248
Pengaruh Pemberian Pakan dengan Formulasi Berbeda Terhadap Pertumbuhan Ikan Nila Salin (Oreochromis niloticus)
The Effect of Feeding with Different Formulations on Growth of Salin Tilapia (Oreochromis niloticus)
Damang Suryanto, Beni Suprianto*
Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau Jepara
*Corespondensi: [email protected]
Received : September 2021 Accepted : November 2021
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh formulasi optimum bagi pertumbuhan ikan nila salin. Penelitian menggunakan metode rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 3 pengulangan. Formulasi pakan berdasarkan prosentase masing-masing bahan penyusun pakan yaitu tepung ikan: tepung kedelai : tepung gandum dan air pada perlakuan (A) 11,12:55,55:33,33, (B) 6,67:58,33:35, dan (C) 31,67:26,66:41,67 . Dosis pemberian pakan yang diberikan 4% dari biomassa ikan dengan frekuensi pemberian pakan sebanyak 3 kali/hari.
Pemberian pakan dengan formulasi berbeda nila salin tidak memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap laju pertumbuhan spesifik (SGR), tingkat kelulushidupan (SR), dan FCR.
Kata kunci : dosis, formulasi, kelulushidupan, Oreochromis niloticus, pertumbuhan
ABSTRACT
This study aims to obtain the optimum formulation for the growth of saline tilapia. This research method used a completely randomized design method (CRD) with 3 treatments and 3 replicates. The feed formulation is based on the percentage of each feed constituent material, namely fish meal: soybean meal: wheat flour and water in treatmen A 11,12:55,55:33,33, B 6,67:58,33:35, and C 31,67:26,66:41,67. The dose of feeding given is 4% of the fish biomass with a frequency of feeding 3 times/day. Feeding with different saline tilapia formulations did not have a significant effect on specific growth rate (SGR), survival rate (SR), and FCR.
Keywords: dosage, formulation, growth, Oreochromis niloticus, survival rate
PENDAHULUAN
Ikan nila (Oreochromis niloticus) dikenal dengan sebutan chicken fish, banyak dibudidayakan di hampir seluruh Negara di dunia, dan produksinya secara global mencapai 6.3 juta ton pada tahun 2018, dan Indonesia merupakan produsen terbesar kedua ikan Nila dunia (Suhermanto et al. 2019;
Fitzsimmons 2018). Ikan nila dapat beradaptasi dengan lingkungan budidaya, sistem budidaya skala tradisional, semi maupun intensif, mempunyai nilai ekonomis tinggi, dan tidak terpengaruh fluktuasi harga pasar, penyumbang protein hewani, serta mengalami peningkatan produksi yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir (Wang dan Lu 2016).
Permintaan komoditas ikan nila yang semakin meningkat berkorelasi terhadap intensifikasi budidaya yang akan mempengaruhi kebutuhan pakan sebagai salah satu faktor pembatas dalam pertumbuhan.
Biaya kebutuhan pakan untuk ikan budidaya sekitar 60-70% dari total biaya produksi, maka pengembangan pakan dengan bahan baku lokal yang berkelanjutan diperlukan, dan menjadi tantangan bagi pembudidaya (Sarker et al. 2018).
Budidaya ikan dengan sistem tradisional plus, semi intensif maupun intensif banyak menggunakan pakan pabrikan jenis pelet dan bergantung pada tingkatan stadia. Pakan pelet disusun berdasarkan bahan baku dan penghitungan komposisi yang tepat sehingga
249 fungsi pakan untuk meningkatkan performa pertumbuhan ikan lebih optimal. Pakan merupakan salah satu kendala utama yang sering dialami pembudidaya. Kualitas dan kontinuitas yang berkorelasi dengan harga menyebabkan komponen biaya pakan menyumbang 60–70% total biaya produksi (Naseem et al. 2021).
Performa pertumbuhan ikan Nila yang menjadi target dalam tahap pembesaran dipengaruhi ketersediaan dan manajemen pakan. Pakan ikan diformulasikan dari bahan baku dengan kandungan protein hewani seperti tepung ikan, tulang, magot, dan protein nabati yaitu tepung gandum dan kedelai.
Bahan baku tersebut harganya relatif mahal, sehingga diperlukan penghitungan bahan baku lokal alternatif dengan penghitungan komposisi yang tepat.
Pakan dan bahan pakan yang dibuat dievaluasi berdasarkan kemampuannya untuk mendukung pertumbuhan. Nutrisi yang dibutuhkan dalam pakan sebagain besar telah diidentifikasi, meskipun kemungkinan masih ada penambahan bahan lain. Gizi yang sesuai merupakan komponen penting bagi ikan dan umumnya kebanyakan pakan diformulasikan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dari spesies yang dibudidayakan (Hodar et al.
2020).
METODE PENELITIAN Ikan Uji
Penelitian ini menggunakan ikan uji berupa benih ikan nila salin yang berasal dari unit pembenihan nila di BBPBAP Jepara berukuran 10-11cm, dipelihara dengan kepadatan 20 ekor/wadah. Proses aklimatisasi untuk penyesuaian dengan lingkungan baru dilakukan 14 hari, agar ikan uji lebih adaptif.
Rancangan Penelitian
Penelitian dilakukan secara eksperimental menggunakan metode rancangan acak lengkap (RAL). Penelitian ini menggunakan 3 perlakuan dengan 3 kali ulangan.
Pakan pelet ikan dibuat dari bahan baku tepung ikan : tepung kedelai : tepung gandum : dan air. Prosentase penyusun pakan perlakuan secara berurutan masing-masing
(A) 11,12:55,55:33,33, (B) 6,67:58,33:35, dan (C) 31,67:26,66:41,67 (Tabel 1). Pembuatan pakan uji dilakukan dengan cara melakukan penimbangan bahan baku, dihomogenkan, pengolahan dan penjemuran. Kandungan nutrisi pakan yang dihasilkan diketahui dengan melakukan uji proksimat.
Tabel 1. Komposisi pakan perlakuan ikan Nila Salin
Pembuatan pakan pelet dilakukan dengan mencampur semua bahan baku, dimulai dari bahan yang prosentasenya terkecil. Pencampuran semua bahan baku dilakukan dengan cermat, homogen, dan disesuaikan dengan formulasi yang telah ditentukan. Bahan yang telah homogen selanjutnya diproses dengan alat pencetak pelet sederhana.
Pengumpulan Data
Penelitian ini dilakukan selama 40 hari masa pemeliharaan ikan nila salin, sampling ikan dilakukan setiap 10 hari. Data yang diperoleh dan dikumpulkan adalah laju pertumbuhan spesifik (SGR), Rasio konversi pakan (FCR), kelulushidupan (SR), dan pengukuran kualitas air.
a. Laju pertumbuhan spesifik (SGR)
Penghitungan nilai laju pertumbuhan spesifik (SGR) dilakukan dengan menghitung laju pertumbuhan harian/ individu. Laju pertumbuhan spesifik ikan berdasarkan Katya et al. (2017):
SGR= LnWt – LnWo T
Keterangan:
SGR = Laju pertumbuhan bobot spesifik harian (%/hari)
Wo = Bobot rata-rata benih nila pada awal penelitian (g)
Wt = Bobot rata-rata benih nila pada hari ke-t (g)
T = Lama pemeliharaan (hari)
b. Rasio konversi pakan (FCR)
Rasio Konversi Pakan Menurut Selvam et al. (2018) dihitung berdasarkan rumus:
FCR = F
(Wt + D) -Wo
Perlakuan Bahan (%)
T. ikan T. Kedelai T. Gandum Air Minyak
A 11,12 55,55 33,33 20 0.4
B 6,67 58,33 33,35 21 0.4
C 31,67 26,66 41,67 21 0.4
250 Keterangan:
FCR =Rasio konversi pakan
F =Berat pakan yang diberikan (g)
Wt =Biomassa hewan uji pada akhir pemeliharaan (g)
D =Bobot ikan mati (g)
Wo =Biomassa hewan uji pada awal pemeliharaan (g)
c. Tingkat Kelulushidupan
Kelulushidupan benih dihitung berdasarkan Katya et al. (2017):
SR (%) = Nt
N0𝑥100 Dimana:
SR = Kelulushidupan (%)
Nt = Jumlah ikan pada akhir penelitian (ekor) N0 = Jumlah ikan pada awal penelitian (ekor)
d. Kualitas air
Parameter kualitas air yang diukur adalah suhu, Dissolved oxygen (DO), pH, dan salinitas. Pengukuran dilakukan setiap dua hari sekali.
Analisa Data
Data yang diperoleh berupa laju pertumbuhan spesifik dianalisis dengan analisis sidik ragam (ANOVA) menggunakan Software Minitab versi 17. Analisis yang menunjukkan pengaruh nyata, dilanjutkan dengan uji Tukey pada taraf kepercayaan 95%. Analisis deskriptif dilakukan dari hasil penghitungan FCR, SR dan parameter kualitas air.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis uji proksimat dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kandungan nutrisi dari masing masing bahan baku penyusun pakan. Parameter uji proksimat yang dianalisis adalah protein, lemak, abu, dan kadar air. Data hasil pengujian proksimat dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Analisa proksimat bahan baku
Bahan Protein
(%)
lemak (%)
Abu (%)
K. Air (%) Tepung Ikan 60.33 9.35 27.38 20.69 Tepung Kedelai 45.21 45.21 7.04 10.58 Tepung gandum 10.78 0.57 0.65 8.40
Bahan baku penyusun utama pakan ikan nila yang telah diformulasikan dalam bentuk pakan pelet kemudian diuji proksimat yang dilakukan BBPAP Jepara. Hasil uji menunjukkan nilai protein pakan antara
31.54-32.51%, sedangkan perbedaan hasil uji berbeda pada serat, kadar air dan kadar abu serta BETN (Tabel 3). Menurut Vitanti et al.
(2021) konsentrasi BETN dalam pakan ikan memberikan pengaruh terhadap performa pertumbuhan biota.
Tabel 3. Analisa proksimat pakan
Proksimat Pakan A Pakan B Pakan C Protein (%) 32.51 31.54 32.35
Lemak (%) 3.06 3.17 4.18
Serat (%) 2.19 1.31 1.56
BETN* 49.75 44.79 51.74
Kadar air (%) 7.35 9.10 4.73 Kadar abu (%) 6.14 10.09 5.44
*) BETN = bahan ekstrak tanpa nitrogen
Beberapa parameter yang diukur adalah laju pertumbuhan spesifik/specific growth rate (SGR) panjang mutlak, rasio konversi pakan/food convertion ratio (FCR), dan kelulushidupan/survival rate (SR).
Berdasarkan dari hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa data laju pertumbuhan bobot spesifik tidak berbeda nyata antar perlakuan. Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa nilai rerata pada perlakuan A sebesar 3.60±0.08, perlakuan B sebesar 3.98±0.00, dan perlakuan C sebesar 4.18±0.02. Grafik laju pertumbuhan spesifik pada ikan nila salin (O. niloticus) dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Grafik laju pertumbuhan spesifik
ikan nila salin.
Pertumbuhan ikan dipengaruhi dua faktor utama, faktor internal antara lain genetik ikan yang dipelihara, ketahanan terhadap penyakit dan kemampuan ikan dalam memanfaatkan pakan serta faktor eksternal yaitu lingkungan, kandungan nutrisi
3.60±0,083.98±0,00a a 4.18±0,02a
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5
A B C
Specific Growth Rate
Perlakuan
251 dan manajemen pakan. Keseimbangan nutrisi pakan (protein, lemak dan serat) perlu dilakukan untuk memacu pertumbuhan ikan (Eriegha dan Ekokotu 2019). Pakan buatan yang diberikan ke ikan, akan dikonsumsi dan dicerna menjadi senyawa sederhana, diabsopsi dan selanjutnya mengalami metabolisme (Suprayudi et al. 1999).
Laju Pertumbuhan spesifik yang diperoleh pada penelitian ini adalah berada pada kisaran 3.6%-4.8% perhari, dimana laju pertumbuhan spesifik tertinggi adalah pada Pada perlakuan C yaitu 4.8%, hal ini diduga karena dengan pemberian pakan 4% dari bobot biomassa menggunakan pakan dengan kandungan protein lebih dari 30% berdampak positif bagi benih nila salin yaitu mampu mencerna pakan dengan baik dan lebih maksimal untuk memacu pertumbuhannya.
Nutrien berupa protein, lemak dan karbohidrat merupakan sumber energi yang baik bagi ikan (Delbertmiii et al., 2007). Giri et al. (2007) menyatakan, beberapa studi penentuan kebutuhan protein dalam pakan bagi ikan ekonomis penting untuk budidaya telah dilakukan dan menunjukkan bahwa kandungan protein dalam pakan bervariasi antara 30%-55% bergantung pada spesies, stadia, dan metode budidaya yang dilakukan.
Hasil penghitungan rasio konversi pakan (FCR) ikan nila salin (O. niloticus) selama 40 hari tidak berbeda nyata antar perlakuan. Nilai FCR pada perlakuan C memperoleh nilai paling kecil yaitu sebesar 1.2, perlakuan B memperoleh nilai 1.3, dan perlakuan A memperoleh nilai sebesar 1.4 (Gambar 2)
Gambar 2. Grafik rasio konversi pakan ikan nila salin
Gambar 2 menunjukkan bahwa perlakuan C menunjukkan nilai FCR paling rendah dengan penggunaan Tepung ikan yang lebih dominan. Nilai FCR antara lain dipengaruhi kualitas air dan kualitas pakan yang digunakan, dan berkorelasi positif dengan pola makan ikan. Semakin kecil nilai FCR menunjukkan tingkat efisiensi pemanfaatan pakan lebih baik, dan sebaliknya. Dibandingkan dengan perlakuan kontrol, pemanfaatan pakan lebih kecil, hal ini terlihat dari nafsu makan ikan tidak besar.
Tayebi dan Sobhanardakani (2020), menyatakan ikan Nila mempunyai sifat omnivora, sehingga usaha budidaya efisien dengan biaya pakan yang rendah. Nilai FCR yang ideal berada pada kisaran 0.8-1.6.
Semakin rendah nilai FCR, maka kualitas pakan yang diberikan semakin baik (Selvam et al., 2018). Sedangkan bila nilai konversi pakan tinggi berarti kualitas pakan yang diberikan kurang baik.
Berdasarkan Gambar 3 terlihat bahwa rerata kelulushidupan pada benih ikan nila salin (O. niloticus) pada perlakuan A sebesar 90%, perlakuan B sebesar 92.5%, dan perlakuan C sebesar 92.5%.
Gambar 3. Grafik kelulushidupan ikan nila salin.
Kematian ikan terjadi pada saat awal penelitian, selanjutnya ikan cenderung stabil selama masa penelitian. Parameter kualitas air selalu dijaga dengan melakukan pergantian air sebanyak 150% perhari, selain itu dilakukan pembersihan air dengan metode sipon menggunakan selang yang dilakukan secara
1.4±0,0
1.3±0,1
1.2±0,0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6
A B C
Food Convertion Rate
Perlakuan
90±0.0%
92.5±2.5% 92.5%±2.5
88.5 89 89.5 90 90.5 91 91.5 92 92.5 93
A B C
Survival Rate
Perlakuan
252 rutin pada pagi dan sore hari. Perlakuan ini diharapkan dapat menjaga kestabilan kualitas air, ikan bebas stress dan terhindar dari serangan penyakit yang akan berdampak terhadap kematian pada ikan.
Menurut Elsabagh et al., (2018), performa pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup ikan nila dipengaruhi oleh pakan dan kualitas air. Kendala yang dihadapi dalam budidaya disebabkan komponen utama yaitu benih berkualitas, manajemen kualitas air, manajeman pakan, dan manajemen hama penyakit ikan.
Pemberian pakan berkualitas dengan kuantitas sesuai yang dipersyaratkan, penggunaan benih serta manajemen budidaya yang professional menjadi faktor pendukung keberhasilan budidaya.
Tabel 4. Hasil pengamatan kualitas air ikan nila salin
Parameter A B C Referensi
DO 5.53-
5.64
5.5- 5.64
5.3- 5.94
4.45-4.87 mg/L* Suhu 26.7-
29.3
26.7- 28.4
26.0-
28.9 27-32oC* Salinitas 19-20 19-20 19-20 0-20 ppt* pH 7.4-7.8 7.4-7.9 7.3-7.7 6.5-9.0*
*Rachmawati dan Samidjan (2017)
Pengukuran kualitas air dilakukan setiap minggu, hasilnya disajikan pada Tabel 4.
Hasil pengukuran parameter kualitas air selama penelitian diperoleh hasil nila Dissolved oxygen (DO) sebesar 5-5.94 mg/L, nilai ini merupakan nilai ideal untuk pemeliharaan dan kelangsungan hidup ikan nila. Oksigen terlarut dalam air yang sangat baik untuk kelangsungan hidup ikan nila.
Hasil pengukuruan suhu diperoleh hasil 26.0- 29.30C. Nilai ini merupakan kisaran suhu yang baik untuk kelangsungan hidup ikan nila. Nilai salinitas air sebesar 19-20 ppt layak untuk budididaya ikan nila salin, serta nilai pH 7.3-7.9 masih dalam standar derajat keasaman untuk kelangsungan hidup ikan nila.
Rachmawati dan Samidjan (2019) menyatakan ikan nila dapat hidup dengan baik dengan nilai toleransi suhu 25-30oC, ikan nila mampu bertahan hidup dalam kandungan oksigen yang rendah hingga 2 mg/L, tetapi nilai kisaran oksigen yang baik untuk
budidaya antara 5-7 mg/L, dan salinitas 20 ppt. Parameter kualitas air media pemeliharaan berada pada kisaran yang sesuai untuk kelangsungan hidup ikan nila antara lain: suhu 25-32oC, pH 6.5-8.5, Amoniak (NH3) <0.02 mg/L dan dissolved oxygen (DO)
≥ 3 mg/L (SNI 7550:2009, 2009).
SIMPULAN
Pemberian pakan dengan formulasi yang berbeda terhadap ikan nila diperoleh hasil laju pertumbuhan spesifik (SGR), nilai rasio konversi pakan (FCR), dan kelulushidupan (SR) menunjukkan hasil tidak berbeda nyata antar perlakuan. Nilai tertinggi pada SGR yaitu perlakuan C sebesar 4.18±0.02, nilai FCR terendah pada perlakuan C sebesar 1.2, dan SR didapatkan hasil terbaik pada perlakuan B dan C sebesar 92.5%±2.5.
Saran
Disarankan agar adanya lanjutan kajian lebih mendalam seperti dengan perbedaan dosis pemberian pakan, efisiensi pemanfaatan pakan, dan tingkat konsumsi pakan terhadap ikan. Selain itu juga dapat dilakukan uji coba dengan penambahan bahan untuk pengkayaan nilai nutrisi pakan terhadap ikan.
Ucapan Terima Kasih
Terima kasih disampaikan kepada BBPBAP Jepara sebagai instansi yang menyediakan fasilitas dan sarana prasarana penelitian. Terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya diberikan kepada (Alm.) Sugeng Raharjo, A.Pi selaku kepala Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau Jepara.
DAFTAR PUSTAKA
Delbertmiii, G., Frederict, B., Paul, B., Konrad, D., Tgibson, G., Ronaldw, H., Richard, N. (2007). Expanding the utilization of sustainable plant products in aquafeeds: a review. Aquaculture Research, 38(6), 551–579.
Eriegha, O. J., & Ekokotu, P. A. (2019).
Factors affecting feed intake in cultured fish species: A review. Animal Research International, 14(2), 2697 –
2709. Retrieved from
253 https://www.ajol.info/index.php/ari/arti cle/view/186884
Fitzsimmons. 2018. Global developments and market trends in tilapia for 2018. In: Asian Aquaculture Conference 2018, Bangkok. Thailand.
Hodar, A. R., Vasava, R., Joshi, N. H., &
Mahavadiya, D. R. (2020). Fish meal and fish oil replacement for alternative sources: a review. Journal of Experimental Zoology India, 23(January), 13–21.
Katya, K., Borsra, M. Z. S., Ganesan, D., Kuppusamy, G., Herriman, M., Salter, A., & Ali, S. A. (2017). Efficacy of insect larval meal to replace fish meal in juvenile barramundi, Lates calcarifer reared in freshwater. International Aquatic Research, 9(4), 303–312.
http://doi.org/10.1007/s40071-017- 0178-x
Naseem, S., Bhat, S. U., Gani, A., & Bhat, F. A. (2021). Perspectives on utilization of macrophytes as feed ingredient for fish in future aquaculture. Reviews in Aquaculture,
13(1), 282–300.
http://doi.org/10.1111/raq.12475
Giri, N. A., Suwirya, K., Pithasari, A. I., dan Marzuqi, M., (2007). Pengaruh Kandungan Protein Pakan terhadap Pertumbuhan dan Efisiensi Pakan Benih Ikan Kakap Merah (Lutjanus argentimaculatus). Journal of Fisheries
Sciences, 9(1), 55–61.
http://doi.org/10.22146/jfs.64
Rachmawati, D., & Samidjan, I. (2019).
The effects of chicken feather silage substitution for fish meal in the diet on growth of saline tilapia fingerlings (Oreochromis niloticus). IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 246(1).
http://doi.org/10.1088/1755- 1315/246/1/012015
Sarker, P. K., Kapuscinski, A. R., Bae, A.
Y., Donaldson, E., Sitek, A. J., Fitzgerald, D. S., & Edelson, O. F.
(2018). Towards sustainable aquafeeds:
Evaluating substitution of fishmeal
with lipid-extracted microalgal co- product (Nannochloropsis oculata) in diets of juvenile nile tilapia (Oreochromis niloticus). PLoS ONE,
13(7), 1–25.
http://doi.org/10.1371/journal.pone.020 1315
Selvam, R., Saravanakumar, M., Suresh, S., Chandrasekeran, C. V., & Prashanth, D. (2018). Evaluation of polyherbal formulation and synthetic choline chloride on choline deficiency model in broilers: Implications on zootechnical parameters, serum biochemistry and liver histopathology. Asian- Australasian Journal of Animal Sciences, 31(11), 1795–1806.
http://doi.org/10.5713/ajas.18.0018 SNI 7550:2009. (2009). Produksi ikan nila
(Oreochromis niloticus Bleeker) kelas pembesaran di kolam air tenang. ICS 65.120 Badan Standardisasi Nasional, 1–5.
Suhermanto, A., Sukenda, S., Zairin, M., Lusiastuti, A. M., & Nuryati, S. (2019).
Characterization of streptococcus agalactiae bacterium isolated from tilapia (Oreochromis niloticus) culture in Indonesia. AACL Bioflux, 12(3), 756–766.
Suprayudi, M., Bintang, M., Takeuchi, T., Mokoginta, I., & Sutardi, T. (1999).
Defatted Soybean Meal as an Alternative Source to Substitute Fish Meal in the Feed of Giant Gouramy, Osphronemus gouramy Lac.
Aquaculture Science, 47(4), 551–557.
http://doi.org/10.11233/aquaculturesci1 953.47.551
Tayebi, L., & Sobhanardakani, S. (2020).
Analysis of Heavy Metal Contents and Non-carcinogenic Health Risk Assessment through Consumption of Tilapia Fish (Oreochromis niloticus).
Pollution, 6(1), 59–67.
http://doi.org/10.22059/poll.2019.2845 00.639
Vitanti, R. Y., Lamid, M., Lokapirnasari, W. P., & Amin, M. (2021). Dry matter, crude fiber and nitrogen free extract
254 contents of Seligi leaf (Phyllanthus buxifolius) powder fermented with different duration and probiotic’s dose as a fish feed ingredient. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 718(1).
http://doi.org/10.1088/1755- 1315/718/1/012082
Wang, M., & Lu, M. (2016). Tilapia polyculture: a global review.
Aquaculture Research, 47(8), 2363–
2374.http://doi.org/10.1111/are.12708