• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH DESENTRALISASI BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) TERHADAP PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH DESENTRALISASI BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) TERHADAP PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume: 2 No. 1 Tahun 2014)

PENGARUH DESENTRALISASI BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) TERHADAP PENDAPATAN

DAERAH KABUPATEN KARANGASEM

1

I Gusti Ngurah Dwi Purna Wijaya,

1

Nyoman Trisna Herawati,

2

Anantawikrama Tungga Atmadja

Jurusan Akuntansi Program S1 Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail: {ngoerahpurna@yahoo.co.id, aris_herawati@yahoo.co.id, anantawikramatunggaatmadja@gmail.com}@undiksha.ac.id

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) Pengaruh BPHTB terhadap Pendapatan Daerah sebelum dan setelah desentralisasi, 2) Pengaruh DBH terhadap Pendapatan Daerah sebelum dan setelah desentralisasi, 3) Pengaruh BPHTB terhadap PAD setelah desentralisasi, 4) Tingkat penerimaan BPHTB setelah desentralisasi, 5) Tingkat penerimaan DBH setelah desentralisasi, 6) Kontribusi PAD terhadap Pendapatan Daerah setelah desentralisasi BPHTB.

Penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif kemudian diperjelas dan diperdalam dengan metode kualitatif. Metode kuantitatif menggunakan data sekuder berupa Laporan Bulanan Realisasi Penerimaan Daerah Kabupaten Karangasem, kemudian dilakukan pengujian dengan uji asumsi klasik, uji regresi sederhana, koefisien determinasi serta uji t. Selanjutnya dengan metode kualitatif dilakukan wawancara terhadap pihak-pihak terkait guna memperjelas dan memperdalam hasil uji kuantitatif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) BPHTB hanya berpengaruh signifikan terhadap Pendapatan Daerah sebelum desentralisasi, 2) DBH hanya berpengaruh signifikan terhadap Pendapatan Daerah sebelum desentralisasi, 3) BPHTB tidak berpengaruh signifikan terhadap PAD, 4) Setelah desentralisasi BPHTB mengalami penurunan penerimaan, 5) DBH setelah desentralisasi mengalami kenaikan, 6) Kontribusi PAD terhadap Pendapatan Daerah setelah desentralisasi masih rendah.

Kata kunci: Desentralisasi, Pendapatan Daerah, BPHTB, DBH, PAD

Abstract

The study was conducted in order to find out: 1) the effect of the acquisition cost of land and buildings right on the local government revenue before and after the process of decentralization, 2) the effect of DBH on the local revenue before and after the process of decentralization, 3) The effect of the acquisition cost of land and buildings right on the local government income after the process of decentralization, 4) the income from the acquisition cost of land and buildings right after the process of decentralization, 5) the income from DBH after decentralization process, 6) the contribution of the local revenue after decentralizing the acquisition cost of land and buildings right.

This study was carried out by using quantitative method and clarified and deepened by using qualitative method. The quantitative method used secondary data in the form of the monthly report of the realization of Karangasem local revenue. The analysis was made by utilizing classical assumption test, simple regression, coefficient determination as well as t-test. While based on the qualitative method an

(2)

e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume: 2 No. 1 Tahun 2014)

interview was done towards the related parties in order to clarify and deepen the results of quantitative testing.

The results of the study indicated that: 1) the acquisition cost of land and buildings right had only significant effect on the local government revenue before the process of decentralization, 2) DBH had only significant effect before the process of decentralization, 3) the acquisition cost of land and buildings right had no effect on the local government income, 4) after the process of decentralization the income from the acquisition cost of land and buildings right was found reducing, 5) DBH after decentralization process was found increasing, 6) the contribution of the local revenue after decentralizing was remain low.

Keywords: Decentralization, local revenue, the acquisition cost of land and buildings, DBH, PAD

PENDAHULUAN

Dalam masa orde baru berbagai kebijakan seperti sentralisasi diterapkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang dilakukan melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi.

Kebijakan sentralisasi yang dilakukan pemerintah pada masa orde baru nyatanya hanya mampu mensejahterakan beberapa daerah atau beberapa golongan saja, serta menyebabkan ketimpangan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah.

Akhir pemerintahan orde baru merupakan langkah awal bagi Bangsa Indonesia untuk berpindahan kebijakan yang semula kebijakan sentralisasi menjadi kebijakan desentralisasi dalam bentuk otonomi daerah. Penerapan desentralisasi ini diharapkan mampu mengatasi permasalahan pada era orde baru. Penyelenggaraan desentralisasi pemerintahan di Indonesia dimulai sejak tahun 2001, dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang kemudian disempurnakan pula dengan Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004.

Melalui penerapan otonomi daerah, maka pemerintah daerah memiliki wewenang untuk menggali potensi daerahnya masing-masing. Dampaknya bagi pemerintah daerah sangat besar dalam tata kelola pemerintahan dan pengelolaan keuangan daerah. Sidik (2002) dalam Wirasatya menyatakan

bahwa dalam era ini, pemerintah daerah diharapkan mampu menggali dan mengoptimalkan potensi (keuangan lokal), khususnya Pendapatan Asli Daerah. Brata (2004) dalam Wirasatya menyatakan bahwa terdapat dua komponen penerimaan daerah yang berpengaruh positif secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi regional. Kedua komponen tersebut adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Bagian Sumbangan dan Bantuan. Sidik (2002) dalam Bakti menyatakan implikasi dari kewenangan atau fungsi yang diserahkan ke daerah adalah kebutuhan dana yang cukup besar. Daerah tidak mungkin diberi kepercayaan mengelola urusan yang selama ini ditangani oleh pemerintah pusat tanpa didukung pendanaan yang memadai. Untuk itu perlu diatur suatu mekanisme yang mengatur perimbangan keuangan antara pusat dan daerah untuk membiayai kewenangan atau fungsi yang diserahkan ke daerah. Melalui mekanisme ini, pemerintah pusat tetap akan memberikan dana transfer berupa Dana Perimbangan

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004, sumber- sumber keuangan daerah dalam penyelenggaraan otonomi daerah terdiri atas Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah dan lain- lain pendapatan yang sah. PAD merupakan pendapatan yang bersumber dari daerah, sehingga semakin besar PAD yang diterima oleh daerah maka tingkat kemandirian daerah akan semakin tinggi.

(3)

e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume: 2 No. 1 Tahun 2014)

Pendapatan Asli Daerah (PAD)

merupakan pendapatan daerah yang terdiri atas: (1) hasil pajak daerah; (2) hasil retribusi daerah; (3) hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; (4) lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Dana Perimbangan merupakan dana yang bersumber dari pemerintah pusat yang terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK).

Koswara (2000) dalam Wirasatya mengemukakan bahwa daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber- sumber keuangannya sendiri, mengelola dan menggunakannya untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya. Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak daerah dan Distribusi Daerah, BPHTB yang sebelumnya menjadi pajak pusat berubah menjadi pajak daerah yang berdampak meningkatnya pendapatan daerah sehingga dapat meningkatkan kemampuan daerah untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahannya.

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) merupakan pajak yang dikenakan atas dasar perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan merupakan suatu perbuatan atau peristiwa hukum yang menyebabkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan. Hak atas tanah dan atau bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan diatasnya, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang di bidang pertanahan dan bangunan.

Dengan ditetapkannya Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 tersebut, maka per tanggal 1 Januari 2011 Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP Pratama) sudah tidak lagi melayani pengelolaan pelayanan BPHTB, sehingga wajib pajak yang akan melaporkan pembayaran BPHTB sehubungan dengan proses transaksi properti yang dilakukannya akan langsung ditangani

oleh Pemerintah Kabupaten atau Kota setempat.

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang telah dialihkan menjadi pajak daerah dipercaya mempunyai potensi yang sangat besar bagi pendapatan daerah. Ditetapkannya BPHTB menjadi tanggung jawab daerah maka perlu diatur dengan suatu peraturan yang dapat mendorong daerah untuk mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam pelaksaan pemungutan BPHTB. Pemungutan BPHTB diawali dengan Peraturan Daerah (Perda). Oleh karena itu, salah satu indikator yang dapat digunakan untuk melihat kesiapan daerah memungut BPHTB adalah perkembangan penerbitan BPHTB oleh Kabupaten atau Kota dari waktu ke waktu.

Pajak merupakan salah satu pendapatan daerah yang mempunyai kontribusi yang tinggi bagi pendapatan daerah. Dengan dialihkannya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) ke dalam pajak daerah, tentunya akan mempunyai pengaruh yang positif bagi pendapatan daerah. Kabupaten Karangasem telah melakukan desentralisasi Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sejak tahun 2011 menunjukan kenaikan setiap tahunnya.

Pendapatan yang meningkat berarti pembangunan daerah semakin meningkat pula. Peningkatan pembangunan daerah akan dapat membangun perekonomian yang lebih baik dan dapat menurunkan tingkat kemiskinan yang ada. Kabupaten Karangasem merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Bali yang masih memiliki tingkat kemiskinan yang tinggi hingga saat ini. Dengan pengalihan BPHTB menjadi pajak daerah, seharusnya pendapatan daerah menjadi meningkat.

Meningkatnya pendapatan daerah tentunya berpengaruh positif terhadap kemampuan daerah untuk dapat meningkatkan perekonomian daerahnya.

Kabupaten Karangasem nerupakan salah satu kabupaten di Bali yang memiliki potensi penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang tinggi. Hal tersebut dapat di lihat dari pluktuasi peningkatan penerimaan Bea Perolehan

(4)

e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume: 2 No. 1 Tahun 2014)

Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTP)

tiap tahunnya sejak pengalihannya Tahun 2011 menjadi pajak daerah. Peneliti tertarik untuk mengetahui apakah dengan adanya desentralisasi Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Pendapatan Daerah Kabupaten Karangasem atau tidak.

Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan yang ingin dicapain dalam penelitian ini adalah: (1) Pengaruh BPHTB terhadap Pendapatan Daerah sebelum dan setelah desentralisasi; (2) Pengaruh DBH terhadap Pendapatan Daerah sebelum dan setelah desentralisasi; (3) Pengaruh BPHTB terhadap PAD setelah desentralisasi; (4) Jumlah kenaikan BPHTB setelah desentralisasi; (5) Pengaruh desentralisasi BPHTB terhadap DBH; (6) Kontribusi PAD terhadap Pendapatan Daerah.

METODE

Penelitian ini dilakukan dengan mengunakan metode kombinasi kuantitatif dan kualitatif dengan porsi yang lebih besar terdapat pada metode kuantitatif.

Data akan dianalisis menggunakan metode kuantitatif untuk mengetahui tingkat pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen. Berdasarkan hasil pengujian kuantitatif sebelumnya kemudian dilanjutkan dengan metode kualitatif untuk membuktikan, memperluas dan memperdalam hasil dari metode kuantitatif sebelumnya. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan dokumentasi untuk mengetahui jumlah penerimaan yang akan digunakan dalam metode kuantitatif dan wawancara untuk memperdalam hasil dari metode kuantitatif.

Data yang digunakan yaitu data sekunder yang didapatkan dari Laporan Bulanan Realisasi Penerimaan Pendapatan dari Bagian Keuangan dan Dispenda Kabupaten Karangasem, serta data primer yang didapatkan dari hasil wawancara dengan pihak yang terkait dengan penerimaan BPHTB dari Dispenda Kabupaten Karangasem.

Setelah data terkumpul, kemudian dilakukan uji asumsi klasik (uji

autokorelasi, uji heterokedastisitas dan uji normalitas).

Setelah lolos dari uji asumsi klasik, maka dilanjutkan dengan analisis data.

Teknik analisis yang digunakan dengan menggunakan teknik analisis regresi sederhana. Analisis data menggunakan bantuan software SPSS for windows version 19. Kemudian dilanjutkan uji hipotesis dengan uji parsial (uji t) serta koefisien determinasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data yang digunakan yaitu berasal dari Laporan Realisasi Penerimaan Kabupaten Karangasem yang disajikan dalam bulanan. Penelitian dilakukan terhadap dua tahun sebelum dan dua tahun setelah desentralisasi berlangsung di Kabupaten Karangasem sehingga data yang digunakan mulaiTahun 2009 sampai Tahun 2012.

Data yang telah terkumpul kemudian dilakukan uji asumsi klasik terlebih dahulu.

Berdasarkan hasil uji autokorelasi, semua variabel dalam penelitian menunjukkan tidak terjadi gejala autokorelasi. Dapat dilihat dari nilai Durbin-Watson (DW) semua model regresi yang berada di antara nilai du dan 4-du. Selanjutnya hasil uji heteroskedastisitas menunjukkan semua variabel bebas dari gejala heteroskedastisitas. Hal ini dapat dilihat dari gambar scatterplot dari semua model regresi dimana tidak terjadi pola pada tiap plot serta titik-titik yang menyebar di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y.

Uji asumsi klasik yang terakhir yaitu uji normalitas. Berdasarkan uji normalitas dapat diketahui bahwa semua variabel terdistribusi secara normal. Jika dilihat berdasarkan nilai Kolmogorov-Smirnov semua model yang lebih lebih besar dari 0,05, jadi dapat diputuskan bahwa semua model regresi mempunyai distribusi normal.

Pengujian yang dilakukan selanjutnya yaitu pengujian hipotesis.

Dalam penelitian ini pengujian hipotesis digunakan uji secara parsial dengan uji t.

Uji t dilakukan dengan membandingkan nilai ttabel dengan nilai thitung. Untuk nilai ttabel dengan nilai df sebesar n - 2 = 24 - 2 = 22 dengan tingkat signifikan sebesar 0,05

(5)

e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume: 2 No. 1 Tahun 2014)

maka diperoleh nilai ttabel sebesar 2.07387.

Hasil pengujian secara parsial dapat

diperhatikan pada tabel 1, 2, 3, 4 dan 5.

Tabel 1. Hasil Uji Regresi Sederhana BPHTB terhadap Pendapatan Daerah Sebelum Desentralisasi

Model Koefisien t Sig.

Konstanta 46652,893 9,780 0,000

BPHTB sebelum desentralisasi 19,549 2,354 0,028

R Square = 0,201 Sumber: Data diolah

Tabel 2. Hasil Uji Regresi Sederhana BPHTB terhadap Pendapatan Daerah Setelah Desentralisasi

Model Koefisien t Sig.

Konstanta 68513,432 14,775 0,000

BPHTB setelah desentralisasi 15,526 1,099 0,284

R Square = 0,052 Sumber: Data diolah

Tabel 3. Hasil Uji Regresi Sederhana DBH terhadap Pendapatan Daerah Sebelum Desentralisasi

Model Koefisien t Sig.

Konstanta 43422,181 8,656 0,000

DBH sebelum desentralisasi 4,646 2,888 0,009

R Square = 0,275 Sumber: Data diolah

Tabel 4. Hasil Uji Regresi Sederhana DBH terhadap Pendapatan Daerah Setelah Desentralisasi

Model Koefisien t Sig.

Konstanta 68170,125 15,335 0,000

DBH setelah desentralisasi 1,651 1,311 0,204

R Square = 0,072 Sumber: Data diolah

Tabel 5. Hasil Uji Regresi Sederhana BPHTB terhadap PAD Setelah Desentralisasi

Model Koefisien t Sig.

Konstanta 10166,397 9,776 0,000

BPHTB setelah desentralisasi 5,519 1,742 0,095

R Square = 0,121 Sumber: Data diolah

Berdasarkan tabel 1 dan 2 dapat dilihat persaaan regresi untuk pengaruh BPHTB sebelum dan setelah desentralisasi berturut-turut sebagai berikut:

Y .= 46.652,893 + 19,549X + e Y .= 68.513,432 + 15,526X + e

Persamaan regresi pengaruh DBH sebelum dan setelah desentralisasi dapat diperhatikan pada tabel 3 dan 4, dengan persamaan regresi sebagai berikut:

Y .= 43.422,181 + 4,646X + e Y .= 68.170,125 + 1,651X + e

Terakhir persamaan regresi pengaruh BPHTB terhadap PAD setelah

(6)

e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume: 2 No. 1 Tahun 2014)

desentralisasi dapat diperhatikan pada

tabel 5 dengan persamaan regresi sebagai berikut:

Y .= 10.166,397 + 5,519X + e

Uji koefisien determinasi memperlihatkan bahwa nilai R Square untuk pengaruh BPHTB terhadap Pendapatan Daerah sebelum dan setelah desentralisasi sebesar 0,201 dan 0,052.

Hal ini menunjukkan terdapat pengaruh sebesar 20,1% sebelum desentralisasi dan 5,2% setelah desentralisasi.

Hasil uji koefisien determinasi memperlihatkan bahwa nilai R Square untuk pengaruh DBH terhadap Pendapatan Daerah sebelum dan setelah desentralisasi sebesar 0,275 dan 0,072.

Hal ini menunjukkan terdapat pengaruh sebesar 27,5% sebelum desentralisasi dan 7,2% setelah desentralisasi.

Selanjutnya hasil uji koefisien determinasi memperlihatkan bahwa nilai R Square untuk pengaruh BPHTB terhadap PAD setelah desentralisasi sebesar 0,121.

Hal ini menunjukkan terdapat pengaruh sebesar 12,1% setelah desentralisasi.

Pengaruh BPHTB terhadap Pendapatan Daerah Sebelum dan Setelah Desentralisasi

Berdasarkan hasil pengujian pengaruh BPHTB terhadap Pendapatan Daerah sebelum dan setelah desentralisasi, menunjukkan bahwa BPHTB mempunyai pengaruh terhadap Pendapatan Daerah namun dengan tingkat signifikasi yang berbeda antara sebelum dan setelah desentralisasi.

Pengujian untuk pengaruh BPHTB terhadap Pendapatan Daerah sebelum desentralisasi, menunjukkan hasil thitung sebesar 2,354 dan dengan nilai probabilitas sebesar 0,028. Nilai thitung yang lebih besar dari nilai ttabel (2,354 >

2.07387) dan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05 (0,028 < 0,05) menunjukkan jika BPHTB sebelum desentralisasi pempunyai pengaruh yang positif signifikan. Semakin tinggi penerimaan BPHTB, maka akan semakin tinggi jumlah penerimaan Pendapatan daerah. Dilihat dari koefisien determinasi (R2), BPHTB mempunyai pengaruh sebesar 20,1% terhadap Pendapatan Daerah.

Berbeda halnya dengan pengaruh BPHTB setelah desentralisasi. Setelah desentralisasi nilai thitung sebesar 1,099 dan dengan nilai probabilitas sebesar 0,284. Nilai thitung yang lebih kecil dari nilai ttabel (1,099 < 2.07387) serta nilai probabilitas yang lebih besar dari 0,05 (0,284 > 0,05) menunjukkan bahwa BPHTB setelah desentralisasi tidak memiliki pengaruh yang signifikanl bagi Pendapatan Daerah. Bila memperhatikan nilai dari koefisien determinasi (R2), BPHTB setelah desentralisasi hanya berpengaruh sebesar 5,2% terhadap Pendapatan Daerah.

Dengan melihat hasil uji hipótesis di atas, hipótesis H1 Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Pendapatan Daerah sebelum dan sesudah desentralisasi di Kabupaten Karangasem ditolak. Pengaruh yang signifikan hanya terjadi sebelum desentralisasi BPHTB dilaksanakan.

Melihat hasil pengujian dengan menggunakan metode kuantitatif sebelumnya, dapat diketahui bahwa BPHTB lebih perpengaruh terhadap Pendapatan Daerah pada saat sebelum desentralisasi. Berlakunya desentralisasi maka pendapatan dari penerimaan BPHTB menjadi 100% bagi Pemerintah Daerah. Bandingkan dengan penerimaan BPHTB sebelum adanya desentralisasi, bagian penerimaan bagi daerah hanya sebesar 64% dari total penerimaan BPHTB. Jadi, jumlah penerimaan BPHTB setelah desentralisasi cenderung meningkat dibandingkan sebelum desentralisasi. Hasil uji yang telah dilakukan mengenai pengaruh BPHTB terhadap Pendapatan Daerah sebelum dan setelah desentralisasi di Kabupaten Karangasem memperoleh hasil dimana jumlah penerimaan BPHTB lebih besar sebelum desentralisasi. Desentralisasi di Kabupaten Karangasem mengenai BPHTB di mulai sejak Tahun 2011 yang diatur dalam Peraturan daerah Kabupaten Karangasem Nomor 3 Tahun 2011 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Setelah desentralisasi penerimaan BPHTB di Kabupaten Karangasem berkurang cukup

(7)

e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume: 2 No. 1 Tahun 2014)

tinggi. Selain menurunnya penerimaan

BPHTB di Kabupaten Karangasem, dalam dua tahun setelah desentralisasi terdapat beberapa bulan dimana tidak adanya penerimaan dari BPHTB. Tidak adanya penerimaan ini menjadi salah satu penyebab menurunnya penerimaan BPHTB selain memang karena jumlah penerimaan yang lebih kecil dibanding tahun sebelum desentralisasi.

Penerimaan BPHTB setelah desentralisasi masih belum efektif, berbeda dengan sebelum desentralisasi dimana penerimaan BPHTB lebih efektif dengan melihat nilai penurunan kan kenaikan penerimaan BPHTB. Hal tersebut terlihat dimana pada beberapa bulan setelah desentralisasi tidak adanya penerimaan dari BPHTB. Penerimaan BPHTB setelah desentralisasi cenderung mengalami penurunan dibandingkan dengan sebelum desentralisasi.

Penurunan ini cenderung signifikan karena penerimaan BPHTB sebelum desentralisasi tidak 100% diterima oleh daerah dibanding setelah desentralisasi yang telah 100%. Di Kabupaten Karangasem, penerimaan BPHTB setelah desentralisasi masih belum menemui harapan yang diinginkan.

Tahun 2011 terdapat beberapa bulan (Januari, Pebruari dan Maret) dimana tidak adanya penerimaan dari BPHTB. Tidak adanya pungutan di tahun ini disebabkan kendala aturan yang mendasari pemungutan BPHTB tersebut.

Hal tersebut dapat dilihat dari pernyataan Kabid Penetapan berikut ini:

“…Tahun 2011 tidak adanya penerimaan sebab pengalihan BPHTB kedaerah baru dimulai tahun tersebut. Kita masih ada kendala di Peraturan Daerah yang mengatur penerimaan BPHTB tersebut selain persiapan lain untuk melakukan penerimaan BPHTB tersebut. Selain karena hal tersebut juga karena ada surat penundaan Perda”.

Dari kutipan pernyataan tersebut dapat diketahui selain karena kendala peraturan daerah, namun juga karena adanya penundaan pelaksanaan Perda.

Dengan ditundanya Perda mengenai pemungutan BPHTB tentunya

pemungutan untuk BPHTB belum bisa dilaksanakan. Penundaan ini bukan tanpa alasan, penundaan dilakukan karena belum adanya kesiapan secara penuh dari pihak pemerintah untuk melakukan pemungutan BPHTB tersebut. Kendala- kendala yang timbul, menyebabkan Tahun 2011 pemungutan BPHTB masih belum efektif.

Untuk Tahun 2012 pemungutan yang dilakukan sudah lebih efektif dibandingkan tahun sebelumnya. Terlihat dari penerimaan BPHTB yang menjadi dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya.

Ini menandakan persiapan yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Karangasem telah berjalan dengan baik.

Tahun 2012 pada Bulan Januari tidak ada penerimaan dari BPHTB. Hal ini menimbulkan pertanyaan apa ada yang salah dengan persiapan pemungutannya?

Pertanyaan tersebut terjawab dari hasil wawancara dengan Kabid Penetapan sebagai berikut:

“…untuk Tahun 2012 itu karena memang tidak ada WP yang melaporkan. Kita kan tau kalau sistem pemungutan BPHTB menggunakan sistem Self Assesment itu WP yang melaporkan, menghitung dan membayarkan, ya jadi kalau tidak ada WP yang melaporkan ya tidak ada pemasukan”.

Dari hasil wawancara tersebut, dapat diketahui bahwa tidak adanya penerimaan BPHTB pada Bulan Januari karena memang tidak ada pembayaran dari wajib pajak. Dengan menggunakan sistem Self Assesment, maka dari Dispenda hanya menunggu hingga dari wajib pajak sendiri yang melaporkan transaksinya. Sehingga jika tidak ada wajib pajak yang melapor, maka tidak ada penerimaan dari BPHTB.

Pengaruh DBH terhadap Pendapatan Daerah Sebelum dan Setelah Desentralisasi

Berdasarkan hasil pengujian mengenai pengaruh DBH terhadap Pendapatan Daerah sebelum dan setelah desentralisasi, menunjukkan bahwa DBH

(8)

e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume: 2 No. 1 Tahun 2014)

mempunyai pengaruh yang berbeda

terhadap Pendapatan Daerah sebelum dan setelah desentralisasi.

Pengujian untuk pengaruh DBH terhadap Pendapatan Daerah sebelum desentralisasi, menunjukkan hasil thitung sebesar 2,888 dan dengan nilai probabilitas sebesar 0,009. Nilai thitung yang lebih besar dari nilai ttabel (2,888 >

2.07387) dan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05 (0,009 < 0,05) menunjukkan jika DBH sebelum desentralisasi pempunyai pengaruh positif signifikan. Semakin tinggi penerimaan DBH, maka akan semakin tinggi jumlah penerimaan Pendapatan daerah. Dilihat dari koefisien determinasi (R2), DBH mempunyai pengaruh sebesar 27,5% terhadap Pendapatan Daerah.

Berbeda halnya dengan pengaruh DBH setelah desentralisasi. Setelah desentralisasi nilai thitung sebesar 1,311 dan dengan nilai probabilitas sebesar 0,204. Nilai thitung yang lebih kecil dari nilai ttabel (1,311 < 2.07387) serta nilai probabilitas yang lebih besar dari 0,05 (0,204 > 0,05) menunjukkan bahwa DBH setelah desentralisasi tidak memiliki pengaruh yang signifikan bagi Pendapatan Daerah. Bila memperhatikan nilai dari koefisien determinasi (R2), DBH setelah desentralisasi hanya berpengaruh sebesar 7,2% terhadap Pendapatan Daerah.

Dengan melihat hasil uji hipótesis di atas, hipótesis H2 Dana Bagi Hasil (DBH) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Pendapatan Daerah sebelum dan sesudah desentralisasi di Kabupaten Karangasem ditolak. Pengaruh yang signifikan dari DBH hanya terjadi sebelum desentralisasi dilaksanakan.

Berubahnya BPHTB menjadi Pajak Daerah bukan hanya mempengaruhi Pendapatan Daerah atau PAD saja, melainkan juga mempengaruhi penerimaan dari Dana Perimbangan khususnya dari DBH. Penerimaan dari DBH akan berkurang setelah desentralisasi sebab salah satu sumber penerimaanny yaitu BPHTB berubah menjadi Pajak Daerah.

Penerimaan DBH setelah desentralisasi cenderung mengalami peningkatan walaupun tidak signifikan.

Seharusnya dengan berubahnya BPHTB

menjadi Pajak Daerah maka penerimaan dari DBH akan berkurang, namun dalam penerimaan di Kabupaten Karangasem penerimaan DBH setelah desentralisasi lebih besar dibandingkan dengan sebelum desentralisasi.

Walaupun mempunyai pengaruh yang lebih rendah, penerimaan DBH setelah desentralisasi nyatanya lebih besar dibandingkan dengan sebelum desentralisasi. Hal tersebut menimbulkan pertanyaan apa penyebab DBH setelah desentralisasi penerimaannya bertambah?

Pertanyaan ini dijawab oleh Kabid bidang penetapan, berikut kutipan pernyataannya

”...adanya penerimaan pajak baru berupa bagi hasil cukai tembakau yang menggantikan BPHTB sehingga penerimaan DBH tidak menurun”. Dari pernyataan tersebut dapat ditangkap bahwa penerimaan DBH tetap tinggi karena Penerimaan dari BPHTB seperti tergantikan dengan penerimaan dari bagi hasil cukai tembakau. Selain adanya pemasukan baru, sumber penerimaan lainnya cenderung meningkat.

Peningkatan yang terjadi bisa sampai dua kali lipat seperti penerimaan dari Pajak Penghasilan Orang Pribadi dan SDA Perikanan. Hal inilah yang menyebabkan penerimaan DBH setelah desentralisasi menjadi lebih tinggi.

Pengaruh BPHTB terhadap PAD Setelah Desentralisasi

Berdasarkan hasil pengujian mengenai pengaruh BPHTB terhadap PAD setelah desentralisasi, menunjukkan bahwa BPHTB mempunyai pengaruh terhadap PAD namun tidak signifikan.

Pengaruh BPHTB terhadap PAD setelah desentralisasi, menunjukkan hasil thitung sebesar 1,742 dan dengan nilai probabilitas sebesar 0,095. Nilai thitung yang lebih kecil dari nilai ttabel (1,742 > 2.07387) namun nilai probabilitas lebih besar dari 0,05 (0,095 > 0,05) menunjukkan jika BPHTB setelah desentralisasi tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap PAD. Dilihat dari koefisien determinasi (R2), BPHTB mempunyai pengaruh sebesar 12,1% terhadap PAD setelah desentralisasi.

(9)

e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume: 2 No. 1 Tahun 2014)

Dengan melihat hasil uji hipótesis di

atas, hipótesis H3 Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) setelah desentralisasi di Kabupaten Karangasem ditolak. BPHTB setelah desentralisasi berdasarkan pengujian tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap PAD.

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) merupakan salah satu pajak yang memiliki potensi penerimaan yang cukup tinggi. Kemandirian daerah di uji dengan menerapkan desentralisasi.

Dengan diterapkannya desentralisasi diharapkan daerah dapat dengan mandiri mengelola sumber-sumber penerimaan daerahnya salah satunya BPHTB untuk kebutuhan pembangunan daerahnya sendiri.

Pelaksanaan desentralisasi memberikan pengaruh yang tinggi untuk penerimaan PAD. Pengaruh desentralisasi memberikan peningkatan penerimaan PAD dari tahun ke tahun di Kabupaten Karangasem, yang otomatis meningkatkan Pendapatan Daerah.

Kontribusi PAD terhadap Pendapatan Daerah setelah desentralisasi meningkat secara signifikan. Namun kontribusi yang diberikan PAD terhadap Pendapatan Daerah masih kalah jika dibandingkan dengan penerimaan dari Dana Perimbangan. Dana perimbangan masih memegang peranan penting bagi Pendapatan Daerah, kontribusinya bagi Pendapatan Daerah selalu melebihi 50%.

Untuk PAD kontribusinya bagi Pendapatan Daerah terkecil dibandingkan sumber- sumber penerimaan lainnya. Tercatat kontribusi terendah dari PAD berada pada Tahun 2009 dan tertinggi pada Tahun 2012. Meskipun jumlah kontribusi yang masih kecil, dari tahun ke tahun namun jumlah penerimaan PAD terus meningkat bahkan hampir 50% setelah desentralisasi.

Salah satu pengaruh meningkatnya kontribusi PAD ini berasal dari BPHTB yang menjadi pajak daerah. Kontribusi BPHTB bagi PAD masih tergolong kecil namun terus meningkat tiap tahunnya.

Tahun 2011 kontribusi BPHTB hanya sebesar 1,25%, bandingkan dengan tahun

2012 yang naik dua kali lipat dari tahun sebelumnya sebesar 2,60%. Peningkatan yang tinggi menandakan prospek penerimaan BPHTB cukup tinggi ke depannya, sesuai dengan pernyataan Kasi Penetapan ”Kalau prospek BPHTB kedepannya menurut saya itu sangat bagus bahkan menjanjikan untuk jumlah penerimaannya”. Pernyataan dari Kasi Penetapan tersebut diperkuat lagi oleh Kabid Penetapan, berikut pernyataan dari Kabid Penetapan.

“Kalau yang saya amati, prospek kedepannya sangat bagus sama seperti PBB. Sifatnya disini tetap, selama perekonomian bagus maka niat jual beli tanah dimasyarakat akan bagus juga. Kan dengan jumlah penduduk yang meningkat maka perlu sebidang tanah untuk mendirikan rumah atau usaha maka penerimaan dari BPHTB dan PBB itu akan tetap diterima”.

Pernyataan tersebut juga sesuai dengan jumlah penerimaan BPHTB yang meningkat secara signifikan dari tahun 2011 ke Tahun 2012. Melihat prospek yang bagus ini, sudah selayaknya dari Pemerintah Kabupaten Karangasem untuk lebih meningkatkan pelayanan pemungutan BPHTB pada khususnya.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan peneliti, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan.

Pertama, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) memiliki pengaruh yang berbeda terhadap Pendapatan Daerah sebelum dan setelah desentralisasi. Sebelum desentralisasi BPHTB memiliki pengaruh yang positif signifikan terhadap Pendapatan Daerah.

Setelah desentralisasi BPHTB tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Pendapatan Daerah.

Kedua, Dana Bagi Hasil (DBH) memiliki pengaruh yang berbeda terhadap Pendapatan Daerah sebelum dan setelah desentralisasi. Sebelum desentralisasi DBH memiliki pengaruh yang positif signifikan terhadap Pendapatan Daerah.

Setelah desentralisasi DBH tidak memiliki

(10)

e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume: 2 No. 1 Tahun 2014)

pengaruh yang signifikan terhadap

Pendapatan Daerah.

Ketiga, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) setelah desentralisasi.

Keempat, Setelah desentralisasi BPHTB tidak langsung mengalami kenaikan yang signifikan. Hal ini dikarenakan kendala peraturan yang mengatur serta persiapan dari Pemerintah Daerah Kabupaten Karangasem itu sendiri. Penerimaan BPHTB masih lebih besar sebelum desentralisasi dibandingkan dengan setelah desentralisasi.

Kelima, Penerimaan DBH setelah desentralisasi nyatanya tidak berkurang tetapi meningkat. Ini membuktikan bahwa dengan hilangnya BPHTB dari DBH maka penerimaan dari DBH tidak langsung berkurang. Tidak berkurangnya penerimaan dari DBH pada Kabupaten Karangasem, karena adanya penerimaan Bagi Hasil Cukai Tembakau yang seakan menggantikan posisi BPHTB. Peningkatan dari sumber-sumber penerimaan DBH lainnya juga menjadi faktor kenapa penerimaan DBH tidak turun.

Keenam, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) tidak langsung memberikan kontribusi yang tinggi bagi PAD setelah desentralisasi.

Dikarenakan jumlah penerimaan BPHTB yang masih lebih kecil dibandingkan dengan sebelum desentralisasi

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diungkapkan sebelumnya, ada beberapa saran yang dapat peneliti berikan.

Pertama, Untuk kedepannya agar lebih meningkatkan efektifitas pemungutan BPHTB mengingat BPHTB merupakan sumber penerimaan daerah yang mempunyai prospek tinggi kedepannya.

Kedua, Untuk pengarsipan data tahun sebelumnya agar lebih baik lagi.

Jika terjadi perubahan jabatan mungkin data yang lama dapat diwariskan agar data tetap terkumpul dengan lengkap.

DAFTAR PUSTAKA

Ananda, Fajri Candra, dkk. 2012. Analisa Dampak Pengalihan Pemungutan BPHTB Ke Daerah Terhadap Kondisi Fiskal Daerah. Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.

Azar, Muhhamad Karya Satya. 2010.

Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah. Jurnal Keuangan dan Bisnis Volume 2 No. 1 Maret 2010.

Bakti, Galih Pramilu. 2012. Analisis Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Angka Melek Huruf Perempuan dan Angka Partisipasi Sekolah Perempuan di Kabupaten/Kota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Skripsi Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pemabngunan, Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Diponegoro.

Semarang.

Kementerian Dalam Negeri. 2004.

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

Jakarta.

. 2004. Undang-Undang No.

33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Jakarta.

. 2006. Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Belanja Pembangunan dan Pendapatan Asli Daerah (Studi pada Kabupaten dan Kota se Jawa-Bali).

Simposium Nasional Akuntansi IX.

Padang.

. 2009. Undang-Undang No.

28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Jakarta.

___________. 2011. Peraturan Bupati Karangasem Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Sistem dan Prosedur Pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

(11)

e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume: 2 No. 1 Tahun 2014)

Dispenda Kabupaten Karangasem.

___________. 2011. Peraturan Daerah Kabupaten Karangasem Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Dispenda Kabupaten Karangasem.

Karangasem.

Direktorat Jenderal Pajak. 2000. Undang- Undang No. 20 Tahun 2000 Tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Jakarta.

Fauzan, Muhamad dan Moh. DIdik Ardiyanto. 2012. Akuntansi dan efektivitas Pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Daerah Di Kota Semarang Periode Tahun 2008-2011. Diponegoro Journal Of Accounting Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012.

Ghozali, H Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 19 Edisi 5. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.

Kosasih, dkk. 2012. Analisis Sistem Pajak BPHTB dari Pajak Pusat Menjadi

Pajak Daerah Terhadap PAD Kabupaten Karawang. Majalah Ilmiah Solusi Unsika, Vol. 11, No.

24, Ed. September-Nopember 2012.

Mardiasmo. 2009. Perpajakan.

Yogyakarta: CV. Andi Offset.

Prihatiningsih, Ana. 2010. Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kota Surakarta. Skripsi Jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Sidik, Machfud. 2002. Perimbangan Keuangan Pusat Dan Daerah Sebagai Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal (Antara Teori dan Aplikasinya di Indonesia). Jogyakarta.

Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Bisnis.

Bandung: CV. Alfabeta.

Wirasatya, Komang Yogi. 2012. Pengaruh Desentralisasi Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan terhadap Penerimaan Daerah Kabupaten Badung. Skripsi Sarjana Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Udayana, Denpasar.

Referensi

Dokumen terkait

Menyadari peran perpajakan di negara kita yang sangat besar yaitu hampir 80% (delapan puluh persen) dan sumber penerimaan negara kita berasal dari sektor

Halaman ini memuat abstrak dari isi tesis yang telah disusun.Abstrak merupakan rangkuman singkat dari isi tulisan yang memuat secara ringkas permasalahan yang diangkat

Shareholders Structure &amp; Composition Bank Riau Kepri merupakan Bank Pembangunan Daerah yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah yang terdiri dari

pada tahun 2015 yang dapat dilihat dari data bahwa PDRB Kabupaten. Majalengka menunjukan besaran secara

Perumusan masalah merupakan hal yang penting dalam suatu penelitian, karena perumusan masalah akan membantu peneliti untuk mengidentifikasi persoalan yang akan

Banyak pendapat dan kritikan mengenai pembagian waktu dalam sebuah cerita, namun penelitian disini mengutamakan analisis naratif model Tvzetan Todorov dalam konteks nilai

Beberapa penelitian tersebut menunjukkan bahwa antena mikrostrip dapat diandalkan untuk bekerja sesuai dengan frekuensi yang diinginkan.. M ETODE

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ningtyas (2010) faktor maternal pada ibu hamil dengan IUFD didapatkan 2 orang dengan usia kehamilan lebih dari