• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU KULIT PADA PT MASTROTTO INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU KULIT PADA PT MASTROTTO INDONESIA"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

BAHAN BAKU KULIT PADA PT MASTROTTO INDONESIA (Kawasan Industri Sentul, Bogor, Jawa Barat)

Oleh:

Dhanang Eka Putra A 14104664

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(2)

pada PT Mastrotto Indonesia (Kawasan Industri Sentul, Bogor, Jawa Barat) di bawah bimbingan YAYAH K. WAGIONO

Indonesia memiliki sejarah panjang penyamakan kulit dengan para produsen dalam negeri yang sebagian besar menggunakan kulit sapi, kerbau, domba dan kambing dalam proses produksinya. Penyamak kelas menengah hingga besar berada di sejumlah daerah di seluruh pulau Jawa, termasuk Jakarta Raya, Jawa Barat (Cianjur, Bogor dan Bandung), Jawa Tengah (Yogyakarta, Solo, Semarang) dan Jawa Timur (Malang, Pasuruan, Sidoarjo dan Surabaya);

sementara penyamakan rumahan sebagian besar berada di Jawa Barat (Garut) dan Jawa Timur (Magetan). Perusahaan penyamakan tersebut berbeda dalam hal besar dan kemampuan teknologinya. Sekitar 25-30% dari mereka memiliki peralatan yang dibutuhkan untuk mengotomatiskan semua langkah penting untuk memproduksi kulit jadi (seperti cutting, stretching, dying, buffing, dsb). Sisanya sebesar 70-75% dapat dikategorikan sebagai penyamakan “industri rumah tangga”

yang bergantung pada karyawan untuk melakukan proses yang sama secara manual atau dengan tangan.

Setelah sempat terpuruk selama sepuluh tahun terakhir, industri perkulitan Indonesia kini mulai membaik, ini dapat dilihat dari nilai ekspor tahun 2005 yang mencapai 102,8 juta dollar AS, dan naik menjadi 139,6 juta dollar AS dan sampai bulan september tahun 2007 nilai ekspor mencapai 135,9 juta dollar AS. Masa-masa sulit yang dihadapi industri perkulitan itu bisa disebabkan berbagai faktor, antara lain karena kurang tegasnya pemerintah dalam membuat aturan yang melarang ekspor kulit mentah dan setengah jadi. Sementara impor bahan baku kulit sempat berkurang akibat isu penyakit pada sapi.

Tujuan Penelitian adalah Menganalisis apakah PT. Mastrotto Indonesia telah melakukan pengendalian persediaan bahan bakunya secara optimal, sehingga diperoleh biaya pemesanan dan penyimpanan yang minimum dan Menyusun alternatif metode pengendalian persediaan bahan baku bagi perusahaan yang lebih baik.

(3)

penjualan, sumber bahan baku, data pemakaian bahan baku, waktu tunggu pembelian bahan baku, harga bahan baku, biaya-biaya persediaan, gambaran umum perusahaan seperti sejarah perusahaan, ketenagakerjaan, dan struktur organisasi dan target produksi PT. Mastrotto Indonesia. Bahan baku yang digunakan adalah grain dan split.

Analisis yang dilakukan meliputi analisis perbandingan terhadap bahan baku grain dan split dengan kriteria biaya pemesanan, biaya penyimpanan dan biaya persediaan. Kedua alternatif teknik pengukuran lot dalam metode MRP memiliki keunggulan dan kelemahan. MRP teknik LFL merupakan teknik yang konsisten dengan ukuran lot yang kecil, pesanan berkala, persediaan tepat waktu tanpa persediaan pengaman dan permintaan terikat yang telah diketahui sebelumnya.

Kelemahan teknik LFL ini menimbulkan risiko kekurangan bahan baku, karena perusahaan tidak memerlukan persediaan bahan baku di gudang, sehingga apabila terjadi fluktuasi permintaan, permintaan bahan baku yang tidak terduga, terjadi kerusakan mesin dan keterlambatan penerimaan bahan baku dari pemasok, akan menyebabkan perubahan jadwal produksi maka siklus produksi di perusahaan akan terganggu.

Metode EOQ memiliki keunggulan dalam hal mempermudah manajemen dalam menentukan jumlah pesanan yang optimal dalam setiap kali pemesanan. Teknik EOQ ini juga memenuhi kebijakan perusahaan dalam tersediannya bahan baku dalam jumlah yang cukup. Kelemahan teknik EOQ ini, persediaan yang tersisa diakhir bulan masih bervariasi, sesuai dengan kebutuhan pemakaian, sehingga biaya penyimpanan bervariasi sesuai dengan tingkat persediaannya.

Hasil perbandingan biaya adalah Biaya pemesanan tertinggi terdapat pada metode perusahaan sebesar Rp 199.948.800 untuk grain dan Rp 53.378.400 untuk split, dan terendah terdapat pada teknik EOQ sebesar Rp 34.812.000 untuk grain dan Rp 29.010.000 untuk split.Hal ini disebabkan oleh frekuensi pemesanan pada teknik EOQ lebih rendah dibandingkan dengan metode perusahaan dan

(4)

sedangkan biaya penyimpanan terendah terdapat pada teknik EOQ sebesar Rp 1.184.754.217 untuk grain dan Rp 155.551.393,2 untuk split. Biaya persediaan tertinggi pada metode perusahaan sebesar Rp 79.600.814.600,- sedangkan yang terendah adalah pada teknik EOQ sebesar Rp 1.219.566.217,-.

Secara keseluruhan berdasarkan hasil analisis antara metode perusahaan dengan metode MRP teknik LFL dan EOQ pada keseluruhan bahan bakunya, dapat disimpulkan bahwa teknik EOQ mengalami penghematan yang tinggi pada biaya persediaan. Teknik ini digunakan dalam penentuan kuantitas pesanan persediaan yang meminimumkan biaya penyimpanan dan pemesanan. Sehingga teknik ini dapat direkomendasikan sebagai alternatif pengendalian persediaan bahan baku grain dan split. Namun, penggunaan teknik ini harus disesuaikan dengan kebijakan dan kondisi perusahaan itu sendiri

(5)

(Kawasan Industri Sentul, Bogor, Jawa Barat)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh:

Dhanang Eka Putra A 14104664

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(6)

Barat.

Nama : Dhanang Eka Putra

NRP : A 14104664

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Ir. Yayah K. Wagiono, MEc NIP. 130 350 044

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Soepandie, M. Agr NIP. 131 124 019

Tanggal Kelulusan :

(7)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

“ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU KULIT PADA PT MASTROTTO INDONESIA, KAWASAN INDUSTRI SENTUL, BOGOR, JAWA BARAT. BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA TULIS ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN UNTUK TUJUAN

MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA

MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG MENYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, 26 Mei 2008

Dhanang Eka Putra NRP. A14104664

(8)

Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara yang lahir dari pasangan Ponidi dan Suprihatin. Penulis dilahirkan di Jember pada tanggal 10 Desember 1983, masa pendidikan penulis dimulai dari TK di Umbulsari, Jember, Jawa Timur pada tahun 1988. Pada tahun 1989 penulis memasuki jenjang Sekolah Dasar di SDN no 22 Skph Spv Manisraya, Sintang Kalimantan Barat sampai tahun 1995. Pada tahun 1995-1998, penulis memasuki jenjang Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 2 Tempunak, Sintang Kalimantan Barat. Kemudian pada tahun 1998-2001, penulis melanjutkan pendidikan ke SMU Negeri 2 Sintang.

Pada tahun 2001, penulis melanjutkan ke jenjang Perguruan Tinggi Institut Pertanian Bogor Fakultas Kehutanan Program Diploma III Budidaya Hutan Tanaman dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2005, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

(9)

Bismillahirrahmanirrohim

Segala puji bagi ALLAH SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skrupsi ini. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Nabi dan Rosul paling mulia Muhammas SAW beserta keluarga dan sahabatnya.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Pengendalian persediaan bahan baku yang efisien, sehingga diperoleh biaya pemesanan dan biaya penyimpanan yang minimum dengan jumlah yang optimal, dan memberikan alternatif model pengendalian persediaan bahan baku bagi PT Mastrotto Indonesia, sehingga dapat meminimumkan biaya persediaan bahan baku. Tak ada gading yang tak retak, penulisan skripsi ini belum sempurna. Penulis menyadari bahwa kajian ini masih harus diperluas untuk menjadikannya lebih sempurna. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, terutama yang terlibat dalam pengendalian persediaan bahan baku kulit PT Mastrotto Indonesia.

Bogor, 26 Mei 2008

Dhanang Eka Putra NRP. A14104664

(10)

Alhamdulillahirobbil Alamin...

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu, Penulis menghaturkan terima kasih pada pihak-pihak yang telah memberikan masukan dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, antara lain :

1. Keluargaku tersayang : Bapak, Ibu dan adikku Fredy atas kasih sayang, doa, dukungan dan motivasi yang diberikan kepada penulis baik moril dan materi.

2. Ir. Yayah K Wagiono, MEc selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar memberikan bimbingan dan arahan yang sangat berarti baik sebelum, sesudah dan selama penyusunan skripsi.

3. M. Firdaus Phd selaku dosen penguji utama yang telah memberikan saran dan masukannya.

4. Rahmat SP selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah memberikan saran dan masukannya.

5. Ibu Christina EP yang telah memberikan kesempatan dan dukungan penuh kepada penulis untuk melakukan penelitian di PT Mastrotto Indonesia.

6. Mas Rojikin, Mbak Anita, Sari, Siti, Hera, Dini dan Frida yang telah membantu dan memberikan informasi kepada penulis selama melakukan penelitian.

7. Pak Irul, yang telah memberikan dukungan dan kesempatan kepada penulis, berupa ruang gerak diantara kerja dan melakukan penelitian.

8. Temen-temen kerja di PT Mastrotto Indonesia, khususnya di bagian Stampa atas semangat dan kekompakannya.

9. Desman Manurung yang telah bersedia menjadi pembahas pada seminar penulis.

10. Keluargaku di Bogor : Pakde Minto, Bude, Rohma dan Tyas atas dukungan dan dorongan semangatnya.

(11)

12. Seluruh pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.

(12)

i

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN... v

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Definisi Persediaan ... 5

2.1.1 Klasifikasi Persediaan ... 6

2.1.2 Biaya-biaya Persediaan ... 7

2.1.3 Pengendalian Persediaan ... 8

2.2 Evaluasi akibat perubahan ongkos ... 9

2.3 Persediaan Tepat Waktu (Just-in-Time Inventory System) ... 9

2.4 Istilah-istilah Dalam Industri Penyamakan kulit ... 10

2.5 Jenis-jenis Kulit Jadi ... 14

2.6 Penelitian Terdahulu ... 15

BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 17

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 17

3.1.1 Klasifikasi Persediaan ... 17

3.1.2 Fungsi-fungsi Persediaan ... 18

3.1.3 Material Requirement Planning (MRP ... 19

3.1.3.1 Teknik Lot for Lot ... 20

3.1.3.2 EOQ Model... 21

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 27

BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN ... 30

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

4.2 Pengumpulan data ... 30

4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 31

4.3.1 Biaya-Biaya yang Relevan ... 32

4.3.2 Asumsi-Asumsi yang Digunakan ... 33

(13)

ii

4.4.2 Teknik Kuantitas Pesanan Ekonomis (EOQ) ... 36

4.5 Pembatasan Variabel Analisis ... 38

4.6 Analisis Perbandingan Biaya ... 38

BAB V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan ... 37

5.2 Visi dan Misi Perusahaan... 38

5.3 Struktut Organisasi... 38

5.4 Sumberdaya Manusia ... 38

5.5 Skala Industri ... 39

5.6 Perencanaan dan Pengadaan Bahan Baku... 40

5.7 Prosedur Pembelian Bahan Baku dan Penerimaan Bahan Baku ... 42

5.8 Sistem Pengadaan Bahan Baku ... 44

5.9 Jenis-jenis Produk yang Dihasilkan ... 45

5.10 Proses Produksi ... 47

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Klasifikasi Bahan Baku ... 50

6.2 Biaya Persediaan ... 51

6.3 Pemakaian Bahan Baku ... 54

6.4 Waktu Tenggang Pengadaan Bahan Baku ... 55

6.5 Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku ... 56

6.5.1 Metode Pengendalian Persediaan Bahan baku Pada PT Mastrotto Indonesia ... 59

6.5.2 Penghitungan Biaya Persediaan Grain dan Split ... 61

6.5.3 Metode Material Requirement Planning (MRP)... 62

6.5.3.1 Teknik Lot For Lot (LFL) ... 63

6.5.3.2 Teknik Economic Order Quantity (EOQ)... 65

6.5.4 Analisis Model Pengendalian Persediaan ... 67

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan ... 70

7.2 Saran 71 DAFTAR PUSTAKA ... 72

LAMPIRAN... 74

(14)

iii

Nomor Halaman

1. Jumlah Penyamak Kulit yang Beroperasi di Indonesia ... 1

2. Perkembangan Ekspor Kulit Olahan Indonesia Tahun 2000-2007 ... 2

3. Format Rencana MRP ... ... 33

4. Perkembangan Pembelian Bahan Baku (sqf) Tahun 2007 ... 45

5. Harga bahan baku kulit sapi tahun 2007 ... 50

6. Komponen biaya pemesanan per pesanan bahan baku grain dan split, tahun 2007 ... 51

7. Komponen Opportunity cost Grain, tahun 2007 ... 52

8. Komponen Opportunity cost Split, tahun 2007 ... 53

9. Komponen Biaya Penyimpanan Grain dan Split Perusahaan Tahun 2007 ... 54

10. Perkembangan Pemakaian Bahan Baku, tahun 2007 ... 55

11. Waktu tenggang pengadaan grain dan split, tahun 2007 ... 56

12. Perkembangan persediaan bahan baku grain, tahun 2007 ... 57

13. Perkembangan persediaan bahan baku split, tahun 2007 ... 58

14. Frequensi pemesanan dan kuantitas pesanan dengan metode perusahaan, tahun 2007 ... 60

15. Perhitungan Biaya Persediaan grain Tahun 2007 ... 61

16. Perhitungan Biaya Persediaan split Tahun 2007 ... 62

17. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan dengan Metode LFL ... 64

18. Biaya Persediaan Bahan Baku Grain dan Split dengan teknik LFL ... 65

19. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan dengan Metode EOQ ... 65

20. Biaya Persediaan Bahan Baku Grain dan Split dengan teknik EOQ ... 66

21. Perbandingan Biaya Persediaan Grain PT Mastrotto Indonesia ... 67

22. Perbandingan Biaya Persediaan Split PT Mastrotto Indonesia... 68

(15)

iv

Nomor Halaman

1. Biaya Total Sebagai Fungsi Dari Kuantitas Pemesanan ... 21 2. Perubahan Tingkat Persediaan Untuk representation Produksi ... 24 3. Perubahan Persediaan Sepanjang Waktu dengan

Pemesanan kembali ... 25 4. Kerangka Pemikiran Operasional ... 28 5. Perencanaan dan Penerimaan Bahan Baku

PT Mastrotto Indonesia ... 41 6. Perkembangan Pembelian Bahan Baku ... 45

(16)

v

Nomor Halaman

1. Struktur Organisasi PT Mastrotto Indonesia... 74 2. Perhitungan Biaya Persediaan Grain dan Split

dengan teknik LFL ... 76 3. Perhitungan Biaya Persediaan Grain dan Split

dengan teknik EOQ ... 80

(17)

I. PENDAHULUAN

I.I. Latar Belakang

Indonesia memiliki sejarah panjang penyamakan kulit dengan para produsen dalam negeri yang sebagian besar menggunakan kulit sapi, kerbau, domba dan kambing dalam proses produksinya. Penyamak kelas menengah hingga besar berada di sejumlah daerah di seluruh pulau Jawa, termasuk Jakarta Raya, Jawa Barat (Cianjur, Bogor dan Bandung), Jawa Tengah (Yogyakarta, Solo, Semarang) dan Jawa Timur (Malang, Pasuruan, Sidoarjo dan Surabaya);

sementara penyamakan rumahan sebagian besar berada di Jawa Barat (Garut) dan Jawa Timur (Magetan). Perusahaan penyamakan tersebut berbeda dalam hal besar dan kemampuan teknologinya. Sekitar 25-30% dari mereka memiliki peralatan yang dibutuhkan untuk mengotomatiskan semua langkah penting untuk memproduksi kulit jadi (seperti cutting, stretching, dying, buffing, dsb). Sisanya sebesar 70-75% dapat dikategorikan sebagai penyamakan “industri rumah tangga”

yang bergantung pada karyawan untuk melakukan proses yang sama secara manual atau dengan tangan.

Tabel 1. Jumlah Penyamak Kulit yang Beroperasi di Indonesia Tahun 1998- 2006

Tahun Jumlah Perusahaan Penyamakan Menengah-Besar

Jumlah Penyamakan Rumahan

1998 112 400

2000 76 252

2002 46 136

2004 55 200

2006 67 240

Sumber: Asosiasi Penyamak Kulit Indonesia 2007 (APKI)

Salah satu persoalan terbesar yang dihadapi industri penyamakan kulit nasional adalah minimnya suplai bahan baku dari dalam negeri, menyusul tidak berkembangnya industri pendukung. Akibat tidak tersedianya bahan baku di dalam negeri, pelaku industri kemudian melakukan impor agar proses produksi

(18)

tetap bisa berjalan. Sudah bisa dipastikan, dengan menggunakan bahan baku impor, produk manufaktur Indonesia menjadi tidak kompetitif, baik di pasar domestik maupun ekspor, karena adanya biaya tambahan, transportasi lebih lama, serta proses importasi yang lama.

Setelah sempat terpuruk selama sepuluh tahun terakhir, industri perkulitan Indonesia kini mulai membaik, ini dapat dilihat dari nilai ekspor tahun 2005 yang mencapai 102,8 juta dollar AS, dan naik menjadi 139,6 juta dollar AS dan sampai bulan september tahun 2007 nilai ekspor mencapai 135,9 juta dollar AS. Masa-masa sulit yang dihadapi industri perkulitan itu bisa disebabkan berbagai faktor, antara lain karena kurang tegasnya pemerintah dalam membuat aturan yang melarang ekspor kulit mentah dan setengah jadi. Sementara impor bahan baku kulit sempat berkurang akibat isu penyakit pada sapi.1

Tabel 1. Perkembangan Ekspor Kulit Olahan Indonesia Tahun 2000-2007

Tahun Ekspor (juta US $) Pertumbuhan (%)

2002 68,5 -

2003 70,3 2.62

2004 79,5 13.09

2005 102,8 29.31

2006 139,6 35.80

2007 135,9* -

* Periode Januari – September 2007 Sumber : Badan pusat Statistik,2007

I.2. Perumusan Masalah

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia dari mulai tahun 1997 dan sampai saat ini terus berlanjut, membuat para manajemen pada perusahaan- perusahaan bekerja keras untuk dapat bertahan. Banyak perusahaan yang berhasil bertahan dengan berbagai cara, seperti meningkatkan efisiensi disegala bidang, antara lain melakukan diversifikasi produk, brand extension dan salah satunya ialah dengan optimalisasi persediaan bahan baku.

PT. Mastrotto Indonesia bergerak dalam pengolahan kulit untuk kebutuhan industri otomotif (jok mobil) dan furnitur. Bahan baku utamanya antara lain grain dan split. Perusahaan ini memiliki persediaan dengan kuantitas yang besar. Kuantitas yang besar akan mengakibatkan jumlah investasi dan modal yang

1 Industri Kulit Bangkit Lagi. http://www.pikiranrakyat.com

(19)

besar terutama biaya di gudang. Perusahaan sendiri telah melakukan pengendalian bahan bakunya untuk menghindari investasi atau opportunity cost yang terlalu besar. Salah satunya dengan melaksanakan pengendalian persediaan bahan bakunya dengan tenaga ahli spesialis PPIC (Production Planning and Inventory Control), yang secara khusus bertugas dalam perencanaan produksi dan pengendalian persediaan. Biaya penyimpanan dan pemesanan juga menjadi pertimbangan yang cukup penting bagi perusahaan dalam pengendalian bahan bakunya.

Permasalahan manajemen produksi dan persediaan yang dihadapi PT.

Mastrotto Indonesia saat ini tidak jauh berbeda dengan perusahaan penyamakan kulit lainnya, yaitu mengenai penyediaan bahan baku. Bahan baku kulit sapi yang digunakan yaitu grain dan split, kesemuanya menggunakan bahan baku impor.

Meskipun pemasok kedua bahan baku tersebut dapat diandalkan, artinya proses pengiriman barang jarang sekali terlambat dan jumlah pesanan yang diantar selalu sama dengan jumlah yang dipesan. Namun, PT. Mastrotto Indonesia harus tetap senantiasa memperhatikan biaya persediaan, karena harga barang yang relatif mahal dan jumlahnya yang sangat besar akan sangat berpengaruh pada kelancaran pengadaan bahan baku impor dan proses produksi akibat dari biaya persediaan yang tinggi.

Perhitungan pengendalian persediaan bahan baku harus benar-benar dilakukan dengan tepat dan cermat, mengingat biaya-biaya yang ditimbulkan sebagai akibat adanya aktivitas persediaan. Jika sistem pengendalian yang diterapkan kurang tepat dapat mengakibatkan pemborosan dan tingginya biaya persediaan yang dikeluarkan. Oleh karena itu, upaya perusahaan dalam penentuan kapan pemesanan, berapa kuantitas bahan baku yang dibutuhkan dan berapa persediaan bahan baku yang harus ada selama produksi berjalan perlu mendapatkan perhatian yang utama, untuk menuju suatu konsep pengendalian persediaan yang efektif dan efisien dengan biaya persediaan minimum.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana sistem pengadaan bahan baku yang dilakukan perusahaan ?

(20)

2. Bagaimana sistem pengendalian persediaan bahan baku yang selama ini dilakukan perusahaan ?

3. Apakah ada alternatif metode pengendalian persediaan bahan baku yang optimal bagi perusahaan dalam rangka mencapai biaya minimum ?

I.3. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan perumusan masalah diatas tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis apakah PT. Mastrotto Indonesia telah melakukan pengendalian

persediaan bahan bakunya secara optimal, sehingga diperoleh biaya pemesanan dan penyimpanan yang minimum.

2. Menyusun alternatif metode pengendalian persediaan bahan baku bagi perusahaan yang lebih baik.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana bagi penulis untuk mengaplikasikan ilmu secara langsung yang diperoleh selama kuliah.

2. Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan bisa memberi masukan dan sumber pemikiran baru dibidang produksi perusahaan menyangkut dalam kebijakan persediaan bahan baku yang optimal.

(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Persediaan

2.1.1 Definisi Persediaan

Pengertian persediaan menurut Kusuma (2001) adalah barang yang disimpan untuk digunakan atau dijual pada periode mendatang. Persediaan dapat berbentuk bahan baku yang disimpan untuk diproses, komponen yang diproses, barang dalam proses manufaktur, dan barang jadi yang disimpan untuk dijual.

Sedangkan menurut Indrajit dan Pranoto (2003) pengertian dari persediaan adalah sejumlah material yang disimpan dan dirawat menurut aturan tertentu dalam tempat persediaan agar selalu dalam keadaan siap pakai dan dicatat dalam buku perusahaan. Setiap perusahaan selalu mengadakan persediaan, karena tanpa adanya persediaan, para pengusaha akan dihadapkan pada risiko perusahaan yang pada suatu waktu tidak dapat memenuhi keinginan pelanggan yang memerlukan barang hasil produksi. Akibatnya pelanggan dapat berpindah ke perusahaan lain yang memproduksi barang sejenis. Keadaan seperti ini harus dihindari oleh setiap perusahaan, jika perusahaan tidak ingin kehilangan kesempatan untuk memperoleh keuntungan. Jadi, persediaan ini sangat penting artinya bagi setiap perusahaan, terutama yang menghasilkan barang (Assauri, 1999).

Menurut Handoko (2000) persediaan adalah segala sesuatu atau sumberdaya-sumberdaya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan. Pengendalian persediaan merupakan fungsi manajerial yang sangat penting, karena mayoritas perusahaan melibatkan investasi besar pada aspek ini (20 persen sampai 60 persen). Jumlah investasi yang sedemikian besar ini menjanjikan dilemma sendiri bagi perusahaan. Apabila persediaan dilebihkan maka akan mengakibatkan biaya penyimpanan . selain itu modal yang diperlukan juga akan bertambah, dimana semestinya modal tersebut dapat diinvestasikan pada sector lain yang lebih menguntungkan (opportunity cost). Sebaliknya bila persediaan dikurangi, suatu ketika bisa mengalami stock out (kehabisan barang).

Bila perusahaan tidak memiliki persediaan yang mencukupi, biaya pengadaan

(22)

darurat akan lebih mahal. Dampak lain, mungkin kosongnya barang di pasaran dapat membuat konsumen kecewa dan lari ke merek lain.

Menurut Russel dan Taylor (2003) pengertian dari persediaan adalah berbagai stock barang-barang yang disimpan oleh organisasi untuk memenuhi permintaan pelanggan internal maupun eksternal. Sebenarnya semua perusahaan selalu memelihara berbagai macam persediaan. Sebagian besar orang beranggapan bahwa persediaan hanyalah berupa produk akhir yang menunggu untuk dijual kepada konsumen, padahal produk jadi hanyalah satu bentuk dari persediaan.

Rangkuti (2002) berpendapat bahwa persediaan merupakan salah satu unsur paling aktif dalam operasi perusahaan yang secara kontinu diperoleh, diubahn kemudian dijual kembali. Persediaan yang diadakan mulai dari bahan baku sampai barang jadi berguna untuk :

1. menghilangkan risiko keterlambatan datangnya barang;

2. menghilangkan risiko barang yang rusak;

3. mempertahankan stabilitas operasi perusahaan;

4. mencapai penggunaan mesin yang optimal;

5. memberi pelayanan yang sebaik-baiknya bagi konsumen.

2.1.2. Biaya-biaya Persediaan

Menurut Rangkuti (2002), untuk pengambilan keputusan penentuan besarnya jumlah persediaan, biaya-biaya variabel berikut ini harus dipertimbangkan :

a. Biaya penyimpanan (holding costs atau carrying costs)

Terdiri atas biaya-biaya yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas persediaan. Biaya penyimpanan per periode akan semakin besar apabila kuantitas bahan yang dipesan semakin banyak atau rata-rata persediaan semakin tinggi.

Biaya-biaya yang termasuk sebagai biaya penyimpanan ialah :

1. Biaya fasilitas-fasilitas penyimpanan (termasuk penerangan, pendingain ruangan, dan sebagainya).

2. Biaya modal (opportunity cost of capital) yaitu alternatif pendapatan atas dana yang diinvestasikan dalam persediaan.

(23)

3. Biaya keusangan

4. Biaya penghitungan fisik 5. Biaya asuransi persediaan 6. Biaya pajak persediaan

7. Biaya pencurian, pengrusakan atau perampokan 8. Biaya penanganan persediaan dan sebagainya

Biaya-biaya tersebut diatas merupakan variabel apabila bervariasi dengan tingkat persediaan. Apabila biaya fasilitas penyimpanan (gudang) tidak variabel, tetapi tetap. Maka tidak dimasukkan dalam biaya penyimpanan per unit. Biaya penyimpanan persediaan biasanya berkisar antara 12 sampai 40 persen dari biaya atau harga barang. Untuk perusahaan-perusahaan manufakturing biasanya, biaya penyimpanan rata-rata secara konsisten sekitar 25 persen.

b. Biaya pemesanan atau pembelian (ordering costs atau procurement costs) Biaya-biaya ini meliputi :

1. Pemrosesan pesanan dan biaya ekspedisi 2. Upah

3. Biaya telepon

4. Pengeluaran surat-menyurat

5. Biaya pengepakan dan penimbangan 6. Biaya pemeriksaan (inspeksi) penerimaan 7. Biaya pengiriman ke gudang

8. Biaya utang lancar dan sebagainya.

Pada umumnya, biaya perpesanan (diluar biaya bahan dan potongan kuantitas) tidak naik apabila kuantitas pesanan bertambah besar. Tetapi, apabila semakin banyak komponen yang dipesan setiap kali pesan, jumlah pesanan per periode turun, maka biaya pemesanan total akan turun. Ini berarti, biaya pemesanan total per periode (tahunan) sama dengan jumlah pesanan yang dilakukan setiap periode dikalikan biaya yang harus dikeluarkan setiap kali pesan.

(24)

c. Biaya penyiapan (manufacturing) atau set-up cost.

Hal ini terjadi apabila bahan-bahan tidak dibeli, tetapi diproduksi sendiri

“dalam pabrik” perusahaan, perusahaan menghadapi biaya penyiapan (set-up costs) untuk memproduksi komponen tertentu.

Biaya-biaya ini terdiri dari :

1. Biaya mesin-mesin menganggur 2. Biaya persiapan tenaga kerja langsung 3. Biaya penjadwalan

4. Biaya ekspedisi dan sebagainya

Seperti halnya biaya pemesanan, biaya penyiapan total per periode sama dengan biaya penyiapan dikalikan jumlah penyiapan per periode.

d. Biaya kehabisan atau kekurangan bahan (shortage costs)

Adalah biaya yang timbul apabila persediaan tidak mencukupi adanya permintaan bahan. Biaya-biaya yang termasuk biaya kekurangan bahan adalah sebagai berikut :

1. Kehilangan penjualan 2. Kehilangan pelanggan 3. Biaya pemesanan khusus 4. Biaya ekspedisi

5. Selisih harga

6. Terganggunya operasi

7. Tambahan pengeluaran kegiatan manajerial dan sebagainya.

Biaya kekurangan bahan baku sulit diukur dalam pabrik, terutama karena kenyataannya biaya ini sering merupakan opportunity cost yang sulit diperkirakan secara objektif.

2.1.3 Pengendalian Persediaan

Menurut Kusuma (2004), terdapat beberapa keadaan yang memerlukan perhatian lebih, misalkan jika besaran yang digunakan dalam rencana jumlah persediaan ideal berubah maka solusi optimalnya juga berubah. Selanjutnya perlu dibahas penerapan konsep pengendalian persediaan dalam kegiatan actual perusahaan.

(25)

2.2 Evaluasi akibat perubahan ongkos

Model perencanaan persediaan dikembangkan dengan didasarkan atas ongkos yang relatif tetap. Perlu diperhatikan perubahan elemen ongkos terhadap jumlah pesanan maupun produksi ekonomis. Karena EOQ/EPQ berbanding lurus dengan akar D (kebutuhan) dan O (ongkos pesan/setup), jika terjadi peningkatan kebutuhan atau ongkos pesan, maka EOQ/EPQ ikut naik; dan demikian pula sebaiknya. Karena EOQ/EPQ berbanding terbalik dengan akar biaya modal, ongkos kirim dan harga bahan, jika terjadi kenaikan biaya modal, ongkos simpan maupun harga bahan maka akan menurunkan jumlah EOQ/EPQ.

Perubahan harga menjadikan jumlah pesanan bahan atau produksi komponen berubah. Untuk itu diperlukan suatu alat pemantau sehingga perubahan harga dapat diikuti segera dengan perubahan EOQ/EPQ. Dalam hal besaran yang cepat berubah, misalnya harga bahan, beberapa ahli menyarankan untuk menggunakan analisis sensitivitas. Pada kondisi ini ditetapkan batas perubahan harga bahan yang harus diikuti oleh tindakan. Jika perubahan harga bahan belum melampaui ambang batas maka tidak dilakukan tindakan apa-apa. Penyesuaian baru dilakukan jika perubahan harga bahan telah melewati ambang batas.

2.3 Sistem Persediaan Tepat Waktu (Just-in-Time Inventory System)

Sistem persediaan tepat waktu (JIT) digunakan jika perusahaan hanya memproduksi atas dasar permintaan tanpa memanfaatkan tersedianya persediaan dan tanpa menanggung biaya persediaan. Setiap operasi hanya memproduksi untuk memenuhi permintaan dari operasi berikutnya. Produksi tidak akan terjadi sebelum ada tanda dari proses selanjutnya yang menunjukkan permintaan produksi. Just-in-Time merupakan usaha untuk mengurangi waktu penyimpanan (storage time) yang merupakan salah satu akibat dari aktivitas bukan penambah nilai (non-value added activities). Syarat penggunaan JIT adalah adanya rencana kapasitas yang seragam, teknologi, pengendalian kualitas atas sumber bahan baku (pemasok), mengurang waktu set up dan pemasok lokal yang dekat (Assauri, 1993).

(26)

2.4 Istilah-istilah dalam industri penyamakan kulit

Ada banyak istilah yang dipergunakan dalam industri penyamakan kulit diantaranya adalah :

1. Aniline

Bahan celup transparan yang digunakan untuk kulit yang bagus, yang akan menyebar ke seluruh bagian kulit yang me-nimbulkan penetrasi yang bagus ke dalam kulit.

2. Aniline Leather

Kulit yang telah dicelup hanya dengan bahan celup aniline transparan.

3. Buffing

Proses pengamplasan yang menghaluskan tonjolan ataupun lubang tanpa mempengaruhi karakter alami dari kulit.

4. Chemical Tan

Proses penyamakan dengan alum atau chrome.

5. Chrome

Bahan kimia penyamak yang sangat bagus.

6. Cowhide

Kulit mentah dari seekor sapi dewasa antara 45-60 kaki persegi.

7. Degreasing

Proses membuang lemak dan minyak dari kulit mentah.

8. Dehair

Proses membuang bulu dari kulit mentah menggunakan bahan kimia alkali.

9. Deliming

Proses merendam kulit untuk netralisasi alkali dengan meng-gunakan bahan acid lemah.

10. Drum Dyeing (Vat Dyeing)

Untuk menjamin penetrasi bahan celup secara penuh, kulit dimasukkan ke dalam bahan celup dan diputar-balik di dalam drum baja.

11. Dubbin

Suatu bahan campuran lemak dan minyak yang digunakan untuk menghaluskan kulit.

(27)

12. Embossing

Corak kulit luar buatan manusia yang bersifat permanen, ditambahkan melalui proses pemanasan dan tekanan terhadap kulit mentah bagian luar yang diperbaiki. Suatu proses dengan stamping yang akan memperbaiki tekstur kulit luar yg dirubah oleh proses buffing.

13. Finishing

Suatu proses yang terjadi setelah pencelupan pertama seperti embossing atau buffing. Sebagai tambahan, untuk membuat kulit lebih tahan lama, bahan pewarna dapat diterapkan untuk menahan pengikisan selain untuk pengayaan warna. Proses ini biasanya memerlukan tiga atau empat pengerjaan coating.

Semakin jadi suatu kulit maka akan semakin kaku. Kulit yang dicelup dengan aniline atau vat akan lebih lembut dibanding kulit jadi, meskipun ini bisa diatasi dengan proses milling. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi kelembutan termasuk kualitas tannin dan aniline yang digunakan. Pengerjaan paska-penyamakan seperti : dyeing, rolling, pressing, lackuering, antiquing, waxing, buffing, embossing, glazing, waterproofing, or flame proofing.

14. Fleshing

Juga disebut sebagai trimming atau siding, adalah metode pembuangan lemak, daging serta tulang muda dari kulit mentah sebagai persiapan untuk penyamakan. Alat-alat yang digunakan seperti pisau dan fleshing beam.

15. Flesh Side

Bagian dari kulit mentah yang sebelumnya menempel dengan kerangka hewan.

16. Full Aniline

Kulit jadi yang telah dicelup dengan aniline tak punya zat warna, sehingga tanda-tanda alami tetap terpelihara.

17. Furs

Kulit mentah yang disamak tanpa membuang rambut atau bulu.

18. Glazing

Juga disebut Top Coating. Penggunaan resin polyurethane yang transparan sebagai lapisan pelindung untuk kulit yang membuat kulit menjadi sangat mengkilap.

(28)

19. Grain

Bagian luar dari kulit. Pori-pori dan corak kerutan yang khas dari kulit. Bisa alami juga bisa diemboss.

20. Hide

Kulit keseluruhan dari sapi atau hewan besar lainnya.

21. Kip

Kulit dari anak sapi atau sapi kecil.

22. Milling

Kulit yang disamak diputarbalikkan di dalam drum menggunakan panas dan air untuk menghaluskan grain.

23. Mineral Tanned

Kulit yang disamak dengan sejumlah bahan mineral, utamanya chrome garam, alumunium dan zirconium.

24. Neck Wrinkles

Kerutan alami di kulit bagian leher dan bahu.

25. Nude Finish

Kulit yang dicelup vat tapi memiliki sedikit atau tanpa bahan finish pelindung.

26. Pelt

Kulit dengan bulu yang masih belum disamak.

27. Pickling

Proses yang menggunakan garam dan asam untuk mengawetkan kulit mentah hingga enam bulan.

28. Pure Aniline

Kulit yang menerima pewarnaan hanya dari bahan celup.

29. Rawhide

Kulit mentah yang sudah dicabuti bulunya dan dibersihkan yang belum disamak.

30. Semi Aniline

Kulit yang sedikit ditingkatkan dan dicelup aniline yang ditutup dengan suatu lapisan yang nyata untuk menjamin konsistensi warna dan memberikan perlindungan terhadap noda.

(29)

31. Skinning

Proses pengulitan hewan mati.

32. Slicking Out

Proses mengikis permukaan kulit untuk membuang sisa air dan minyak dan membuang kerutan.

33. Snuff

Pengamplasan secara halus terhadap permukaan kulit.

34. Splitting Shaving Process

Setelah kulit mentah disamak dan sisa-sisa embun dibuang, kulit dimasukkan ke dalam mesin yang memotong kulit menjadi bagian top grain dan lapisan split. Setelah splitting, kulit diletakkan di mesin lain untuk meratakan ketebalannya.

35. Sulfuric Acid

Bahan yang digunakan untuk pickling dan tanning.

36. Tannic Acid

Bahan active yang terdapat dalam intisari sayuran yang digunakan untuk mengubah kulit mentah (hide dan skin) menjadi kulit (leather).

37. Tanning

Seni pembuatan leather dari kulit mentah yang sesungguhnya pengawetan hide dan penyiapan untuk menyerap bahan celupan. Hal ini dapat dilakukan melalui proses kimia di dalam vat atau drum yang besar.

38. Tanning agents

Kulit masa ini disamak dengan chromium sulphate yang mudah larut. Bahan sintetis serta bahan sayuran dari tumbuhan dan pepohonan juga mungkin digunakan sebagai kombinasi.

39. Top Coat

Resin yang digunakan kepada kulit sebagai lapisan untuk membuat kulit sangat mengkilap.

40. Top Grain

Ketika suatu kulit dibelah, Top Grain adalah lapisan paling atas atau lapisan sel berambut dari kulit yang memiliki grain yang alami. Dapat diperbaiki dengan pengamplasan atau buffing dan dilindungi dengan top coating.

(30)

2.5 Jenis-jenis Kulit Jadi

Berbagai macam kulit hewan baik sapi, kerbau, kambing dan domba pada dasarnya dapat dibuat menjadi kulit-kulit dibawah ini.

1. Full Grain/Full Top Grain Leather

Dikatakan demikian bila tidak diratakan atau tidak dihaluskan pada bagian atasnya. Jadi ketika bagian luar kulit secara utuh masih alami dipertahankan selama proses penyamakan dinamakan Full Grain Leather.

2. Corrected Grain Leather

Kulit yang memiliki permukaan tambahan/buatan yang diemboss ke dalamnya setelah dihaluskan lebih bagian luar kulit yang kurang bagus.

3. Nappa Leather

Mulanya hanya kulit domba yang dinamakan Nappa. Tetapi belakangan ini kata ‘Nappa’ menjadi istilah kulit lain yang berarti ‘lembut’ seperti kulit sapi Nappa.

4. Patched Leather

Setelah kulit disamak, dicelup dan melalui proses akhir (finishing) sesuai keinginan, pengrajin yang terlatih kemudian memilih kulit yang cocok dalam warna dan teksturnya. Masing-masing lembaran kulit kemudian dipotong dengan tanganke dalam ukuran yang berbeda-beda, lalu dijahit ke dalam corak-corak berbentuk mosaik menjadi produk akhir yang berbeda dari lainnya.

5. Patent Leather

Ketika kulit sapi dikerjakan dengan bahan akhir yang protektif seperti cat acrylic atau bahan tahan air untuk memproduksi hasil akhir yang sangat mengkilap.

6. Nubuck Leather

Kulit aniline penuh yang telah dihaluskan/diratakan untuk menciptakan bintik (naps). Nubuck termasuk Top Grain Leather sehingga tak bisa dikategorikan sebagai Split atau Suede. Permukaan kulit aniline Nubuck disikat untuk menciptakan tekstur seperti beludru, sehingga seringkali dikira suede. Suede adalah bagian dalam dari potongan kulit, sedangkan Nubuck adalah efek yang timbul dari pengerjaan di bagian luar kulit.

(31)

7. Suede Leather

Ketika kulit difinish melalui penghalusan dengan roda emory untuk menciptakan suatu permukaan yang berbintik (naps). Suede terbuat dari lapisan yang dipisahkan dari bagian top grain suatu kulit.

8. Pull-up Leather

Kulit yang memperlihatkan efek warna meretak bila kulit ditarik ketat. Kulit ini menggunakan bahan celup full aniline, dan sebagai tambahan memiliki sejenis minyak dan/atau wax aplikasi, yang menyebabkan warna menjadi terlihat lebih muda ketika kulit ditarik.

2.6 Penelitian Terdahulu

Analisis tentang pengendalian persediaan bahan baku telah banyak dilakukan. Berbagai model digunakan untuk menganalisis dan menigkatkan optimalisasi persediaan sehingga dapat meminimisasi biaya persediaan.

Suprehatin (2002), melakukan penelitian tentang sistem pengadaan dan persediaan bahan baku rotan. Analisis dilakukan dengan menggunakan metode MRP terdiri dari teknik LFL, EOQ dan teknik PPB. Berdasarkan perbandingan pengendalian persediaan antara metode perusahaan dengan ketiga teknik tersebut, diperoleh hasil bahwa metode perusahaaan relatif lebih besar mengeluarkan biaya persediaannya dibandingkan dengan ketiga metyode MRP tersebut. Secara keseluruhan berdasarkan analisis perbandingan dan analisis penghematan antar metode MRP, teknik PPB bisa direkomendasikan sebagai alternatif pengendalian persediaan bahan baku bagi perusahaan.

Kurniasari (2000), melakukan penelitian di PT Indricipta Aditama yang bergerak dibidang usaha produksi sepatu kulit, menganalisis system pengendalian bahan baku menggunakan MRP derngan tiga teknik yaitu LFL, EOQ dan PPB.

Kesimpulan dari hasil penelitian ini dengan penerapan metode MRP pada perusahaan dapat menghemat jumlah dan biaya pembelian serta pemesanannya.

Dari hasil perbandingan teknik yang digunakan, total biaya persediaan yang dapat dihemat adalah 74% dengan menggunakan teknik LFL, 49,2 % dengan EOQ dan 69% dengan teknik PPB.

(32)

Widyastuti (2001), melakukan penelitian tentang system pengendalian persediaan bahan baku susu kental manis di PT Indolakto, Sukabumi memperoleh hasil bahwa system pengendalian persediaan bahan baku yang dilakukan oleh perusahaan selama ini berdasarkan pengalaman pada masa lampau dimana perusahaan belum menggunakan metode yang khusus seperti EOQ, MRP atau Just in Time (JIT), salah satu cara yang dilakukan oleh perusahaan dalam hal ini adalah dengan control stock untuk masing-masing bahan baku. Penelitian ini memperoleh bahwa frequensi pemesanan yang optimal menurut metode EOQ adalah 85 kali, gula 72 kali dan Milk Powder 21 kali. persediaan pengaman yang ditetapkan oleh perusahaan juga melebihi persediaan pengaman yang optimal, sehingga biaya penyimpanan tidak optimal.

Dari hasil-hasil penelitian terdahulu dapat diketahui bahwa tidak ada yang selalu menjadi metode terbaik, karena metode terbaik tersebut dapat diketahui dengan cara membandingkan antar metode-metode, sehingga akhirnya diketahui metode yang tepat bagi perusahaan, tergantung situasi dan kondisi perusahaan.

Perbedaan penelitian ini dengan sebelumnya adalah dari jenis bahan baku yang digunakan, jenis produk yang dihasilkan. Pada prinsipnya sama, tetapi tergantung dari kondisi perusahaan, selain dipengaruhi oleh kapasitas produksinya juga kebijaksanaan manajemen dalam menjalankan perusahaannya, sehingga metode dengan teknik LFL dan EOQ hasilnya tidak mutlak selalu sama.

(33)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis adalah suatu kerangka yang berisi teori-teori yang sesuai dengan pokok permasalahan yang dibahas. Teori-teori yang dibahas dalam bab ini adalah mengenai klasifikasi persediaan, fungsi-fungsi bahan baku serta model-model dalam pengendalian persediaan bahan baku.

3.1.1 Teori Permintaan

Menurut Sukirno (2005) menerangkan bahwa teori permintaan menerangkan tentang ciri hubungan antara jumlah permintaan dan harga.

Permintaan individu atau suatu perusahaan terhadap suatu barang ditentukan oleh banyak faktor. Diantara faktor-faktor tersebut yang paling penting adalah :

1. Harga barang itu sendiri

2. Harga barang lain yang berkaitan erat dengan barang tersebut 3. Pendapatan rumah tangga dan pendapatan rata-rata masyarakat 4. Corak distribusi pendapatan dalam masyarakat

5. Cita rasa masyarakat 6. Jumlah penduduk

7. Ramalan mengenai keadaan di masa yang akan datang

Dalam analisis ekonomi dianggap bahwa permintaan suatu barang terutama dipengaruhi oleh tingkat harganya. Tetapi, dengan asumsi yang dinyatakan ini, tidaklah berarti mengabaikan faktor-faktor yang lain. Tetap diperlukan analisis bagaimana permintaan suatu barang dipengaruhi oleh berbagai faktor lainnya, diantaranya adalah peramalan permintaan untuk masa yang akan datang.

(34)

P S

D2

D1

Q1 Q2 Q

Gambar 1. Kurva Peningkatan Permintaan Konsumen

Ketika penjualan produk dari suatu perusahaan meningkat, maka hal tersebut mencerminkan bahwa meningkatnya jumlah permintaan dari konsumen.

Sehingga merupakan peluang bagi perusahaan untuk memenuhi permintaan konsumen tersebut. Hal ini menyebabkan perusahaan harus memiliki persediaan produk di gudang dan melakukan perencanaan kebutuhan produk tepat waktu.

Tetapi, seperti di tunjukkan pada gambar 1 di atas, perusahaan harus cermat untuk menyediakan persediaan tersebut, agar jangan sampai terlalu banyak (menimbulkan biaya tambahan) dan jangan terlalu sedikit (pelayanan konsumen terganggu) termasuk didalamnya adanya persediaan untuk mengantisipasi apabila terjadinya excess demand.

3.1.2 Klasifikasi Persediaan

Menurut Indrajit dan Pranoto (2003) barang persediaan dapat dibagi atas beberapa jenis atau klasifikasi. Sekurang-kurangnya ada enam klasifikasi utama, yaitu

1. Bahan baku (raw material)

Bahan mentah yang belum diolah, yang akan diolah menjadi barang jadi, sebagai hasil utama dari perusahaan yang bersangkutan.

P1 P2

Kuantitas Ha

r g a

(35)

2. Barang setengah jadi (semi finished product)

Hasil olahan bahan mentah sebelum menjadi barang jadi, yang sebagian akan diolah lebih lanjut menjadi barang jadi, dan sebagian kadang-kadang dijual seperti apa adanya untuk menjadi bahan baku perusahaan lain.

3. Barang jadi (finished product)

Barang yang sudah selesai diproduksi atau diolah, yang merupakan hasil utama perusahaan yang bersangkutan dan siap untuk dipasarkan/dijual.

4. Barang umum dan suku cadang (general materials and spare parts)

Segala jenis barang atau suku cadang yang digunakan untuk operasi menjalankan perusahaan/pabrik dan untuk memelihara peralatan yang digunakan. Seringkali barang persediaan jenis ini disebut juga barang pemeliharaan, perbaikan, dan operasi, atau MRO materials (maintenance, repair and operation).

5. Barang untuk proyek (work in progress)

Barang-barang yang ditumpuk menunggu pemasangan dalam suatu proyek baru.

6. Barang dagangan (commodities)

Barang yang dibeli, sudah merupakan barang jadi dan disimpan di gudang menunggu penjualan kembali dengan keuntungan tertentu.

Sedangkan menurut Handoko (2000), persediaan mempunyai beberapa jenis, yaitu 1. Persediaan bahan mentah (raw materials)

Persediaan barang-barang berwujud seperti baja, karet, kayu dan komponen- komponen lainnya yang digunakan dalam proses produksi. Bahan mentah dapat diperoleh dari sumber-sumber alam atau dibeli dari para supplier dan atau dibuat sendiri oleh perusahaan untuk digunakan dalam proses produksi selanjutnya.

2. Persediaan komponen-komponen rakitan (phurcased parts components) Persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang diperoleh dari perusahaan lain, dimana secara langsung dapat dirakit menjadi suatu produk.

3. Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies)

Persediaan barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi

(36)

tidak merupakan bagian atau komponen barang jadi.

4. Persediaan barang dalam proses (work in process)

Persediaan barang-barang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses produksi atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih perlu diproses lebih lanjut menjadi barang jadi.

5. Persediaan barang jadi (finished goods)

Persediaan barang-barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual atau dikirim kepada pelanggan.

3.1.2 Fungsi-fungsi persediaan

Fungsi persediaan sangat penting bagi perusahaan karena persediaan dapat menjadi jalan keluar untuk menghindari penyerahan barang yang tidak tepat waktu, yang bisa saja disebabkab oleh kejadian tak terduga pada produksi dan estimasi permintaan pasar yang tidak akurat. Menurut Rangkuti (2002) fungsi- fungsi dari persediaan adalah :

1. Fungsi “Decoupling”

Fungsi ini merupakan persediaan yang memungkinkan perusahaan dapat memenuhi permintaan pelanggan tanpa tergantung pada supplier, persediaan bahan mentah diadakan agar perusahaan tidak akan sepenuhnya tergantung pada pengadaannya dalam hal kuantitas dan waktu pengiriman. Persediaan barang dalam proses diadakan agar departemen-departemen dan proses- proses individual perusahaan terjaga “kebebasannya”. Persediaan barang jadi diperlukan untuk memenuhi permintaan produk yang tidak pasti dari para pelanggan. Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat diperkirakan atau diramalkan disebut fluctuacion stock.

2. Fungsi “Economic Lot Sizing”

Persediaan lot size ini perlu mempertimbangkan penghematan atau potongan pembelian, biaya pengangkutan per unit menjadi lebih murah dan sebagainya. Hal ini disebabkan perusahaan melakukan pembelian dalam

(37)

kuantitas yang lebih besar dibandingkan biaya-biaya yang timbul karena besarnya persediaan (biaya sewa gudang, investasi, risiko dan sebagainya).

3. Fungsi Antisipasi

Apabila perusahaan menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diperkirakan dan diramalkan berdasar pengalaman atau data-data masa lalu, yaitu permintaan musiman. Dalam hal ini perusahaan dapat mengadakan persediaan musiman (seasional inventories).

Di samping itu, perusahaan juga sering menghadapi ketidakpastian jangka waktu pengiriman dan permintaan barang-barang selama periode tertentu.

Dalam hal ini perusahaan memerlukan persediaan ekstra yang disebut persediaan pengaman (safety stock/ inventories).

3.1.3 Material Requirement Planning (MRP)

Material Requirement Planning (MRP) adalah suatu sistem perencanaan dan penjadwalan kebutuhan material untuk produksi yang memerlukan beberapa tahapan proses atau dengan kata lain adalah suatu rencana produksi untuk sejumlah produk yang diterjemahkan ke bahan mentah yang dibutuhkan dengan memerlukan waktu ancang-ancang sehingga dapat ditentukan kapan dan berapa banyak komponen yang harus dipesan untuk produk yang akan dibuat.

Sistem pengendalian yang lebih sesuai untuk jenis-jenis barang yang menggambarkan permintaan yang tidak bebas adalah sistem rencana kebutuhan material (MRP) (Buffa dan Sarin, 1996). Berbeda dengan sistem persediaan tradisional yang mencoba untuk menyediakan persediaan setiap saat, sistem MRP merencanakan ukuran lot sehingga barang-barang tersebut tersedia saat dibutuhkan. MRP banyak memiliki kelebihan dalam menangani barang-barang dengan permintaan terikat, yaitu (Heizer dan Render, 1993):

1. Meningkatkan pelayanan dan kepuasan pelanggan 2. Meningkatkan kegunaan fasilitas dan tenaga kerja

3. Perencanaan dan penjadwalan persediaan yang lebih baik 4. Respon lebih cepat terhadap perubahan pasar

(38)

5. Mengurangi tingkat persediaan tanpa mengurangi pelayanan kepada pelanggan

Banyak teknik yang dapat digunakan dalam menentukan ukuran lot pada sistem MRP, berikut akan dibahas beberapa diantaranya :

3.1.3.1 Teknik Lot for Lot

Dalam teknik ini, perusahaan memesan tepat sebesar yang dibutuhkan tanpa persediaan pengaman dan tanpa antisipasi atas pesanan lebih lanjut.

Pesanan dilakukan sebesar kebutuhan bersih, yaitu kebutuhan kotor dikurangi persediaan yang ada di tangan pada periode-periode awal dan diharapkan pesanan akan diterima pada saat barang tersebut dibutuhkan. Karena model ini hanya memesan sebesar yang dibutuhkan, maka pada periode-periode berikutnya setelah persediaan awal dihabiskan tidak terdapat persediaan yang ada di tangan, sehingga kebutuhan kotor adalah sama dengan kebutuhan bersih yang kemudian dipesan dengan harapan akan diterima tepat pada waktunya (Buffa dan Sarin, 1996).

Teknik ini berusaha menghilangkan biaya penyimpanan persediaan yang dipegang melewati suatu persediaan. Tetapi teknik ini tidak dapat mengambil keuntungan ekonomis yang berhubungan dengan ukuran pesanan tetap seperti ukuran konteiner tetap dan prosedur-prosedur standar lainnya (seperti potongan pembelian dan jaminan kontinuitas pasokan bahan baku) karena kuantitas yang dibeli dalam jumlah kecil disesuaikan dengan kebutuhan bersihnya setiap periode.

3.1.3.2 Teknik Kuantitas Pesanan Ekonomis (EOQ Model)

Teknik Economic Order Quantity (EOQ) secara intuitif menarik karena meminimumkan biaya inkremental berkaitan dengan pengisian kembali sediaan.

a. Model EOQ Dasar (Basic EOQ Model)

Model EOQ ini relatif mudah digunakan, tetapi memiliki beberapa asumsi.

Asumsi yang sangat penting adalah (Heizer, J. dan B. Render, 1993):

1. Permintaan rata-rata bersifat kontinu dan konstan.

2. Waktu tenggang pasokan (suplai) konstan.

(39)

3. Setiap mata sediaan bersifat independen.

4. Harga beli dan parameter biaya pemesanan dan biaya penyimpanan konstan.

5. Jumlah pemesanan, EOQ sama dengan jumlah yang dikirim (delivery quantities).

Gambar 1. Biaya Total Sebagai Fungsi Dari Kuantitas Pemesanan Sumber : Heizer , J. dan B. Render, 1993.

Keterangan Gambar : Q : Jumlah per pesanan

Q* : Jumlah pemesanan optimum per pesanan D : Permintaan dalam unit untuk pemesanan S : Biaya pemesanan per pesanan

H : Biaya penyimpanan per unit per tahun

Tujuan dari sebagian besar model persediaan adalah meminimumkan total biaya persediaan. Dengan asumsi-asumsi tersebut di atas, biaya yang signifikan adalah biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Biaya-biaya lain adalah konstan, sehingga dengan meminimumkan jumlah biaya pemesanan dan penyimpanan dapat berarti meminimumkan biaya total.

Biaya

pemesanan (DS/Q)

Kuantitas Pemesanan Biaya

Kuantitas pemesanan optimal (Q*) Biaya total

minimum

Biaya persediaan

Biaya penyimpanan (QH/2)

(40)

Pada Gambar 1, titik kuantitas pemesanan optimum (Q ) terjadi pada saat kurva biaya pemesanan dan kurva biaya penyimpanan berpotongan (DS/Q = QH/2), sehingga

Q*= (2DS)/H

b. Model EOQ dengan Pengisian Tidak Sesaat, Production Order Quantity Dalam model persediaan yang telah dibahas di atas, sebelumnya kita selalu mengasumsikan bahwa seluruh pemesanan persediaan diterima dalam satu waktu. Perusahaan bisa saja menerima persediaan tersebut melebihi periode waktu yang telah ditentukan.

Oleh karena model ini lebih cocok untuk lingkungan produksi, maka sering dinamakan model kuantitas pemesanan produksi. Model ini berguna ketika perkembangan persediaan terus meningkat dan asumsi-asumsi EOQ tradisional valid.

Dengan menggunakan simbol-simbol di bawah ini. kita dapat mendeterminasi biaya penyimpanan persediaan selama produksi berjalan :

Q : Jumlah per pesanan

H : Biaya penyimpanan per unit per tahun p : rata-rata produksi per bulan

d : rata-rata permintaan per bulan, atau tingkat penggunaan t : Lama waktu produksi berjalan (Hari)

1. Biaya penyimpanan persediaan tahunan = tingkat persediaan rata-rata x H 2. Tingkat persediaan rata-rata = tingkat persediaan maksimum/2

3. Tingkat persediaan maksimum = total produksi selama produksi berjalan – total yang digunakan selama produksi berjalan = Pt -Dt

(41)

Karena Q = total produksi = pt, dan t = Q/p. Maka, Tingkat persediaan maksimum = p [Q/p] - d [Q/p] = 0

= Q-/p)Q = 0

= Q[l-/p]

4. Biaya penyimpanan persediaan = tingkat persediaan maksimum x H/2

= Q/2[ l-d/p]H

Q * p dapat digunakan untuk menentukan pemesanan optimum atau kuantitas produksi ketika persediaan diproduksi.

dimana : Q*p = 2DS/H

[

1−

(

d/p

) ]

Gambar 2. Perubahan Tingkat Persediaan Untuk representation Produksi.

Sumber : Heizer, J. dan B. Render, 1993.

c. Model EOQ dengan Pemesanan Kembali (EOQ Back Order Inventory) Asumsi dasar dari model ini adalah sama dengan model-model sebelumnya, tambahan adalah penjualan tidak akan hilang karena adanya kekurangan bahan baku. Beberapa variabel yang bisa digunakan ialah :

Persediaan maksimum

Permintaan

waktu

t

(42)

Q : Kuantitas per pesanan D : Permintaan dalam unit

H : Biaya penyimpanan per unit per unit per tahun S : Biaya pemesanan per pesanan

B : Biaya "back-ordering" per unit per tahun b : Unit yang ada setelah pesanan kembali terpenuhi Q-b : Jumlah pemesanan kembali {back-ordering)

Kita bisa menggunakan kalkulus untuk menentukan Q* dan b*

Q* = Jumlah pesanan optimum dalam unit

= 2DS/H

[

(H+B)B

]

(b)

= Unit yang ada setelah pemesanan kembali

=

[

2DS/H

][

(B+H)H

]

atau b* = Q [B/(B+H)]

Sehingga Q*- b = Jumlah optimum pesanan kembali dalam unit

= Q* - Q* [B/(B+H)]

Gambar 3. Perubahan Persediaan Sepanjang Waktu dengan Pemesanan kembali Sumber : Heizer, J. dan B. Render, 1993.

Persediaan di tangan maksimum

Pemesanan Kembali maksimum Tingkat Persediaan (unit)

(43)

Keterangan gambar :

Q : Kuantitas pesanan dalam unit

b : Kuantitas yang ada setelah pesanan kembali

d. Model EOQ dengan Potongan Kuantitas (EOQ, Quantity Discount Model) Potongan kuantitas merupakan pengurangan harga untuk barang yang dibeli dalam jumlah besar. Pesanan untuk kuatitas dengan potongan harga terbesar tidak selalu meminimumkan biaya, sebab pada saat potongan kuantitas meningkat, biaya produk menurun, tetapi penyimpanan meningkat.

Model-model EOQ di atas yang lebih logis diterapkan ialah model EOQ dengan Potongan Kuantitas, karena pada umumnya dengan pembelian yang besar, perusahaan seringkali memperoleh potongan kuantitas dari pemasok.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Kerangka operasional penelitian diawali dengan melihat permasalahan yang terjadi di perusahaan, kemudian mengidentifikasi kondisi perusahaan yang berkaitan dengan manajemen persediaan bahan baku. Untuk mengetahui bagaimana kebijakan yang ditetapkan perusahaan sehubungan dengan pembelian bahan baku dan rencana produksi pada periode tertentu. Beberapa hal yang terkait dalam pembelian yaitu jenis dan asal bahan baku, kualitas, volume pemakaian, waktu tunggu serta biaya persediaan yang meliputi biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Kedua biaya ini dipilih karena merupakan biaya yang dominan pada sebagian besar perusahaan terutama yang bergerak dibidang manufaktur/pabrik. Dengan data-data yang telah disebutkan di atas dapat dianalisis pengendalian persediaan bahan baku.

Pada analisis persediaan bahan baku kulit didasarkan pada dua golongan besar bahan baku, yaitu grain dan split. Grain adalah Bagian luar dari kulit sapi dan split adalah bagian dalam dari kulit. Selanjutnya untuk mengetahui apakah sistem persediaan bahan baku yang digunakan oleh perusahaan sudah optimal atau belum dengan biaya persediaan yang minimum, maka dilakukan analisis

(44)

pengendalian persediaan bahan baku kulit dengan metode yang digunakan perusahaan dan metode yang digunakan dalam penelitian, yaitu : Lot for Lot dan EOQ

Metode ini cocok digunakan untuk tipe permintaan terikat, selain itu juga metode ini mampu menghindari adanya pemborosan pembelian bahan baku secara berlebihan dan menghindari kekurangan persediaan, yang ada pada akhirnya memperlancar stabilitas kegiatan produksi perusahaan. Setelah diperoleh hasil dari ketiga metode MRP, kemudian dibandingkan dengan metode yang digunakan perusahaan. Analisis perbandingan meliputi perbandingan antar metode pada tiap jenis bahan baku kulit dan pada keseluruhan bahan baku kulit. Perbandingan antar ketiga metode bertujuan untuk memperoleh tingkat persediaan bahan baku yang optimal dengan biaya persediaan yang minimum.

Selanjutnya dilakukan analisis penghematan dengan menghitung selisih antara nilai pada metode alternatif dengan nilai metode perusahaan, kemudian hasilnya dibandingkan dengan nilai pada metode perusahaan,. Berdasarkan hasil analisis perbandingan dan analisis penghematan tersebut, kemudian ditentukan metode terbaik untuk direkomendasikan pada perusahaan sebagai alternatif sistem pengendalian persediaan yang efektif dan efisien. Secara ringkas alur kerangka pemikiran opersional persediaan bahan baku dapat dilihat pada gambar 4.

(45)
(46)

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di PT. Mastrotto Indonesia, yang terletak di Jalan Lintang Raya Kav IV dan V, Kawasan Industri Sentul, Bogor, Jawa Barat.

Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa perusahaan ini merupakan salah satu produsen kulit terbesar di dunia dan memiliki persediaan bahan baku dengan kuantitas yang sangat besar.

Pengumpulan data ini sendiri dilaksanakan pada bulan Januari 2008 sampai Maret 2008

4.2 Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data primer maupun data sekunder. Data primer didapatkan melalui suatu pengamatan langsung dan wawancara terhadap bagian-bagian tertentu di perusahaan yang terkait dengan penelitian guna mendapatkan data yang dibutuhkan, seperti Manajer HRD, Manajer produksi, Staff administrasi serta para Leader-leader di lapangan. Sementara itu data sekunder didapatkan dari laporan-laporan manajemen perusahaan terutama dari bagian PPIC (Production Planning and Inventory Control) diantaranya adalah laporan bulanan dan laporan tahunan perusahaan.

Laporan ini mengandung data kebutuhan bahan baku selama periode tertentu, data pemesanan yang mencakup frekuensi dan tenggang waktu pemesanan, biaya-biaya persediaan, dan data-data yang lainnya. Selain itu, data sekunder juga dapat diperoleh melalui sumber-sumber lain seperti literatur, hasil penelitian terdahulu, bahan pustaka, maupun dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan instansi yang terkait.

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini antara lain : 1. Data produksi dan penjualan

2. Sumber bahan baku

3. Data pemakaian bahan baku

4. Waktu tunggu pembelian bahan baku

(47)

5. Harga bahan baku 6. Biaya-biaya persediaan

7. Gambaran umum perusahaan seperti sejarah perusahaan, ketenagakerjaan, dan struktur organisasi

8. Target produksi PT. Mastrotto Indonesia

4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh mengenai sistem pengolahan bahan baku akan dianalisis secara kuantitatif dan kemudian akan diuraikan dalam bentuk deskriptif. Dalam melakukan analisis, data yang diperoleh akan ditabulasikan dan diolah secara matematis dengan menggunakan kalkulator dan program komputer. Data yang diperoleh dari hasil analisis tersebut lalu dibandingkan untuk mencari suatu alternatif metode yang tepat untuk diterapkan pada perusahaan menyesuaikan dengan kondisi perusahaan.

Dalam menganalisis pengendalian persediaan, maka langkah awal yang ditempuh yaitu mengidentifikasi kondisi perusahaan dalam melakukan manajemen pengendalian persediaan bahan bakunya. Selain itu, kebijakan- kebijakan perusahaan untuk produksi dan pembelian bahan baku patut diketahui.

Cara pemesanan dan besar pesanan selama ini juga harus dipertimbangkan. Perlu juga diketahui bagaimana kondisi pesanan pembelian antara perusahaan dan pemasok, kapasitas penyimpanan yang tersedia dan proses pencatatan bahan baku yang dilakukan.

Langkah selanjutnya adalah penentuan bahan baku pokok perusahaan yng akan sangat berguna dalam analisis pengendalian bahan baku. Hal ini dikarenakan dengan melakukan pengendalian persediaan atas bahan baku pokok akan berarti melakukan pengendalian atas biaya yang cukup besar.

(48)

4.4 Asumsi-Asumsi yang Digunakan

1. Besarnya bahan baku yang dipesan tersebut dapat memenuhi kebutuhan produksi sesuai kriteria yang diharapkan.

2. Analisis kuantitatif pada penelitian ini tidak memperhitungkan persediaan pengaman.

4.5 Analisis Kuantitatif Persediaan Bahan Baku 4.5.1 Biaya-Biaya Persediaan

Analisis yang dilakukan melibatkan berbagai jenis biaya yang terkandung dalam persediaan. Sebelumnya perlu ditentukan terlebih dahulu komponen- komponen biaya persediaan yang terjadi. Biaya persediaan yang dimaksud meliputi biaya persediaan bahan baku dan biaya penyimpanan bahan baku.

Adapun biaya pemesanan bahan baku adalah biaya-biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan pemesanan dan penerimaan bahan-bahan dari penjual, termasuk semua biaya administrasi penempatan dan penerimaan order, biaya penempatan pesanan (biaya telepon, faksimili, surat menyurat), biaya pengangkutan dan bongkar muat dan biaya pemeriksaan. Biaya pemesanan setahun dihitung dengan cara :

TC = F x C dimana : TC : Biaya pemesanan setahun

F : Banyak pesanan selama setahun C : Biaya pemesanan per pesanan

Biaya penyimpanan adalah biaya-biaya yang berkenaan dengan diadakannya persediaan. Biaya ini berhubungan dengan rata-rata persediaan yang

(49)

terdapat di gudang. Komponen biaya penyimpanan yaitu biaya gudang, upah, dan gaji pengawas dan karyawan gudang, biaya peralatan penanganan bahan di gudang (listrik dan air), biaya administrasi gudang, biaya asuransi atas persediaan yang dimiliki, pajak atas investasi dalam persediaan tersebut.

Biaya penyimpanan setahun dihitung dengan cara : Th =

= 12 1 i

tHi

dengan : tHi = Qri x h

Qri = (Qawi + Qaki) / 2 tHi = [(Qawi + Qaki) / 2] x h dimana : Th : Biaya penyimpanan setahun

tHi : Biaya penyimpanan per bulan Qri : Tingkat persediaan rata-rata bulan i h : Biaya penyimpanan / unit / bulan Qawi : Tingkat persediaan awal bulan i Qaki : Tingkat persediaan akhir bulan i

Volume pemakaian bahan baku menunjukkan besar permintaan bahan baku, yang termasuk salah satu variabel penentu dalam penentuan kuantitas pesanan optimal. Seluruh data tersebut didasarkan atas catatan-catatan historis perusahaan dan pendugaan berdasarkan informasi-informasi yang relevan.

4.5.2 Analisis Model Pengendalian Persediaan Bahan Baku

Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengendalian persediaan MRP yang termasuk ke dalam sistem rencana kebutuhan bahan.

Teknik yang digunakan untuk menentukan ukuran lot pada sistem MRP

Referensi

Dokumen terkait

Fenomena ini pun terjadi di daerah Aceh Tamiang khusus nya di Desa Seneubuk Punti, kecamatan Manyak Payed, Kabupaten Aceh Tamiang.Sebagaimana yang di ketahui bahwa masyarakat

Kemudian adanya suku bunga yang tidak menentu pada masing-masing koperasi sehingga seakan-akan prinsip kekeluargaan hilang dan seolah-olah menjadi lahan untuk mencari

Selama tahap pertumbuhan dan pembentukan tulang serta guna mencapai PBM, pria membutuhkan lebih banyak kalsium daripada wanita selama 20 tahun pertama kehidupan mereka

Konsumen pada segmen ini memperlihatkan tingkat pembelian ulang yang rendah tetapi mereka masih memiliki sikap yang positif terhadap penyedia jasa perbankan dan produk

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Produksi CPO yang dihasilkan Sungai Bengkal Mill dalam kurun waktu 6 tahun terakhir mengalami tren penurunan yang cukup

Umumnya pasien HIV/AIDS yang rawat inap mengalami penurunan status gizi yang terlihat dari penurunan berat badan akibat gangguan gizi yang disebabkan oleh kurangnya asupan

Use reasonable care and exercise independent professional judgment when conducting investment analysis, making investment recommendations, taking investment actions, and engaging

Komentar Umum tentang Penoalan-persoalan Berkaitan dengan Pembatasan yang Dilakukan Setelah Ratifikasi atau Aksesi terhadap Kovenan atau Protokol Opsionalnya, atau