KAJIAN FISKAL REGIONAL
TRIWULAN II
2021
Pengarah : Moch. Ali Hanafiah | Penangggung Jawab : Agung Mulyono | Koordinator : Rian Andriono | Anggota : Posma Amando Siagian | Alif Fahrudin | Haryo Narendra Putra | Achmad Zamroni
Kanwil Ditjen Perbendaharaan
Provinsi Papua Barat
...development is about transforming the lives of people, not just transforming economies....
(Joseph E. Stiglitz, 2006)
Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat Triwulan II Tahun 2021.
Penyusunan KFR yang merupakan bagian dari tugas pokok dan fungsi Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan (Treasury Regional Office) ini, setidaknya melibatkan Development Economics sebagai field study yang digunakan dalam merekonstruksi metodologi sebagai pendekatan akademik dalam melakukan kajian kebijakan ekonomi pembangunan suatu region.
Pengembangan budaya akademik dalam memahami fenomena pembangunan, dengan meletakkan basis research-based policy, pada dasarnya merupakan bagian dari budaya kerja organisasi modern. Dengan melakukan pendalaman permasalahan melalui riset, diharapkan akan diperoleh suatu solusi yang seimbang, objective dan komprehensif dalam pengambilan putusan. Perkembangan
pembangunan dan industrialisasi pada negara- negara maju (developed countries) mempengaruhi kajian akademik yang direpresentasikan dengan kurikulum universitas yang mengarah tema-tema research spesifik, semisal urban economics, environment economics, industrial economics, transportation economics, logistic economics, regional economics, dll. Kajian development
economics kurang menjadi fokus utama, karena era tersebut telah dilalui dan menjadi bagian dari sejarah panjang dialektika pembangunan (development dialectics) negara-negara maju.
Sebagai branch dari economics yang melakukan studi proses pembangunan pada negara-negara yang berpendapatan rendah (low-income
countries), development economics memfokuskan pada studi economic development, economic growth, dan structural change, dan lebih jauh lagi, juga menempatkan fokus studi pada
kependudukan dari sudut pandang kesehatan (health), pendidikan (education), lapangan pekerjaan (job opportunity), baik di sektor publik maupun private dengan pendekatan quantitative analysis, qualitative analysis dan mixed method antara keduanya. Dalam prakteknya, untuk merancang (to devise) pembangunan ekonomi, development economics mempertimbangkan faktor sosial, budaya, legal, dan politik.
reasurer
T he
Kajian Fiskal Regional (Regional Fiscal Analysis) ini merupakan studi perkembangan ekonomi
pembangunan dari sudut pandang kebijakan fiskal untuk wilayah Provinsi Papua Barat. Variabel utama yang digunakan untuk melakukan analisis pembangunan adalah dengan melakukan studi deskriptif kuantitatif atas data penerimaan dan pengeluaran negara. Dalam studi ini outlooks pembangunan dalam satu triwulan dengan memperhatikan indikator-indikator pertumbuhan ekonomi (consumption, investment, government expenditure, net export) dan dampak yang timbul, seperti indeks pembangunan manusia (human development index), pemerataan pendapatan (income equality), penanggulangan kemiskinan (poverty alleviation), pengurangan pengangguran (unemployment reduction) dan lain-lain.
Pada saat yang bersamaan, indikator makro ekonomi tersebut disandingkan dengan beberapa perspektif yang merupakan constraint
pembangunan, antara lain: 1). Aspek budaya (culture aspect) sebagai contoh adalah eksistensi hak ulayat dalam kehidupan sosial
kemasyarakatan, 2). Aspek sosial kemasyarakatan (sosiological aspect), sebagai contoh kerentanan sosial (social vulnerability) yang membuat stabilitas masyarakat terganggu, 3). Aspek politik (political aspect), sebagai contoh pelaksanaan otonomi khusus (special autonomy) yang belum menunjukkan dampak positif terhadap
pertumbuhan pembangunan, 4). Aspek geografis (geographical aspect), sebagai contoh kondisi geografi yang belum terintegrasi secara infrastruktur.
Dengan keterbatasan yang ada, kami menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini masih
terdapat kekurangan dan jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, kami mengharapkan saran, masukan dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan ke arah yang lebih baik.
Akhirnya, kami berharap semoga kajian ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak serta dapat menjadi tambahan pengetahuan dan wawasan bagi pembaca semuanya.
Manokwari, 6 Agustus 2021
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Papua Barat
Moch. Ali Hanafiah
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GRAFIK ... v
BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI REGIONAL ... 1
A. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) ... 1
1. Nilai PDRB... 2
2. Pertumbuhan PDRB ... 2
B. NERACA PERDAGANGAN INTERNASIONAL ... 3
C. INFLASI ... 3
D. NILAI TUKAR PETANI ... 4
E. INDIKATOR KESEJAHTERAAN ... 5
1. Tingkat Kemiskinan... 5
2. Tingkat Ketimpangan ... 5
3. Tingkat Pengangguran ... 6
BAB II PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBN ... 7
A. PENDAPATAN NEGARA ... 8
1. Penerimaan Perpajakan ... 8
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak ... 9
B. BELANJA NEGARA ... 9
1. Belanja Pemerintah Pusat ... 9
2. Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) ... 10
3. Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) ... 11
C. PROGNOSIS REALISASI APBN SAMPAI DENGAN AKHIR TAHUN 2021 ... 12
BAB III PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBD ... 13
A. PENDAPATAN DAERAH ... 14
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) ... 14
2. Pendapatan Transfer ... 16
3. Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah ... 16
B. BELANJA DAERAH ... 16
C. PROGNOSIS REALISASI APBD SAMPAI DENGAN AKHIR TAHUN 2021... 17
BAB IV PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN ANGGARAN KONSOLIDASIAN ... 18
A. LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH KONSOLIDASIAN ... 18
B. PENDAPATAN KONSOLIDASIAN ... 18
1. Analisis Proporsi dan Perbandingan ... 18
2. Analisis Perubahan ... 19
3. Analisis Kontribusi Pendapatan Pemerintah terhadap Perekonomian Daerah ... 19
C. BELANJA KONSOLIDASIAN ... 19
1. Analisis Proporsi dan Perbandingan ... 19
2. Analisis Perubahan ... 20
3. Analisis Kontribusi Belanja Pemerintah terhadap Perekonomian Daerah ... 20
BAB V ISU / BERITA REGIONAL TERPILIH ... 21
A. INVESTASI UNTUK PEMBANGUNAN EKONOMI DI MASA PANDEMI ... 21
1. Investasi Sektor Industri ... 21
2. Investasi Sektor Pariwisata ... 22
B. PEMBIAYAAN ULTRA MIKRO (UMi) BAGI UMKM KALA PANDEMI ... 22
C. KONTRIBUSI DAK FISIK, DAK NON FISIK DAN DANA DESA ... 24
DAFTAR PUSTAKA ... 26
Tabel 1.1 Inflasi Bulanan (mtm) Papua Barat Menurut Kelompok Pengeluaran s.d Triwulan II 2021 (persen) ... 4 Tabel 1.2 Nilai Tukar Petani (mtm) Papua Barat
Menurut Subsektor s.d Triwulan II 2021 (persen) ... 5 Tabel 2.1 Pagu dan Realisasi APBN s.d Triwulan
II di Papua Barat Tahun 2020-2021 (miliar Rp) ... 7 Tabel 2.2 Penyaluran KUR di Papua Barat per
Skema s.d Triwulan II 2021 ... 11 Tabel 2.3 Penyaluran KUR di Papua Barat per
Sektor s.d Triwulan II 2021 ... 11 Tabel 2.4 Penyaluran KUR di Papua Barat per
Penyalur s.d Triwulan II 2021 ... 12 Tabel 2.6 Prognosis Realisasi APBN Papua
Barat s.d Triwulan IV 2021 ... 12 Tabel 3.1 Pagu dan Realisasi s.d Triwulan II di
Papua Barat Tahun 2020-2021 (miliar Rp) ... 13 Tabel 3.2 Prognosis Realisasi APBD Seluruh
Pemerintah Daerah Papua Barat s.d Triwulan IV Tahun 2021 ... 17
Tabel 4.1 Pagu Pendapatan dan Belanja Konsolidasian di Papua Barat Tahun 2020-2021 (miliar Rp) ... 18 Tabel 4.2 Realisasi Pendapatan dan Belanja
Konsolidasian s.d Triwulan II di Papua Barat Tahun 2020-2021
(miliar Rp) ... 18 Tabel 4.3 Kontribusi Belanja Pemerintah
Terhadap Perekonomian Papua Barat s.d Triwulan II 2021... 20 Tabel 5.1 Perkembangan Realisasi Nilai
Investasi di Provinsi Papua Barat Tahun 2019-2021 ... 21 Tabel 5.3 Penyaluran Pembiayaan Ultra Mikro
(UMi) Papua Barat per Lembaga Penyalur s.d. Triwulan II 2021 ... 23 Tabel 5.4 Output Dana Desa dalam Penanganan
dan Pemulihan Dampak Covid-19 di Provinsi Papua Barat
s.d Triwulan II 2021... 25
Grafik 1.1 Kontribusi Komponen Pembentuk PDRB Papua Barat Sisi Permintaan Triwulan II 2021 (persen) ... 1 Grafik 1.2 Perkembangan Pertumbuhan
Ekonomi Papua Barat dan Nasional s.d. Triwulan II Tahun 2021
(yoy, persen) ... 2 Grafik 1.3 Perkembangan Pertumbuhan
Ekonomi Papua Barat s.d. Triwulan II Tahun 2021 (yoy, persen) ... 2 Grafik 1.4 Perkembangan Nilai Ekspor - Impor
Papua Barat s.d Triwulan II 2021 (US$ Juta) ... 3 Grafik 1.5 Perkembangan Tingkat Kemiskinan
Papua Barat dan Nasional Tahun 2018 - 2021 (persen) ... 5 Grafik 1.6 Perkembangan Gini Ratio Papua
Barat dan Nasional Tahun
2016 - 2021 ... 6 Grafik 1.7 Perkembangan Jumlah dan Tingkat
Pengangguran Terbuka Papua Barat Tahun 2016 – 2021 (jiwa, persen) ... 6 Grafik 2.1 Penerimaan Pajak per Kab/Kota di
Papua Barat s.d Triwulan II 2021 (miliar Rp) ... 8 Grafik 2.2 Target dan Realisasi per Jenis
Pajak di Papua Barat s.d Triwulan II 2021 (miliar Rp) ... 9 Grafik 2.3 Komposisi Pagu Belanja Pemerintah
Pusat di Papua Barat Tahun 2021 (persen) ... 9 Grafik 2.4 Pagu dan Realisasi Belanja
Pemerintah Pusat di Papua Barat s.d Triwulan II 2021 (miliar Rp) ... 10 Grafik 2.5 Komposisi Alokasi TKDD Papua Barat
Tahun 2021 (persen) ... 10
Grafik 2.6 Pagu dan Realisasi TKDD Papua Barat s.d Triwulan II 2021
(miliar Rp) ... 10 Grafik 2.7 Jumlah Penyaluran KUR per Kab/Kota
di Papua Barat s.d Triwulan II 2021 (miliar Rp, debitur) ... 11 Grafik 3.1 Target dan Realisasi PAD s.d Triwulan
II Seluruh Pemda Papua Barat Tahun 2019-2021 (miliar Rp) ... 14 Grafik 3.2 Pagu dan Realisasi per Jenis PAD
Seluruh Pemda Papua Barat s.d Triwulan II 2021
(miliar Rp) ... 14 Grafik 3.3 Realisasi Pajak Daerah per Pemda
di Papua Barat s.d Triwulan II 2021 (miliar Rp) ... 15 Grafik 3.4 Realisasi Retribusi Daerah per Pemda
di Papua Barat s.d Triwulan II 2021 (miliar Rp) ... 15 Grafik 3.5 Realisasi Lain-Lain PAD yang Sah
per Pemda di Papua Barat s.d
Triwulan II 2021 (miliar Rp) ... 15 Grafik 3.6 Pagu dan Realisasi Pendapatan
Transfer Pemerintah Daerah di Papua Barat s.d Triwulan II Tahun 2021 (miliar Rp) ... 16 Grafik 3.7 Komposisi Alokasi Belanja Pemerintah
Daerah di Papua Barat Tahun 2021 (persen) ... 16 Grafik 3.8 Pagu dan Realisasi per Jenis Belanja
Seluruh Pemda di Papua Barat s.d Triwulan II 2021
(miliar Rp) ... 17 Grafik 4.1 Realisasi Belanja Konsolidasian
Papua Barat per Jenis s.d Triwulan
II 2021 (miliar Rp)... 19
Grafik 5.1 Penyaluran Pembiayaan Ultra Mikro (UMi) Tahun 2017-2021
(juta Rp, nasabah) ... 23 Grafik 5.2 Akumulasi Penyaluran Pembiayaan
Ultra Mikro (UMi) Papua Barat per daerah s.d. Triwulan II 2021
(juta Rp, nasabah) ... 24 Grafik 5.3 Pagu dan Realisasi Dana Desa Papua
Barat s.d Triwulan II 2021
(miliar Rp ... 24
Grafik 5.4 Pagu dan Realisasi DAK Fisik per Bidang Papua Barat s.d Triwulan II 2021 (miliar Rp) ... 25 Grafik 5.5 Pagu dan Realisasi DAK Non Fisik per
Kategori Papua Barat s.d Triwulan II
2021 (miliar Rp) ... 25
Perkembangan
Ekonomi Regional
Indikator
Ekonomi Regional
Pertumbuhan
-2,39%
PDRB
20,43 T
Net Ekspor
$ 381 Jt
Pertumbuhan Non Migas
3,29%
PDRB Non Migas
12,92 T
Inflasi
0,46
Tingkat Kemiskinan
21,84%
Tingkat
Pengangguran
6,18%
Gini Ratio
0,380
Penduduk Miskin
219,07 Rb
Jumlah
Pengangguran
30,3 Rb
Nilai Tukar Petani
100,41
etelah sempat penuh dengan kekhawatiran seiring gelombang baru Covid-19 yang mengancam berbagai negara, perekonomian global pada kuartal kedua tahun 2021 menunjukkan pertumbuhan yang positif. Hal ini tidak terlepas dari pelaksanaan vaknisasi dan penerapan protokol kesehatan di Amerika dan Eropa yang relatif berhasil mengurangi perluasan virus, sehingga mampu membuat mobilitas kembali longgar.
Sementara pada negara-negara berkembang di Asia, terkecuali Tiongkok, vaksinasi yang lambat dan rendahnya kepatuhan masyarakat terhadap penerapan protokol kesehatan mulai berdampak pada kenaikan kasus positif dan kematian seiring mutasi virus yang makin berbahaya. Di Indonesia, luasnya wilayah, terbatasnya fasilitas dan rendahnya kesadaran masyarakat, menjadi tantangan pelaksanaan vaksinasi yang hingga berakhirnya triwulan II 2021 masih relatif rendah jika dibandingkan dengan target penerima. Kondisi tersebut telah mendorong Pemerintah untuk kembali mempersiapkan kebijakan pembatasan sosial yang dapat menekan penyebaran yang di sisi lain akan turut menekan perekonomian.
Meskipun ekonomi sebagian negara-negara maju sedang menuju pemulihan didorong oleh aktivitas yang perlahan kembali normal, namun sejumlah negara masih berusaha keras dalam menanggulangi pandemi yang semakin rumit akibat munculnya varian baru virus yang tidak sebanding dengan laju pengembangan vaksin. Demikian halnya Indonesia yang berupaya memberikan respons melalui kebijakan yang diharapkan mampu menciptakan sentimen positif atas perekonomian dan konsisten dalam upaya penanganan pandemi. Kebijakan pembatasan sosial dilakukan dalam skala mikro karena telah terbukti menurunkan produksi dan pendapatan masyarakat jika diterapkan secara menyeluruh. Selain itu, keberlanjutan program PEN serta insentif, pengenaan diskon, dan pembebasan pajak terhadap beberapa objek pajak diharapkan dapat mendorong naiknya permintaan domestik, baik konsumsi rumah tangga maupun investasi.
Pada tataran regional Papua Barat, momentum pemulihan dari sisi masyarakat berusaha dipertahankan dengan keberlanjutan program PEN
dan optimalisasi pengeluaran pemerintah yang diharapkan mampu mencegah pemburukan ekonomi lebih lanjut dan kemiskinan yang lebih dalam. Meski demikian, ancaman pandemi yang masih belum usai bahkan menjadi lebih berbahaya bagi kesehatan masyarakat membuat berbagai kebijakan pemerintah akan membutuhkan waktu yang lebih panjang dan mengalami berbagai penyesuaian untuk mencapai sasaran.
Pada periode triwulan II 2021, berbagai kebijakan penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi perlahan mampu menunjukkan dampak positif dengan mendorong kinerja ekonomi nasional hingga tumbuh positif sebesar 7,07 persen (yoy).
Kinerja ekspor yang meningkat dengan kembali naiknya permintaan dan tren peningkatan harga komoditas turut mendorong pertumbuhan.
Sementara itu, pada perekonomian Papua Barat terjadi hal sebaliknya dengan mengalami kontraksi sebesar -2,39 persen (yoy). Kenaikan harga komoditas tidak berdampak pada pertumbuhan, seiring produksi dan permintaan gas alam (LNG) sebagai komoditas utama ekspor yang menurun.
A. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB)
Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product) merupakan nilai pasar dari semua barang dan jasa yang dihasilkan dalam suatu perekonomian selama periode waktu tertentu. Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) sering dijadikan ukuran terbaik untuk mengukur kinerja perekonomian (Mankiw, 2013).
Terdapat tiga cara untuk menghitung PDB. Pertama, dengan menjumlahkan nilai akhir produk dan jasa yang dihasilkan perusahaan. Kedua, dengan menjumlahkan pengeluaran aggregat, yaitu jumlah dari pengeluaran konsumen, pengeluaran investasi, pembelian pemerintah untuk barang dan jasa, serta ekspor dikurangi impor (net export). Ketiga, dengan menjumlahkan seluruh pendapatan faktor produksi yang diterima rumah tangga dari perusahaan (Krugman & Wells, 2011).
Untuk mengukur PDB, dapat dihitung berdasarkan harga berlaku (PDB Nominal) dan harga konstan (PDB Riil). Pengukuran PDB harga berlaku
S
digunakan untuk melihat struktur perekonomian, sedangkan PDB harga konstan digunakan untuk mengukur kinerja atau pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Selanjutnya PDB pada suatu region/
wilayah tertentu disebut dengan Produk Domestik Regional Bruto (Gross Domestic Regional Bruto).
A.1 Nilai PDRB
Pada triwulan II 2021, nilai PDRB Papua Barat sebesar Rp20.435,69 miliar. Dari nilai tersebut, postur perekonomian Provinsi Papua Barat didominasi oleh dua sektor lapangan usaha yaitu industri pengolahan dengan kontribusi sebesar 23,89 persen dan pertambangan penggalian yang mengandalkan raw material resource berupa pengeboran dan pengilangan gas alam (LNG) sebesar 16,90 persen. Kondisi tersebut sebagai konsekuensi dari kepemilikan atas cadangan gas alam yang besar dan menjadi backbone ekonomi regional. Adapun dari sisi pengeluaran, kontribusi terbesar PDRB berasal dari ekspor sebesar 36,7 persen, serta konsumsi (RT dan LNPRT) sebesar 31,97 persen. Oleh karena itu, meskipun konsumsi mampu tumbuh 6,07 persen, namun adanya kinerja ekspor sebagai kontributor utama PDRB yang tumbuh negatif -12,9 persen telah membawa perekonomian pada keadaan kontraksi.
A.2 Pertumbuhan PDRB
Perekonomian Papua Barat pada triwulan II 2021 terkontraksi pada level -2,39 persen (yoy). Padahal, pada periode yang sama tahun 2020 ketika pandemi mulai terasa dampaknya, Papua Barat masih mampu mencatatkan pertumbuhan sebesar 0,72 persen (yoy). Sebagai dua sektor dengan kontribusi tertinggi terhadap PDRB, sektor industri
pengolahan mencatatkan pertumbuhan negatif sebesar -9,79 persen, demikian halnya sektor pertambangan penggalian yang turun -5,10 persen.
Harga komoditas di pasar internasional yang kembali meningkat sejak awal tahun, tidak diimbangi dengan volume produksi yang menurun -17,54 persen (yoy). Penurunan produksi gas alam tersebut semakin besar terjadi di triwulan II 2021 sebesar -14,78 persen (qtq). Sementara itu, kondisi pandemi yang kembali meluas dan penghentian mobilitas meski dalam skala kecil di beberapa negara, berpengaruh pada turunnya permintaan ekspor gas alam. Alhasil, turunnya kinerja sektor pertambangan penggalian turut berdampak pada kinerja industri pengolahan yang bergerak diseputar migas.
Sejak pandemi melanda, laju pertumbuhan PDRB Non Migas Papua Barat bernilai jauh lebih kecil dibandingkan PDRB. Akan tetapi, laju pertumbuhan tersebut pada triwulan II 2021 tercatat jauh lebih
Konsumsi RT + LNPRT 32.8%
Pengeluaran Pemerintah 17.2%
19.0%PMTB Ekspor
36.7%
Impor 1.8%
Grafik 1.1
Kontribusi Komponen Pembentuk PDRB Papua Barat Sisi Permintaan Triwulan II 2021 (persen)
Sumber: BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
5.07 5.05 5.02 4.97
2.97
-5.32 -3.49 -2.19
-0.74 7.07
-0.25 -0.49 2.93
8.27
5.29
0.72 -3.16
-5.21 1.47
-2.39
-6-3 0 3 6 9 12
Tw1-19 Tw2-19 Tw3-19 Tw4-19 Tw1-20 Tw2-20 Tw3-20 Tw4-20 Tw1-21 Tw2-21
Grafik 1.2
Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Papua Barat dan Nasional s.d. Triwulan II 2021 (yoy, persen)
Nasional Papua Barat
Sumber: BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
6.97 6.23 5.62 5.79 6.96
-2.17
-5.98 -7.04 -4.37 3.29
-0.25
-0.48 2.93
8.27
5.29
0.72
-3.16-5.21 1.47
-2.39
-8 -4 0 4 8 12
TwI-19 Tw2-19 Tw3-19 Tw4-19 TwI-20 Tw2-20 Tw3-20 Tw4-20 Tw1-21 Tw2-21
Grafik 1.3
Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Papua Barat s.d. Triwulan II 2021 (yoy, persen)
PDRB Non Migas PDRB
Sumber: BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
baik karena mampu tumbuh positif 3,29 persen (yoy) dengan nilai PDRB Non Migas sebesar Rp12.921,85. Hal tersebut mengindikasikan bahwa perekonomian Papua Barat dapat tetap tumbuh jika tidak memperhitungkan hasil pertambangan penggalian dan sektor disekitarnya yang sangat rentan dengan pengaruh faktor eksternal. Oleh karena itu, adanya fokus pada sektor-sektor diluar migas atau sektor yang menyerap banyak tenaga kerja, seperti sektor pertanian, perdagangan dan kesehatan, akan berdampak langsung terhadap pemenuhan kebutuhan sehari-hari masyarakat sekaligus berpengaruh positif terhadap laju pertumbuhan. Melalui optimalisasi belanja pemerintah pada sektor-sektor tersebut, upaya menjaga ketahanan pangan agar mampu diakses masyarakat miskin dan rentan, serta peningkatan volume kegiatan ekonomi dan mendukung daya tahan dunia usaha agar tidak terpukul semakin dalam sehingga cepat melakukan proses pemulihan (rebound), dapat dilakukan.
B. NERACA PERDAGANGAN INTERNASIONAL
Perdagangan internasional merupakan pertukaran barang dan jasa lintas batas negara (international border). Dengan adanya perdagangan internasional, memungkinkan terjadinya efisiensi yang timbul dari kompetisi antar produsen dalam menjual produk dengan harga yang terendah (competitive price) dalam suatu proses permintaan dan penawaran (supply and demand) atau dalam suatu mekanisme pasar/ market mechanism (Seyoum,
2009). Komponen perdagangan internasional terdiri dari ekspor dan impor. Selisih keduanya merupakan net export atau biasa disebut juga sebagai neraca perdagangan internasional.
Sampai dengan triwulan II 2021, nilai net ekspor Papua Barat tercatat sebesar US$952,63 juta atau tumbuh 14,04 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Adanya net ekspor bernilai positif dihasilkan oleh capaian ekspor Papua Barat yang didominasi (98 persen) oleh gas alam dengan permintaan terbesar dari Tiongkok.
Adapun komoditas ekspor lainnya berupa perhiasan/ permata, kayu, barang dari kayu, garam, belerang, kapur (semen), ikan, udang, daging, ikan olahan, sabun dan preparat pembersih (2 persen dari total ekspor) tidak memberikan banyak pengaruh. Selama tahun 2021, total ekspor Papua Barat mencapai US$967,1 juta atau meningkat sebesar 2,93 persen dibandingkan enam bulan pertama di tahun 2020.
Terjadinya peningkatan pada permintaan gas alam khususnya sejak pandemi di Tiongkok mereda, ditambah dengan harga komoditas migas yang sedang dalam tren peningkatan, telah mendorong kenaikan nilai ekspor jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Meski demikian, permintaan secara agregat mengalami penurunan terutama karena turunnya permintaan dari negara tujuan ekspor lainnya (Jepang dan Korsel) sehingga menyebabkan kontribusi ekspor terhadap PDRB terkontraksi. Sementara itu, nilai impor Papua Barat mencapai US$ 14,47 juta atau turun -72,76
persen dari periode yang sama tahun sebelumnya.
Impor terbesar umumnya berupa mesin/peralatan listrik diikuti oleh golongan mesin/pesawat mekanik. Nilai impor tertinggi terjadi pada bulan Januari sebesar US$ 4,87 juta, ketika permintaan garam, belerang, kapur sebagai bahan baku untuk industri semen, industri pengolahan, dan konstruksi meningkat.
C. INFLASI
Inflasi merupakan kenaikan harga secara umum (Mankiw, 2013). Jika kenaikan harga barang hanya berasal dari satu atau dua barang saja, maka tidak dapat disebut sebagai inflasi, kecuali bila kenaikan
120.37123.65 130.28
156.61 131.07
194.33 197.11
132.82
146.49162.63 140.13
187.92
0.48 3.27
5.89
0.52 3.14
0.11 4.87
0.22 1.56
0.46 4.44
2.92
0 75 150 225
0 2 4 6
Jul-20 Aug-20 Sep-20 Oct-20 Nov-20 Dec-20 Jan-21 Feb-21 Mar-21 Apr-21 May-21 Jun-21
Grafik 1.4
Perkembangan Nilai Ekspor - Impor Papua Barat s.d Triwulan II 2021 (US$ Juta)
Ekspor Impor
Sumber: BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
itu meluas dan menyebabkan kenaikan harga barang lainnya. Secara umum, inflasi digolongkan ke dalam tiga jenis yaitu: inflasi inti (core inflation), inflasi komponen yang bergejolak (volatile food inflation) dan inflasi harga yang diatur (administered price inflation).
Laju inflasi Papua Barat bulanan selama triwulan II 2021 relatif terkendali meskipun cenderung bergerak naik (inflasi) sebagai dampak dari pandemi yang tengah terjadi dan telah menurunkan volume produksi. Pada periode kuartal pertama tahun 2021, Papua Barat sempat mengalami deflasi hingga level -0,46 persen di bulan Februari, sebagai pengaruh dari komponen bahan makanan yang kelebihan pasokan, serta turunnya permintaan pada komponen transportasi karena berkurangnya volume perjalanan antar wilayah. Sedangkan pada bulan Januari, terjadinya inflasi 0,2 persen disebabkan oleh faktor liburan awal tahun dan kebijakan larangan berpergian lintas pulau berdampak pada naiknya konsumsi dan komponen transportasi yang terkontraksi. Untuk bulan Maret, pasokan bahan makanan seperti telur, ikan, daging ayam, daging sapi dan sayur-sayuran yang berkurang mendorong pergerakan inflasi seiring permintaan yang naik akibat mobilitas yang kembali longgar.
Memasuki bulan April, peningkatan permintaan pada komponen administered price seperti transportasi yang tidak seperti bulan-bulan
sebelumnya ketika masih tertahan kehati-hatian dalam perjalanan, berpengaruh signifikan dalam menahan kontraksi kelompok bahan makanan yang memiliki pasokan berlimpah. Aktivitas ekonomi yang kembali bergeliat menodorong naiknya penumpang penerbangan atau volume perjalanan lintas pulau. Khusus untuk kelompok sandang, pada bulan April dan bulan-bulan berikutnya laju inflasi inti (core inflation) relatif terkendali, demikian halnya dengan kelompok makanan jadi.
Pada bulan Mei, peningkatan konsumsi masyarakat dalam momen hari besar Islam, mendorong terjadinya inflasi pada komponen volatile food seperti telur, ikan, daging ayam, daging sapi dan sayur-sayuran. Kenaikan permintaan juga terjadi pada komponen administered price, meskipun terdapat larangan bepergian bagi ASN. Kondisi yang sama kembali terjadi di bulan Juni, dengan sebagian besar disebabkan oleh komponen volatile food yang mengalami kenaikan permintaan namun pasokan terbatas karena curah hujan yang tinggi telah menurunkan volume hasil produksi. Sedangkan kelompok transportasi kembali mengalami kontraksi seiring bertambahnya kasus positif Covid-19 membuat masyarakat kembali menahan diri untuk bepergian.
Secara umum, tingkat inflasi Papua Barat sepanjang tahun 2021 masih terkendali pada tingkat ≤2.0 persen (mtm) dengan adanya kesigapan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) yang melakukan pengawasan distribusi untuk mencegah penimbunan barang dan permainan harga selama pandemi. Selain itu, TPID juga menjaga ketersediaan barang dengan melakukan operasi pasar agar dapat membentuk stabilitas harga.
D. NILAI TUKAR PETANI
Nilai tukar petani (NTP) adalah salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan/ daya beli petani di pedesaan. NTP juga menunjukkan daya tukar (terms of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. Sepanjang triwulan II 2021, NTP (bulanan) di Provinsi Papua Barat masih menunjukkan adanya pengaruh pandemi dengan
Tabel 1.1
Inflasi Bulanan (mtm) Papua Barat Menurut Kelompok Pengeluaran s.d Triwulan II 2021 (persen)
Kelompok Jan Feb Mar Apr Mei Jun
Umum 0.20 -0.46 0.78 0.08 1.05 1.09
Bahan Makanan 2.44 -0.51 1.93 -0.69 1.94 2.98 Makanan Jadi,
Minuman, Rokok, dan
Tembakau 0.04 0.07 0.02 0.70 0.00 0.21
Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan
Bahan Bakar 0.10 -0.04 0.05 0.40 -0.03 0.01
Sandang -0.25 1.04 0.45 0.17 0.66 -0.14
Kesehatan -0.06 0.00 0.15 0.04 0.23 -0.78 Pendidikan, Rekreasi
dan Olahraga 1.06 -0.005 -0.79 2.32 0.53 1.51 Transpor dan
Komunikasi dan Jasa
Keuangan -5.73 -3.16 0.30 2.01 2.27 0.28
Sumber: BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
tercatat lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumya meskipun masih mengalami surplus dengan NTP>100. Selama kurun waktu 3 bulan terakhir, NTP bulan Juni memiliki nilai teritinggi (100,41) namun masih jauh lebih rendah dibandingkan bulan Januari (102,12).
Berdasarkan subsektor, komoditas tanaman pangan, perkebunan dan peternakan konsisten memiliki rata-rata nilai tukar yang surplus (>100) sepanjang triwulan II 2021. Sementara itu, subsektor perikanan, pembudidaya ikan, dan nelayan menjadi subsektor dengan nilai tukar yang defisit (<100) sepanjang tahun 2021. Perbedaan nilai yang signifikan pada dua kelompok subsektor ini terjadi karena harga hasil ikan (budidaya dan tangkap) yang rendah akibat stok melimpah karena mudah dikembangkan dan ditangkap oleh masyarakat, mengingat wilayah perairan Papua Barat yang luas dan kaya ikan.
E. INDIKATOR KESEJAHTERAAN
E.1 Tingkat Kemiskinan
Sebagaimana terjadi pada sebagian besar daerah di Pulau Papua, Papua Barat dihadapkan pada masalah kemiskinan yang cukup pelik. Tingkat kemiskinan Papua Barat relatif sangat tinggi, menduduki peringkat kedua nasional setelah Provinsi Papua. Berdasarkan data terakhir BPS, pada bulan Maret 2021 tingkat kemiskinan Provinsi
Papua Barat mencapai 21,84 persen, lebih besar dari September 2020 (21.70 persen) dan Maret 2020 (21,37 persen), meskipun masih lebih kecil secara persentase dari bulan Maret 2019 yang mencapai 22,17 persen.
Sejak pandemi dimulai, jumlah penduduk miskin Papua Barat terhitung bertambah 10,49 ribu jiwa.
Sampai dengan bulan Maret atau paruh pertama perhitungan tahun 2021, sebanyak 219,07 ribu jiwa termasuk dalam kategori miskin. Padahal pada periode yang sama tahun sebelumnya, jumlah penduduk miskin telah mencapai 208,58 ribu jiwa.
Kondisi ini menunjukkan bahwa kinerja perekonomian yang menurun karena pandemi menambah beban sehari-hari masyarakat sehingga menciptakan kemiskinan baru serta memperburuk kemiskinan yang sudah ada. Di sisi lain, upaya pencegahan pemburukan dengan program padat karya dan bantuan sosial masih belum optimal dalam meningkatkan kemampuan penduduk untuk bertahan dari dampak buruk turunnya ekonomi, khususnya pada penduduk pedesaaan yang jauh dari jangkauan program bantuan pemerintah.
E.2 Tingkat Ketimpangan
Pembangunan yang mengharuskan adanya tingkat pendapatan yang tinggi dan pertumbuhan berkelanjutan menjadi hal yang tidak perlu diragukan. Namun demikian, adanya tingkat pendapatan yang tinggi perlu didukung oleh indikator lainnya yaitu pemerataan distribusi pendapatan. Jika peningkatan pendapatan tersebut hanya melibatkan sebagian kecil orang kaya, maka penanggulangan kemiskinan akan bergerak
23.01 22.66 22.17 21.51 21.37 21.7 21.84
9.82 9.66 9.41 9.22 9.78 10.19 10.14
0 10 20 30
2018-I 2018-II 2019-I 2019-II 2020-I 2020-II 2021-I Grafik 1.5
Perkembangan Tingkat Kemiskinan Papua Barat dan Nasional Tahun 2018 - 2021 (persen)
Pabar Nasional
Sumber: BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah) Tabel 1.2
Nilai Tukar Petani (mtm) Papua Barat Menurut Subsektor s.d Triwulan II 2021 (persen)
Subsektor Jan Feb Mar Apr Mei Jun
NTP 102.12 100.90 100.99 100.09 100.08 100.41 Tanaman
Pangan (NTPP) 103.61 103.29 102.90 102.16 103.32 103.28 Holtikultura
(NTPH) 103.52 100.62 100.81 98.58 98.31 99.43 Tanaman
Perkebunan
Rakyat (NTPR) 103.41 106.09 106.07 103.97 102.82 102.70 Peternakan
(NTPT) 104.98 104.12 104.88 104.58 104.79 104.27 Perikanan
(NTNP) 94.13 93.15 93.02 95.08 94.85 94.82 Pembudidaya
Ikan (NTPi) 98.11 98.54 98.49 99.97 99.96 99.71 Nelayan (NTN) 93.94 92.89 92.76 94.85 94.61 94.59
Sumber: BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
melambat dan ketimpangan semakin tinggi (Todaro dan Smith, 2003).
Tingkat distribusi pendapatan Papua Barat dalam kurun waktu enam tahun terakhir bergerak dalam tren yang menurun. Pada tahun 2018, gini ratio Papua Barat tercatat sebesar 0,391 atau tertinggi, kemudian menurun hingga mencapai 0,380 pada tahun 2021. Terlepas dari keberadaan pandemi, penurunan tingkat ketimpangan terjadi karena pendapatan seluruh lapisan masyarakat utamanya sektor informal mengalami penurunan sehingga memperkecil tingkat ketimpangan distribusi pendapatan.
E.3 Tingkat Pengangguran
Secara teoritis, pengangguran memiliki hubungan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Ketika terjadi pertumbuhan ekonomi, hal tersebut mencerminkan penambahan output yang
membutuhkan banyak tenaga kerja untuk memenuhi kapasitas produksi. Arthur Okun (Okun’s Law) melalui studinya menyebutkan bahwa semakin tinggi tingkat pertumbuhan ekonomi maka tingkat pengangguran akan semakin berkurang (Blanchard, 2006).
Pada bulan Februari 2021 tingkat pengangguran Papua Barat tercatat sebesar 6,18 persen, atau lebih kecil dari pengangguran nasional sebesar 6,26 persen. Tingkat pengangguran tersebut mengalami penurunan jika dibandingkan dengan bulan Agustus 2020 baik itu secara nasional maupun regional. Kondisi ketenagakerjaan di Papua Barat mengalami perbaikan dengan cukup banyaknya tenaga kerja terserap di sektor industri pengolahan yang mengalami pertumbuhan cukup tinggi pada awal tahun 2021. Selain itu, peningkatan permintaan dengan dorongan konsumsi pemerintah melalui beberapa proyek konstruksi (jalan, jembatan, drainase, dam, bendungan) yang melibatkan masyarakat di beberapa kabupaten, serta kembali bergeliatnya transaksi perdagangan turut serta dalam mengurangi pengangguran sebanyak ±3200 orang.
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa progam padat karya pemerintah mampu menekan bertambahnya jumlah dan tingkat pengangguran di Papua Barat. Meski demikian, upaya meredam dampak pandemi bagi ekonomi agar tidak semakin meluas tetap harus konsisten dilaksanakan dengan mengoptimalisasi program stimulus berupa penyaluran subsidi seperti kartu sembako, kartu prakerja, dan lainnya, ditambah dengan percepatan dan perluasan stimulus kredit lanjutan kepada sektor riil. Melalui pengembangan sektor riil yang besar dan bersentuhan langsung dengan kegiatan ekonomi di masyarakat, rebound ekonomi di level domestik diperkirakan tidak membutuhkan waktu yang lama. Selain itu, pemerintah daerah harus mampu berfungsi sebagai penggerak konsumsi yang lebih tinggi, dan mendorong kembalinya sektor lapangan usaha yang menyerap banyak tenaga kerja lokal untuk menekan kerusakan ekonomi yang tercipta sepanjang wabah melalui penggunaan APBD yang cepat, efektif dan efisien.
0.373
0.390 0.391
0.381 0.382 0.380 0.397 0.393
0.384 0.380 0.381 0.384
0.34 0.37 0.40
2016 2017 2018 2019 2020 2021
Grafik 1.6
Perkembangan Gini Ratio Papua Barat dan Nasional Tahun 2016 - 2021
Papua Barat Nasional
Sumber: BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
18,806 25,037
33,214
26,129 28,816
33,501 30,311 4.60
5.73 7.52
6.45 6.43 6.80 6.18
0 2 4 6 8
2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
- 10,000 20,000 30,000 40,000
Grafik 1.7
Perkembangan Jumlah dan Tingkat Pengangguran Terbuka Papua Barat Tahun 2016 - 2021 (jiwa, persen)
Jumlah Pengangguran (jiwa) Tingkat Pengangguran Terbuka (persen) Sumber: BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan
dan Analisis APBN
APBN #UangKita
Pendapatan
865,79 Miliar Perpajakan
+3,3%
143,76 Miliar PNBP
-9,5%
Belanja
3,51 Triliun
Belanja Pemerintah Pusat
+62,11%
6,29 Triliun
Tranfer ke Daerah dan Dana Desa
-14,7%
K U R redit saha akyat
453,86 Miliar
10.242 Debitur
nggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menggambarkan kondisi keuangan pemerintah yang berkaitan dengan sumber-sumber pendapatan dan alokasi belanja pemerintah untuk satu periode tahun anggaran yang ditetapkan dalam Undang-Undang.
Sebagai gambaran implementasi APBN sampai dengan triwulan II 2021 di Papua Barat, dapat dijelaskan dengan membandingkannya dengan pagu dan realisasi APBN pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Dengan keberadaan pandemi dan kondisi perekonomian yang belum pulih, target pendapatan negara di Papua Barat tahun 2021 ditetapkan lebih besar 4,95 persen dibandingkan tahun sebelumnya, menjadi Rp2.785,55 miliar. Kenaikan target tersebut sebagian besar dipengaruhi oleh pertumbuhan komponen PNBP (23,60 persen), yang didasari oleh asumsi bahwa jasa pelayanan kebandarudaraan dan kepelabuhanan sebagai sumber utama penerimaan akan mengalami
peningkatan dengan kembali pulihnya volume lalu- lintas orang dan barang antar wilayah. Sementara kebijakan insentif pajak dalam bentuk pembebasan dan diskon perpajakan pada barang tertentu, diperkirakan tidak akan berdampak pada penerimaan karena adanya penambahan objek dan dasar pengenaan pajak baru. Selain itu, pemulihan ekonomi Tiongkok dan beberapa negara-negara Eropa yang pesat dan tampak sejak akhir tahun 2020 mendorong kenaikan permintaan terhadap komoditas internasional seperti minyak dan gas bumi sehingga mempengaruhi naiknya target penerimaan pajak (3,12 persen).
Sementara itu, dari aspek belanja negara terdapat penurunan alokasi tahun 2021 sebesar -2,40 persen dibandingkan tahun sebelumnya, menjadi Rp26.056,37 miliar. Meski demikian, dalam komponen belanja negara tersebut Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) mengalami penurunan signifikan yaitu sebesar -14,67 persen sebagaimana yang terjadi selama dua tahun
terakhir, sedangkan belanja pemerintah pusat meningkat 30,94 persen dibandingkan tahun 2020. Adanya penurunan alokasi belanja TKDD diharapkan dapat memberi motivasi pemerintah daerah dalam menciptakan creative financing seperti pinjaman daerah atau kerja sama antar daerah, untuk mewujudkan pencapaian target pembangunan di masa pandemi sebagaimana termuat dalam RPJMD dan RKPD.
Pada alokasi belanja pemerintah pusat tahun 2021 yang dilaksanakan dalam bentuk belanja K/L oleh 309 satuan kerja mengalami peningkatan hingga menjadi Rp9.495,85 miliar.
Besarnya alokasi pada belanja tersebut merupakan konsekuensi pembiayaan untuk penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi yang masih berlangsung. Dalam rincian alokasi belanja pemerintah pusat, besaran belanja pegawai
A
Tabel 2.1
Pagu dan Realisasi APBN s.d Triwulan II di Papua Barat Tahun 2020-2021 (miliar Rp)
Uraian Tahun 2020 Tahun 2021 Growth (%)
Pagu Real % Pagu Real % Pagu Real
A. PENDAPATAN
NEGARA 2,654.10 996.89 37.56 2,785.55 1,009.54 36.24 4.95 1.27 I. PENERIMAAN
DALAM NEGERI 2,416.77 838.11 37.56 2,785.55 1,009.54 36.24 4.95 1.27 1. Penerimaan
Pajak 2,410.19 835.26 34.68 2,492.23 865.79 34.74 3.12 3.30 2. PNBP 237.33 158.78 66.90 293.33 143.76 49.01 23.60 -9.46
II. HIBAH - - - - - - - -
B. BELANJA NEGARA 26,960.79 9,532.27 35.36 26,312.62 9,795.68 37.23 -2.40 2.76 I. BELANJA
PEMERINTAH
PUSAT 7,252.10 2,162.18 29.81 9,495.85 3,505.21 36.91 30.94 62.11 1. Belanja Pegawai 2,103.17 882.14 41.94 2,380.87 1,045.75 43.92 13.20 18.55 2. Belanja Barang 2,949.53 730.62 24.77 2,689.24 1,053.64 39.18 -8.82 44.21 3. Belanja Modal 2,181.68 546.11 25.03 4,404.95 1,403.50 31.86 101.91 157.00 4. Belanja Bansos 5.11 2.29 44.75 4.95 2.24 45.28 -3.08 -1.95 5. Belanja Lain 12.60 1.02 8.08 15.84 0.07 0.42 25.66 -93.48 II. TRANSFER KE
DAERAH DAN
DANA DESA 19,708.69 7,370.09 37.40 16,816.77 6,290.47 37.41 -14.67 -14.65 1. Transfer ke
Daerah 18,166.70 6,619.34 36.44 15,265.27 5,788.67 37.92 -15.97 -12.55 a. Dana
Perimbangan 13,898.63 5,274.48 37.95 10,983.49 4,488.34 40.86 -20.97 -14.90 1) DBH 4,133.01 814.16 19.70 905.06 552.71 61.07 -78.10 -32.11 2) DAU 7,571.53 4,001.42 52.85 7,727.23 3,429.47 44.38 2.06 -14.11 3) DAK 2,194.09 458.90 20.92 2,351.20 506.16 21.53 7.16 10.30 b. DID dan Otsus 4,268.07 1,344.86 31.51 4,281.78 1,300.34 30.37 0.32 -3.31 2. Dana Desa 1,541.98 750.75 48.69 1,551.50 501.80 32.34 0.62 -33.16 C. SURPLUS DEFISIT -24,306.68 -8,535.38 35.12 -23,527.07 -8,786.14 37.34 -3.21 2.94
D. PEMBIAYAAN - - - - - - - -
dan belanja modal mengalami kenaikan. Adanya kenaikan jumlah PNS tahun 2021 berakibat pada kenaikan pagu belanja pegawai sebesar 13,20 persen. Selain itu, penambahan penerima THR PNS tahun 2021 yang meliputi keseluruhan ASN, atau tidak seperti tahun sebelumnya ikut andil menambah pagu belanja pegawai dari Rp2.103,17 miliar menjadi Rp2.380,87 miliar.
Sementara itu, peningkatan pagu belanja modal terjadi cukup signifikan dari Rp2.181,68 miliar menjadi Rp4.404,95 miliar pada tahun 2021 atau naik 101,91 persen. Hal ini disebabkan oleh perannya sebagai salah satu instrumen utama untuk menggerakkan roda ekonomi, menambah perolehan aset produktif, serta mendorong investasi untuk menyokong pertumbuhan ekonomi di masa pandemi. Belanja modal di Papua Barat digunakan untuk melanjutkan pembangunan dan penyelesaian proyek-proyek infrastruktur seperti jalan trans papua, jalan lintas perbatasan, dan jaringan air pipa-sanitasi yang sempat terhenti dan mengalami realokasi di tahun sebelumnya.
Selanjutnya, dengan membandingkan antara realisasi pendapatan dan belanja sampai dengan triwulan II 2021, dapat disimpulkan bahwa terdapat defisit anggaran sebesar -Rp8.786,14 miliar. Angka tersebut dihasilkan dari selisih antara penerimaan dalam negeri yang mencapai Rp1.009,54 miliar (38,30 persen dari target) selama kurun waktu enam bulan terakhir, dengan realisasi belanja negara yang jauh lebih besar senilai Rp9.795,68 miliar (37,23 persen dari alokasi).
Namun demikian, besaran realisasi komponen penerimaan dalam negeri dan belanja negara relatif lebih baik karena mampu tumbuh 1,27 persen dan 2,76 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2020 atau ketika pandemi dimulai.
A. PENDAPATAN NEGARA
A.1 Penerimaan Perpajakan
Penerimaan perpajakan di Papua Barat hanya berasal dari penerimaan pajak dalam negeri yang terdiri atas penerimaan Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Pajak Lainnya.
Penerimaan perpajakan di Papua Barat hingga triwulan II 2021 telah mencapai Rp865,79 miliar atau meningkat 3,30 persen. Pada periode ini, daerah yang memiliki penerimaan pajak terbesar yaitu Kota Sorong, Kab. Manokwari dan Kab. Teluk Bintuni masing-masing sebesar Rp266,19 miliar;
Rp169,93 miliar dan Rp166,61 miliar. Sebagai pusat perekonomian di Papua Barat, Kota Sorong dan Kab. Manokwari merupakan daerah paling maju sehingga banyak potensi penerimaan pajak yang diperoleh dari kedua daerah tersebut. Adapun Kab.
Teluk Bintuni merupakan salah satu daerah penghasil gas alam terbesar dalam skala nasional.
Sementara itu, daerah-daerah lain di Papua Barat sampai dengan triwulan II 2021 memiliki penerimaan pajak relatif kecil. Penerimaan pajak terendah yaitu Kab. Pegunungan Arfak, Kab.
Manokwari Selatab dab Kab. Tambraw, masing- masing sebesar Rp5,85 miliar dan Rp1,69 miliar.
Kab. Pegunungan Arfak sebagai wilayah pemekaran baru, belum mempunyai sumber pajak potensial di daerahnya dan masih banyak bergantung pada Kab.
Manokwari sebagai daerah terdekat dalam perdagangan, sehingga sebagian besar penerimaan pajak berasal dari pengeluaran pemerintah.
Adapun Kab. Manokwari Selatan dan Kab. Tambraw memiliki jumlah wajib pajak badan usaha dan penduduk yang relatif sedikit, serta merupakan daerah yang relatif tertinggal dalam industri dan perdagangan, sehingga masih memerlukan perhatian pemerintah (pusat dan daerah) untuk meningkatkan potensi perekonomiannya.
Berdasarkan jenisnya, hingga berakhirnya triwulan II 2021 realisasi penerimaan pajak terbesar adalah
257.33 243.93
144.93
62.73 50.3830.87
18.6114.84 14.748.03
6.51 6.13 5.00 0
100 200 300
Kota Sorong Manokwari Tl Bintuni Sorong Fak Fak Kaimana Raja Ampat Tl Wondama Sorsel Maybrat Tambrauw Mansel Peg Arfak
Grafik 2.1
Penerimaan Pajak per Kab/Kota di Papua Barat s.d Triwulan II 2021 (miliar Rp)
Sumber: KPP Manokwari dan KPP Sorong (data diolah)
PPh Non Migas mencapai Rp449,8 miliar atau 52,31 persen dari total realisasi, dengan kontribusi terbesar yaitu PPh Pasal 21 mencapai Rp244,33 miliar. Kemudian realisasi penerimaan pajak terbesar kedua yaitu PPN dan PPnBM sebesar 412,87 miliar dengan tingkat realisasi 48,51 persen, dengan kontribusi terbesar yaitu PPN Dalam Negeri mencapai Rp388,93 miliar. Adanya pemanfaatan berbagai insentif sebagai upaya pemulihan berupa pemberian fasilitas pajak yang disertai adanya penambahan objek dan dasar pengenaan pajak baru, utamanya di wilayah yang menjadi pusat ekonomi, mengakibatkan kenaikan realisasi perpajakan sebesar 3,30 persen.
A.2 Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) PNBP merupakan seluruh penerimaan pemerintah pusat yang bukan berasal dari penerimaan perpajakan. Realisasi PNBP di Papua Barat sampai dengan triwulan II 2021 mencapai Rp243,76 miliar atau 49,01 persen dari target. Pencapaian tersebut turun -9,46 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang mampu berada pada angka Rp158,78 miliar. Kontribusi terbesar dari realisasi pendapatan tersebut, berasal dari pendapatan jasa kepelabuhanan sebesar Rp41,96 miliar dengan penerimaan terbesar berasal dari kegiatan bongkar muat dan sandar di Pelabuhan Teluk Bintuni, serta jasa kebandarudaraan Rp15,04 miliar dengan penerimaan terbesar berasal dari aktivitas Bandara DEO Sorong. Besarnya pendapatan kedua jasa tersebut menunjukkan bahwa ekonomi Papua Barat tetap berjalan di tengah pandemi meskipun mengalami penurunan volume kegiatannya.
B. BELANJA NEGARA
Sebagai upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, belanja pemerintah (government expenditure) dapat dijadikan sebagai alat ungkit (leverage) dalam bentuk stimulus fiskal. Kebijakan pelaksanaan belanja pada K/L untuk wilayah Papua Barat diprioritaskan dengan mengakselerasi belanja modal untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur yang sekaligus dapat mendorong pemulihan dengan skema padat karya.
B.1 Belanja Pemerintah Pusat
Total pagu belanja pemerintah pusat di Papua Barat mengalami pertumbuhan 30,94 persen, yaitu dari Rp7.252,1 miliar menjadi sebesar Rp9.495,85 miliar pada tahun 2021. Alokasi belanja tertinggi sebesar 46,4 persen dimiliki oleh belanja modal yang mencapai Rp4.404,95 miliar. Selanjutnya diikuti belanja barang senilai Rp2.689,24 miliar atau 28,3 persen dari total pagu belanja pemerintah pusat.
Sampai dengan triwulan II 2021, tingkat realisasi belanja pemerintah pusat sebesar 36,91 persen dari alokasi atau Rp3.505,21 miliar. Besaran realisasi tersebut tumbuh 62,11 persen dibanding periode yang sama tahun 2020. Khusus untuk belanja modal, realisasi yang tumbuh pesat (157 persen) dapat terwujud karena adanya pembangunan beberapa proyek infrastruktur berupa pembangunan jalan dan drainase di Kab. Teluk Bintuni, Kab/Kota Sorong, Kab. Manokwari, Kab.
Maybrat, dan Kab. Fakfak, serta pembangunan
1,046.85
1,347.94
67.75 20.33
449.80 390.07
7.22 12.81
52.31%
45.36%
0.84% 1.49%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
0 300 600 900 1,200 1,500
PPh Non Migas PPN dan PPnBM PBB dan BPHTB Pajak Lainnya Grafik 2.2
Target dan Realisasi per Jenis Pajak di Papua Barat s.d Triwulan II 2021 (miliar Rp)
Target Realisasi %
Sumber: KPP Manokwari dan KPP Sorong (data diolah)
Belanja Pegawai 25.1%
Belanja Barang
28.3% Belanja Modal
46.4%
Bansos + Belanja Lainnya 0.2%
Grafik 2.3
Komposisi Pagu Belanja Pemerintah Pusat di Papua Barat Tahun 2021 (persen)
Sumber: OM SPAN (data diolah)
Bandara Siboru (Kab. Fakfak) yang telah berjalan kembali setelah sempat terhenti akibat pandemi.
Namun demikian, berdasarkan target, capaian tingkat realisasi belanja masih berada dibawah 40 persen. Rendahnya ketercapaian ini disebabkan oleh permasalahan yang merata pada semua K/L, yaitu realisasi yang rendah dan lambat. Sebagian besar realisasi terkendala oleh keterbatasan SDM (karantina/isoman) dan kurangnya koordinasi selama pandemi berlangsung sehingga mengalami keterlambatan dalam penyelesaian pembayaran.
Selain itu, status lahan tanah yang masih belum selesai dihibahkan/ belum dibebaskan (sengketa) seperti pada proyek bandara, lelang yang terpusat dan perubahan kotrak menjadi multi years sehingga perlu penyesuaian pagu, membuat pelaksanaan kontrak menjadi terlambat, Ditambah lagi dengan adanya penundaan pada kegiatan dengan anggaran yang besar (perjalanan dinas) akibat pembatasan mobilitas dan penutupan kantor.
B.2 Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD)
Total alokasi TKDD yang diperuntukkan bagi seluruh pemerintah daerah di Papua Barat mengalami penurunan sebesar -14,67 persen, menjadi Rp16.816,77 miliar pada tahun 2021. Dari keseluruhan alokasi, Dana Alokasi Umum (DAU), DAK, Dana Otsus, dan Dana Desa mengalami pertumbuhan, sedangkan Dana Bagi Hasil dan DID mengalami penurunan. Alokasi terbesar TKDD terdapat pada DAU sebesar Rp7.727,23 miliar atau tumbuh 2,06 persen dibanding tahun 2020. Sebagai komponen terbesar (40,3 persen) dari keseluruhan alokasi TKDD, DAU sebagian besar digunakan untuk
membiayai pelaksanaan tata kelola pemerintahan, dan khusus di masa pandemi diperuntukkan juga bagi dukungan program vaksinasi dan pemberian insentif tenaga kesehatan.
Hingga berakhirnya periode triwulan II 2021, realisasi TKDD di Papua Barat mencapai Rp6.290,47 miliar dengan tingkat serapan 37,41 persen. Besaran realisasi TKDD tertinggi yaitu DAU dan Dana Otsus masing-masing mencapai Rp3.429,47 miliar (44,38 persen) dan Rp1.204,58 miliar (29,45 persen dari pagu). Adapun Dana Alokasi Khusus hingga triwulan II 2021 memiliki tingkat realisasi terendah sebesar 21,53 persen (Rp506,16 miliar), disebabkan oleh permasalahan yang terjadi pada pengelolaan DAK Fisik. Adanya keterlambatan lelang karena banyak OPD yang tersisolasi, serta proses pemeriksaaan oleh APIP yang menunggu kelengkapan seluruh bidang kegiatan DAK Fisik agar review dapat dilakukan sekaligus, membuat pelaksanaan menjadi tertunda pada hampir semua Pemerintah Daerah.
2,380.9 2,689.2
4,404.9
5.0 15.8
1,045.8 1,053.6 1,403.5
2.2 0.1
43.9%
39.2%
31.9%
45.3%
0.4%
0%
20%
40%
60%
0 1,000 2,000 3,000 4,000 5,000
Belanja
Pegawai Belanja
Barang Belanja Modal Belanja
Bansos Belanja Lain- lain Grafik 2.4
Pagu dan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat di Papua Barat s.d. Triwulan II 2021 (miliar Rp)
Pagu Realisasi Realisasi %
Sumber: OM SPAN (data diolah)
7,727.2
905.1
2,351.2
4,281.8
1,551.5 3,429.5
552.7 506.2 1,300.3
501.8 44.4%
61.1%
21.5%
30.4% 32.3%
0%
30%
60%
90%
0 3,000 6,000 9,000
Dana Alokasi
Umum Dana Bagi
Hasil Dana Alokasi
Khusus Dana DID
Otsus Dana Desa Sumber: OM SPAN (data diolah)
Grafik 2.6
Pagu dan Realisasi TKDD Papua Barat s.d. Triwulan II 2021 (miliar Rp)
Pagu Realisasi Realisasi (%)
Dana Alokasi Umum 45.9%
Dana Bagi Hasil 5.4%
Dana Alokasi Khusus 14.0%
Dana DID Otsus 25.5%
Dana Desa 9.2%
Grafik 2.5
Komposisi Alokasi TKDD Papua Barat Tahun 2021 (persen)
Sumber: OM SPAN (data diolah)
B.3 Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) Hingga akhir triwulan II 2021 jumlah penyaluran KUR di Papua Barat telah mencapai Rp453,86 miliar yang diberikan kepada 10.242 debitur. Daerah dengan jumlah debitur KUR terbesar yaitu Kota Sorong dan Kab. Manokwari sebanyak 3.055 dan 2.602 debitur dengan penyaluran sebesar Rp134,98 milar dan Rp130,99 miliar. Besarnya capaian pada kedua wilayah tersebut mengindikasikan tidak meratanya persebaran penerima KUR di Papua Barat yang sebagian besar berada di daerah dengan kondisi perekonomian yang relatif lebih maju.
Sesuai Peraturan Menteri Koordinator (Permenko) Bidang Perekonomian Nomor 8 Tahun 2019 sebagaimana telah diubah dengan Permenko Bidang Perekonomian Nomor 15 Tahun 2020, KUR terbagi menjadi 5(lima) jenis yaitu KUR Mikro, KUR Kecil, KUR TKI, KUR Khusus dan KUR Super Mikro (Supermi). KUR Mikro disalurkan paling banyak Rp50 juta dengan jangka waktu kredit untuk modal kerja paling lama 3 tahun atau investasi paling lama 5 tahun. KUR Kecil diberikan dengan besaran antara Rp50 juta–Rp500 juta dan jangka waktu kredit untuk modal kerja paling lama 4 tahun atau investasi paling lama 5 tahun. Adapun KUR TKI diberikan kepada debitur paling banyak Rp25 juta dengan jangka waktu kredit paling lama sama dengan masa kontrak kerja dan tidak melebihi jangka waktu paling lama 3 tahun. Sedangkan KUR Supermi diberikan paling banyak Rp10 juta dengan jangka waktu kredit untuk modal kerja paling lama 3 tahun atau investasi paling lama 5 tahun.
Jika dilihat per skema penyaluran, sampai dengan triwulan II 2021 jumlah penyaluran KUR tertinggi
di Papua Barat yaitu KUR Mikro sebesar Rp253,11 miliar dengan jumlah debitur sebanyak 7.379 nasabah. Sementara itu untuk penyaluran KUR Kecil sebesar Rp127,64 miliar dengan jumlah debitur sebanyak 742 nasabah. Sementara KUR Supermi sebagai skema baru telah tersalurkan sebesar Rp17,54 miliar kepada 2.121 debitur.
Jika dilihat per sektor, perdagangan merupakan sektor yang memiliki jumlah penyaluran KUR terbesar. Sampai dengan triwulan II 2021 penyaluran sektor tersebut mencapai Rp239,47 miliar dengan debitur sebanyak 4.972 nasabah.
Melihat kondisi tersebut, perlu perluasan jangkauan ke sektor lainnya yang lebih produktif dan berdampak besar seperti sektor perikanan yang menjadi salah satu sektor dengan potensi hasil yang melimpah, tenaga kerja besar, dan menjadi mata pencaharian utama banyak penduduk. Selain itu, perluasan kepada sektor produktif tersebut
Tabel 2.3
Penyaluran KUR di Papua Barat per Sektor s.d Triwulan II 2021 Sektor Debitur Penyaluran
(Rp) Outstanding (Rp) Perdagangan Besar dan
Eceran 4,972 239,466,001,452 183,807,143,225 Jasa Kemasyarakatan,
Sosial Budaya, Hiburan dan Perorangan Lainnya
1,327 57,196,050,213 45,800,283,833
Pertanian, Perburuan Dan
Kehutanan 1,134 40,619,860,000 33,062,203,330 Penyediaan Akomodasi
dan Penyediaan Makan Minum
676 34,166,000,000 24,409,103,592
Industri Pengolahan 668 26,670,050,000 20,792,784,964 Transportasi,
Pergudangan dan Komunikasi
583 20,206,100,000 16,484,769,265
Perikanan 562 18,367,500,000 14,771,566,616 Real Estate, Usaha
Persewaan, dan Jasa Perusahaan
200 11,811,025,104 7,729,493,820
Jasa Kesehatan dan
Kegiatan Sosial 76 3,251,000,000 2,457,126,973 Konstruksi 37 1,931,000,000 1,548,471,849
Jasa Pendidikan 7 177,000,000 67,739,082
Jumlah 10,242 453,861,586,769 350,930,686,549 134.98130.99
48.07 36.85
27.7923.1920.53 15.69
9.42 3.881.80 3,055
2,602
1,037
713 910 614
446 348 367 125 7
- 500 1,000 1,500 2,000 2,500 3,000 3,500
0.00 30.00 60.00 90.00 120.00 150.00
Kota Sorong Kab. Manokwari Kab. Sorong Kab. Tl Bintuni Kab. Fakfak Kab. Sorsel Kab. Kaimana Kab. Raja Ampat Kab. Tl Wondama Kab. Tambrauw Kab. Mansel
Grafik 2.7
Jumlah Penyaluran KUR per Kab/Kota di Papua Barat s.d Triwulan II 2021 (miliar Rp, debitur)
Sumber: Sistem Informasi Kredit Program - SIKP (data diolah)
Tabel 2.2
Penyaluran KUR di Papua Barat per Skema s.d Triwulan II 2021 Skema Debitur Penyaluran (Rp) Outstanding (Rp)
Mikro 7.379 253.108.576.769 209.181.391.028 Supermi 2.121 17.541.000.000 14.105.285.301 Kecil 742 183.212.110.000 127.644.010.220 Jumlah 10.242 453.861.586.769 350.930.686.549
Sumber: Sistem Informasi Kredit Program – SIKP (data diolah)
akan lebih cepat dalam menggerakkan roda perekonomian Papua Barat karena berdampak langsung pada pemenuhan kebutuhan sehari-hari masyarakat.
Jika dilihat dari lembaga penyalur, terdapat enam bank penyalur KUR di Papua Barat. BRI merupakan bank penyalur KUR terbesar baik dari sisi jumlah debitur maupun jumlah kredit yang disalurkan.
Sampai dengan triwulan II 2021, dana KUR yang telah disalurkan oleh BRI sebesar Rp317 miliar dengan jumlah debitur mencapai 9.024 nasabah.
Besarnya penyaluran yang dilakukan oleh BRI dibandingkan dengan lembaga penyalur lainnya sebagai akibat dari upaya intensifikasi dalam mempromosikan KUR melalui para Marketing Analisis dan Mikro (Mantri), serta banyaknya cabang dan kantor kas di wilayah Papua Barat.
C. PROGNOSIS REALISASI APBN SAMPAI DENGAN AKHIR TAHUN 2021
Hingga berakhirnya tahun 2021, terdapat beberapa faktor yang diperkirakan dapat mempengaruhi pencapaian realisasi APBN di Papua Barat yaitu:
Perekonomian global belum akan pulih secara menyeluruh seiring kebijakan penanggulangan pandemi yang masih diterapkan, dan hanya beberapa negara yang perekonomiannya mampu tumbuh akibat keberhasilannya dalam penanggulangan pandemi sehingga dapat berpengaruh pada capaian realisasi pendapatan;
Risiko resesi masih mengancam ekonomi nasional dan regional yang belum akan pulih, selama kegiatan dan mobilitas masyakarat masih terkendala program vaksinasi yang belum
merata serta tidak dapat mencegah gelombang pandemi menyerang kembali;
Penyesuaian APBN melalui refocusing/realokasi dimungkinkan kembali terjadi sebagaimana sebelumnya sebagai langkah penanggulangan dampak buruk terhadap pendapatan masyarakat dan produksi, serta permintaan konsumsi domestik maupun investasi yang masih belum mengalami peningkatan berarti;
Penyesuaian terhadap pelaksanaan belanja akibat penerapan kebijakan penanggulangan pandemi akan berpengaruh terhadap capaian output prioritas nasional, kecuali pada bidang kesehatan seperti untuk stunting, ibu bayi, untuk penyakit menular seperti TBC HIV, DBD, serta penanganan Covid-19;
Akselerasi seluruh belanja pemerintah dan pelaksanaan program PEN tetap akan menjadi alat utama dalam menggerakkan perekonomian melalui peningkatan konsumsi.
Pemulihan ekonomi Papua Barat akan membutuhkan lebih banyak waktu mengingat kapasitas SDM relatif kurang memadai, pelaksanaan vaksinasi yang lambat, serta rendahnya kepatuhan terhadap protokol kesehatan sehingga membuat kebijakan pemerintah dalam penanganan pandemi tidak dapat dilaksanakan secara optimal.
Berdasarkan tren tahun 2018-2020, ditambah dengan upaya pemulihan ekonomi yang terdampak pandemi secara konsisten, serta faktor-faktor yang mempengaruhi capaian realisasi APBN di Papua Barat, diperkirakan bahwa realisasi pendapatan APBN dapat mencapai Rp2.743,77 miliar (98,5 persen), sedangkan belanja APBN mampu mencapai Rp25.128,55 miliar (95,5 persen). Oleh karena itu, APBN lingkup Provinsi Papua Barat pada akhir tahun 2021 diperkirakan akan mengalami defisit sebesar –Rp22.384,78 miliar.
Tabel 2.5
Prognosis Realisasi APBN Papua Barat s.d Triwulan IV 2021
Uraian Pagu
(miliar Rp)
Prognosis Realisasi s.d. Triw IV Rp (miliar) % Pendapatan APBN 2,785.55 2,743.77 98.5 Belanja APBN 26,312.62 25,128.55 95.5 Surplus Defisit (22,384.78)
Sumber: OM SPAN, KPP Pratama Manokwari dan KPP Pratama Sorong (data diolah) Tabel 2.4
Penyaluran KUR di Papua Barat per Penyalur s.d Triwulan II 2021 Nama Bank Debitur Penyaluran
(Rp) Outstanding
(Rp) BRI 9,024 317,003,900,000 235,217,739,768 BNI 553 91,158,360,000 75,292,650,057 Bank Mandiri 378 26,984,100,000 24,747,896,075 BPD Papua 281 18,591,200,000 15,599,136,159 Bank Syariah
Mandiri 5 74,026,769 73,264,490
Bank BRI Syariah 1 50,000,000 -
Jumlah 10,242 453,861,586,769 350,930,686,549 Sumber: Sistem Informasi Kredit Program – SIKP (data diolah)
Perkembangan
dan Analisis APBD
APBD #UangKitaJuga
Pendapatan
314,9 Miliar Pendapatan Asli Daerah
6,47 Miliar
Pendapatan Lain-lain yang sah
5,97 T
5,65 Triliun Pendapatan Transfer
Belanja
1,83 Triliun Belanja Pegawai
Realisasi (35,2%)
4,45 T
0,86 Triliun Belanja Barang
Realisasi (15,3%)
0,50 Triliun Belanja Modal
Realisasi (10,0%)
0,80 Triliun
Belanja Bantuan Sosial
Realisasi (14,9%) -35,0%
-15,8%
embangunan daerah membutuhkan pendanaan besar yang bersumber dari semua penerimaan yang mampu diperoleh oleh daerah. Sumber penerimaan daerah untuk saat ini lebih didominasi oleh penerimaan dana transfer dari pemerintah pusat, sehingga menunjukkan bahwa keberlangsungan dan keberlanjutan pembangunan suatu daerah masih sangat bergantung pada pemerintah pusat. Semua pengeluaran dan sumber dana baik itu dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah itu sendiri, yang diperlukan dalam rangka pembangunan daerah tertuang dalam dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Sebagai sebuah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah, APBD merupakan instrumen kebijakan fiskal dalam upaya meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat.
Dalam merencanakan sumber pendapatan dan alokasi belanja, pemerintah daerah melihat kebutuhan riil masyarakat berdasarkan potensi daerah dengan berorientasi pada kepentingan/
skala prioritas pembangunan. Selain itu, APBD merupakan salah satu pendorong (key leverage) bagi pertumbuhan ekonomi daerah untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, mandiri, dan berkeadilan, terlebih di masa pandemi yang berpengaruh pada turunnya pendapatan
masyarakat yang signifikan.
Secara total, target pendapatan APBD tahun 2021 pada seluruh pemerintah daerah di Papua Barat mengalami penurunan, demikian halnya dengan alokasi belanja. Pendapatan APBD Papua Barat tahun 2021 memiliki target sebesar Rp20.683,65 miliar atau turun -17,11 persen dari tahun sebelumnya. Penurunan tersebut sebagian besar disebabkan oleh pendapatan transfer yang berasal dari pemerintah pusat mengalami pengurangan sebagaimana yang terjadi selama dua tahun terakhir, sebagai konsekuensi dari pandemi yang telah berdampak negatif pada keuangan negara. Di sisi lain,
pemerintah daerah diharapkan dapat semakin
kreatif dalam menciptakan pembiayaan alternatif agar tetap mampu mewujudkan target pembangunan sembari tetap fokus dalam penanganan pandemi dan mendorong pemulihan ekonomi.
Sementara itu, pada belanja APBD tahun 2021 dialokasikan
P
Tabel 3.1
Pagu dan Realisasi APBD s.d Triwulan II di Papua Barat Tahun 2020-2021 (miliar Rp)
Uraian Tahun 2020 Tahun 2021 Growth (%)
Pagu Realisasi % Pagu Realisasi % Pagu Real PENDAPATAN 24,954.61 7,085.57 28.39 20,683.65 5,968.18 28.85 -17.11 -15.77
Pendapatan Asli Daerah
(PAD) 1,102.72 454.86 41.25 1,314.07 314.97 23.97 19.17 -30.75 Pajak Daerah 537.11 209.03 38.92 752.11 183.80 24.44 40.03 -12.07 Retribusi Daerah 124.39 14.96 12.03 159.22 13.90 8.73 28.00 -7.11 Hasil Pengelolaan KD
yang Dipisahkan 49.08 - - 42.51 21.02 49.45 -13.39 -
Lain PAD yang Sah 392.14 230.87 58.87 360.23 96.25 26.72 -8.14 -58.31 Pendapatan Transfer 22,000.07 6,630.65 30.14 19,212.60 5,646.74 29.39 -12.67 -14.84 Dana Bagi Hasi 3,361.88 916.3 27.26 989.56 836.29 84.51 -70.57 -8.73 Dana Alokasi Umum 7,680.16 3,992.84 51.99 7,671.19 2,933.93 38.25 -0.12 -26.52 Dana Alokasi Khusus 2,258.06 342.62 15.17 2,310.15 196.43 8.50 2.31 -42.67 Dana Desa 695.43 35.18 5.06 1,431.19 17.79 1.24 105.80 -49.43 Dana Insesntif Daerah 119.28 62.57 52.46 191.52 95.76 50.00 60.56 53.05 Dana Otsus 7,333.73 1,281.15 17.47 5,485.97 1,566.54 28.56 -25.20 22.28 DBH Pajak dari Provinsi
dan PD Lainnya 494.05 - - 346.09 - - -29.95 -
Bankeu dari Provinsi
atau PD Lainnya 57.48 - - 786.93 - - 1,269.05 -
Lain-Lain PD Yang Sah 1,851.82 0.06 0.00 156.98 6.47 4.12 -91.52 10,677.60 Pendapatan Hibah 147.97 0.06 0.04 74.03 6.47 8.74 -49.97 10,677.60
Pendapatan Lainnya 1,703.85 - - 82.95 - - -95.13 -
BELANJA DAN
TRANSFER 29,538.01 6,842.40 23.16 23,279.18 4,446.90 19.10 -21.19 -35.01 Belanja Pegawai 5,824.18 1,762.74 30.27 5,194.33 1,826.88 35.17 -10.81 3.64 Belanja Bunga 69.90 38.22 54.68 44.27 21.81 49.26 -36.67 -42.95 Belanja Subsidi 26.88 18.79 69.90 9.99 0.90 9.06 -62.83 -95.18 Belanja Hibah 2,052.12 710.82 34.64 1747.53 320.78 18.36 -14.84 -54.87 Belanja Bantuan Sosial 582.84 150.2 25.77 320.62 68.88 21.48 -44.99 -54.14 Belanja Tidak Terduga 988.44 127.03 12.85 7.47 48.44 648.48 -99.24 -61.87 Belanja Barang dan Jasa 6,346.09 1,474.13 23.23 5,633.96 859.49 15.26 -11.22 -41.70 Belanja Modal 6,551.32 526.6 8.04 4,985.11 500.64 10.04 -23.91 -4.93 Transfer Bankeu 7,096.24 2,033.86 28.66 5,336.80 799.08 14.97 -24.79 -60.71 SURPLUS (DEFISIT) -4,583.40 243.18 -5.31 -2,595.53 1,521.28 -58.69 -43.37 526.42 PEMBIAYAAN 4,558.23 3,008.33 66.00 1,018.05 1,656.61 162.72 -77.67 -44.93 SiLPA (SiKPA) -25.17 3,251.51 -1,577.48 3,177.89 - - -
Sumber: Sistem Informasi Keuangan Daerah - SIKD (data diolah)