• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL BELAJAR INOVATIF GROUP I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENERAPAN MODEL BELAJAR INOVATIF GROUP I"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR ANALITIS SISWA

KELAS XI IPS 3 SMA NEGERI 2 MOJOKERTO

SKRIPSI

OLEH

RIZCO ADITYA ARFIARDY NIM 120721435462

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU SOSIAL

(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan selalu mengalami pembaharuan dalam rangka mencari struktur kurikulum, sistem pendidikan dan metode pengajaran yang efektif dan efisien. Upaya tersebut antara lain peningkatan sarana dan prasarana, peningkatan mutu para pendidik dan peserta didik serta perubahan dan perbaikan kurikulum. Pendidikan yang mampu mendukung pembangunan di masa mendatang adalah pendidikan yang mampu mengembangkan potensi peserta didik, sehingga yang bersangkutan mampu memiliki dan memecahkan problema pendidikan yang dihadapinya. Pendidikan harus menyentuh potensi nurani maupun potensi kompetensi peserta didik. Konsep pendidikan tersebut terasa semakin penting ketika seseorang harus memasuki kehidupan di masyarakat dan dunia kerja, karena yang bersangkutan harus mampu menerapkan apa yang dipelajari di sekolah untuk menghadapi problema yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari saat ini maupun yang akan datang.

Sekolah sebagai suatu institusi atau lembaga pendidikan idealnya harus mampu melakukan proses edukasi, sosialisasi, dan transformasi. Dengan kata lain, sekolah yang bermutu adalah sekolah yang mampu berperan sebagai proses edukasi (proses pendidikan yang menekankan pada kegiatan mendidik dan mengajar), proses sosialisasi (proses bermasyarakat terutama bagi anak didik), dan wadah proses transformasi (proses perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik/ lebih maju).

(3)

teknik dan strategi belajar mengajar, dan implementasi kurikulum serta evaluasinya. (Kasihani Kasbolah E.S, 2001 hal: 1)

Proses pembelajaran melalui interaksi guru dan siswa, siswa dan siswa, dan siswa dengan guru, secara tidak langsung menyangkut berbagai komponen lain yang saling terkait menjadi satu sistem yang utuh. Perolehan hasil belajar sangat ditentukan oleh baik tidaknya kegiatan dan pembelajaran selama program pendidikan dilaksanankan di kelas yang pada kenyataannya tidak pernah lepas dari masalah.

Menurut hasil pengamatan yang dilakukan peneliti melalui observasi kelas dan wawancara dengan guru mata pelajaran geografi kelas XI IPS 3 di SMA Negeri 1 Wringinanom tahun pelajaran 2015/2016 menunjukkan bahwa pencapaian kompetensi mata pelajaran geografi siswa kurang optimal. Asumsi dasar yang menyebabkan pencapaian kompetensi mata pelajaran geografi siswa kurang optimal adalah pemilihan metode pembelajaran dan kurangnya peran serta (keaktifan) siswa dalam KBM. Pada tahun ajaran 2015/2016 SMA Negeri 1 Wringinanom sudah menggunakan Kurikulum 2013 (K13), namun pelaksanaannya belum optimal karena metode mengajar guru masih secara konvensional. Proses belajar mengajar geografi masih terfokus pada guru dan kurang terfokus pada siswa. Hal ini mengakibatkan kegiatan KBM lebih menekankan pada pengajaran daripada pembelajaran. Metode pembelajaran yang digunakan lebih didominasi oleh siswa-siswa tertentu saja. Peran serta siswa belum menyeluruh sehingga menyebabkan diskriminasi dalam kegiatan pembelajaran. Siswa yang aktif dalam KBM cenderung lebih aktif dalam bertanya dan menggali informasi dari guru maupun sumber belajar yang lain sehingga cenderung memiliki pencapaian kompetensi belajar yang lebih tinggi. Siswa yang kurang aktif cenderung pasif dalam KBM, mereka hanya menerima pengetahuan yang datang padanya sehingga memiliki pencapaian kompetensi yang lebih rendah.

(4)

diharapkan sumber informasi yang diterima siswa tidak hanya dari guru melainkan juga dapat meningkatkan peran serta dan keaktifan siswa dalam mempelajari dan menelaah ilmu yang ada terutama mata pelajaran ekonomi.

Salah satu metode pembelajaran yang melibatkan peran serta siswa adalah metode pembelajaran kooperatif. Dalam metode pembelajaran kooperatif lebih menitikberatkan pada proses belajar pada kelompok dan bukan mengerjakan sesuatu bersama kelompok. Proses belajar dalam kelompok akan membantu siswa menemukan dan membangun sendiri pemahaman mereka tentang materi pelajaran yang tidak dapat ditemui pada metode konvensional.

Para siswa dalam kelompok kooperatif belajar bersama-sama dan memastikan bahwa setiap anggota kelompok telah benar-benar menguasai konsep yang telah dipelajari, karena keberhasilan mereka sebagai kelompok bergantung dari pemahaman masing-masing anggota. Ada beberapa keuntungan yang bisa diperoleh dari penggunaan metode pembelajaran kooperatif ini, yaitu: siswa dapat mencapai prestasi belajar yang bagus, menerima pelajaran dengan senang hati atau sebagai hiburan, karena adanya kontak fisik antara mereka, serta dapat mengembangkan kemampuan siswa.

Dengan pembelajaran kooperatif peserta didik akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat mendiskusikan masalah-masalah tersebut dengan temannya. Agar pembelajaran kooperatif dapat terlaksana dengan baik, peserta didik harus bekerja dengan lembar kerja yang berisi pertanyaan dan tugas yang telah direncanakan. Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan guru dan saling membantu sesama teman.

(5)

kemudian menyiapkan dan menyajikan dalam suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan.

Pusat dari investigasi kelompok adalah perencanaan kooperatif murid dalam melakukan penyelidikan terhadap topik yang telah diidentifikasikan. Anggota kelompok mengambil peran dalam menentukan apa yang akan mereka selidiki, siapa yang akan mengerjakan dan bagaimana mereka mempresentasikan hasil secara keseluruhan di depan kelas. Kelompok pada pembelajaran berbasis investigasi kelompok ini merupakan kelompok yang heterogen baik dari jenis kelamin maupun kemampuannya. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 orang. Di dalam kelompok tersebut, setiap siswa dalam kelompok mengejakan apa yang telah menjadi tugasnya dalam lembar kerja kegiatan secara mandiri yang telah disiapkan dan teman sekelompoknya bertanggungjawab untuk saling memberi kontribusi, saling tukar-menukar dan mengumpulkan ide. Setelah itu anggota kelompok merencanakan apa yang akan dilaporkan dan bagaimana membuat presentasinya. Langkah terakhir dalam kegiatan ini, salah satu anggota kelompok mengkoordinasikan rencana yang akan dipresentasikan di depan kelompok yang lebih besar.

(6)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana penerapan model pembelajaran koperatif Group Investigation dapat meningkatkan kemampuan berpikir analitis siswa Kelas XI IPS 3 SMA Negeri 1 Wringinanom Kabupaten Gresik.

C. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diharapakan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi Sekolah

Penelitian ini diharapakan dapat memeberikan masukan sebagai salah satu acuan dan bahan pertimbangan untuk melakukan perbaikan pembelajaran di sekolah.

2. Bagi Guru

Dapat memberikan informasi kepada guru tentang cara meningkatkan kemampuan berpikir analitis siswa pada pembelajaran geografi elalui model pembelajaran Group Investigation khususnya kelas XI IPS 3 SMA Negeri 1 Wringinanom Kabupaten Gresik.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan pengetahuan dan masukan bagi peneliti sebgai calon guru untuk meningkatkan kemampuan berpikir analitis siswa dengan menerapkan model pembelajaran Group Investigation serta dapat dijadikan perbandingan penelitian-penelitian selanjutnya.

D. Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup dan keterbatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Penelitian ini dibatasi pada penerapan model pembelajaran Group Investigation untuk miningkatkan kemampuan berpikir anlitis pada pembelajaran geografi siswa kelas XI IPS 3 SMA Negeri 1 Wringinanom Kabupaten Gresik Tahun Ajaran 2015/2016.

2. Materi yang dipilih yaitu “Lingkungan Hidup” Tahun Ajaran 2015/2016. 3. Dalam penelitan ini terbatas pada kemampuan berpikir analitis siswa bidan

(7)

E. Definfisi Operasional

Definisi operasioan yang diguanakan agar tidak terjadi pemaknaan ganda. Adapun definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Group Investigation adalah serangkaian langkah pembelajaran koopertaif yang memenmpatkan siswa dalam kelompok beranggota 4-5 orang berkemampuan heterogen untuk melaksanakan penelitian. Langkah-langkah pembelajaran group investigation meliputi penentuan masalah, perencanaan penyelidikan, implementasi penyelidikan, persiapan laporan akhir, presentasi laporan akhir, dan evaluasi. Dalam melaksanakan keenam tahap tersebut dilakukan bimbingan terhadap individuo secara operasional untuk mengidentifikasi dan merumuskan masalah; menyusun rencana penyelidikan (judul, latar belakang permasalahan, dan metode penyelidikan); mengumpulkan data dengan observasi dan wawancara serta analisisnya; memaparkan data dengan tabel, grafik, dan narasi; menyusun laporan dan bahan presentasi; dan teknik presentasi.

(8)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Pembelajaran

Istilah pembelajaran secara garis besar dapat didefinisikan sebagai suatu proses interaksi antara komponen-komponen sistem pembelajaran dengan tujuan untuk mencapai suatu hasil belajar. Hal ini berarti bahwa pembelajaran adalah suatu proses transaksional (saling memberikan timbal balik) di antara komponen-komponen sistem pembelajaran, yakni pendidik, peserta didik, bahan ajar, media, alat, prosedur dan proses belajar guna mencapai suatu perubahan yang komprehensif pada diri peserta didik.

Perubahan yang komprehensif tersebut berarti perubahan yang mendalam dan esensial pada perilaku, sikap, pengetahuan dan kemampuan pemaknaan pada peserta didik yang dapat berguna untuk menyelesaikan tugas/kewajiban-kewajiban dalam hidupnya, sehingga melalui sebuah kegiatan pembelajaran yang berkelanjutan, seluruh kebutuhan hidup peserta didik tersebut sebagai seorang insan manusia akan dapat terpenuhi.

Beberapa pakar memberikan definisinya terhadap istilah pembelajaran. Oemar Hamalik (1994: 69) mengemukakan bahwa “pembelajaran adalah prosedur dan metode yang ditempuh oleh pengajar untuk memberikan kemudahan bagi peserta didik untuk melakukan kegiatan belajar secara aktif dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.” Senada dengan pernyataan tersebut, Surya dalam Ruhiat (2012: 2) juga memberikan pengertian bahwa “pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.”

(9)

langsung maupun melalui penggunaan berbagai media pembelajaran, serta ditempuh guna memperoleh sebuah perubahan perilaku secara keseluruhan.

Prosedur/proses pembelajaran yang melibatkan pengajar, peserta didik dan media pembelajaran tersebut bisa dilakukan melalui berbagai pola. Morris dalam Rusman (2010: 152) mengklasifikasikan empat pola pembelajaran yang bisa digambarkan sebagai berikut:

1. Pola Pembelajaran Tradisional 1

2. Pola Pembelajaran Tradisional 2

3. Pola Pembelajaran Guru dan Media

4. Pola Pembelajaran Bermedia

Bagan 1

Pola-Pola Pembelajaran

(10)

Pola pembelajaran guru dan media (3) serta pola pembelajaran bermedia (4) merupakan pola pembelajaran yang sudah melibatkan penggunaan media pembelajaran dalam proses pelaksanaannya. Pada kedua pola tersebut pengajar tidak lagi menjadi satu-satunya sentral informasi dalam kegiatan pembelajaran, karena peserta didik bisa memperoleh berbagai informasi dari media pembelajaran yang disertakan dalam kegiatan pembelajaran, baik secara mandiri ataupun disertai bimbingan dari pengajar.

Pada kedua pola pembelajaran tersebut pengajar harus mampu untuk berperan sebagai seorang fasilitator, di mana ia menggunakan kemampuannya sebagai seorang pengajar untuk memanfaatkan dan mengoptimalkan media-media pembelajaran yang ada agar dapat meningkatkan keaktifan, kreativitas dan kemandirian peserta didik dalam kegiatan pembelajaran, sesuai dengan tuntutan yang diberikan oleh Kurikulum Berbasis Kompetensi.

B. Komponen-Komponen Pembelajaran

(11)
(12)

Guna mencapai tujuan pembelajaran dan memberikan dampak yang sesuai kepada pengajar dan peserta didik sebagai pihak yang terlibat dalam sistem tersebut, maka diperlukan adanya interaksi yang aktif dan saling mempengaruhi antar komponen-komponen pembelajaran. Interaksi tersebut juga harus bersifat saling bergantung (interdependensi) dan saling terobos (interpenetrasi) antar masing-masing komponen.

Fathoni & Riyana (2009: 137) mengemukakan bahwa ada lima komponen sistem pembelajaran, yaitu: tujuan pembelajaran, bahan pembelajaran, strategi dan metode pembelajaran, media pembelajaran, serta evaluasi pembelajaran. Interaksi antar komponen dalam pembelajaran tersebut bisa digambarkan dalam bagan sebagai berikut:

(13)

Dari bagan di atas dapat dilihat bahwa pembelajaran merupakan suatu sistem yang setiap komponennya saling berhubungan satu sama lain, dan semuanya itu sama-sama menuju kepada suatu ketercapaian tujuan pembelajaran. Berikut akan dipaparkan penjelasan dari masing-masing komponen sistem pembelajaran:

1. Tujuan Pembelajaran

Tujuan pembelajaran merupakan suatu target yang ingin dicapai dalam pelaksanaan suatu kegiatan pembelajaran. Komponen ini adalah titik akhir dari sinergi komponen-komponen pembelajaran lain seperti bahan, strategi, metode, media dan evaluasi pembelajaran. Maka dari itu, komponen tujuan ini juga harus dijadikan sebagai pijakan/dasar dalam merumuskan perancangan komponen-komponen pembelajaran lainnya.

Fathoni & Riyana (2009: 138) mengemukakan bahwa “tujuan pembelajaran itu bertingkat dan setiap tingkatan akan berakumulasi untuk mencapai tingkatan berikutnya yang lebih tinggi.” Secara hierarkis, empat tingkatan tujuan pembelajaran tersebut adalah sebagai berikut:

a. Tujuan Pendidikan Nasional

Tujuan Pendidikan Nasional merupakan tujuan umum dari dilaksanakannya kegiatan pendidikan secara nasional di Republik Indonesia. Tujuan Pendidikan Nasional ini diatur dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam UU tersebut, disebutkan bahwa Tujuan Pendidikan Nasional Indonesia adalah “... mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.

b. Tujuan Institusional/Lembaga

(14)

c. Tujuan Kurikuler

Tujuan kurikuler merupakan penjabaran dari tujuan institusional dan menggambarkan tujuan yang ingin dicapai oleh setiap bidang studi dari suatu lembaga pendidikan/sekolah. Tujuan kurikuler tercantum dalam GBPP (Garis-Garis Besar Program Pengajaran) dari setiap bidang studi di lembaga pendidikan/sekolah tersebut.

d. Tujuan Instruksional/Pembelajaran

Tujuan instruksional/pembelajaran adalah tujuan yang hierarkis tingkatannya paling rendah dibandingkan tujuan pembelajaran yang lain, sehingga tujuan ini benar-benar menggambarkan tujuan dari suatu kegiatan pembelajaran dengan betul-betul spesifik dan terperinci

Tujuan instruksional/pembelajaran dibagi lagi menjadi dua bagian, yaitu Tujuan Instruksional Umum (TIU) dan Tujuan Instruksional Khusus (TIK). Tujuan Instruksional Umum adalah tujuan pembelajaran yang sifatnya masih umum yang ingin dicapai dalam setiap pokok bahasan dari sebuah bidang studi. Tujuan Instruksional Khusus (TIK) merupakan penjabaran yang spesifik dari Tujuan Instruksional Umum. Tujuan Instruksional Khusus harus ditulis dengan menggunakan kata-kata kerja operasional agar tingkat ketercapainnya bias lebih mudah di ukur

2. Bahan Pembelajaran

Bahan pembelajaran adalah isi dari suatu kurikulum yang berupa mata pelajaran/bidang studi dengan topik/sub topik dan rinciannya. Dengan merujuk kepada Taksonomi Bloom, sebuah bahan pembelajaran haruslah menyentuh ketiga aspek kompetensi peserta didik, yaitu kognitif (pengetahuan), afektif (sikap/nilai) dan psikomotor (keterampilan).

Supriadie dalam Fathoni & Riyana (2009: 141) merinci enam kategori bahan pembelajaran sebagai berikut:

a. Fakta, yaitu sesuatu yang telah terjadi atau telah dialami/dikerjakan, dan bisa berupa obyek atau keadaan tentang suatu hal.

(15)

c. Prinsip, yaitu suatu aturan/kaidah untuk melakukan sesuatu, atau kebenaran dasar sebagai titik tolak untuk berpikir.

d. Nilai, yaitu suatu pola, ukuran, norma atau suatu tipe/model yang berkaitan dengan pengetahuan atau kebenaran yang bersifat umum.

e. Keterampilan, yaitu suatu kemampuan untuk berbuat sesuatu, baik dalam pengertian fisik maupun mental.

3. Strategi dan Metode Pembelajaran

Strategi pembelajaran sebagai suatu komponen dalam sistem pembelajaran memiliki kaitan yang erat dengan komponen sebelumnya, yakni tujuan pembelajaran. Pemilihan strategi dalam suatu kegiatan pembelajaran harus selalu mengacu kepada rumusan tujuan yang ingin dicapai dalam suatu kegiatan pembelajaran tersebut.

Bila merujuk kepada Taksonomi Bloom, terdapat tiga ranah kompetensi peserta didik, yaitu kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotor memberikan pemahaman kepada peserta didik tentang konsep worldwide web, maka strategi pembelajaran yang digunakan cukup metode ceramah atau diskusi. Lain halnya bila tujuan yang ingin dicapai adalah memberikan keterampilan pada peserta didik untuk mengembangkan sebuah website untuk ditempatkan di jaringan worldwide web. Strategi yang digunakan tentu lebih cocok berupa metode praktek/tutorial. Begitu pula bila tujuan pembelajaran yang ingin dicapai adalah meningkatkan kompetensi pada ranah afektif. Strategi pembelajaran yang digunakan tentunya adalah strategi pembelajaran tersendiri yang paling tepat digunakan untuk meningkatkan kompetensi peserta didik pada ranah tersebut.

(16)

yang dikemukakan oleh J.R. David dalam Masitoh (2011: 22) yang mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah “... perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.” Selain itu, Kemp dalam Masitoh (2011: 22) juga mengemukakan hal yang senada, bahwa strategi pembelajaran adalah “... suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan oleh guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.”

Berbeda dengan strategi pembelajaran yang merupakan sebuah rencana untuk meraih tujuan pembelajaran, metode pembelajaran bisa diartikan sebagai sebuah cara untuk meraih tujuan pembelajaran. Dengan kata lain, metode pembelajaran merupakan penjabaran cara-cara yang bisa ditempuh untuk menjalankan rumusan rencana-rencana pembelajaran yang tertuang dalam strategi pembelajaran.

(17)

Bagan 3

Pemilihan Pendekatan Pembelajaran

Berdasarkan bagan tersebut, pertama-tama seorang pengajar menentukan jenis strategi pembelajarannya, apakah akan berorientasi kepada siswa (student centered) atau berorientasi kepada guru (teacher oriented). Penentuan strategi pembelajaran ini tentunya dilakukan dengan mempertimbangkan dahulu apa tujuan pembelajarannya. Setelah menentukan hal tersebut, pengajar kemudian bisa memilih metode-metode yang cocok digunakan sesuai dengan pendekatan yang dipilih.

Guna mencapai sebuah proses pembelajaran yang baik, maka setiap komponen dalam sebuah sistem pembelajaran harus memiliki dan memenuhi sejumlah kriteria tertentu. Fathoni & Riyana (2009: 150) memaparkan kriteria-kriteria tersebut sebagai berikut:

a. Memiliki tingkat relevansi epistemologis yang tinggi, artinya proses belajar yang dilakukan peserta didik relevan dengan hakikat ilmu yang sedang dipelajari peserta didik;

b. Memiliki tingkat relevansi psikologis. Dalam hal ini ilmu dipandang sebagai alat berpikir. Makin tinggi kadar berpikir siswa di dalam kegiatan belajar, makin berkualitas proses belajar mengajar tersebut; c. Memiliki tingkat relevansi sosiologis. Kriteria ini dilihat dari segi

kesempatan peserta didik menghayati nilai-nilai sosial. Di dalam proses belajar mengajar yang memberi kesempatan kepada peserta didik menghayati nilai-nilai sosial, seperti: saling menghargai pendapat, bekerjasama dan sejenisnya, maka dilihat dari kriteria ini proses tersebut cukup baik;

(18)

e. Memiliki tingkat efisiensi dan efektivitas yang tinggi. Hal ini dilihat dari tingkat pencapaian tujuan yang optimal dan komprehensif serta dengan sumber daya yang relatif hemat.

4. Media Pembelajaran

Media pembelajaran merupakan salah satu komponen dalam sistem pembelajaran yang berfungsi untuk membantu pengajar dan peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran melalui penggunaan alat bantu pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan karakteristik penggunanya.

Bila ditelusuri secara etimologis, kata ‘media’ adalah bentuk jamak dari ‘medius’, sebuah kata dalam bahasa latin yang berarti perantara atau pengantar. Dalam ranah komunikasi, istilah media memiliki definisi sebagai saluran/alat penyimpanan atau transmisi yang digunakan untuk menyimpan atau menyampaikan informasi atau data.

Berkaitan dengan kedudukannya dalam dunia pendidikan, media memiliki beberapa konsep/definisi yang berbeda. Susilana dan Riyana (2008: 5), merangkumnya dalam pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh para ahli/asosiasi di bidang pendidikan sebagai berikut:

a. Teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Jadi media adalah perluasan dari guru (Schram: 1977); b. Sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun audio visual, termasuk

teknologi perangkat kerasnya (NEA: 1969);

c. Alat untuk memberikan perangsang bagi siswa supaya terjadi proses belajar (Briggs: 1970);

d. Segala bentuk dan saluran yang dipergunakan untuk proses penyaluran pesan (AECT: 1977);

e. Berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar (Gagne: 1970);

(19)

Semua pengertian dan konsep media pembelajaran di atas, dapat dirangkum ke dalam sebuah definisi seperti yang dikemukakan oleh Scanlan (2012) sebagai berikut:

Instructional media encompasses all the materials and physical means an instructor might use to implement instruction and facilitate students' achievement of instructional objectives. This may include traditional materials such as chalkboards, handouts, charts, slides, overheads, real objects, and videotape or film, as well newer materials and methods such as computers, DVDs, CD-ROMs, the Internet, and interactive video conferencing.

Media pembelajaran pada dasarnya mencakup semua alat dan bahan yang bisa digunakan oleh seorang pengajar untuk menerapkan proses pembelajaran dan memfasilitasi peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Media pembelajaran bisa berbentuk banyak hal. Terdapat klasifikasi yang membedakan media pembelajaran mulai dari bentuknya yang paling sederhana, seperti poster, flipboard atau papan tulis, hingga ke media pembelajaran yang bentuknya lebih rumit/modern seperti komputer, situs web e-learning, aplikasi augmented reality dll.

Sebuah media pembelajaran harus dimanfaatkan dalam sebuah kegiatan pembelajaran manakala media tersebut mampu untuk memfasilitasi kegiatan belajar atau meningkatkan pemahaman terhadap materi-materi pembelajaran. Scanlan (2012) menuturkan, bahwa setidaknya ada empat macam tujuan pembelajaran yang ketercapaiannya bisa dibantu oleh penggunaan media pembelajaran, yaitu “... attracting attention, developing interest, adjusting to learning climate, promoting accepting (of an idea) (menarik perhatian, membangun ketertarikan, menyesuaikan suasana belajar, serta mempromosikan suatu ide).”

(20)

perangkat lunak berarti informasi/pesan/bahan ajar yang dibawa oleh unsur perangkat keras (hardware) untuk disampaikan kepada peserta didik. Terkait fungsi dari kedua unsur dalam media pembelajaran ini, Susilana & Riyana (2008: 6) mengemukakan, “Media pembelajaran memerlukan peralatan untuk menyajikan pesan, namun yang terpenting bukanlah peralatan itu, melainkan pesan/informasi pembelajaran yang dibawakannya.”

Susilana & Riyana (2008: 8) menyebutkan manfaat-manfaat media pembelajaran sebagai berikut:

a. Memperjelas pesan agar tidak terlalu bersifat verbalitas; b. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, tenaga dan daya indra;

c. Menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid dengan sumber belajar;

d. Memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori dan kinestetiknya;

(21)

Sementara itu Kemp & Dayton dalam Susilana & Riyana (2008: 8) juga mengemukakan kontribusi media dalam pembelajaran sebagai berikut:

a. Penyampaian pesan pembelajaran dapat lebih terstandar; b. Pembelajaran dapat lebih menarik;

c. Pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan menerapkan teori belajar; d. Waktu pelaksanaan pembelajaran dapat diperpendek;

e. Kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan;

f. Proses belajar dapat berlangsung kapanpun dan di manapun diperlukan; g. Sikap positif siswa terhadap materi pembelajaran serta proses

pembelajaran dapat ditingkatkan;

h. Peran guru berubah ke arah yang lebih positif.

Manfaat-manfaat di atas tentunya hanya bisa tercapai apabila suatu kegiatan pembelajaran telah dirancang dengan baik dan media yang digunakan pun merupakan media pembelajaran yang paling efektif untuk digunakan sebagai alat bantu dalam kegiatan pembelajaran tersebut. Dalam usaha memanfaatkan media sebagai alat bantu, Edgar Dale, seorang profesor pendidikan dari Ohio State University, Amerika Serikat, melakukan klasifikasi pengalaman belajar dari tingkat yang paling kongkrit (nyata) ke tingkat yang paling abstrak.

Pengklasifikasian tersebut dikenal dengan istilah Kerucut Pengalaman Edgar Dale (Dale’s Cone of Experience). Kerucut Pengalaman Edgar Dale merupakan sebuah model yang menggabungkan beberapa teori tentang perancangan dan proses pembelajaran. Kerucut ini menggambarkan keterkaitan antara teori belajar dan teknologi komunikasi audiovisual. Kerucut ini juga menyatukan teori pendidikan John Dewey dengan gagasan-gagasan psikologi yang tengah populer pada masa itu (Sudrajat, 2008).

(22)

Bagan 4

Kerucut Pengalaman Edgar Dale

Kerucut Pengalaman Edgar Dale mengklasifikasikan pengalaman belajar berdasarkan tingkat keefektifannya pada peningkatan pemahaman peserta didik terhadap materi pembelajaran. Dalam pengembangan teknologi dan media pembelajaran, klasifikasi tersebut akan memberikan implikasi terhadap pemilihan metode dan bahan pembelajaran yang akan digunakan. Berikut adalah urutan pengalaman belajar dimulai dari pengalaman yang paling abstrak hingga paling nyata berdasarkan bagan Kerucut Pengalaman Edgar Dale di atas:

a. Verbal symbols (Lambang kata/verbal); b. Visual symbols (Lambang visual/gambar);

c. Recordings, radio, still pictures (Rekaman, radio dan gambar diam); d. Motion pictures (Gambar bergerak/film);

e. Educational television (Televisi/siaran pendidikan); f. Exhibits (Pameran/museum);

(23)

h. Demonstrations (Demonstrasi/percontohan); i. Dramatized experiences (Dramatisasi); j. Constrived experiences (Pengalaman tiruan);

k. Direct purposeful experiences (Pengalaman langsung).

Sesuai dengan perkembangan teknologi, terutama teknologi informasi dan komunikasi, media pembelajaran yang ada pada saat ini semakin berkembang ragam dan jenisnya, dari mulai yang paling sederhana seperti poster atau over head projector (OHP), hingga yang paling modern seperti situs web pembelajaran elektronik (e-learning) yang dipergunakan untuk keperluan pembelajaran jarak jauh dan pembelajaran berbasis web.

Susilana & Riyana (2008: 13) melakukan klasifikasi umum terhadap media pembelajaran berdasarkan cara penyajiannya ke dalam tujuh kelompok sebagai berikut:

a. Kelompok Kesatu: Media Grafis, Bahan Cetak dan Gambar Diam; b. Kelompok Kedua: Media Proyeksi Diam;

c. Kelompok Ketiga: Media Audio;

d. Kelompok Keempat: Media Audio Visual Diam; e. Kelompok Kelima: Gambar Bergerak (Film); f. Kelompok Keenam: Televisi;

g. Kelompok Ketujuh: Multimedia.

(24)

Media obyek merupakan media pembelajaran yang tidak menyampaikan pesan pembelajaran melalui format sajian seperti halnya media pembelajaran lainnya. Yang menjadi penyampai pesan pembelajaran dalam media obyek adalah fisik dari medianya sendiri. Media obyek bisa berupa benda hidup seperti binatang/tumbuhan, benda-benda alami seperti sungai, aliran air, batu, tanah dll, benda-benda buatan manusia seperti kendaraan, komputer, gedung, peralatan bertani dll. Selain benda-benda nyata seperti yang telah disebutkan, media obyek juga bisa berupa replika, model atau benda tiruan.

Selain media obyek, sebuah bentuk media pembelajaran yang bukan merupakan kelompok media penyaji adalah media interaktif. Melalui media interaktif, peserta didik melakukan kegiatan pembelajaran tidak hanya dengan mengamati atau menerima informasi dari medianya saja, melainkan saling berkomunikasi dan saling memberikan timbal balik dengan media itu (berinteraksi).

Susilana & Riyana (2008: 22) menuturkan, setidaknya ada tiga macam bentuk interaksi dengan media pembelajaran interaktif. Bentuk interaksi yang pertama adalah interaksi yang menunjukkan input yang diberikan oleh peserta didik kepada suatu program pembelajaran, misalnya interaksi yang dilakukan saat seorang peserta didik mengisi blangko/format isian pada sebuah modul/bahan belajar berprograma. Bentuk interaksi yang kedua adalah interaksi antara peserta didik dengan sebuah mesin/alat otomatis, seperti komputer, video interaktif, smartphone, simulator dll.

(25)

Jenis interaksi ini akan memberikan pengalaman belajar yang merangsanag minatpeserta didik. Banyak pengajar yang menganggap jenis interaksi interaksi ini sebagai sumber terbaik klasifikasi pengalaman belajar dengan tingkat keefektifan yang paling tinggi. Jenis interaksi ini akan memberikan pengalaman belajar yang merangsang minat peserta didik. Banyak pengajar yang menganggap jenis interaksi ini sebagai sumber terbaik dalam urusan media komunikasi.

Aplikasi pembelajaran berbasis web termasuk dalam klasifikasi media pembelajaran interaktif dengan bentuk interaksi yang kedua (interaksi dengan mesin/alat otomatis). Dalam pembelajaran berbasis web, selain belajar melalui pesan pembelajaran yang disajikan oleh aplikasi pembelajaran berbasis web tersebut, peserta didik juga melakukan aktivitas interaktif seperti menjawab soal latihan, mengisi tes formatif, juga bersosialisasi dengan pengajar atau peserta didik lainnya melalui tampilan antar muka web. Semua kegiatan pembelajaran itu dilakukan secara online dan real time. Peserta didik dapat memperoleh feed back seperti nilai dari tes formatif mereka, secara langsung begitu mereka selesai mengerjakannya. Selain itu, kegiatan pembelajaran berbasis web akan merangsang kemandirian dan motivasi peserta didik dalam menyelesaikan kegiatan pembelajarannya. Karena dalam kegiatan pembelajaran jenis ini, peserta didik dituntut untuk bisa belajar secara mandiri dan bermotivasi agar dapat materi pembelajarannya serta menyelesaikan semua evaluasi.

5. Evaluasi Pembelajaran

Secara harfiah evaluasi berarti suatu kegiatan penilaian, penaksiran atau pengukuran. Secara istilah, evaluasi adalah penilaian yang dilakukan secara sistematis terhadap manfaat, nilai dan signifikansi dari suatu hal dengan menggunakan kriteria/standar yang telah ditentukan.

(26)

dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan.”

Senada dengan definisi di atas, Arifin (2010: 7) juga mengemukakan definisi dari evaluasi pembelajaran secara umum sebagai berikut:

“Suatu proses atau kegiatan yang sistematis, berkelanjutan dan menyeluruh dalam rangka pengendalian, penjaminan dan penetapan kualitas (nilai dan arti) berbagai komponen pembelajaran berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu sebagai bentuk pertanggungjawaban guru dalam melaksanakan pembelajaran.”

Berdasarkan dua definisi di atas, bisa terlihat bahwa evaluasi dilakukan sebagai suatu bentuk pertanggungjawaban dari pihak penyelenggara pendidikan, baik itu pengajar maupun lembaga pendidikan, kepada pihak-pihak yang membutuhkannya, seperti peserta didik, orang tua peserta didik atau lembaga-lembaga lain yang membutuhkan data hasil pendidikan.

Kegiatan evaluasi pembelajaran secara umum dilakukan untuk mengetahui efektivitas dari proses pembelajaran yang telah dilakukan. Efektivitas proses pembelajaran itu sendiri bisa dilihat dari perubahan tingkah laku peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran, yang disesuaikan dengan kompetensi, tujuan, dan isi program pembelajaran.

Bila dilihat dari sudut pandang peserta didik, evaluasi pembelajaran juga memiliki beberapa fungsi tertentu. Fathoni (2011: 55) mengemukakan bahwa,

“Penilaian dalam pembelajaran dapat membantu peserta didik untuk memperkuat motivasi belajarnya, memperbesar daya ingat dan transfer belajarnya, memperbesar pemahaman peserta didik terhadap keberadaan dirinya dan memberikan umpan balik tentang efektivitas pembelajaran.”

(27)

dari kegiatan evaluasi pembelajaran yang dikemukakan oleh Arifin (2011: 55) sebagai berikut:

a. Mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah ditetapkan;

b. Mengetahui kesulitan-kesulitan yang dialami peserta didik dalam proses belajar, sehingga dapat dilakukan diagnosis dan kemungkinan memberikan remedial teaching;

c. Mengetahui efisiensi dan efektivitas strategi pembelajaran yang digunakan guru, baik yang menyangkut metode, media maupun sumber-sumber belajar.

Dalam dunia pendidikan, kegiatan evaluasi ada beberapa macam jenisnya dan lazim dilakukan untuk beberapa keperluan. Arifin (2011: 55) mengemukakan empat jenis evaluasi yang sering dilakukan di suatu lembaga pendidikan sebagai berikut:

a. Formatif; Evaluasi yang bertujuan untuk memberikan feedback kepada pengajar untuk memperbaiki kualitas. proses pembelajaran. Dalam evaluasi ini, peserta didik yang belum mencapai kompetensi yang diharapkan atau belum menguasai materi pembelajaran dapat diberikan pembelajaran tambahan/remedial.

b. Sumatif; Evaluasi ini biasanya dilakukan di akhir sebuah kegiatan pembelajaran. Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran yang telah diajarkan. Evaluasi ini juga dilakukan untuk menentukan angka (nilai) yang dijadikan sebagai suatu laporan perkembangan belajar dan bahan pertimbangan untuk memberikan keputusan apakah peserta didik tersebut dapat melanjutkan studinya ke tingkatan yang lebih tinggi atau harus mengulang kembali di jenjang yang sama. Penyelenggaraan suatu evaluasi sumatif di akhir kegiatan pembelajaran biasanya akan meningkatkan motivasi belajar peserta didik karena mereka ingin mampu melanjutkan studinya ke jenjang berikutnya.

(28)

mencakup aspek psikologis, fisik dan lingkungan dari peserta didik yang bersangkutan.

d. Seleksi dan Penempatan; Evaluasi yang digunakan untuk menyeleksi dan menempatkan peserta didik sesuai dengan minat dan kemampuannya. Contoh: tes SNMPTN, tes penempatan kelas IPA/IPS, tes penjurusan program studi dll.

Untuk menghasilkan suatu bentuk evaluasi yang reliabel dan hasilnya bisa dipertanggungjawabkan, seorang pengajar/evaluator hendaknya mampu mengembangkan suatu bentuk evaluasi yang berkualitas. Perancangan suatu bentuk evaluasi bisa berpedoman pada prinsip-prinsip umum seperti yang dikemukakan oleh Departemen Pendidikan Nasional dalam Arifin (2011: 56) sebagai berikut:

a. Mengukur hasil-hasil belajar yang telah ditentukan dengan jelas dan sesuai dengan kompetensi serta tujuan pembelajaran;

b. Mengukur sampel tingkah laku yang representatif dari hasil belajar dan bahan-bahan yang tercakup dalam pengajaran;

c. Mencakup jenis-jenis instrumen penilaian yang paling sesuai untuk mengukur hasil belajar yang diinginkan;

d. Direncanakan sedemikian rupa agar hasilnya sesuai dengan yang digunakan secara khusus;

e. Dibuat dengan realibilitas yang sebesar-besarnya dan harus ditafsirkan secara hati-hati;

f. Dipakai untuk memperbaiki proses dan hasil belajar.

Untuk mengembangkan suatu evaluasi, seorang pengembang suatu bentuk evaluasi hendaknya melakukannya dengan melalui tahapan yang baik dan benar. Fathoni (2011: 56) menyebutkan setidaknya ada delapan langkah umum dalam suatu kegiatan pengembangan evaluasi pembelajaran sebagai berikut:

a. Mengidentifikasi kompetensi, pokok bahasan dan sub pokok bahasan serta tujuan pembelajaran;

(29)

d. Menulis soal;

e. Melaksanakan/menyajikan tes; f. Memeriksa hasil tes;

g. Mengolah dan menafsirkan hasil tes; h. Menggunakan hasil tes.

Setiap langkah tersebut, dilakukan dengan selalu berpedoman terhadap prinsip-prinsip umum pengembangan evaluasi pembelajaran dari Depdiknas seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Hal tersebut dilakukan agar bentuk evaluasi yang dihasilkan benar-benar layak dan mampu melakukan pengukuran hasil belajar pada peserta didik dengan baik dan reliabel.

Ada berbagai macam teknik dan bentuk evaluasi. Seorang pengajar/evaluator bisa memilih salah satu atau menggabungkan beberapa di antaranya untuk mendapatkan data hasil pendidikan yang dibutuhkannya. Arifin (2011: 60) mengemukakan bahwa secara garis besar teknik evaluasi bisa dibedakan menjadi dua jenis, yaitu tes dan non-tes.

Tes merupakan suatu alat yang disusun secara sistematis untuk mengukur suatu sampel perilaku. Dalam tes, seorang peserta didik harus menjawab atau mengerjakan serangkaian tugas/pertanyaan. Dari pengukuran terhadap hasil tes itulah data/nilai tentang perilaku dari seorang peserta didik bisa didapatkan.

Tes bisa digunakan untuk mengukur pengetahuan teoritis dan peningkatan keterampilan. Sedangkan untuk mengukur perkembangan pada skala sikap/afektif, seorang evaluator bisa menggunakan bentuk nontes seperti observasi, wawancara, skala sikap, angket, daftar cek, sosiometri dan data penilaian (Arifin, 2011: 76).

C. Prinsip-Prinsip Pembelajaran

(30)

1. Bahwa belajar menghasilkan perubahan perilaku peserta didik yang relatif permanen;

2. Peserta didik memiliki potensi, gandrung dan kemampuan yang merupakan benih kodrati untuk ditumbuhkembangkan;

3. Perubahan atau pencapaian kualitas ideal itu tidak tumbuh alami liner sejalan proses kehidupan.

Selain prinsip-prinsip umum di atas, terdapat juga prinsip-prinsip khusus dalam pembelajaran. Prinsip-prinsip tersebut mencakup terhadap hal-hal spesifik yang harus dihadirkan dalam sebuah kegiatan pembelajaran guna berlangsungnya suatu kegiatan pembelajaran efektif. Berikut adalah prinsip-prinsip khusus dalam pembelajaran seperti yang dikemukakan oleh Alwasilah dalam Arifin (2009: 164):

1. Prinsip perhatian dan motivasi

Perhatian merupakan salah satu prinsip yang paling penting dalam suatu kegiatan pembelajaran. Gage dan Berliner dalam Sukirman (2010: 5) mengungkapkan bahwa “... tanpa adanya perhatian tidak mungkin akan terjadi suatu proses belajar pada diri siswa.”

Seorang pengajar harus mampu menciptakan perhatian pada diri peserta didiknya, baik itu perhatian pada pengajar itu sendiri ataupun perhatian kepada materi yang sedang diajarkan. Perhatian berfungsi sebagai modal awal yang harus dikembangkan secara optimal untuk memperoleh proses dan hasil pembelajaran yang maksimal.

2. Prinsip keaktifan

Suatu kegiatan pembelajaran yang baik pada dasarnya harus terjadi atas dorongan motivasi internal dari diri seorang peserta didik. Agar pembelajaran dapat mencapai hasil yang optimal, seorang peserta didik harus memiliki kesadaran untuk mau mempelajari serta memahami ilmu yang diajarkan. Sebuah kegiatan pembelajaran tidaklah dapat terjadi atas dorongan/paksaan orang lain. Walaupun terjadi seperti itu, peserta didik akan mempelajari materinya secara malas-malasan hingga timbul kesadaran pada dirinya sendiri bahwa ia memang ingin dan membutuhkan materi pelajaran tersebut.

(31)

harus dikerjakan siswa oleh dirinya sendiri, maka inisiatif belajar harus muncul dari dirinya.” Menyikapi pendapat Dewey tersebut, seorang pengajar di dalam kelas harus berusaha sebisa mungkin untuk menerapkan prinsip keaktifan dalam diri peserta didiknya. Pembelajaran diupayakan untuk selalu berpusat pada diri peserta didik (student-centered learning) serta mengakomodasi potensi individu setiap peserta didik dalam suatu kegiatan pembelajaran yang kondusif. Peserta didik sebagai subyek belajar harus diarahkan untuk memiliki sifat aktif, konstruktif dan mampu merencanakan, mencari, mengolah informasi, menganalisis, mengidentifikasi, memecahkan, menyimpulkan dan melakukan transformasi (transfer of learning) ke dalam kehidupan yang lebih luas.

3. Prinsip keterlibatan langsung/berpengalaman

Belajar dengan mengalami materi pembelajarannya secara langsung (direct purposeful learning) merupakan sebaik-baiknya pengalaman belajar yang bisa terjadi. Edgar Dale dalam bukunya Audio-Visual Methods in Teaching (1969) mengemukakan hal ini melalui model kerucut pembelajarannya (cone of experience). Dalam model tersebut, pembelajaran dengan pengalaman langsung termasuk ke dalam tipe pembelajaran aktif dan dikemukakan sebagai tipe pembelajaran yang paling efektif. Menurut Dale, setelah terlewat dua minggu peserta didik masih akan mengingat 90% apa yang mereka pelajari dan katakana saat pembelajaran berlangsung.

Belajar bukanlah sekedar proses menghapal sejumlah konsep, prinsip atau fakta yang siap untuk diingat, melainkan sebuah proses yang benar-benar melibatkan diri peserta didik untuk masuk dan memahami materi pembelajaran serta dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Pendekatan pembelajaran yang mampu melibatkan siswa secara langsung akan menghasilkan pembelajaran yang lebih efektif sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan secara lebih optimal. Pendekatan pembelajaran seperti ini akan memberikan hasil yang lebih efektif dibandingkan dengan pendekatan yang hanya sekedar menuangkan pengetahuan, fakta atau informasi saja.

(32)

Pentingnya keberadaan prinsip pengulangan dalam sebuah kegiatan pembelajaran bisa merujuk kepada teori Psikologi Daya. Seperti dikemukakan oleh Arifin (2011: 167) bahwa, “menurut teori daya, manusia memiliki sejumlah daya seperti mengamati, menanggapi, mengingat, mengkhayal, merasakan, berpikir dsb. Setiap daya tersebut harus berkembang serta berubah menjadi lebih peka. Untuk mencapainya, diperlukan kegiatan pembelajaran dengan pengulangan.”

5. Prinsip tantangan

Salah satu komponen dalam sistem pembelajaran adalah tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran ialah target yang harus bisa dicapai oleh peserta didik di akhir suatu kegiatan pembelajaran. Dalam perjalanan untuk mencapai tujuan tersebut, peserta didik dihadapkan pada sejumlah hambatan/tantangan untuk memahami isi dari materi yang diajarkan. Di sini, akan timbul motif pada diri peserta didik untuk menuntaskan hambatan/tantangan tersebut dengan cara mempelajari bahan-bahan pembelajaran yang berhubungan. Dalam mencapai tujuan pembelajaran, siswa ditantang untuk mencari dan menemukan konsep-konsep, prinsip-prinsip serta generalisasi dari ilmu pengetahuan yang sedang dipelajari.

Dalam penerapan prinsip tantangan, seorang pengajar dapat berperan dengan menerapkan metode-metode pembelajaran yang memiliki karakteristik menantang yang dapat menimbulkan semangat belajar yang tinggi pada peserta didik. Metode-metode pembelajaran tersebut antara lain metode pembelajaran eksperimen, inkuiri, diskoveri, pemecahan masalah, diskusi dll.

6. Prinsip balikan dan penguatan

(33)

bagi peserta didik. Dalam menerapkan prinsip ini, seorang pengajar bisa mengimplementasikannya dengan memberikan balikan/penguatan setelah mendapat respon pembelajaran dari seorang peserta didik. Respon tersebut tidak hanya diberikan di akhir pembelajaran berupa nilai/peringkat, tapi bisa diberikan juga segera setelah peserta didik melakukan aktivitas pembelajaran. Misalnya memberikan pujian/koreksi setelah seorang peserta didik memberikan pendapatnya terhadap suatu materi, atau berdiskusi dengan peserta didik tentang suatu materi pelajaran. Hal-hal seperti ini akan membuat peserta didik terdorong untuk belajar dengan lebih giat dan bersemangat. 7. Prinsip Perbedaan Individu

Setiap peserta didik di kelas pada hakikatnya memiliki perbedaan individu masing-masing, baik dari segi kelemahan maupun keunggulan, atau dalam segi fisik maupun psikis. Hal ini akan berdampak pada perbedaan kemampuan tiap individu tersebut dalam menyerap materi pelajaran.

Seorang pengajar yang baik harus dapat mengenali perbedaan di setiap individu peserta didiknya supaya dapat memberikan perlakuan dan pelayanan pendidikan yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masing-masing peserta didik. Ciri dan karakteristik yang berbeda dari setiap individu peserta didik tersebut penting untuk dapat dikenali dan dipahami supaya seorang pengajar bisa menyiapkan dan menyajikan pelajaran, memberikan tugas, serta memberikan bimbingan yang sesuai kepada masing-masing peserta didik.

D. Inovasi Pembelajaran

(34)

tak terkecuali pendidikan. Inovasi pendidikan adalah suatu usaha untuk memperkenalkan sesuatu yang baru dalam bidang pendidikan agar tercapai efisiensi dan efektifitas guna peningkatan mutu untuk mencapai kualitas pendidikan yang lebih baik. Inovasi dalam bidang pendidikan bisa dilakukan di berbagai aspek/tingkatan, seperti dalam hal manajemen pendidikan, metodologi pengajaran, media pembelajaran, sumber belajar, pelatihan guru, implementasi kurikulum, pembelajaran, dsb.

Tidak setiap hal yang baru diperkenalkan dalam dunia pendidikan bisa disebut sebagai sebuah inovasi. Inovasi di dalam dunia pendidikan haruslah berupa produk dari suatu hasil olah pikir atau olah teknologi yang memiliki kadar orisinalitasnya sendiri dan dapat memecahkan persoalan yang timbul atau memperbaiki suatu keadaan di dalam dunia pendidikan. Wahyudin & Susilana (2009: 243) mengemukakan setidaknya empat ciri utama inovasi pendidikan sebagai berikut:

1. Memiliki kekhasan/kekhususan; Sebuah hal yang dinamakan inovasi haruslah memiliki ciri yang khas, baik dilihat dari segi ide, program, tatanan, sistem, maupun hasil yang diharapkan.

2. Memiliki ciri atau unsur kebaruan; Sebuah inovasi haruslah berupa suatu hasil karya/pemikiran yang baru dan orisinil.

3. Program inovasi dilakukan melalui program yang terencana; Suatu program inovasi tidak boleh dilakukan melalui suatu proses yang tergesa-gesa. Sebuah program inovasi haruslah dipersiapkan secara matang dengan program yang jelas dan terencana.

4. Program inovasi digulirkan dengan sebuah tujuan; Tujuan yang ingin dicapai melalui penerapan suatu program inovasi harus tertulis dengan jelas di dalam naskah perencanaannya, termasuk arah dan strategi yang akan ditempuh demi mencapai tujuan tersebut.

(35)

saluran tertentu, terhadap anggota dari sebuah sistem sosial. Proses difusi ini bisa juga disebut sebagai suatu tipe komunikasi khusus, di mana pesan yang disampaikannya adalah sebuah ide baru (inovasi). Tujuan utama dari dilaksanakannya proses difusi adalah diadopsinya suatu inovasi oleh sebuah sistem sosial tertentu. Sistem sosial ini bisa berupa individu, kelompok informal, maupun sebuah organisasi. Kegiatan difusi dilakukan melalui saluran-saluran tertentu. Saluran ini bisa berupa saluran media massa, maupun saluran antar-pribadi. Saluran media massa dapat menjangkau audiens yang banyak dalam waktu yang singkat. Sedangkan saluran antar-pribadi hanya melibatkan dua individu saja dalam proses pertukaran informasinya. Melihat pengertian dari definisi difusi inovasi di atas, maka bisa disimpulkan komponen-komponen utama dari sebuah kegiatan difusi inovasi seperti yang dikemukakan oleh Rogers dalam Sahin (1983) sebagai berikut:

1. Innovation; Unsur inovasi itu sendiri.

2. Communication Channels; Saluran-saluran komunikasi yang menghubungkan antara pihak penyampai dan penerima inovasi dan digunakan untuk mentransmisikan pesan inovasi;

3. Time; Waktu penerapan dan pendifusian produk inovasi ke seluruh tingkatan sasarannya;

4. Social System; Sistem sosial yang menjadi tempat di mana produk inovasi didifusikan.

(36)

Bottom-up model merupakan kebalikan dari top-down model. Dalam model ini, produk inovasi awalnya berasal dari tingkatan yang lebih rendah, seperti sekolah, lembaga pendidikan, atau para guru di sekolah. Sebuah produk inovasi awalnya hanya diterapkan pada lingkup yang terbatas, kemudian dikenali oleh para pemegang kewenangan dan diadopsi di lingkup yang lebih luas. Produk inovasi yang didifusikan melalui bottom-up model biasanya adalah berupa suatu hal yang spesifik, seperti model pembelajaran khusus, sistem e-learning, strategi pembelajaran, model manajemen pendidikan, dll.

Pembelajaran berbasis web merupakan salah satu contoh produk inovasi pembelajaran pada aspek metode/media pembelajaran. Produk ini belum ada sebelumnya dan memanfaatkan kecanggihan teknologi komputer, internet dan multimedia yang telah memberikan cara baru bagi umat manusia untuk saling berkomunikasi tanpa terhalang jarak dan waktu. Bila diaplikasikan di dunia pendidikan, teknologi tersebut bisa memberikan cara-cara penyampaian pengetahuan (delivery system) yang baru, yang berbeda dengan metode pembelajaran konvensional. Keberadaan model pembelajaran berbasis web telah menjembatani kebutuhan dunia pendidikan untuk selalu mengikuti perkembangan zaman yang terjadi. Model pembelajaran berbasis web ini juga diharapkan bisa menjadi solusi atas beberapa permasalahan yang ditemui pada metode pembelajaran konvensional serta dapat meningkatkan efektivitas kegiatan pembelajaran menjadi lebih baik dari sebelumnya.

2.2Pembelajaran Kooperatif

(37)

dorongan kepada siswa agar bekerja sama selama proses pembelajaran.Selanjutnya Stahl dalam Isjoni (2009: 15) menyatakan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan belajar siswa lebih baik dan meningkatkan sikap saling tolong-menolong dalam perilaku sosial.

Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar (Sugiyanto, 2010: 37). Anita Lie (2007: 29) mengungkapkan bahwa model pembelajaran cooperative learning tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok.

Ada lima unsur dasar pembelajaran cooperative learning yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif dengan benar akan menunjukkan pendidik mengelola kelas lebih efektif.

Johnson (Anita Lie,2007: 30) mengemukakan dalam model pembelajaran kooperatif ada lima unsur yaitu: saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses kelompok. Pembelajaran kooperatif (Cooperative learning) adalah model pembelajaran yang menekankan pada saling ketergantungan positif antar individu siswa, adanya tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi intensif antar siswa, dan evaluasi proses kelompok (Arif Rohman, 2009: 186).

(38)

Agus Suprijono (2009: 54) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, di mana guru menetapkan tugas dan pertanyaanpertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu siswa menyelesaikan masalah yang dimaksudkan. Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas.

Anita Lie (Agus Suprijono, 2009: 56) menguraikan model pembelajaran kooperatif ini didasarkan pada falsafah homo homini socius. Berlawanan dengan teori Darwin, filsafat ini menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Dialog interaktif (interaksi sosial) adalah kunci seseorang dapat menempatkan dirinya di lingkungan sekitar. Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok kecil yang anggotanya bersifat heterogen, terdiri dari siswa dengan prestasi tinggi, sedang, dan rendah, perempuan dan laki-laki dengan latar belakang etnik yang berbeda untuk saling membantu dan bekerja sama mempelajari materi pelajaran agar belajar semua anggota maksimal.

A. Group Investigation

Group Investigationmerupakan salah satu bentuk pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari buku pelajaran atau siswa dapat mencari melalui internet. Siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Tipe ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok. Model Group Investigation dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.

(39)

atau the dynamic of the learning group, (Udin S. Winaputra, 2001:75). Penelitian di sini adalah proses dinamika siswa memberikan respon terhadap masalah dan memecahkan masalah tersebut. Pengetahuan adalah pengalaman belajar yang diperoleh siswa baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan dinamika kelompok menunjukkan suasana yang menggambarkan sekelompok saling berinteraksi yang melibatkan berbagai ide dan pendapat serta saling bertukar pengalaman melaui proses saling beragumentasi.

Slavin (1995) dalam Siti Maesaroh (2005:28), mengemukakan hal penting untuk melakukan metode Group Investigation adalah:

1. Membutuhkan Kemampuan Kelompok.

Di dalam mengerjakan setiap tugas, setiap anggota kelompok harus mendapat kesempatan memberikan kontribusi. Dalam penyelidikan, siswa dapat mencari informasi dari berbagai informasi dari dalam maupun di luar kelas.kemudian siswa mengumpulkan informasi yang diberikan dari setiap anggota untuk mengerjakan lembar kerja.

2. Rencana Kooperatif.

Siswa bersama-sama menyelidiki masalah mereka, sumber mana yang mereka butuhkan, siapa yang melakukan apa, dan bagaimana mereka akan mempresentasikan proyek mereka di dalam kelas.

3. Peran Guru.

Guru menyediakan sumber dan fasilitator. Guru memutar diantara kelompok-kelompok memperhatikan siswa mengatur pekerjaan dan membantu siswa mengatur pekerjaannya dan membantu jika siswa menemukan kesulitan dalam interaksi kelompok.

(40)

Langkah-langkah penerapan metode Group Investigation, (Kiranawati (2007), dapat dikemukakan sebagai berikut:

1. Seleksi topic

Para siswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dulu oleh guru. Para siswa selanjutnya diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik maupun kemampuan akademik.

2. Merencanakan kerjasama

Para siswa bersama guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih dari langkah 1 diatas.

3. Implementasi

Pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.Para siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah 2.

4. Analisis dan sintesis

Para siswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh pada langkah 3 dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas.

(41)

Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Presentasi kelompok dikoordinir oleh guru.

6. Evaluasi

Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok, atau keduanya.

Tahapan-tahapan kemajuan siswa di dalam pembelajaran yang menggunakan metode Group Investigation untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table berikut, (Slavin, 1995) dalam Siti Maesaroh (2005:29-30):

Enam Tahapan Kemajuan Siswa di dalam Pembelajaran Kooperatif dengan Metode Group Investigation

Tahap I

Mengidentifikasi topik dan membagi siswa ke dalam kelompok.

Guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk memberi kontribusi apa yang akan mereka selidiki. Kelompok dibentuk berdasarkan heterogenitas.

Tahap II

Merencanakan tugas.

(42)

sumber apa yang akan dipakai.

Tahap III

Membuat penyelidikan.

Siswa mengumpulkan, menganalisis dan mengevaluasi informasi, membuat kesimpulan dan

Siswa mempresentasikan hasil kerjanya. Kelompok lain tetap mengikuti.

Tahap VI

Evaluasi.

Soal ulangan mencakup seluruh topik yang telah diselidiki dan dipresentasikan.

Terkait dengan efektivitas penggunaan metode Metode Group Investigation ini, dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap siswa kelas X SMA Kosgoro Kabupaten Kuningan Tahun 2009 menunjukkan bahwa:

Pertama, dalam pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigation berpusat pada siswa, guru hanya bertindak sebagai fasilitator atau konsultan sehingga siswa berperan aktif dalam pembelajaran.

Kedua, pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerjasama dan berinteraksi antar siswa dalam kelompok tanpa memandang latar belakang, setiap siswa dalam kelompok memadukan berbagai ide dan pendapat, saling berdiskusi dan beragumentasi dalam memahami suatu pokok bahasan serta memecahkan suatu permasalahan yang dihadapi kelompok.

(43)

kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari, semua siswa dalam kelas saling terlihat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut.

Keempat, adanya motivasi yang mendorong siswa agar aktif dalam proses belajar mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.

Melalui pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigation suasana belajar terasa lebih efektif, kerjasama kelompok dalam pembelajaran ini dapat membangkitkan semangat siswa untuk memiliki keberanian dalam mengemukakan pendapat dan berbagi informasi dengan teman lainnya dalam membahas materi pembelajaran.

Dari hasil penelitian ini pula dapat disimpulkan bahwa keberhasilan dari penerapan pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigation dipengaruhi oleh faktor-faktor yang kompleks, diantaranya: (1) pembelajaran berpusat pada siswa, (2) pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerjasama dan berinteraksi antar siswa dalam kelompok tanpa memandang latar belakang, (3) siswa dilatih untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi, (4) adanya motivasi yang mendorong siswa agar aktif dalam proses belajar mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran

B. Kemampuan Analitik

Salah satu aspek kognitif dalam taksonomi Bloom yang menempati urutan keempat setelah pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi adalah aspek analisis. Kemampuan berpikir analisis merupakan suatu kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh siswa. Kemampuan berpikir analitis ini tidak mungkin dicapai siswa apabila siswa tersebut tidak menguasi aspek-aspek kognitif sebelumnya. Menurut Sudjana, analisis merupakan tipe hasil yang kompleks karena memanfaatkan unsur pengetahuan, pemahaman dan apalikasi.

(44)

materi (informasi) ke dalam bagian-bagiannya yang perlu, mencari hubungan antarabagian-bagiannya, mampu melihat (mengenal) komponen-komponennya, bagaimana komponen-komponen itu berhubungan dan terorganisasikan, membedakan fakta dari hayalan.

Dalam kemampuan analisis ini juga termasuk kemampuan menyelesaikan soal-soal yang tidak rutin, menemukan hubungan, membuktikan dan mengomentari bukti, dan merumuskan serta menunjukkan benarnya suatu generalisasi, tetapi baru dalam tahap analisis belum dapat menyusun.

Penadapat lain yang sejalan, Suherman dan Sukjaya (1990: 49) menyatakan bahwa kemampuan analisis adalah kemampuan untuk merinci atau menguraikan suatu masalah (soal) menjadi bagian-bagian yang lebih kecil (komponen) serta mampu untuk memahami hubungan diantara bagian-bagian tersebut. Hal ini juga diperkuat oleh Bloom yang menyatakan bahwa kemampuan berpikir analitis menekankan pada pemecahan materi ke dalam bagian-bagian yang lebih khusus atau kecil dan mendeteksi hubungan-hubungan dan bagian-bagian tersebut dan bagian-bagian itu diorganisir.

Bloom membagi aspek analisis ke dalam tiga kategori , yaitu:

1) analis bagian (unsur) seperti melakukan pemisalan fakta, unsur yang didefinisikan, argumen, aksioma (asumsi), dalil, hipotesis, dan kesimpulan; 2) analisis hubungan (relasi) seperti menghubungkan antara unsur-unsur dari

suatu sistem (struktur) matematika;

3) analisis sistem seperti mampu mengenal unsur-unsur dan hubungannya dengan struktur yang terorganisirkan. Penjabaran dari ketiga kategori tersebut menurut Suharsimi meliputi berbagai keterampilan, yaitu: memperinci, mengasah diagram, membedakan, mengidentifikasi, mengilustrasi, menyimpulkan, menunjukkan dan membagi. Kemampuan analisis yang dapat diukur adalah kemampuan mengidentifikasi masalah, kemampuan menggunakan konsep yang sudah diketahui dalam suatu permasalahan dan mampu menyelesaikan suatu persoalan dengan cepat. Ross mengungkapkan beberapa indikator kemampuan analitis, yaitu:

(45)

2. Membuat dan mengevaluasi kesimpulan umum berdasarkan atas penyelidikan atau penelitian.

3. Meramalkan atau menggambarkan kesimpulan atau putusan dari informasi yang sesuai.

4. Mempertimbangkan validitas dari argumen dengan menggunakan berpikir deduktif dan induktif.

5. Menggunakan data yang mendukung untuk menjelaskan mengapa cara yang digunakan dalam jawaban adalah benar.

C. Sumber Daya Alam

BAB III

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini tergolong penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas merupakan salah satu cara yang strategis untuk meningkatkan atau memperbaiki layanan pendidikan bagi guru dalam konteks pembelajaran di kelas. Agung (2010:2) menyatakan “PTK sebagai suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan atau meningkatkan praktek-praktek pembelajaran di kelas secara lebih profesional”. Jadi dapat disimpulkan PTK adalah penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan dengan tujuan untuk memperbaiki kinerja sebagai seorang guru, sehingga memperoleh hasil belajar yang lebih meningkat.

(46)

Penelitian tindakan kelas menggunakan empat langkah, yaitu: pengembangan plan (perencanaan), act (tindakan), observe (pengamatan) dan evaluation (evaluasi), serta reflect (perenungan). Keempat tahapan ini dapat membentuk sebuah siklus, yaitu satu putaran kegiatan berurutan yang kembali ke langkah semula.

Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah 33 orang , siswa kelas XI IPS 3 Semester Genap di SMA Negeri 2 Kota Mojokerto tahun ajaran 2015/2016.

Objek dari penelitian ini adalah hasil dan aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran geografi materi Pengelolaan Sumber Daya Alam Indonesia kelas XI IPS 3 Semester Genap di SMA Negeri 2 Kota Mojokerto tahun ajaran 2015/2016

Hasil belajar geografi yang diukur dalam penelitian ini hanya ranah kognitif saja. Metode pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini menggunakan metode tes untuk hasil belajar siswa, metode observasi untuk aktivitas pembelajaran geografi, dan untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi siswa dalam proses pembelajaran dengan menggunakan metode wawancara.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dengan penmaknaan kualitatif. Kriteria klasifikasi aktivitas belajar siswa disusun berdasarkan Mean Ideal (MI) dan Standar Deviasi Ideal (SDI). Mengenai hasil belajar siswa secara klasikal, akan dianalisis dengan menggunakan metode analisis data yang dihitung berdasarkan hasil penghitungan: 1) Rata-Rata Hasil Belajar, 2) Daya Serap Siswa, 3) Menentukan Tingkat Ketuntasan Hasil Belajar.

(47)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Instrumen Penelitian

1. a. Soal tes kemampuan berpikir analitis pratindakan Bacalah artikel dan jawbalah dengan tepat pertanyaan di baawah ini!

Lingkungan hidup yang baik adalah lingkungan yang tidak tercemar baik pencemaran udara air dan tanah. Pencemran lingkungan ditimbulkan oleh banyak penyyebab salah satunya adalah adanya indrustri yang membuan limbah langsung ke sunagi.

Sungai Ngapit di Keamatan Jombang kondisi airnya tercemar dan menimbulakan dampak terhadap masyarakat yang berda di sekitarnya. Di dekat sungai ngapit terdapat pabrik kecap yang membuang limbah ke sungai.

(48)

3. Ungkapkan dampak yang ditimbulakan akibat pembuangan limabah ke sungai ngapit?

4. Uraikan alternatif pemecahan masalah yang dapat diambil untuk menyelesaikan masalah sia atas!

5. Tentukan soludi yang terbaik dari alternative pemecahan yang kamu sebutkan, beserta alasannya!

1. b. Kunci jawaban berpikir analaitis pratindakan 1. Identifikasi Masalah

a. Apa masalahnya?

Pencemaran air sungai Ngapit b. Kapan terjadi?

Sejak industry kecap beroprasi c. Dimana tempatnya?

Di kecamatan jombang d. Siapa penyebabnya?

Kareana saat pabrik kecap beroprasi, limbahnya langsung dibuang ke sungai tanpa diolah terlebih dahulu.

e. Bagaimana?

Limbah industry langsung dibuang langsung ke sungai tanpa diolah terlebih dahulu, limbah ini mengandung zat-at kimia yang berbahaya bagi lingkungan. Bahan-bahan tersebut terlarut dalam air sungai sehingga air sunagi tercemar karena zat-zat tersebut.. Pencemaran air itu ditunjukkan dengan perubahan sifat fisik air dengan ditandaia perubahan warna menjadi hitam dan baau yang bususk.

2. Pengertiana pencemran lingkungan

Pencemaran lingkungan adalah berubahnya kondisi lingkunagan yang disebabakan oleh bercampurnya zat

3. Dampak yang ditimbulakan

Gambar

Tabel 2 Tabel Persentase Peningkatan Nilai Rata-rata per Indikator Motivasi
Tabel 3 Tabel  Perbandingan Kemampuan Berpikir Analitis  Siswa Pra

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian tentang sikap konsumen dilihat dari evaluasi atribut dan kepercayaan atribut dengan menggunakan pendekatan multiatribut dari Fishbein menunjukkan bahwa

pembahasan yang lebih mengarah dan relevan dengan permasalahan yang ada. Sesuai dengan judul “ Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Tema Berbagai Pekerjaan Melalui Metode

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek asam fumarat, natrium bikarbonat, atau interaksi keduanya yang dominan dalam menentukan sifat fisik granul effervescent ekstrak

Dalam mengerjarakan soal, siswa cenderung menggunakan cara yang telah. diberikan

Selama proses penelitian, analisis dilakukan, akan muncul pertanyaan-pertanyaan yang dijadikan dasar untuk melacakterus kasus yang diteliti sampai diperoleh data anggota

Proses pembelajaran di SMK Negeri 3 Terbanggi Besar masih bersifat konvensional yang sebagian besar hanya menggunakan metode ceramah, terutama untuk mata

Pertama , pelaksanaan model aktualisasi perilaku keberagamaan siswi Madrasah Aliyah Diniyyah Putri Lampung pada praktik Pendidikan Agama Islam adalah penanaman dan

Bab IV berisi tentang hasil analisis data dan menjawab permasalahan yang ada dalam rumusan masalah, meliputi : Proses mentoring LDK Al-Izzah UIN Sumatera Utara