• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (1). pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (1). pdf"

Copied!
286
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Pasal 72 Ketententuan Pidana

1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumpulkan atau memperbayak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(4)

Drs. Lukas Manu, M.Pd. Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

(5)

Manajemen Berbasis Sekolah

Penulis: Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

Penata sampul: Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

Penata letak: Zuvyati A. Tlonaen, S.S. Hak cipta © pada Penulis

Penerbit Jusuf Aryani Learning

Jl. Flamboyan, No. 12, RT. 007, RW. 002, Lasiana

Kotamadya Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur, 85228 Telp. (0380) 8552354, Hp. 082232055550

e-mail. jal_penerbit@yahoo.com

Cetakan pertama, Mei 2017

xiv + 271; 15 x 21 cm

ISBN: 978-602-61202-5-0

(6)

Dipersembahkan kepada:

Isteri tercinta Nelfiet Manu-Giri Anak-anak tersayang Theodora S. N. Manu, S.Pd., M.Pd. bersama suaminya Jonathan Foeh, S.Pd., M.Pd. Theofilus A. M. Manu, S.Pd., dan Frederika N. Manu

Mahasiswa/alumni FKIP UKAW Kupang

Drs. Lukas Manu, M.Pd.

Almamater tercinta TK Artha Asih SD GMIT Kabola SMP Negeri 2 Kalabahi SMA Kristen 1 Kalabahi Universitas Kristen Artha Wacana

(7)
(8)



Kata Pengantar

ampak praktis dan positif yang dialami manusia dalam setiap aspek kehidupan adalah kilatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek). Hampir disetiap dimensi kehidupan mengalami hal yang sama, tidak terkecuali wilayah sentral yaitu pendidikan. Dibalik kilatnya transformasi ini, tentu menyisahkan perhelatan kompetisi yang semakin ketat. Negara-negara berjibaku untuk menjadi yang terdepan dengan memanfaatkan kemajuan Iptek, siapa yang tidak lihai, tentu akan menyimak laksana penonton. Lantas siapa yang bangga dengan status penonton selamanya? Tentu tidak, wajibnya kita juga berpacu agar memproduksi inovasi-inovasi yang berdaya saing via program-program pendidikan yang merata, ampuh, dan unggul.

Manajemen berbasis sekolah atau school based management merupakan salah satu segmen yang muncul sebagai konsekuensi logis dalam pemutakhiran organisasi pendidikan di Indonesia. Atas kepercayaan yang tinggi, sekolah-sekolah “dikondisikan” sehingga tidak bergantung sepenuhnya pada pemerintah selama mendramatisasi dan menyelenggarakan peran dan fungsinya.

(9)

bagi segenap sumber daya manusia di sekolah guna mengeksplorasi potensi-potensi secara merata untuk kepentingan pendidikan. Serta sekolah memperluas jaringan silahturahmi dan kerja sama yang apik dan erat lintas sektor agar mampu membawa komponen organisasinya menuju puncak kualitas yang sejalan dengan aspirasi masyarakat dan pemerintah.

Gagasan terbitan Jusuf Aryani Learning ini sekiranya dapat memberi panduan praktis bagi pembaca yang hendak mengidentifikasi lebih jauh tentang tips dan trik mengendalikan dan mengembangkan sekolah untuk menjejali standar kualitas pendidikan. Setidaknya ada delapan tajuk penting yang dapat dinikmati pembaca, antara lain: 1) Manajemen berbasis sekolah dan ruang lingkupnya, 2) Manajemen kurikulum, program pembelajaran, dan pendekatan pengembangannya, 3) Kurikulum pendidikan, 4) Kurikulum tingkat satuan pendidikan, 5) Kurikulum 2013, 6) Penilaian dan evaluasi dalam kurikulum 2013, 7) Manajemen tenaga pendidik, dan 8) Manajemen pendukung lainnya.

Kami selalu terbuka dan berbesar hati atas masukan dan kritikan yang pembaca layangkan atas kerinduan karya ini menjadi rujukan menarik dihadapan khalayak. Inilah asas keberlanjutan proses diskusi dari pembaca dalam momen-momen akademik terkait karya ini. Di atas segala syukur kepada Maha Kuasa, kiranya kemunculan karya ini mampu memberi dampak pengetahuan dan tindakan bagi pembaca guna menyajikan pendidikan yang bertaraf untuk kesejahteraam masyarakat Indonesia.

(10)



Daftar Isi

Kata Pengantar | vii Daftar Isi | ix

Daftar Tabel | xii Daftar Gambar | xiv

Bab 1. Manajemen Berbasis Sekolah dan Ruang Lingkupnya

A. Konsep MBS | 2 B. Pengertian MBS | 8 C. Tujuan MBS | 13 D. Manfaat MBS | 14

Bab 2. Manajemen Kurikulum, Program Pembelajaran, dan Pendekatan Pengembangannya

A. Manajemen kurikulum dan program pembelajaran | 17 B. Perkembangan pendekatan pengembangan kurikulum | 21

(11)

B. Pengertian kurikulum secara substansial | 34 C. Fungsi kurikulum dalam pendidikan di sekolah | 36 D. Komponen-komponen utama kurikulum | 40

Bab 4. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

A. Landasan penyusunan KTSP | 49 B. Konsep dasar KTSP | 61

C. Tujuan KTSP | 64 D. Karakteristik KTSP | 65

E. Prinsip dan acuan pengembangan KTSP | 71

Bab 5. Kurikulum 2013

A. Model pengembangan kurikulum | 84 B. Dasar pemikiran perubahan KTSP menjadi

kurikulum 2013 | 90

C. Penyempurnaan pola pikir | 91 D. Karakteristik kurikulum 2013 | 92

E. Landasan pengembangan kurikulum 2013 | 93 F. Struktur program kurikulum | 98

G. Perangkat administrasi kurikulum | 122

Bab 6. Penilaian dan Evaluasi dalam Kurikulum 2013

A. Pengertian penilaian dan evaluasi | 133

B. Tujuan penilaian dan evaluasi pembelajaran | 139 C. Dasar hukum penilaian dan evaluasi pembelajaran dalam

sistem pendidikan nasional | 147

D. Prinsip penilaian dan evaluasi pembelajaran menurut konsep dari model KTSP dan KBK | 148

E. Proses penilaian dan evaluasi pembelajaran | 153

Bab 7. Manajemen Tenaga Pendidik

A. Standar kompetensi guru | 166 B. Tugas dan peran guru | 176

(12)

D. Kode etik guru | 188

E. Program pemberdayaan tenaga pendidik dan kependidikan | 194

Bab 8. Manajemen Pendukung Lainnya

A. Manajemen peserta didik | 235

B. Manajemen keuangan dan pembiayaan | 237 C. Manajemen sarana dan prasarana | 242

D. Manajemen hubungan sekolah dan masyarakat | 243 E. Manajemen layanan khusus | 246

Daftar Pustaka | 251 Glosarium | 259 Indeks | 265

(13)



Daftar Tabel

Tabel 1. Model pengembangan kurikulum | 85

Tabel 2. Rincian gradasi sikap, pengetahuan, dan keterampilan | 89

Tabel 3. Kompetensi inti kelas I, II, dan III Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah | 101

Tabel 4. Kompetensi inti kelas IV, V, dan VI Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah | 103

Tabel 5. Mata pelajaran Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah | 104

Tabel 6. Daftar tema setiap kelas | 108

Tabel 7. Struktur kurikulum SD/MI | 112

Tabel 8. Daftar tema kelas I, II, dan III | 114

Tabel 9. Daftar tema kelas IV, V, dan VI | 115

(14)

Tabel 11. Kata kerja operasional domain kognitif pembaharuan | 143

Tabel 12. Kata kerja operasional domain afektif | 145

Tabel 13. Kata kerja operasional domain psikomotor | 146

Tabel 14. Contoh daftar check list | 158 Tabel 15. Soal-soal diskusi kelompok | 159

Tabel 16. Daftar penilaian terhadap dokumen hasil diskusi kelompok | 160

Tabel 17. Komponen, kompetensi, dan indikator standar kompetensi guru (SKG, 2003) | 177

Tabel 18. Jenjang jabatan fungsional guru | 186

Tabel 19. Jenjang jabatan Struktural berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 | 187

Tabel 20. Kompetensi guru kelas/guru mata pelajaran | 221

Tabel 21. Kompetensi guru bimbingan konseling/konselor | 221

Tabel 22. Kompetensi kepala sekolah/madrasah | 223

Tabel 23. Kompetensi wakil kepala sekolah/madrasah | 223

Tabel 24. Kompetensi kepala perpustakaan | 224 Tabel 26. Kompetensi kepala laboratorium/ bengkel/sejenisnya | 224

Tabel 27. Kompetensi ketua program keahlian | 225

Tabel 28. Penentuan bobot skor PKG dilakukan dengan rentang skor nilai | 227

(15)



Daftar Gambar

Gambar 1. Pengembangan kurikulum dan pendekatannya | 22 Gambar 2. Kurva normal distribusi prestasi belajar | 23 Gambar 3. Unit kegiatan pelajaran | 24

Gambar 4. Pendekatan belajar tuntas | 24 Gambar 5. Sistem komponen kurikulum | 41

(16)



Bab 1

Manajemen Berbasis Sekolah dan

Ruang Lingkupnya

istem manajemen berbasis sekolah menyaratkan sekolah untuk secara mandiri mencari, mengekplorasi, mengalokasi, memprioritaskan, mengontrol, serta akuntabel terhadap pemberdayaan sumber-sumber sekitar, baik dari masyarakat maupun pemerintah. Pemberian otonomi yang luas kepada sekolah merupakan kepedulian pemerintah atas fluktuatifnya dinamika sosial di masyarakat. Serta upaya meningkatkan mutu pendidikan yang sesuai dengan konteks sekolah. Upaya ini mendorong sekolah dengan kiat-kiatnya menyelenggarakan pembelajaran dan pendidikan yang efektif, efisien, dan produktif dengan mengakomodasi beragam sumber daya untuk kepentingan peserta didik. Sebagai warna baru dalam dunia manajemen pendidikan, MBS hadir guna memberi solusi atas pengendalian pendidikan

(17)

A. Konsep MBS

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sebagai suatu konsep memiliki istilah banyak arti, bergantung pada orang yang mengartikannya. Istilah manajemen sekolah acapkali disandingkan dengan istilah adminstrasi sekolah. Berkaitan dengan itu, terdapat tiga pandangan berbeda. Pertama, mengartikan administrasi lebih luas daripada manajemen (manajemen merupakan inti dari administrasi). Kedua, melihat manajemen lebih luas dari pada administrasi. Ketiga, pandangan yang menganggap bahwa manajemen identik dengan adminstrasi. Dalam tulisan ini kata manajemen diartikan sama dengan kata adminstrasi atau pengelolaan, meski kedua istilah itu tersebut sering diartikan berbeda. Untuk berbagai kepentingan, pemakaian kedua istilah tersebut sering digunakan secara bergantian, demikian halnya dalam berbagai literatur, acapkali dipertukarkan. Berdasarkan fungsi pokoknya istilah manajemen dan adminstrasi mempunyai fungsi yang sama. Karena itu, perbedaan kedua istilah tersebut tidak konsisten dan tidak signifikan (Suryata, 2003:45).

Manajemen pendidikan ialah rangkaian kegiatan atau keseluruhan proses pengendalian usaha kerjasama sekelompok orang untuk mencapai tujuan pendidikan, secara berencana dan sistematis yang diselenggarakan di lingkungan tertentu, terutama lembaga pendidikan formal (Nawawi, 1981:11). Manajemen pendidikan juga dapat didefinisikan sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, memimpin, mengendalikan tenaga pendidikan, sumber daya pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan (Atmodiwirio, 2003:23).

(18)

diwujudkan secara optimal, efektif, dan efisien. Konsep tersebut berlaku di sekolah yang memerlukan manajemen yang efektif, dan efisien. Dalam rangka inilah tumbuh kesadaran akan pentingnya manajemen berbasis sekolah, yang memberikan kewenangan penuh kepada sekolah dan pendidik dalam mengatur pendidikan dan pengajaran, merencanakan mengorganisasi, mengawasi, mempertanggung jawabkan, mengatur serta memimpin sumber-sumber daya insani serta barang-barang untuk membantu pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan sekolah. Manajemen berbasis sekolah juga perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan minat peserta didik, pendidik, serta kebutuhan masyarakat setempat. Untuk itu, perlu dipahami fungsi-fungsi pokok manajemen, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pembinaan. Dalam prakteknya keempat fungsi tersebut merupakan suatu proses yang berkesinambungan.

(19)

sumber-sumber yang terbatas secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Pelaksanaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan rencana menjadi tindakan nyata dalam rangka mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Rencana yang telah disusun akan memiliki nilai jika dilaksanakan dengan efektif dan efisien. Dalam pelaksanaan, setiap organisasi harus memiliki kekuatan yang mantap dan meyakinkan sebab jika tidak kuat, maka proses pendidikan seperti yang diinginkan sulit terealisasi. Pengawasan dapat diartikan sebagai upaya untuk mengamati secara sistematis dan berkesinambungan, merekam memberi penjelasan, petunjuk, pembinaan dan meluruskan berbagai hal yang kurang tepat, serta memperbaiki kesalahan. Pengawasan, merupakan kunci keberhasilan dalam keseluruhan proses manajemen, perlu dilihat secara komprehensif, terpadu, dan tidak terbatas pada hal-hal tertentu.

Pembenahan merupakan rangkaian upaya pengendalian secara profesional semua unsur organisasi agar berfungsi sebagaimana mestinya sehingga rencana untuk mencapai tujuan dapat terlaksana secara efektif dan efisien. Pelaksanaan manajemen sekolah yang efektif dan efisien menuntut dilaksanakannya keempat fungsi pokok manajemen tersebut secara terpadu dan terintegrasi dalam pengelolaan bidang-bidang kegiatan manajemen pendidikan. Melalui manajemen sekolah yang efektif dan efisien tersebut, diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan kualitas pendidikan secara keseluruhan.

(20)

maupun efisiensi dan efektivitas, serta penyelenggaraan sistem sekolah. Peningkatan kulitas pendidikan juga menuntut manajemen pendidikan yang lebih baik. Sayangnya, selama ini sektor manajemen pendidikan di berbagai tingkat dan satuan pendidikan belum mendapat perhatian yang serius sehingga seluruh komponen sistem pendidikan kurang berfungsi dengan baik. Lemahnya manajemen pendidikan juga memberikan dampak terhadap efisiensi internal pendidikan yang terlihat dari jumlah peserta didik yang mengulang kalas dan putus sekolah.

Manajemen pendidikan merupakan alternatif strategis untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Pada tahun 1991 Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan melaporkan hasil penelitiannya bahwa manajemen sekolah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan (Tim Pengembang Ilmu Pendidikan UPI, 2007:228). Sekolah secara langsung akan mempengaruhi dan menentukan efektif tidaknya kurikulum, berbagai peralatan belajar, waktu mengajar, dan proses pembelajaran. Dengan demikian, upaya peningkatan kualitas pendidikan harus dimulai dengan pembenahan manajemen sekolah, disamping peningkatan kualitas pendidik dan pengembangan sumber belajar.

(21)

Hal ini juga berlaku dalam manajemen pendidikan di Indonesia, sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) Nomor 2 tahun 1989 bahwa pendidikan nasional diatur secara terpusat (sentralisasi), namun penyelenggaraan satuan dan kegiatan pendidikan dilaksanakan secara tidak terpusat (desentralisasi). Hal tersebut cukup beralasan karena masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan sehingga untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dan mengurangi segi-segi negatif, pengelolaan pendidikan tersebut memadukan sistem sentralisasi dan desentralisasi.

Dalam struktur organiasi desentralisasi ditunjukkan dengan tingkat pengambilan keputusan yang terjadi dalam organsiasi. Struktur desentralisasi membuat sebagian keputusan diambil pada level hirarki organiasi tertinggi dan apabila sebagian otoritas didelegasikan pada level yang rendah dalam organsiasi, maka organisasi tersebut tergolong pada organisasi yang terdesentralisasi. Sari dari desentralisasi adalah adanya pembagian kewenangan oleh level organisasi di atas kepada organisasi yang ada di bawahnya. Implikasi dari hal tersebut adalah desentralisasi akan membuat tanggung jawab yang lebih besar kepada pemimpin disetiap level organanisasi dalam melaksanakan tugasnya serta memberikan kebebasan dalam beraksi. Desentralisasi akan meningkatkan independensi para administrator untuk berpikir dan beraksi dalam satu tim tanpa mengorbankan kebutuhan organisasi. Akhirnya, desentralisasi membutuhkan keseimbangan antara independensi para administrator serta komitmennya terhadap kelangsungan hidup organisasi (Irianto & Sa’ud, 2012:23)

(22)

Provinsi maupun Kabupaten, sebagai perpanjangan aparat pusat untuk meningkatkan efisiensi kerja dalam pengelolaan pendidikan di daerah. Dalam manajemen pendidikan dasar, desentralisasi memang dapat melemahkan tumbuhnya perasaan nasional yang sehat, dapat menimbulkan rasa kedaerahan yang berlebihan, serta akan menjurus kepada isolasi dan pertentangan. Namun, dengan pengakuan dan kesepakatan untuk menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya asas bangsa dan negara, kecenderungan separatisme dapat dikurangi dan ditekan seminimal mungkin.

Implikasi nyata desentralisasi manajemen pendidikan adalah kewenangan yang lebih besar diberikan kepada kabupaten dan kota untuk mengelolah pendidikan sesuai dengan potensi dan kebutuhan daerahnya, perubahan kelembagaan untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan efisiensi serta efektivitas dalam perencanaan dan pelaksanaan pada unit-unit kerja di daerah, kepegawaian yang menyangkut perubahan dan pemberdayaan sumber daya manusia yang menekankan pada profesionalisme, serta perubahan-perubahan anggaran pembangunan Pendidikan (DIP) yang dikelolah langsung dari BKPN (Bappenas) ke kabupaten dalam bentuk block grant sehingga menghilangkan ketentuan dan pengotakan dalam penanganan anggaran.

(23)

berupa kesiapan masyarakat setempat untuk menerima dan membantu menciptakan iklim yang kondusif bagi pelaksanaan desentralisasi tersebut.

MBS memerlukan upaya-upaya penyatuan atau penyelarasan sehingga pelaksanaan pengaturan berbagai komponen sekolah tidak tumpang tindih, berbenturan, saling lempar tugas dan tanggung jawab. Dengan begitu, tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai secara efektif dan efisien.

B. Pengertian MBS

Istilah manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan dari “school-based management istilah ini pertama kali muncul di Amerika Serikat ketika masyarakat mulai pertanyakan relevansi pendidikan dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat setempat. MBS merupakan tawaran paradigma baru dalam lingkup pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah (pelibatan masyarakat) dalam rangka kebijakan Pendidikan Nasional. Atau menurut Sutarto, Darmansyah, & Warsono (2014:343) sebagai upaya memperbaiki pendidikan dengan mendelegasikan pengambilan keputusan penting dari pusat dan wilayah sekolah. Maka tidak heran Raihani (2007:175) menambahkan MBS sekarang menjadi fenomena umum yang diyakini sebagai sarana untuk perbaikan dan peningkatan kualitas penyelenggaran pendidikan di sekolah.

(24)

Dalam hal ini, kebijakan nasional yang menjadi prioritas pemerintah harus pula dilakukan oleh sekolah. Pada sistem MBS, sekolah dituntut secara mandiri menggali mengalokasikan,

menentukan prioritas, mengendalikan, dan

mempertanggungjawabkan pemberdayaan sumber-sumber, baik kepada masyarakat maupun pemerintah.

MBS merupakan salah satu wujud dari reformasi pendidikan yang menawarkan kepada sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan memadai bagi peserta didik. Otonomi dalam manajemen merupakan potensi bagi sekolah untuk meningkatkan kinerja para staf, menawarkan partisipasi langsung ke kelompok-kelompok yang terkait, dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pendidikan. Sejalan dengan jiwa dan semangat desentralisasi serta otonomi dalam bidang pendidikan, kewenangan sekolah juga berperan dalam menampung konsensus umum yang meyakini bahwa sedapat mungkin keputusan seharusnya dibuat oleh mereka yang memiliki akses paling baik terhadap informasi setempat, yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kebijakan, dan terkena akibat-akibat dari kebijakan tersebut.

Kewenangan yang bertumpu pada sekolah merupakan inti dari MBS yang dipandang memiliki tingkat efektivitas tinggi serta memberikan beberapa keuntungan berikut:

1. Kebijakan dan kewenangan sekolah membawah pengaruh langsung kepada peserta didik, orang tua, dan pendidik.

2. Bertujuan bagaimana memanfaatkan sumber daya lokal. 3. Efektif dalam melakukan pembinaan peserta didik seperti

(25)

4. Adanya perhatian bersama untuk mengambil keputusan, memberdayakan pendidik, manajemen sekolah, rancang ulang sekolah, dan perubahan perencanaan (Fattah, 2000:55).

Dalam pelaksanaan di Indonesia, perlu ditekankan bahwa kita tidak harus meniru secara persis model-model MBS dari negara lain. Sebaliknya Indonesia akan belajar banyak dari pengalaman-pengalaman pelaksanaan MBS di negara lain, kemudian memodifikasi, merumuskan, dan menyusun model dengan mempertimbangkan berbagai kondisi setempat seperti sejarah, geografi, struktur masyarakat, dan pengalaman-pengalaman pribadi di bidang pengelolaan pendidikan yang telah dan sedang berlangsung selama ini.

Istilah manajemen selalu bertalian makna dengan istilah

“administrasi”. Istilah administrasi yang digunakan sampai sekarang adalah dalam bahasa Inggris, yaitu “administration”. Cakupan dari kegiatan administrasi sangatlah luas, yaitu keseluruhan proses mulai dari menentukan bentuk dan tujuan organisasi, cara mencapai tujuan, siapa saja yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan pencapaian tujuan ini, pengendalian proses pelaksanaan, sampai bagaimana mendayagunakan instrumen atau sumber yang terbatas.

(26)

Administrasi dan manajemen adalah suatu ilmu yang saling berhubungan dan tidak terpisahkan, karena di dalam administrasi terdapat manajemen yang berfungsi sebagai penggerak jalannya administrasi organisasi. Banyak hal yang membedakan administrasi dengan manajemen. Manajemen didefinisikan Handoko (2000:10) sebagai kemampuan bekerja dengan orang-orang untuk menentukan, menginterpretasikan, dan mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan pelaksanaan fungsi-fungsi perencanaan, pengorganisasian, penyusunan personalia, pengarahan, kepemimpinan dan pengawasan. Sedangkan Engkoswara (1987:1) dan Suhardan & Suharto (2012:10) mengutarakan administrasi merupakan suatu kegiatan yang melibatkan sumber daya manusia. Jika dikaitkan dengan pendidikan, maka administrasi pendidikan merupakan kegiatan atau proses kerjasama yang ditujukan untuk mengoptimalkan (efektif dan efisien) pencapaian tujuan pendidikan melalui penataan berbagai sumber daya, manusia, kurikulum, dan fasilitas. Kegiatan administrasi pendidikan melibatkan banyak pihak seperti kepala sekolah, para pembina, pengawas, serta pejabat departemen pendidikan. Keterlibatan tersebut meliputi fungsi dan tugas masing. Semua unsur yang terlibat berkontribusi terhadap peningkatan dan pencapaian tujuan pendidikan. Boleh dikatakan bahwa semua unsur tersebut adalah bagian dari administrator pendidikan. Dalam rangka peningkatan kinerja berbagai sumber daya dalam kegiatan administrasi pendidikan, maka administrator pendidikan perlu memperhatikan beberapa prinsip administrasi.

Menurut Burhanuddin (1998:16), ada lima prinsip yang harus diperhatikan, antara lain:

(27)

3. Prinsip pengutamaan tugas pengelolaan. 4. Prinsip kepemimpinan yang efektif. 5. Prinsip kerjasama.

Keberhasilan kegiatan administrasi pendidikan dalam jangka panjang dapat dilihat dari sejauh mana tujuan pendidikan diwujudnyatakan. Untuk mencapai hasil yang maksimal tersebut dibutuhkan tenaga administrator pendidikan yang ampuh dan bertanggung jawab. Dalam kaitannya, administrasi pendidikan berfungsi untuk mengkordinasikan perilaku manusia dalam pendidikan untuk menata sumber daya yang ada dengan sebaik-baiknya sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai secara produktif.

Administrasi pendidikan merupakan ilmu yang membahas pendidikan dari sudut pandang kerjasama dan proses mencapai tujuan pendidikan. Semua proses dan usaha kerjasama dalam mencapai tujuan pendidikan dilakukan dengan melibatkan semua aspek yang dipandang perlu dan positif dalam usaha mencapai keberhasilan, baik berupa benda atau material seperti uang dan fasilitas, spiritual seperti keyakinan dan nilai-nilai, ilmu pengetahuan seperti ilmu dan teknologi, maupun manusia atau human. Oleh karena itu disebut dengan melibatkan sumber daya material maupun sumber daya manusia (Suhardan & Suharto, 2012:18).

Secara general, komponen administrasi pendidikan dapat digolongkan menjadi:

1. Administrasi personil sekolah. 2. Administrasi kurikulum.

(28)

5. Administrasi sekolah dan masyarakat (Burhanuddin, 1998:18).

Jadi MBS dapat dikategorikan sebagai bagian dari administrasi pendidikan secara keseluruhan dan administrasi sekolah secara khusus. Sebab MBS merupakan sistem pengelolaan pendidikan yang dilakukan oleh sekolah sebagai institusi atau organisasi penyelenggara pendidikan formal. Manajemen dapat diartikan sebagai kemampuan atau keterampilan untuk memperoleh sesuatu hasil dalam rangka pencapaian tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang lain. Dengan demikian dapat pula dikatakan bahwa manajemen merupakan alat pelaksana utama administrasi (Siagian, 1997:5). Manajemen merupakan sebuah proses yang khas, yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, menggerakan, dan pengawasan yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumberdaya manusia serta sumber-sumber lainnya.

C. Tujuan MBS

MBS sebagai salah satu upaya pemerintah untuk mancapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi, yang dinyatakan dalam GBHN. Hal tersebut diharapkan dapat dijadikan landasan dalam pengembangan pendidikan di Indonesia yang berkualitas dan berkelanjutan baik secara makro, maupun mikro.

(29)

orang tua terhadap sekolah, fleksibilitas pengelolaan sekolah dan kelas, peningkatan profesionalisme pendidik dan kepala sekolah, maupun diberlakukannya sistem intensif serta disintensif. Peningkatan pemerataan antara lain diperoleh melalui peningkatan partisipasi masyarakat yang memungkinkan pemerintah lebih berkonsentrasi pada kelompok tertentu. Hal ini dimungkinkan karena pada sebagian masyarakat tumbuh rasa kepemilikan yang tinggi terhadap sekolah.

D. Manfaat MBS

MBS memberikan kebebasan dari kekuasaan yang besar pada sekolah, disertai seperangkat tanggung jawab. Dengan adanya otonomi yang memberikan tanggung jawab pengelolaan sumber daya dan pengembangan strategi MBS sesuai dengan kondisi setempat, sekolah dapat lebih meningkatkan kesejahteraan pendidik sehingga dapat lebih berkonsentrasi pada tugas dan fungsinya. Keleluasaan dalam mengelolah sumber daya dan dalam menyertakan masyarakat untuk berpartisipasi dan mendorong profesionalisme kepala sekolah dalam peranannya sebagai manejer maupun pemimpin sekolah.

(30)
(31)



Bab 2

Manajemen Kurikulum, Program

Pembelajaran, dan Pendekatan

Pengembangannya

ada hakekatnya manajemen sekolah mempunyai pengertian yang hampir sama dengan manajemen pendidikan. Ruang lingkup dan bidang kajian manajemen sekolah juga merupakan ruang lingkup dan kajian manajemen pendidikan. Namun demikian, manajemen pendidikan mempunyai jangkauan yang lebih luas dari pada manajemen sekolah. Dengan kata lainnya, manajemen sekolah merupakan bagian dari manajemen pendidikan, atau penerapan manajemen pendidikan yang berlaku. Manajemen pendidikan meliputi seluruh komponen sistem pendidikan, bahkan bisa menjangkau sistem yang lebih luas dan besar (supra-sistem) secara regional, nasional, bahkan internasional.

(32)

Kajian materi ini menggunakan istilah manajemen sekolah, terjemahan dari “school management”, dan akan melihat bagaimana manajemen substansi-substansi pendidikan di suatu sekolah atau manajemen berbasis sekolah (school based management) agar dapat berjalan dengan tertib, lancar dan benar-benar terintegrasi dalam suatu sistem kerja sama untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Hal yang paling penting dalam implementasi MBS adalah manajemen terhadap komponen-komponen sekolah itu sendiri. Sedikitnya terdapat tujuh komponen-komponen sekolah yang harus dikelolah dengan baik dalam rangka MBS, yaitu kurikulum dan program pembelajaran, tenaga kependidikan, kesiswaan, keuangan, sarana dan prasarana pendidikan, pengelolaan hubungan sekolah dan masyarakat, serta manajemen pelayaran khusus lembaga pendidikan.

A. Manajemen Kurikulum dan Program Pembelajaran

Manajemen kurikulum dan program merupakan bagian dari MBS. Manajemen kurikulum dan program pembelajaran mencakup kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian kurikulum. Perencanaan dan pengembangan kurikulum nasional pada umumnya telah dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional pada tingkat pusat. Karena itu level sekolah yang paling penting adalah bagaimana merealisasikan dan menyesuaikan kurikulum tersebut dengan kegiatan pembelajaran. Disamping itu, sekolah juga bertugas dan berwewenang untuk mengembangkan kurikulum muatan lokal sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan lingkungan setempat.

(33)

muatan lokal tidak lagi disiapkan pada setiap bidang studi, tetapi menggunakan pendekatan monolitik berupa bidang studi, baik bidang wajib maupun pilihan. Pengembangan kurikulum muatan lokal dimaksudkan untuk mengimbangi kelemahan-kelemahan pengembangan kurikulum sentralisasi, dan bertujuan agar peserta didik mencintai dan mengenal lingkungannya, serta mau dan mampu melestarikan dan mengembangkan sumber daya alam, kualitas sosial, dan kebudayaan yang mendukung pembangunan nasional, pembangunan regional, maupun pembangunan lokal sehingga peserta didik tidak terlepas dari akar sosial budaya lingkungannya.

Kurikulum muatan lokal pada hakekatnya merupakan suatu perwujudan pasal 38 ayat I Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang berbunyi pelaksanaan kegiatan pendidikan dalam satuan pendidikan didasarkan atas kurikulum yang berlaku secara nasional dan kurikulum disesuaikan dengan keadaan serta kebutuhan lingkungan dan ciri khas satuan pendidikan. Sebagai tindak lanjut hal tersebut, muatan lokal telah dijadikan strategi pokok untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan yang relevan dengan kebutuhan lokal dan sejauh mungkin melibatkan peran serta masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaannya. Dengan kurikulum muatan lokal, setiap sekolah diharapkan mampu mengembangkan program pendidikan tertentu yang sesuai dengan keadaan dan tuntutan lingkungan setempat.

(34)

progaram pembelajaran. Manajemen atau administrasi pembelajaran adalah keseluruhan proses penyelenggaraan kegiatan di bidang pembelajaran bertujuan agar seluruh kegiatan pembelajaran terlaksana secara efektif dan efisien.

Manajemen sekolah diharapkan dapat membimbing dan mengarahkan pengembangan kurikulum dan program pembelajaran serta melakukan pengawasan dalam pelaksanaannya. Dalam proses pengembangan program sekolah, manajer hendaknya tidak membatasi diri pada pendidikan dalam arti sempit, ia harus menghubungkan progaram-program sekolah dengan seluruh kehidupan peserta didik dan kebutuhan lingkungan.

Kepala sekolah merupakan seorang manejer di sekolah. Ia harus bertanggung jawab terhadap perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian perubahan atau perbaikan program pembelajaran di sekolah. Untuk kepentingan tersebut, sedikitnya terdapat empat langkah yang harus dilakukan, yaitu menilai kesesuaian program yang ada dengan tuntutan kebudayaan dan kebutuhan peserta didik, meningkatkan perencanaan program, memilih dan melaksanakan program, serta menilai perubahan program.

(35)

1. Tujuan yang dikehendaki harus jelas, makin operasional tujuan makin mudah terlibat dan makin tepat program-program yang dikembangkan untuk mencapai tujuan.

2. Program itu harus sederhana dan fleksibel.

3. Program-program yang disusun dan dikembangkan harus sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

4. Program yang dikembangkan harus menyeluruh dan harus jelas pencapaiannya.

5. Harus ada koordinasi antar komponen pelaksanaan program di sekolah.

Guna kelancarannya perlu dilakukan pembagian tugas pendidik, penyusunan kalender pendidikan dan jadwal pelajaran, pembagian waktu yang digunakan, penetapan pelaksanaan evaluasi belajar, penetapan penilaian, penetapan norma kenaikan kelas, pencatatan kemajuan belajar peserta didik, serta peningkatan perbaikan pembelajaran serta pengisian waktu jam kosong.

Untuk itu, perlu dikenal model kurikulum berbasis kompetensi yang sekarang dipakai dalam pelaksanaan pendidikan nasional dengan nama Kurikulum 2004.

(36)

Artinya KBK menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, sehingga filosofi yang mendasarinya adalah pada kesadaran eksistensi kehidupan yang bersifat humanistik selaku makhluk hidup yang memiliki kemampuan-kemampuan bawaannya secara generatif sesuai kodratnya sebagai makhluk yang berakal budi.

Hal ini harus dilakukan agar sistem pendidikan nasional dapat merespons secara proaktif berbagai perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni serta tuntutan desentralisasi sistem pemerintahan yang berada pada otonomi daerah serta tuntutan perkembangan masyarakat dari aspek kehidupan sosial budaya menuju kepada globalisasi. Dengan cara seperti ini lembaga pendidikan tidak akan kehilangan relevansi program pembelajarannya terhadap kepentingan dan kebutuhan hidup manusia terutama peserta didik sesuai taraf perkembangan kepribadian masing-masing serta tetap memiliki fleksibilitas dalam melaksanakan kurikulum yang berdiversifikasi. Kurikulum berbasis kompetensi harus menjamin pertumbuhan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, penguasaan ketrampilan hidup, akademik, dan seni sebagai pengembangan kemampuan-kemampuan kepribadian peserta didik yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Pengembangan kepribadian Indonesia yang kuat dan berakhlak mulia.

B. Perkembangan Pendekatan Pengembangan Kurikulum

(37)

Gambar 1. Pengembangan kurikulum dan pendekatannya.

1. Pendekatan berbasis materi

Pendekatan berbasis materi berorientasi kepada body of language, berbagai ilmu dan disiplin ilmu, lembaga pengembangan kurikulum merumuskan behavioral objectives dalam bentuk tujuan instruksional umum yang selanjutnya dijabarkan dalam tujuan instruksional khusus. Akibatnya, ada ribuan behavioral objectives yang harus dicapai peserta didik melalui upaya pendidik mencapai target kurikulum yang pada materi.

2. Pendekatan berbasis kompetensi

Karena materi kurikulum yang terlalu padat dan behavioral objectives cenderung melalaikan pengembangan unsur kepribadian yang tak dapat diukur, pengembangan kurikulum beralih menganut

Kurun waktu

1910 s.d 1960-an

Akhir 1960-an s.d tengah 1980 an

Akhir 1980-an s.d awal 1990-an

Tengah 1990-an s.d sekarang

Pendekatan pengembangan kurikulum

Pendekatan berbasis materi (contentbassedapproach)

Pendekatan berbasis kompetensi dan pendekatan belajar tuntas

Pendekatan berbasis outcome (outcomebasedapproach)

(38)

berbasis kompetensi (competence bassed approach). Pendekatan ini menekankan kompetensi minimal dalam mata pelajaran yang harus dikuasai peserta didik. Akan tetapi, ribuan behavioral objectives pada pendekatan berbasis materi hanya diganti diganti dengan ribuan outcome yang harus dicapai. Kelemahan lain pendekatan ini adalah terlalu banyak testing yang dilakukan pada akhir tiap tingkat. Seorang peserta didik yang lulus tes pada akhir suatu tingkat tidak diperkenankan naik ke kelas/tingkat berikutnya.

3. Pendekatan belajar tuntas

Penekanan berlebihan pada testing menyebabkan para peserta didik beralih ke pemberian perhatian pada pembelajaran, jika dipertentukan dengan testing. Pemberian perhatian ini terwujud melalui pendekatan belajar tuntas, yang dipelopori Benjamin S. Bloom. Bloom mengamati bahwa pembelajaran kelas besar yang melibatkan penyajian informasi (biasanya berdasarkan buku teks) pada suatu interval waktu, yang diakhiri dengan tes, akan menghasilkan distribusi prestasi seperti tergambar dalam kurva normal.

Gambar 2. Kurva normal distribusi prestasi belajar.

Untuk menanggulangi kelemahan ini, Bloom membagi materi ke dalam unit-unit dan mengecek, penguasaan peserta didik

E D C B A

(39)

teknik instruksional. Kemudian dalam model Bloom, tes dilakukan pada awal suatu unit yang hendak diajarkan (sering disebut tes normatif) peserta yang lulus tes ini mendapatkan kegiatan pengayaan (enrichment activities). Sedangkan, peserta yang tidak lulus tes formatif harus mengikuti kegiatan korektif atau remedial (corrective activities). Lalu mengikuti tes agar dapat berpindah mempelajari unit pelajaran berikutnya. Uraian tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 3. Unit kegiatan pelajaran.

Guskey (1995:97) menjelaskan bahwa melalui pendekatan belajar tuntas tersebut 80% peserta didik dapat mencapai tingkat keberhasilan yang sama tinggi. Padahal hanya 20%, atau 30% peserta didik mencapai prestasi yang sama pada kelas tradisional. Hal tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 4. Pendekatan belajar tuntas.

Kegiatan pengayaan

Kegiatan remidial

Kegiatan formatif Pelajaran unit 2

Pelajaran unit 1

Tes formatif

(40)

Menurut Spady (1994:19) kelemahan pendekatan belajar tuntas adalah bahwa pendekatan ini terlalu radikal bagi sistem penidikan AS tidak mampu mengatasi faktor-faktor organisasional yang terlalu besar, khususnya dalam sistem pengaturan waktu yang amat ketat. Selain itu, Jhon B. Carroll (1963:729) mengamati bahwa lembaga pendidikan pada umumnya amat toleran terhadap perbedaan individual dalam prestasi peserta didik tetapi amat tidak toleran terhadap perbedaan waktu yang dibutuhkan peserta didik untuk belajar. Spady menambahkan bahwa pendekatan belajar tuntas tidak terlalu fleksibel dalam memberi waktu belajar lebih lama kepada peserta didik untuk menguasai serangkaian learning objectives dalam interval waktu tertentu. Kepada peserta yang lamban yang harus mengikuti kegiatan remedial. Dalam kenyataan, kegiatan pengayaan umumnya tidak menentang peserta didik sehingga hanya membuang waktu dan tidak memberi kemajuan belajar berarti kepada mereka.

Guna mengatasi masalah ini Spady mengusulkan peringkatan peserta dalam peringkat A, B, atau I (incompletez/tidak selesai). Peserta yang mendapat peringkat I harus mendapat kegiatan kompensasi yang disepakati dengan pendidik. Sejumlah lembaga pendidikan dan kabupaten (distrik) mengikuti pola Spady, dan hal ini membuka jalan ke penerapan pendekatan outcome. Peserta yang merasa diri mampu mendemonstrasikan penguasaannya terhadap suatu materi dapat menuntut diberikan tes sebelum suatu unit berkahir atau malah sebelum unit pelajaran itu dimulai.

4. Pendekatan berbasis outcome

(41)

mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap outcome belajar yang aktual dalam pendidikan.

Kekurangan tersebut menyebabkan berbagai kalangan beralih ke pendekatan berbasis outcome. Outcome sebagai hasil belajar yang berdampak terhadap kegiatan belajar selanjutnya harus dirumuskan dalam pernyataan yang dapat didemonstrasikan peserta didik (demonstrable) agar dapat diobservasi pendidik (observable). Outcome dirumuskan per mata pelajaran sebagai hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai peserta didik pada akhir tiap kelas. Dalam penerapannya, pendekatan ini tidak secara eksplisit menentukan kegiatan belajar yang harus dilaksanakan pendidik. Pendidik bebas menentukan atau memilih kegiatan belajar asalkan peserta didik dijamin mencapai outcome yang telah dirumuskan.

Berbeda dengan pendekatan belajar tuntas, pendekatan berbasis outcome memberi peluang lebih besar kepada peserta didik untuk maju dalam mencapai outcome belajar sesuai dengan irama kecepatanya. Setelah kurang lebih 15 tahun pendekatan berbasis outcome diterapkan, berbagai kritik dilancrarkan terhadap pendekatan ini, antara lain:

a. Bukti riset efektivitas pendekatan ini tidak terlalu banyak. b. Rumusan outcome terlalu umum dan pendekatan ini kurang

menekankan mata-mata pelajaran tradisional yang ditekankan lembaga pendidikan yang berorientasi nilai keagamaan yang konservatif.

c. Paket outcome dirumuskan dalam bahasa yang kurang tepat sehingga cenderung “menyesatkan orang tua”.

d. Pendekatan ini menggunakan peserta didik sebagai kelinci percobaan dalam suatu eksperimens sosial berskala luas. e. Pendekatan ini mengabaikan prinsip egalitarian karena

(42)

mungkin (bagi peserta didik yang cepat) sambil melalaikan penanganan peserta didik yang lamban.

f. Pendekatan ini memasang “file komputer” pada tiap peserta. Komputer mencatat bagaimana seseorang meresponi perubahan tingkah laku dan apakah ia mengembangkan sikap positif terhadap outcome yang dituntut.

g. Kelemahan utama pendekatan ini adalah kurangny bukti riset yang mendukung dan kritik terhadap hakikat outcome yang luas yang dapat digugat. Rumusan outcome terlalu umum sehingga sulit sekali diukur apakah peserta didik telah mencapainya.

Kritik-kritik tajam terhadap pendekatan berbasis outcome menyebabkan peralihan ke pendekatan berbasis standar. Pendekatan ini tetap memanfaatkan gagasan-gagasan yang baik pada pendekatan belajar tuntas dan pendekatan berbasis outcome. Pendekatan berbasis standar (PBS) menerapkan 7 prinsip sebagai berikut:

a. PBS menuntut peserta didik bertanggung jawab terhadap isi standar (patokan) yang menyertainya. Tidak seperti pendekatan belajar tuntas yang berisi ribuan outcome. PBS melibatkan sektor-sektor sebagai standar.

b. PBS menuntut peserta didik bertanggung jawab terhadap standar berpikir dan penalaran (thinking and reasoning standard). Standar-standar ini pada suatu pihak dirumuskan terpisah dari mata-mata pelajaran yang relevan. PBS lebih menekankan rumusan standar berpikir dan penalaran secara terpisah agar dapat dilayani dalam beranekaragam rumpun mata pelajaran yang luas.

(43)

belajar seumur hidup sebagai suatu kategori yang unik. Namun tidak seperti pendekatan berbasis outcome, standar tersebut bukan merupakan subordinasi tipe standar yang lain. Peserta didikpun tidak dituntut bertanggung jawab terhadap standar tersebut. Yang ditempuh adalah kemajuan peserta pada standar tersebut tetapi tidak menuntut peserta mencapai tingkat unjuk kerja yang spesifik (specificperformancelevels).

d. PBS tidak menuntut model pembelajaran (instruksional) yang eksplisit pendidik bebas mengorganisasikan KBM yang sesuai dengannya. Namun pendidik tetap bertanggung jawab agar peserta didik belajar secara efektif untuk mencapai pengetahuan dan ketrampilan.

e. PBS menekankan aplikasi pengetahuan melalui penggunaan tugas untuk kerja (performance task) dalam ruang kelas melalui penilaian eksternal.

f. PBS memberi umpan balik langsung kepada peserta didik mengenai posisinya yang berhubungan dengan standar. Umpan balik dilakukan melalui pelaporan tentang pemahaman dan ketrampilan peserta didik yang berkaitan dengan spesifik. g. PBS amat bergantung pada pendidikan untuk data penilaian.

(44)



Bab 3

Kurikulum Pendidikan

ualitas suatu pendidikan terjawab melalui desain kebijakan pendidikan yang terintegrasi dalam kesatuan sistem pendidikan nasional. Sistem inilah yang menyangga beragam macam program dan kebijakan hingga penyelenggaran pendidikan di Indonesia memiliki kualitas yang bertaraf setiap tahunnya, tidak terkecuali penggunaan kurikulum pendidikan di sekolah-sekolah. Kurikulum adalah “wadah atau lintasan” yang dipakai untuk mengaya atau melintaskan sesuatu aktivitas. Dalam konteks pendidikan sendiri, kurikulum dipakai untuk mengeksekusi seluruh rangkaian kegiatan yang bersentuhan dengan aktivitas pembelajaran. Melihat urgensitasnya, kurikulum lakasana dasar dalam suatu bagunan proses pembelajaran. Maka tidak heran, dalam periode waktu tertentu, kurikulum pendidikan selalu direvisi pemerintah karena tidak lagi mengakomodasi

(45)

A. Pengertian Kurikulum secara Teoritis

Webster’s third new international distionary menyebut curiculum berasal dari kata curerre. Dalam bahasa Latin “curerre” berarti: 1) Berlari cepat (pada perlombaan lari di stadion), 2) Tergesa-gesa, dan 3) Menjalani. Arti kata curerre di atas menunjuk pada kata sifat yang perlu diwujudkan dalam bentuk perilaku mengerjakan dan menyelesaikan sesuatu tugas yang didorong oleh suatu keinginan tertentu berdasarkan kebutuhan atau kepentingan yang ingin dipenuhi.

Secara harafiah, arti kata curere dari bahasa Latin yakni berlari cepat menunjuk pada suatu aktivitas/kegiatan yang dilakukan oleh seseorang secara individual maupun bersama orang/individu lain karena ingin mencapai atau mendapat sesuatu hal tertentu. Pengertian lainnya bahwa tergesa-gesa adalah suatu dorongan yang nampak dari aktivitas berlari cepat. Sedangkan arti menjalani menunjuk pada langkah-langkah yang akan ditempuh dan arah dari kegiatan itu sendiri. Karena itu, dalam kata ini terkandung pula arti kata kerja atau kata tugas yang berorientasi pada pencapaian sesuatu tujuan akhir. Dalam pengertian ini terdapat unsur perilaku, tujuan, metode atau cara, teknik atau strategi dan sarana atau alat yang dapat dipergunakan sebagai penunjang dan tempat dilangsungkannya kegiatan dan tugas itu.

(46)

Dalam perkembangan dari waktu ke waktu, kata kurikulum kemudian digunakan dalam bidang kegiatan pendidikan yang mengandung berbagai makna atau pengertian yang lebih luas lagi. Karena kegiatan pendidikan adalah usaha untuk menjadikan manusia lebih matang atau dewasa kepribadiannya dalam menjalani kehidupan di bumi ini sekarang ataupun nanti.

Menurut sejarah peradaban hidup manusia, bangsa yang pertama-tama mengenal dan melakukan perlombaan/pertandingan olahraga adalah bangsa Yunani dan Romawi. Secara geografis, memang keberadaan kedua bangsa ini berdampingan dekat atau bertetangga, sehingga dalam pergaulan bermasyarakat pasti saling mempengaruhi satu terhadap yang lain-nya terutama dalam kebudayaannya masing-masing. Kedua bangsa ini berada di bagian Timur Benua Eropa yang pertama-tama maju peradaban kebudayaannya setelah bangsa-bangsa Babilonia kuno dan Persia kuno.

(47)

yakni suatu ruang olahraga yang merupakan bagian dari kuil Apolos di kota Athena. Aristoteles mengembangkan ilmu pengetahuan filsafat terutama dan ilmu-ilmu pengetahuan lainnya dalam sekolah tersebut. Dalam taman Lyceum itu, Aristoteles berjalan hilir mudik sambil berbicara dengan peserta didik tentang berbagai ilmu dengan gaya mengajar yang membuat sekolah itu dikenal sebagai sekolah peripatetis. Kata ini merupakan kata dari bahasa Yunani “Peripatein”yang artinya “berjalan-jalan”.

Dari sistem pendidikan di sekolah seperti itu terbentuklah suatu konsep mengenai kurikulum sebagai suatu perangkat yang disusun atau ditetapkan sebagai pedoman pelaksanaan pendidikan. Perangkat itu mencakup berbagai unsur/komponen yang tentunya meliputi subyek didik yakni peserta didik, materi pelajaran, metode mengajar, lingkungan belajar, pendidik atau pengajar, sarana/alat pelajaran dan sebagainya. Rupanya inilah rintisan sejarah kurikulum dalam dunia pendidikan pada masa Yunani kuno di bawah kepeloporan filsuf dan dibantu oleh para Paedagogos (kata

Yunani, paedagogis berarti pelayan atau bujang yang

pekerjaannya mengantar dan menjemput anak ke dan dari sekolah). Pekerjaan demikian menciptakan suatu relasi pergaulan dengan anak-anak, sehingga kata pendidikan diartikan dengan istilah Yunani paedagogiek yang artinya adalah pergaulan dengan anak-anak. Jadi pendidikan di sekolah merupakan suatu keberadaan yang tercipta situasi pergaulan antara pendidik dan peserta didik (kata paedos = anak dan agoge = saya membimbing, memimpin).

(48)

ilmu pengetahuan, pendidikan memliki sejumlah komponen yang saling kait mengait fungsinya masing-masing menjadi satu, sehingga di sebut sebagai sistem.

Pada hakekatnya pendidikan merupakan suatu sistem yang terdiri dari 3 komponen utama, yaitu:

1) Komponen raw-input, yaitu peserta didik yang disebut siswa/mahasiswa.

2) Komponen instrumental-input, yaitu: a) Tujuan, b) Pendidik yang disebut guru/dosen, c) Kurikulum, dan d) Sarana dan prasarana.

3) Komponen environmental-input, yaitu: a) Lingkungan sekolah (lingkungan belajar-mengajar), b) Lingkungan keluarga, c) Lingkungan masyarakat, dan d) Lingkungan pergaulan.

Komponen-komponen tersebut memiliki sub komponen masing-masing sesuai posisi dan fungsinya yang saling kait mengait atau saling melengkapi satu dengan yang lainnya. Misalnya komponen raw-input yakni peserta didik masih terdiri dari tingkatan umur dan kelas sesuai tingkatan pendidikan yang berlaku serta jenis pendidikan yang dibutuhkan dalam masyarakat suatu bangsa atau negara. Karena itu dalam pendidikan melalui jalur sekolah dikenal peserta didik. Siswa di sekolah dasar dan sekolah menengah serta mahasiswa di perguruan tinggi.

Menurut satuan pelajaran SPG yang dibuat oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kurikulum berasal dari bahasa Yunani yang berarti jarak yang ditempuh. Semula kata kurikulum dipakai dalam lapangan olahraga.

(49)

pengertian sebagai sejumlah pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik untuk kenaikan kelas atau untuk memperoleh Ijazah.

B. Pengertian Kurikulum secara Substansial

1. Pengertian kurikulum menurut kategori/kelompok ahli pendidikan tradisional antara lain:

a. Kurikulum SD dengan nama: “Rencana pelajaran sekolah rakyat” tahun 1927 yang isinya meliputi sejumlah mata pelajaran yang akan diberikan pada kelas I sampai dengan kelas VI.

b. Pada tahun 1949 dalam sistem pendidikan sesudah proklamasi kemerdekaan yang masih di warnai oleh sistem kolonial, maka kurikulum bagi sekolah rendah yang lamanya 6 tahun itu berarti daftar pelajaran.

c. Pada tahun 1952 dalam pendidikan sekolah rakyat, kurikulum

yang diterapkan pada tahun 1954 diartikan sebagai, “Rencana

pelajaran terurai”.

d. Pada tahun 1964 dalam pendidikan taman kanak-kanak dan sekolah Dasar, kurikulum diartikan sebagai rencana pelajaran dengan adanya sistem pancawardhana.

2. Pengertian kurikulum menurut kelompok ahli pendidikan moderen

a. Menurut Franklin Bobbitt (1918:43) kurikulum adalah keseluruhan rangkaian pengalaman, baik yang diarahkan dan tidak diarahkan, berkaitan dengan kemampuan individu. b. Menurut Harold O. Rugg (1927:8) Kurikulumnya merupakan

(50)

c. Menurut Robert Gagne (1967:23) kurikulum adalah urutan unit konten yang diatur sedemikian rupa sehingga pembelajaran setiap unit dapat dilakukan sebagai tindakan tunggal, asalkan kemampuan yang dijelaskan oleh unit awal tertentu (dalam urutan) telah dikuasai oleh pelajar.

d. Menurut Robert S. Zais (1976:3) kurikulum sebagai bidang studi yang mempelajari: 1) Kisaran pokok bahasan yang bersangkutan (struktur substantif), dan 2) Prosedur inkuiri dan praktiknya mengikuti (struktur sintaksis).

e. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu” (Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, pasal 1 butir 19).

f. Menurut Purnomo & Munaji (2005:261) William B. Ragam, kurikulum dalam arti sempit sebagai susunan mata pelajaran yang harus diajarkan agar peserta didik memiliki kemampuan.

Dari defenisi-defenisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa:

a. Kurikulum dipandang sebagai suatu bahan tertulis yang berisi uraian tentang program pendidikan suatu sekolah yang harus dilaksanakan dari tahun ke tahun.

b. Kurikulum dilukiskan sebagai bahan tertulis yang dimaksudkan untuk digunakan oleh pendidik dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran bagi peserta didik. c. Kurikulum adalah suatu usaha untuk menyampaikan azas-azas

(51)

d. Kurikulum diartikan sebagai tujuan pembelajaran, pengalaman belajar, alat-alat pembelajaran dan cara-cara penilaian yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

e. Kurikulum dipandang sebagai suatu program pendidikan yang direncanakan dan digunakan dalam rangka penyelenggaraan pendidikan secara sistematis dan berkesinambungan menurut jenjang dan jurusan yang berlaku secara nasional.

C. Fungsi Kurikulum dalam Pendidikan di Sekolah

Pada proses belajar mengajar, sekolah yang merupakan wadah pendidikan sesuai jenjang dan jurusan masing-masing, maka kurikulum sangat penting fungsinya karena dengan kurikulum peserta didik sebagai individu yang sedang berkembang dapat memperoleh manfaat. Namun selain peserta didik, masih ada lagi pihak-pihak lain yang akan memperoleh manfaat dari kurikulum itu. Untuk itu kurikulum mempunyai beberapa fungsi, yaitu:

1. Fungsi kurikulum dalam rangka mencapai tujuan pendidikan mencakup:

a. Tujuan Pendidikan Nasional atau yang dikenal sebagai tujuan nasional pendidikan yang ditetapkan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai hasil ketetapan badan legeslatif yakni Majelis Permusyaratan Rakyat (MPR) setiap lima tahun sesuai kebijakan pembangunan nasional.

(52)

c. Tujuan Kurikuler/tujuan mata pelajaran/bidang studi. Dalam model Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dapat disamakan dengan istilah Standar Kompetensi Isi.

d. Tujuan instruksional/tujuan pokok bahasan/sub pokok bahasan. Dalam model Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dapat disamakan dengan istilah Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar.

2. Fungsi kurikulum bagi peserta didik

Kurikulum sebagai organisasi belajar tersusun yang disiapkan kepada peserta didik sebagai salah satu konsumsi pendidikan. Dengan ini maka diharapkan mereka akan mendapat sejumlah pengalaman baru kelak dikemudian hari dan dapat dikembangkan seirama dengan perkembangan kepribadian anak, guna melengkapi bekal hidupnya. Perkembangan kepribadian peserta didik berfokus pada kompetensinya yang mencakup pengetahuan/kognitif, sikap/afektif, dan ketrampilan/psikomotor.

3. Fungsi kurikulum bagi pendidik

Adapun bagi pendidik, maka kurikulum berfungsi sebagai:

a. Pedoman kerja dalam menyusun dan mengorganisasi pengalaman belajar para peserta didik.

(53)

4. Fungsi kurikulum bagi kepala sekolah dan bagi pembina sekolah

Kepala sekolah sebagai administrator dan supervisor juga mempunyai tanggung jawab dalam kurikulum. Itu sebabnya, fungsi kurikulum bagi kepala sekolah dan para pembina antara lain:

a. Sebagai pedoman dalam mengadakan fungsi supervisi, yaitu memper-baiki situasi belajar.

b. Sebagai pedoman dalam melaksanakan fungsi supervisi dengan menciptakan situasi untuk menunjang situasi belajar peserta didik ke arah yang lebih baik (roster/waktu).

c. Sebagai pedoman dalam melaksanakan fungsi supervisi dalam memberi bantuan kepada pendidik untuk memperbaiki situasi mengajar.

d. Sebagai seorang adminstrator maka kurikulum dapat dijadikan pedoman dalam memperkembangkan kurikulum lebih lanjut. e. Sebagai pedoman untuk mengadakan evaluasi kemajuan

belajar mengajar.

5. Fungsi kurikulum bagi orang tua

(54)

demikian, orang tua dapat berpartisipasi untuk membimbing putera-puterinya secara berkelanjutan.

6. Fungsi kurikulum bagi tingkatan sekolah di atasnya

Ada 2 jenis fungsi kurikulum bagi sekolah pada tingkatan di atasnya, yaitu:

a. Pemeliharaan keseimbangan proses pendidikan

Dengan mengetahui kurikulum yang digunakan oleh suatu sekolah tertentu, sekolah pada tingkatan di atasnya dapat mengadakan penyesuaian di dalam kurikulumnya sebagai berikut:

1) Bila sebagian dari kuikulum sekolah tersebut telah diajarkan pada sekolah yang berada di bawahnya, maka sekolah dapat meninjau kembali perlu/tidaknya bagian tersebut diajarkan, sehingga tidak terjadi tumpah tindih materi pelajaran.

2) Bila kecakapan-kecakapan tertentu yang dibutuhkan untuk mempelajari kurikulum suatu sekolah belum diajarkan pada sekolah yang berada di bawahnya, sekolah dapat mempertimbangkan memasukkan program mengenai kecakapan-kecakapan tersebut ke dalam kurikulumnya.

b. Penyiapan tenaga baru

(55)

Matematika di SLTP hendaknya disesuaikan dengan pendekatan yang berlaku di SD (unsur keberlanjutan).

7. Fungsi kurikulum bagi masyarakat dan pemakai lulusan sekolah (dunia lapangan kerja)

Selain berfungsi bagi sekolah yang bersangkutan dan sekolah pada tingkat di atasnya, kurikulum suatu sekolah berfungsi pula bagi masyarakat dan pihak pemakai lulusan sekolah tersebut.

Dengan mengetahui suatu kurikulum sekolah,

masyarakat/pemakai dapat melakukan sekurang-kurangnya dua hal yaitu:

a. Ikut memberikan bantuan guna memperlancar pelaksanaan program pendidikan yang membutuhkan kerjasama dengan pihak orang tua/ masyarakat.

b. Ikut memberikan kritik/saran yang membangun dalam rangka menyempurnakan program pendidikan di sekolah, agar lebih serasi dengan kebutuhan masyarakat dan lapangan kerja.

D. Komponen-Komponen Utama Kurikulum

(56)

Gambar 5. Sistem komponen kurikulum.

Seperti yang telah diketahui, bahwa kurikulum sebagai suatu pendekatan sistem yang senantiasa memiliki seperangkat komponen yang saling kait mengait secara fungsional antara satu dengan yang lain. Untuk itu komponen-komponen dari sebuah kurikulum dikembangkan menjadi:

1. Tujuan.

2. Materi (isi dan struktur program). 3. Organisasi dan strategi.

4. Sarana dalam kurikulum lembaga pendidikan pendidik. 5. Evaluasi.

Setiap komponen dalam sistem pendidikan di sekolah memiliki makna dan fungsinya masing-masing sebagaimana pada uraian lanjutan berikut ini.

Tu-Nas Tu-Inst Tu-Kur TIU TIK

Tujuan

Materi Isi-struktur

program

Evaluasi

Metode

(57)

1. Tujuan

Komponen tujuan merupakan salah satu komponen utama yang harus ditetapkan dan dirumuskan oleh karena komponen tujuan merupakan penunjuk arah dan titik sasaran yang harus dicapai dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Selama tujuan tidak ditetapkan dengan baik, maka perjalanan pendidikan hanyalah sia-sia sebab tidak ada sasaran yang dicapai. Banyak tenaga dan energi akan terbuang percuma karena tidak berdampak.

Dalam sistem pendidikan nasional Indonesia, ada 2 tujuan yang ingin dicapai, yaitu:

a. Tujuan pendidikan melalui sekolah secara keseluruhan. b. Tujuan pendidikan melalui sekolah pada setiap bidang studi.

Dalam model Kurikulum Berbasis Materi (KBM) seperti yang di-kenal dalam ciri kurikulum yang pernah dipakai oleh sekolah-sekolah di Indonesia sebelum tahun pelajaran 2004/2005, seperti kurikulum 1968, 1975, 1984, dan 1994, kedua jenis tujuan ini masih ada dibagi lagi atas beberapa tujuan secara hirarkhi, yaitu:

Tujuan sekolah secara keseluruhan dirumuskan dan ditetapkan dalam 1) Tujuan pendidikan Nasional, 2) Tujuan institusional, dan 3) Tujuan kurikuler. Tujuan pendidikan di sekolah pada setiap bidang studi di-kembangkan menjadi TIU (Tujuan Instruksional Umum) dan TIK (Tujuan Instruksional Khusus).

Sedangkan dalam model KBK/KTSP mengenal konsep tujuan-tujuan tersebut dengan rumusan istilah-istilah:

a. Standar Nasional Pendidikan. b. Standar Kompetensi Lulusan.

(58)

2. Materi pembelajaran (isi dan struktur program)

a. Isi kurikulum

Di dalam komponen-komponen materi yang merupakan isi dari kurikulum yang mesti dirumuskan, yaitu:

1) Pokok bahasan atau topik materi adalah perincian bidang pembelajaran untuk dijadikan bahan pelajaran bagi peserta didik agar mencapai tujuan pendidikan yang akan dicapai terlebih dahulu.

2) Bahan pembelajaran adalah urutan penyampaian pokok bahasan yang telah dialokasikan waktunya untuk disampaikan kepada peserta didik.

3) Sumber bahan yaitu sumber dimana bahan pelajaran diangkat/ diperoleh dan sumber bahan bisa berupa tempat, berupa orang dan bisa berupa barang.

b. Struktur program

Struktur Program ialah susunan program pembelajaran yang dirumuskan dalam kurikulum menurut karakteristik dan ruang lingkup dari masing-masing bahan pembelajaran.

Ada 2 jenis struktur program, yaitu:

1) Struktur program untuk pendidikan umum

(59)

2) Struktur program untuk pendidikan kejuruan

Sedangkan struktur program pendidikan kejuaruan adalah unit-unit bahan pembelajaran yang ciri dan ruang lingkupnya meliputi bahan-bahan pembelajaran yang diberikan atau diajarkan untuk membentuk kompetensi-kompetensi profesional dari peserta didik secara spesifik dalam rangka pengembangan spesialisasi yang diminati oleh subyek didik yang bersangkutan.

3. Organisasi dan strategi

a. Organisasi

Organisasi kurikulum adalah suatu susunan program pembelajaran yang akan diajarkan kepada subyek didik pada suatu jenjang dan jenis sekolah. Organisasi kurikulum itu dibuat berdasarkan jenis bahan pembelajaran yang homogen. Ada dikenal dua macam organisasi, yaitu:

1) Organisasi kurikulum secara horisontal

Yang dimaksud dengan kurikulum secara horisontal adalah a) Susunan mata pelajaran yang dibuat secara terpisah, b) Susunan mata pelajaran menurut kelompok muatan jenis, dan c) Kesatuan program yang disusunan tanpa mengenal mata pelajaran.

2) Organisasi kurikulum secara vertikal

(60)

b. Strategi

Strategi pelaksanaan kurikulum tergambar dengan cara yang ditempuh di dalam melaksanakan pembelajaran atau yang ditempuh pada saat melaksanakan bimbingan dan penyuluhan serta cara yang ditempuh dalam mengatur kegitan sekolah secara keseluruhan. Cara dalam melaksanakan pembelajaran mencakup baik cara yang berlaku untuk umum maupun cara yang ditempuh dalam menyajikan bidang studi, termasuk metode mengajar dan alat pelajaran yang digunakan. Komponen metode ini menyangkut metode/upaya apa saja yang dipakai agar tujuan pendidikan dapat tecapai. Metode yang digunakan hendaknya relevan dengan tujuan yang ditetapkan sebelumnya, dengan mempertimbangkan kemampuan pendidik, lingkungan anak dan sarana pendidikan yang ada.

Dalam pelaksanaan tidak ada suatu metode yang baik untuk segala tujuan sehingga pemilihan dan penggunaan metode memperhatikan tujuan dan situasi dalam pelaksanaan suatu program pembelajaran. Untuk itu pendidik harus mengetahuinya terlebih dahulu agar ia bisa menggunakannya. Kombinasi metode mengingat sifat-sifat polivalent dan poli-pragmatis dari suatu metode. Yang dimaksud dengan sifat polivalent adalah penggunaan lebih dari satu metode untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan poliprag-matis adalah penggunaan satu metode untuk mencapai beberapa tujuan.

4. Komponen sarana

(61)

rangka menunjang proses belajar mengajar. Komponen sarana terdiri dari:

a. Sarana personal

Sarana ini meliputi tanaga-tenaga pelaksana/penyelenggara pen-didikan yang berkompeten dalam tugas dan tanggung jawab yang melekat pada kepribadiannya masing-masing. Komponen sarana personal itu terdiri dari:

1) Pendidik bidang studi atau mata pelajaran.

2) Tenaga edukatif yang tidak mengajar seperti konselor.

3) Tenaga administrasi atau non edukatif seperti tata usaha sekolah.

4) Tenaga khusus dan penasehat, seperti inspeksi atau penilik sekolah .

b. Sarana material

Komponen sarana material merupakan komponen yang memiliki fungsi sebagai alat/instrumen yang berdimensi fisik/ bendawi yang mati, yaitu:

1) Bahan instruksional dalam bentuk bahan instruksional, teks book, alat atau media pendidikan seperti OHP, gambar/poster, dsb, serta sumber yang menyedian bahan Instruksional atau pengalaman belajar seperti majalah, buletin, dan sebagainya. 2) Sarana fisik yang terdiri dari gedung sekolah, kantor,

laboratorium, lapangan, halaman sekolah, dan sebagainya. 3) Biaya operasional yaitu tersedianya biaya atau dana untuk

(62)

c. Sarana kepemimpinan

Sarana kepemimpinan ini akan memberi dukungan dan pengamanan pelaksanaan, serta memberi bimbingan, pembinaan, dan penyempurnaan program pendidikan seperti peraturan dan disiplin sekolah.

d. Sarana administratif

1) Pedoman khusus bidang pembelajaran. 2) Pedoman penyusunan satuan pelajaran. 3) Pedoman praktek keguruan.

4) Pedoman bimbingan peserta didik. 5) Pedoman administrasi dan supervisi.

5. Komponen evaluasi

Komponen ini dibutuhkan untuk mengukur tingkat keberhasilan atau pencapaian tujuan penyelenggaraan pendidikan di sekolah terutama keberhasilan belajar mengajar pendidik dan peserta didik untuk itu di bawah ini beberapa jenis kegiatan evaluasi, yaitu:

a. Evaluasi formatif berupa tes-tes harian seperti, pre-test ataupun post-test, dan tugas-tugas terstruktur.

b. Evaluasi sumatif berupa test tengah semester dan tes akhir semester.

(63)



Bab 4

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

urikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan langkah strategis pemerintah dalam memperbahrui kececakapan pembelajaran di sekolah. Ini dilandasi dengan semangat bahwa peningkatan mutu pendidikan sangat dibutuhkan bangsa ini untuk mendapatkan pembelajaran dan pendidikan yang berkualitas tinggi. Melalui KTSP, guru lebih “otonom” dalam mengemas kegiatan pembelajaran diharapkan memberikan dampak yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan siswa selama proses pembelajaran. Memanfaatkan “kearifan lokal” untuk menjembatani lahirnya proses belajar yang lebih bermakna. Otonomisasi ini tidak serta merta melepaskan guru secara mandiri, namun aturan atau konsep-konsep umum tetap diayomi guru. Namun praksisnya, dikontekstualisasikan dengan kemajemukan siswa. Ini bukan untuk kepentingan guru, melainkan kepentingan siswa-siswa itu sendiri sebab merekalah estafetor bangsa ini.

Gambar

Gambar 1. Pengembangan kurikulum dan pendekatannya.
Gambar 2. Kurva normal distribusi prestasi belajar.
Gambar 4. Pendekatan belajar tuntas.
 Gambar 5. Sistem komponen kurikulum.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Informasi tersebut dapat berupa karya peserta didik dari proses pembelajaran yang dianggap terbaik, hasil tes (bukan nilai), atau informasi lain yang releban dengan

Informasi tersebut dapat berupa karya peserta didik dari proses pembelajaran yang dianggap terbaik, hasil tes (bukan nilai), atau informasi lain yang releban

Informasi tersebut dapat berupa karya peserta didik dari proses pembelajaran yang dianggap terbaik, hasil tes (bukan nilai), atau informasi lain yang relevan

Informasi tersebut dapat berupa karya peserta didik dari proses pembelajaran yang dianggap terbaik, hasil tes (bukan nilai), atau informasi lain yang releban

Informasi tersebut dapat berupa karya peserta didik dari proses pembelajaran yang dianggap terbaik, hasil tes (bukan nilai), atau informasi lain yang releban dengan

Informasi tersebut dapat berupa karya peserta didik dari proses pembelajaran yang dianggap terbaik, hasil tes (bukan nilai), atau informasi lain yang releban

Informasi tersebut dapat berupa karya peserta didik dari proses pembelajaran yang dianggap terbaik, hasil tes (bukan nilai), atau informasi lain yang releban

nformasi tersebut dapat berupa karya peserta didik  dari proses pembelajaran yang dianggap terbaik, hasil tes /bukan nilai0, atau informasi lain yang releban dengan