• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROPOSAL HUKUM PIDANA CYBERBULLYING. docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PROPOSAL HUKUM PIDANA CYBERBULLYING. docx"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

CYBERBULLYING SEBA GAI KEJAHATAN DI MEDIA SOSIAL MENURUT UNDANG-UNDANG NO.19 TAHUN 2016 TENTANG

PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NO.11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

A. Latar Belakang Permasalahan

Di era serba modern ini teknologi yang serba canggih ini, ternyata

di balik semua kecanggihan dan teknologi yang tinggi ternyata banyak

yang menyalahgunakan di beberapa situs social media, seperti instagram,

facebook, twitter dan media social lainnya. Dalam hal ini penulis akan

membahas tentang cyberbullying yang selama ini banyak terjadi di media

social yang sebagaimana telah diperundungannya dalam undang-undang

no.19 tahun 2016 yang sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 dan 45B.

Dalam arti momok dari kejahatan di dunia maya, yang termasuk pada

bullying. Cyberbullying adalah intimidasi yang terjadi di dunia maya

terutama pada media social. Bentuk dari cyberbullying adalah ejekan,

ancaman, hinaan, ataupun hacking. Fenomena cyberbullying banyak

bermunculan dan akibat fatal dari tindakan ini adalah bunuh diri.

Munculnya internet merupakan salah satu penemuan yang berharga,

karena dengan menggunakan internet kita bisa mendapatkan

informasi-informasi yang dibutuhkan, dan seseorang dapat berkomunikasi dengan

menggunakan internet walaupun jaraknya jauh. Seiring berjalannya waktu,

akses internet menjadi semakin mudah. Hal ini didukung dengan

(2)

menawarkan paket internet lewat handphone dengan harga yang

terjangkau. Jadi, mereka dapat mengakses situs-situs apapun termasuk

media social dengan mudah. Cyberbullying sama dengan bullying yang

terjadi pada umumnya, yaitu sama-sama mengintimidasi ataupun

mengganggu orang yang lemah, cyberbullying ini pada umumnya banyak

terjadi di media social. Perbedaan antara Cyberbullying dengan bullying

adalah tempat di mana seorang pembully atau mobbing (julukan untuk

satu kelompok pem-bully) melakukan intimidasi, ancaman, pelecehan, dll

terhadap target. Cyberbullying adalah kejadian ketika seorang anak atau

remaja diejek, dihina, diintimidasi, atau dipermalukan oleh anak atau

remaja lain melalui media internet, teknologi digital atau telepon seluler.

Cyberbullying dianggap valid bila pelaku dan korban berusia di bawah 18

tahun dan secara hukum belum dianggap dewasa. Apabila salah satu pihak

yang terlibat (atau keduanya) sudah berusia di atas 18 tahun, maka kasus

yang terjadi akan dikategorikan sebagai cybercrime atau cyberstalking

(sering juga disebut cyber harassment)1. Cyberbullying itu sendiri ada

beberapa macam yakni: 1) Flame War

Dapat terjadi di milis atau online forum, berupa perdebatan yang tidak esensial

atau penyanggahan tanpa dasar yang kuat dengan menggunakan bahasa kasar dan

menghina.

(3)

2) Gangguan (Harassment)

Berulang kali posting diforum atau mengirimkan pesan tidak pantas melalui

email. Mengirim spam e-mail degan jumlah belasan hingga ratusan email per-hari.

3) Pencelaan

Menyebarluaskan gossip (benar atau tidak) tentang seseorang dengan tujuan untuk

mencela dan merusak reputasi seseorang. Misalnya, Secara online

menyebarluaskan rahasia, informasi atau photo pribadi yang membuat seseorang

menjadi malu.

4) Impersonation

Berpura-pura menjadi orang lain dan mengirimkan pesan yang bertujuan agar

orang lain tersebut mendapat masalah atau merusak persahabatan dan reputasinya.

Misalnya, A mencuri password B. Kemudian dengan menggunakan password

curian tersebut, A mengirimkan e-mail seolah-olah dari B berisi pernyataan yang

menyakiti teman B sehingga persahabatan B dengan temannya menjadi rusak.

Tipu Muslihat Berpura-pura menjadi teman anda dan banyak bertanya sehingga

tanpa sadar anda berbagi informasi yang sangat pribadi. Pelaku bullying

kemudian meneruskan informasi yang sangat pribadi tersebut kepada banyak

orang secara online dengan menambahkan komentar, bahwa anda seorang

pecundang.2

(4)

Di Indonesia sendiri kasus kejahatan bully di dunia maya banyak terjadi,

adapun contoh kasus yang sampai sekarang jika di amati di media social seperti

Instagram, banyak yang membuat MEME yang mana berisi tentang bully kepada

seseorang entah itu hanya di buat bahan lelucon entah apa, akan tetapi jika dalam

hal ini yaitu penjelasan dalam pasal 45 huruf (B) unsur demi unsur nya telah

terpenuhi. Ada juga kasus seperti menyebarkan berita atau informasi

bohong(hoax) penghinaan dst, yang selama ini sering kita jumpai di facebook ,

WhatsApp , instagram yang mana berita atau informasi itu telah membuat malu

para korbannya sehingga dapat menganggu psikis korbannya khususnya dampak

psikologis yang dapat membuat korbannya kehilangan kepercayaan dirinya

dan dampak psikologis terburuk adalah hasrat korban untuk mengakhiri

hidupnya. (dikategorikan dalam pencelaan yang mana sudah dijelaskan diatas

mengenai jenis-jenis cyberbullying).

B. Rumusan Masalah

Dengan demikian dapat dirumuskan apa yang menjadi

permasalahan dalam proposal ini adalah sebagai berikut:

1. Apa unsur-unsur cyberbullying itu sehingga bisa menjadi

kejahatan di internet atau media social?

2. Bagaimana cyberbullying sebagai kejahatan di media social

menurut undang-undang no.19 tahun 2016?

Pembahasan hanya seputar permasalahan-permasalahan seperti yang telah

dirumuskan diatas, sehingga penjelasan tidak melebar yang pada akhirnya bisa

(5)

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dalam penelitian dan penulisan proposal ini

yang dimaksudkan oleh penulis. Sesuai dengan

permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan seperti tersebut diatas, maka apa

yang proposal dituangkan di sini diarahkan untuk mencapai 3 (tiga)

tujuan penelitian, sebagai berikut:

a) Untuk mngetahui unsur-unsur dari Cyber Bullying sehingga dikatakan sebagai bentuk kejahatan.

b) Untuk mengetahui bagaimana cyberbullying sebagai kejahatan

di media social menurut undang-undang no.19 tahun 2016

2. Tujuan Khusus

Selain tujuan umum seperti yang telah dijelaskan di atas, adapun

tujuan khusus dari penelitian ini, yaitu sebagai persyaratan akademik.

Penelitian ini ditujukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi

syarat-syarat Proposal untuk mencapai gelar Sarjana Hukum dari Universitas

Bhayangkara Surabaya.

Sementara itu adapun kegunaan yang diharapkan penulis yaitu, tulisan

ini dapat menjadi referensi dalam perkembangan ilmu hukum di

Indonesia. Selain itu, diharapkan juga hasil penulisan proposal ini

dapat bermanfaat bagi kalangan praktisi maupun teoritis hukum serta

bagi masyarakat pada umumnya.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis

(6)

hukum cyberbullying sebagai kejahatan di dunia maya, khususnya mengenai aturan hukum bagi para pelaku kejahatan cyberbullying.

Selain itu, penelitian ini juga bermanfaat bagi para praktisi hukum sehingga diharapkan mampu untuk kedepannya membenahi sistem hukum , khususnya mengenai kejahatan cyberbullying yang baru di perundungannya yang terdapat pada pasal 45B.

2. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat untuk menambah dan melengkapi literatur pengetahuan hukum, khususnya masalah kepemilikan hunian oleh orang asing sehingga bermanfaat bagi mahasiswa fakultas hukum dan civitas akademika Universitas Bhayangkara Surabaya yang ingin lebih mendqalami masalah peraturan pemerintah dalam bidang kepemilikan hunian oleh orang asing serta bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan dengan inti permasalahan.

Penelitian ini juga diharapkan untuk mengembangkan hukum di

indonesia, khususnya dalam hal kepemilikan hunian oleh orang asing.

Dan juga untuk menambah keilmuan hukum, khususnya Hukum

Pidana.

E. Kajian Pustaka

1. Tinjaun Umum Tentang Cyberbullying Sebagai Kejahatan di

Media Sosial Menurut Undang-Undang No.19 Tahun 2016

Cyberbullying adalah intimidasi yang terjadi di dunia maya

terutama pada media social. Cyberbullying dikatakan sebagai tindak

kejahatan social media karena cyberbullying bisa diartikan sebagai

(7)

kejahatan yang dilakukan seseorang atau lebih dengan menggunakan

alat bantu computer dengan cara melakukannya lewat internet. Saat ini

ketentuan Cyber crime di Indonesia banyak diatur dalam

undang-undang ITE, walaupun undang-undang-undang-undang tersebut sebagaian besar adalah

tentang transaksi elektronik daripada kejahatan cyber. Sebelum

diberlakukan undang-undang ITE, Cyber crime di indonesia sudah

diatur, namun masih tersebar di beberapa undang-undang. Namun

demikian, setelah ada undang-undang ITE pun, ketentuan dalam

beberapa undang-undang tersebut tetap berlaku, antara lain sebagai

berikut:

1) Undang-Undang Republik Iindonesia No.6 Tahun 1982 tentang

Hak Cipta, kemudian diubah melalui Undang-Undang Republik

indonesia No.7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas Undang

Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta. Akhirnya kedua

UU tersebut diganti dengan Undang-Undang Republik Indonesia

No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Pasal 49 dalam ayat (3) yang

berbunyi:

“Lembaga Penyiaran memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin

atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya membuat,

memperbanyak, dan/atau menyiarkan ulang karya siarnya melalui

transmisi dengan atau tanpa kabel, atau melalui sistem

(8)

2) Undang-Undang Republik Indonesia No.36 Tahun 1999 tentang

Telekomunikasi dalam Pasal 40 yang berbunyi:

“Setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyadapan atas

informasi yang disalurkan melalui jaringan telekomunikasi dalam

bentuk apapun.”

3) Undang-Undang Republik Indonesia No.32 Tahun 2002 tentang

Penyiaran dalam Pasal 36 ayat (5) yang berbunyi: “Isi siaran dilarang:

a. bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong; b. menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalahgunaan

narkotika dan obat terlarang; atau

c. mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan.” dan

Pasal 36 ayat (6) yang berbunyi:

“Isi siaran dilarang memperolokkan, merendahkan, melecehkan dan/atau

mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia indonesia, atau merusak

language.” Yaitu mengirimkan pesan teks yang isinya merupakan kata-kata

yang penuh amarah dan frontal. Istilah “flame” ini pun merujuk pada

kata-kata di sebuah pesan yang berapi-api. b. Kedua, Harassment:

“Repeatedly sending nasty, mean and insulting messages” Merupakan

Cyber Bully yang berisikan pesan-pesan gangguan pada e-mail, sms,

(9)

maupun pesan teks di jejaring sosial yang dilakukan secara terus-menerus.

Dalam model harassment ini, biasanya si pelaku hendak menjatuhkan

mental dan psikis korbannya. Dengan menggunakan kata-kata kotor dan

juga ancaman-ancaman yang menteror jiwa korban. c. Ketiga, Denigration:

“Dissing someone online. Sending or posting gossip or rumors

about a person to damage his or her reputation or friendships.”

Yakni proses yang mengumbar keburukan seseorang di internet dengan

maksud merusak reputasi dan nama baik orang tersebut. Intinya adalah si

pelaku hendak mencemarkan nama baik seseorang, dan biasanya

korbannya adalah orang-orang yang memiliki sisi “lebih” dari orang lain,

baik dalam hal jabatan, harta, dan juga popularitas.

d. Keempat, Impersonation: “Pretending to be someone else and sending or

posting material to get that person in trouble or danger or to damage that

person’s reputation or friendships.”

Adalah berpura-pura menjadi orang lain dan mengirimkan pesan-pesan

atau status yang tidak baik, agar teman korban mengira bahwa status

atau pesan tersebut adalah asli dari si korban dengan maksud

mencemarkan reputasi atau pertemanan si korban.

e. Kelima, Outing: “Sharing someone’s secrets or embarassing information

or images online.”4

Yaitu menyebarkan rahasia orang lain, atau foto-foto pribadi orang lain

dengan maksud mengumbar keburukan atau privasi orang lain tersebut.

Bedanya dengan denigration di atas adalah terletak pada jenis objek

medianya; outing lebih menggunakan pada foto-foto dan video pribadi,

(10)

sedangkan denigration lebih pada pendeskripsian melalui tulisan. Akan

tetapi, tujuannya adalah sama-sama menjatuhkan harga diri seseorang. f. Keenam, Trickery: “Talking someone into revealing secrets or

embarassing information, then sharing it online.”

g. Membujuk seseorang dengan tipu daya agar mendapatkan rahasia atau

foto pribadi orang tersebut yang bertujuan untuk disebarkan secara

online.

h. Ketujuh, Exclusion: “Intentionally and cruelly excluding someone from

an online group.”

Secara sengaja dan kejam mengeluarkan seseorang dari grup online. i. Kedelapan, Cyberstalking:

“Repeated, intense harassment and denigration that includes threat or

creates significant fear.”5

Yaitu mengganggu dan mencemarkan nama baik seseorang dan

mengumbar keburukan orang tersebut secara berulang-ulang dan

intens dengan unsur ancaman sehingga membuat ketakutan besar pada

orang tersebut. Tak jarang ketakutan yang ditimbulkan bisa berujung

pada kematian, stres, dan depresi yang berlebihan.

2. Cyberbullying Sebagai Tindak Pidana Kejahatan di Media Sosial

Menurut Undang-Undang No.19 Tahun 2016

Tindakan cyberbullying jika dikaitkan dengan peraturan

perundang-undangan yang ada di indonesia terkait dengan KUHP

dapat dilihat beberapa pasal yang ada di dalam KUHP berhubungan

dengan jenis-jenis cyber bullying khususnya pada BAB XVI.6 adalah

sebagai berikut:

5Ibid, Hal. 267

(11)

a) Pasal 310 ayat 1 : Barang siapa sengaja menyerang kehormatan

atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang

maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena

pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan.

(Berkaitan dengan tindakan cyber bullying dengan bentuk

Harrasment).

b) Pasal 310 ayat 2 : Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau

gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di

muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan

pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan. (Berkaitan

dengan tindakan cyber bullying dengan bentuk Harrasment). c) Pasal 311 ayat 1 : jika yang melakukan kejahatan pencemaran atau

pencemaran tertulis dibolehkan untuk membuktikan apa yang

dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya, dan tuduhan

dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahui, maka dia

diancam melakukan fitnah dengan pidana penjara paling lama

empat tahun. (Berkaitan dengan tindakan cyber bullying dengan

bentuk Denigration).

d) Pasal 315 : Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak

bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan

terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan,

maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan,

atau dengan surat yang dikirim atau diterimakan kepadanya,

(12)

lama empat bulan dua minggu. (Berkaitan dengan tindakan cyber

bullying dengan bentuk Harrasment).

e) Pasal 369 ayat 1 : Barang siapa dengan maksud untuk

menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan

hukum, dengan ancaman pencemaran baik dengan lisan maupun

tulisan, atau dengan ancaman akan membuka rahasia, memaksa

seorang supaya memberikan barang sesuatu yang seluruhnya atau

sebagian kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya

membuat hutang atau penghapusan piutang, diancam dengan

pidana penjara paling lama empat tahun. (Berkaitan dengan

tindakan cyber bullying dengan bentuk CyberStalking).

Di dalam media social, seperti instagram maupun

WhatsApp ataupun Facebook, sebagaimana telah di ketahui bahwa

jika pencemaran nama baik, unsur demi unsur dan deliknya telah

terpenuhi dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun di

undang-undang ITE, dalam hal ini secara tidak langsung bahwa

tindakan cyberbullying adalah tindakan kejahatan yang dilakukan

seseorang atau lebih dengan menggunakan bantuan alat computer

dan melakukannya lewat internet dengan jalur social media.

Relevansi UU No 19 Tahun 2016 terhadap cyberbulliying

Telah Diketahui, bahwa hasil revisian undang undang No.11 tahun

2008 tentang Transaksi Elektronik, dalam pasal 45 yang mana

ketentuan pasal 45 di ubah serta di antara pasal 45 dan 46 telah

disisipkan 2 pasal, yakni pasal 45A dan pasal 45B sahingga

(13)

Pasal 45

1. Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak

mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/ atau membuat

dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen

Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (ll dipidana dengan

pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/ atau denda paling

banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

2. Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak

mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat

dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen

Elektronik yang memiliki muatan perjudian sebagaimana

dimaLsud dalam Pasal 27 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara

paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak

Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

3. Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak

mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat

dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen

Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau

pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27

ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)

tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh

(14)

4. Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak

mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/ atau membuat

dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen

Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau

pengancaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4)

dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun

dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar

rupiah).

Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan delik

aduan.

Pasal 45A

1. Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita

bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam

Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1)

dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau

denda paling banyak Rp 1.000. 000.000,00 (satu miliar rupiah).

2. Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi

yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan

individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku,

agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)

tahun dan/ atau denda paling banyak Rp 1. 000.O00. 000,00 (satu miliar

(15)

pasal 45B

Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi

Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau

menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal

29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/ atau denda

paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).7

Pada penambahan pasal di dalam undang-undang no.19 tahun 2016

tersebut cukup untuk membuktikan bahwa relevansi terhadap cyberbullying di

internet atau media social dapat dikatakan sebagai tindak kejahatan, sebelum

revisian , Undang-Undang ini, khususnya pencemaran nama baik, deliknya adalah

delik biasa, sedangkan setelah perubahan delik di dalam Undang-Undang no.19

tahun 2016 ini adalah delik aduan, Karena pada dasarnya pada di KUHP dengan

tegas menyatakan bahwa pasal 310 tentang penghinaan adalah deliknya delik

aduan berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008.

Sementara soal perbuatan penghinaaan di media social dilakukan Bersama-sama

(lebih dari 1 orang) maka orang-orang itu dipidana atas perbuatan “Turut

Melakukan” tindak pidana Medepleger. “Turut Melakukan” disini dalam arti kata

Bersama-sama melakukan(pleger) dan orang yang turut melakukan (medepleger)

peristiwa pidana. Ini berarti bahwa kejahatan cyberbullying dapat diproses hukum

jika ada aduan dari orang yang dihina di media social. Namun perlu diketahui

bahwa pemidanaan cyberbullying yang diatur pasal 45B tersebut, jauh lebih buruk

ketimbang penerapan pasal 27 ayat (3) UU ITE. Sebab, hingga saat ini Indonesia

(16)

belum memiliki definisi baku terkait dengan perundungan (bullying) di dunia

nyata (tradisional). Namun UU ITE yang baru ini justru “memaksa” memberikan

pengertian baku perundungan di dunia maya. Karena tidak adanya definisi baku

perundungan, di khawatirkan rumusan yang akan digunakan dalam UU ITE

bersifat lentur dan banyak menimbulkan penafsiran.8

Adapun sistem sanksi pelaku kejahatan cyberbullying selain sanksi pidana,

Sanksi pidana dan sanksi tindakan sering agak samar, namun ditingkat ide dasar,

keduanya memiliki perbedaan yang fundamental. Keduanya bersumber dari ide

dasar yang berbeda, Sanksi pidana bersumber pada ide dasar: “Mengapa diadakan

pemidanaan?”. Sedangkan sanksi Tindakan(treatment) bertolak dari ide

dasar:”Untuk apa diadakan pemidanaan itu?”. Dengan kata lain sanksi pidana

sesungguhnya bersifat reaktif terhadap suatu perbuatan, sedangkan sanksi

tindakan lebih bersifat antisipatif terhadap pelaku perbuatan tersebut. Jika fokus

sanksi pidana tertuju pada perbuatan salah seorang lewat pengenaan penderitaan

(agar yang bersangkutan menjadi jera), maka fokus sanksi tindakan terarah pada

upaya memberi pertolongan agar dia berubah.9 Jelaslah bahwa sanksi pidana lebih

menekankan unsur pembalasan (pengimbalan). Sedangkan sanksi tindakan

bersumber dari ide dasar perlindungan masyarakat dan pembinaan atau perawatan

si pembuat10

Maka dengan demikian, perbedaan prinsip antara sanksi pidana dengan

sanksi tindakan terletak pada ada tidaknya unsur pencelaan bukan tidak

8 Ayu Sinata, Menimbang Konstitusionalitas UU ITE baru, di akses dari www.hukumonline.com, tanggal 26 juli 2017.

(17)

adanya unsur penderitaan. Sedangkan sanksi tindakan tujuannya lebih bersifat

mendidik.11 Jika ditinjau dari sudut teori-teori pemidanaan, maka sanksi

tindakan merupakan sanksi yang tidak membalas. Ia semata-mata ditujukan

pada prevensi khusus, yakni melindungi masyarakat dari ancaman yang dapat

merugikan kepentingan masyarakat itu.12 Singkatnya, sanksi pidana

berorientasi pada ide pengenaan sanksi terhadap pelaku suatu perbuatan,

sementara sanksi tindakan berorientasi pada ide perlindungan masyarakat.13

Pada dasarnya, kejahatan cyberbullying bisa juga dikatakan

kejahatan dalam dunia maya (cyber crime), dalam hal ini cyberbullying

dengan cara menghack/mengcrack suatu situs website di internet, dimana

setelah merampas website tersebut juga menambahkan pesan-pesan yang di

dalam pesan-pesan tersebut mengandung jenis tindakan cyberbullying yaitu

“Denigration” , menurut hemat penulis, kejahatan seperti ini lah yang harus

dapat di kategorikan dalam jenis sanksi tindakan (treatment). Karena pada

sanksi tindakan mengarah pada rehabilitasi atau mendidik pelaku, maka dari

itu jika di Indonesia ada kasus seperti yang terjadi sebelumnya yakni kasus,

situs website Indosat dan Tekomsel yang mana setelah situs itu diretas juga

menambahkan tulisan seperti pesan yang mengejek atau mengolok-olok pihak

yang terkait tersebut untuk menjatuhkan popularitas, yang bisa disebut dengan

jenis kejahatan cyberbullying Denigration, maka pelaku yang melakukan ini

sebaiknya dibina atau di didik kembali agar kelak bisa membantu penegak

11 Utrecht, Rangkaian Sari Kuliah Hukum Pidana II, Pustaka Tinta Mas, Surabaya, 1987, hlm. 360. 12 Ibid

(18)

hukum dalam mengupas tuntas kejahatan-kejahatan yang ada di dunia maya

ataupun di dunia nyata, seperti penyidik untuk membantu

menemukan/melacak informasi dari pelaku kejahatan.

F. Metode Penelitian

1.

Jenis Penelitian

Pada penelitian untuk penulisan skripsi ini, penulis akan

menggunakan jenis penelitian normatif atau disebut juga penelitian

doktriner. Sesuai dengan namanya, penelitian doktriner, maka

penelitian ini dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturanperaturan

yang tertulis atau bahan-bahan hukum lain. Dalam penelitian pada

skripsi ini Undang-Undang yang digunakan adalah UU 19/2016 dan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Untuk penelitian hukum yang

bersifat normatif ini, maka penulis akan menggunakan tipe penelitian

normatif, yaitu suatu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji

penelitian hukum positif, dalam hal ini adalah bahan hukum tertulis,

khususnya yang berhubungan dengan cyberbullying. Bahan hukum

tertulis yang dimaksud adalah Undang-Undang yang berlaku di

Indonesia, khususnya mengenai Transaksi Elektronik dan

Cyberbullying. Undang-Undang yang dimaksud adalah UU 19/2016.

2.

Pendekatan Masalah

Berdasarkan tipe penelitiannya yang normatif, maka pendekatan

yang dapat digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statute

(19)

yang menjadi fokus sekaligus tema sentral penelitian.14 Selain itu juga,

studi yang digunakan oleh penulis untuk mempermudah pemahaman

masalah adalah bersumber dari selain perundang-undangan melainkan

juga bersumber dari studi kepustakaan dan internet. Studi kepustakaan

ditandai dengan kegiatan mencari literatur yang ada kaitannya dengan

inti pembahasan, khususnya tentang cyberbullying dan segala

permasalahannya.

3. Sumber Hukum

Seperti telah diuraikan diatas mengenai tipe penelitian dalam

proposal ini adalah normatif, maka bahan hukum yang digunakan

dalam hal ini terdiri atas bahan hukum primer, bahan hukum sekunder,

serta bahan-bahan non hukum. Bahan hukum primer yaitu bahan

hukum yang terdiri atas peraturan perundang-undangan secara hirearki.

Bahan hukum primer yang digunakan pada penelitian proposal ini

adalah UU 19/2016 dan KUHP. Sedangkan bahan hukum sekunder

yang digunakan disini adalah bahan-bahan yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer, yaitu misalnya adalah buku

teks, jurnal hukum, internet, pendapat para pakar, yang kesemuanya itu

berhubungan erat dengan pokok permasalahan. Selain itu, dalam

penelitian ini penulis juga menggunakan bahan-bahan non hukum,

yaitu misalnya adalah buku-buku mengenai sanksi dalam hukum

pidana yang khususnya untuk membahas permasalahan cyberbullying.

4. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum

(20)

Untuk lebih mempermudah pembahasan, maka informasi dihimpun

melalui proses yang bertahap. Berawal dari sumber-sumber yang

tertulis yang berasal dari peraturan perundang-undangan dan

tulisan-tulisan lain yang berhubungan dengan cyberbullying. Selanjutnya

bahan-bahan hukum yang sudah berhasil dikumpulkan, diolah sesuai

dengan keperluan untuk dijadikan bahan pembahasan dengan jalan

menghimpun dan mengklasifikasikannya dalam masing-masing bab

dan sub bab yang telah disusun berurutan menurut pokok

permasalahan untuk kemudian dianalisis.

5. Pengolahan dan Analisis Sumber Bahan Hukum

Bahan-bahan hukum yang sudah dikumpulkan tersebut

dianalisis dengan berpedoman pada metode kualitatif, yaitu suatu

cara penelitian yang menghasilkan informasi deskriptif analitis,

dan terkumpul untuk kemudian menguraikan fakta yang telah ada

dalam proposal ini kemudian ditarik suatu kesimpulan dan saran

dengan memanfaatkan cara berpikir deduktif yaitu menarik

kesimpulan yang berangkat dari hal-hal yang bersifat umum

menuju hal-hal yang bersifat khusus.

G. Sistematika Penulisan

Berdasarkan sistematika, proposal ini akan diuraikan dalam 4

(empat) bab, yaitu:

Bab I Pendahuluan

Sebagai pengantar dan pendahuluan skripsi ini, bab ini berisi latar

belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, kerangka teori, metode penelitian, serta yang terakhir adalah

(21)

Bab II Unsur-Unsur Cyberbullying Sehingga Bisa Dikatakan

Kejahatan Di Internet Atau Media Social

Pada bab ini berisi mengenai definisi dari istilah-istilah dan hal-hal

umum yang menjadi dasar serta berhubungan dengan judul proposal ini,

yaitu adalah unsur-unsur cyberbullying sehingga bisa dikatakan kejahatan

di internet atau media social dan jenis-jenis tindakan cyberbullying,

Bab III Cyberbullying Sebagai Tindak Pidana Kejahatan di Media

Sosial Menurut Undang-Undang No.19 Tahun 2016.

Bab ini berisi mengenai jawaban atas rumusan masalah kedua dan

ketiga yang telah penulis sebutkan sebelumnya. Dalam bab ini, diuraikan

mengenai Cyberbullying menurut UU 19/2016 dan KUHP, Serta mengenai

Sanksi dalam pelaku Cyberbullying.

Bab IV Penutup

Bab ini merupakan akhir dari penulisan proposal yang didalamnya

akan diuraikan mengenai kesimpulan dan saran untuk pengembangan ilmu

hukum yang dapat digunakan oleh praktisi dan masyarakat pada

(22)

Daftar Pustaka

Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, Dari Retribusi ke Reformasi, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 1986, hlm. 53.

Ayu Sinata, Menimbang Konstitusionalitas UU ITE baru, di akses dari

www.hukumonline.com, tanggal 26 juli 2017.

Fauzan, Informasi Perihal Bullying, di akses dari

http://bigloveadagio.wordpress.com/, tanggal 19 juli 2017.

Johnny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Cet. IV, Bayumedia Publishing, Malang, 2008, hlm. 302.

M.Sholehuddin, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm. 32.

Nancy E. Willard, Cyberbullying and Cyberthreats: Responding to the Challenge of Online Aggression, Threats, and Distress. United States, Research Press, 2007, hal.255.(http://books.google.co.id/books?

id=VyTdG2BTnl4C&printsec=frontcover#v=onepage&q =flaming&f=false), diakses 23 Juni 2017.

Novita Sembiring, Perbedaan Cyberbullying Dengan Bullying, di akses dari

www.PotretOnline.com, tanggal 19 juli 2017.

R.Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Politea, Bogor, cetak ulang tahun 1991.

Sudarto, Hukum Pidana Jilid 1A, Badan Penyediaan Kuliah FH-UNDIP, Semarang, 1973, hlm. 7.

Undang-Undang No.19 tahun 2016.

Referensi

Dokumen terkait

Makalah ini akan mengupas tentang peluang dan tantangan usaha sapi Perah di Jawa Tengah serta upaya-upaya yang akan dilakukan untuk ikut mewujudkan kesadaran masyarakat minum

Hasil evaluasi akhir menunjukkan bahwa 80% peserta pelatihan mampu menguasai teknik yang dilatihkan, sehingga dapat dikatakan bahwa program pelatihan pembuatan nata de

Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis empiris dengan jenis penelitian deskriptif.Sumber data terdiri dari data primer yaitu hasil dari wawancara dan data

R Square sebesar 0,322 menunjukkan bahwa 32,2% Opini Auditor di BPK RI Perwakilan Jawa Timur dipengaruhi oleh Pemeriksaan Interim, Lingkup Audit dan Independensi

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Penerapan Sistem Informasi

Skripsi ini bermanfaat bagi penulis setelah dilakukannya pengkajian dan penelitian, penulis dapat menambah pengalaman dan pengetahuan serta wawasan dalam meningkatkan kualitas

Kondisi ini akan menjadi pembatas utama yang sulit diperbaiki (Maftu’ah dan Susilawati, 2018). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan faktor-faktor pembatas

Melakukan Penyusunan Grand Design Pembangunan Kependudukan Bidang Peningkatan Kualitas Penduduk melalui peningkatan fasilitas dan aksesibilitas kesehatan, pendidikan,