• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. jika terdapat perbedaan pendapat atau perselisihan diantara kedua pihak tersebut,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. jika terdapat perbedaan pendapat atau perselisihan diantara kedua pihak tersebut,"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hubungan antara konsumen dengan pelaku usaha tidaklah selalu lancar, jika terdapat perbedaan pendapat atau perselisihan diantara kedua pihak tersebut, timbul apa yang disebut dengan masalah konsumen. Masalah konsumen merupakan hal yang selalu aktual, menarik perhatian. Persoalan konsumen selalu hangat dipersoalkan, dibicarakan, didiskusikan dan diperdebatkan. Masalah konsumen adalah masalah manusia. Berkaitan dengan kesehatan manusia dan juga ternyata tidak lepas dari unsur di luar kesehatan. Masalah nilai-nilai keagamaan, malah, bisa berkaitan dengan isu konsumen.76

Aristoteles, seorang filsuf Yunani mengemukakan bahwa manusia merupakan mahluk sosial (zoon politicon) yang dalam kehidupannya pasti membutuhkan kehadiran dan bantuan manusia lainnya untuk saling melengkapi kebutuhan mereka masing-masing. Baik pelaku usaha maupun konsumen yang juga merupakan mahluk sosial , maka di antara kedua pihak tersebut pasti saling membutuhkan satu sama lain, oleh karena itu perlu adanya suatu aturan yang mengatur dan menjaga hubungan antara pelaku usaha dan konsumen yang kini sudah diimplementasikan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. (Selanjutnya disebut UUPK).

      

76

  N.H.T. Siahaan, Hukum Konsumen : Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab

(2)

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui Resolusi Majelis Umum No.A/RES/39/248 Tahun 1985 atau yang biasa dikenal sebagai Guidelines for Consumer Protection of 1985 dinyatakan bahwa konsumen dimana pun mereka berada, dari segala bangsa, mempunyai hak-hak dasar sosialnya. Hak-hak dasar yang dimaksudkan dalam resolusi adalah hak untuk mendapatkan informasi yang jelas, benar dan jujur, hak untuk mendapatkan keamanan dan keselamatan, hak memilih, hak untuk didengar, hak untuk mendapatkan ganti rugi, hak untuk mendapatkan kebutuhan dasar manusia (cukup pangan dan papan), hak untuk mendapatkan lingkungan yang baik dan bersih serta kewajiban untuk menjaga lingkungan itu dan hak untuk mendapatkan pendidikan dasar.77

Indonesia sebagai salah satu anggota PBB tentu saja turut berusaha mengimplementasikan dan mewujudkan perlindungan konsumen yang menyeluruh bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia tanpa pandang bulu berdasarkan dari resolusi yang telah dibuat oleh Majelis Umum PBB tersebut.

Perlindungan Konsumen di Indonesia, ditandai dengan lahirnya UUPK ternyata masih tidak memberikan keseimbangan diantara pelaku usaha dan konsumen. Secara teoritis UUPK sudah memberikan keseimbangan antara hak dan kewajiban yang didambakan dalam dunia perdagangan antara pelaku usaha dan konsumen yang cenderung memberatkan konsumen sejak sebelum lahirnya undang-undang ini. Namun nyatanya, perlindungan konsumen di Indonesia masih jauh dari apa yang diharapkan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah

      

77

 AZ Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Diadit Media, 2001), hal. vii. 

(3)

keluhan yang masuk terhadap para pelaku usaha yang diadukan oleh konsumen yang merasa hak-haknya sebagai konsumen telah dirugikan oleh pelaku usaha.

Penjelasan Umum UUPK, faktor utama yang menjadi penyebab eksploitasi terhadap konsumen sering terjadi adalah masih rendahnya tingkat kesadaran konsumen akan haknya. Tentunya, hal tersebut terkait erat dengan rendahnya pendidikan konsumen. Oleh karena itu keberadaan UUPK adalah sebagai landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen.78 Permasalahan konsumen, jika ditelisik lebih lanjut ternyata tidak hanya dihadapkan pada persoalan lemahnya kesadaran dan ketidakmengertian (pendidikan) mereka terhadap hak-haknya sebagai konsumen. Hak-hak yang dimaksud, misalnya bahwa konsumen tidak mendapatkan penjelasan tentang manfaat barang atau jasa yang dikonsumsi. Lebih dari itu, konsumen ternyata tidak memiliki bargaining position (posisi tawar) yang berimbang dengan pihak pelaku usaha. Hal ini terlihat sekali pada perjanjian baku yang siap untuk ditandatangani dan bentuk klausula baku atau ketentuan baku yang tidak informatif dan tidak bisa ditawar-tawar lagi.79

Pentingnya pemberian informasi yang jelas bagi konsumen bukanlah tugas dari pelaku usaha semata-mata, melainkan juga tugas dari konsumen untuk mencari apa dan bagaimana informasi yang dianggap relevan yang dapat       

78 Happy Susanto, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, (Jakarta: Visi Media,2008), hal. 3.

79

  Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), hal. 3. 

(4)

dipergunakannya untuk membuat suatu keputusan tentang penggunaan, pemanfaatan maupun pemakaian barang dan/atau jasa tertentu. Untuk itu pendidikan tentang “perlindungan konsumen” menjadi suatu hal yang signifikan, tidak hanya untuk memberikan bargaining position yang lebih kuat pada konsumen untuk menegakkan hak-haknya, melainkan juga agar dapat tercipta aturan main yang lebih fair bagi semua pihak.80 Di era yang modern seperti sekarang, manusia memiliki berbagai kebutuhan di samping kebutuhan-kebutuhan primer, yakni kebutuhan akan papan, sandang dan pangan. Salah satu kebutuhan yang terdapat di samping kebutuhan-kebutuhan primer tersebut adalah kebutuhan akan kesehatan. Masyarakat yang sehat tentu akan menjadi salah satu faktor yang menentukan kesejahteraan sebuah negara.

Indonesia sebagai suatu negara yang sedang berkembang tentu saja ingin untuk mencapai kesejahteraan rakyat di berbagai bidang, salah satunya kesehatan, oleh karena itu seharusnya pemerintah meningkatkan pengawasan dan perlindungan konsumen di bidang kesehatan. Tak dipungkiri bahwa salah satu faktor essensial yang menunjang kesehatan adalah produk-produk farmasi (obat-obatan). Penggunanya pun beragam mulai dari strata masyarakat paling bawah sampai dengan yang paling tinggi, jadi setiap orang yang sakit, pasti membutuhkan obat untuk menyembuhkan penyakitnya. Sebagai suatu contoh, jika seorang konsumen yang sedang sakit dan menggunakan suatu produk farmasi kemudian dia sembuh dari penyakitnya, tentu hal tersebut merupakan tujuan dari penggunaan produk farmasi tersebut, akan tetapi lain ceritanya jika bukan       

(5)

kesembuhan yang didapat setelah menggunakan produk tersebut, tetapi efek samping yang tidak diharapkan, tentu ini menjadi sebuah masalah. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya hal di atas, antara lain ketidaktahuan konsumen atas suatu produk farmasi yang telah dikonsumsinya, terlebih jika konsumen tersebut mengkonsumsi produk yang sudah kadaluarsa, tentu produk tersebut tidak akan lagi membawa manfaat yang positif bagi konsumen yang mengkonsumsinya. Obat yang sudah kadaluarsa tidak boleh digunakan lagi karena beberapa hal, antara lain sebagai berikut:

1. Zat aktif pada obat yang sudah kadaluarsa sudah terdegradasi atau potensinya menurun, sehingga ketika digunakan tidak lagi bermanfaat atau tidak optimal lagi untuk pengobatan. Lebih berbahaya lagi jika senyawa hasil degradasi obat merupakan zat toksik bagi tubuh, tentunya dapat membahayakan kesehatan.

2. Mutu, khasiat dan keamanan obat kadaluarsa tidak dapat dipertanggungjawabkan.

3. Untuk antibiotik yang kadaluarsa dapat menimbulkan kasus resistensi antibiotik (bakteri menjadi kebal terhadap antibiotik yang bersangkutan). Potensi antibiotik sudah menurun sehingga tidak mampu lagi menuntaskan infeksi mikroba yang ada.

4. Obat kadaluarsa dapat ditumbuhi jamur, maka dikhawatirkan akan lebih memperparah penyakit, bukan menyembuhkan.81

      

81 Lukman Wijaya, Perlindungan Konsumen Kota Malang, Obat Berbahaya Bagi

Konsumen, http://perlindungankonsumenkotamalang.blogspot.com/2012/11/obatberbahaya-bagi-konsumen-lukman.html?m=1, diakses pada 14 November 2013.

(6)

Sesuai dengan penjabaran di atas, dapat diperhatikan mengapa pengetahuan konsumen dalam penggunaan suatu produk farmasi amatlah penting, obat kadaluarsa bisa jadi merupakan kelalaian dari konsumen tersebut, akan tetapi bagaimana dengan obat yang pelabelannya salah atau memang sudah merupakan produk yang cacat manufaktur dari produsennya? Siapa yang dapat dimintai pertanggungjawabannya secara hukum?

Menurut Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, sebagaimana yang telah dianut hukum positif dalam wujud UUPK, konsumen berhak atas beberapa hal dari produk yang hendak dia pakai, antara lain: hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa; hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa; serta hak untuk mendapatkan konpensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterimanya tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Hak-hak konsumen yang disebutkan pada paragraf sebelumnya merupakan sebagian dari hak-hak konsumen yang diatur dalam Pasal 4 UUPK. Para produsen produk farmasi selaku usaha tentu wajib dan harus memperhatikan hak-hak tersebut dalam menjalankan kegiatannya sebagai produsen suatu produk farmasi. Selanjutnya, dalam prinsip-prinsip tentang kewajiban pelaku usaha yang diatur dalam UUPK, pelaku usaha dalam hal ini produsen produk farmasi wajib untuk: memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan; menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan

(7)

standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku; memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; serta memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. Dari kewajiban pelaku usaha di atas, telah menggambarkan adanya kewajiban pelaku usaha untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen yang akan dan/atau telah menggunakan produknya. Kelalaian dalam memenuhi kewajiban tersebut akan memunculkan konsekuensi hukum, kecuali hal tersebut terjadi karena keadaan yang mendesak di luar kemampuan manusia (force majeur). Konsekuensi hukum tersebut dapat berupa permintaan maaf dan pemberian kompensasi atau ganti rugi kepada konsumen yang mendapat kerugian sebagai akibat dari mengkonsumsi produk yang tidak sesuai dengan standar produksi/cacat manufaktur. Namun pemberian kompensasi atau ganti rugi tersebut hanya berlaku sesuai dengan standar dan batas-batas tertentu yang dilindungi oleh undang-undang. Dengan kata lain, konsumen hanya dapat mengajukan gugatan ganti rugi apabila telah sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Namun tetap saja, tidak banyak konsumen yang menyadari haknya tersebut. Pengajuan gugatan ganti rugi yang pada perkembangan selanjutnya akan menyeret urusan tersebut ke Pengadilan merupakan salah satu hal yang dihindari oleh kebanyakan konsumen. Penelitian yang dilakukan baik oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional-Departemen Kehakiman (Tahun 1979), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (Tahun 1981), maupun Perserikatan Bangsa-Bangsa (Tahun 1985), juga pada hasil yang

(8)

bersamaan. Semuanya sampai pada kesimpulan bahwa “…para konsumen segan mengajukan perkaranya ke Pengadilan karena khawatir biaya yang dipikulnya menjadi lebih besar dari kerugian yang mereka derita.”82

PT. Mutiara Mukti Farma Medan, merupakan produsen produk farmasi yang memproduksi banyak jenis obat-obatan yang pemasarannya sudah tersebar diseluruh Indonesia. Dalam menjalankan usahanya sebagai produsen produk farmasi, perusahaan itu tetap selalu berusaha menjaga hak-hak konsumen dan kewajibannya sebagai pelaku usaha. Walaupun PT. Mutiara Mukti Farma Medan berusaha untuk tetap menjaga hak-hak konsumen dan kewajibannya dalam menjalankan kegiatan usahanya sebagai produsen produk farmasi, tetapi belum tentu hal tersebut menjamin sepenuhnya tidak akan terjadi pelanggaran hak konsumen. Jika terjadi pelanggaran hak konsumen yang memang menjadi kelalaian dari perusahaan itu, tentu perusahaan itu selaku sebagai pelaku usaha dan produsen wajib untuk bertanggungjawab atas kerugian yang diderita oleh konsumen.

Terdapat beberapa kendala dalam masalah perlindungan konsumen terhadap produk farmasi di Indonesia. Selain daripada kendala perlindungan konsumen dari segi produksi produk farmasi, ada kendala lain yang perlu mendapat perhatian, yakni harga obat-obatan yang terkadang tidak wajar. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, memiliki banyak penduduk yang masih hidup di bawah garis rata-rata (kemiskinan). Orang yang sakit (pasien), pasti membutuhkan obat untuk kesembuhannya, dan untuk mendapatkan       

(9)

obat tersebut, pasien selaku konsumen diwajibkan untuk membayar sejumlah uang sesuai dengan harga dari obat-obatan yang diperlukannya. Namun, tidak semua pasien selaku konsumen mampu untuk membayar harga obat yang tinggi, lain halnya jika harga obat itu memang tinggi secara “wajar”, namun yang menjadi permasalahan, jika harga obat itu tidak wajar, terlalu tinggi dengan apa yang semestinya dijual dipasaran.

Dampak dari harga obat yang tidak wajar ini sungguh terasa bagi golongan masyarakat strata bawah. Bahkan, di Pademangan, Jawa Barat, ada seorang ibu yang tega menjadikan bayinya sendiri sebagai jaminan untuk penebusan obat-obatan yang seharga Rp.700.000,00 (tujuh ratus ribu rupiah).83 Ini merupakan suatu bukti dimana harga obat yang tidak wajar harganya telah mencekam bagi masyarakat strata bawah, hingga tega untuk berbuat hal yang tak manusiawi demi menebus obat. Banyak faktor yang bisa menyebabkan harga obat menjadi tidak wajar, tapi yang pastinya yang menetapkan harga awal dari sebuah produk farmasi pasti adalah produsen dari produk itu sendiri.

PT. Mutiara Mukti Farma Medan, selaku perusahaan yang bergerak dibidang pembuatan produk farmasi (obat-obatan), tetap berusaha untuk menetapkan harga obat yang memberikan keuntungan (profit) bagi perusahaan dan yang wajar bagi masyarakat, tetapi penulis hendak melakukan riset ke sana guna mengetahui bagimana cara penentuan harga suatu produk farmasi, sebagai bagian dari bentuk perlindugan konsumen.

      

83 Mangku Sitepoe, Mendapatkan Harga Obat yang Wajar, (Jakarta: tanpa penerbit, 2002), hal. 7.

(10)

Gambaran kondisi yang telah disebutkan sebelumnya, mendorong penulis untuk melakukan penelitian dengan judul: “Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Produk Farmasi di Indonesia (Studi pada PT. Mutiara Mukti Farma Medan).”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, ada beberapa hal yang menjadi perumusan permasalahan untuk dibahas di dalam penulisan skripsi ini, masalah yang akan dibahas yaitu:

1. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap konsumen yang memakai produk farmasi ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen?

2. Apakah syarat yang harus dipenuhi oleh suatu produk farmasi agar produk tersebut bisa dijual di masyarakat dan bagaimana penyelesaiannya jika terjadi sengketa konsumen dibidang produk farmasi?

3. Bagaimanakah menentukan standarisasi harga produk farmasi di Indonesia sebagai bentuk perlindungan konsumen?

C. Tujuan Penulisan

Suatu skripsi umumnya membahas permasalahan yang diajukan sehingga terdapat keterkaitan untuk mencapai maksud akhir dari penulisan skripsi. Oleh karena itu, tujuan yang hendak dicapai oleh penulis dalam penulisan skripsi ini adalah:

(11)

1. Untuk mengetahui bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen yang memakai produk farmasi di Indonesia.

2. Untuk mengetahui syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh produk farmasi agar bisa dijual dimasyarakat dan bentuk-bentuk penyelesaian sengketa di bidang produk farmasi di Indonesia.

3. Untuk mengetahui bagaimana menentukan standarisasi harga produk farmasi di Indonesia sebagai bentuk perlindungan konsumen.

D. Manfaat Penulisan

Penulisan skripsi ini diharapakan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis. Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Secara teoritis, penulisan skripsi ini bermanfaat untuk melengkapi syarat sesuai dengan syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum, dan juga bermanfaat untuk memperkaya dan memperdalam ilmu pengetahuan dalam bidang Ilmu Hukum terutama dalam hal Hukum Perlindungan Konsumen, khususnya yang berkaitan tentang produk farmasi.

2. Secara praktis, penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi semua pembacanya baik itu dari kalangan pelaku usaha maupun konsumen agar bisa lebih paham terhadap hak-hak dan kewajiban mereka masing-masing dalam bidang perlindungan konsumen diproduk farmasi. Dengan penelitian ini diharapkan masyarakat menyadari akan hak-haknya sebagai konsumen produk farmasi dan produsen produk

(12)

farmasi selaku pelaku usaha lebih mementingkan dan mengutamakan hak-hak konsumen dalam menjalankan kegiatan usahanya.

E. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan maupun teknologi. Hal ini disebabkan karena penelitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten. Untuk memperoleh suatu kebenaran haruslah didukung oleh fakta-fakta atau data-data empiris maupun data-data yang non empiris melalui langkah-langkah ilmiah (metode ilmiah).

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Penelitian yang berjudul “Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Produk Farmasi di Indonesia (studi PT. Mutiara Mukti Farma Medan)” menggunakan jenis penelitian yuridis normatif dengan tambahan wawancara untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini. Penelitian yuridis normatif adalah metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau bahan sekunder belaka.

Metode berpikir yang digunakan adalah metode berpikir deduktif (cara berpikir dalam penarikan kesimpulan yang ditarik dari sesuatu yang sifatnya umum yang sudah dibuktikan bahwa dia benar dan kesimpuan itu ditujukan untuk sesuatu yang sifatnya khusus).84

      

84 Sedarmayanti & Syarifudin Hidayat, Metodologi Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 2002, hal. 23.

(13)

Cara kerja dari metode yuridis sosiologi dalam penelitian ini, yaitu hasil pengumpulan dan penemuan data serta informasi melalui studi kepustakaan terhadap asumsi atau anggapan dasar yang dipergunakan dalam menjawab permasalahan pada penelitian ini. Dengan demikian kebenaran dalam suatu penelitian telah dinyatakan reliable tanpa harus melalui proses rasionalisasi.85

Penelitian ini bersifat kualitatif karena riset yang dilakukan bersifat deskriptif dan tidak menggunakan data dalam bentuk angka-angka (non kuantitatif). Proses dan makna (perspektif subyek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta yang dilapangan.

2. Sumber Data

Bahan penelitian yang digunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier yang berkaitan dengan penelitian ini.

Bahan hukum primer dapat berupa peraturan perundang-undangan nasional, maupun peraturan perundang-undangan dari negara lain yang berkaitan dengan perlindugan konsumen. Demikian pula putusan-putusan pengadilan di Indonesia untuk melihat aplikasi peraturan perundang-undangan perlindungan konsumen tersebut dapat berupa peraturan perundang-undangan nasional, maupun peraturan perundang-undangan dari negara lain yang berkaitan dengan perlindungan konsumen.86

      

85 Soerjono Soekanto & Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif ,Suatu Tinjauan

Singkat, (Jakarta: Rajawali Pers, 2001), hal, 14. 

86 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1986), hal. 52.

(14)

Bahan hukum sekunder dapat berupa karya-karya ilmiah berupa buku-buku, laporan penelitian, jurnal ilmiah, dan sebagainya. Termasuk dalam hal ini, pendapat para ahli yang dikemukakan dalam seminar-seminar, konferensi-konferensi nasional maupun internasional yang berkaitan dengan pokok permasalahan dalam skripsi ini.87

Bahan hukum tertier terdiri dari bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, misalnya kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan sebagainya.88

F. Keaslihan Penulisan

Penulisan skripsi berjudul “Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Produk Farmasi di Indonesia (studi PT. Mutiara Mukti Farma Medan)” merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan oleh karena itu sudah seharusnya bahwa penulisan skripsi ini didasarkan kepada ide dan pemikiran secara pribadi, terlepas dari segala bentuk peniruan (plagiat).

Sepanjang yang diketahui penulis, berdasarkan pengamatan dan penelusuran kepustakaan yang dilakukan, khususnya pada lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara jurusan Perdata BW, penulisan skripsi dengan judul yang disebutkan di atas belum pernah dilakukan dengan pendekatan yang sama. Namun terdapat beberapa skripsi yang telah mengulas masalah perlindungan konsumen terhadap produk farmasi, misalnya Perlindungan Hukum       

87 Ibid. 88 Ibid. 

(15)

Konsumen Terhadap Beredarnya Obat Tradisional Impor Yang Tidak Mencantumkan Label Berbahasa Indonesia Pada Kemasannya, Perlindungan hukum konsumen dalam jual-beli obat-obatan tradisional (Cina) serta Tanggung Jawab Apoteker Terhadap Konsumen Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Berdasarkan judul skripsi yang telah disebutkan di atas, dapat dipastikan bahwa permasalahan yang dibahas oleh penulis dengan skripsi yang diatas akan sangat berbeda. Jika kelak suatu hari terbukti bahwa skripsi ini merupakan hasil dari peniruan (plagiat), maka penulis bersedia untuk menanggung segala akibat dari hasil plagiat tersebut.

G. Sistematika Penulisan

Dalam menghasilkan karya ilmiah maka pembahasannya harus diuraikan secara sistematis. Untuk mempermudah penulisan skripsi ini maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab-bab yang saling berangkaian satu sama lain89. Adapun sistematika penulisan hukum tersebut adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, metode penelitian, keaslian penulisan serta sistematika penulisan.

      

89 Fried N. Keslinser, Asas-Asas Penelitian Behavioral, (Yogyakarta: Gajah Mada University, 1996) hal. 70.

(16)

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

Dalam bab ini menguraikan tentang 2 subbab, subbab pertama : pengertian konsumen, pengertian produsen dan pelaku usaha, pengertian hukum perlindungan konsumen, sejarah hukum perlindungan konsumen di Indonesia, hak-hak dan kewajiban konsumen, hak-hak dan kewajiban pelaku usaha serta penyelesaian sengketa konsumen secara umum.

BAB III : TINJAUAN YURIDIS TERHADAP INDUSTRI FARMASI DAN PRODUK FARMASI

Dalam bab ini menguraikan tentang: syarat pendirian industri farmasi, profil PT. Mutiara Mukti Farma Medan, pengertian obat atau produk farmasi, penggolongan obat menurut peraturan perundang-undangan, syarat yang harus dipenuhi oleh produk farmasi agar dapat diedarkan, sanksi hukum terhadap produk farmasi yang tidak memenuhi syarat peredaran, serta penentuan standar harga produk farmasi sebagai bentuk perlindungan konsumen

BAB IV : ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK FARMASI DI INDONESIA DAN PENYELESAIAN SENGKETA BIDANG FARMASI.

(17)

Dalam bab ini menguraikan tentang: perlindungan konsumen terhadap produk farmasi ditinjau dari undang-undang perlindungan konsumen, pengertian sengketa konsumen, penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, penyelesaian sengketa konsumen di dalam pengadilan, badan perlindungan konsumen nasional, badan penyelesaian sengketa konsumen, serta penyelesaian sengketa konsumen di bidang farmasi.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Merupakan bab penutup dari seluruh rangkaian bab-bab sebelumnya, berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian skripsi ini dan dilengkapi dengan saran-saran.

Referensi

Dokumen terkait

tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap klien sesuai dengan. kebutuhannya berdasarkan

(multikultural) sehingga dapat diasumsikan bahwa keberagaman suku tersebut akan memengaruhi penggunaan bahasa, yaitu BI dan BBT. Sebagai contoh, leksikon flora ‘pinus’ tidak

Universitas Sumatera Utara... Universitas

Dari sifat – sifat dan aplikasi komposit tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti beberapa sifat fisis dan sifat mekanik komposit berpenguat serat alam,yaitu serat palem saray

Universitas Sumatera Utara... Universitas

PERANAN DIREKTORAT LALU LINTAS KEPOLISIAN DAERAH SUMATERA UTARA DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN ADMINISTRASI KEPEMILIKAN KENDARAAN BERMOTOR.. (Studi Kasus

Maka dari itu dibuatlah sebuah website Pembudidayaan belut ini dengan menggunakan software PHP, untuk memudahkan pengunjung yang ingin membuka usaha belut, dan dapat memesan langsung

Jumlah Penawaran yang dinyatakan Gugur Evaluasi Harga = 0 penawar (hasil evaluasi harga selengkapnya seperti terlampir) dan dokumen yang dinyatakan lulus evaluasi