• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Tata ekonomi dunia abad 21, yang ditandai dengan globalisasi ekonomi, dimana negara-negara diseluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi tanpa rintangan batas teritorial negara. Salah satu perwujudan nyata dari globalisasi ekonomi antara lain terjadi dalam bentuk-bentuk bisnis korporasi yang mengarah pada meningkatnya ketergantungan ekonomi antar negara melalui peningkatan volume dan keragaman transaksi antar negara (cross-border

transaction) dalam bentuk barang dan jasa, aliran dana internasional (international capital flows), pergerakan tenaga kerja (human movement) dan

penyebaran teknologi informasi yang sangat cepat.

BUMN sebagai salah satu bisnis korporasi di Indonesia tidak lepas dari pengaruh globalisasi sehingga menyebabkan BUMN perlu melakukan tinjauan ulang baik terhadap struktur, strategi usaha maupun strategi manajemen. Keberadaan badan usaha yang dimiliki oleh negara yang disebut dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) disamping adanya badan usaha lain seperti Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) dan Koperasi, menurut Pandji (1995:8-10) memiliki maksud dan tujuan untuk:

1. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya.

2. Mengejar keuntungan.

3. Menyelenggarakan kemanfaatan umum, berupa penyediaan barang dan/ atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak.

(2)

4. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi.

5. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, korperasi dan masyarakat.

BUMN yang jumlahnya pada Maret 2005 terdiri dari 158 BUMN dan 21 Badan Usaha Patungan Minoritas (14 Perum, 143 Persero, dan 3 berbentuk lainnya) bergerak hampir diseluruh sektor ekonomi, pertanian, manufaktur, pertambangan, dan perdagangan, keuangan (bank dan non bank), telekomunikasi, transportasi, listrik, konstruksi,dll. Bahkan beberapa diantaranya bergerak dalam industri yang vital atau industri hulu. Dalam posisinya sebagai industri hulu dan juga sebagai salah satu kekuatan ekonomi nasional, kinerja BUMN merupakan faktor penentu tingkat efisiensi industri dibawahnya (industri hilir), dan secara lebih luas terhadap tingkat efisiensi ekonomi nasional. Sehingga dapat dikatakan kinerja BUMN sangat menentukan tingkat perekonomian nasional.

Tantri Abeng mengatakan dilihat dari kinerja keuangan yang dihasilkan menunjukkan BUMN sering diidentikkan sebagai unit usaha yang tidak efisien. Dengan total aset BUMN pada posisi per 5 Maret 2004 mencapai Rp.1.177,76 triliun, laba sebelum pajak yang diperoleh hanya Rp.29,43 triliun, ROA sebesar 2,49% dari total aset Rp.1.177,76 triliun dan ROE sebesar 6,10% dan total ekuitas sebesar Rp.481,93 triliun (Gatra 5 Maret 2005). Dari angka-angka tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa kontribusi BUMN kepada anggaran negara relatif masih kecil dan dengan tingkat return yang dihasilkan masih dibawah cost of

capital perbankan. Angka-angka ini lebih lanjut memberikan indikasi tingkat

utilisasi asset yang masih rendah atau biaya produksi lebih tinggi.

Di era persaingan global yang semakin tajam ini tidak bisa dipertahankan, BUMN sebagai salah satu bisnis korporasi milik pemerintah perlu melakukan tinjauan ulang struktur dan strategi usaha serta melandaskan strategi manajemen dengan bisnis entrepreneurship, cost efficiency dan competitive advantages. Dalam pasar yang bersaing, keunggulan kompetitif (competitive advantage) merupakan faktor yang desisif dalam meningkatkan kinerja perusahaan. Oleh

(3)

karena itu, upaya privatisasi (go public) BUMN dalam rangka meningkatkan daya saing dan membangun keunggulan kompetitif merupakan suatu keharusan.

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, privatisasi berarti proses, cara perbuatan menjadi milik perorangan (dari milik Negara), merupakan proses yang multidimensi. Proses privatisasi terfokus pada beberapa dimensi pokok ekonomi atau bisnis, kesehatan usaha, kebijaksanaan pemerintah, pengelola usaha BUMN itu sendiri, termasuk proses pemasyarakatan sahamnya di pasar modal serta aspek hukum mengaturnya, secara sempit sebenarnya privatisasi adalah transaksi bisnis yang melibatkan dua pihak atau lebih, dengan salah satu diantaranya sebagai penjual dan pihak lainnya berperan sebagai pembeli. Penjualnya adalah pemerintah atas nama negara dan calon pembelinya adalah masyarakat luas termasuk asing.

Privatisasi juga memiliki makna yang luas, menswastakan BUMN, Djoko Santoso Moeljono (2004:52-57), mencatat beberapa makna yang terkandung dalam privatisasi adalah:

1. Merupakan sebuah transformasi yang lebih sempurna ke arah ekonomi kapitalis.

2. Karena pudarnya keyakinan terhadap teori Negara kesejahtraan seperti yang diperkenalkan oleh John Maynard Keynes (1883-1987).

3. Pemerintah harus fokus pada pekerjaan-pekerjaan pemerintah saja, tidak usah mengurusi hal yang bukan core competence-nya.

Sedangkan ide utama yang mendukung kegiatan privatisasi tersebut adalah: 1. Kesadaran dari pemerintah tentang keterbatasan dalam pengelolaan BUMN. 2. Pemerintah seharusnya tidak melakukan kegiatan bisnis, seharusnya berfungsi

sebagai fasilitator.

3. Mencegah intervensi dan proteksi pemerintah agar BUMN dikelola dengan professional.

4. Pembenahan BUMN yang diprivatisasi akan memberikan kontribusi fiskal yang positif bagi negara.

(4)

Privatisasi yang pada intinya, akan ditempuh melalui management of

change, reformasi, ataupun restrukturisasi baik pada sisi pemerintah dalam

kedudukannya sebagai pemilik (prinsipal) maupun pada sisi Chief Executive

Officer (CEO), BUMN sebagai pengelola usaha (agen). Apabila ditinjau dari sisi

ekonomi makro dapat berfungsi sebagai pengurang beban keuangan dalam neraca negara, pengembangan pasar modal dalam negeri baik kepada masyarakat maupun pihak asing dan mengurangi campur tangan birokrasi terhadap pengelolaan BUMN dan dapat membangun professionalitas pengelolaan perusahaan.

Akan tetapi di Indonesia privatisasi tidak selalu merupakan pilihan terbaik bagi peningkatan kinerja BUMN, di satu pihak privatisasi diyakini amat diperlukan, tidak saja untuk menutup defisit APBN, namun jauh lebih penting untuk mendorong transparansi disejumlah BUMN yang pada gilirannya juga akan meningkatkan efisiensi dan menguntungkan konsumen, sedangkan di lain pihak masih banyak pertentangan di masyarakat dalam hal privatisasi yang sebenarnya telah lama dilaksanakan oleh negara maju.

Tidak sedikit masyarakat berpendapat bahwa sebenarnya BUMN memberikan surplus bagi pendapatan negara, melakukan privatisasi terhadap BUMN pada akhirnya akan memberikan nilai surplus ketangan lain, bahkan mungkin memberikan nilai tersebut kepada pihak asing. Hal ini apabila benar, berarti bertentangan dengan azas kesejahtraan masyarakat dan social

responsibility.

Secara pasti pelaksanaan BUMN akan mendatangkan suatu dampak, baik terhadap internal maupun eksternal dari BUMN. Beberapa implikasi dari privatisasi adalah terjadinya perubahan komposisi kepemilikan, masuknya kepemilikan asing atas BUMN dikarenakan lemahnya pasar dalam negeri (setelah krisis), dan terjadinya pergantian CEO.

Penelitian mengambil referensi dari penelitian Zaroni (2004) yang berjudul ‘Pengaruh Kepemilikan Pemerintah, Kepemilikan Asing, dan Penggantian CEO terhadap Kinerja Keuangan Badan Usaha Milik Negara Sesudah Diprivatisasi’ yang mengacu pada penelitian D’Souza, Megginson, dan

(5)

Nash yang berjudul ‘Determinant of Performance Improvements In Privatized Firms: The Role of Restructuring and Corporate Governance’. Pada penelitian tersebut D’Souza, Megginson, dan Nash (2001) menyimpulkan bahwa peningkatan efisiensi yang sangat signifikan pada BUMN hanya terjadi bila kepemilikan pemerintah pada BUMN semakin berkurang. Sedangkan Zaroni (2004) mengatakan, masuknya investor asing melalui penyertaan saham pada BUMN yang diprivatisasi justru akan mengakibatkan akan menurunnya kinerja keuangan perusahaan tersebut. Selanjutnya Zaroni mengatakan, Privatisasi tidak cukup efektif dapat meningkatkan kinerja keuangan BUMN, selama tiga tahun sesudah diprivatisasi kinerja keuangan BUMN hanya terjadi peningkatan pada net

sales dan economic value added. Indikator keuangan lain seperti Return On Sales, Return On Investment, dan Return On Equity justru mengalami penurunan.

Sedangkan Ojat Darojat (Jurnal Studi Indonesia: 2004) mengatakan privatisasi memiliki peranan penting dalam meningkatkan kinerja operasi dan keuangan BUMN. Peningkatan ini dapat dilihat dari indikator profitability,

efficiency, capital spending dan produktifitas serta deviden pay out yang

menunjukan peningkatan setelah privatisasi. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Nurul Nurfitriani (UTAMA: 2006) dalam skripsinya mengatakan yang melakukan privatisasi tidak memiliki perbedaan tingkat kinerja keuangan yang signifikan antara sebelum dan sesudah privatisasi karena dilihat dari aspek keuangan. Hal ini berarti tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja keuangan perusahaan sebelum dan sesudah privatisasi. Berbagai fenomena ini menjadi sangat menarik sehingga penulis tertarik untuk mengkaji hal-hal tersebut didalam suatu skripsi yang berjudul:

“Pengaruh Privatisasi Terhadap Kinerja Keuangan BUMN”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar masalah yang telah dikemukakan di atas, penulis mengidentifikasikan pokok masalah adalah sebagai berikut:

Apakah privatisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja keuangan BUMN.

(6)

1.3 Pembatasan Masalah

Penulis akan membatasi masalah yang akan diteliti agar cakupan penelitian tidak terlalu luas dan tidak menyimpang dari tujuan penelitian yang telah ditetapkan. Pembatasan masalah tersebut adalah sebagai berikut:

1. Penulis hanya meneliti pengaruh dari privatisasi terhadap tingkat kinerja keuangan BUMN yang diukur dengan indikator Return On Sales, Return On

Investment dan Return On Equity. Alasannya adalah hampir semua tujuan

privatisasi adalah untuk meningkatkan out put, efisiensi, dan profitabilitas perusahaan. Hasil penelitian Meggison, Nash dan Van Randenborgh (1994), Boubakri dan Cosset (1998), dan D’Souza dan Meggison (1999) mengatakan bahwa peningkatan kinerja BUMN sesudah diprivatisasi dapat dilihat terutama dalam hal kinerja keuangan yang dapat diukur dengan indikator perubahan: (1) Profitabilitas, (2) Efisiensi Operasi, (3) Pengeluaran modal untuk investasi, (4) Output, (5) Likuiditas, (6) Leverage dan (7) Pay Out. Penelitian ini dilakukan pada BUMN yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dimana terdapat fenomena khusus yaitu adanya penolakan terhadap privatisasi yang dilakukan pemerintah terhadap BUMN.

2. Penelitian dilakukan terhadap perusahaan-perusahaan BUMN yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. BUMN yang diteliti telah mengeluarkan laporan keuangan didalamnya termasuk Neraca, dan Laporan Laba Rugi. Laporan keuangan milik perusahaan tersebut diasumsikan wajar, karena telah diaudit oleh akuntan publik dan dilaporkan pada Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM). Dalam hal ini penulis mengambil periode yang diteliti adalah periode 2 tahun sebelum dan 2 tahun sesudah privatisasi sampai tahun 2004.

1.4 Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud dari dilakukannya penelitian adalah untuk memperoleh data-data sebagai bahan kajian dalam penyusunan skripsi. Selanjutnya data tersebut akan diolah, dianalisa, dan diinterpretasikan sehingga diharapkan dapat diperoleh

(7)

gambaran mengenai pengaruh privatisasi terhadap kinerja keuangan perusahaan milik negara.

Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis apakah privatisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja keuangan BUMN.

1.5 Kerangka Pemikiran

Keberadaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai salah satu pelaku ekonomi nasional telah dimanfaatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Sebagian besar BUMN menitikberatkan usahanya dengan memanfaatkan keunggulan komparatif yang berupa sumber daya yang dimiliki negara untuk memenuhi kebutuhan rakyat, baik sandang, pangan, maupun papan serta penyediaan infrastruktur jalan, listrik dan juga untuk menghasilkan devisa negara.

Perubahan tatanan perekonomian dunia yang mengarah kepada globalisasi dan kemajuan inovasi teknologi yang semakin efektif dan efisien ternyata tidak dapat diantisipasi dengan baik oleh BUMN, dengan segala keunggulan yang ada ternyata BUMN tidak dapat berjalan lancar dan mengalami berbagai macam kendala yang diakibatkan oleh tata pengelolaan yang kurang baik dimana perilaku manajemen cenderung lebih berorientasi pada politik daripada bisnis, kecendrungan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nipotisme), dan jaringan birokrasi yang tidak efisien. Pola-pola bisnis yang konvensional dalam bentuk monopoli, subsidi pajak maupun tarif, dan perlindungan industri yang dianut selama ini tidak mampu menghadapi persaingan yang semakin kompleks dalam dunia bisnis. Berbagai pola bisnis yang tidak efisien ini tidak bisa lagi dipertahankan, juga campur tangan pemerintah yang mengakibatkan ketidakmampuan BUMN untuk berkompetisi secara bebas.

Dalam rangka melaksanakan program reformasi terhadap BUMN selaku pengelola aset produktif negara agar menjadi suatu badan usaha yang sehat lepas dari campur tangan pemerintah, mempunyai profesionalitas, mampu mengembangkan struktur perekonomian dari pasar monopolistik menjadi pasar bebas, menciptakan efisiensi dan produktivitas yang tinggi dan terutama menciptakan suatu kultur bisnis dalam BUMN, maka pemerintah melalui Menteri

(8)

Negara Pendayagunaan BUMN melaksanakan privatisasi sejumlah BUMN dalam usahanya untuk mewujudkan visi BUMN sebagai perusahaan kelas dunia.

Privatisasi merupakan pengalihan sebagian atau keseluruhan kepemilikan, asset dan kontrol pemerintah terhadap BUMN kepada pihak swasta. Pasal 78 Undang-Undang Republik Indonesia No.19 tahun 2003 tentang BUMN menyebutkan bahwa privatisasi dilaksanakan dengan tiga cara yaitu:

a. Penjualan saham berdasarkan ketentuan pasar modal (Initial Public Offering). b. Penjualan saham langsung kepada investor (Strategic Sales).

c. Penjualan saham kepada manajemen dan/ atau karyawan yang bersangkutan. Menurut Tantri Abeng (Gatra 5 Maret 2005) privatisasi adalah upaya untuk meningkatkan nilai dari perusahaan (value creation) baik dengan meningkatkan laverage asset yang dimiliki dan/ atau dengan melibatkan pihak swasta dalam pemilikan BUMN melalui beberapa cara: Initial Public Offering

(IPO), Private Placement oleh Strategic Investor dan/ atau Private Placement

oleh lembaga keuangan. Privatisasi juga memungkinkan terjadinya peningkatan kemampuan dan transfer of technology, meluaskan akses ke pasar global, meningkatkan efisiensi dan nilai perusahaan secara keseluruhan.

Privatisasi dalam Undang-Undang No.19 tahun 2003 tentang BUMN pasal 74 dimaksudkan untuk:

a. Memperluas kepemilikan masyarakat atas Persero. b. Meningkatkan efisiensi dan produktifitas perusahaan.

c. Menciptakan struktur keuangan dan manajemen keuangan yang baik atau kuat.

d. Menciptakan struktur industri yang sehat dan kompetitif.

e. Menciptakan Persero yang berdaya saing dan berorientasi global. f. Menumbuhkan iklim usaha, ekonomi makro dan kapasitas pasar.

Privatisasi dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja dan nilai tambah perusahaan dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemilikan saham persero.

(9)

Menurut Mar’rie Muhamad (1996: 6) privatisasi bukan sekedar menjual sebagian atau seluruh asset BUMN kepada pihak swasta tapi jauh lebih luas dari pada itu. Pengertian pertama adalah memberikan kesempatan kepada pihak swasta menjadi pemain utama dalam bisnis, kedua adalah bagaimana lembaga-lembaga pemerintah biasa bertingkah laku seperti swasta. Dengan privatisasi akan terjadi keterkaitan yang erat antara individu (pemilik dan manajer) terhadap kinerja perusahaan maka makin tinggi imbalan kepada individu dalam perusahaan, baik dalam bentuk imbalan langsung ataupun semakin meningkatnya nilai perusahaan, sebaiknya bila perusahaan menderita kerugian yang berkepanjangan maka akan bangkrut dan berimplikasi langsung pada individu dalam perusahaan, pemilik, manajemen dan karyawan.

Dengan diprivatisasinya BUMN maka terjadi perubahan komposisi kepemilikan yang menyebabkan BUMN harus melakukan redefenisi misi dan tujuan perusahaan. Perubahan kepemilikan tersebut kemungkinan diikuti dengan pergantian CEO. CFO yang ditunjuk atas dasar politically atau kepanjangan tangan dari pemerintah, setelah diprivatisasi akan diganti dengan CEO BUMN yang professional dengan harapan membawa banyak perubahan.

Makna lain dari privatisasi yang seringkali tidak terungkap secara transparan adalah terkait dengan defisit anggaran pemerintah. Beratnya beban anggaran untuk menopang BUMN membuat pemerintah lebih memilih untuk menjual atau memprivatisasi dari pada melakukan restrukturisasi maupun profitisasi terhadap BUMN yang ada. Pemerintah menempatkan pendapatan dari pelaksanaan privatisasi sebagai salah satu sumber pendapatan pengurang defisit anggaran selain deviden. Hal ini dapat dilihat dari beberapa kebijakan Kerja Sama Operasi (KSO) dan Built Operate Transfer (BOT) oleh pemerintah disebabkan karena pemerintah tidak memiliki dana untuk melakukan investasi ataupun membiayai pembangunan infrastruktur (Ojat Darojat, Jurnal Studi Indonesia: Vol 14: 51).

Perubahan lain dari terdaftarnya BUMN di bursa efek adalah sistem pantauan kinerja akan bekerja lebih efektif, yang dalam hal ini akan menjadi alat picu peningkatan efisiensi usaha. BUMN akan selalu menyampaikan informasi

(10)

perusahaan sesuai dengan persyaratan pasar modal sehingga BUMN akan menjadi transparan, sementara itu bagi masyarakat dan pasar modal itu sendiri akan selalu mengawasi kinerja BUMN sehingga dapat lebih memacu manajemen selalu berperilaku efisien dan termotivasi untuk meningkatkan kinerja perusahaan.

Menurut Indra Bastian (2002: 175), penilaian tingkat kinerja BUMN meliputi dua aspek penting, yaitu aspek kinerja korporasi dan aspek kinerja manajemen, yang ditentukan oleh hasil penilaian terhadap kinerja keuangan, kinerja operasional dan manfaatnya bagi masyarakat. Aspek penilaian kinerja keuangan BUMN diantaranya dapat diukur dengan indikator: Return On Sales,

Return On Investment dan Return On Equity. Hasil penelitian Meggison, Nash

dan Van Randenborgh (1994), Boubakri dan Cosset (1998), dan D’Souza dan Meggison (1999) mengatakan bahwa peningkatan kinerja BUMN sesudah diprivatisasi dapat dilihat terutama dalam hal kinerja keuangan yang dapat diukur dengan indikator perubahan: (1) Profitabilitas, (2) Efisiensi Operasi, (3) Pengeluaran modal untuk investasi, (4) Output, (5) Likuiditas, (6) Leverage dan (7) Pay Out.

Ukuran kinerja keuangan akan memberikan petunjuk apakah strategi perusahaan, implementasi, dan pelaksanaan dalam privatisasi memberikan kontribusi atau tidak, kepada peningkatan laba dan efisiensi BUMN yang merupakan tujuan finansial perusahaan. Menurut Kaplan (2000:6), tujuan finansial berhubungan dengan profitabilitas, yang diukur nilainya oleh laba operasi. Tujuan finansial lainnya berupa pertumbuhan penjualan yang cepat atau terciptanya arus kas. Berdasarkan uraian yang dikemukakan diatas, maka penulis mencoba untuk menetapkan hipotesis yang akan diteliti dan diuji kebenarannya yaitu sebagai berikut:

“Privatisasi tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja keuangan BUMN”.

Secara sederhana, digambarkan dalam bagan kerangka pemikiran sebagai berikut:

(11)

Alur Kerangka Pemikiran

1.6 Metodologi Penelitian

Dalam penelitian ini metode yang akan digunakan adalah adalah metode deskriptif dengan pendekatan komparatif. Penelitian ini akan difokuskan pada laporan keuangan khususnya Neraca dan Laporan Laba/Rugi pada perusahaan BUMN yang telah terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang dipilih berdasarkan

BUMN

Privatisasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja

keuangan BUMN Kontrol Masyarakat

Privatisasi

Dengan Mekanisme: − Melakukan IPO

− Strategic Sales/ Private Placement Kontrol

Pasar Modal

Kinerja Keuangan Sesudah privatisasi:

− Rasio Profitabilitas Operasi

− Rasio Efektivitas Aset

− Rasio Daya Saing Manajemen

− Rasio Likuiditas

Rasio Leverage

− Rasio Efesiensi Operasi

(12)

criteria tertentu. Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan diolah, dianalisa dan diproses lebih lanjut dengan menggunakan dasar-dasar teori yang dipelajari. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Penelitian Lapangan

Dalam penelitian ini, dilakukan observasi langsung pada objek penelitian dengan tujuan untuk memperoleh data-data sekunder, yaitu neraca dan laporan laba/ rugi perusahaan BUMN yang telah listing di BEJ yang dipilih berdasarkan kriteria tertentu.

2. Penelitian Kepustakaan

Metode pengumpulan data yang dilakukan dengan mempelajari dan menelaah literatur-literatur yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas. Teknik ini dimaksudkan untuk mendapatkan landasan teori yang akan mendukung data primer yang telah didapatkan.

Populasi penelitian ini adalah semua BUMN yang melaksanakan privatisasi dan telah terdaftar di BEJ.

1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penulis melakukan penelitian di BEJ Widyatama Jl. Cikutra No.204 Bandung. Sedangkan waktu untuk melakukan penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai dengan selesai.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Referensi

Dokumen terkait

[r]

 Nama keluarga dari pengarang pertama koma diikuti oleh huruf awal dari nama depan pengarang pertama, tanda koma dikuti oleh nama keluarga dari pengarang kedua/ketiga koma

model pembelajaran kolaboratif teknik kolase yang tidak hanya dapat. meningkatkan kompetensi people smart siswa secara umum saja namun

5.45 Operator Pipa Penyalur adalah KKKS atau pihak yang bertindak sebagai koordinator kegiatan operasional Lifting MMK melalui pipa.. 5.46 Operator Terminal adalah

Secara garis besar komponen-komponen pembelajaran memiliki banyak komponen, diantaranya ada tujuan pembelajaran sebagai titik tolak untuk mencapai suatu pembelajaran, guru

Praktik otonomi akademik PTNBH pada Universitas Airlangga (Unair) Ditetapkan menjadi Badan Hukum Milik Negara (PTNBH) berdasarkan PP No.30 Tahun 2006 merupakan

Pencapaian kinerja dari Dinas Tenaga Kerja Koperasi dan Usaha Mikro Kabupaten Nganjuk Tahun 2018 secara rerata pada umumnya berjalan cukup efisien dilihat dari

Hatta zamirlerden ikincisinin ―Bu‖ zamiri ile ilgili olduğu söylenebilir: Bu>wu>wao Aslında bu dilde ―Bu‖ anlamına gelen (O anlamında da kullanılan) zamir de