ANALISIS PENGGUNAAN FORWARD CONTRACT HEDGING UNTUK MENURUNKAN RISIKO
EKSPOSUR TRANSAKSI
(Studi pada PT. Unilever Indonesia Tbk Tahun 2017-2019)
OLEH
CATTHY APRIANA TAMBUN 160502138
PROGRAM STUDI STRATA 1 MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2020
ABSTRAK
ANALISIS PENGGUNAAN FORWARD CONTRACT HEDGING UNTUK MENURUNKAN RISIKO
EKSPOSUR TRANSAKSI
Perusahaan multinasional yang melakukan transaksi internasional akan menghadapi risiko berupa impor maupun ekspor. Risiko yang akan dihadapi oleh perusahaan multinasional adalah eksposur transaksi yang muncul akibat fluktuasi mata uang.Fluktuasi nilai tukar terjadi sepanjang waktu, sehingga perusahaan mengalami ketidak pastian atas jumlah arus kas masa depannya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui manfaat forward contract hedging yang dilakukan oleh PT.
Unilever Indonesia, Tbk sebagai upaya untuk menurunkan risiko eksposur transaksi. Penelitian menggunakan objek transaksi derivatif forward contract yang terdapat dalam laporan keuangan perusahaan PT Unilever Indonesia, Tbk.
Sumber data yang digunakan merupakan data sekunder yang diperoleh dari laporan keuangan tahunan perusahaan PT Unilever Indonesia, Tbk tahun 2017- 2019, selain itu juga menggunakan data historis kurs sepanjang tahun 2017-2019 yang diperoleh dari Bank Indonesia. Data yang telah disebutkan tersebut diperoleh dari website resmi perusahaan PT Unilever Indonesia, Tbk www.unileverindonesia.co.id dan Bank Indonesia www.bi.go.id. Rumus yang digunakan dalam menghitung forward contract adalah menggunakan rumus Eiteman dan rumus dari Jeff Madura. Penghitungan tersebut akan memperoleh hasil premi atau diskonto atas transaksi forward contract yang telah dilakukan perusahaan. Premi atau diskonto tersebut akan menunjukkan jumlah pembayaran yang akan ditanggung perusahaan dan akan dibandingkan pada saat kesepakatan awal (kurs forward) dengan pada saat jatuh tempo (kurs spot).
Kаtа Kunci: Hedging, Forward Contract, Eksposur Transaksi
ii ABSTRACT
ANALISIS PENGGUNAAN FORWARD CONTRACT HEDGING UNTUK MENURUNKAN RISIKO
EKSPOSUR TRANSAKSI
Multinational companies that conduct international transactions will face risks in the form of imports or exports. Risk that will be faced by multinational companies are transaction exposures arising from currency fluctuations. Fluctuation in exchange rate occurs over time, resulting in uncertainty over the amount of future cash flow.This research uses quantitative descriptive methods. The purpose of this study was to determine the benefits of forward contract hedging conducted derivative transactions contained in the financial statement of PT Unilever Indonesia, Tbk. The data source used is secondary data obtained from the annual financial statement of PT Unilever Indonesia, Tbk in 2017-2019, besides using historical data of the exchange rate throughout 2017-2019 obtained from Bank Indonesia. The data mentioned above was obtained from the company’s official website PT Unilever Indonesia, Tbk is www.unileverindonesia.co.id and Bank Indonesia www.bi.go.id . The formula used in calculating the forward contract is to use the Eitman formula and the formula from Jeff Madura. The calculation will get a premium or discount will be compared at the time of the initial agreement (forward rate) with when due (spot rate).
Keywords: Hedging, Forward Contract, Transaction Exposures
KATA PENGANTAR
Segala puji, hormat dan kemuliaan hanya bagi Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan perkuliahan dan penelitian skripsi ini, dengan judul “Analisis Penggunaan Forward Contract Hedging untuk Menurunkan Risiko Eksposur Transaksi”,
guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
Peneliti mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua peneliti, Bapak Rutbin Tambun dan Ibu Maria Samosir yang telah membesarkan peneliti dengan segala kekuatan yang tidak dapat terbalas, peneliti mengucapkan terimakasih yang tulus, ikhlas dan yang tak terhingga kepada kedua orangtua peneliti. Pada kesempatan ini peneliti juga mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Fadli, SE, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Dr. Amlys Syahputra Silalahi, SE, M.Si, dan Bapak Doli Muhammad Jafar Dalimunthe, SE, M.Si, selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Beby Kendida Hasibuan, SE, M.Si, selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan dan saran dalam penulisan skripsi ini.
4. Ibu Dra. Lisa Marlina, M.Si, dan Ibu Prof. Dr. Isfenti Sadalia, SE, ME, selaku Dosen Penguji I dan Dosen Penguji II yang telah membatu dan memberikan
iv saran untuk kesempurnaan skripsi ini.
5. Seluruh Dosen dan Staf di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara untuk segala jasa-jasanya selama perkuliahan.
6. Teristimewa peneliti ucapkan kepada kakak dan adik tersayang, Nico Tambun, Nicy AFM Tambun, Rony Tambun, Retha Tambun dan Adelina Tambun yang senantiasa mendukung dan mendoakan dalam penyelesaian skripsi.
7. Kepada seluruh keluarga besar peneliti yang selalu memberikan kasih sayang, motivasi dan dukungan yang tiada henti kepada peneliti dalam masa mengerjakan skripsi ini.
8. Sahabat-sahabat peneliti Roy Pasaribu, Eva Faradila, Putri Yolanda, Viora Lazzarina Riswan, Desi Adelina Sinaga dan Elisabet Saragih dan yang tidak bisa saya sebutkan yang selalu memberikan semangat, nasehat dan motivasi kepada peneliti selama masa perkuliahan.
9. Terimakasih kepada keluarga peneliti di kampus yaitu Jehova Jireh, Johanes Tambunan, Rista, Siska, Angel Pardede, Ester Simanjuntak, Lisdayani Sembiring, Lady, Maria, Theresia, dan Winda Manik atas Doa dan dukungannya kepada peneliti.
10. Kepada teman-teman seperjuangan di kampus yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak memberikan saran, motivasi dan dukungan yang tiada henti kepada peneliti dalam mengerjakan skripsi ini.
11. Kepada teman-teman sekelas di Manajemen C, D dan keuangan terimakasih atas kebersamaannya selama bangku perkuliahan.
12. Kepada pihak-pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan balasan atas kebaikan-kebaikan yang telah diberikan kepada peneliti baik di dunia maupun di akhirat kelak. Peneliti menyadari sepenuhnya skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik yang bersifat membangun sangat peneliti harapkan demi kesempurnaan skripsi ini.
Medan, Juni 2020 Peneliti
Catthy Apriana Tambun 160502138
vi DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 10
1.3 Tujuan Penelitian ... 11
1.4 Manfaat Penelitian ... 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 12
2.1 Landasan Teori ... 12
2.1.1 Manajemen Risiko ... 12
2.1.2 Jenis Risiko ... 13
2.1.3 Mata Uang Asing ... 14
2.1.4 Pasar Valuta Asing ... 16
2.1.5 Kurs ... 28
2.1.6 Eksposur Valuta Asing ... 28
2.1.7 Hedging ... 30
2.1.8 Forward Contract ... 33
2.1.9 Forward Contract Hedge ... 36
2.1.10 Nilai Premi Hedging Forward Contract ... 36
2.2 Penelitian Terdahulu ... 37
2.3 Kerangka Konseptual ... 42
2.4 Hipotesis ... 45
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 46
3.1 Jenis Penelitian ... 46
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 46
3.3 Defenisi Operasional ... 46
3.4 Populasi dan Sampel ... 47
3.5 Jenis dan Sumber Data ... 47
3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 48
3.7 Teknik Analisis Data ... 48
3.8 Pengujian Hipotesis ... 50
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 51
4.1 Sekilas Tentang PT. Unilever Indonesia, Tbk ... 51
4.1.1 Alasan PT.Unilever Indonesia, Tbk Melakukan Hedging ... 52
4.2 Tahapan dalam Menghitung Forward Contract
Hedging ... 54
4.3 Perhitungan Kurs Forward ... 54
4.4 Perhitungan Premi (Diskon) Forward Contract Hedging ... 57
4.5 Perhitungan Pembayaran Saat Jatuh Tempo ... 60
4.6 Laporan Keuangan PT. Unilever Indonesia, Tbk Tahun 2017-2019 ... 75
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 77
5.1 Kesimpulan ... 77
5.2 Saran ... 80
DAFTAR PUSTAKA ... 84
DAFTAR LAMPIRAN ... 87
viii
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Halaman
1.1 Hutang Dalam Mata Uang Asing ... 9 2.1 Penelitian Terdahulu ... 40 3.1 Operasional Variabel ... 47 4.1 Hasil Perhitungan Kurs Forward Tahun 2017, 2018 dan Tahun
2019 ... 54 4.2 Hasil Perhitungan Kurs Spot Tahun 2017, 2018 dan Tahun 2019 56 4.3 Hasil Perhitungan Premi (Diskon) forward PT Unilever
Indonesia, Tbk Tahun 2017, Tahun 2018 dan Tahun 2019... 57 4.4 Perbandingan Kurs Spot dan Kurs Forward ... 59 4.5 Perbandingan Pembayaran dengan Menggunakan Hedging dan
Tidak Menggunakan Hedging ... 60
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Halaman
1.1 Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah Terhadap Kurs Dolar ... 6
1.2 Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah Terhadap Kurs Euro ... 7
2.1 Kerangka Konseptual ... 44
4.1 Pertumbuhan Ekonomi Global Pasca Perang Dagang ... 70
4.2 IDR/USD Tahun 2018-2019 ... 72
4.3 IDR/EUR Tahun 2018-2019 ... 72
x
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Judul Halaman
1 Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah Terhadap Kurs Dolar ... 87
2 Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah Terhadap Kurs Euro ... 87
3 Hutang Dalam Mata Uang Asing ... 87
4 Hasil Perhitungan Kurs Forward Tahun 2017-2019 ... 88
5 Hasil Perhitungan Kurs Spot Tahun 2017-2019 ... 88
6 Hasil Perhitungan Premi (Diskon) Forward ... 88
7 Perbandingan Kurs Spot dengan Kurs Forward ... 88
8 Perbandingan Pembayaran dengan Menggunakan Hedging dan Tidak Menggunakan Hedging ... 89
9 Pertumbuhan Ekonomi Global Pasca Perang Dagang ... 90
10 IDR/USD Tahun 2018-2019 ... 91
11 IDR/EUR Tahun 2018-2019 ... 91
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Darsono & Rahman (2018), perdagangan internasional adalah kegiatan memperdagangkan barang dan jasa yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain. Menurut Larasati & Suarjaya (2017), dengan adanya perdagangan internasional transaksi antar negara akan lebih mudah. Transaksi ini akan mengakibatkan peningkatan pertukaran mata uang yang berbeda beda. Peningkatan penggunaan mata uang yang berbeda (valuta asing) ini akan memungkinkan terjadinya eksposur valuta asing (Suarjaya & Larasati, 2017). Eksposur merupakan risiko yang timbul dari sumber daya internal seperti para pekerja atau berasal dari sumber data eksternal. Eksposur juga merupakan obyek yang rentan terhadap risiko dan berdampak pada kinerja perusahaan apabila risiko yang diprediksi benar-benar terjadi (Amelia, Lestari, & Nasib, 2018). Eksposur valuta asing adalah kepekaan perubahan dalam nilai riil asset, kewajiban, atau pendapatan operasi yang dinyatakan dalam mata uang domestic terhadap perubahan kurs yang tak terantisipasi (Syaifuddin, Sarita, & Mahrani, 2015).
Risiko eksposur transaksi merupakan eksposur yang terjadi karena perusahaan melakukan kontrak tertentu yang kemudian dapat menimbulkan sejumlah mata uang yang rentan terhadap perubahan kurs (Hanafi, 2016).
Eksposur transaksi perusahaan multinasional timbul karena arus kas masa depan perusahaan dipengaruhi oleh fluktuasi nilai tukar. Perubahan kurs mata uang dapat
2
`
terjadi pada saat transaksi telah disepakati sampai dengan diselesaikan. Dengan adanya eksposur valuta asing tersebut, maka fluktuasi nilai tukar valuta asing sangat mempengaruhi keadaan dan bahkan kelangsungan hidup perusahaan.
Fluktuasi valuta asing tersebut dapat menimbulkan keuntungan dan kerugian selisih kurs pada pertukaran valuta asing. Risiko tersebut menjadi suatu hal penting yang harus dipertimbangkan oleh setiap perusahaan yang ingin melakukan transaksi internasional, sehingga agar terhindar dari risiko eksposur transaksi sebuah perusahaan biasanya melakukan hal-hal tertentu agar terhindar dari risiko tersebut. Salah satu cara yang banyak digunakan oleh perusahaan yang melakukan perdagangan bebas adalah dengan menggunakan instrumen derivatif.
Derivatif yang terdapat di Bursa Efek adalah derivatif keuangan (financial derivative). Derivatif keuangan merupakan instrumen derivatif, di mana variabel- variabel yang mendasarinya adalah instrumen-instrumen keuangan, yang dapat berupa saham, obligasi, indeks saham, indeks obligasi, mata uang (currency), tingkat suku bunga dan instrumen-instrumen keuangan lainnya. Sedangkan instrumen derivatif merupakan instrumen yang nilainya diturunkan dari nilai aset yang menjadi dasarnya (underlying assets), aset yang menjadi dasar tersebut sangat beragam yaitu mulai dari sekuritas, saham, obligasi, komoditas, valuta asing dan instrumen lainnya (Hanafi, 2016). Instrumen derivatif biasanya digunakan untuk mengurangi atau menghindari risiko yang dapat mempengaruhi keuangan perusahaan. Instrumen derivatif memberikan manfaat yaitu memindahkan risiko kepada pihak lain sehingga dapat menjadi sebuah keuntungan bagi perusahaan jika yang diprediksikan perusahaan itu benar terjadi.
Salah satu strategi yang diterapkan perusahaan untuk megurangi ketidakpastian arus kas dimasa depan adalah dengan menggunakan hedging.
Lindungi nilai (hedging) adalah suatu strategi yang diciptakan untuk mengurangi timbulnya risiko bisnis yang tidak terduga, di samping tetap dimungkinkannya memperoleh keuntungan dari investasi. Prinsip hedging adalah menutupi kerugian posisi aset awal keuntungan dari posisi instrumen hedging (Rully, Hidayat, & Nuzula, 2018).
Hedging sangat diperlukan bagi setiap perusahaan yang ingin melakukan transaksi dengan menggunakan valuta asing, karena keadaan ekonomi memungkinkan nilai tukar mata uang akan selalu mengalami fluktuasi terutama bagi negara dengan mata uang yang termasuk dalam golongan soft currency. Soft currency adalah mata uang lemah yang jarang digunakan sebagai alat pembayaran dan kesatuan hitung karena nilainya relatif tidak stabil dan sering mengalami depresiasi atau penurunan nilai dibandingkan dengan mata uang lainnya (Prasetyo, 2020). Soft currency ini pada umumnya berasal dari negara-negara berkembang seperti Rupiah- Indonesia, Peso-Filipina, Bath-Thailand dan yang lainnya. Sehingga hal tersebut memungkin perusahaan melakukan tindakan hedging untuk melindungi instrumen keuangannya terhadap pergerakan nilai tukar. Nilai tukar yang mengalami fluktuasi menjadi sebuah risiko bagi perusahaan apabila sebuah perusahaan yang ingin melakukan perdagangan bebas tidak memprediksi atau mencegah risiko yang akan datang di masa depan sehingga tidak menutup kemungkinan perusahaan tersebut akan terkena dampak risiko seperti eksposur transaksi.
Melalui forward contract hedging, perusahaan mampu mengunci nilai
4
`
tukar di masa depan untuk menghindari pergerakan kurs yang merugikan. Tetapi pengambilan keputusan untuk melakukan hedging dengan forward contract tidak selalu menguntungkan bagi perusahaan, karena tidak mudah bagi seorang manajemen risiko untuk memprediksi pergerakan mata uang di masa yang akan datang. Perusahaan yang melakukakan forward contract untuk hutang memperoleh keuntungan apabila kurs spot mata uang asing menguat pada saat jatuh tempo, sebaliknya perusahaan akan memperoleh kerugian apabila kurs spot mata uang asing pada saat jatuh tempo mengalami pelemahan. Manajemen perusahaan harus mengambil keputusan yang tepat jika ingin melakukan hedging dengan forward contract ini, karena jika pengambilan keputusan yang tidak tepat maka akan timbul kerugian yang berdampak pada laba perusahaan.
Mengacu data Bloomberg oleh Nugroho & Andriani (2017) dalam bisnis.com, pada tahun 2017 Rupiah ditutup menguat 0,01 persen atau 2 poin di Rp13.529 per dolar AS, setelah dibuka naik 0,10 persen atau 14 poin di Rp13.517. Sepanjang perdagangan kemarin, rupiah terus befluktuasi pada kisaran Rp13.508 – Rp13.542 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama terpantau melemah 0,04 persen atau 0,04 poin ke 93,618. Pelemahan euro perlahan mulai menipis karena investor cenderung mengesampingkan risiko politik yang lebih luas dari kegagalan koalisi Merkel tersebut. Nilai tukar euro melemah 0,03 persen atau 0,0003 ke level US$1.1787 per euro.
Tahun 2018 menurut Bank Indonesia (dalam economy.okezone.com, 2018) nilai tukar rupiah pada bulan Desember 2018 berada di level Rp 14.481
per USD. Nilai tukar Rupiah tercatat melemah sebesar Rp 939 atau 6,9 persen dalam satu tahun. Pelemahan nilai tukar rupiah ini terjadi akibat penguatan mata uang Dolar terhadap mata uang rupiah. Awal tahun 2018 Rupiah berada pada jumlah Rp 13.500 per Dolar, lalu pada pertengahan tahun 2018 melemah pada level tertinggi yaitu kisaran level Rp 15.200 per Dolar, dan pada akhi r tahun 2018 ditutup dengan Rp 14.500 per Dolar. Fluktuasi tinggi tersebut terjadi karena adanya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang menyebabkan nilai tukar mengalami depresiasi.
Kementerian Keuangan (dalam beritasatu.com, 2019) mencatatkan nilai tukar Rupiah menguat 2,3 persen sepanjang semester I 2019. Rata-rata pergerakan Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS) selama paruh tahun 2019 berada di level Rp 14.197 per USD. Nilai tukar rupiah terhadap Euro menguat 0,33 persen ke Rp 15.497, rupiah terhadap Yen melemah 0,02 persen ke Rp 127,87. Rupiah terhadap Yuan menguat 0,06 persen ke Rp 1.999. Pada akhir tahun 2019 Rupiah terus mengalami apresiasi terhadap Dolar dan begitu juga nilai tukar Rupiah terhadap Euro. Peristiwa ini tentu saja berakibat terhadap langkah-langkah yang akan dilakukan investor untuk tetap menjaga nilai investasinya agar mendapat laba yang maksimal dan meminimalisir kerugian begitu juga dengan perusahaan multinasional yang akan melakukan kebijakan-kebijakan agar menjaga aset dan hutangnya tidak membesar akibat dari pertukaran nilai mata uang asing tidak terkendali.
Sepanjang tahun 2017 dan tahun 2019 Nilai tukar Rupiah mengalami pergerakan dan perubahan yang cenderung menurun, meningkat serta dinamis
6
`
terhadap dua mata uang asing yaitu Dolar dan Euro. Yang dimana hal tersebut dapat terjadi karena adanya faktor internal dan eksternal, sehingga dapat berpengaruh juga secara siginifikan kepada mata uang Rupiah. Berikut ini merupakan pergerakan Rupiah terhadap mata uang asing Dolar dan Euro tahun 2017 sampai dengan 2019.
Sumber: Bank Indonesia, 2020
Gambar 1.1
Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah Terhadap Kurs Dolar
Pada awal triwulan I tahun 2017 Rupiah berada di level Rp 13.325 per Dolar dan mengalami peningkatan di level Rp 13.327 per Dolar pada triwulan II.
Nilai tukar terus saja meningkat hingga berada pada level Rp 13.471 per Dolar pada akhir triwulan III dan kembali meningkat pada akhir triwulan IV di level Rp 13.567 per Dolar. Sepanjang tahun 2016 fluktuasi nilai tukar Rupiah terhadap Dolar mengalami pergerakan yang bervariatif.
Tahun 2018 Rupiah mengalami pergerakan yang cenderung naik dan turun terhadap Dolar. Pada triwulan I sampai pada awal triwulan IV Dolar mengalami peningkatan, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika pada triwulan I tercatat sebesar Rp 13.313 per Dolar dan bergerak menguat pada triwulan II mencapai
level Rp 14.480 per Dolar, pada awal triwulan IV nilai tukar Rupiah terhadap Dolar mengalami peningkatan mencapai level Rp 15.216 per Dolar dan pada akhir triwulan IV mengalami penurunan pada level Rp 14.270 per Dolar.
Tahun 2019 pada triwulan I nilai tukar Rupiah tercatat sebesar Rp 14.045 per Dolar, menyusul di triwulan II pada level Rp 14.325 per Dolar. Penguatan Dolar meningkat pada akhir triwulan III mencapai angka Rp 14.165 per Dolar hingga memasuki akhir triwulan IV Rupiah mengalami penguatan pada level angka Rp 13.925 per Dolar.
Sumber: Bank Indonesia, 2020
Gambar 1.2
Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah Terhadap Kurs Dolar
Tahun 2017 nilai tukar Rupiah terus mengalami pelemahan terhadap Euro, akhir triwulan I Rupiah mencapai level 14.195 per Euro. Rupiah terus melemah, pada triwulan II nilai tukar Rupiah terhadap Euro berada pada level Rp 15.228 per Euro. Pada triwulan III nilai tukar Rupiah terhadap mata uang Euro ini mengalami penguatan dan menyentuh angka Rp 15.959 per Euro, hingga pada akhir triwulan IV berada pada level Rp 16,278 per Euro.
Nilai tukar Rupiah terhadap Euro pada Januari 2018 berada pada angka Rp
8
`
16.762 per Euro dan terus mengalami naik dan turun, hingga pada bulan September 2018 nilai tukar Rupiah terhadap Euro mengalami pelemahan pada angka Rp 17.412 per Euro. Memasuki bulan Oktober 2018 Rupiah mengalami pelemahan terhadap Euro pada angka Rp 17.581 per Euro, Namun pada akhir tahun 2018 rupiah mengalami penguatan pada level 16.260 per Euro.
Tahun 2019 triwulan I pergerakan kurs rupiah terhadap Euro berada pada angka Rp 15.842 per Euro, pada triwulan II kurs Rupiah mengalami penguatan dan mencapai angka Rp 15.807 per Euro. Triwulan III Rupiah mengalami penguatan hingga menyentuh angka Rp 15.517 per Euro dan pada akhir triwulan IV Rupiah mengalami pelemahan yaitu pada level Rp 15.543 per Euro.
Gambar 1 dan gambar 2 telah dijelaskan mengenai pergerakan fluktuasi nilai tukar Rupiah terhadap Amerika Serikat (USD) dan Euro (EUR) sepanjang tahun 2017 sampai tahun 2019. Kedua mata uang asing tersebut adalah mata uang yang sering digunakan dalam transaksi internasional PT. Unilever Indonesia Tbk sehingga berpengaruh terhadap arus kas masa depan perusahaan. Fluktuasi nilai tukar Rupiah yang cukup tinggi mendoro ng PT.
Unilever Indonesia, Tbk untuk melakukan hedging terhadap kewajiban hutang dalam mata uang asing selama tahun 2017 sampai tahun 2019. Perusahaan PT.
Unilever Indonesia, Tbk sering menggunakan mata uang Dolar dan Euro untuk transaksi tertentu, sehingga fluktuasi kedua mata uang tersebut akan berpengaruh terhadap masa depan perusahaan.
Hal tersebut yang menjadi faktor perusahaan PT. Unilever Indonesia, Tbk melakukan forward contract hedging sebagai upaya untuk meminimalisir
kewajiban hutang yang tinggi dalam mata uang asing akibat fluktuasi nilai tukar.
Pergerakan mata uang asing yang naik turun akan menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Dari hasil pengolahan data hutang PT. Unilever Indonesia Tbk dibawah dapat dilihat bahwa terdapat selisih pembayaran yang besar saat jatuh tempo. Hal tersebut disebabkan akibat perbedaan nilai tukar mata uang asing terhadap Rupiah saat melakukan hutang dan saat jatuh tempo pembayaran.
Sehingga untuk mengantisipasi kerugian yang tinggi, perusahaan harus melakukan berbagai upaya dalam meminimalisir risiko seperti penggunaan forward contract.
Tabel 1.1
Hutang Dalam Mata Uang Asing PT. Unilever Indonesia Tbk
(Dalam Ribuan Rupiah) Mata
uang
Tahun Hutang
Jumlah Hutang
Nilai Tukar
Tahun Pembayaran
Jumlah Pembayaran
Nilai
Tukar Selisih USD
2017
533.345.000 Rp 13.548
2018
533.345.000 Rp
13.659 59.201.296
EUR 124.224.000 Rp 16.201 124.224.000 Rp
16.820 76.894.656 USD
2018
464.052.000 Rp 14.481
2019
464.052.000 Rp
14.072 189.797.268
EUR 73.155.000 Rp 16.566 73.155.000 Rp
16.176 28.530.540 USD
2019
373.887.000 Rp 13.907
2020
373.887.000 Rp
13.634 102.071.151
EUR 62.238.000 Rp 15.547 62.238.000 Rp
15.018 32.923.902 Sumber: Data Diolah 2020
Laporan keuangan PT. Unilever Indonesia, Tbk pada tahun 2017 sampai dengan tahun 2019 telah melakukan lindungi nilai menggunakan kontrak berjangka atau forward contract hedging. Maka peneliti akan melakukan perbandingan perhitungan antara menggunakan forward contract hedging dan
10
`
apabila tidak menggunakan forward contract hedging dengan cara perhitungan menggunakan kurs spot. Fenomena dan fakta tersebut menjadi alasan peneliti untuk meneliti apakah lindungi nilai atau forward contract hedging terhadap kewajiban hutang yang telah dilakukan oleh PT. Unilever Indonesia terbukti efektif untuk digunakan daripada tidak melakukan lindungi nilai terhadap kewajiban hutang mata uang asing.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, peneliti akan menganalisis laporan keuangan perusahaan PT. Unilever Indonesia, Tbk saat melakukan forward contract hedging yang terdapat dilaporan keuangan yang bernama instrument derivatif dan apabila perusahaan tidak melakukan hedging serta membandingkannya apabila menggunakan kurs spot. Perusahaan ini menjadi objek peneliti karena perusahaan tersebut melakukan forward contract hedging selama periode 2017-2019.
Berdasarkan penelitian terdahulu yang masih terbatas, maka peneliti berniat untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan judul “Analisis Penggunaan Contract Forward Hedging Untuk Menurunkan Risiko Eksposur Transaksi Studi Kasus pada PT. Unilever Indonesia, Tbk Tahun 2017-2019”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dapat diuraikan rumusan pokok masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
“Apakah pengambilan keputusan melakukan hedging dengan menggunakan forward contact hedge dapat menurunkan risiko eksposur transaksi pada perusahaan?”
1.3 Tujuan Penelitian
Ada pun tujuan dari penelitian ini yaitu:
“Untuk mengetahui dan menganalisis secara empiris tentang penggunaan forward contract hedging dalam mengurangi risiko eksposur transaksi akibat fluktuasi valuta asing”
1.4 Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan akan memiliki manfaat bagi berbagai pihak:
1. Bagi investor
Informasi yang dihasilkan dalam penelitian ini dapat digunakan untuk menambah wawasan bagi investor yang akan berinvestasi di perusahaan yang melalukan hedging dalam upaya melindungi aset perusahaan.
2. Bagi peneliti
Bagi peneliti diharapkan menambah pengetahuan dan wawasan terutama pengaruh perusahaan melakukan forward contract hedging untuk menurunkan risiko eksposur transaksi.
3. Bagi penelitian selanjutnya
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi dan menjadi referensi penelitian selanjutnya, khususnya pada teori hedging dalam melihat analisis penggunaan forward contract hedging untuk menurunkan risiko eksposur transaksi.
12 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Manajemen Risiko
Kita sering menganggap bahwa risiko berada diluar kendali kita.
Perusahaan perlu mempunyai seseorang yang sistematik mencari masalah potensial dan merancang pengamanan untuk meminimalkan kerugian yang potensial. Pada beberapa hal, seorang manajer dapat memilih risiko mana yang diterima. Sehingga, manajemen risiko menjadi penting dan ini merupakan sesuatu yang harus dipahami oleh manajer. Risiko tidak dapat dihilangkan, tapi dapat dikendalikan melalui manajemen risiko. Manajemen risiko merupakan suatu usaha untuk mengetahui, menganalisis serta mengendalikan risiko dalam setiap kegiatan perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh efektifitas dan efisiensi yang lebih tinggi (Darmawi, 2014).
Sebenarnya, fungsi utama dari manajemen risiko adalah mengevaluasi semua alternatif untuk mengelola risiko tertentu. Bisnis terpapar oleh perubahan yang tidak dapat diprediksi dalam biaya bahan mentah, tarif pajak, teknologi, dan deretan panjang variabel lain. Tidak ada yang dapat dik atakan manajer tentang semua variabel itu. Terkadang, daripada pembangunan fleksibilitas di dalam sebuah proyek, perusahaan menerima risiko tetapi kemudian menggunakan instrumen keuangan untuk menyeimbangkannya.
Praktik mengambil risiko penyeimbang ini disebut perlindungan (hedging).
Dimana hal tersebut menjadi suatu solusi bagi perusahaan.
2.1.2 Jenis Risiko
Risiko oleh Brigham & Houston (2010) beberapa dapat dikurangi, atau dikelola dan itulah yang dimaksud dengan manajemen risiko. Risiko dapat dibagi sepuluh, yaitu:
1. Risiko murni adalah risiko yang hanya memberikan prospek keugian.
Contohnya meliputi risiko bahwa suatu pabrik akan hangus terbakar atau tuntutan kewajiban atas suatu produk akan mengakibatkan pembayaran ganti rugi yang besar oleh perusahaan.
2. Risiko spekulatif adalah situasi yang memberikan peluang keuntungan tetapi mungkin mengakibatkan kerugian. Jadi, investasi dalam proyek-proyek baru dan sekuritas melibatkan risiko spekulatif.
3. Risiko permintaan berkaitan dengan permintaan akan produk akan jasa suatu perusahaan. Karena penjulan sangat penting bagi semua perusahaan, maka risiko permintaan merupakan salah satu risiko paling signifikan yang dihadapi perusahaan.
4. Risiko masukan adalah risiko yang berkaitan dengan biaya masukan, termasuk tenaga kerja dan bahan. Jadi, sebuah perusahaan yang menggunakan tembaga sebagai bahan baku dalam proses publikasinya menghadapi risiko bahwa biaya tembaga akan naik dan ia tidak dapat meneruskan kenaikan tersebut pada pelanggannya.
5. Risiko keuangan adalah risiko yang diakibatkan dari transaksi keuangan. Jika sebuah perusahaan melakukan kontrak dengan pelanggan atau pemasok luar negeri, maka ia menghadapi risiko bahwa fluktuasi kurs tukar akan
14
`
menimbulkan kerugian yang tidak diantisipasi.
6. Risiko properti berkaitan dengan kerusakan aktiva-aktiva produktif. Jadi, bahaya kebakaran, banjir, dan kerusuhan merupakan risiko properti bagi sebuah perusahaan.
7. Risiko personel adalah risiko yang diakibatkan oleh tindakan karyawan.
Contohnya mencakup risiko yang berkaitan dengan kecurangan atau penipuan oleh karyawan, atau tuntutan berdasarkan diskriminasi umur atau jenis kelamin.
8. Risiko lingkungan meliputi risiko-risiko yang berkaitan dengan pencemaran lingkungan.
9. Risiko kewajiban ganti rugi berkaitan dengan produk, jasa atau tindakan karyawan yang merugikan perusahaan.
10. Risiko yang dapat diasuransikan adalah risiko yang dapat ditutup oleh asuransi. Perlu diperhatikan bahwa kmampuan untuk mengasuransikan risiko tidak berarti bahwa risiko harus diasuransikan.
2.1.3 Mata Uang Asing
Menurut Madura J. (2011), sistem nilai tukar mata uang asing membagi sistem nilai tukar mata uang asing menjadi tiga yaitu:
1. Sistem Nilai Tukar Tetap
Merupakan sistem nilai tukar dimana negara mamatok besaran nilai tukar mata uangnya tanpa melihat aktivitas permintaan dan penawaran atas mata uang tersebut. Dalam sistem nilai tukar tetap , nilai tukar dibuat konstan atau hanya dibiarkan berfluktuasi dalam batas-batas yang sangat sempit. Jika nilai
tukar mulai bergerak terlalu tajam, pemerintah dapat melakukan intervensi untuk mempertahankannya dalam batas-batas yang dimaksud.
Dalam sistem nilai tukar tetap, tugas manajerial dari sebuah MNC akan lebih mudah. Namun demikian, tetap ada risiko bahwa pemerintah akan mengubah nilai dari suatu valutas tertentu. Devaluasi valuta dapat meningkatkan ekspor valuta suatu negara, dan produktivitas serta lapangan kerja , karena devaluasi mendorong konsumen dan perusahaan luar negeri untuk membeli lebih banyak barang yang didominasi dalam valuta yang didevaluasi. Revaluasi (peningkatan nilai) suatu valuta yang dapat meningkatkan persaingan yang diterima perusahaan-perusahaan lokal dari perusahaan-perusahaan asing, karena valuta asing sekarang dapat dibeli dengan harga yang murah.
Revaluasi merupakan strategi yang dipakai oleh berbagai pemerintah untuk menahan laju inflasi, karena dapat mencegah perusahaan-perusahaan lokal menaikkan harga produk mereka dalam tingkat yang signifikan.
2. Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas
Sistem nilai tukar mengambang bebas, pemerintah tidak memikul tanggung jawab untuk mematok nilai tukar valuta asing dalam artian nilai tukar akan ditentukan oleh kekuatan pasar tanpa intervensi dari pemerintah. Dalam sistem ini, perusahan-perusahaan multinasional perlu mencurahkan sumber daya yang substansial untuk mengukur dan mengelola risiko valuta asing.
Keunggulan sistem nilai tukar mengambang bebas dari sudut pandang makro, berkenaan dengan stabilitas global, sistem mengambang bebas lebih menguntungkan dari pada sistem nilai tukar tetap. Sehingga bank sentral tidak
16
`
diwajibkan untuk mempertahankan nilai tukar dalam batas-batas tertentu.
Karenanya, bank sentral tidak dipaksa untuk menerapkan suatu kebijakan intervensi yang mungkin memiliki dampak yang tidak menguntungkan bagi ekonomi hanya untuk mengendalikan nilai tukar. Disamping itu, pemerintah dapat mengimplementasikan kebijakan-kebijakan tertentu tanpa mengkhawatirkan pengaruhnya atas pergerakan nilai tukar. Terakhir, jika nilai tukar dibiarkan untuk mengambang, para investor akan menginvestasikan dana di negara-negara yang memiliki suku bunga yang paling tinggi.
3. Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali
Sistem nilai tukar sejumlah valuta yang ada sekarang berada diantara sistem nilai tukar tetap dan sistem nilai tukar mengambang bebas. Sistem tersebut menyerupai sistem mengambang bebas karena nilai tukar dibiarkan berfluktuasi setiap hari dan tidak ada batasan resmi. Tetapi, menyerupai sistem nilai tukar tetap dalam hal pemerintah dapat dan kadang-kadang melakukan intervensi untuk mencegah valuta mereka berfluktuasi terlalu tajam kesatu arah.
2.1.4 Pasar Valuta Asing
Pasar valuta asing merupakan pasar yang memperdagangkan mata uang (valuta) suatu negara sebagai komoditas dan dipertukarkan dengan valuta asing negara lain atau dikenal dengan sebutan foreign exchange market (Darsono &
Rahman, 2018). Berbeda dengan beberapa pasar keuangan lainnya, pasar valuta asing tidak mempunyai tempat transaksi khusus, seperti lantai bursa (trading floor) di pasar modal. Transaksi valuta asing dilakukan bilateral diantara pelaku pasar
valuta asing atau dikenal sebgai transaksi OTC (Over The Counter) melalui jaringan komunikasi seperti Reuters Monitor Dealing System (RMDS), Bloomberg, telepon atau money broker voice box. Jaringan komunikasi tersebut menghubungkan bank dengan bank lain peserta pasar (interbank) dan/atau counterparties lain, baik berlokasi di dalam negeri maupun di pasar valuta asing global. Kondisi transaksi secara OTC tersebut membuat pengawasan oleh otoritas yang berwenang menjadi sangat terbatas dibandingkan transaksi di pasar modal sehingga transparansi transaksi valuta asing relatif rendah dan harga bisa menjadi sangat bervariasi (multiprice) bahkan bukan tidak mungkin di luar batas harga wajar yang berlaku di pasar.
Dalam praktiknya, pasar valuta asing global beroperasi 24 jam terus- menerus kecuali pada hari libur, berputar dari satu wilayah ke wilayah lain. Kalau memakai waktu di Indonesia sebagai ukurannya, maka kegiatan diawali pada jam empat pagi dari pasar Australia, setelah itu jam tujuh pagi diikuti oleh pasar Asia di mana pusatnya di Jepang, Singapura dan Hong Kong. Siang harinya memasuki pasar Eropa dengan pusat kegiatannya di London, lalu disusul pasar Amerika pada sekitar jam tujuh malam dan setelah itu kembali lagi ke pasar Australia dan Asia pada keesokan harinya.
Dalam perkembangannya, pasar valuta asing merupakan bagian integral dari perdagangan internasional dari barang dan jasa, serta pasar keuangan.
Investor global yang melakukan investasi diluar negaranya, baik investor di sektor rill maupun investor di portofolio seperti di pasar keunagan, sudah pasti memerlukan transaksi di passar valuta asing. Perkembangan pasar valuta asing
18
`
sejalan dengan proses globalisasi perekonomian dunia yang didukung oleh pesatnya perkembangan teknologi informasi dan sistem pembayaran internasional dan menyebabkan terjadinya integrasi pasar keuangan di seluruh dunia. Sehingga setiap guncangan ekonomi disuatu negara dapat dengan mudah menyebar dengan cepat ke negara lain dan semakin sulit dan rumit untuk diatasi.
1. Pelaku Pasar Valuta Asing a. Bank Sentral
Bank sentral sebagai otoritas moneter tertinggi di suatu negara merupakan salah satu pelaku transaksi valuta asing terbesar di pasar valuta asing global. Hal tersebut terkait dengan peran bank sentral sebagai regulator, stabilisator, dan investor pada pasar keuangan global.
Bank sentral biasanya melakukan transaksi valuta asing untuk tiga tujuan utama. Pertama, sebagai upaya menjaga stabilitas nilai tukar mata uang domestik apabila terdapat guncangan karena faktor internal maupun eksternal. Dalam hal lain, bank sentral melakukan intervensi dengan menjual atau membeli valuta asing untuk menjaga stabilitas nilai tukar mereka atau mencegah terjadinya kepanikan di pasar valuta asing yang dapat mengancam stabilitas perekonomian. Kondisi nilai tukar yang stabil tersebut diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap perkembangan ekonomi secara keseluruhan.
Kedua, sebagai upaya untuk menjaga nilai cadangan devisa (foreign reserves) yang dimilki agar nilainya tidak turun karena fluktuasi nilai tukar valuta asing. Mengingat, cadangan devisa suatu negara biasanya
terdiri dari beberapa jenis valuta asing, seperti USD, Euro, Japanese Yen, China Yuan dan Australian Dollar. Misalkan, karena nilai tukar mata uang Euro melemah terhdap USD, maka nilai aset bank snetral dalam denominasi mata uang Euro akan menurun nilainya apabila dilakukan mark to market dalam mata uang USD, artinya meskipun secara jumlah mata uang Euro yang dimiliki tidak menurun, namun secara nilai aset akan menurun karena terjadinya depresiasi Euro terhadap USD apabila dasar perhitungan cadangan devisa dalam mata uang USD.
Ketiga, bank sentral dapat juga memperoleh keuntungan dari pergerakan nilai tukar valuta asing, namun biasanya hal ini hanya merupakan residual dari transaksi valuta asing yang dilakukan untuk dua tujuan utama sebelumnya. Namun melakukan transaksi valuta asing, bukan tidak mungkin bank sentral harus menanggung kerugian valuta asing sebagai konsekuensi dari upaya menjaga stabilitas nilai tukar mata uang domestiknya. Namun, hal tersebut merupakan konsekuensi atau ongkos kebijakan yang harus dihadapi bank sentral. Dengan kata lain, tujuan transaksi valuta asing bank sentral dapat berbeda dengan pelaku pasa valuta asing lain karena memiliki tujuan pokok (mandate) untuk menjaga stabilitas nilai tukar mata uang domestiknya.
b. Perbankan
Selain bank sentral, perbankan juga merupakan salah satu pelaku utama dalam pasar valuta asing global. Perbankan berperan sebagai perantara transaksi valuta asing dari pihak-pihak yang membutuhkan jenis valuta
20
`
asing tertentu. Dalam hal ini, hampir semua pelaku ekonomi, kecuali bank sentral hanya dapat melakukan transaksi valuta asing melalui bank dan tidak dapat melakukan secara langsung dengan pihak lain (non-bank) tanpa perantara bank. Setiap bank dapat melakukakan transaksi valuta asing biasanya memiliki bagian khusus untuk memfasilitasi transaksi valuta asing dengan nasabahnya, yaitu bagian treasury. Perbankan tidak hanya bertransaksi valuta asing dengan nasabah, transaksi valuta asing juga dilakukan antarbank pada umumnya dengan jumlah yang lebih besar. Tujuan bank dalam melakukan transaksi beli jual valuta asing tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan nasabahnya, namun dapat juga untuk tujuan lain, seperti untuk melindungi nilai aset bank tersebut yang diukur dengan valuta asing atau meningkatkan pendapatan bank dengan memanfaatkan fluktuasi valuta asing (spekulasi), yang tentunya juga memiliki risiko kerugian apabila pergerakan valuta asing tidak sesuai dengan prediksi bank tersebut.
c. Institusi Non-Bank (Korporasi dan Lembaga Keuangan Non-Bank) Selain perbankan, institusi non-bank dan perusahaan korporasi juga cukup aktif dalam melakukan transaksi valuta asing. Dalam praktiknya, institusi non-bank dan korporasi melakukan transaksi valuta asing untuk memenuhi kebutuhan valuta asing melalui jasa perbankan. Pihak perbankan yang akan yang akan membantu untuk melakukan konversi valuta asing melalui transaksi valuta asing antarbank (interbank trading).
Transaksi valuta asing korporasi dikenal dengan sebutan genuinedemand
karena kebutuhan valuta asing tersebut bersifat pasti dan harus dipenuhi segera untuk kelancaran operasional korporasi. Sedangkan, perusahaan sekuritas/manajer investasi merupakan perusahaan yang memperoleh kewenangan dari investor untuk mengelola asetnya. Pengelolaan aset investor dilakukan dengan beberapa instrumen portofolio investasi.
Dalam perkembangannya, institusi non-bank dan korporasi mulai masuk ke pasar valuta asing untuk memanfaatkan fluktuasi nilai tukar dalam rangka meningkatkan pendapatan (enhance return) dari transaksi valuta asing. Meskipun, mereka tidak aktif bertransaksi setiap saat seperti perbankan, atau lebih berorientasi jangka menengah-panjang dengan frekuensi transaksi yang relatif lebih sedikit.
d. Investor Asing atau Non-Residen (Bank dan Non-Bank)
Dalam praktiknya, investor asing dan non-residen memainkan peran yang cukup penting di pasar valuta asing suatu negara. Mengingat, volume transaksi valuta asing yang dilakukan pada umumnya relatif cukup besar, maka sering kali menimbulkan spillover effect dalam proses pembentukan harga di pasar. Dalam hal ini, lalu lintas dana asing jangka pendek di suatu negara biasanya dipengaruhi oleh ekspetasi terhadap perkembangan imbal hasil (yield) instrumen keuangan di negara tersebut setelah memperhitungkan berbagai risiko (risk-adjusted), relatif terhadap imbal hasil instrumen investasi di pasar keuangan luar negeri. Berkaitan dengan aliran dana asing jangka pendek, dampak keterlibatan investor asing dan non-residen terhadap pembentukan harga kurs valuta asing
22
`
sangat besar karena selain melakukan transaksi dalam volume relatif besar juga secara psikologis aksi investor asing dan non-residen akan menjadi ‘benchmark’ bagi kepercayaan pasar atau sentimen internasional terhadap kondisi perekonomian suatu negara.
e. Pedagang Valuta Asing (PVA)
Pedangan Valuta Asing (PVA) adalah perusahaan yang melakukan jual-beli uang kertas valuta asing (bank notes) dalam pembelian Travelers’Chequeuntuk dikonversi ke dalam mata uang domestik. Transaksi valuta asing yang dilakukan oleh PVA biasanya dalam volume yang tidak besar serta tidak berdampak signifikan terhdap proses pembentukan harga di pasar valuta asing, karena biasanya kuotasi harga yang diberikan oleh PVA berpedoman pada kuotasi harga bank. PVA Indonesia terdiri dari PVA bank dan non-bank (money charger). PVA bank adalah bank devisa dan bank non-devisa yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah; yang dapat melakukan jual beli UKA dan pembelian Traveler'sCheque; serta telah memenuhi ketentuan dan prasyaratan dalam peraturan Bank Indonesia (PBI). VA bukan bank adalah perusahaan berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT yang maksud dan tujuan perseroan adalah melakukan kegiatan usaha jual beli uang kertas asing dan pembelian Trveler's Cheque yang telah memenuhi ketentuan dan persyaratan yang berlaku.
f. Individu
Pelaku pasar valuta asing selanjutnya adalah individu. Individu dapat
melakukan transaksi valuta asing untuk kegiatan komersil atau untuk kebutuhan investasi. Transaksi yang dilakukan individu biasanya terjadi karena kebutuhan-kebutuhan tertentu, misalkan untuk kebutuhan perjalanan, liburan dan sekolah diluar negeri. Disamping itu, individu juga dapat bertransaksi untuk melakukan hedging atas sejumlah valuta asing yang dimiliki untuk kebutuhan tertentu dimasa mendatang. Pelaku individual biasanya melakukan transaksi dalam nilai volume transaksi yang relative kecil, namun transaksi tersebut dapat memberikan dampak terhadap pembetukan nilai tukar secara tidak langsung apabila transaksi oleh masyarakat individu dilakukan secara serempah (rudh.) Individu hanya dapat melakukan transaksi valuta asing melalui moneychanger dan/atau langsung dengan bank.
2. Risiko Transaksi di Pasar Valuta Asing
Risiko dari transaksi nilai tukar dapat dibagi menjadi beberapa kategori, antara lain sebagai berikut:
a. Risiko Pasar (Market Risk)
Risiko pasar adalah sebuah risiko kerugian yang dialami oleh pelaku pasar valuta asing akibat adanya perubahan harga dalam nilai tukar suatu mata uang yang dimiliki oleh pelaku pasar. Risiko ini termasuk risiko yang melekat terhadap perubahan harga dan berpotensi mengakibatkan kerugian yang besar apabila pelaku pasar tidak melakukan lindung inilai (hedging) terhadap pergerakan nilai tukar.
Terdapat beberapa jenis risiko pasar, yaitu:
24
`
1) Risiko Transaksi
Pada dasarnya risiko transaksi merupakan risiko yang terdapat pada cash flow di berbagai transaksi valuta asing, misalnya pada saat pembagian deviden saham dan pembayaran kupon obligasi bagi investor dalam valuta asing. Risiko transaksi juga dapat terjadi pada kontrak perjanjian pembayaran ekspor dan impor.
2) Risiko Translasi
Risiko translasi umumnya lebih kompleks dari risiko transaksi karena risiko ini ditimbulkan dari perbedaaan yang terjadi dalam mata uang yang digunakan, metode pencatatan transaksi, dan standar pencatatan akuntansi anak perusahaan dengan induk perusahaanya. Sampai saat ini, masih banyak yang belum sadar mengenai adanya risiko ini meskipun dampaknya berbahaya karena menimbulkan ambiguitas tentang keuntungan dan kerugian yang dialami perusahaan.
3) Risiko Ekonomi
Transaksi valuta asing setidaknya melibatkan dua mata uang negara.
Kondisi ini tidak terlepas dari kondisi perekonomian yang terjadi.
Pada risiko translasi, risiko timbul dari kemungkinan tidak seragamnya pencatatan antar dua pihak. Berbeda dengan risiko translasi yang tidak mencerminkan kondisi rill perekonomian, risiko ekonomi focus pada bagaimana kurs bergerak dan mengubah nilai rill ekonomi dari sebuah perusahaan. Risiko ekonomi perusahaan merefleksikan pengaruh dari perubahan kurs terhadap nilai barang
ekspor, penjualan domestic, biaya yang ditimbulkan dari transaksi domestik, dan biaya impor barang-barang input.
4) Risiko Setelmen Valuta Asing (Foreign Exchange Settelment Risk)
Risiko akibat salah satu pihak transaksi tidak meneri masalah satu mata uang yang dijanjikan dalam transaksi meskipun pihak tersebut sudah memberkan mata uang yang lain (sesuai dalam syarat transaksi), risiko ini kemudian dikenal sebagai Herstatt Risk. Risiko setelmen juga dapat disebabkan oleh perbedaan time zone, pihak pertama sudah lebih dulu menyerahkan valuta lain kemudian karena perbedaan waktu proses setelmen dari masing- masing valuta asing. Risiko setelmen, memiliki efek paling serius dalam setelmen transaksi valuta asing. Risiko setelmen dapat memicu timbulnya risiko lain dikarenakan risiko setelmen berhubungan langsung dari nilai transaksi pasar valuta asing. Saat terjadi risiko setelemen akan memicu efek domino di antara para pelaku pasar valuta asing, antara lain risiko kredit, dan risiko likuiditas. Saat pihak tersebut tidak mampu mengatasi risiko tersebut, maka timbullah risiko sistematik yang memicu risiko operasional di pasar valuta asing dan pasar keuangan lainnya.
Pada proses setelmen konvensional, risiko setelmen sangat besar.
Hal ini dikarenakan kemungkinan untuk salah satu pihak melakukan penipuan cukup tinggi. Penyebab utamanya adalah
26
`
tidak adanya koordinasi dalam proses setelmen antara dua pihak tersebut. Terdapat beberapa tahap setelmen dengan risiko setelmen terdapat pada setiap tahapan proses setelmen tersebut.
5) Risiko Kredit (Credit Risk/Exposure)
Risiko kredit adalah risiko kerugian akibat salah satu pihak yang melakukan transaksi tidak dapat melunasi kewajibannya secara penuh, baik dari jumlah nominal transaksi maupun tenor waktu yang ditentukan atau lebih dari waktu tersebut. Pihak perbankan mengantisipasi risiko kredit dengan berbagi alternatif, salah satunya adalah membatasi jumlah nominal transaksi (limit counterparties) dan pemilihan counterparties dalam transaksi jual beli valuta asing (performa counterparties dari sisi keuangan). Untuk menghindari risiko ini, bank menerapkan kebijakan bahwa tidak semua bank dapat menjadi lawan transaksi valuta asing mereka (credit line) di pasar valuta asing. Setiap bank memiliki kriteria tertentu dan umumnya cukup ketat untuk memitigasi terjadinya risiko kredit.
6) Risiko Likuiditas (Liquidity Risk)
Risiko likuiditas timbul ketika salah satu peserta dalam system pembayaran tidak miliki dana yang cukup untuk memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo, meskipun mungkin mampu pada waktu yang akan datang. Umumnya, negara-negara berkembang memiliki liquiditas valuta asing yang lebih kecil dibandingkan negara-negara maju. Likuiditas berpengaruh terhadap
proses pembentukan harga di suatu pasar. Semakin tipis likuiditasnya, maka fluktuasi harganya dan selisih (spread) antara kurs beli dan kurs beli juga semakin lebar atau besar.
7) Kasus (Fraud) di Pasar Keuangan
Selain risiko-risiko yang telah dijelaskan sebelumnya terdapat juga risiko fraud, yaitu berupa risiko yang ditimbulkan akibat perbuatan tidak baik berupa penipuan, manipulasi, kecurangan, maupun penggelapan. Risiko ini umumnya dilakukan pegawai di lingkungan institusi pasar keuangan. Seperti kasus NickLiesen yang membuat bangkrutnya bank Inggris, yaitu Bearing Bank, adanya indikasi manipulasi level NDF beberapa mata uang asing oleh beberapa bank Singapura, serta manipulasi LIBOR rate oleh beberapa bank besar dunia.
3. Jenis Transaksi Valuta Asing
Dalam pasar valuta asing terdapat beberapa jenis transaksi oleh pelaku pasar.
Pada umumnya transaksi valuta asing dibedakan berdasarkan jangka waktu antara tanggal transaksi (deal date) dengan tanggal valuta (value date).
Dimana hal tersebut sangat diperlukan dalam menghitung transaksi yang diperlukan. Berikut merupakan jenis-jenis transaksi tersebut:
a. Transaksi Today (TOD) b. Transaksi Tomorrow (TOM) c. Transaksi Spot
d. Transaksi Forward
28
`
e. Transaksi Swap
2.1.5 Kurs
Kurs dalam pasar valas dikutip menurut kurs beli (bid rates) dan kurs jual (offer rates). Kurs beli adalah kurs dimana bank bersedia membeli suatu mata uang sedangkan kurs jual adalah kus dimana bank mau menjual suatu mata uang (Kuncoro, 2017). Pelaku pasar valas tidak harus membeli atau menjual ke bank tetapi juga bisa ke tempat-tempat yang meneyediakan penukaran mata uang (money changer).
Kurs spot dan kurs forward sering digunakan dan sudah tidak asing lagi bagi para pelaku bisnis di dalam pasar valas. Kurs spot terdiri dari transaksi valas yang biasanya selesai dalam maksimal dua hari kerja. Sedangkan kurs forward merupakan transaksi yang akan diselesaikan setelah memiliki kesepakatan kontrak untuk membeli dan menjual. Waktu antara ditetapkannya kontrak dan pertukaran mata uang yang sebenarnya bervariasi dari dua minggu hingga satu tahun (Kuncoro, 2017).
2.1.6 Eksposur Valuta Asing 1. Pengertian Eksposur Valuta Asing
Menurut Eiteman (2010), menyatakan bahwa "Eksposur valuta asing merupakan ukuran dari potensi perubahan profitabilitas, arus kas bersih, dan nilai pasar perusahaan, karena adanya perubahan dalam nilai tukar". Sangat penting bagi perusahaan untuk dapat memperhitungkan seberapa jauh eksposur valuta asing akan berdampak pada perusahaan, sehingga dapat
melakukan langkah manajemen risiko untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan eksposur tersebut.
2. Macam Eksposur Valuta Asing a. Eksposur Transaksi
Tingginya frekuensi suatu perusahaan melakukan transaksi ekspor dan impor mengakibatkan perusahaan tersebut semakin terekspos akan eksposur transaksi. Penerimaan dan pembayaran kewajiban dinyatakan dalam valuta asing, sehingga sedikit saja perubahan nilai tukar akan sangat memepengaruhi keuntungan atau kerugian perusahaan. Hal ini dikarenakan penerimaan atau pembayaran dilakukan di waktu yang berbeda dari saat transaksi dilakukan, sehingga jumlah yang akan diterima atau dibayarkan ditentukan oleh nilai tukar pada saat jatuh tempo. Eksposur transaksi terjadi saat perusahaan melakukan transaksi dalam mata uang asing asing.
Eksposur ini terjadi karena fluktuasi nilai tukar mata uang asing diantara waktu dibuatnya komitmen dan waktu pembayaran komitmen tersebut (Ball, Geringer, & Minor, 2014). Pada eksposur transaksi, nilai kontrak transaksi perusahaan dimasa yang akan datang dipengaruhi oleh pergerakan nilai tukar. Sensitivitas transaksi perusahaan terhadap pergerakan nilai tukar mata uang disebut sebagai eksposur transaksi (Madura, 2011).
b. Eksposur Translasi
Sebuah perusahaan multinasional yang memiliki banyak anak perusahaan harus membuat laporan keuangan konsolidasi untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan secara keseluruhan. Umumnya mata uang yang
30
`
digunakan antara perusahaan induk dan anak-anak perusahaannya berbeda. Permasalahan muncul ketika laporan keunagan anak perusahaan yang menggunakan mata uang lokal harus dikonversikan menyesuaikan mata uang yang digunakan perusahaan induk untuk kepentingan konsolidasi laporan keuangan. “Since exchange rate change over time, the translation of the subsidiary’s financial statement into a diffrent currency is affected by exchange rate movements” (Madura, 2011).
c. Eksposur Ekonomi
Fluktuasi nilai tukar juga mempengaruhi nilai sekarang perusahaan.
Eksposur ekonomi mengukur perubahan dalam nilai sekarang perusahaan yang diakibatkan oleh setiap perubahan dalam arus kas operasional masa depan perusahaan yang disebabkan oleh perubahan yang tidak diharapkan dalam nilai tukar (Eiteman, 2010). Madura (2011), menyatakan bahwa eksposur ekonomi menunjukkan seberapa besar nilai sekarang dari arus kas masa depan perusahaan terpengaruh oleh fluktuasi nilai tukar. Hady (2010) mengatakan bahwa, “Economic Exposure (E/OE) diartikan sebagai suatu pengaruh fluktuasi forex rate atau kurs valas terhadap present value dari future cash flow suatu perusahaan.
2.1.7 Hedging
Hedging adalah mengambil suatu posisi, memperoleh suatu arus kas, aset, atau kontrak (termasuk kontrak forward) yang akan naik atau turun nilainya dan meng-offsetnya dengan suatu penurunan atau kenaikan nilai dari suatu posisi yang sudah ada (Eiteman, 2010). Menurut Madura (2011), lindungi nilai yang ideal
seharusnya mengisolasi perusahaan terhadap dampak negatif dari pergerakan kurs tetapi membuat perusahaan dapat memanfaatkan dampak positif dari pergerakan kurs. Opsi mata uang memiliki karakteristik ini, namun suatu perusahaan perlu penilai apakah keuntungan dari lindungi nilai opsi mata uang lebih tinggi dibandingkan harga yang dibayarkan atau opsi tersebut.
Berdasarkan peraturan Bank Indonesia No 15/8/PBI/2013 tentang transaksi lindungi nilai kepada bank, lindungi nilai adalah cara atau teknik untuk mengurangi risiko yang timbul maupun yang diperkirakan akan timbul akibat adanya fluktuasi harga di pasar keuangan. Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat diketahui bahwa hedging adalah usaha untuk menghindari kerugian atas flkutuasi nilai tukar mata uang asing yang sering terjadi. Hedging bagi perusahaan mirip dengan asuransi, perusahaan akan memindahkan risiko kepada pihak ketiga, dalam kasus ini pihak ketiga dalam proses hedging adalah bank. Perusahaan akan membayar sejumlah premi untuk memindahkan risiko dari fluktuasi mata uang.
1. Alasan Melakukan Hedging
a. Para pemegang saham jauh lebih mampu mendiversifikasikan risiko mata uang dari pada manajemen perusahaan.
b. Seperti dikemukakan sebelumnya, manajemen risiko mata uang tidak meningkatkan arus kas yang diharapkan dari perusahaan.
c. Manajemen sering melakukan aktivitas hedging yang menguntungkan manajemen dengan mengorbankan para pemegang saham.
d. Para manajer tidak dapat menebak pasar.
e. Motivasi manajemen untuk mengurangi variabilitas sering kali didorong
32
`
oleh alasan-alasan akuntansi.
f. Para ahli teori pasar yang efisien percaya bahwa para investor dapat melihat menerobos tirai akuntansi (accounting veil) itu dan oleh sebab itu mereka telah memasukkan pengaruh valuta asing sebagai faktor ke dalam penilaian pasar suatu perusahaan (Eiteman, 2010).
2. Keuntungan Melakukan Hedging
Hedging memberikan beberapa keuntungan ekonomis (BAPPEBTI, 2015) sebagai berikut:
a. Selain menawarkan perlindungan terhadap risiko harga (price risk insurance), hedging pun memberikan manfaat ekonomi lain bagi produsen dan pemakai (user) komoditi yang diperdagangkan di bursa.
Selain perlindungan risiko hedging merupakan sarana untuk mengurangi atau meminimalkan risiko akibat perubahan harga tersebut tidak sesuai dengan perkiraan.
b. Malalui hedging pengusaha komoditi memperoleh kapastian berusaha karena harga beli atau harga jual yang ditetapkan hedger (sasaran harga) sebelumnya dapat dicapai. Hedging membantu juga pengendalian produk serta persediaan bahan baku untuk memenuhi kebutuhan produsen, pengolah, dan pabrikan.
c. Perbankan umumnya bersedia memberikan kredit atau pinjaman dalam jumlah yang lebih besar kepada produsen atau pemilik komoditi yang melakukan hedge (lindung-nilai) atas komoditinya dibandingkan kepada pihak yang tidak melakukan lindung-nilai karena pelaku
hedging telah meminimalkan risiko kepemilikan yang terkait dengan komoditi yang digunakan sebagai agunan. Kalangan bank pun menggunakan rekening hedging sebagai suatu ukuran penilaian kemampuan manajemen pengusaha. Hedging memperbesar kemungkinan penyediaan dana yang lebih besar dan lembaga keuangan.
Pada umumnya, bank hanya menyediakan dana sebesar 50 persen bagi usaha produksi dan persediaan yang tidak di-hedge. Adapun para pelaku hedging dijamin dapat memperoleh kredit dari pinjaman dana lebih dari 90 persen dan biaya yang diperlukan.
2.1.8 Forward Contract
Kontrak berjangka (forward contract) telah digunakan oleh banyak perusahaan multinasional dalam upaya melakukan lindungi nilai (hedging). Takdir (2015) menyebutkan bahwa "forward contract adalah derivatif yang bisa menjadi salah satu tools dalam melakukan manajemen risiko terhadap gejolak perubahan harga yang ada dipasar". Madura (2011) menyebutkan bahwa “pertukaran mata uang dalam kontrak berjangka (forward contract) akan terjadi pada nilai tertentu pada titik waktu tertentu di masa depan”, sedangkan menurut Kuncoro (2017), menyebutkan bahwa “kontrak forward adalah perjanjian pribadi antara dua individu yang dapat menandatangani kontrak apapun yang mereka setujui”.
Kontrak tersebut nantinya perusahaan dapat membeli valuta asing dengan kurs yang berlaku saat pembelian terjadi, tetapi penyerahan valuta asing akan diterima di masa yang akan datang sesuai kurs yang berlaku saat jatuh tempo. Waktu antara ditetapkannya kontrak dan pertukaran mata uang yang sebenarnya
34
`
bervariasi dari dua minggu hingga satu tahun (Kuncoro, 2017).
Melalui kontrak forward, maka kita dapat melakukan hedging dari perubahan nilai yang terjadi dipasar, seperti perubahan harga, perubahan nilai tukar, hingga perubahan suku bunga. Tujuan dari perusahaan menggunakan kontrak forward adalah untuk mengunci nilai tukar di masa depan sebagai antisipasi atas kebutuhan kas dan penerimaan dalam mata uang asing di masa yang akan datang (Madura, 2011). Jenis-jenis Contract Forward yang Beredar di Pasar yaitu:
1. Currency Forward Contract, banyak digunakan oleh perusahaan untuk mengelola risiko valuta asing. Biasanya, perusahaan multinasional yang menggunakannya, karena mereka beroperasi pada lebih dari satu negara, sehingga terekspos pada risiko valas. Namun perusahaan lokal juga kadang memanfaatkannya untuk melakukan hedging terhadap transaksi dalam mata uang asing. Dalam kontrak currency forward, suatu pihak wajib untuk membeli atau menjual mata uang tertentu dengan nilai tukar tertentu, dalam jumlah tertentu, ditanggal yang sudah dtentukan dimasa depan. Kontrak ini terjadi pada over-the-counter dan dapat di customized sesuai dengan kebutuhan.
2. Equity Forward Contract, suatu pihak wajib membeli atau menjual intrumen ekuitas ataupun indeks saham pada waktu tertentu di masa depan. Jenis kontraknya bisa saham tertentu, portofolio maupun indeks.
Melalui equity forward, nilai transaksi yang akan terjadi di masa depan sudah dipatok pada saat ini, sehingga dapat mengatasi risiko yang terjadi
dari perubahan nilai pasar.
3. Commodity Forward adalah kontrak dengan underlying asset berupa komoditas seperti minyak, metal, jagung, dan lainnya. Kontrak ini memungkinkan suatu pihak untuk membeli atau menjual komoditas dengan harga tertentu di masa depan. Untuk produsen, kontrak ini bermanfaat dalam mengurangi risiko jika harga komoditas menguat di masa depan.
4. Bond Forward hampir serupa dengan equity forward, hanya saja oblogasi punya jatuh tempo, sehingga kontrak forward pasti kadaluarsanya sebelum tanggal jatuh tempo. Obligasi yang umum dijadikan bond forward adalah T- bills yang dikeluarkan Departemen Keuangan Amerika Serikat (AS). Pada kontrak ini, satu pihak sepakat untuk membeli T-bills pada harga yang telah dipatok saat ini, pada masa depan, sebelum tanggal jatuh tempo T-bills tersebut. Selain T-bills, terdapat kontrak forward untuk obligasi-obligasi lainnya pula, termasuk yang memberikan kupon secara periodik. Biasanya, harga yang diquote adalah harga clean price, tanpa accurued interest. Melalui bond forward, maka Anda dapat menyepakati harga tertentu.
5. Interest Rate Forward (FRA) Interest Rate Forward Contract disebut juga dengan Forward Rate Agreement (FRA) dimana underlying-nya berupa pembayaran bunga dalam mata uang tertentu. Jadi, dalam FRA ini merupakan kesepakatan untuk memijamkan atau meminjam dana tertentu secara fixed rate. Jika kita masuk kontrak FRA misalnya, pihak kita memegang posisi long, dan pihak lawan (dealer) memegang posisi short. Pihak yang long akan memperoleh keuntungan ketika tingkat suku bunga naik, sementara pihak