• Tidak ada hasil yang ditemukan

SERI TATA KELOLA PERUSAHAAN CORPORATE GO (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "SERI TATA KELOLA PERUSAHAAN CORPORATE GO (1)"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit

dalam Pelaksanaan Corporate Governance

( Tata Kelola Perusahaan )

The Roles of the Board of Commissioners and the Audit Committee

in Corporate Governance

(2)

Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit

dalam Pelaksanaan Corporate Governance

( Tata Kelola Perusahaan )

The Roles of the Board of Commissioners and the Audit Committee

in Corporate Governance

Citra Graha, 7th Floor, Suite 703 , Jl. Jend. Gatot Subroto 35 – 36 , Jakarta 12950, Indonesia Phone: 021 – 5200702 Fax.: 021 – 5200969

(3)

Daftar Isi

Daftar Isi – Contents ……….………. i

Forum for Corporate Governance in Indonesia ……… iii

1. Pengertian Corporate Governance (TataKelola Perusahaan)…………... 1

2. Dewan Komisaris di Indonesia: Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT 1995), Code of Conduct, dan peraturan-peraturan khusus tertentu lainnya ……... 2

3. Apa itu Komisaris Independen? ………... 7

4. Dewan Komisaris dan Komite-komite ……….... 10

5. Komite Audit ……….... 11

6. Audit Committee Charter ………... 14

7. Struktur Komite Audit ………... 16

8. Kesimpulan ………... 16

Daftar Pustaka – Sources ..………. 35

Tabel: Tabel 1. Struktur Board of Directors dalam One Tier System…… 3

Tabel 2. Struktur Dewan Komisaris dan Dewan Direksi dalam Two Tiers Systemyang diadopsi oleh Belanda …………. 4

Tabel 3. Struktur Dewan Komisaris dan Dewan Direksi dalam Two Tiers Systemyang diadopsi oleh Indonesia ………. 5

(4)

Contents

Daftar Isi – Contents ……….. ii

Forum for Corporate Governance in Indonesia ………. v

1. Corporate Governance principles ………... 19

2. The Board of Commissioners in Indonesian Company Law (UUPT 1995), the Code of Conduct, and other respective regulation ... 20

3. What is an Independent Commissioners? …………... 25

4. The Board of Commissioners and Committees..………... 27

5. Audit Committee ………... 28

6. The Audit Committee Charter ………... 31

7. Audit Committee Structure ………... 32

8. Conclusion ………... 33

Daftar Pustaka – Sources ..………... 35

Tables: Table 1. The Board Structure in One Tier System………... 21

Table 2. The Board Structure in Two Tiers System adopted in the Netherlands ……….. 22

Table 3. The Board Structure in Two Tiers System (as adopted in Indonesia) ………. 22

(5)

FORUM FOR CORPORATE GOVERNANCE IN INDONESIA

( FCGI )

Semenjak didirikan pada tanggal 8 Februari 2000 oleh 5 (lima) asosiasi bisnis dan profesi, yaitu AEI, IAI-KAM, IFEA, INA, dan MTI, Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) telah memainkan peranan dan usahanya yang signifikan dalam mensosialisasikan prinsip-prinsip Good Corporate Governance. Saat ini FCGI beranggotakan 10 (sepuluh) asosiasi bisnis dan profesi setelah 5 (lima) asosiasi lainnya bergabung kemudian dalam keanggotaan FCGI. Berikut ini adalah asosiasi-asosiasi bisnis dan profesi, dalam urutan alfabetis, yang tergabung dalam keanggotaan FCGI yaitu:

1. AEI(Asosiasi Emiten Indonesia);

2. APEI(Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia);

3. FKSPI BUMN/BUMD(Forum Komunikasi Satuan Pengawas Intern BUMN/BUMD);

4. IAI-KAM(Ikatan Akuntan Indonesia - Kompartemen Akuntan Manajemen);

5. IFEA(the Indonesian Financial Executives Association / Ikatan Eksekutif Keuangan Indonesia);

6. IIA Indonesia Chapter (the Institute of Internal Auditors Indonesia Chapter);

7. INA (the Indonesian Netherlands Association / Perkumpulan Indonesia Belanda);

8. MAPPI (Masyarakat Profesi Penilai Indonesia); 9. MTI (Masyarakat Transparansi Indonesia); dan 10. YPIA (Yayasan Pendidikan Internal Auditor).

Selain dari itu, meskipun tidak termasuk dalam keanggotaan FCGI, JITF (Jakarta Initiative Task Force) turut pula berperan aktif dalam kegiatan FCGI.

Maksud dan Tujuan FCGI

(6)

dengan standar Tata Kelola Perusahaan yang baik (Good Corporate Governance). Hal ini dilaksanakan oleh FCGI melalui beberapa kegiatan, antara lain memberi masukan kepada Komite Nasional mengenai Kebijakan Good Corporate Governance (KNKCG) dalam menyusun Pedoman Good Corporate Governance (Code of Conduct of Good Corporate Governance) dengan menyampaikan beberapa position papers tentang Corporate Governance. Lebih lanjut dalam usahanya mensosialisasikan prinsip-prinsip Corporate Governance, FCGI telah menerbitkan booklet mengenai Corporate Governance yang akan diikuti oleh booklet lainnya serta menyusun suatu Self-Assessment Guidance, sebagai pedoman bagi perusahaan untuk menilai sejauh mana mereka telah menerapkan Good Corporate Governance di lingkungannya masing-masing. Langkah lainnya yang akan ditempuh oleh FCGI dalam mensosialisasikan Good Corporate Governance adalah mempersiapkan serial artikel tentang Corporate Governance untuk dimuat di Surat Kabar dan serial Talk Show tentang Corporate Governance di salah satu stasiun televisi swasta, di samping itu melanjutkan upaya proaktif dengan mengunjungi perusahaan untuk memperkenalkan tentang Corporate Governance.

Kepengurusan FCGI

Acting Chairman: Eddie M. Gunadi (IAI-KAM)

Members of the Board: Abdurachim Husein (APEI), Cees-Jan Bevers (INA), Chris Cooper (IIA-Indonesian Chapter), Dewi Sri Umi (MAPPI), Dudi M. Kurniawan (IAI-KAM), Edward Gustely (JITF), Elmar Bouma (INA), Erry Riyana Hardjapamekas (MTI), F. Antonius Alijoyo (IFEA), Felia Salim (MTI), Hari Setianto (YPIA), Helmy Yahya (IAI-KAM), Herman Darmawan (AEI), Irwan M. Habsjah (IFEA), Ito Warsito (IAI-KAM), Krisnaraga Syarfuan (IFEA), Phil Leifermann (IIA-Indonesia Chapter), Rudyan Kopot (IFEA), Sudarwan (YPIA), Tjandra Irawan (IFEA), Wierman Pamuntjak (FKSPI BUMN/BUMD).

(7)

FORUM FOR CORPORATE GOVERNANCE IN INDONESIA

( FCGI )

Established on 8 February 2000 by 5 professional and business associations, namely AEI, IAI-KAM, IFEA, INA, and MTI, the Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) has played a significant role in disseminating Good Corporate Governance principles in Indonesia. Currently, the FCGI has 10 members since 5 others associations have now joined the FCGI. The members of the FCGI are:

1. AEI(the Association of Indonesian Public Listed Company); 2. APEI(the Association of Indonesian Securities Company);

3. FKSPI BUMN/BUMD (the Association of Internal Auditor of State-Owned Companies/Local State-Owned Companies);

4. IAI-KAM (the Indonesian Accountant Association - Management Accountant Compartment);

5. IFEA(the Indonesian Financial Executives Association); 6. IIA(the Institute of Internal Auditors) Indonesia Chapter; 7. INA(the Indonesian Netherlands Association);

8. MAPPI(the Indonesian Society of Appraisers); 9. MTI(the Indonesian Society for Transparency); and 10. YPIA(the Internal Auditor Education Foundation).

Although not a member, the JITF (Jakarta Initiative Task Force) is also active in the FCGI.

Purpose and Objectives of FCGI

(8)

companies to assess their implementation of Good Corporate Governance principles. The FCGI also plans to publish a series of articles on Good Corporate Governance in a leading national newspaper, broadcast a TV show on Good Corporate Governance ("Transparans 100 %") and continue its program of visiting companies to socialize Good Corporate Governance principles.

Board of Management FCGI

Acting Chairman: Eddie M. Gunadi (IAI-KAM)

Member of the Board: Abdurachim Husein (APEI), Cees-Jan Bevers (INA), Chris Cooper (IIA-Indonesian Chapter), Dewi Sri Umi (MAPPI), Dudi M. Kurniawan (IAI-KAM), Edward Gustely (JITF), Elmar Bouma (INA), Erry Riyana Hardjapamekas (MTI), F. Antonius Alijoyo (IFEA), Felia Salim (MTI), Hari Setianto (YPIA), Helmy Yahya (IAI-KAM), Herman Darmawan (AEI), Irwan M. Habsjah (IFEA), Ito Warsito (IAI-KAM), Krisnaraga Syarfuan (IFEA), Phil Leifermann (IIA-Indonesia Chapter), Rudyan Kopot (IFEA), Sudarwan (YPIA), Tjandra Irawan (IFEA), Wierman Pamuntjak (FKSPI BUMN/BUMD).

(9)

Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan

Corporate Governance ( Tata Kelola Perusahaan )

1. Pengertian Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan)

Hingga saat ini masih ditemui definisi yang bermacam-macam tentang Corporate Governance. Namun demikian umumnya mempunyai maksud dan pengertian yang sama. FCGI dalam publikasi yang pertamanya mempergunakan definisi Cadbury Committee, yaitu: "seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan." Disamping itu FCGI juga menjelaskan, bahwa tujuan dari Corporate Governance adalah "untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders)." Secara lebih rinci, terminologi Corporate Governancedapat dipergunakan untuk menjelaskan

peranan dan perilaku dari Dewan Direksi, Dewan Komisaris, pengurus (pengelola) perusahaan, dan para pemegang saham.

Sebagaimana yang diuraikan oleh OECD (Organization for Economic Co-operation and Development), ada empat unsur penting dalam Corporate Covernance, yaitu:

1. Fairness (Keadilan). Menjamin perlindungan hak-hak para pemegang saham, termasuk hak-hak pemegang saham minoritas dan para pemegang saham asing, serta menjamin terlaksananya komitmen dengan para investor.

2. Transparency(Transparansi). Mewajibkan adanya suatu informasi yang terbuka, tepat waktu, serta jelas, dan dapat diperbandingkan yang menyangkut keadaan keuangan, pengelolaan perusahaan, dan kepemilikan perusahaan.

3. Accountability (Akuntabilitas). Menjelaskan peran dan tanggung jawab, serta mendukung usaha untuk menjamin penyeimbangan kepentingan manajemen dan pemegang saham, sebagaimana yang diawasi oleh Dewan Komisaris (dalam Two Tiers System).

(10)

Prinsip-prinsip Corporate Governance dari OECD menyangkut hal-hal sebagai berikut:

1. Hak-hak para Pemegang Saham;

2. Perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham;

3. Peranan semua pihak yang berkepentingan (stekeholders) dalam Corporate Governance;

4. Transparansi dan Penjelasan; 5. Peranan Dewan Komisaris.

Walaupun banyak pendapat tentang definisi dan tujuan Corporate Governance, namun demikian ada prinsip dasar yang berlaku universal. Sebagai gambaran, untuk berhasil di pasar yang bersaing, suatu perusahaan harus mempunyai pengelola perusahaan yang inovatif, yang bersedia untuk mengambil risiko yang wajar, dan yang senantiasa mengembangkan strategi baru untuk mengantisipasi situasi yang berubah-ubah.

Hal ini menuntut manajemen sebagai pengurus perusahaan mempunyai ruang gerak untuk bertindak bebas dan didorong untuk bertindak untuk kepentingan investor atau penanam modal. Contoh, baru-baru ini Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) memberikan sanksi kepada tiga perusahaan yang terdaftar di Bursa. Salah satu diantaranya terbukti melaksanakan transaksi pinjaman senilai Rp. 10 milyar kepada 64% pemegang sahamnya tanpa persetujuan dari pemegang saham lainnya. Hal ini dianggap melanggar ketentuan BAPEPAM mengenai benturan kepentingan.(Bisnis Indonesia, "Bapepam kenakan sanksi kepada 3 emiten dan 4 sekuritas". www.bisnis.com)

(11)

2. Dewan Komisaris di Indonesia: Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT 1995), Code of Conduct, dan peraturan-peraturan khusus tertentu lainnya.

Dewan Komisaris dalam One Tier System (Anglo Saxon) dan dalam Two Tiers System (Kontinental Eropa).

Berkenaan dengan bentuk Dewan dalam sebuah perusahaan, terdapat dua sistem yang berbeda yang berasal dari dua sistem hukum yang berbeda, yaitu Anglo Saxon dan dari Kontinental Eropa.

Sistem Hukum Anglo Saxon mempunyai Sistem Satu Tingkatatau One Tier System. Di sini perusahaan hanya mempunyai satu Dewan Direksi yang pada umumnya merupakan kombinasi antara manajer atau pengurus senior (Direktur Eksekutif) dan Direktur Independen yang bekerja dangan prinsip paruh waktu (Non Direktur Eksekutif). Pada dasarnya yang disebut belakangan ini diangkat karena kebijakannya, pengalamannya dan relasinya. Negara-negara dengan One Tier System misalnya Amerika Serikat dan Inggris.

Tabel 1.

Struktur Board of Directors dalam One Tier System

Sistem Hukum Kontinental Eropa mempunyai Sistem Dua Tingkat atau Two Tiers System. Di sini perusahaan mempunyai dua badan terpisah, yaitu Dewan Pengawas (Dewan Komisaris) dan Dewan Manajemen (Dewan

General Meeting of the Shareholders (GMoS)

Board of Directors

Executive Director

Non Executive Director

(senior management)

(12)

Direksi). Yang disebutkan terakhir, yaitu Dewan Direksi, mengelola dan mewakili perusahaan di bawah pengarahan dan pengawasan Dewan Komisaris. Dalam sistem ini, anggota Dewan Direksi diangkat dan setiap waktu dapat diganti oleh badan pengawas (Dewan Komisaris). Dewan Direksi juga harus memberikan informasi kepada Dewan Komisaris dan menjawab hal-hal yang diajukan oleh Dewan Komisaris. Sehingga Dewan Komisaris terutama bertanggungjawab untuk mengawasi tugas-tugas manajemen.

Dalam hal ini Dewan Komisaris tidak boleh melibatkan diri dalam tugas-tugas manajemen dan tidak boleh mewakili perusahaan dalam transaksi-transaksi dengan pihak ketiga. Anggota Dewan Komisaris diangkat dan diganti dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Negara-negara dengan Two Tiers System adalah Denmark, Jerman, Belanda, dan Jepang. Karena sistem hukum Indonesia berasal dari sistem hukum Belanda, maka hukum perusahaan Indonesia menganut Two Tiers System untuk struktur dewan dalam perusahaan.

Meskipun demikian dalam sistem hukum dewasa ini terdapat pula perbedaan-perbedaan yang cukup penting termasuk di dalamnya adalah hak dan kewajiban Dewan Komisaris dimana dalam keadaan yang umum tidak termasuk kewenangan Dewan Komisaris untuk menunjuk dan memberhentikan direksi.

Tabel 2.

(13)

Tabel 3.

Struktur Dewan Komisaris dan Dewan Direksi dalam Two Tiers System yang diadopsi oleh Indonesia

Peranan Dewan Komisaris dalam Suatu Perusahaan.

Dewan Komisaris memegang peranan yang sangat penting dalam perusahaan, terutama dalam pelaksanaan Good Corporate Governance. Menurut Egon Zehnder, Dewan Komisaris - merupakan inti dari Corporate Governance - yang ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas. Pada intinya, Dewan Komisaris merupakan suatu mekanisme mengawasi dan mekanisme untuk memberikan petunjuk dan arahan pada pengelola perusahaan. Mengingat manajemen yang bertanggungjawab untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing perusahaan - sedangkan Dewan Komisaris bertanggungjawab untuk mengawasi manajemen - maka Dewan Komisaris merupakan pusat ketahanan dan kesuksesan perusahaan. (Egon Zehnder International, 2000 hal.12-13)

Lebih lanjut tugas-tugas utama Dewan Komisaris meliputi:

1. Menilai dan mengarahkan strategi perusahaan, garis-garis besar rencana kerja, kebijakan pengendalian risiko, anggaran tahunan dan rencana usaha; menetapkan sasaran kerja; mengawasi pelaksanaan dan kinerja perusahaan; serta memonitor penggunaan modal perusahaan, investasi dan penjualan aset;

(14)

penggajian anggota Dewan Direksi, serta menjamin suatu proses pencalonan anggota Dewan Direksi yang transparan dan adil;

3. Memonitor dan mengatasi masalah benturan kepentingan pada tingkat manajemen, anggota Dewan Direksi dan anggota Dewan Komisaris, termasuk penyalahgunaan aset perusahaan dan manipulasi transaksi perusahaan;

4. Memonitor pelaksanaan Governance, dan mengadakan perubahan di mana perlu;

5. Memantau proses keterbukaan dan efektifitas komunikasi dalam perusahaan.(OECD Principles of Corporate Governance)

Persyaratan untuk Dewan Komisaris Menurut Undang-Undang yang Berlaku di Indonesia

Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT), yaitu Pasal 97 UUPT, Komisaris bertugas mengawasi kebijaksanaan Direksi dalam menjalankan perusahaan serta memberikan nasihat kepada Direksi. Lebih lanjut Pasal 98 UUPT menegaskan, bahwa Komisaris wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan perseroan. Disamping itu UUPT juga menetapkan, bahwa orang yang dapat diangkat sebagai anggota Dewan Komisaris adalah orang perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit, atau orang yang pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya sebagai anggota Dewan Komisaris.

Mengenai kepemilikan saham anggota Dewan Komisaris, UUPT menetapkan, bahwa anggota Dewan Komisaris wajib melaporkan kepada perusahaan tentang kepemilikan sahamnya dan atau anggota keluarganya pada perusahaan tersebut atau perusahaan lain.

(15)

Bagaimana dalam prakteknya?

Aktifnya peranan Dewan Komisaris dalam praktek sangat tergantung pada lingkungan yang diciptakan oleh perusahaan yang bersangkutan. Dalam beberapa kasus memang ada baiknya Dewan Komisaris memainkan peranan yang relatif pasif, namun di Indonesia sering terjadi anggota Dewan Komisaris bahkan sama sekali tidak menjalankan peran pengawasannya yang sangat mendasar terhadap Dewan Direksi. Dewan Komisaris seringkali dianggap tidak memiliki manfaat. Hal ini dapat dilihat dalam fakta, bahwa banyak anggota Dewan Komisaris tidak memiliki kemampuan, dan tidak dapat menunjukkan independensinya (sehingga, dalam banyak kasus, Dewan Komisaris juga gagal untuk mewakili kepentingan stakeholders lainnya selain daripada kepentingan pemegang saham mayoritas).

Persoalan independensi juga muncul dalam hal penggajian Dewan Komisaris didasarkan pada persentase gaji Dewan Direksi. Kepemilikan saham yang terpusat dalam satu kelompok atau satu keluarga, dapat menjadi salah satu penyebab lemahnya posisi Dewan Komisaris, karena pengangkatan posisi anggota Dewan Komisaris diberikan sebagai rasa penghargaan semata maupun berdasarkan hubungan keluarga atau kenalan dekat. Di Indonesia, mantan pejabat pemerintahan ataupun yang masih aktif, biasanya diangkat sebagai anggota Dewan Komisaris suatu perusahaan dengan tujuan agar mempunyai akses ke instansi pemerintah yang bersangkutan. Dalam hal ini integritas dan kemampuan Dewan Komisaris seringkali menjadi kurang penting. Pada gilirannya independensi Dewan Komisaris menjadi sangat diragukan karena hubungan khususnya dengan pemegang saham mayoritas ataupun hubungannya dengan Dewan Direksi ditambah kurangnya integritas serta kemampuan Dewan Komisaris. (Herwidayatmo, 2000: hal. 6-7)

3. Apa itu Komisaris Independen?

Proposal FCGI tentang Komisaris Independen

(16)

1. Komisaris Independen bukan merupakan anggota manajemen;

2. Komisaris Independen bukan merupakan pemegang saham mayoritas, atau seorang pejabat dari atau dengan cara lain yang berhubungan secara langsung atau tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas dari perusahaan;

3. Komisaris Independen dalam kurun waktu tiga tahun terakhir tidak dipekerjakan dalam kapasitasnya sebagai eksekutif oleh perusahaan atau perusahaan lainnya dalam satu kelompok usaha dan tidak pula dipekerjakan dalam kapasitasnya sebagai komisaris setelah tidak lagi menempati posisi seperti itu;

4. Komisaris Independen bukan merupakan penasehat profesional perusahaan atau perusahaan lainnya yang satu kelompok dengan perusahaan tersebut;

5. Komisaris Independen bukan merupakan seorang pemasok atau pelanggan yang signifikan dan berpengaruh dari perusahaan atau perusahaan lainnya yang satu kelompok, atau dengan cara lain berhubungan secara langsung atau tidak langsung dengan pemasok atau pelanggan tersebut;

6. Komisaris independen tidak memiliki kontraktual dengan perusahaan atau perusahaan lainnya yang satu kelompok selain sebagai komisaris perusahaan tersebut;

7. Komisaris Independen harus bebas dari kepentingan dan urusan bisnis apapun atau hubungan lainnya yang dapat, atau secara wajar dapat dianggap sebagai campur tangan secara material dengan kemampuannya sebagai seorang komisaris untuk bertindak demi kepentingan yang menguntungkan perusahaan. (Forum for Corporate Governance in Indonesia: 2000; p. 6)

Terminologi mendasar mengenai Independensi

Independensi Profesional adalah suatu bentuk sikap mental yang sulit untuk dapat dikendalikan karena berhubungan dengan integritas seseorang. Melaksanakan "fit and proper test" terhadap kandidat yang akan menduduki jabatan tertentu di perusahaan merupakan salah satu usaha mengetahui independensi profesional. Akan tetapi, integritas independensi seseorang lebih ditentukan oleh apa yang sebenarnya diyakininya dan dilaksanakannya dalam kenyataan (in fact) dan bukan oleh apa yang terlihat (in appearance).

(17)

Tabel 4.

Hubungan yang dapat memperlemah Independensi

Lebih lanjut, dalam menyelenggarakan suatu "fit and proper test", pemberian kesempatan yang sama (equal opportunity) terhadap setiap orang untuk menempati suatu jabatan akan menuju kepada seleksi calon-calon yang lebih memenuhi syarat dan adil.

Komisaris Independen menurut Peraturan Bursa Efek Jakarta

Keberadaan Komisaris Independen telah diatur Bursa Efek Jakarta melalui peraturan BEJ tanggal 1 Juli 2000. Dikemukakan bahwa perusahaan yang listed di Bursa harus mempunyai Komisaris Independen yang secara proporsional sama dengan jumlah saham yang dimiliki pemegang saham yang minoritas (bukan controlling shareholders). Dalam peraturan ini, persyaratan jumlah minimal Komisaris Independen adalah 30% dari seluruh anggota Dewan Komisaris. Beberapa kriteria lainnya tentang Komisaris Independen adalah sebagai berikut:

1. Komisaris Independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan pemegang saham mayoritas atau pemegang saham pengendali (controlling shareholders) Perusahaan Tercatat yang bersangkutan;

(18)

3. Komisaris Independen tidak memiliki kedudukan rangkap pada perusahaan lainnya yang terafiliasi dengan Perusahaan Tercatat yang bersangkutan;

4. Komisaris Independen harus mengerti peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal;

5. Komisaris Independen diusulkan dan dipilih oleh pemegang saham minoritas yang bukan merupakan pemegang saham pengendali (bukan controlling shareholders) dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

4. Dewan Komisaris dan Komite-komite

Telah diketahui secara umum bahwa untuk dapat bekerja secara tepat guna dalam suatu lingkungan usaha yang kompleks Dewan Komisaris harus mendelegasikan beberapa tugas mereka kepada komite-komite. Adanya komite-komite ini merupakan suatu sistem yang bermanfaat untuk dapat melaksanakan pekerjaan Dewan Komisaris secara lebih rinci dengan memusatkan perhatian Dewan Komisaris kepada bidang khusus perusahaan atau cara pengelolaan yang baik (Governance) oleh manajemen. Komite-komite yang pada umumnya dibentuk adalah Komite Kompensasi/Remunerasi untuk badan eksekutif dalam perusahaan, Komite Nominasi, dan Komite Audit. Berdasarkan praktek yang umum berlaku di dunia internasional disarankan bahwa anggota komite-komite tersebut diisi oleh anggota Komisaris Independen.

(19)

Dalam Corporate Governance terdapat tiga komite yang memiliki peranan penting, yaitu:

a. Komite Kompensasi/Remunerasi (Compensation/Remuneration Committee)

Membuat rekomendasi terhadap keputusan-keputusan yang menyangkut remunerasi/kompensasi untuk Dewan Direksi dan kebijakan- kebijakan kompensasi lainnya, termasuk hubungan antara prestasi perusahaan dengan kompensasi bagi eksekutif perusahaan dalam hal ini CEO.

b. Komite Nominasi (Nomination/Governance Committee)

Mengawasi proses pencalonan komisaris dan direksi, menyeleksi para kandidat yang akan dicalonkan, dan mengusulkan kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur tentang struktur dewan dan proses nominasinya.

c. Komite Audit (Audit Committee)

Memberikan suatu pandangan tentang masalah akuntansi, laporan keuangan dan penjelasannya, sistem pengawasan internal serta auditor independen.(Egon Zehnder International, 2000: p. 21)

5. Komite Audit

Salah satu dari komite-komite yang telah disebutkan di atas yaitu Komite Audit memiliki tugas terpisah dalam membantu Dewan Komisaris untuk memenuhi tanggung jawabnya dalam memberikan pengawasan secara menyeluruh. Sebagai contoh, Komite Audit memiliki wewenang untuk melaksanakan dan mengesahkan penyelidikan terhadap masalah-masalah di dalam cakupan tanggung jawabnya. The Institute of Internal Auditors(IIA) merekomendasikan bahwa setiap perusahaan publik harus memiliki Komite Audit yang diatur sebagai komite tetap. IIA juga menganjurkan dibentuknya Komite Audit di dalam organisasi lainnya, termasuk lembaga-lembaga non-profit dan pemerintahan.

Komite Audit agar beranggotakan Komisaris Independen, dan terlepas dari kegiatan manajemen sehari-hari dan mempunyai tanggung jawab utama untuk membantu Dewan Komisaris dalam menjalankan tanggung jawabnya terutama dengan masalah yang berhubungan dengan kebijakan akuntansi perusahaan, pengawasan internal, dan sistem pelaporan keuangan

(20)

Pada umumnya, Komite Audit mempunyai tanggung jawab pada tiga bidang, yaitu;

a. Laporan Keuangan (Financial Reporting);

b. Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance); dan c. Pengawasan Perusahaan (Corporate Control).

a. Laporan Keuangan (Financial Reporting)

Tanggung jawab Komite Audit di bidang laporan keuangan adalah untuk memastikan bahwa laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen telah memberikan gambaran yang sebenarnya tentang hal-hal sebagai berikut:

1. Kondisi keuangan; 2. Hasil Usahanya;

3. Rencana dan komitmen jangka panjang.

Ruang lingkup pelaksanaan dalam bidang ini adalah:

1. Merekomendasikan auditor eksternal;

2. Memeriksa hal-hal yang berkaitan dengan auditor eksternal, yaitu:

●Surat penunjukkan auditor.

●Perkiraan biaya audit.

●Jadwal kunjungan auditor.

●Koordinasi dengan internal audit.

●Pengawasan terhadap hasil audit. ●Menilai pelaksanaan pekerjaan auditor.

3. Menilai kebijakan akuntansi dan keputusan-keputusan yang menyangkut kebijaksanaan;

4. Meneliti Laporan Keuangan (Financial Statement), yang meliputi:

●Laporan Paruh Tahun (Interim Financial Statements).

●Laporan Tahunan (Annual Financial Statements).

●Opini Auditor dan Management Letters.

(21)

b. Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance)

Tanggungjawab Komite Audit dalam bidang Corporate Governance adalah untuk memastikan, bahwa perusahaan telah dijalankan sesuai undang-undang dan peraturan yang berlaku, melaksanakan usahanya dengan beretika, melaksanakan pengawasannya secara efektif terhadap benturan kepentingan dan kecurangan yang dilakukan oleh karyawan perusahaan.

Ruang lingkup pelaksanaan dalam bidang ini adalah:

1. Menilai kebijakan perusahaan yang berhubungan dengan kepatuhan terhadap undang-undang dan peraturan, etika, benturan kepentingan dan penyelidikan terhadap perbuatan yang merugikan perusahaan dan kecurangan;

2. Memonitor proses pengadilan yang sedang terjadi ataupun yang ditunda serta yang menyangkut masalah Corporate Governancedalam hal mana perusahaan menjadi salah satu pihak yang terkait di dalamnya;

3. Memeriksa kasus-kasus penting yang berhubungan dengan benturan kepentingan, perbuatan yang merugikan perusahaan, dan kecurangan; 4. Keharusan auditor internal untuk melaporkan hasil pemeriksaan

Corporate Governancedan temuan-temuan penting lainnya.

c. Pengawasan Perusahaan (Corporate Control )

Tanggungjawab Komite Audit untuk pengawasan perusahaan termasuk di dalamnya pemahaman tentang masalah serta hal-hal yang berpotensi mengandung risiko dan sistem pengendalian intern serta memonitor proses pengawasan yang dilakukan oleh auditor internal. Ruang lingkup audit internal harus meliputi pemeriksaan dan penilaian tentang kecukupan dan efektifitas sistem pengawasan intern.

(22)

d. Keanggotaan

Lebih lanjut, kriteria dan catatan lainnya tentang Komite Audit adalah:

● Paling sedikit satu anggota Komite Audit harus mempunyai pengetahuan yang memadai tentang keuangan dan akuntansi;

● Ketua Komite Audit harus hadir pada RUPS untuk menjawab pertanyaan

para Pemegang Saham;

● Komite Audit harus mengundang eksekutif yang menurut mereka tepat (terutama pejabat di bidang keuangan) untuk hadir pada rapat-rapat komite, akan tetapi apabila dipandang perlu dapat mengadakan rapat tanpa kehadiran seorangpun eksekutif perusahaan. Di luar itu Direktur Keuangan dan Kepala Satuan Kerja Audit Intern dan, seorang wakil dari auditor eksternal harus hadir sebagai peserta pada rapat-rapat Komite Audit;

● Sekretaris Perusahaan harus bertindak sebagai sekretaris Komite Audit;

● Wewenang Komite Audit harus meliputi:

❍ Menyelidiki semua aktivitas dalam batas ruang lingkup tugasnya.

❍ Mencari informasi yang relevan dari setiap karyawan.

❍ Mengusahakan saran hukum dan saran profesional lainnya yang

independen apabila dipandang perlu.

❍ Mengundang kehadiran pihak luar dengan pengalaman yang sesuai, apabila dianggap perlu.(Pratip Kar, 2000)

6. Audit Committee Charter

Suatu dokumen yang mengatur tentang tugas, tanggung jawab, dan wewenang serta struktur Komite Audit yang dituangkan secara tertulis dan disahkan oleh Dewan Komisaris akan merupakan suatu dokumen (charter) yang menjamin terciptanya dengan baik kondisi pengawasan suatu perusahaan, disamping perlu adanya suatu wacana dari pimpinan perusahaan akan pentingnya pengawasan (tone at the top). Peran Komite Audit adalah untuk mengawasi dan memberi masukan kepada Dewan Komisaris dalam hal terciptanya mekanisme pengawasan.

(23)

dan keuangan yang memadai. Oleh karena itu, anggota Komite Audit perlu mempunyai suatu pedoman tentang tanggung jawab dan wewenang dalam melaksanakan tugasnya dalam bentuk Audit Committee Chartertersebut.

Tanggungjawab Komite Audit minimal yang menyangkut proses penyusunan laporan keuangan dan pelaporan lainnya, pengawasan intern, serta dipatuhinya ketentuan tentang undang-undang dan peraturan serta etika bisnis. Dokumen itu juga harus menyatakan, bahwa Komite Audit akan mengadakan rapat secara periodik dan dapat mengadakan rapat tambahan atau rapat-rapat khusus bila diperlukan. Selanjutnya wewenang, tanggung-jawab dan struktur Komite Audit harus ditetapkan dalam peraturan perusahaan.

Berpedoman pada ketentuan the Institute of Internal Auditormengenai Audit Committee Charter yang harus dinyatakan dengan jelas adalah yang menyangkut hal-hal sebagai berikut:

● Tanggungjawab utama untuk laporan keuangan dan lainnya, pengawasan intern dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, peraturan dan etika bisnis dalam perusahaan tetap berada di tangan manajemen eksekutif;

● Pimpinan puncak badan eksekutif, mempunyai tanggungjawab menyeluruh dalam bidang-bidang tersebut di atas, dan Komite Audit membantu Dewan Komisaris dalam melaksanakan tugas dan tanggung-jawabnya. Komite Audit harus mempunyai akses pada sumber informasi, termasuk dokumen dan personalia, dan mempunyai fasilitas yang memadai untuk melaksanakan seluruh tanggungjawabnya tersebut;

● Diperlukan adanya penilaian yang tidak berpihak dan objektif tentang manajemen perusahaan;

● Pimpinan puncak badan eksekutif dan Dewan Direksi harus mendukung Komite Audit, yang bekerja secara mandiri dan bebas dari pengaruh manajemen maupun pengaruh lainnya yang merupakan kelemahan perusahaan;

(24)

● Untuk memastikan kemandirian fungsi audit intern dan yang memastikan bahwa temuan audit telah ditindaklanjuti secara wajar, Komite Audit harus meningkatkan dan memperbaiki kerja sama yang saling menguntungkan dengan auditor internal, dan manajemen eksekutif.

(The Institute of Internal Auditors, The Audit Committee in the Public Sector)

7. Struktur Komite Audit

Komite Audit harus terdiri dari individu-indidvidu yang mandiri dan tidak terlibat dengan tugas sehari-hari dari manajemen yang mengelola perusahaan, dan yang memiliki pengalaman untuk melasanakan fungsi pengawasan secara efektif. Salah satu dari beberapa alasan utama kemandirian ini adalah untuk memelihara integritas serta pandangan yang objektif dalam laporan serta penyusunan rekomendasi yang diajukan oleh Komite Audit, karena individu yang mandiri cenderung lebih adil dan tidak memihak serta obyektif dalam menangani suatu permasalahan.

Jumlah anggota Komite Audit disesuaikan besar-kecilnya dengan organisasi dan tanggung jawab. Namun biasanya tiga sampai lima anggota merupakan jumlah yang cukup ideal. Komite Audit biasanya perlu untuk mengadakan rapat tiga sampai empat kali setahun untuk melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya yang menyangkut soal sistem pelaporan keuangan.

(The Institute of Internal Auditors, Internal Auditing and The Audit Committee)

8. Kesimpulan

(25)

pencapaian tujuan perusahaan. Yang terpenting dalam hal ini adalah kemandirian komisaris dalam pengertian bahwa Dewan Komisaris:

● Memiliki kemampuan untuk membahas permasalahan tanpa campur tangan manajemen;

● Dilengkapi dengan informasi yang memadai untuk mengambil keputusan; dan

● Berpartisipasi secara aktif dalam penetapan agenda dan strategi.

Hal ini menuntut adanya individu-individu dengan kualitas yang luar biasa baik, memiliki latar belakang yang beragam, berbekal keahlian utama dan pemahaman yang serius tentang perusahaan dan bisnis.

Mengingat bahwa akhir-akhir ini Corporate Governance merupakan salah satu topik pembahasan sehubungan dengan semakin gencarnya publikasi tentang kecurangan (fraud) maupun keterpurukan bisnis yang terjadi sebagai akibat kesalahan yang dilakukan oleh para eksekutif manajemen, maka hal ini menimbulkan suatu tanda tanya tentang kecukupan (adequacy) Corporate Governance. Demikian pula halnya tentang kredibilitas proses penyusunan laporan keuangan perusahaan dipertanyakan. Oleh karena itu adalah suatu hal yang wajar dan penting bagi semua pihak yang terkait dengan proses penyusunan laporan keuangan untuk mengupayakan mengurangi bahkan menghilangkan krisis kepercayaan (credibility gap) dengan mengkaji kembali peranan masing-masing dalam proses penyusunan tersebut. Dalam hal ini Komite Audit mempunyai peran yang sangat penting dan strategis dalam hal memelihara kredibilitas proses penyusunan laporan keuangan seperti halnya menjaga terciptanya sistem pengawasan perusahaan yang memadai serta dilaksanakannya Good Corporate Governance. (Improving Audit Committee Performance: What Works Best - A Research Report prepared by PricewaterhouseCoopers, the Institute of Internal Auditors Research Foundation)

(26)
(27)

The Roles of the Board of Commissioners and the Audit Committee

in Corporate Governance

1.Corporate Governance principles

The term of "Corporate Governance" is subject to many varying definitions. Broadly viewed, the FCGI defines Corporate Governance as "a set of rules that define the relationship between shareholders, managers, creditors, the government employees and other internal and external stakeholders in respect to their rights and responsibilities, or the system by which companies are directed and controlled." (taken from Cadbury Committee of United Kingdom) In addition, the FCGIalso points out that objective of Corporate Governance is "to create added value to the stakeholders." More narrowly, the terms of Corporate Governance can be used to describe just the role and practices of the board of executives/the board of directors, the board of commissioners, managers, and shareholders.

There are four essential elements of Corporate Governance elaborated by the OECD (Organization for Economic Co-operation and Development). The elements are:

1. Fairness. Ensuring the protection of shareholder rights, including the rights of minority and foreign shareholders, and ensuring the enforceability of contracts with resource providers.

2. Transparency. Requiring timely disclosure of adequate, clear and comparable information concerning corporate financial performance, corporate governance, and corporate ownership.

3. Accountability. Clarifying governance roles and responsibilities, and supporting voluntary efforts to ensure the alignment of managerial and shareholder interests, as monitored by the boards of directors (or board of commissioners in Two Tiers System, FCGI)

4. Responsibility. Ensuring corporate compliance with other laws and regulations that reflect the respective society's value.

(28)

These elements are reflected in OECD’s Corporate Governance Principles; which cover:

1. Rights of Shareholders

2. Equitable Treatment of Shareholders

3. Role of Stakeholders in Corporate Governance 4. Disclosure and Transparency

5. Role of the Board of Directors

Although there are many views concerning the definition and the objective of Corporate Governance, particular fundamental standpoints apply. For instance, to succeed in competitive markets, a corporation should have innovative corporate managers who are willing to take appropriate risks, and constantly evolve new strategies to meet changing circumstances. This requires that managers have latitude for discretionary action. However managers may have incentives to deviate from acting in the interest of capital providers. For example, recently the Indonesian Capital Market Supervisory Agency (BAPEPAM) applied penalties to three publicly listed companies.

One of the companies was proven to carry out loan transactions amounting to 10 billion rupiahs with its 64% shareholder without approval of the other shareholders. This is considered to be a breach of breaking the BAPEPAM rules concerning conflict of interest. (Bisnis Indonesia, "Bapepam kenakan sanksi kepada 3 emiten dan 4 sekuritas". www.bisnis.com) Hence, rules and procedures to protect capital providers are necessary. These include:"independent monitoring of management; transparency of corporate performance, ownership, and control; and participation in certain fundamental decisions by shareholders - in other words, 'Corporate Governance'." (Egon Zehnder International, 2000: p. 12-13)

2. The Board of Commissioners in Indonesian Company Law (UUPT 1995), the Code of Conduct, and other respective regulation.

The Board of Commissioners in the One Tier System (Anglo Saxon) and Two Tiers System (European Continental)

(29)

The Anglo Saxon legal system has a One Tier System.The company has a single Board of Directors where there is usually a combination of senior managers (Executive directors) and independent directors who work on a part time basis (Non-executive directors). In principle, the latter are appointed because of their wisdom, experience and contacts. The countries with a One Tier System are, for example, United States and United Kingdom.

Table 1.

The Board Structure in the One Tier System

The European Continental legal system has a Two Tiers System. The company will have two separated boards, a supervisory board (the Board of Commissioners) and management board (the Board of Directors). The latter manages and represents the company under the direction and supervision of the former. The members of the management board are appointed and may be removed by the supervisory board at any time. It must also provide the supervisory board with information and respond to inquiries. The Board of Commissioners is primarily responsible for supervising the duties of the management. It should not engage in management functions and may not represent the company in dealings with third parties. The members of the Board of Commissioners are appointed and removed at the General Meeting of the Shareholders. Countries with a Two Tiers System are Denmark, Germany, the Netherlands and Japan. Since the Indonesian legal system is based on the Netherlands legal system, the Indonesian company law has taken up the Two Tier Systems for its company board structure. However in

General Meeting of the Shareholders (GMoS)

Board of Directors

Executive Director

Non Executive Director

(senior management)

(30)

the current legal system there are important differences, including the rights and obligations of the Board of Commissioners which under normal circumstances do not includes the power of appointment and dismissal of directors.

Table 2.

The Board Structure in Two Tiers System adopted in the Netherlands

Table 3.

(31)

Important Roles of the BoC in the company

The BoC has very important roles in the company especially in the implementation of good corporate governance. According to Egon Zehnder, the BoC lies at the core of corporate governance - charged with ensuring strategic guidance, monitoring management and providing accountability. The BoC is primarily an oversight and guidance mechanism. Since management is responsible for the firm's efficiency and competitiveness, and BoC is responsible for monitoring management, the BoC is the proper focal point of the corporation's perpetuation and success. (Egon Zehnder International, 2000: p. 12-13)

Furthermore the key BoC functions consist of:

1. Reviewing and guiding corporate strategy, major plans of action, risk policy, annual budgets and business plans; setting performance objectives; monitoring implementation and corporate performance; and overseeing major capital expenditures, acquisitions and divestitures; 2. Reviewing key executives and board remuneration, and ensuring a formal

and transparent board nomination process;

3. Monitoring and managing potential conflicts of interest of management, board members and shareholders, including misuse of corporate assets and abuse in related party transactions;

4. Monitoring the effectiveness of the governance practices under which it operates and making changes as needed

5. Overseeing the process of disclosure and communication.

(OECD Principles of Corporate Governance)

Requirements for the Board of Commissioners under Indonesian Law?

(32)

company to go bankrupt, or of not being once sentenced for committing a criminal act inflicting financial loses on the state 5 (five) years before their appointment as members of the BoC.

With regard to the share ownership of the BoC members the UUPT declares that members of the BoC shall notify the company of their and/or their relatives' shareownership in the company and other companies.

The Commissioners of a company are appointed by the General Meeting of the Shareholders (GMOS). They will be appointed for a certain period of time, and if appropriate , they can be re-appointed. The Articles of Association shall regulate the procedures of nominating, appointing and dismissing members of the BoC irrespective of the rights of shareholders in the nomination. Finally the law stipulates members of the BoC may be dismissed or suspended by the GMOS.

How does it work in practice?

(33)

3.What is an Independent Commissioner?

FCGI Proposals for Independence of Commissioners

There should be a clear definition regarding "outside" or "independent" member of the BoC. The FCGI proposed to use internationally accepted definitions of "outside" or "independent" that could be used in the Code of Conduct. The criteria of the Independent Commissioners were taken by the FCGI from the criteria of the Australian stock exchange authority on the Outside Directors. The criteria for Outside Directors in that one tier system were translated into criteria for Independent Commissioners in the position paper of FCGI. Hence the paper notices the example of the criteria of Independent Commissioner respectively:

1. The Commissioner is not a member of management;

2. The Commissioner is not substantial shareholder of the company or an officer of or otherwise associated directly or indirectly with substantial shareholders of the company;

3. The Commissioner has not within the last three years been employed in an executive capacity by the company/another group member or been a commissioner after ceasing to hold any such employment;

4. The Commissioner is not a principal of a professional adviser to the company or another group member;

5. The Commissioner is not a significant supplier or customer of the company or another group member or an officer of or otherwise associated directly or indirectly with a significant supplier or customer; 6. The Commissioner has no significant contractual relationship with the

company or another group member other than as a commissioners of the company;

7. The Commissioner is free from any interest and any business or other relationship which could, or could reasonably be perceived to, materially interfere with the Commissioner's ability to act in the best interest of the company. (Forum for Corporate Governance in Indonesia, 2000: p. 6)

Independence Principle Terminology

(34)

company is one of the efforts to determine professional independence. However, one's independence and integrity is more determined on what one does in fact rather than on what one performs in appearance. (The Indonesian Institute of Corporate Governance (IICG), 2000: p. 6)

Table 4.

Relationships which could impair independence

In addition to conducting a fit and proper test, the creation of equal opportunity to everybody to apply for the position will lead to the selection of more qualified candidates.

Requirements to appoint Independent Commissioners according to the Jakarta Stock Exchange Regulation

The requirement for Independent Commissioners has already been decreed by the Jakarta Stock Exchange (BEJ) through the BEJ regulation dated 1 July 2000. It remarks that listed companies are obliged to have Independent Commissioners proportionally equal to the shares owned by the non-controlling shareholders. In this rule the minimum requirement for the Independent Commissioners is 30 % of the BoC. Some criteria for the Independent Commissioners are as follows:

1. The Independent Commissioner has no affiliation relationship with the controlling shareowner of the company;

(35)

3. The Independent Commissioner has no double position as the director in other companies affiliated to the related company;

4. The Independent Commissioner should understand capital market laws and regulations;

5. The Independent Commissioner is proposed and appointed by the non-controlling shareholders (minority shareholders) through the General Meeting of Shareholders.

4.The Board of Commissioners and Committees

It is generally recognized that for the BoC to operate efficiently in a complex business environment, it must delegate some of its functions to board committees. Board committees provide a useful structure for performing detailed Board work by focusing on specific areas of the corporation’s business or governance. Most commonly used committees are the executive compensation (or remuneration) committee, the nominating / governance committee, and the audit committee. Most internationally recognized guidance on the subject recommends that board committees be staffed wholly or primarily with independent members.

While board committees may not yet be commonplace in many parts of the world, they are likely to become more widespread as companies grow, become more complex, and face a broader range of issues. A board should consider adopting a commissioner and committee chair rotation policy to ensure that each commissioner has the opportunity to participate in a variety of ways and as a way of ensuring fresh viewpoints.

(36)

a. Compensation/Remuneration Committee

Makes recommendations on executive compensation and compensation policies, including the relationship of corporate performance and the CEO's compensation.

b. Nominating/Governance Committee

Oversees the process by which commissioners and directors are nominated, selects the candidates to be nominated, and recommends policies and procedures regarding board structure and process.

c. Audit Committee

Provides oversight of the company's accounting, financial reporting and disclosure practices, its system of internal controls, and its independent auditors. (Egon Zehnder International, 2000: p. 31)

5. Audit Committee

One of the aforementioned committees, the audit committee, has separate tasks in term of supervising and assisting the BoC in fulfilling its oversight responsibilities. For instance, the Audit Committee has the power to conduct or authorize investigation into matters within the committee's scope of responsibilities. The Institute of Internal Auditors (IIA) recommends that every public company have an audit committee organized as a standing committee . The Institute also encourages the establishment of audit committees in other organizations including not for profit and governmental bodies. The audit committee should consist solely commissioners who are independent, independent of management. The primary responsibilities of the audit committee should be assisting the BoC in carrying out their responsibilities as they relate to the organization's accounting policies, internal control and financial reporting practices. (The Institute of Internal Auditors, Internal Auditing and The Audit Committee: Working Together Toward Common Goals)

In general, audit committees exercises responsibility in three areas, namely:

(37)

a. Financial Reporting

The responsibility of the Audit Committee in the area of financial reporting is to provide assurance that financial disclosures made by management reasonably portray the company's:

1. Financial Condition. 2. Results of Operations.

3. Plans and Long Term commitments.

The specific steps involved in carrying out this responsibility include:

1. Recommending the external auditors.

2. Overseeing the external audit coverage, including: ●Auditor engagement letter

● Estimated fees

● Timing of auditors' visits ●Coordination with internal audit ●Monitoring audit results

●Review of auditors performance.

3. Reviewing accounting policies and policy decisions. 4. Examining the financial statements, including:

● Interim financial statements ● Annual financial statements

● Auditor's opinion and Management Letters .

With respect to the review of accounting policies and policy decisions, a useful approach would be to require from the chief accounting officer a concise summary of all significant accounting policies underlying the financial statements. This summary should be updated as necessary and reviewed by both the external and the internal auditors.

b. Corporate Governance

(38)

The specific steps involved in carrying out this responsibility, include: 1. Reviewing corporate policies relating to compliance with laws and

regulations, ethics, conflict of interest and the investigation of misconduct and fraud;

2. Reviewing current/pending litigation or regulatory proceedings bearing on corporate governance in which the corporation is a party;

3. Reviewing significant cases of employee conflict of interest, misconduct and fraud;

4. Requiring the internal auditor to report the scope of reviews of corporate governance and any significant finding.

(The Institute of Internal Auditors, Internal Auditing and The Audit Committee)

c. Corporate Control

The responsibility of audit committees for corporate control includes an understanding of the company's key financial reporting, risks areas and system of internal control. The committee should have an overview of the internal control framework through reports from internal audit. The scope of the internal audit should encompass the examination and evaluation of the adequacy and effectiveness of the organization's system of internal control and the quality of performance in carrying out assigned responsibilities.

In addition, the new definition of internal auditing states that internal auditing is an independent objective assurance and consulting activity designed to add value and improve an organization's operations and it helps an organization accomplish its objectives by bringing a systematic, discipline approach to evaluate and improve the effectiveness of risk management, control and governance processes. (The Institute of Internal Auditors, Internal Auditing and The Audit Committee)

d. Membership

Moreover, further criteria and remarks concerning the audit committee are:

● at least one audit committee member should have sound financial and accounting knowledge

(39)

● the audit committee should invite such executives as it considers appropriate (and particularly the head of the finance function) to be present at the meetings of the committee but on occasions it may also meet without the presence of any executives of the company. Finance director and head of internal audit and, when required, a representative of the external auditor should be present as invitees for the meetings of the audit committee

● the Company Secretary should act as the secretary to the committee ● powers of the audit committee should include the following:

❍ to investigate any activity within its terms of reference

❍ to seek information from any employee

❍ to obtain outside legal or other professional advice

❍ to secure attendance of outsiders with relevant experience, if it considers necessary (Pratip Kar, 2000)

6. The Audit Committee Charter

The tone of a company's control environment is set at the top, by the board of directors. The role of the Audit Committee is to monitor and advise the BoC on the adequacy of control environment. But in some cases audit committee members may not have the expertise in matters of internal control, and some people serving on audit committees have very little accounting or financial background at all. Accordingly, audit committee members need a reference guide to their responsibilities. That is the function of an audit committee charter.

The charter should articulate the authority, responsibility and structure of the audit committee. The responsibilities, at a minimum, should address financial and other reporting practices, internal control and compliance with laws, regulations and ethics. The charter should also state that the audit committee will meet periodically and may call additional or special meetings as needed, if possible, the authority, responsibilities and structure of the audit committee should be provided in the governing law of the affected entity.

(40)

● The primary responsibility for financial and other reporting, internal con trols and compliance with laws, regulations and ethics within the entity rests with executive management;

● The governing board or chief executive has oversight responsibilities in these areas, and the audit committee assists the governing board or chief executive in fulfilling these responsibilities. The audit committee must have unrestricted access to all information, including documents and personnel, and have adequate resource in order to fulfill its oversight responsibilities;

● It is important to have an impartial and objective assessment of the entity's management;

●The chief executive and the governing body must support and endorse an audit committee which operates independently of management and is free of organizational impairments;

●The audit committee and the internal auditors should maintain a degree of professional independence when assessing management's performance of its responsibilities. However, this does not mean that an adversarial role is necessary or desirable because the internal auditors and management should have common goals;

● To ensure the independence of the internal auditing function and that appropriate action is taken on audit findings, the Audit Committee should promote and enhance the mutual cooperation among the committee, internal auditors and executive management.

(The Institute of Internal Auditors, The Audit Committee in the Public Sector)

7. Audit Committee Structure

(41)

The number of members on the Audit Committee should be determined by the size of the organization. Three to five members, however, is usually ideal. The audit committee will normally find it necessary to meet three to four times annually in order to fulfill its financial reporting responsibilities. (The Institute of Internal Auditors, Internal Auditing and The Audit Committee)

8. Conclusion

Good governance promotes relationships of accountability among the primary corporate organs (the BoC, the BoD, and the Shareholders) to enhance corporate performance. It holds management accountable to the BoC, and the BoC accountable to shareholders. In this paradigm, the BoC is in place to ensure that management is working in the best interests of the corporation and its shareholders - by working to enhance corporate economic value. Furthermore, the BoC plays a critical role in directing corporate strategy and ensuring that managers are promoting corporate performance in furtherance of the corporate objectives. Essential to this role is independence of the commissioners meaning that the BoC:

● has the ability to discuss issues outside the presence of management ● is provided with sufficient information to take its decisions, and

● actively participates in agenda-setting and strategy.

This requires individuals with impeccable personal qualities, diverse backgrounds, core competencies and serious understanding of the company and the business.

(42)
(43)

Daftar Pustaka - Sources:

Baridwan, Zaki. 2000. Peran dan Fungsi Komisaris Independen dan Komite Audit (A Paper presented in the Accountant National Convention IV, 6-7 September 2000).

Bean, James W. 1999. The Audit Committee's Roadmap.

Bisnis Indonesia, "Bapepam kenakan sanksi kepada 3 emiten dan 4 sekuritas". www.bisnis.com

Egon Zehnder International. 2000. Corporate Governance and the Role of the Board of Directors.

Forum for Corporate Governance in Indonesia. 2000. Second Position Paper for Recommendation concerning Good Corporate Governance (Detailed Comments).

Herwidayatmo. 2000. Peran dan Fungsi Komisaris Independen dan Komite Audit (A Paper presented in the Accountant National Convention IV, 6-7 September 2000).

International Center for Accounting Reform. 2000. The Audit Committee -Fundamental to Good Corporate Governance. (ICAR Newsletter May 2000)

Kar, Pratip, Executive Director of the Securities and Exchange Board of India. 2000. Corporate Governance and the Empowerment of the Investors. (presented in OECD World Bank 2nd Asian Corporate Governance Roundtable, Hong Kong June 2000).

Kurniawan, Dudi M. and Nur Indriantoro. 2000. Corporate Governance in Indonesia. (presented in OECD’s Second Asian Roundtable on Corporate Governance, Hong Kong 31 May- 2 June, 2000)

Netherlands Committee on Corporate Governance. 1997. Recommendations on Corporate Governance in the Netherlands. Recommendations for Sound Management, Efective Supervision and Accountability.

OECD Business Sector Advisory Group on Corporate Governance, 1998.

(44)

Prasetya, Rudhi. 1995. Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas Disertai dengan Ulasan Menurut UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Cet. 1. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. LN. No. 13 Tahun 1995, TLN. No.3587.

The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG). 2000. Membangun Dewan Komisaris yang Efektif.

The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG). 2000. Seputar Komite Audit.

The Institute of Internal Auditors. Internal Auditing and The Audit Committee.

The Institute of Internal Auditors. Internal Auditing and The Audit Committee: Working Together Toward Common Goals.

The Institute of Internal Auditors. The Audit Committee in the Public Sector.

The Institute of Internal Auditors Research Foundation. Improving Audit Committee Performance: What Works Best – A Research Report prepared by PricewaterhouseCoopers.

Widjaya, I. G. Rai. 2000. Hukum Perusahaan dan undang-undang dan peraturan pelaksanaan di bidang usaha. Penyunting: Herman Sudrajat. Cet. 1. Jakarta: Kesaint Blanc.

(45)

Penerbitan Booklet ini dimungkinkan berkat dukungan penuh dari This publication is made possible through the support of:

1. AAJ Integrasi 2. Akzo Nobel

3. Cipta Niaga, PT. (Persero) 4. Damen Shipyards

5. Danareksa, PT. (Persero) 6. Delft Instruments

7. Elnusa Pan Pacific 8. ING Barings 9. Insight Consulting 10. Inti, PT. (Persero) 11. Integrasi Software, PT. 12. KPMG Accountants NV

13. Kustodian Sentral Efek Indonesia, PT. 14. Matahari Putra Prima Tbk., PT.

15. Ministry of Economics Affairs of the Netherlands 16. Mitra Investdana Sekurindo, PT.

17. P&O Nedlloyd

18. PricewaterhouseCoopers 19. Rabobank

20. Salim Indoplantations, PT. 21. Shell Nederland BV 22. Unilever

Gambar

Tabel:
Struktur Board of Directors dalam Tabel 1.One Tier System
Struktur Dewan Komisaris dan Dewan Direksi dalam Tabel 2.Two Tiers System
Struktur Dewan Komisaris dan Dewan Direksi dalam Tabel 3.Two Tiers System
+5

Referensi

Dokumen terkait

Cacat jenis ini biasanya disebabkan oleh [8] : Logam cair yang teroksidasi, temperatur penuangan yang rendah, tidak cukup keringnya saluran cerat dan

Departemen Keuangan menerima Daftar Gaji dan Slip Gaji seluruh Karyawan dari Dept HRD untuk dikoreksi secara menyeluruh baik perhitungan gaji take home pay- nya masing-masing

• Guru memulai pelajaran dengan mengajak siswa mengamati gambar pada buku tema 6 Subtema 4 Pembelajaran 2, atau kalau guru, mempunyai tayangan video tentang sikap pemborosan

Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Melalui Perlawanan Bersenjata, melalui perlawanan di berbagai daerah yaitu peristiwa pertempuran antara pasukan Sekutu dan Belanda antara

he irst hypothesis is “there is positive and signiicant inluence of school policy, curriculum implementation, school culture and school infrastructure management collectively

Saya pernah menggunakan jasa doorsmeer ditempat lain.,menurut saya perbedaannya dengan doorsmeer lain terletak diruang tunggu Sabena yang luas dan juga

Ketika anggota tidak memiliki kemampuan bertindak sesuai keinginan sendiri, tidak mampu mengeskpresikan perasaan jujur dan nyaman, tidak mampu mempertahankan diri,

Sesuai dengan penelitian terdahulu oleh Ningsih (2012:4), dengan hasil “Penelitian kemampuan berfikir kritis siswa yang memperoleh pembelajaran matematika menggunakan model