• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS KEHIDUPAN BEKER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA KUALITAS KEHIDUPAN BEKER"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sebagai praktisi kesehatan yang bergerak dibidang jasa kesehatan, perawat

adalah bagian terpenting dan ujung tombak di rumah sakit. Kesuksesan dan

keunggulan kompetitif perusahaan, dalam hal ini adalah rumah sakit, banyak

ditentukan oleh keberhasilan sumber daya manusia khususnya perawat dalam

memberikan pelayanan. Dalam budaya pemberian pelayanan ini, rumah sakit

memprioritaskan hubungan baik dan saling memperhatikan antar karyawan.

Organisasi seperti ini juga memberi penekanan terhadap pentingnya memelihara

kualitas hidup yang tinggi (As’ad & Soetjipto, 2000).

Dalam setiap lingkungan kerja, karyawan dituntut untuk selalu memberikan

yang terbaik dalam tugasnya. Selalu bertindak dengan baik, tepat, cepat, dan benar

adalah tuntutan tugas yang tidak mudah bagi karyawan khususnya perawat rumah

sakit. Berbagai permasalahan dapat berasal dari tuntutan – tuntutan yang ada didalam

pekerjaan. Hal ini senada dengan pendapat Baum (dalam Sarafino, 1998) yang

mengatakan bahwa kejadian-kejadian atau kekuatan-kekuatan yang ada pada

lingkungan kerja dapat mengancam eksistensi manusia dan memicu timbulnya stres.

Pada umumnya pelaksanaan tugas selalu mengandung permasalahan dan tantangan.

Masalah dan tantangan ini sering kali menimbulkan stres yang bisa mengganggu

individu didalam mencapai tujuan.

Salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pelayanan dan kesehatan medis

yaitu Rumah Sakit Islam Malahayati Medan memiliki manajemen yang menjunjung

(2)

yaitu : memberikan fasilitas kesehatan yang fokus pada aspek kemanusiaan,

menjunjung tinggi partisipasi aktif dan kerjasama dari seluruh staf, hubungan antara

sesama staf medis cenderung lebih profesional, serta menerapkan prinsip

kebersamaan tanpa memandang suku dan keturunan (Feasibility Study of The

Malahayati Islamic Hospital, 2008). Hal tersebut berhubungan dengan pendapat

Michie (2002) yang mengatakan bahwa salah satu faktor lingkungan kerja yang

berhubungan dengan stres yaitu hubungan sosial didalam bekerja. Hubungan sosial

yang baik dengan rekan kerja, menerapkan prinsip kebersamaan dan kerjasama yang

baik antar karyawan dapat menghindari individu dari keadaan yang menekan atau

stres di lingkungan kerja.

Stres dalam lingkungan kerja dapat disebabkan oleh tuntutan kerja yang

melebihi kemampuan individu (Westman, 2005). Hal ini senada dengan hasil

wawancara yang dilakukan dengan salah satu perawat RSI Malahayati Medan yang

mengatakan bahwa:

”...tuntutan kerja yang saya hadapi cukup berat, karena disini perawatnya masih kurang, jadi beban kerja yang harus dikerjakan juga semakin banyak. trus dalam menghadapi pasien dan keluarganya juga perlu kesabaran karena mereka banyak nuntutnya. Namun gaji yang saya terima juga belum mencukupi, apalagi dengan beban kerja yang banyak. Kadang saya merasa tertekan dan merasa ingin berhenti saja...tapi karena pekerjaan susah dicari, yah… saya tetap diam dan bekerja sajalah, saya anggap aja semua masalah itu gak ada, jadi dibawa santai saja….”(Komunikasi personal,02 Agustus 2010)

Menurut Smet (1994) kondisi fisik suatu lingkungan mempunyai andil cukup

besar dalam memunculkan masalah pada individu, sehingga reaksi individu dalam

menghadapi kondisi lingkungan yang penuh masalah berupaya untuk

menyeimbangkan dirinya dengan lingkungannya. Tindakan-tindakan yang dilakukan

oleh individu agar tercipta keseimbangan ini disebut coping. Menurut Lazarus &

(3)

dilakukan agar karyawan bisa tetap bertahan dalam menjalankan tugas dan tanggung

jawab dalam bekerja. Upaya - upaya yang dapat dilakukan karyawan untuk

menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau meminimalkan dampak kejadian yang

menimbulkan stres khususnya didalam pekerjaan dapat diistilahkan sebagai strategi

coping.

Menurut Flokman & Lazarus (dalam Sarafino, 2006) terdapat dua klasifikasi

bentuk coping yaitu : problem focused coping (PFC) dan emotional focused coping

(EPC). Problem focused coping (PFC) adalah bentuk coping yang lebih diarahkan

kepada upaya untuk mengurangi tuntutan dari situasi yang menekan individu,

sedangkan emotion focused coping (EFC) merupakan bentuk coping yang diarahkan

untuk mengatur respon emosional terhadap situasi yang menekan individu. Faktor

yang menentukan strategi yang paling banyak atau sering digunakan sangat

tergantung pada seberapa besar masalah yang dialaminya dan dapat mempengaruhi

bagaimana individu tersebut akan mengatasi masalah yang dihadapi (Taylor, 2009).

Masalah yang sama dapat dipersepsikan secara berbeda oleh individu yang berbeda

tergantung dari pengalaman dan keahlian coping dari individu itu sendiri (Yusoff,

2010).

Menurut Mutadin (2002) terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi

strategi coping. Salah satu diantaranya adalah dukungan sosial yang meliputi

dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan emosional pada diri individu yang

diberikan oleh orang tua, anggota keluarga lain, saudara, teman, rekan kerja dan

lingkungan masyarakat sekitarnya. Hal ini berhubungan dengan pendapat Walton

(dalam Kossen, 1987) yang menyatakan bahwa individu yang saling mendukung satu

sama lain akan terdapat rasa hubungan kemasyarakatan serta hubungan antara

(4)

baik dengan atasan, sesama rekan kerja dan bawahan dapat saling memberi dukungan

sehingga dapat tercipta rasa memiliki dan integrasi sosial dalam lingkungan kerja.

Rasa memiliki dan integrasi sosial ini merupakan salah satu dari kriteria yang

membentuk kualitas kehidupan bekerja dalam organisasi.

Menurut Robins (dalam Islam & Siengthai, 2009) kualitas kehidupan bekerja

adalah suatu proses dimana organisasi memberikan respon kepada kebutuhan

karyawan dengan mengembangkan mekanisme yang mengijinkan karyawan untuk

berbagi dalam membuat keputusan yang membentuk kehidupan kerjanya. Hal ini

berhubungan dengan pendapat Randall & Vandra (dalam Usman, 2009) yang

menyatakan bahwa pada dasarnya kualitas kehidupan bekerja merupakan salah satu

tujuan penting dalam memenuhi kebutuhan – kebutuhan pekerja. Kebutuhan –

kebutuhan karyawan yang belum terpenuhi dengan baik menimbulkan masalah dalam

bekerja seperti meningkatnya ketidakhadiran karyawan, berkurangnya kepuasan kerja

dan meningkatnya konflik sehingga karyawan membutuhkan strategi coping agar

dapat mengatasi masalah yang dihadapi didalam bekerja (Michie, 2002).

Dinamika multidimensional yang meliputi beberapa konsep dalam kualitas

kehidupan bekerja adalah pemberian pelatihan pada karyawan dan adanya peluang

pengembangan karier serta keikutsertaan di dalam pengambilan-keputusan (Lau &

Bruce dalam Considine & Callus, 2001). Hal ini senada dengan pendapat Michie

(2002) yang menyatakan bahwa pemberian pelatihan dan manajemen yang baik di

lingkungan kerja dapat meningkatkan sumber – sumber yang dapat membantu

individu dalam menghadapi tuntutan dan tekanan dalam bekerja yaitu keahlian coping

dan kondisi kerja seperti lingkungan kerja yang baik. Tunggal (2006) menambahkan

bahwa perusahaan bertanggung jawab atas peningkatan dan atau pengembangan

(5)

kesempatan yang sama untuk mengikuti pelatihan kerja sesuai dengan bidang

tugasnya. Hal ini didukung oleh hasil wawancara yang dilakukan dengan salah satu

staf HRD RSI Malahayati Medan yang mengatakan bahwa:

“….Perawat disini sering mendapatkan pelatihan – pelatihan atau diklat untuk lebih meningkatkan skill mereka, hampir setiap bulan para perawat diberikan pelatihan, Selain diberi pelatihan, perawat disini juga mengalami rotasi kerja.. perawat yang kinerjanya bagus itu diberikan promosi. Misalnya dari perawat menjadi kepala keperawatan, jadi jenjang karir dari setiap posisi itu pasti ada …”. (Komunikasi personal, 02 Agustus 2010)

Menurut Michie (2002) individu dapat mengalami stres bila individu tersebut

kekurangan sumber – sumber psikologis seperti keahlian coping dan harga diri. Hal

ini berhubungan dengan pendapat Harvey & Brown (dalam Usman, 2009) yang

menyatakan peran kualitas kehidupan bekerja mencoba untuk memperbaiki kualitas

kehidupan para karyawan yaitu dengan memanusiakan lingkungan kerja untuk

memperbaiki martabat dan harga diri para karyawan. Gibson (2003) juga

menambahkan kualitas kehidupan kerja bertujuan untuk meningkatkan martabat

karyawan dan memberikan kesempatan untuk pertumbuhan dan pengembangan

pribadi.

Menurut Jewell & Siegall (1998) beberapa komponen dari kesejahteraan

karyawan adalah membina hubungan yang baik dengan atasan, serta adanya

dukungan dan persahabatan yang baik dengan rekan sekerja. Oleh karena itu, saat

karyawan mengalami masalah didalam pekerjaannya, dukungan pemenuhan

kebutuhan informasi dan emosional pada karyawan yang diberikan oleh rekan kerja

dapat mempengaruhi strategi coping yang dilakukan karyawan didalam mengatasi

permasalahannya (Mutadin, 2002). Hal ini juga didukung dari hasil wawancara yang

dilakukan dengan salah satu perawat di RSI Malahayati Medan yang mengatakan

(6)

“…Interaksi dengan dokter atau pun sesama perawat disini cukup bagus dan sangat kental, karena disini menerapkan sistem kekerabatan dan kekeluargaan. lagi pula disini sesama perawat itu saling membantu kalau ada masalah baik dari bagian yang sama maupun bagian yang berbeda…” (Komunikasi personal, 02 Agustus 2010)

Dampak dari kualitas kehidupan bekerja yang tidak diberikan dengan efektif

dan tidak dipenuhi dengan baik seperti kompensasi yang tidak mencukupi, kondisi

kerja yang tidak nyaman, tidak adanya otonomi kerja yang diberikan perusahaan, hak

– hak karyawan yang tidak terpenuhi, kesempatan untuk mengembangkan karir

sangat terbatas serta hubungan dengan rekan kerja yang tidak baik dapat

menimbulkan masalah dan menyebabkan stres bagi karyawan. Saat karyawan

mengalami stres didalam bekerja maka strategi coping yang dibutuhkan karyawan

juga lebih tinggi. Sementara kualitas kehidupan bekerja yang diberikan dengan efektif

dan dipenuhi dengan baik dapat membuat karyawan merasa puas, senang dan dapat

mengembangkan rasa memiliki terhadap organisasi sehingga masalah yang timbul

secara umum akan dapat berkurang serta strategi coping yang dibutuhkan karyawan

juga lebih rendah (Kondalkar, 2009).

Organisasi dengan kualitas kehidupan kerja yang baik dapat memotivasi

karyawan untuk memaksimalkan kontribusi mereka untuk memperoleh sasaran

organisasi dan mengembangkan prestasi karyawan. Usaha didalam menghadapi

masalah di lingkungan kerja sangat dibutuhkan selain akan menjaga kesehatan

karyawan, juga akan meningkatkan kemampuan dalam pekerjaan yang dibutuhkan

untuk peningkatan karir (Tim mitra lestari, 2005). Berdasarkan uraian diatas maka

peneliti ingin melihat apakah terdapat hubungan yang signifikan antara kualitas

kehidupan kerja dengan strategi coping dalam organisasi.

(7)

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, peneliti

merumuskan permasalahan yang ingin diketahui dari penelitian ini yaitu :

1. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara kualitas kehidupan kerja

dengan strategi problem focused coping dalam organisasi.

2. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara kualitas kehidupan kerja dengan

strategi emotional focused coping dalam organisasi.

C. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1. Hubungan yang signifikan antara kualitas kehidupan kerja dengan strategi problem

focused coping dalam organisasi.

2. Hubungan yang signifikan antara kualitas kehidupan kerja dengan strategi

emotional focused coping dalam organisasi.

D. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik yang bersifat teoritis

maupun praktis, yaitu :

a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu

Psikologi, khususnya bidang Psikologi Industri dan Organisasi, terutama

mengenai hubungan antara kualitas kehidupan kerja dengan strategi coping

dalam organisasi.

(8)

Secara praktis hasil penelitian ini bermanfaat bagi pihak perusahaan sebagai

masukan dan informasi dalam kebijakan pengembangan sumber daya

manusia, khususnya tentang kualitas kehidupan bekerja dalam organisasi

dan masukan terhadap penerapan strategi coping bagi karyawan dalam

mengatasi permasalahan didalam organisasi.

E. SISTEMATIKA PENULISAN BAB I : PENDAHULUAN

Berisi uraian singkat mengenai gambaran latar belakang masalah,

perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan

sistematika penulisan.

BAB II : LANDASAN TEORI

Berisi tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan

permasalahan. Memuat landasan teori tentang strategi coping,

kualitas kehidupan bekerja, dan hubungan antara kualitas kehidupan

bekerja dengan strategi coping serta hipotesis.

BAB III : METODE PENELITIAN

Berisi metode penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam hal ini

adalah metode penelitian kuantitatif, identifikasi variabel penelitian,

definisi operasional, populasi, sampel, metode pengambilan sampel,

alat ukur yang digunakan, uji daya beda item dan reliabilitas alat

ukur, dan metode analisa data yang digunakan untuk mengolah hasil

data penelitian.

(9)

Berisi hasil deskripsi data penelitian, uji hipotesis dan

menginterpretasikan data-data masukan atau data-data tambahan dari

statistik, serta pembahasan mengenai hasil penelitian.

BAB V : KESIMPULAN, DISKUSI & SARAN

Berisi jawaban atas masalah yang diajukan. Kesimpulan dibuat

berdasarkan analisa dan interpretasi data, diskusi dan saran dibuat

dengan mempertimbangkan hasil penelitian yang diperoleh.

Referensi

Dokumen terkait

(2) Direktur Jenderal membentuk Forum Konsensus yang susunan keanggotaannya terdiri dari Panitia Teknik Perumusan Standar Kompetensi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan pihak

Pertanyaan penelitian dalam tesis ini adalah: (1) Bagaimana metode yang digunakan guru kelas dalam meningkatkan hasil belajar matematika kelas V tahun ajaran 2016/2017 di

Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data laporan keuangan dan data pasar modal perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI sejak

Selain komponen antarmuka, Bootstrap juga menyediakan sarana untuk membangun layout halaman dengan mudah dan rapi, serta modifikasi pada tampilan dasar HTML untuk membuat

(eWOM) terhadap Keputusan Pembelian di Surabaya (Studi Kasus pada Toko Online Zalora dan BerryBenka )” ini terdiri dari 5 (lima) bab yang dapat diuraikan sebagai

Jarak tanam gulma yang digunakan pada kerapatan 0, 10 (25 cm x 40 cm), 20 (25 cm x 20 cm), 40 (25 cm x 10 cm), 80 (12,5 cm x 10 cm).Variabel pengamatan dalam penelitian ini

Penelitian yang dilakukan oleh Kholifatun Ni‟mah, berjudul “ Penerapan Metode Usmani dalam Pengembangan Kemampuan Membaca Al- Qur‟an Santri di Taman Pendi dikan

Bidang yang akan diuraikan pada program kerja Jurusan adalah sebagai berikut (1) Bidang Pendidikan, (2) Bidang Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, (3) Bidang