• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTANIAN BERKELANJUTAN

2) Kelompok Tan

Dalam pengembangan pertanian padi organik, kelompok tani diharapkan berperan memberikan penyuluhan dan informasi, pembinaan, pengaturan jadwal tanam, memberikan bantuan modal, pengadaan sarana produksi dan membantu pemasaran. Peran yang diharapkan tersebut saat ini belum berjalan dengan baik sehingga menjadi kendala dalam penerapan pertanian padi organik. Kelompok tani merupakan urutan ke-2 penyebab risiko kelembagaan pertanian padi organik dengan skor rata-rata sebesar 0.76.

Kegiatan kelompok tani dalam pengembangan pertanian padi organik belum berjalan aktif. Pertemuan kelompok tani untuk memberikan penyuluhan, informasi dan pembinaan tentang pertanian padi organik kepada anggota belum dilakukan secara rutin. Anggota kelompok tani yang telah mengikuti pelatihan pertanian padi organik sejak tahun 2007 diharapkan dapat ikut menyampaikan informasi dan mengajak anggota kelompok tani lainnya untuk menerapkan pertanian padi organik, namun pengembangan pertanian padi organik hingga saat ini berjalan lambat karena kurangnya peran kelompok tani disebabkan lemahnya manajemen.

Kelompok tani juga diharapkan berperan untuk memberikan bantuan modal dan pengadaan sarana produksi organik bagi petani, namun hingga saat ini belum dapat dilaksanakan karena keterbatasan modal. Kelompok tani juga belum dapat menampung seluruh hasil padi organik anggota disebabkan keterbatasan modal dan lemahnya manajemen sehingga belum memiliki jaminan pasar. Hanya sebanyak 21.43% dari petani responden yang hasil produksinya dapat ditampung oleh kelompok tani, sedangkan sebagian besar petani (64.29%) menjual ke tengkulak dengan harga yang lebih rendah. Sebagian kecil petani yaitu sebanyak 11.90% menjual ke rumah makan dan hotel, serta sebanyak 2.38% menjual ke koperasi.

3) Koperasi

Peran yang diharapkan dapat dilakukan oleh koperasi dalam pengembangan pertanian padi organik yaitu memberikan bantuan modal, menyediakan sarana produksi serta menampung hasil dan membantu pemasaran padi organik. Peran tersebut saat ini belum berjalan dengan baik sehingga menjadi kendala dalam penerapan pertanian padi organik. Koperasi merupakan urutan ke-3 penyebab risiko kelembagaan pertanian padi organik dengan skor rata-rata sebesar 0.52.

Koperasi sebagai lembaga usaha yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan anggota dan masyarakat diharapkan dapat memberikan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan anggotanya. Saat ini banyak koperasi yang tidak berjalan atau kurang aktif dalam menjalankan kegiatan usahanya dikarenakan keterbatasan modal dan lemahnya manajemen serta partisipasi anggota yang rendah dikarenakan rendahnya kualitas sumberdaya manusia. Permodalan koperasi relatif terbatas sehingga koperasi belum dapat memberikan bantuan modal, menyediakan sarana produksi organik dan membantu pemasaran hasil secara maksimal bagi anggota. Hanya sebanyak 2.38% petani responden yang menjual hasilnya ke koperasi dikarenakan koperasi tidak dapat bersaing dengan tengkulak.

4) Bank

Bank merupakan urutan ke-4 penyebab risiko kelembagaan pertanian padi organik dengan skor rata-rata sebesar 0.48. Lembaga perbankan diharapkan berperan memberikan bantuan permodalan bagi petani, namun peran tersebut belum dirasakan petani dikarenakan banyaknya persyaratan yang harus dipenuhi jika ingin meminjam kredit. Adanya persyaratan agunan sangat memberatkan petani sehingga menjadi kendala petani dalam penerapan pertanian padi organik.

b. Strategi Pengelolaan Risiko Kelembagaan Pertanian Padi Organik

Adanya risiko kelembagaan pertanian padi organik menjadi kendala petani dalam menerapkan pertanian padi organik. Berdasarkan faktor-faktor penyebab terjadinya risiko kelembagaan maka perlu dilakukan strategi penanganan risiko untuk membantu petani menerapkan pertanian padi organik.

Untuk menangani risiko kelembagaan yang bersumber dari Dinas Pertanian dan PPL yaitu diperlukan dukungan dan komitmen yang sungguh- sungguh dari pemerintah dengan membuat kebijakan khusus untuk pengembangan pertanian padi organik. Diperlukan perhatian dari pemerintah bahwa dalam jangka panjang pertanian padi organik dapat menjamin keberlanjutan produksi padi sehingga dapat mendukung ketahanan pangan. Perlu dilakukan persamaan persepsi dan koordinasi antar instansi terkait untuk pengembangan pertanian padi organik. Kegiatan penyuluhan, pembinaan dan pelatihan pertanian padi organik perlu dilakukan secara kontinu dan berkelanjutan dengan memberikan pendampingan kepada petani. Untuk itu jumlah dan kualitas PPL perlu ditingkatkan. Selain itu, petani juga perlu diberikan bantuan permodalan dan pemasaran dengan memberikan jaminan harga padi organik.

Untuk menangani risiko kelembagaan yang bersumber dari kelompok tani yaitu diperlukan peningkatan peran dari kelompok tani dengan memberikan bantuan permodalan, sarana dan prasarana antara lain mesin pembuatan pupuk organik, mesin penggilingan padi dan alat transportasi, serta pelatihan manajemen sehingga dapat menyediakan pupuk organik dan menampung hasil dari petani. Untuk menjamin pemasaran padi organik maka perlu menjalin kemitraan antara kelompok tani dengan perusahaan mitra dalam pemasaran beras organik. Peran kelompok tani juga perlu ditingkatkan melalui pembinaan dan pendampingan oleh PPL dengan mengadakan pertemuan secara rutin untuk memberikan informasi, pembinaan, pelatihan dan perencanaan bersama tentang pertanian padi organik.

Untuk menangani risiko kelembagaan yang bersumber dari koperasi yaitu perlu peningkatan peran dari koperasi dalam memberikan bantuan modal, penyediaan sarana produksi organik dan menampung hasil dari petani. Untuk itu pemerintah perlu memberikan bantuan permodalan bagi koperasi, pembinaan dan pelatihan manajemen agar koperasi dapat menjalankan perannya dengan baik.

Untuk menangani risiko kelembagaan yang bersumber dari lembaga perbankan yaitu diperlukan kebijakan pemerintah untuk memberikan kemudahan kredit bagi petani dengan syarat yang mudah dan bunga yang murah sehingga dapat membantu permodalan petani untuk menerapkan pertanian padi organik.

2.3.4 Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis risiko pertanian padi organik menunjukkan bahwa penyebab risiko produksi pertanian padi organik yaitu hama, penyakit,

cuaca, peralihan kondisi lahan, penggunaan pupuk organik dan penggunaan benih pada dasarnya disebabkan oleh faktor kualitas sumberdaya manusia petani yaitu ketrampilan petani dalam budidaya padi organik. Peningkatan ketrampilan petani dalam penggunaan pupuk organik yang tepat, penggunaan benih yang baik dan perawatan tanaman yang intensif dapat mengurangi penurunan produksi serta penurunan kualitas padi yang mengakibatkan harga padi organik menjadi turun yang juga merupakan salah satu penyebab terjadinya risiko harga padi organik. Selain faktor kualitas sumberdaya manusia petani, diperlukan dukungan sarana untuk budidaya padi organik khususnya sarana irigasi yang baik untuk mengurangi risiko produksi dan risiko harga terutama pada musim hujan karena tanaman padi kelebihan air yang mengakibatkan produksi dan kualitas padi menurun sehingga harga menjadi rendah. Sarana irigasi juga diperlukan untuk menjaga keorganikan padi agar tidak tercemar air dari lahan padi konvensional sehingga dapat meningkatkan harga padi organik.

Sebagaimana pada risiko produksi, penyebab risiko harga padi organik yaitu panen raya, kualitas produk rendah, cuaca, pemasaran lemah dan kurangnya permintaan beras organik juga dapat dikurangi dengan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia petani yaitu ketrampilan petani dalam budidaya padi organik dan manajemen dalam pemasaran, serta perlunya bantuan modal untuk meningkatkan posisi tawar petani.

Demikian pula faktor kualitas sumberdaya manusia sebagai penyebab terjadinya risiko kelembagaan. Kurangnya perhatian pemerintah, khususnya Dinas Pertanian terhadap pentingnya pertanian padi organik menyebabkan kurangnya dukungan bagi petani untuk pengembangan pertanian padi organik. Risiko kelembagaan dari kelompok tani dan koperasi yang belum dapat berperan dengan baik untuk memberikan penyuluhan, informasi, pembinaan, penyediaan sarana produksi, modal dan pemasaran disebabkan kurangnya kualitas sumberdaya manusia petani yang menyebabkan lemahnya manajemen serta adanya keterbatasan modal yang juga disebabkan lembaga perbankan yang belum berperan dengan baik untuk membantu petani dalam permodalan.

Berdasarkan hasil analisis menunjukkan terdapat risiko penurunan produksi pada masa peralihan pertanian padi organik sebagaimana hasil-hasil penelitian terdahulu yaitu Suwantoro (2008), Mayrowani et al. (2010) dan Prayoga (2010). Namun sebagian petani tidak mengalami penurunan produksi, bahkan terdapat petani yang mengalami peningkatan produksi pada masa peralihan. Hal tersebut menunjukkan bahwa selain dipengaruhi riwayat penggunaan lahan sebelumnya, keberhasilan budidaya padi organik ditentukan oleh ketrampilan petani dalam budidaya padi organik.

Dari hasil analisis diperoleh bahwa besarnya risiko produksi pertanian padi organik lebih rendah dari padi konvensional. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Ismanto dan Azis (2011) dan mendukung hasil penelitian sebelumnya dari Wicaksono (2011) dan Tahir et al. (2011). Penelitian Abdullah (2007) menunjukkan hasil yang berbeda yaitu risiko produksi pertanian padi semi organik lebih besar dari pertanian padi konvensional, tetapi hal tersebut disebabkan oleh belum adanya acuan penggunaan input organik untuk pencapaian produksi yang optimal dan terutama akibat penggunaan benih unggul dalam pertanian padi organik yang memerlukan penggunaan pupuk kimia agar dapat tumbuh dengan optimal. Namun berdasarkan nilai koefisien variasi menunjukkan

besarnya risiko produksi pertanian padi semi organik pada penelitian Abdullah (2007) lebih rendah dari risiko produksi pertanian padi konvensional pada penelitian yang dilakukan oleh Ningsih (2010).

Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa besarnya risiko harga untuk setiap Rp 1 harga padi organik yang diterima petani lebih rendah dari padi konvensional. Hasil analisis ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Abdullah (2007) dan Wicaksono (2011).

2.4 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis risiko produksi, risiko harga dan risiko kelembagaan pertanian padi organik maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Besarnya risiko produksi pertanian padi organik sebesar 0.11 ton untuk setiap

1 ton hasil yang diperoleh, sedangkan pada pertanian padi konvensional sebesar 0.19 ton untuk setiap 1 ton hasil yang diperoleh. Besarnya risiko harga pertanian padi organik sebesar Rp 0.05 untuk setiap Rp 1 harga padi organik, sedangkan pada pertanian padi konvensional sebesar Rp 0.12 untuk setiap Rp 1 harga padi .

2. Faktor utama penyebab terjadinya risiko produksi dan risiko harga pada pertanian padi organik adalah kualitas sumberdaya manusia petani yaitu kurangnya ketrampilan dalam budidaya padi organik dan lemahnya manajemen dalam pemasaran, serta keterbatasan modal yang menyebabkan posisi tawar petani menjadi rendah sehingga harga dikuasai oleh tengkulak.

3. Faktor kualitas sumberdaya manusia juga sebagai penyebab terjadinya risiko kelembagaan. Sumber risiko kelembagaan utama yang dihadapi petani adalah Dinas Pertanian. Kurangnya perhatian pemerintah terhadap pentingnya pertanian padi organik menyebabkan kurangnya dukungan bagi petani untuk pengembangan pertanian padi organik. Kurangnya kualitas sumberdaya manusia petani yang menyebabkan lemahnya manajemen serta keterbatasan modal menyebabkan risiko kelembagaan kelompok tani dan koperasi yang belum dapat berperan dengan baik untuk membantu petani dalam penyediaan sarana produksi, modal dan pemasaran. Kurangnya dukungan perbankan menjadi risiko kelembagaan bagi petani sehingga menjadi kendala dalam penerapan pertanian padi organik.