• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS. Oleh. R A M I N I T A /M.Kn

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TESIS. Oleh. R A M I N I T A /M.Kn"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

R A M I N I T A 097011079/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2012

(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

R A M I N I T A 097011079/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2012

(3)

Nama Mahasiswa : RAMINITA Nomor Pokok : 097011070 Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)

Pembimbing Pembimbing

(Notaris Syafnil Gani, SH, MHum) (Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

Tanggal lulus : 20 Januari 2012

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH. MS, CN Anggota : 1. Notaris Syafnil Gani, SH, MHum

2. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 3. Dr. Hasyim Purba, SH, MHum

4. Chairani Bustami, SH, SpN, MKn

(5)

Nama : RAMINITA

Nim : 097011070

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : ASPEK HUKUM PELAKSANAAN BAGI HASIL PENGELOLAAN TANAMAN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN LABUHANBATU UTARA (STUDI PADA KOPERASI UNIT DESA SAWIT MAKMUR MANDIRI III)

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama : RAMINITA Nim : 097011070

(6)

i

setempat berdasarkan persetujuan kedua belah pihak. bagi hasil dapat dilakukan antara perorangan dan juga badan hukum termasuk didalamnya adalah koperasi.

timbulnya bagi hasil pengelolaan tanaman kelapa sawit di Kabupaten Labuhanbatu Utara (studi pada koperasi unit desa sawit makmur mandiri-III) karena anggota/

pemilik lahan kurang memahai cara pengelolaan kelapa sawit serta modalnya yang besar sehingga diragukan keberhasilannya. koperasi sebagai pengelola dalam melaksanakan bagi hasil berusaha secara produktif, efektif dan efesien. sehingga bagi hasil tersebut dilaksanakan berdasarkan kesepakatan seluruh anggota, Rapat Anggota merupakan pemegang kekuatan tertinggi dalam koperasi. selanjutnya pelaksanaanya diatur dalam Anggaran Dasar.

Metode penelitian ini bersifat Deskriftif Analitis, dengan pendekatan Yuridis Empiris, perolehan data bersumber dari data primer dan data sekunder, data primer diperoleh dengan melakukan wawancara dengan informan, sedangkan data sekunder diperoleh melalui bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Alat pengumpulan data yang digunakan didalam penelitian ini adalah studi dokumentasi dan wawancara, yang selanjutnya data dianalisi secara kualitatif.

Penelitian menunjukkan bahwa bagi hasil pengelolaan tanaman kelapa sawit pada prakteknya dilapangan tidak dijalankan berdasarkan Undang-Undang No. 2 Tahun 1960 tentang Bagi Hasil hal ini dikarenakan oleh tidak tersosialisasinya Undang-Undang bagi hasil tersebut kepada masyarakat. Pelaksanaan bagi hasil pengelolaan tanaman kelapa sawit yang dilakukan oleh Koperasi Unit Desa Sawit Makmur Mandiri-III (KUD SMM-III) dengan anggotanya telah disepakati untuk jasa KUD SMM-III adalah 7 % dan untuk anggota dan biaya pengelolaan kebun sebesar 87 %, biaya perawatan jalan dan titi 4% dan untuk dana replanting adalah 2%. bahwa imbangan bagi hasil yang telah disepakati selama ini belum pernah dirobah. Kendala yang dihadapi oleh KUD SMM-III dalam pelaksanaan bagi hasil pengelolaan tanaman kelapa sawit ini adalah ketua kelompok yang tidak kompeten dalam melakukan pengelolaan, dan minimnya jumlah pemupukan. Penyelesaian segala masalah tentang bagi hasil ini dengan musyawarah dan mufakat. Oleh karena itu diharapkan peran aktif dari pemerintah untuk mensosialisasikan Undang-Undang secara merata kepada masyarakat, dan koperasi harus bijaksana dalam melaksanakan bagi hasil agar tidak terjadi penekanan kepada salah satu pihak serta kepada masyarakat agar melaksanakan bagi hasil dengan tertib walaupun diluar konteks Undang-Undang bagi hasil.

Kata Kunci : Pelaksanaan Bagi Hasil, Pengelolaan, Tanaman kalapa sawit.

(7)

ii

on the agreement of both parties. Income sharing can be performed by the individuals and corporate bodies including cooperatives. The income sharing of oil-palm management existed in Labuhanbatu Utara District (a study of the cooperative of Sawit Makmur Mandiri III Village Unit) because the cooperative members/the land owners did not know how to manage the oil-palm with its big capital that they doubted its success. Cooperative as the manager in the implementation of income sharing has done its best productively, effectively and efficiently that the income sharing was performed based on the agreement of all members. Member meeting is the highest authority in cooperative, and the implementation is regulated in its by- laws.

The data for this analytical descriptive study with empirical juridical approach were primary data obtained through interviewing the informants and secondary data in the forms of primary, secondary and tertiary legal materials obtained through documentation study. The data obtained were then qualitatively analyzed.

The result of this study showed that, in practice, the sharing of income earned from the oil-palm mawtgement was not done based on Law No.2/1960 on Income Sharing because this law was not socialized to the community members. The sharing of income earned from the oil-palm management had been agreed by the Rural Cooperative Unit of Sawit Makmur Mandiri III Village (KUD SMM_III) and its members as much as 7% for the service provided by KUD SMM-III, 87% for the members and operational cost of the plantation, 4% for roads and bridges maintenance, and 2% for replanting. And this has never been changed. The constraints faced by KUD SMM-III in the implementation of the income sharing were that the group leader was not competent in managing the plantation and lack of fertilizer. All process for this income sharing was done based on deliberation and consensus. The active role of government is expected to equally socialize the law among the community members, and the cooperative must be wise in implementing the income sharing that there is no pressure to one of the parties and the community members are suggested to do the income sharing well even though it is out side the context of law on income sharing.

Keywords : Income Sharing Implementation, Management, Oil-Palm

(8)

iii

Dengan segala kerendahan hati pertama-tama penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat taufik dan huidayah-Nya serta atas izin-Nya penulis dapat menyelesaikan Tesis ini. Serta salawat dan salam kepada nabi besar kita Muhammad SAW, yang telah membawa umat-Nya dari alam kegelapan menuju alam yang terang ini yakni pendidikan.

Telah menjadi kewajiban bagi setiap mahasiswa/i yang akan menyelesaikan pendidikannya di MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN untuk membuat suatu karya tulis yang berbentuk Tesis dalam rangka melengkapi tugas-tugas untuk mencapai gelar Magister Kenotariatan (MKn), Sehubungan dengan ini penulis memilih judul:

“ASPEK HUKUM PELAKSANAAN BAGI HASIL PENGELOLAAN TANAMAN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN LABUHANBATU UTARA (Studi Pada Koperasi Unit Desa Sawit Makmur Mandiri-III)”

Dalam penulisan Tesis ini penulis menyadari bahwa untuk masuk pada tahapan seperti ini tidaklah mudah untuk ditempuh dan tidak hanya mengandalkan kemampuan penulis tetapi melaui tahap demi tahap penuh warna penulis lewati sehingga sampai pada saat ini. Semua ini bisa terjadi karena ada pihak-pihak yang berperan penting membantu penulis dalam menyelesaikan ini semua.

Dalam menyelesaikan Tesis ini penulis telah mendapatkan bantuan dan bimbingan baik berupa moril maupun materil dari berbagai pihak. maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Dosen Pembimbing Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, Bapak Notaris Syafnil Gani, SH, MHum, Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum, demikian juga kepada Dosen Penguji Ibu Chairani Bustami, SH, SpN, MKn, dan

(9)

iv

dan Ibunda Tumbung Br. Sinuhaji, yang telah membesarkan penulis sembah sujut ananda setingginya, serta adinda Rina Ria Estorina Sembiring, SH, adinda Siti Sarifah Sembiring, AmKeb, adinda Prada Jordan Sembiring, dan adinda Kristian Sembiring, yang telah banyak memberikan dorongan moril dan materil serta kasih sayang yang tulus sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini.

Selanjutnya ucapat terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta dorongan kepada penulis untuk segera menyelesaikan penulisan Tesis ini.

4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum, selaku Sekretaris Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan Tesis ini.

5. Bapak Muktar Pinem, selaku Ketua KUD Sawit Makmur Mandiri-III, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian pada KUD SMM-III, dan memberikan segala informasi serta data-data yang dibutuhkan untuk penyusunan Tesis ini.

(10)

v namanya satu-persatu.

7. Bapak H. Abdul Mutolib Lubis, selaku Anggota pada KUD SMM-III, yang telah membantu penulis hingga sampai pada lokasi penelitian, berserta rekan- rekannya yang lain yang telah memberikan segala informasi yang dibutuhkan dalam penulisan Tesis ini.

8. Abangda Herman Sembiring, selaku Ketua Kelompok pada KUD SMM-III beserta seluruh keluarga yang telah memberikan fasilitas tempat tinggal selama penulis mengadakan penelitian dan juga informasi untuk penyelesaian penulisan Tesis ini.

9. Bapak Irmansyah Batubara, SH, SpN, selaku Notaris di Kabupaten Deli Serdang yang telah memberikan dukungan kepada penulis selama menyelesaikan Studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara beserta seluruh Pegawai yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu-persatu yang telah memberikan dukungan dan nasehat kepada penulis.

10. Seluruh Staf Pengajar Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara.

11. Seluruh Sahabat-Sahabat Penulis Mahasiswa/I Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara khususnya angkatan 2009 yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu-persatu yang selalu membantu dan memotivasi Penulis untuk menyelesaikan Tesis dan Studi di Program Studi Magister Kenotariatan.

Juga yang tidak terlupakan keluarga besar kakek dan nenek H. Muhammad Soendjoto dan Hj. Salimah yang telah memberikan dukungan, do’a dan kasih sayang yang tulus sehingga penulis dapat menyelesaikan Studi ini dan Atas semua bantuan yang telah diberikan penulis tidak dapat membalasnya satu-persatu dengan memohon dan memanjatkan do’a semoga Allah SWT membalas amal baik saudara/i yang telah bermurah hati memberikan bantuan dalam menyelesaikan Tesis ini.

(11)

vi

Wassalam Medan, Januari 2012

Penulis,

Raminita 097011079

(12)

vii

Nama : Raminita

NIM : 097011079

Tempat/Tanggal Lahir : Kuta Gugung 22 Desember 1981

Alamat : PBTS Blok X No. 385 Lau Bekeri, Kec.

Kutalimbaru, Kab. Deli Serdang

Pekerjaan : Mahasiswi

Agama : Islam

Anak Ke : 1 (satu)

II. IDENTITAS KELUARGA

Nama Ayah : Sulaiman Sembiring

Nama Ibu : Tumbung Br. Siti Sarifah Sembiring Adik : Rina Ria Estorina Sembiring, SH.

Siti Sarifah Sembiring, AmKeb.

Prada Jordan Sembiring Kristian Sembiring III. LATAR BELAKANG PENDIDIKAN

SD : 1988 sampai dengan1994 Sekolah Dasar

Negeri No. 105315 lau Bekeri, kec.

Kutalimbaru, kab. Deli Serdang.

SMP : 1994 sampai dengan 1997 Sekolah

Menengah Pertama Swasta Rakyat Sei Glugur, kec. Pancurbatu, Kab. Deli Serdang.

SMA : 1997 sampai 2000 Sekolah menengah

Atas Swasta Rakyat Sei Glugur, Kec.

Pancur Batu, Kab. Deli Serdang.

S1 : 2002 sampai 2006 S-1 Fakultas Hukum

Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia Medan.

S2 : 2009 sampai dengan 2012 Magister

Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan.

(13)

viii

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vii

DAFTAR ISI ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 18

C. Tujuan Penelitian... 19

D. Manfaat Penelitian ... 19

E. Keaslian Penelitian ... 20

F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsi ... 21

G. Metode Penelitian ... 26

BAB II PELAKSANAAN BAGI HASIL PENGELOLAAN TANAMAN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN LABUHANBATU UTARA DITINJAU BERDASARKAN UNDANG-UNDANG BAGI HASIL . ... 30

A. Perjanjian Pada Umumnya . ... 30

B. Perjanjian Bagi Hasil Berdasarkan Undang-Undang No. 2 Tahun 1960 ... 38

C. Perkembangan Perjanjian Bagi Hasil ... 62

BAB III PELAKSANAAN BAGI HASIL PENGELOLAAN TANAMAN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN LABUHANBATU UTARA ... 83

A. Gambaran Secara Ringkas Tentang Koperasi Unit Desa Sawit Makmur Mandiri III ... 83

B. Bagi Hasil Pengelolaan Tanaman Kelapa Sawit Oleh KUD SMM-III Dengan Anggotanya ... 85

(14)

ix

2. Kendala Eksternal Yang Dihadapi Oleh Perkebunan

Kelapa Sawit ... 104

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 111

1. Kesimpulan ... 111

2. Saran ... 112

DAFTAR PUSTAKA ... 113 LAMPIRAN

(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bagi hasil di Indonesia sudah lama dikenal dan merupakan lembaga hukum adat, oleh karena itu imbangan pembagian hasilnya ditetapkan menurut hukum adat setempat berdasarkan persetujuan kedua belah pihak. bagi hasil dewasa ini telah banyak berkembang di berbagai bidang baik pertanian, ekonomi dan bisnis. bagi hasil dapat dilakukan antara perorangan dan juga badan hukum termasuk didalamnya adalah koperasi, bagi hasil yang dilakukan oleh koperasi dalam hal ini adalah Koperasi Unit Desa Sawit makmur mandiri III membawa dampak yang positif dan kesejahteraan khususnya pada anggotanya dan masyarakat pada umumnya.

Aset kebudayaan Nasional yang berupa bagi hasil memiliki ciri khas yaitu gotong royong, tolong menolong, perikemanusiaan dan musyawarah mufakat yang pada dasarnya sama dengan ciri-ciri yang terkandung dalam Pancasila1. demikian juga dengan koperasi dapat dilihat bahwa kata “Koperasi” dilihat dari segi bahasa, secara umum koperasi berasal dari kata-kata latin yaitu Cum yang berarti dengan, dan Aperari yang berarti bekerja. dari dua kata ini, dalam bahasa inggris dikenal istilah Co dan Operation yang dalam bahasa belanda disebut dengan istilah Cooperatieve Vereneging yang berarti bekerja bersama dengan orang lain untuk mencapai suatu

1Aziwarti, Pelaksanaan Undang-Undang No. 2 Tahun 1960 tentang bagi Hasil Tanah pertanian di Kabupaten Daerah Tingkat II Agam Propinsi Sumatera Barat, pasca sarjana Universitas sumatera Utara, 1997, Hal. 2.

1

(16)

tujuan tertentu.2artinya kerjasama yang terjadi antara beberapa orang untuk mencapai tujuan yang sulit dicapai secara perseorangan.3

Koperasi baik sebagai gerakan ekonomi rakyat maupun sebagai badan usaha berperan serta untuk mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam tata perekonomian Nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. koperasi perlu lebih membangun dirinya dan dibangun menjadi kuat dan mandiri berdasarkan prinsip koperasi sehingga mampu berperan sebagai sokoguru perekonomian nasional, pembangunan koperasi merupakan tugas dan tanggung jawab pemerintah dan seluruh rakyat. untuk mewujudkan hal-hal tersebut dan menyelaraskan dengan perkembangan keadaan telah diatur ketentuan tentang perkoperasian dalam suatu Undang-Undang sebagai pengganti Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian yaitu Undang- Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkopersian, Lembaran Negara Republik Indonesia tuhun 1992 Nomor 116. didalam Pasal 1 Undang-Undang ini, disebutkan bahwa koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.

2R.T. Sutantya Rahardja Hadhikusuma, Hukum Koperasi Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, Hal.1.

3Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, Hal.81.

(17)

Menurut ketentuan Pasal 2 Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 berdasarkan asas kekeluargaan dapat diartikan sebagai kesadaran bekerja sama dalam badan usaha kopeasi oleh semua untuk semua dibawah pimpinan dan pengawasan para anggota atas dasar keadilan dan kebenaran untuk kepentingan bersama.

Berbeda dengan Perseroan Terbatas (PT), jika koperasi berasaskan kekeluargaan, yang berorientasi pada kesejahteraan bersama, maka PT berasaskan komersial yang berorientasi pada keuntungan sebesar-besarnya bagi pemegang saham dan perseroan. jika koperasi merupakan akumulasi orang, maka PT merupakan akumulasi modal.

Pasal 3 Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian menentukan tujuan koperasi untuk memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. dapat dilihat perbedaannya dengan PT, bahwa PT bertujuan untuk memperoleh keuntungan dan atau laba sebanyak- banyaknya bagi individu pemegang saham.

Menurut ketentuan Pasal 43 Ayat 3 Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, bidang usaha koperasi pada dasarnya dapat meliputi segala bidang kehidupan ekonomi rakyat. yang dimaksud dengan kehidupan ekonomi rakyat

(18)

adalah semua kegiatan ekonomi yang dilaksanakan dan menyangkut kepentingan orang banyak.4

Mengenai penjenisan koperasi ini, berdasarkan pendekatan menurut lapangan usaha dan atau tempat tinggal para anggotanya maka Koperasi Unit Desa Sawit Makmur Mandiri III ini disebut dengan jenis Koperasi pertanian (Koperta) yaitu adalah koperasi yang anggota-anggotanya terdiri dari para anggota pemilik tanah, dan orang-orang yang berkepentingan serta bermata pencaharian yang berhubungan dengan usha-usaha pertanian.5

Bagi hasil pengelolaan tanaman kelapa sawit yang dilakukan oleh Koperasi Unit Desa Sawit Makmur Mandiri III selanjutnya disebut KUD SMM-III adalah dengan mengelola tanaman kelapa sawit, dimana koperasi adalah sebagai pengelola dan anggota koperasi itu sendiri adalah sebagai pemilik lahan yang mana dalam sistim pembagian hasilnya biasa disebut dengan istilah bagi hasil, Namun demikian tidaklah dapat disebut dengan perjanjian bagi hasil sebagai mana yang diatur dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1960, karena dalam prakteknya tidak ada suatu perjanjian yang dibuat secara tertulis antara koperasi sebagai pengelola dengan para anggotanya sebagai pemilik lahan, oleh sebab itu bahwasanya perjanjian bagi hasil dapat dilihat dan telah diatur dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil.

4Ibid., Hal.85.

5R.T. Sutantya Rahardja Hadhikusuma, Op. Cit., Hal.64.

(19)

Sebelum lahirnya UUPA yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 yang diundangkan pada tanggal 24 September 1960 telah dikeluarkan berbagai peraturan mengenai pertanahan yang menyangkut berbagai materi seperti:

a. Penghapusan tanah partikulir, Undang-Undang No. 1 Tahun 1958.

b. Penghapusan tanah-tanah swapraja yaitu Undang-Undang No. 8 Tahun 1953.

c. Undang-Undang Bagi Hasil, yaitu Undang-Undang No.2 Tahun 1960.

d. Penyelesaian Masalah Pemakaian Tanah Perkebunan oleh Rakyat Undang- Undang Darurat No 8 Tahun 1954

e. Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Pemiliknya atau Kuasanya, Perpu No.

11 Tahun 1958.6

Undang-Undang No. 2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil. (L.N.1960 No. 2) yang diundangkan pada tanggal 6 Januari 19607 merupakan suatu produk hukum yang unik sekali dalam sejarah hukum pertanahan di Indonesia oleh karena Undang-Undang ini diundangkan sebelum berlakunya UUPA yang di undangkan tanggal 24 September 1960.

Oleh karena itulah dalam “mengingat” sama sekali tidak dikaitkan kepada UUPA. Dari “menimbang” jelaslah disebutkan bahwa Undang-Undang ini diadakan untuk mengatur perjanjian tanah dengan bagi-hasil tanahnya antara pemilik dan penggarap dilakukan atas dasar yang adil dan agar terjamin pula kedudukan hukum yang layak bagi para penggarap itu.8

6Chadidjah Dalimunthe, Politik Hukum Agraria Nasional Terhadap Hak-Hak Atas Tanah, Yayasan Pencerahan Mandailing, Edisi Pertama Desember 2008, Hal. 4.

7Affan Mukti, Pokok-Pokok Hukum Agraria, USU Press, Medan, 2006, Hal. 149.

8A.P. Parlindungsn, Landreform Di Indonesia, (Strategi dan Sasarannya), Alumni, Bandung, 1990, Hal. 57.

(20)

Kedudukan Undang-Undang No. 2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian setelah keluarnya UUPA No. 5 Tahun 1960, hal ini dengan jelas disebutkan dalam Pasal 53 Ayat (1) UUPA:

Hak-hak yang bersifat sementara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 16 Ayat 1 huruf h, ialah hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang dan hak sewa tanah pertanian diatur untuk membatasi sifatnya yang bertentangan dengan Undang-Undang ini dan hak-hak tersebut diusahakan hapus dalam waktu yang singkat.

Ketentuan Pasal 53 Ayat (1) UUPA ini memberi arti bahwa hak-hak adat seperti hak usaha bagi hasil diatur untuk membatasi sifat-sifatnya yang bertentangan dengan UUPA dan diusahakan hapusnya dalam waku yang singkat. akan tetapi berhubung dengan keadaan masyarakat pada waktu itu belum dapat dihapuskan, oleh sebab itu diberi sifat sementara dan akan diatur.

Hak usaha bagi hasil ini berhubungan dengan keluarnya UUPA yaitu dengan konversi dan perjanjian bagi hasil, Pada waktu UUPA mulai berlaku maka hak-hak usaha bagi hasil berlaku terus dalam rangka Hukum Agraria yang baru dengan demikian maka hak-hak tersebut konversinya tidak berubah.

Perjanjian bagi hasil tersebut hanya merupakan salah satu dari program landreform di Indonesia yang dahulu sangat gencar dilaksanakan dalam membantu masyarakat ekonomi lemah terutama para petani penggarap atau tunakisma (tidak punya tanah) karena pada saat itu corak perekonomian bangsa masih bersifat agraris.9

9 Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Mandar Maju, Bandung, Hal. 355.

(21)

Sehubungan dengan hal tersebut bahwasanya “UUPA merupakan induk landreform Indonesia yang berarti bahwa semua Peraturan Perundang-Undangan lainnya yang mengatur tentang landreform tidak boleh menyimpang dari sistimatika yang telah ditetapkan dalam UUPA”.10 karena perjanjian bagi hasil tersebut merupakan salah satu sistem yang diharapkan landreform,11oleh karena itu Undang- Undang Bagi Hasil selain berfungsi sebagai usaha untuk melindungi golongan yang ekonominya lemah terhadap prektek-praktek yang merugikan mereka dari golongan yang kuat, akan tetapi yang paling utama adalah bermaksud untuk meningkatkan taraf hidup kaum tani.

Dalam hal ini UUPA telah membuat ketentuan yang baru untuk perjanjian bagi hasil yang melindungi golongan ekonomi lemah (penggarap) yaitu:

1. Ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1960 dan PMPA (Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria), tentang penetapan perimbangan khusus dalam Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil.

2. Peraturan Menteri Agraria No. 4 Tahun 1964, tentang Pedoman Penyelenggaraan Perjanjian Bagi Hasil.

3. Instruksi Presiden No. 13 Tahun 1980, Pedoman Pelaksanaan Undang- Undang No. 2 Tahun 1960 tentang perjanjian bagi hasil.

10Hustiati, Agrarian Reform Di Philiphina Dan Perbandingannya Dengan Landreform Di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1990, Hal. 103.

11Basrah Amershah, Pelaksanaan Undang-Undang N0.2/1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil Dan Kaitannya Dengan Undang-Undang N0.5/1960 Di Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Asahan.

Universitas Sumatera Utara, Lembaga Penelitian, 1993, Hal.25.

(22)

Didalam ketentuan-ketentuan tesebut ditegaskan bahwa pemerintah menetapkan perimbangan bagi hasil antara pemilik dan penggarap. tujuan utama dikeluarkannya Undang-Undang No. 2 Tahun 1960 tentang perjanjian bagi hasil ini adalah:

“Untuk mengatur perjanjian sedemikian yang dalam masyarakat hukum adat bukanlah sesuatu yang baru. lembaga ini memberikan kesempatan pada orang lain yang memerlukan tanah untuk mengusahakannya dengan perjanjian- perjanjian yang beragam-ragam dengan besarnya pembagian di antara pemilik tanah dengan penggarap”.12 dan “agar pembagian hasil tanah antara pemilik dan penggarap dilakukan atas dasar yang adil, untuk menegaskan hak dan kewajiban pemilik dan penggarap, menjamin kedudukan hukum yang layak bagi penggarap yang berkedudukan lemah yang akhirnya akan berpengaruh baik pada produksi tanah yang bersangkutan karena kegenbiraan kerja petani bertambah”.13

Bagi hasil menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 1960 ini, masih hanya mendasarkan diri pada tanah, sedangkan dalam perkembangannya dapat dilihat pada pengertian agraria menurut UUPA (Pasal 2 dan seterusnya) mencakup juga bumi, air dan ruang angkasa.

Bagi hasil dalam bidang tersebut, seperti pada bumi jelaslah tanaman apakah makanan pokok ataupun tanaman lainnya yang kita kenal dengan komoditi eksport.

bagi hasil dalam perkebunan dengan perusahaan asing yang tertera dalam Keppres No. 23 Tahun 1980 tentang Pemanfaatan Tanah Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan untuk usaha patungan dalam rangka Penanaman Modal Asing, Production-

12A.P. Parlindungan, Landreform di Indonesia (Suatu Studi Perbandingan), Alumni, Bandung, 1987, Hal. 131.

13Hustiati, Anggaran Reform di Philipina dan Perbandingannya Dengan Landreform di Indonesia, Mandar Maju, bandung, 1990, Hal. 94-95.

(23)

sharing dalam minyak bumi dan gas alam, sedangkan dalam air kita mengenal adanya pertambakan di tepi pantai ataupun suatu production-sharing dalam perikanan laut ataupun hasil laut.

Demikian pula bagi hasil di angkasa. apalagi Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pertanian No. 211/1980 dan 714/Kpts/Um/9/1980 telah memberikan uraian yang up to date.

Sebagai warga Negara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita sama-sama mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh hak atas tanah. sebagaimana disebutkan didalam Undang-Undang Pokok Agraria:

Pasal 21:

Ayat (1) Hanya warga Negara Indonesia dapat mempunyai hak milik.

Ayat (2) Oleh pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya.

Sehubungan dengan hal tersebut telah disebutkan pada:

Pasal 11:

Ayat (1) Hubungan hukum antara orang termasuk badan hukum, denganbumi, air dan ruang angksa serta wewenang-wewenang yang bersumber pada hubungan hukum itu akan diatur, agar tercapai tujuan yang disebut dalam Pasal 2 Ayat (3) dan dicegah penguasaan atas kehidupan dan pekerjaan orang lain yang melampaui batas.

Ayat (2) Perbedaan dalam keadaan masyarakat dan keperluan hukum golongan rakyat dimana perlu dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional diperhatikan, dengan menjamin perlindungan terhadap kepentingan golongan yang ekonomis lemah.

(24)

Pasal ini menekankan agar hubungan hukum antara orang-orang atau badan hukum yang menyangkut bumi , air dan ruang angkasa, tidak dibenarkan adanya exploitation de I`home par I`home, yang maksudnya adanya penguasaan atas kehidupan dan pekerjaan orang lain.14

Perjanjian bagi hasil ini berbeda dengan perjanjian sewa tanah, “dalam perjanjian sewa-menyewa dimungkinkan orang menyewa melakukan pembayaran terlebih dahulu kepada pemilik tanah (yang menyewakan) sedangkan dalam perjanjian bagi hasil pembayaran dilakukan setelah panen”.15

Ciri khas negara berkembang termasuk Indonesia adalah tanah yang tersedia sedikit, tapi jumlah orang yang ingin menjadi penggarapnya sangat besar, maka sering di jumpai pihak pengagarap menerima syarat-syarat perjanjian bagi hasil yang tidak sesuai dengan tenaga dan biaya yang telah dikeluarkan. jangka waktu perjanjian itupun tergantung dari pemilik tanah, jadi pihak penggarap tidak mempunyai jaminan bahwa dia akan selalu memperoleh pekerjaan menggarap tanah. “Ciri lain dari bagi hasil adalah adanya hubungan ketergantungan yaitu adanya utang piutang antara penggarap dengan pemilik tanah. sebelum utang tersebut lunas pihak penggarap tidak dapat bekerja di tempat lain”.16

14Chadidjah Dalimunthe, Op. Cit., Hal. 44.

15Affan Mukti, Op. Cit., Hal. 151.

16Mubyarto dkk, Tanah Dan Tenaga Kerja Perkebunan (Kajian Sosial Ekonomi), Aditya Media, Yogyakarta, 1992, Hal. 140.

(25)

Masalah pertanahan yang juga mencakup permasalahan bagi hasil, perlu ditempatkan dalam kerangka pemikiran yang sedemikian makro, karana modal negara kita adalah tanah dan jumlah penduduk yang besar.

Tanah dalam pengertian yuridis adalah permukaan bumi,17 tanah sebagai sumber utama didalam memenuhi kebutuhan hidup manusia, adalah yang dikaruniai Tuhan Yang Maha Esa, yang dapat memberikan kesejahteraan kepada manusia itu sendiri.

Undang-Undang Pokok Agrarian menyediakan 3 (tiga) jenis hak atas tanah yang dapat digunakan untuk kegiatan bisnis/usaha yaitu tanah Hak Guna Usaha untuk kegiatan bisnis dibidang pertanian dalam arti luas (misalnya Perkebunan, Peternakan, tambak, perikanan), tanah Hak Guna Bangunan dan tanah Hak Pakai untuk kegiatan bisnis di bidang non pertanian.18

Oleh sebab itu manusia harus dapat mempergunakan dan memelihara tanah tersebut dengan sebaik-baiknya. “tanah sebagai basis usaha pertanian harus diutamakan penggunaannya bagi pertumbuhan pertanian rakyat yang mampu melibatkan serta memberi sebesar-besarnya kemakmuran bagi usaha tani kecil, menengah dan koperasi”.19

17Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Djambatan, Jakarta, Ed. Rev.,Cet. 9, 2003, Hal.

18.

18Irene Eka Sihombing, Segi-Segi Hukum Tanah Nasiopnal Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, Universitas Tri Sakti, Jakarta, 2009, Hal. 92.

19Brahmana Adhie, Hasan Basri Nata Menggala, Reformasi Pertanahan, Mandar Maju, Bandung, 2002, Hal. 60.

(26)

Lembaga bagi hasil ini sudah berusia lebih dari 20 (dua puluh) abad,20 perjanjian bagi hasil yang telah berlangsung sejak zaman Pemerintahan Hindia Belanda pada umumnya di jumpai di Indonesia, dalam perjanjian itu dijumpai ketentuan-ketentuan hukum adat yang tidak tertulis, seorang yang berhak atas sesuatu tanah yang karena sesuatu sebab tidak dapat mengerjakannya sendiri, tetapi ingin tetap mendapatkan hasilnya memperkenankan orang lain menyelenggarakan usaha pertanian atas tanah tersebut yang hasilnya dibagi antara mereka berdua menurut imbangan yang ditentukan sebelumnya.

Dewasa ini istilah perjanjian bagi hasil bukanlah merupakan istilah yang asing lagi dimasyarakat, karena sudah semakin banyak bidang usaha yang menjalankan usahanya dengan sistim bagi hasil. namun demikian tidak pula terlepas dari sejumlah kondisi ekonomi seperti kekurangan modal dan tanah atau lahan yang dikelola cukup luas oleh karena itu mempengaruhi timbulnya bagi hasil.

Beberapa istilah bagi hasil yang dikenal di Indonesia, dalam hukum adat perjanjian bagi hasil ini dikenal dengan berbagai istilah sesuai dengan istilah daerah masing-masing antaralain21 di Aceh “Meudua laba” (membagi dua keuntungan) , di tanah Gayo disebut “mawah di tanah Alas dusebut Blah duo atau Bulung duo, di Tanah Karo disebut Melahi, Pebalokkan atau yang lebih umum disana ialah Pemaken, di Toba dan Tanah Fakfak (Seribu Dolok) disebut Bola Pinang,

20A.M.P.A. Scheltema, Bagi Hasil Di Hindia Belanda, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1995, Hal. xvi

21Ibid., Hal. 42.

(27)

Sedangkan beberapa istilah dari luar negeri misalnya: “Merradria ((Itali), Aparceria (Sepanyol), Halfwinning (Belgia), Deelbouw (Belanda), sedangkan dalam ilmu pertanian dengan istilah internasionalnya adalah Sharecropping”.22

Sebagai mana disebutkan dalam Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 1960 perjanjian bagi hasil diadakan dengan ketentuan bahwa bagi sawah adalah sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan bagi tanah kering sekurang-kurangnya adalah 5 (lima) tahun.

Didalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1960 didalam Pasal 7 tidak menentukan berapa pembagian antara pemilik dengan penggarap sehingga tidak ada dasar pembagian yang uniform di seluruh Indonesia. sungguhpun oleh Undang- Undang No. 2 ini diberikan ancer-ancer pembagian 1 : 1 untuk tanaman padi di sawah, untuk tanaman palawija di sawah maupun di tanah kering maka pembagiannya 2 untuk penggarap dan 1 untuk pemilik tanah kecuali imbangan itu di suatu daerah lebih tinggi dari pembagian tersebut, maka pembagian yang menguntungkan penggarap yang diperlukan. maka yang dibagi hasil hanya hasil bersih.

Bagi Hasil yang dilakukan oleh KUD SMM-III dengan para anggotanya dimana lahan yang dikelola adalah seluas lebih kurang 1892 Ha (seribu delapanratus sembilanpuluh dua) hektare dan jumlah anggotanya adalah sebanyak 472 KK (empatratus tujuhpuluh dua) kepala keluarga sesuai dengan yang diserahkan oleh PT.

22Sanggul maria Hutagalung, Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Atas Tanah Pertanian, Tesis, Pascasarjana USU, Medan, 2004, Hal. 22.

(28)

Paya Pinang kepada KUD SMM-III, dalam hal ini pengelolaan yang dilakukan oleh KUD SMM-III khusus pada tanaman kelapa sawit. yang anggotanya sebahagian besar khususnya adalah masyarakat di Dusun Sei Tualang dan ada juga yang berasal dari luar daerah Labuhanbatu tersebut, yang telah dibagi menjadi lebih kurang 20 (duapuluh) kelompok dan masing-masing kelompok terdiri dari 1 (satu) orang ketua kelompok dan beranggotakan antara 18 (delapan belas) sampai dengan 20 (duapuluh) orang anggota perkelompok yang ditentukan berdasarkan letak lokasi lahan para anggota tersebut.23

Sehubungan dengan uraian diatas maka yang menjadi dasar dari bagi hasil pengelolaan tanaman kelapa sawit yang mana pembagian keuntungan yang diperoleh dilakukan dengan sistim bagi hasil antara KUD SMM-III dengan pemilik lahan atau anggotanya adalah menurut kesepakatan berdasarkan hasil rapat anggota yang biasa diadakan setiap tahunnya, sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 22 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian bahwa rapat anggota merupakan pemegang kekuatan tertinggi dalam koperasi selanjutnya dalam Ayat (2) disebutkan bahwa rapat anggota dihadiri oleh anggota yang pelaksanaanya diatur dalam Anggaran Dasar.

Keputusan rapat anggota diambil berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat, dalam rapat tersebut akan ditentukan berapa besar bahagian masing-masing yang perimbangannya berdasarkan persentase, jadi biaya-biaya apa saja yang akan di

23Hasil Wawancara Dengan Ketua KUD SMM III, Bapak Muktar Pinem Pada Tanggal, 24 Mei 2011.

(29)

kenakan kepada para pemilik lahan/anggota dan potongan-potongan lainnya yang telah ditentukan berapa persen besarnya, kesemuanya jelas terlihat pada kwitansi yang diterima oleh para anggota dari masing-masing ketua kelompok yang selanjutnya biaya-biaya dan potongan-potongan tersebut akan dikurangi dari jumlah hasil panen yang akan diterima oleh anggota, sehingga para anggota hanya menerima hasil bersih saja yang pengambilannya telah ditetapkan setiap tanggal 10 (sepuluh) untuk setiap bulannya.24

Sebagaimana yang telah diuraikan diatas sangat menguntungkan bagi para anggota terutama yang bertempat tinggal di luar daerah kecamatan tersebut, karena lahan mereka tetap berproduksi dan mereka dapat menerima dan menikmati hasil lahan mereka tanpa harus bekerja keras untuk mengelolanya. kerena menurut sebahagian anggota KUD SMM-III tersebut banyak kendala yang akan dihadapi apabila mengelola lahan sendiri, misalnya karena jarak tempat tinggal dengan lahan tersebut memakan waktu perjalanan yang cukup lama bagi para anggota yang bertempat tinggal di luar daerah sehingga tidak memungkinkan secara optimal untuk mengurus dan mengelola lahan mereka, keterbatasan modal juga menjadi salah satu kendala yang besar pada pengelolaan lahan tersebut apalagi sebahagian besar para anggota kurang mengerti dan merasa sulit untuk merawat dan mengelola tanaman

24Hasil Wawancara dengan Anggota KUD SMM III, Bapak H. Abdul. Mutolib. Lubis, Pada Tanggal, 6 April 2011.

(30)

kelapa sawit tersebut karena pemahaman dibidang tersebut sangatlah minim bagaimana cara pengelolaannya agar hasil produksinya memuaskan.25

Fungsi dan peran koperasi disini sesuai dengan apa yang telah disebutkan daalam Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 yakni:

a. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya.

b. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai sokogurunya.

c. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai sokogurunya.

d. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.

Koperasi yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta berdasarkan asas kekeluargaan. koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka masyarakat yang maju, adil, dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Tujuan mendirikan sebuah koperasi adalah untuk membangun sebuah organisasi usaha dalam memenuhi kepentingan bersama dari para pendiri dan anggotanya dibidang ekonomi.26

25Wawancara dengan beberapa Anggota KUD SMM-III, Ibu Fifi dkk, Pada Tanggal 10 April 2011.

26Anjar Pachta W. dkk, Hukum Koperasi Indonesia, (Pemahaman, Regulasi, Pendirian, dan Modal Usaha), Kencana, Jakarta, 2005, Hal.81.

(31)

Oleh karena karakteristik produksi pertanian terhadap tanaman kelapa sawit sangat berbeda dengan sektor-sektor produktif lainnya bahkan dengan teknik-teknik produksi yang maju dan canggih, ada suatu irama alam yang tidak dapat di elakkan dalam peristiwa-peristiwa usaha pertanian, hasil pertanian sangat dipengaruhi oleh keadaan iklim dan gejala biologi yang tidak dapat diawasi yang mempunyai derajad perubahan yang tinggi dan resiko selalu ada.27

Oleh karena itu koperasi sebagai pengelola tanaman kelapa sawit yang pembagian keuntungannya dilakukan dengan sistim bagi hasil, maka pengelolaan yang dilakan oleh koperasi harus diusahakan secara produktif, efektif dan efesien.

dalam arti koperasi harus memiliki kemampuan dalam mewujudkan pelayanan usaha yang dapat meningkatkan nilai tambah dan manfaat yang sebesar-besarnya pada anggota untuk dapat bersaing dengan pelaku ekonomi lainnya (Badan Usaha Milik Swasta dan Badan Usaha Milik Negara).28

Koperasi bekerja efisien baik secara ekonomis maupun bisnis, dengan demikian koperasi dapat melayani kepentingan anggotanya sekali gus dapat pula melayani masyarakat sekitarnya dengan baik. bila upaya tersebut dapat dipenuhi maka koperasi adalah bagian integral dari pembagunan pertanian, pembangunan pedesaan dan nasional secara luas.29 sehingga pada akhirnya koperasi akan dapat

27Warren C. Baum dan Stokes M. Tolbert, Investasi Dalam Pembangunan, (Pelajaran Dari Pengalaman Bank Dunia), UI-Press, Jakarta, 1988, Hal. 119.

28R.T. Sutantya Rahardja Hadhikusuma, Hukum Koperasi Indonesia, Ed. 1, Cet.2, Raja wali Pers, Jakarta, 200, Hal. 103.

29Soekartawi, Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian Teori dan Aplikasinya), Rajawali Pers,Jakarta, 1987, Hal. 39.

(32)

menunjang peningkatan kesejahteraan ekonomi golongan lemah di suatu daerah pada khususnya dan suatu wilayah pada umumnya.

Sebagaimana yang telah diuraikan diatas untuk mencapai apa yang telah diperoleh dan dinikmati oleh KUD SMM-III beserta anggotanya tidaklah semudah apa yang dibayangkan tentunya tidak terlepas dari kerja keras dan penuh perjuangan sehingga KUD SMM-III beserta anggotanya dapat mewujudkan apa yang diinginkannya, oleh karena itu perlu kiranya diteliti bagaimana KUD SMM-III melaksanakan bagi hasil dalam hal pengelolaan tanaman kelapa sawit yang pembagian keuntungannya dilakukan dengan sistim bagi hasil antara KUD SMM-III tersebut dengan anggotanya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang sebagaimana yang telah di uraikan tersebut, maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pelaksanaan bagi hasil pengelolaan tanaman kelapa sawit di Kabupaten Labuhanbatu Utara ditinjau berdasarkan Undang-Undang bagi hasil?

2. Bagaimanakah pelaksanaan bagi hasil pengelolaan tanaman kelapa sawit di Kabupaten Labuhanbatu Utara?

3. Apakah kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan bagi hasil pengelolaan tanaman kelapa sawit di Kabupaten Labuhanbatu Utara?

(33)

C. Tujuan Penelitian

Dari permasalahan yang dikemukakan diatas, maka tujuan dari penelitian ini yang ingin dicapai adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimanakah pelaksanaan bagi hasil pengelolaan tanaman kelapa sawit di Kabupaten Labuhanbatu Utara ditinjau berdasarkan Undang- Undang bagi hasil?

2. Untuk mengetahui bagaimanakah pelaksanaan bagi hasil pengelolaan tanaman kelapa sawit di Kabupaten Labuhanbatu Utara?

3. Untuk mengetahui apakah kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan bagi hasil pengelolaan tanaman kelapa sawit di Kabupaten Labuhanbatu Utara?

D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis

Penelitian ini dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan ilmu hukum terutama dibidang hukum perdata baik masyarakat juga pemerintah tentang Koperasi Unit Desa dalam mengelola tanaman kelapa sawit yang pembagian keuntungannya dilakukan dengan sistim bagi hasil yang dilakukan oleh koperasi dengan anggotanya.

2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menyelesaikan masalah yang sama yang dihadapi pihak-pihak yang berhubungan dengan bagi hasil pengelolaan tanaman kelapa sawit. oleh karena bahan-bahan studi dan penelitian akan sangat berharga sekali bagi perumusan politik hukum yang tepat dan serasi, maka hal ini

(34)

memungkinkan terbentuknya Perundang-Undangan untuk pelaksanaan program modernisasi dengan memperhitungkan kenyataan-kenyataan dalam masyarakat.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan dari hasil penelitian yang ada di Universitas Sumatera Utara, penelitian mengenai Aspek Hukum Pelaksanaan Bagi Hasil Pengelolaan Tanaman Kelapa Sawit di Kabupaten Labuhanbatu Utara (Studi pada Koperasi Unit Desa Sawit Makmur mandiri III), yang lokasi penelitiannya di Dusun Sei Tualang, kecamatan Aek Kuo belum pernah di lakukan, oleh karena itu penelitian ini dapat dikatakan asli dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademik.

Adapun judul penelitian mengenai bagi hasil yang pernah dilakukan di universitas Sumatera Utara adalah:

1. Pelaksanaan Undang-Undang No. 2 Tahun 1960 Tentang Bagi Hasil Tanah Pertanian Di kabupaten Daerah Tingkat II Agam Propinsi Sumatera Barat, Tesis, Oleh AZIWARTI/953105006/HK 1997.

Permasalahan yang di angkat adalah:

1. Bagaimana implementasi UU No. 2 tahun 1960 tentang bagi hasasil tanah pertanian di daerah tingkat ii kabupaten agam.

2. Bagaimana implementasi perjanjian bagi hasil tanah pertanian di Kabupaten Daerah Tingkat II Agam.

(35)

3. Hambatan-hambatan apa yang di ajumpai dalam pelaksanaan UU No. 2 Tahun 1960 tentang Bagi Hasil Tanah Pertanian di Kabupaten Daerah Tingkat II Agam.

2. Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Atas Tanah Pertanian (Studi di Kecamatan Sipoholoan, Kabupaten Tapanuli Utara), Tesis, Oleh SANGGUL MARIA HUTAGALUNG/027011057 Magister Kenotariatan 2004.

Permasalahan yang di angkat adalah:

1. Mengapa masyarakat di Kabupaten Tapanuli Utara, kecamatan Sipolohan masih Melakukan Perjanjian Bagi Hasil berdasarkan hukum adat.

2. Bagaimana Karakteristik Perjanjian Bagi Hasil Khususnya pada masyarakat di Kabupaten Tapanuli Utara, Kecamatan Sipoholon.

3. Faktor-faktor apa yang menghambat dan/atau penunjang tidak terlaksananya Undang-Undang Bagi Hasil Nomor 2 Tahun 1960 di Kecamatan Sipoholon.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Suatu kerangka teori merupakan teori yang dibuat untuk memberikan gambaran yang sistimatis mengenai masalah yang akan diteliti, teori itu masih

(36)

bersifat sementara yang akan dibuktikan kebenarannya dengan cara meneliti dalam realitas.30

Suatu kerangka teori mempunyai beberapa kegunaan bagi suatu penelitian, yakni:

a. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkaan fakta yang hendak diselidikin atau diuji kebenarannya.

b. Teori sangat berguna didalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta memperkembangkan defenisi-defenisi.

c. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar daripada hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang diteliti.

d. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor- faktor tersebut akan timbul lagi pada masa mendatang.

e. Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada pengetahuan peneliti.31

Landasan teori sebagaimana yang dikemukakan oleh M. Solly Lubis, adalah:

“Suatu kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai sutu kasus atau permasalahan (problem) yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang dijadikan masukan dalam membuat kerangka berpikir dalam penulisan”.32 Adapun teori yang dipakai dalam tesis ini adalah teori keadilan, Aristoteles dalam bukunya “Nicomachean ethics” yang menyebutkan bahwa “hukum hanya bisa ditetapkan dalam kaitannya dengan keadilan”33 Plato mengatakan “keadilan

30Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial Dan Hukum, Granit, Jakarta, 2004, Hal. 29.

31Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-PRESS, Jakarta, 2005, Hal. 121.

32Sanggul Maria Hutagalung, Op. Cit. Hal. 13.

33Carl Joachim Fridrich, Filsafat Hukum Perspektif Historis, Nuansa dan Media, Bandung, 2004, Hal. 24.

(37)

merupakan nilai kebajikan untuk semua yang diukur dari apa yang seharusnya dilakukan secara moral, bukan hannya diukur dari tindakan dan motif manusia”.34

Apabila menggunakan tolok ukur dari Aristoteles, maka keadilan dalam koperasi menganut paham keadilan komulatif (Iustitia Commutativa) yaitu keadilan yang memberikan kepada masing-masing baginya, dengan mengingat agar prestasi sama atau sama nilainya dengan kontra prestasi. keadilan seperti ini dalam pergaulan antar manusia memberi tekanan pada barang yang menjadi hak manusia, yang merupakan pihak-pihak dalam perjanjian. yang masuk keadilan komutatif bukan saja kebajikan dalam perjanjian atau prestasi dan kontra prestasi dalam perjanjian, tetapi juga apa saja yang secara alami yang menjadi milik manusia. seluruh kehidupan sosial dalam pergaulan hidup berkisar pada perwujudan keadilan ini, demikian pula termasuk didalamnya adalah koperasi.35

Keadilan adalah kehendak yang bersifat tetap dan yang tidak ada akhirnya untuk memberikan pada tiap-tiap orang apa yang menjadi haknya, “perjanjian atau Verbintenis mengandung pengertian suatu hukum/harta benda antar 2 (dua) orang atau lebih yang memberi kekuatan hak pada suatu pihak untuk memperoleh prestasi atau sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi”.36 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1313 mendefenisikan, “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

34Munir Fuady, Dinamika Teori Hukum, Ghalia Indonesia, Bogor, 2007, Hal. 83.

35R.T. Sutantya Rahardja Hadhikusuma, Ibid, Hal. 33-34.

36Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1982, Hal. 6.

(38)

terhadap satu orang atau lebih”, dan didalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara syah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya, oleh sebab itu dalam suatu perjanjian akan melahirkan hak dan kewajiban, dan perjanjian merupakan perbuatan hukum yang dilakukan oleh subjek hukum baik itu perorangan atau badan hukum yang menimbulkan akibat hukum. perjanjian lahir sebagai akibat dari suatu proses perbuatan atau tindakan para pihak yang terkait didalamnya dengan didasarkan kepada suatu persetujuan.

Perjanjian yang lahir dari persetujuan apabila terjadi suatu penawaran dari salah satu pihak yang diikuti oleh suatu penerimaan dari pihak lain, apa yang diterima haruslah sesuai dengan apa yang ditawarkan, terutama adalah mengenai tujuan dari suatu persetujuan.

2. Kerangka Konsepsi

Menyusun kerangka konsepsi dalam penelitian hukum adalah penting dan

“sekaligus merumuskan defenisi-defenisi tertentu yang dapat dijadikan pedoman oprasionil didalam peroses pengumpulan, pengolahan, analisa dan konstruksi data”,37 oleh sebab itu, sangat penting untuk mendefenisikan konsep-konsep yang dipakai secara jelas sehingga penelitian tersebut dapat dipahami oleh orang lain atau masyarakat yang lebih luas.

37Soerjono Soekanto, Op. Cit., Hal. 137.

(39)

Agar tidak terjadi perbedaan pengertian atau makna ganda dari konsep-konsep tersebut dan untuk menghindari kesalah pahaman maka selanjutnya akan diuraikan pengertian konsep-konsep yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bagi hasil yang dimaksud disini adalah kesepakatan oleh pemilik lahan/anggota koperasi dengan pengelola lahan dalam hal ini adalah KUD SMM- III, sebagaimana yang telah dituangkan dalam berita acara rapat anggota yang telah ditentukan berapa persen bahagian masing-masing.

Hasil yang dibagi adalah pendapatan yang diperoleh dalam mengelola tanaman kelapa sawit yang dilakukan oleh KUD SMM-III yang mana bagian dari KUD itu sendiri sebagai pengelola dan anggota sebagai pemilik lahan telah ditentukan persentasenya berdasarkan kesepakatan seluruh anggota KUD SMM-III berdasarkan rapat anggota.

Tanaman kelapa sawit tergolong tanaman keras yaitu38 tanaman usaha perkebunan dan mempunyai masa manfaat 20 (duapuluh) tahun atau lebih yang tergolong kepada tanaman keras misalnya kelapa sawit, karet dan dan coklat.

penelitian yang dilakukan khusus pada tanaman kelapa sawit, karena sektor ini merupakan suatu elemen penting dalam perdagangan luar negeri Indonesia.39

38Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga , Balai Pustaka, Jakarta, 2005, Hal. 1134.

39Dianto Bachriadi, dkk, Reformaso Agraria, ( Perubahan Politik, Sengketa dan Agenda pembaruan Agraria di Indonesia), Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1997, Hal. 126.

(40)

Kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq)40merupakan tumbuhan monokotil yang tidak memiliki akar tunggang, tanaman kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan di Indonesia yang memiliki masa depan yang cukup cerah.

Tanaman kelapa sawit yang bernilai ekonomi tinggi adalah buahnya yang tersusun dalam sebuah tandan biasa disebut dengan TBS (tandan buah segar).” di antara beberapa sumber minyak nabati yang memiliki nilai ekonomi tinggi (kedelai, zaitun, kelapa, dan bunga matahari) kelapa sawit menghasilkan minyak paling banyak (6 ton/ha), sementara itu, sumber minyak nabati yang lainnya menghasilkan kurang dari 4,5 ton”.41

Anggota adalah orang-orang yang berdasarkan sesuatu hak menguasai tanah/lahan yang dikelola oleh KUD SMM-III.

Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan.42 G. Metode Penelitian

Kata Metode yang berarti “jalan ke”.43 namun demikian, menurut kebiasaan metode dirumuskan dengan kemungkinan sebagai suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian, sebagai suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan dan sebagai cara tertentu untuk melaksanakan suatu prosedur.

40Sunarko, Petunjuk Praktis Budi Daya & Pengelolaan Kelapa Sawit, Agromedia Pustaka, Jakarta Selatan, 2007, Hal.1.

41Sunarko, Ibid., Hal. 3.

42Pasal 1 Undang-Undang No. 25, Tahun 1992, tenteng Perkoperasian.

43Soerjono Soekanto Op. Cit., Hal. 5.

(41)

Metode yang akan digunakan untuk mengumpulkan data dan menjawab masalah penelitian atau membuktikan kebenaran hipotesis atau kerangka teoritisnya (konsepsional) adalah studi dokumen/literatur, pengamatan dan wawancara.

1. Sifat Penelitian

Penelitian tesis ini bersifat deskriptif analitis yang bertujuan untuk menggambarkan secara cermat karakteristik dari fakta-fakta (individu, kelompok atau keadaan) dan untuk menentukan frekuensi sesuatu yang terjadi.44 dikatakan deskriptif karena dengan penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran yang menyeluruh, lengkap dan sistematis mengenai Pelaksanaan Bagi Hasil Pengelolaan Tanaman Kelapa Sawit di Kabupaten Labuhanbatu Utara. bersifat analitis karena dilakukan analisis dari segi Hukum Agraria dan bidang keperdataan lainnya.

2. Metode Pendekatan

Metode yang digunakan adalah metode penelitian Yuridis Empiris, yakni suatu penelitian yang meneliti peraturan-peraturan hukum melalui studi kepustakaan dan akan dihubungkan dengan kaidah-kaidah hukum yang ada pada masyarakat sesuai dengan penelitian yang dilakukan dilapangan yang dilakukan dengan pengamatan (observasi) dan wawancara.

Wawancara yang akan dilakukan untuk memperoleh segala informasi yang dibutuhkan secara lengkap dan akurat yaitu dengan Ketua KUD Sawit Makmur Mandiri III, di Dusun Sei Tualang Kabupaten Labuhanbatu Utara dan beberapa staf

44Rianto Adi, Op. Cit., Hal. 58.

(42)

dari KUD tersebut serta beberapa anggota KUD SMM-III yang telah ditetapkan sebagai responden.

Oleh karena itu dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder yang ada hubungannya dengan judul penelitian ini yakni, Aspek Hukum Pelaksanaan Bagi Hasil Pengelolaan Tanaman Kelapa Sawit di Kabupaten Labuhanbatu Utara (Studi pada Koperasi Unit Desa Sawit Makmur Mandiri III).

Alat pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian pustaka (library research) dan penelitian lapangan (field research). data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh langsung dari KUD SMM-III di Dususn Sei Tualang, Kabupaten Labuhanbatu Utara, sedangkan data sekunder didapat dari penelitian kepustakaan (library research) dengan mempelajari peraturan Perundang-Undangan, buku-buku, karya ilmiah, artikel- artikel, media massa dan sumber data lainnya yang berhubungan dengan objek yang diteliti.

3. Populasi dan Sampel.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anggota KUD SMM-III yang terdiri dari 472 KK (empatratus tujuhpuluh dua kepala keluarga), yang dijadikan sebagai sampel dalam penelitian ini berjumlah 5 (lima) orang dari anggota KUD SMM-III tersebut. teknik pengambilan sampel yang dipakai adalah Probability Sampling dengan cara menggunakan Simple Random Sampling.

(43)

Jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini mungkin tidak sebanding dengan jumlah populasi yang ada, namun demikian segala informasi yang diharapkan dalam penelitian ini dapat terpenuhi.

4. Analisis Data.

Analisis data dalam penelitian ini adalah analisis secara kualitatif sehingga diperoleh gambaran yang menyeluruh terhadap permasalahan penelitian yang akan dilakukan dalam tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian data dan verifikasi data.

analisis secara kualitatif dilakukan untuk menarik kesimpulan data yang telah diolah sehingga hasil analisa yang diperoleh tidak berbentuk angka, namun demikian adapun penggunaan angka atau tabel dalam hal ini dimaksudkan hanya sebagai pendukung dalam analisis yang dilakukan.

(44)

BAB II

PELAKSANAAN BAGI HASIL PENGELOLAAN TANAMAN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN LABUHANBATU UTARA DITINJAU

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG BAGI HASIL

A. Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian perjanjian

Istilah perjanjian di dalam Bab II Buku III Kitab Undang-Undang hukum Perdata Pasal 1313 KUH Perdata menyebutkan bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. dapat disebut juga perjanjian obligator karena suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak telah setuju untuk melakukan sesuatu. dapat dikatakan bahwa dua perkataan (perjanjian dan persetujuan) itu adalah sama artinya.

Dalam Kamus besar Bahasa Indonesia45 disebutkan bahwa perjanjian mengandung makna persetujuan (tertulis atau dengan lisan) yang dibuat oleh dua belah pihak atau lebih, masing- masing berjanji akan menaati apa yang disebut di persetujuan itu. dengan kata lain perjanjian merupakan perbuatan hukum yang dilakukan oleh subjek hukum baik itu perorangan maupun badan hukum yang menimbulkan akibat hukum.

45W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Kedua, Balai Pustaka, Jakarta, 1995, Hal. 401.

30

(45)

2. Syarat sahnya suatu perjanjian dan akibat hukum yang ditimbulkan dari suatu perjanjian

Syarat-syarat sahnya suatu perjanjian dapat dilihat sebagaimana yang telah disebutkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang mengandung empat unsure yaitu:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.

3. Suatu hal tertentu.

4. Suatu sebab yang halal

Apabila syarat pada poin 1 dan 2 (syarat subjektif) tidak dipenuhi, maka dapat mengakibatkan suatu persetujuan dapat dibatalkan. pengertian dapat dibatalkan berarti tidak batal dengan sendirinya, artinya diperlukan tindakan pembatalan (gugatan) untuk membatalkannya. semua perbuatan hukum yang dilakukan sebelum ditetapkannya pembatalan atas perjanjian yang bersangkutan adalah sah. dan pembatalan syarat perjanjian poin 1 dan 2 ini dilakukan melalui Via pengadilan.

Apabila pada poin 3 dan 4 (syarat objektif) tidak terpenuhi, maka dapat mengakibatkan perjanjian yang bersangkutan batal demi hukum. pengertian batal demi hukum ini berarti perjanjian tersebut batal dengan sendirinya tanpa perlu tindakan pembatalan. misalnya sebagai contoh jual beli ganja, dalam kondisi ini hukum menganggap tidak pernah trjadi perjanjian para pihak.

Akibat suatu perjanjian yang telah dibuat dengan memenuhi syarat-syarat dalam Pasal 1320 KUH Perdata tersebut, maka semua perjanjian yang dibuat secara syah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya. dan tidak

(46)

dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan- alasan yang oleh Undang-Undang dinyatakan cukup untuk itu. sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1338 KUH Perdata dalam Pasal ini ditetapkan pula bahwa semua perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik maksudnya dalah menjalankansuatu perjanjian tidak boleh bertentangan dengan kepatutan dan keadailan46. selanjutnya pada Pasal 1339 KUH Perdata menyebutkan bahwa suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau Undang-Undang.

B. Perjanjian Bagi Hasil Berdasarkan Undang-Undang No. 2 Tahun 1960.

Perjanjian bagi hasil semula diatur dalam hukum adat yang ada di Indonesia, dengan kata lain sesuai dengan hukum adat setempat. dimana segala aturan yang berkaitan dengan perjanjian bagi hasil tersebut baik itu besarnya imbangan bagi hasil, bentuk perjanjian, jangka waktu serta luasnya tanah yang diperjanjiakan semuanya itu ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak yang berjanji saja, yang pada umumnya tidak menguntungkan kepada pihak penggarap.

Sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1960 tentang perjanjian bagi hasil, bahwa mengenai besarnya hak yang menjadi hak masing- masing pihak tidak ada keseragaman, karena hal itu tergantung pada tanah yang

46Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT Intermasa, Hal. 139.

(47)

tersedia, banyaknya penggarap yang menginginkannya, keadaan kesuburan tanah, kekuatan kedudukan pemilik dalam masyarakat setempat.

Dalam rangka usaha untuk melindungi golongan ekonomi lemah terhadap praktek-praktek yang merugika mereka dari yang golongan ekonominya kuat sebagaimana halnya dengan hubungan perjanjian bagi hasil, sehingga dibuatnya Undang-Undang tentang Bagi Hasil yaitu Undang-Undang No. 2 Tahun 1960 yang bertujuan untuk mengatur perjanjian bagi hasil, dengan maksud:

1. Agar pembagian hasil tanah antara pemilik dan penggarap diadakan atas dasar yang adil.

2. Dengan menegaskan hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari pemilik dan penggarap agar terjamin pula kedudukan hukum yang layak bagi para penggarap, yang biasanya dalam perjanjian bagi hasil itu berada dalam kedudukan yang tidak kuat, yaitu karena umumnya tanah yang tersedia tidak banyak, sedangkan jumlah orang yang ingin menjadi penggarapnya adalah sangat besar.

3. Dengan terselenggaranya apa yang tersebut pada 1 dan 2 diatas, maka akan bertambah kegembiraan bekera pada para petani penggarap, hal mana akan berpengaruh baik pada caranya memelihara kesuburan dan mengusahakan tanahnya. hal itu tentu akan berpengaruh baik pula pada produksi tanah yang bersangkutan, yang berarti suatu langkah maju dalam melaksanakan program akan melengkapi “sandang pangan” rakyat.

1. Pengertian dan istilah-istilah perjanjian bagi hasil berdasarkan Undang- Undang No. 2 Tahun 1960.

Perjanjian Bagi Hasil berdasarkan Pasal 1 huruf (b) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 ialah:

Perjanjian dengan nama apapun juga yang diadakan antara pemilik pada satu pihak dan seseorang atau badan hukum pada lain pihak yang dalam Undang- Undang ini disebut “penggarap” bardasarkan perjajian mana diperkenankan oleh pemilik tersubut untuk menyelenggarakan usaha pertanian diatas tanah pemilik, dengan pembagian hasilnya antara kedua belah pihak.

(48)

Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil atas Tanah Pertanian ini, terdapat beberapa batasan maksud diadakannya pembatasan ini ialah agar tanah-tanah garapan hanya digarap oleh orang-orang tani saja (termasuk buruh tani), yang akan mengusahakannya sendiri, juga agar sebanyak mungkin calon penggarap dapat memperoleh tanah garapan.

Dengan adanya pembatasan ini maka dapatlah dicegah, bahwa seseorang atau badan hukum yang ekonominya kuat akan bertindak pula sebagai penggarap dan mengumpulkan tanah garapan yang luas dan dengan demikian akan mempersempit kemungkinan bagi para petani kecil calon penggarap untuk memperoleh tanah garapan. tanah garapan seluas 3 hektare dipandang sudah cukup untuk memberi bekal akan hidup yang layak.

a. Tanah ialah yang biasanya dipergunakan untuk penanaman bahan makanan.

b. Pemilik ialah orang atau badan hukum yang berdasarkan sesuatu hak menguasai tanah. Pasal 1 huruf (b) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 tidak membatasi bahwa hanya yang memiliki Hak Milik saja yang boleh membagi hasil tanahnya, sesuai dengan hukum yang berlaku sekarang, yang berwenang untuk mengadakan perjanjian bagi hasil itu tidak saja berbatas pada para pemilik dalam arti yang mempunyai tanah, tetapi juga para pemegang gadai penyewa dan lain-lain orang yang berdasarkan sesuatu hak menguasai tanah yang bersangkutan.

c. Penggarap yang dimaksud dengan penggarap/petani menurut Pasal 2 Undang- Undang Nomor 2 Tahun 1960 ini adalah :

(49)

a). Orang-orang tani, yang tanah garapanya, baik kepunyaanya sendiri maupun yang diprolehya secara menyewa, dengan perjanjian bagi hasil atupun cara lain, tidak akan melebihi dari sekitar 3 (tiga) hektare. dan apabila orang- orang tani yang dengan mengadakan perjanjian bagi hasil tanah garapanya akan melebihi 3 (tiga) hektare, diperkenankan menjadi penggarap, jika mendapat izin dari menteri muda Agraria, atau pejabat yang ditunjuk olehya. sehubungan dengan hal apabila orang-orang tani yang mengadakan perjanjian bagi hasil tanah garapannya melebihi 3 (tiga) hektare maka berdasarkan Surat keputusan Menteri Muda Agraria Nomor: 322/Ka/1960 telah menunjuk para Camat/ Kepala kecamatan yang bersangkutan sebagai pejabat yang berwenang member izin kepada seseorang penggarap untuk mengusahakan tanah garapan yang luasnya melebihi 3 (tagi) hektare.

b). Badan Hukum, Pada asasnya di larang menjadi penggarap dalam perjanjian bagi hasil, karena dalam perjanjian bagi hasil yang dianggap penggarap adalah seorang petani, kecuali dengan izin dari Mentri Muda Agraria atau pejabat yang ditunjuk olehnya, misalnya koperasi tani atau desa yang akan diizinkan dan bukan badan-badan hukum lain seperti Perseroan Terbatas, CV dan lain sebagainya. sehubungan dengan hal tersebut Keputusan Mentri Muda Agraria Nomor 322/Ka/1960, menunjuk para bupati /Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan sebagai pejabat yang berwenang memberi izin kepada sesuatu badan hukum yang berbentuk koprasi tani atau koperasi desa, untuk menjadi penggarap.

(50)

Namun untuk badan hukum yang diizinkan menjadi penggarap ada kalanya sesuatu badan hukum yang berbentuk koprasi tani atu koprasi desa, untuk menjadi pnggarap. Namun untuk badan hukum yang diizinkan menjadi penggarap ada kalanya sesuatu badan hukum yang berbentuk perseroan Terbatas atau yayasan hal ini dipertimbangkan untuk diberi izin dalam hubungannya dengan usaha pembukaan tanah secara besar-besaran di daerah-daerah Sumatera, Kalimantan dan lain-lain.

Hal ini berhubungan dengan pambukaan tanah di tahun-tahun pertama, dan batas waktu sebagai penggarap oleh badan hukum tersebut juga dibatasi, yang juga bermanfaat nantiya bagi pemilik tanah, pembangunan maupun pembukaan daerah-derah yang masih alang-alang ataupun hutan belukar dalam menentukan diizinkannya atau tidak suatu badan hukum untuk menjadi penggarap harus diadakan penilaian dari sudut kepentingan desa atau kepentingan umum.

d. Hasil tanah ialah hasil usaha pertanian yang diselenggarakan oleh penggarap setelah dikurangi biaya untuk bibit, pupuk, ternak serta biaya untuk menanam dan panen. sedangkan biaya tenaga kerja ditanggung oleh penggarap sendiri.

e. petani ialah orang, baik yang mempunyai maupun tidak mempunyai tanah yang mata pencaharian pokoknya adalah mengusahakan tanah untuk pertanian.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam usaha untuk menemukan marka molekuler atau segmen DNA yang berkaitan dengan fenotipe tertentu, penelitian untuk mengkaji asosiasi polimorfisme lokus

mikrokontroler digunakan rangkaian reset yang terhubung ke kaki RST

Saya mengesahkan bahawa satu Jawatankuasa Peperiksaan Tesis telah berjumpa pada 8 Ogos 2012 untuk menjalankan peperiksaan akhir bagi Nurul Nadia Binti Ibrahim bagi menilai tesis

Gambar 4.5.2 Sketch Karya 5 Desain X-Banner Profil Sumber: Hasil Olahan Penulis, 2016 Sketsa desain Banner penjurian sebagai konsultasi atau gambaran awal media promosi acara

Jika Carry Flag = 0, maka program akan melompat ke alamat yang disebutkan dalam perintah; jika tidak, maka program akan melanjutkan ke baris berikutnya (tidak terjadi

[r]

Keputusan moral yang diajukan oleh Kompas.Com dan Detik.Com adalah bahwa Alasan caleg perempuan menjadi anggota legislatif peneliti kelompokkan menjadi alasan ekonomis karena ingin