya posisi tawar petani maka harga padi organik terkadang disamakan dengan harga padi konvensional atau hanya sedikit lebih tinggi dari padi konvensional dan belum sesuai dengan harapan petani.

c. Strategi Pengelolaan Risiko Harga Pertanian Padi Organik

Adanya risiko harga pertanian padi organik mengakibatkan pendapatan petani menjadi berkurang sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap risiko. Berdasarkan faktor-faktor penyebab terjadinya risiko harga pertanian padi organik maka dapat dilakukan strategi untuk menangani risiko harga, baik melalui strategi preventif maupun strategi mitigasi untuk menghindari atau memperkecil dampak dari risiko yang terjadi.

Risiko harga pertanian padi organik yang bersumber dari panen raya, pemasaran yang lemah dan kurangnya permintaan beras organik pada dasarnya disebabkan oleh keterbatasan sumberdaya permodalan dan manajemen petani sehingga petani memiliki posisi tawar yang rendah dan pemasaran dikuasasi oleh tengkulak. Untuk itu strategi yang perlu dilakukan untuk mengurangi risiko harga yang disebabkan oleh ketiga faktor tersebut yaitu perlunya pemasaran bersama diantara petani padi organik untuk meningkatkan posisi tawar. Oleh karena itu perlu ditingkatkan peran dari kelompok tani atau koperasi dengan memberikan bantuan permodalan, sarana dan prasarana antara lain mesin penggilingan padi dan alat transportasi, serta pelatihan manajemen sehingga dapat menampung dan memasarkan hasil produksi dari petani. Untuk menjamin pemasaran padi organik maka perlu menjalin kemitraan antara kelompok tani atau koperasi dengan perusahaan mitra dalam pemasaran beras organik. Dengan adanya kemitraan maka terdapat jaminan pasar dan harga dari padi organik sehingga dapat mendorong petani untuk menerapkan pertanian padi organik.

Strategi untuk mengurangi risiko harga yang disebabkan oleh kualitas produk yang rendah dilakukan melalui penggunaan benih yang berkualitas dan perawatan tanaman yang intensif agar menghasilkan kualitas padi yang baik sehingga harga padi organik yang diterima petani dapat meningkat. Untuk itu perlu dilakukan peningkatan ketrampilan petani tentang cara persemaian benih yang baik dan pemilihan varitas benih yang berkualitas serta teknik budidaya padi organik melalui kegiatan pelatihan.

Strategi untuk mengurangi risiko harga yang disebabkan oleh musim yang kurang mendukung khususnya pada musim hujan yaitu dapat dilakukan dengan pengeringan lahan agar lahan tidak tergenang air sehingga tanaman padi dapat

tumbuh dengan baik dan menghasilkan kualitas padi yang baik. Untuk itu diperlukan pembangunan sarana irigasi yang baik yang dapat dilakukan pengaturan air sehingga lahan pertanian padi tidak terjadi kelebihan air.

2.3.3 Risiko Kelembagaan Pertanian Padi Organik