• Tidak ada hasil yang ditemukan

RUGI-RUGI SERAT OPTIK BERDASARKAN EFEK GELOMBANG EVANESCENT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RUGI-RUGI SERAT OPTIK BERDASARKAN EFEK GELOMBANG EVANESCENT"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

1

GELOMBANG EVANESCENT

Oleh:

Drs. Ida Bagus Alit Paramarta, M.Si.

Nyoman Wendri, S.Si.,M.Si.

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA

2017

(2)

ABSTRAK

Telah dibahas perumusan rugi-rugi serat optik berdasarkan efek gelombang evanescent.

Efek gelombang evanescent terjadi pada serat optik yang caldding- nya dikupas dan diganti dengan cladding lain. Diperoleh hasil bahwa rugi-rugi serat optik berdasarkan gelombang evanescent dipengaruhi oleh panjang pengupasan cladding dan pembengkokan cladding. Cladding serat optik yang diganti dengan cladding udara mempunyai rugi-rugi yang lebih besar daripada serat optik yang cladding-nya diganti dengan cladding- air. Pembengkokan cladding yang makin besar menyebabkan rugi- rugi yang makin besar.

Kata kunci: rugi-rugi, serat optik, efek gelombang evanescent,cladding, pengupasan

ABSTRACT

The formulation of fiber optic loss based on evanescent waves efect has been done. The effect of evanescant wave occurs in the cladding of fiber optics was peeled and replaced with another cladding. It has been shown that the loss of fiber optics based evanescant waves effect is influenced by length of stripping the cladding and bending of the cladding. The repacement of cladding by water and air make the loss of fiber optics greater. And tge greater the bending of the fiber, the greater the loss occuring in the optical fiber

Key words: loss of fiber optic, evanescant waves effect, cladding, paring

(3)

HALAMAN PENGESAHAN KARYA TULIS ILMIAH

Judul Karya Ilmiah : Rugi-Rugi Serat Optik Berdasarkan Efek Gelombang Evanescent

Ketua

a. Nama Lengkap : Drs. Ida Bagus Alit Paramarta, M.Si.

b. NIP : 196603061997021004

c. Jabatan Fungsional : Lektor d. Program Studi : Fisika

e. No. HP : 081337420192

f. Alamat email : alit.paramarta@yahoo.com Anggota

a. Nama Lengkap : Noman Wendri, S.Si., M.Si.

b. NIP : 197103081998021004

c. Jabatan Fungsional : Lektor Kepala d. Program Studi : Fisika

Mengetahui Bukit Jimbaran, Januari 2017

Dekan F MIPA Ketua

Ida Bagus Made Suaskara Ida Bagus Alit Paramarta

NIP. 196606111997021001 NIP. 196603061997021004

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, ata asung kerta wara nugraha-Nya sehingga penulisan karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini bertujuan untuk memberikan tambahan pengetahuan kepada pembaca tentang rugi-rugi (loss) pada serat optik.

Pada makalah ini dibahas persoalan rugi-rugi padas serat optik berdasarkan efek evanescent. Pembahasan dilakukan dengan mengambil kasus mengupas cladding serat optik dan menggatinya dengan cladding air dan udara. Juga dibahas pengaruh pembengkokan cladding terhadap rugi rugi pada serat optik.

Penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang Telah membantu baik itu rekan-rekan dosen atas masukannya maupun mahasiswa atas koreksinya sehingga penulisan makalah ini dapat diselesaikan dengan baik

Untuk itu setiap kritik dan saran demi kesempurnaan karya tulis ini akan diterima dengan senang hati.

Bukit Jimbaran, Januari 2017

Penulis

(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK

KATA PENGANTAR Daftar Isi

BAB I. PENDAHULUAN 1

BAB II. TINJAUAN UMUM SERAT OPTIK 3

BAB III. PENGARUH PERLAKUAN PADA SERAT OPTIK 18

BAB IV. KESIMPULAN 24 DAFTAR PUSTAKA

(6)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada era infomasi dan komunikasi saat ini, jaringan infrakstuktur yang dapat mengalirkan informasi dengan cepat menjadi tumpuan utama. Untuk menjawab tantangan tersebut, selama beberapa dekade terakhir ini telah dicoba untuk dikembangkan berbagai jenis device baik jaringan maupun media transmisi.

Peningkatan aliran informasi tiap detiknya harus diimbangi dengan ketersediaan media informasasi yang memadai sehingga tidak akan terjadi apa disebut dengan bottle neck yang akan sangat merugikan banyak pihak (Prasetya, 2009).

Media transmisi atau media komunikasi, telah menjadi penghubung antara pengirim dan penerima, untuk mentransmisikan berbagai jenis dan kemudian diolah lagi menjadi data sesuai dengan keperluan. Dalam membangun suatu jaringan media transmisi menjadi hal yang sanagt penting karena menjadi ukuran bagus tidaknya jaringanyang dibangun untuk keperluan komunikasi. Serat optik adalah jawaban untuk persoalan pengirimkan data dalam jumlah yang besar dan pada jarak yang sangat jauh.

Serat optik pertama kali diperkenalkan oleh Charles Kao, yang untuk penemuannya ini dianugerahi hadiah nobel untuk bidang Fisika tahun 2009. Haswil karyanya ini telah merevolusi pertelekomunikasian dunia. Salah satu konsep dasar yang beliau usulkan adalah bahwa cahaya dapat ditansmisikan lewat kabel berisi lapisan silica.

Transmisi signal pada serat optik sangat dipengaruhi oleh karakteristik bahan serat optik. Salah satunya adalah indeks bias bahan serat optik yang berpengaruh pada pemantulan dan pembiasan cahaya di dalam serat optik. Masalah lain dalam mentransmisikan signal adlah redaman. Transmisik signal menggunakan serat optik akan mengalami redaman/rugi-rugi signal ketika serat optik mengalami pembengkokan . Dalam perjalannya menuju reciper signal mengalami redaman yang mengakibatkan pada kualitas signal yang diterima oleh konsumen. Salah satu bentuk redaman yang sering terjadi ketika proses instalasi kabel/kontruksi kabel adalah pembengkokan/bending. (Mayang, 2010)

Dalam perjalannanya, penggunaan serat optik tidak hanya untuk

mentransmisikan data atau sebagai penghubung antara sumber dan penerima, tetapi

telah dikembangkan sebagai sensor. Ada dua tipe sensor serat optik, yaitu sensor serat

(7)

optik ekstrinsik dan sensor serat optik intrinsik. Sensor serat optik intrinsik yang paling

banyak dibuat dan diuji coba adalah sensor gelombang evanescent.. Sensor evanescent

dibuat dengan mengganti cladding asli yang telah dikupas dengan material yang lain

sehingga ada perubahan pada nilai indeksnya (Andeskob, 2014). Untuk mengetahui

pengaruh penggatian cladding ini, dilakukan dengan memvariasikan panjang

pengupasan cladding dan juga pembengkokkan serat optiknya, cladding pengganti

yang digunakan adalah udara dan air.

(8)

BAB II

TINJAUAN UMUM SERAT OPTIK

2.1. Serat Optik

Serat optik (fiber optik) adalah kabel transparan yang berfungsi sebagai pemandu cahaya (light wave guide). Penampang dari serat optik terdiri dari bagian inti yang disebut dengan “Core” dan bagian luar yang disebut dengan “Cladding” yang fungsinya untuk membungkus sekaligus melindungi bagian intinya atau core-nya.

Gambar 2.1. penampang serta optik dan bagian-bagiannya (Mayang, 2010)

Secara umum fungsi dari bagian-bagian dari serat optic adalah sebagai berikut:

a. Core atau inti merupakan bagian yang paling utama dari serat optik. Cahaya yang dikirim akan merambat pada bagian ini. Core mempunyai indeks bias lebih besar dari lapisan kedua. Bagian ini berfungsi sebagai media pemandu cahaya dalam perambatannya dari satu titik ke titik yang lainnya. Dimeter inti (core) bervariasi antara 5 – 50 µm tergantung jenisnya. Ukuran core akan berpengaruh pada karakteristik serat optik.

b. Cladding atau selimut merupakan bagian kedua yang berfungsi sebagai batas pemantul agar cahaya yang merambat dapat dipantulkan total lagi ke dalam core dan cahaya dapat dipandu sampai ke ujung lainnya.

c. Coating/bifferatau jaket. Bagian ini berfungsi sebagai pelindung serat optik dari gangguan eksternal.

Untuk kebutuhan telekomunikasi, biasanya digunakan dua tipe dasar kabel serat

optik. Dilihat dari jenis core-nya, yaitu: mode tunggal (single mode/mono mode) dan

mode jamak (multi mode). Salah satu hal yang membedakan kedua jenis serat optik ini

(9)

adalah harganya. Serat optik jenis single mode lebih mahal bila dibandingkan dengan serat optik jenis multi mode, tetapi serat optik jenis single mode ini dalam penggunaannya lebih efektif dibandingkan dengan kebel serat optik multi mode. Kabel serat optik jenis single mode ini umumnya digunakan untuk tarnsmisi tempat-tempat yang jaraknya berjauhan atau bahkan sangat terpencil. Tempat-tempat ini biasanya sangat sulit dijangkau dengan alat-alat atau media telekomunikasi.

Perambatan cahya diantara du medium dapat dijelaskan dengan gambar berikut.

Gambar 2.2. Peristiwa pemantulan dan pembiasan pada bidang batas antara dua medium optik (Maddun,2010)

Untuk berkas cahaya yang datang dari mediaum rapat ke medium yang kurang rapatdengan sudut datang semakin besar, pada saat sudut datangnya sama dengan 90

0

akan terjadi pemantulan sempurna. Sudut ini disebut sudut kritis.

Pada serat optik, indeks bias core lebih besar dari indeks bias cladding. Sinar-

sinar yang akan dipandu oleh serat optik masuk kedalam core serat optik melalui

(10)

ujungnya. Pada proses ini diusahakan sinar tersebut datang setegak lurus mungkin terhadap penampang core serat optik, agar sinar tersebut masuk ke dalam core kemudian menuju ke cladding dengan sudut sebesar mungkin sehingga sudut datang pada cladding lebih besar dari sudut kritisnya. Dengan kondisi seperti ini maka akan dihasilkan pemantulan sempurna pada bidang batas core cladding.

2.2. Karakteristik Transmisi pada Serat Optik 2.2.1 Perambatan Cahaya

Perambatan cahaya di sepanjang serat optik terjadi karena pemantulan internal cahaya yang terjadi pada perbatasan core dan pembungkusnya. Pemantulan ini disebabkan oleh indeks is yang tidak sama antara core dan cladding. Jika seberkas cahaya memasuki medium dengan indeks bias yang berbeda, proses pembiasan atau pemantulan cahaya yang terjadi dapat dijelaskan menggunakan hukum Snellius sebagai berikut (Keiser, 1991):

𝑛

1

sin 𝜃

1

= 𝑛

2

sin 𝜃

2

(2.1)

Dengan memperbesar sudut datang 𝜃

1

, sinar bias akan semakin menjauhi normal. Bila sinar bias mencapai bidang batas kedua medium (besarnya sudut 𝜃

2

mencapai 90

o

), maka sudut 𝜃

1

disebut sudut kritis. Jadi dapat didefinisikan sudut kritis adalah sudut antara sinar datang terhadap garis normal dimana sinar tersebut akan dibiaskan dengan sudut 𝜃

2

= 90

o

, sehingga:

𝑛

1

sin 𝜃

𝑐

= 𝑛

2

sin 90

𝑜

sehingga sin 𝜃

𝑐

=

𝑛𝑛2

1

(2.2)

Apabila sudut 𝜃

1

lebih besar daripada sudut kritis, sinar tidak lagi dibiaskan, tetapi akan

terjadi pemantulan total seperti pada gambar 2.3. c (Keiser, 1991).

(11)

ambar 2.3. (a) Proses Pemantulan dan Pembiasan Cahaya, (b) Sudut kritis (c) Pemantulan internal total (Pratomo, 2011)

Gambar 2.3 (a) menunjukan peristiwa pemantulan dan pembiasan cahaya, terjadi jika sudut datang Φ

1

diperbesar, maka sinar bias akan semkain menjauhi garis normal.

Pada gambar 2.4 (b) menunjukan terbantuknya sudut kritis, terjadi ketika sinar bias sejajar dengan bidang batas medium, maka sudut Φ

1

tersebut dinamakan sudut kritis.

Gambar 2.3. (c) dinamakan pemantulan internal total, apabila sudut sinar datang terus diperbesar melampaui besarnya sudut kritis Φ

1

> Φ

𝑐

, maka sinar datang akan dipantulkan selruhnya. Konsep pemantulan internal total ini yang digunakan sebagai landasan pemandu gelombang optik yang ditujukan untuk mentrasnmisikan gelombang cahaya melalui medium optik (Pratomo).

2.2.2 Numerical Aperture

Numerical Aperture/Aparatur Numerik adalah parameter yang nilainya

ditentukan atau tergantung pada indeks bias core dan cladding. Bersama dengan ukuran

core dan panjang gelombang, Apertur numerik menentukan jumlah mode cahaya yang

terjadi pada core serat optik. Cahaya yang menuju ke arah permukaan serat optik tidak

(12)

semua akan diteruskan ke dalam serat optik. Gambar berikut menunjukkan keadaan tersebut.

Dari Hukum Snellius, sudut minimum 𝜃

𝑚𝑖𝑛

yang dapat membentuk pantulan internal total dengan persamaan

sin Φ

𝑚𝑖𝑛

=

𝑛2

𝑛1

(2.3)

Gambar 2.4. Mekanisme Perambatan Cahaya pada Step-Index (Dian Yudi, 2005)

Sinar yang mengenai core-cladding pada sudut kurang dari Φ

𝑚𝑎𝑥

akan dibiaskan keluar dari core dan akan lenyap pada cladding. Menurut hukum Snellius untuk batas permukaan udara dan fiber, pada kondisi persamaan (2.1) dengan memasukkan sudut 𝜃

0,𝑚𝑎𝑥

menghasilkan hubungan (Keiser, 1991)

𝑛 sin 𝜃

0,𝑚𝑎𝑥

= 𝑛

1

sin 𝜃

𝑐

= 𝑛

12

−𝑛

22 1/2

(2.4)

Dengan demikian sinar masuk dengan sudut 𝜃

0

kurang dari 𝜃

0,𝑚𝑎𝑥

akan dipantulkan secara total pada permukaan batas core dan cladding. Persaamaan (2.4) juga disebut dengan Numerical Aperture (NA) (Keiser, 1991) :

𝑁𝐴 = 𝑛 sin 𝜃

0,𝑚𝑎𝑥

= 𝑛

12

−𝑛

22 1/2

(2.5)

(13)

2.2.3 Pemandu Gelombang

Secara umum, komponen utama pemandu gelombang optik adalah bahan kaca silica atau plastik, yang dapat menahan agar cahaya yang merambat di dalamnya tidak menerobos keluar. Cahaya yang dimasukkan dalam serat optik akan merambat dari satu ujung ke ujung lain.

2.3 Gelombang Evanescent dalam Serat Optik

Dalam penjalarannya di dalam serat optik, cahaya mengalami pantulan internal total berulang-ulang pada batas inti-cladding sepanjang serat optik, sehingga tidak ada cahaya yang dibiaskan ke dalam cladding. Secara teoritis medan listrik tidak benar – benar lenyap pada batas bahan dielektrik (inti – cladding) walaupun komponen- komponen gelombang yang merambatmengalami pemantulan internal total pada batas inti – cladding.

Gambar 2.5. Geometri gelombang terbias ke dalam cladding (Maddun, 2007)

Gelombang terbias yang ditransmisikan melintasi batas ke dalam cladding ketika sudut datang (𝜃

1

) lebih kecil daripada sudut kritis (𝜃

𝑐

), tegaklurus terhadap bidang batas inti – cladding (Gambar 2.4). dalam bentuk fasor, komponen medan listrik yang dibiaskan ke dalam medium cladding pada sudut datang 𝜃

2

terhadap permukaan batas dapat dituliskan sebagai: (Maddun, 2007):

𝐸

2

= 𝐸

20

exp −𝑗𝑘

2

. 𝑟 = 𝐸

20

exp(−𝑗𝑘

𝑥2

𝑥) exp(−𝑗𝛽𝑧) (2.6)

(14)

Dengan k

2

adalah vector gelombang terbias, x adalah arah penjalaran gelombang terbias, β adalah konstanta penjalaran moda, dan z adalah arah penjalaran gelombang.

Komponen vector gelombang terpandu dituliskan sebagai:

𝑘

𝑥1

= 𝑘

1

cos 𝜃

1

= 𝑛

1

𝑘

0

cos 𝜃

1

(2.7)

dan

𝛽 = 𝑘

1

sin 𝜃

1

= 𝑛

2

𝑘

0

cos 𝜃

1

(2.8)

Komponen vector gelombang terbias ke dalam cladding adalah

𝑘

𝑥2

= 𝑘

2

𝑐𝑜𝑠𝜃

2

= 𝑛

2

𝑘

0

cos 𝜃

2

(2.9)

dengan k

0

= 2π/λ, dengan λ adalah panjang gelombang, n

1

dan n

2

masing – masing adalah indeks bias inti dan cladding, sedangkan 𝜃

1

adalah sudut datang di dalam inti tegak lurus bidang batas dan 𝜃

2

adalah sudut bias cahaya ke dalam cladding.

Ketika sudut kritis terlampaui di dalam serat optik, 𝑘

𝑥2

menjadi imajiner dan dapat diekspresikan dalam suku-suku koefisien atenuasi riil sebagai:

𝑘

𝑥2

= −𝑗𝛾

2

, 𝜃

1

> 𝜃

𝑐

(2.10)

Persamaan (2.6) dapat dituliskan menjadi:

𝐸

2

= 𝐸

20

exp(−𝛾

2

𝑥) exp(−𝑗𝛽𝑧) (2.11)

Persamaan di atas merupakan persamaan fasor untuk gelombang permukaan atau evanescent, yang menjalar hanya dalam arah z dan amplitudonya menurun terhadap kenaikan x di dalam cladding. Dengan menggunakan hukum Snellius, 𝛾

2

dapat dituliskan sebagai:

𝛾

2

= 𝑗𝑘

𝑥2

= 𝑗𝑛

2

𝑘

0

𝑐𝑜𝑠𝜃

2

= 𝑗𝑛

2

𝑘

0

(−𝑗)

𝑛𝑛1

2

2

𝑠𝑖𝑛

2

𝜃

1

− 1

1/2

(2.12)

(15)

Kebalikan dari 𝛾

2

tidak lain adalah kedalaman penetrasi (penetration depth) medan evanescent, yaitu:

𝑑

𝑝

=

𝛾1

2

=

𝜆

2𝜋 𝑛2 𝑛1 𝑛2

2𝑠𝑖𝑛2𝜃1−1

(2.13)

Kedalaman penetrasi ini menunjukan besarnya jarak yang ditempuh oleh gelombang evanescent ke dalam cladding tegak lurus terhadap bidang batas inti – cladding.

Pada dasarnya, gelombang evanescent ini muncul akibat tumpang tindih (superposisi) sinar datang dengan sinar yang refleksi internal pada batas inti – cladding yang menghasilkan gelombang berdiri, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.6.

Gelombang berdiri ini (disebut gelombang evanescent) menembus ke dalam cladding atau ke dalam medium kedua di luar inti dan amplitudonya meluruh (delays) dengan cepat dalam arah tegak lurus bidang batas inti – cladding. Intensitas gelombang evanescent meluruh secara eksponensial terhadap jarak tegak lurus bidang batas menurut persamaan (2.11).

𝐼

𝑧

= 𝐼

0

exp(−

𝑑𝑥

𝑝

) (2.14)

dengan x adalah jarak normal terhadap antarmuka (interface) inti – cladding. I

0

adalah amplitude gelombang pada x = 0. Secara umum kedalaman penetrasi d

p

gelombang evanescent mempunyai oede besar lebih kecil daripada λ, nilainya meningkat tajam ketika sudut datang 𝜃 mendekati sudut kritis 𝜃

𝑐

= 𝑠𝑖𝑛

−1

(

𝑛𝑛1

2

).

(16)

Gambar 2.6. Skema penetrasi gelombang evanescent ke dalam cladding (Maddun, 2007)

Gelombang evanescent dapat menembus ke dalam cladding serat optik tergantung pada indeks bias inti dan cladding, panjang gelombang cahaya λ dan sudut datang (𝜃) normal terhadap bidang batas inti-cladding. Gelombang evanescent ini merupakan gelombang yang lenyap pada pemanduan gelombang di dalam serat optik.

2.4 Sensor Serat Optik

Penggunakan serat optik dalam mekanisme penginderaaan atau pendeteksiannya diwujudkan dalam bentuk sensor serat optic. Dalam bentuk fisiknya serat optic dapat berfungsi sebagai komponen aktif sensor maupun sebagai pemandu gelombang (optik) saja. Ada tiga komponen utama pada sensor serat optik, yaitu komponen optoelektronik, link optik dan probe. Komponen optoelektronik meliputi sumber cahaya, dektektor optik dan pengolah sinyal. Link optik berupa pandu gelombang serat optik yang berfungsi sebagai pemandu cahaya ke atau dari bagian penginderaan.

Sedangkan probe adalah bagian sensing atau transducing, baik pada bagian di dalam serat optik atau di luar serat optic.

Konfigurasi sistem sensor serat optik dimulai dengan cahaya menuju modulator

atau trasnduser, atau dapat juga setelah termodulasi, cahaya tersebut dikembalikan

melalui serat optik yang sama menuju detector. Cahaya yang telah termodulasi

ditunjukan oleh besaran-besaran medium yang diukur. Set up sensor serat optik dapat

dirancang berbeda, bergantung pada besaran yang ingin dimodulasi. Berdasarkan

(17)

lokasinya, sensor serat optik dibedakan menjadi dua, yaitu:sensor serat optik ekstrinsik dan intrinsik.

2.4.1 Sensor Serat Optik Ekstrinsik

Pada tipe sensor ini, serat optik hanya berfungsi sebagai pandu gelombang optik saja atau penghubung cahaya ke sistem sensor eksternal, sehingga tidak ada modifikasi pada struktur serat optik untuk fungsi sensing (penginderaaan). Bagian pengindraan terdapat di luar serat optik sehingga proses sensing terjadi di luar. Dalam proses sensing, cahaya mengalami proses modulasi dan demodulasi untuk mendapatkan informasi kuantitas yang diukur.

2.4.2 Sensor Serat Optik Intrinsik

Pada sensor tipe intrinsik, serat optik disamping sebagai pandu cahaya sekaligus berperan dalam proses penginderaan (sensing). Bagian serat optik yang berfungsi sebagai komponen penginderaan dapat bagian cladding atau intinya. Pada sensor tipe ini, dalam proses pengindraannya, cahaya tidak pernah meninggalkan serat optic. Proses modulasi terjadi di dalam serat optik, sehingga ada bagian serat optik berperan aktif dan berfungsi sebagai sensing. Untuk mewujudkan tipe sonsor ini dapat dilakukan, dengan memodifikasi struktur serat optic, baik cladding atau inti.

Konfigurasi serat optik intrinsik yang paling berkembangkan adalah sensor

gelombang evanescent. Sistem sensor gelombang evanescent didasarkan adanya medan

evanescent pada antarmuka inti-cladding ketika cahaya menjalar di dalam serat optik

melalui refleksi internal total, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.6. Untuk

meningkatkan sensitivitas dilakukan dengan memodifikasi struktur serat optik, yaitu

menggnti cladding asli dengan material sensitif. Ketika cladding modifikasi dari

material sensitif ini berinterkasi dengan analit (seperti molekul gas), sifat optiknya

(indeks bias atau absorpsivitasnya) berubah mempengaruhi sifat transmisi serat optik.

(18)

Gambar 2.7. Skema sensor gelombang evanescent (Maddun, 2007)

2.5 Rugi-Rugi Pada Serat Optik

Rugi-rugi/loss pada serat optik antara lain akibat terjadinya kebocoran atau karena kurangnya kejernihan bahan serat optik. Besaran pelemahan energi yang dibawa oleh fiber optik dinyatakan dalam deci-Bell (dB). Faktor utama penyebab pelemahan ini adalah: absorpsi(serapaan), hamburan (scattering) dan bending losses. Bending adalah pembengkokkan yang menyebabkan cahaya yang merambat pada serat optik menyimpang dari arah transmisinya semula dan lenyap. Pembengkokan ini menyebabkan rugi-rugi yang dibedakan menjadi dua macam yaitu :

2.5.1 Pembengkokan Makro (macro bending)

Rugi-rugi Macrobending terjadi ketika cahaya melalui serat optik yang

dibengkokan sehingga membentuk kelengkunagn dengan radius yang lebih besar dari

radius serat optik, seperti terlihat pada gambar berikut.

(19)

Gambar 2.8. Pembengkokan makro pada serat optik (Mayang, 2010)

Jari-jari kritis atau critical radius adalah jari-jari bengkokan mendekati pertambahan nilai rugi-rugi yang cepat. Jari-jari kritis pada multi mode dirumuskan dengan persamaan 2.13 (Mayang, 2010) :

𝑅

𝑐

=

4𝜋 𝑛3𝑛12𝜆

12−𝑛22 1/2

(2.15)

Ketika dibengkokkan, serat optik mengalami stress. Stress ini mengakibatkan indeks bias bahan serat optik berubah menurut formulasi yang diperoleh secara eksperimen.

2.5.2 Pembengkokan Mikro(micro bending)

Pada prinsipnya microbending menimbulkan efek yang sama dengan macrobanding, hanya saja ukuran dan penyebab terjadinya berbeda. Jari-jari lekukan yang timbul dalam kasus ini adalah sama dengan atau kurang dari garis tengah serat serat optik yang hanya terdiri dari inti, jaket dan buffer primer.

Permasalahan pembengkokan mikro pada umumnya timbul di dalam proses

pabrikasi. Salah satu penyebabnya adaah perbedaan laju pemuaian dan penyusutan antar

serat optik dan pelindung-pelindung luarnya. Peristiwa serat optik akibat

pembengkokan makro dapat dilihat pada gambar 2.9 (Dian Yudi, 2005).

(20)

Gambar 2.9. Skema pembengkokan mikro (Dian Y, 2005)

2.6. Perhitungan Rugi-Rugi

Secara umum rugi-rugi yang muncul pada media transmisi serat optik merupakan rugi-rugi yang disebabkan oleh bahan serat optik itu sendiri dan rugi-rugi akibat instalasi seperti : alat penghubung (connector), pembengkokan, penyambungan (splitter) (Dian , 2005). Berikut merupakan pedoman internasional untuk pengukuran.

Tabel 2.1 Karakteristik dari serat optik yang digunakan

(Sumber: Dian Yudi, 2005)

Pengukuran besarnya rugi-rugi yang terjadu sepanjang lintasan sesuai buku panduan PT. Telkom dapat di hitung dengan menggunakan persamaan berikut (Dian Yudi, 2005):

Rugi-rugi (dB) = Lα + n

1

α

1

+ n

2

α

2

+ n

3

α

3

+ n

4

α

4

(2.16) dengan :

α : Rata-rata rugi-rugi serat optik (dB/km) α

2

: Rugi-rugi akibat sambungan (dB)

L : Panjang kabel (km) n

3

: jumlah percabangan 1 : 2

(21)

n

1

: Jumlah konektor α

3

: Rugi-rugi akibat percabangan 1 : 2 (dB)

α

1

: Rugi-rugi konektor (dB) n

4

: Jumlah percabangan 1 : 4

n

2

: Jumlah sambungan α

4

: Rugi-rugi akibat percabangan 1 : 4

2.6 Nilai Rugi-rugi akibat Pembengkokan

Nilai rugi-rugi dihitung dari penurunan tegangan signal yang diterima oleh receiver. Nilai rugi-rugi ini dapat dicari dalam bentuk deci-Bell menggunakan persamaan 2.17 dengan asumsi bahwa tegangan sebanding dengan arus (Mayang, 2010).

𝑑𝐵 = 10 log

𝑃𝑃1

2

(2.17)

dengan:

P

1

= Daya awal yang diterima (Watt)

P

2

= Daya yang diterima dalam satuan (Watt) dB = deci-Bell (satuan atenuasi)

Konsep deci-Bell diterapkan untuk membandingkan daya yang diberikan sebagai input dengan daya yang dihasilkan oleh sebuah rangkaian tertentu. Persamaan 2.17 menunjukkan hubungan antara rugi-rugi daya optik dengan membandingkan daya awal dan daya yand diterima oleh receiver. Untuk mengetahui hubungan antara tegangan dengan rugi-rugi serat optik, persamaan 2.17 bisa diubah melalui rumus yaitu:

𝑃 = 𝑉. 𝐼 (2.18)

𝐼 =

𝑉𝑅

(2.19)

dimana P adalah Daya, V adalah tegangan, I adalah arus dan R adalah hambatan. Maka didapatkan persamaan (Mayang, 2010) :

𝑑𝐵 = 20 log

𝑉𝑉1

2

(2.20)

Persamaan 2.20 menunjukkan hubungan antara rugi-rugi optik dengan perbandingan

tegangan, dimana V

1

merupakan tegangan awal, V

2

merupakan tegangan yang diterima

receiver dan keduanya dalam satuan millivolt.

(22)

BAB III

PENGARUH PERLAKUAN PADA SERAT OPTIK

3.1. Rug-rugi Serat Optik yang ditimbulkan karena pengupasan cladding.

Penelitian yang dilakukan oleh Andeskob Topan Indra dan Harmadi mengenai karakteristik sistem sensor serat optik ditunjukkan seperti pada gambar dibawah.

Gambar 3.1 menunjukan pengaruh panjang pengupasan cladding terhadap rugi-rugi serat optik dengan cladding udara. Gambar 3.2 menunjukan pengaruh panjang pengupasan cladding terhadap rugi-rugi serat optik dengan air. Rugi-rugi yang ditimbulkan akan semakin besar dengan semakin panjangnya pengupasan cladding.

Untuk cladding udara rentang nilai rugi-ruginya adalah 3,562 dB – 13,412 dB.

Sedangkan untuk cladding air 1,978 dB – 12,436 dB. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa untuk panjang pengupasan cladding yang sama pada cladding udara rugi-rugi yang ditimbulkan lebih besar daripada cladding air. (Andeskob, 2014).

Gambar 3.1 Grafik rugi-rugi sebagai fungsi panjang pengupasan cladding serat optik pada cladding udara.

(23)

Gambar 3.2 rugi-rugi k sebagai fungsi panjang pengupasan cladding serat optik pada cladding air.

Indeks bias udara dan air yang berbeda berperan pada perbedaan nilai rugi-rugi untuk panjang pengupasan cladding yang sama. Pada kasus efek gelombang evanescent, intensitas cahaya yang diteruskan oleh serat optik sangat dipengaruhi oleh nilai indeks bias cladding. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Andeskob Topan Indra dan Harmadi, penurunan intensitas cahaya berbanding lurus dengan penurunan indeks bias cladding. Peningkatan nilai kedalaman penetrasi oleh gelombang evanescent juga berakibat penurunan intensitas cahaya. Hal ini menunjukan bahwa jika nilai indeks bias semakin kecil maka rugi-rugi besar atau sebaliknya peningkatan indeks bias cladding akan menurunkan kedalam penetrasi, sehingga rugi-rugi kecil. (Adeskob, 2014).

3.2. Rugi-Rugi Karena Pembengkokan.

Rugi-rugi serat optik berdasarkan efek gelombang evanescent juga disebabkan

akibat adanya pembengkokan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh

(24)

Andeskob Topan Indra dan Harmadi, diketahui bahwa semakin besar pembengkokan pada serat optik, maka makin besar pula rugi-rugi yang ditimbulkan pada serat optik.

Hasil ini diperoleh untuk semua serat optik yang digunakan sebagai sample.

(Andeskob, 2014). Gambar berikut menunjukan pengaruh pembengkokan terhadap nilai tegangan keluaran.

Gambar 3.3. Rugi-rugi sebagi fungsi panjang pengupasan cladding udara (Andeskob, 2014)

(25)

Gambar 3.4. Rugi-rugi sebagi fungsi panjang pengupasan cladding air (Andeskob, 2014)

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dewi Mayang pada serat optik PT.

Telkom, diketahui bahwa ketika dibengkokkan, serat optik mengalami rugi-rugi akibat

stress disepanjang lekukan. Pada daerah yang dibengkokkan, indeks bias inti mengalami

distorsi. Nilai indeks bias yang terdistorsi ini sangat tergantung pada besar jari-jari

kelengkungannya. Sisi sebelah dalam serat optik yang mengalami pembengkokan akan

mempunyai indeks bias yang lebih besar dari sisi luarnya. Banyaknya berkas sinar yang

lolos dari inti serat saat berkas sinar mengenai bidang batas inti-selimut dengan sudut

datang yang lebih kecil dari sudut kritisnya akan semakin bertambah dengan semakin

kecilnya indeks bias separuh bagian luar sert optik. Dengan melilit serat optik 2 lilitan

maka lengkungan sepanjang serat optik semakin banyak dan rugi-rugi yang dialami

semakin besar pula. Gambar 3.6 menunjukan lekukan serat optik semakin tajam jika

bila tekanan ditambah.

(26)

Gambar 3.5. Perubahan ketajaman lekukan karena tekanan. (a) Lilitan sebelum ditekan. (b) Lilitan setelah ditekan (Dewi, 2009).

Tekanan yang diberikan pada serat optik terlilit mengakibatkan rugi-rugi semakin besar. Ketika ditekan, lekukan yang dialami serat optik semakin tajam sehingga stress yang ditimbulkannya menyebabkan rugi-rugi yang semakin besar pula.

Penekanan pada lilitan juga mengakibatkan sudut kelengkungan serat optik mengecil.

Hal ini menyebabkan beberapa berkas sinar sampai pada bidang inti-selimut pada titik

kelengkungan dengan sudut yang lebih kecil atau sama dengan sudut kritis. Berkas-

berkas yang demikian pada akhirnya akan keluar meninggalkan inti serat optik. Gambar

3.6 menunjukkan hubungan rugi-rugi dengan tekanan yang dilakukan pada serat optik

(27)

Gambar 3.6. Pengaruh tekanan terhadap rugi-rugi serat optik pada jari-jari pembengkokan 0.5 cm, 0,6 cm, 0,7 cm 0,9 cm, 1,0 cm. (a) Pembengkokan dengan 1 lilitan. (b) Pembengkokan dengan 2 lilitan

(Mayang, 2010)

Dari Gambar 3.6 dapat dilihat bahwa pengaruh tekanan pada lilitan terhadap

rugi-rugi yang ditimbulkan ternyata signifikan. Semakin ditekan, rugi-rugi optik

semakin bertambah. Serat optik yang dibengkokkan dengan 2 lilitan (Gambar 4.6 (b))

memiliki rugi-rugi yang lebih besar dibandingkan dengan serat optik yang

dibengkokkan 1 lalitan (Gambar 4.6 (a)).

(28)

BAB IV KESIMPULAN

1. Karakteristik rugi-rugi serat optik berdasarkan efek gelombang evanescent dipengaruhi oleh dua hal yaitu panjang pengupasan cladding dan pembengkokkan serat optik pada cladding yang telah dikupas. Semakin panjang cladding yang dikupas maka nilai rugi-rugi serat optik semakin besar.

Sedangkan hubungan pembengkokan dengan rugi-rugi serat optik adalah semakin besar pembengkokan maka rugi-rugi serat optik akan semakin besar.

2. Dalam rugi-rugi serat optik berdasarkan efek gelombang efek evanescent jika cladding kabel serat optik diganti menggunakan cladding udara dengan cladding kabel serat optik diganti menggunakan cladding air ternyata ada perbedaan.

Pada cladding udara nilai rugi-rugi lebih besar daripada cladding air.

(29)

DAFTAR PUSTAKA

Keiser, Gerd, 1991, Optikal Fiber Communications, 2

nd

Edition, McGraw, United State, halaman 23-32.

Maddun, Akhiruddin, dkk, 2007, Pengembangan Sensor Uap Amonia Berbasis Serat Optik dengan Cladding Termodifikasi Nanoserat Polianilin, J. Sains Tek, Vol.

12, No. 3, halaman 30-33.

Mayang, Dewi, 2010, Kajian Karakteristik Rugi-rugi pada Serat Optik Telkom karena Pembengkokan Makro, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, halaman 23,28,31,32,54-58,64

Prasetya, Dwi, 2009, Serat Optik sebagai Salah Satu Solusi Pembangunan Jaringan, Universitas Sriwijaya, Palembang, Halaman 2.

Topan Indra, Andeskob, Harmadi, 2014, Karakteristik Sistem Sensor Serat Optik Berdasarkan Efek Gelombang Evanescent, Jurnal Fisika Unand, Vol. 3, No. 1, halaman 8-13.

Yudi Nugroho, Dian, 2005, Studi Pengukuran Rugi-Rugi Serat Optik pada Empat Rute

STO di Jawa Tengah dengan Menggunakan OTDR Teletronix Type Tekranger

TFS3031, Universitas Sebelas M

Referensi

Dokumen terkait

Anak2ku rekan pembelajaran yang luar biasa, kalian boleh menggunakan bola apa saja yang sejenis tidak perlu membeli, sangat diharapkan kalian membuat alat belajar modifikasi:

Mem!uat kesimpulan tahapan pem!uatan produk multimedia interakti$ !er!asis halaman Men'kom$nikasikan 6asil pem!uatan produk multimedia interakti$ !er!asis halaman T$'as

95 Sumber data sekunder adalah sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen.. Contoh sumber

AINUL YAKIN BAHRONI JL MT HARIYONO GG I 004 001 MANGKUJAYAN 388 KEVIN SURYA PUTRA CIPTA JAYA TANIAGO JL... SUITUBUN

1. Perubahan yang terjadi secara sadar. Maksudnya adalah bahwa individu yang menyadari dan merasakan telah terjadi adanya perubahan yang terjadi pada dirinya. Perubahan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) respon siswa terhadap penerapan perangkat pembelajaran asam basa dengan pendekatan SAVI baik, begitu juga dengan respon guru;

Penelitian yang dilakukan oleh Ika Rusy L (2006:79) mengenei “Keefektifan Bimbingan Kelompok dalam Meningkatkan Hubungan Antarpribadi Siswa Kelas IX SMP N 40 Semarang Tahun

2) Penganggur, adalah orang yang tidak mempunyai pekerjaan, lengkapnya orang yang tidak bekerja dan masih atau sedang mencari pekerjaan. Penganggur semacam ini oleh BPS