4.1 Dekripsi Lokasi Penelitian
4.1.1 Profil dan Gambaran Umum Kabupaten Bogor
Kabupaten Bogor memiliki luas + 3.440,72 km2, terletak antara 6o19’ – 6o47’ lintang selatan dan 106o1’ – 107o13’ bujur timur. Kabupaten Bogor terdiri dari 40 kecamatan.
Secara administratif, Kabupaten Bogor termasuk Propinsi Jawa Barat.
Kabupaten Bogor berbatasan dengan kabupaten atau kota-kota lain yang terdiri dari 3 (tiga) propinsi. Sebelah Utara berbatasan dengan Depok, DKI Jakarta, dan Tangerang. Sebelah Selatan Kabupaten Sukabumi; sebelah Barat Kabupaten Lebak; sebelah Barat Laut Kabupaten Tangerang; sebelah Barat Daya, Kabupaten Lebak; sebelah Timur : Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Karawang; sebelah Timur Laut Kabupaten Bekasi; Sebelah Tenggara Kabupaten Cianjur.
Dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, secara administratif Kabupaten Bogor dibagi menjadi 3 wilayah pembangunan, yaitu:
1. Wilayah Pembangunan Barat
Wilayah pembangunan barat dengan luas 128.750 Ha mencakup 150 Desa/Kelurahan pada 13 Kecamatan, yaitu Kecamatan Nanggung, Pamijahan, Tenjo, Leuwiliang, Leuwisadeng, Jasinga, Cibungbulang, Ciampea, Tenjolaya, Rumpin, Sukajaya, Cigudeg, dan Parung Panjang.
2. Wilayah Pembangunan Tengah
Wilayah pembangunan tengah dengan luas 87.552 Ha mencakup 201 Desa/Kelurahan pada 20 Kecamatan, yaitu Kecamatan Dramaga, Ciomas, Taman Sari, Cijeruk, Cigombong, Caringin, Ciawi, Cisarua, Mega Mendung, Sukaraja, Babakan Madang, Citeureup, Cibinong, Bojong Gede, Tajur Halang, Kemang, Ranca Bungur, Parung, Ciseeng, dan Gunung Sindur.
3. Wilayah Pembangunan Timur
Wilayah pembangunan timur dengan luas 100.8000 Ha mencakup 75 Desa/Kelurahan pada 6 Kecamatan, yaitu Kecamatan Suka Makmur, Cariu, Tanjung Sari, Jonggol, Cileungsi, Klapanunggal.
Dengan demikian, maka lokasi penelitian, yaitu di jalur wisata Puncak Kabupaten Bogor ini berada di Wilayah Pembangunan Tengah, yaitu pada Kecamatan Cisarua.
4.1.2 Kondisi Bio-Fisik Lokasi Penelitian a. Topografi
Wilayah Kabupaten Bogor memiliki topografi yang beragam dengan ketinggian berkisar antara 50 – 3.000 meter diatas permukaan laut dengan penyebaran sebagai berikut :
1. Bagian Utara : dataran rendah dengan ketinggian 50–100 meter diatas permukaan laut.
2. Bagian Tengah : dataran bergelombang dengan ketinggian 100–400 meter diatas permukaan laut.
3. Bagian Selatan : (1) perbukitan dengan ketinggian 400–1200 meter diatas permukaan laut.
(2) perbukitan dengan ketinggian 1200–1900 meter diatas permukaan laut.
(3) pegunungan dengan ketinggian 1900–3000 meter diatas permukaan laut.
Lokasi penelitian yang berada di daerah Puncak (Cisarua) termasuk sebagai memiliki topografi yang lebih curam dengan jalur jalan yang lebih berkelok mengikuti kontur.
Secara geologis, tanah di wilayah penelitian memiliki jenis tanah Latosol Merah dan Latosol Coklat Kemerahan, dan tanah Latosol. Jenis-jenis tanah ini dapat ditemukan pada setiap wilayah Kabupaten Bogor, termasuk pada lokasi penelitian dengan variasi pada lokasi-lokasi tertentu.
b. Iklim
Suhu udara di Kabupaten Bogor berkisar antara 20o C sampai 30o C. Bogor dikenal sebagai salah satu wilayah di Indonesia dengan curah hujan tertinggi, yaitu rata-rata antara 2500 mm sampai 5000 mm per tahun. Musim hujan biasanya berkisar antara bulan September sampai Pebruari, sedangkan kemarau biasanya
dari bulan Maret sampai Agustus. Namun karena jumlah hari hujan rata-rata di Bogor cukup tinggi, maka musim hujan rata-rata lebih panjang dari 6 bulan dalam setahun. Kecepatan angin berkisar antara 7-12 mil/jam sedangkan kelembaban nisbi (Relative Humidity/RH) maksimum antara 94%-98%.
c. Tata Guna Lahan
Komposisi penggunaan lahan di Kabupaten Bogor terdiri dari lahan pertanian basah (sawah), pertanian lahan kering (ladang/tegalan), perkebunan, hutan, perumahan dan industri. Pada lokasi penelitian, tata guna lahan di sekitar Jalur Ciawi-Puncak, misalnya memiliki TGL yang cukup bervariasi, yaitu permukiman, persawahan, perkebunan dan hutan. Pada jalur wisata Puncak dimana penelitian dilakukan, yaitu pada kilometer +83 sampai dengan kilometer +93 tata guna lahan yang dominan adalah perkebunan teh. Perkebunan teh (Camelia sinensis) yang sudah diusahakan sejak jaman penjajahan Belanda ini merupakan salah satu daya tarik utama wisata Kabupaten Bogor. Pemandangan area pegunungan yang berbukit-bukit dengan pepohonan dan hamparan perkebunan teh yang luas menghijau menjadi pemandangan yang menarik untuk dinikmati para wisatawan maupun mereka yang melintasi jalur ini.
Gambar 15. Peta Rupa Bumi, menunjukkan tutupan lahan yang didominasi oleh perkebunan teh dengan landform yang berbukit-bukit sampai pegunungan
d. Aksesibilitas
Posisi Kabupaten Bogor mengelilingi seluruh wilayah Kota Bogor. Kota Bogor berbatasan dengan Kabupaten Bogor di kedelapan penjuru mata angin.
Karena letaknya, Kabupaten Bogor menjadi penghubung antara Kota Bogor dengan DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara. Selain itu, Kabupaten Bogor juga menjadi penghubung alternatif Bandung dengan Jakarta. Karena letaknya berbatasan dengan ibukota negara, maka Bogor merupakan hinterland (wilayah penyangga) bagi Jakarta. Banyak permukiman diidirikan di wilayah Kabupaten Bogor yang memiliki akses langsung ke Jakarta seperti daerah Bojonggede, Cibinong, Gunung Putri, Cileungsi, Citeureup, dan Ciawi. Dengan demikian, aksesibilitas Kabupaten Bogor cukup tinggi dari berbagai penjuru.
Selain pemukiman, wilayah Kabupaten Bogor juga banyak dijadikan kawasan industri, seperti misalnya yang terdapat di sepanjang jalan Raya Jakarta- Bogor, Kawasan Industri Sentul yang letaknya tidak jauh dari jalan Tol, Citeureup, Gunungputri dan Cileungsi. Hal ini juga tidak terlepas dari kemudahan akses untuk menuju dan meninggalkan daerah-daerah tersebut.
Saat ini aksesibilitas Kabupaten Bogor ditingkatkan dengan berbagai bentuk perencanaan jalur-jalur baru seperti akses Bojonggede-Parung, akses Pemda- Kandang Roda, dan sebagainya. Selain itu kemudahan akses juga dilakukan dengan peningkatan panjang dan kualitas jalan raya.
Jalur wisata Puncak yang melalui Kecamatan Ciawi, Kecamatan Megamendung dan Kecamatan Cisarua merupakan jalur dari Jakarta menuju Bandung maupun kota Cianjur, Cimahi, serta Sukabumi. Dengan telah beroperasinya Tol Cipularang, terjadi perubahan karakter pengguna jalan, tetapi nilai penting dari jalur wisata Puncak masih sangat tinggi. Hal ini terlihat dari masih banyaknya kendaraan yang melintas di jalur ini. Apalagi pada akhir pekan atau musim liburan.
e. Vegetasi
Pada jalur penelitian yang merupakan kawasan wisata Puncak, sumber daya visual berupa pemandangan indah yang paling dominan adalah area perkebunan
teh (Camelia sinensis) yang telah berusia puluhan tahun, meskipun telah mengalami peremajaan. Secara teoritis, pohon teh dapat tumbuh sampai 15eter, tetapi dengan pertimbangan kemudahan dan kepraktisan pemetikan pucuk daunnya, maka ketinggiannya dipertahankan sekitar 1 (satu) meter. Dengan demikian, vegetasi dominan pada area penelitian ini adalah teh.
Vegetasi lainnya yang juga banyak ditemukan adalah jenis-jenis cemara, misalnya pinus (Pinus mercusii), tuja dan lain-lain. Pada beberapa bagian jalur ini juga dapat ditemui pohon puspa (Schima walechii) yang daunnya dinamis dengan pergantian warna pucuknya yang kemerahan berangsur menjadi hijau ketika tua.
Tanaman yang mirip dengan puspa ini, yang juga banyak ditemui pada area perkebunan dan dimanfaatkan sebagai pohon pelindung teh adalah tanaman kayu manis (Cynamomum burmani). Warna daun kayu manis yang merah ketika masih muda memberi kontras terhadap kehijauan daun cengkeh. Pada beberapa areal perkebunan teh juga terdapat pohon rendah jenis kastuba (Euphorbia pulcherrima) yang pucuk-pucuk daunnya juga berwarna merah. Warna merah daun kastuba ini juga memberi kesan kontras terhadap kehijuan daun-daun teh.
Selain itu juga ditanam jenis-jenis tanaman pohon rendah termasuk polong- polongan (leguminoceae).
Selain itu jenis jenis tanaman pada hutan dan kebun campur ditemukan keragaman baik spesies maupun tekstur daunnya yang meningkatkan keindahan lanskap pegunungan.
Tutupan lahan pada beberapa rea memperlihatkan adanya keanekaragaman vegetasi. Keindahan ini juga ditunjang oleh bentuk permukaan bumi yang berkontur dan berbukit-bukit sehingga memberi kesan dinamis. Keindahan ini juga diperkuat oleh adanya hamparan perkebunan teh yang menghijau berkesan kompak dan sejuk.
4.1.3 Kondisi dan Keberadaan Reklame di Jalur Wisata Puncak
Secara umum kondisi reklame di Kabupaten Bogor termasuk bervariasi, tergantung kondisi dan nilai strategis suatu jalur. Jenis reklame yang dapat ditemui di jalur-jalur utama Kabupaten Bogor ini dapat dibedakan menjadi dua
kelompok, yaitu media reklame permanen atau berdurasi lama (minimal 1 tahun) dan reklame yang temporer atau berdurasi pendek (mingguan atau bulanan). Yang termasuk reklame permanen antara lain jenis Bilboard tanam maupun tempel, backlight tanam maupun tempel, frontlight tanam maupun tempel, bando jalan, prismatek, thin plat, dan rombong. Sedangkan yang termasuk reklame temporer atau berdurasi pendek antara lain spanduk, umbul-umbul, poster, banner kain, baliho, dan balon udara.
Dalam pengelolaan penyelenggaraan reklame di Kabupaten Bogor, jenis- jenis reklame permanen merupakan wewenang dari Dinas Cipta Karya sebagai instansi yang berhak mengeluarkan ijin penyelenggaraannya. Sedangkan jenis reklame temporer, yaitu jenis spanduk, umbul-umbul, poster, dan leaflet sejak tahun 2000 perijinannya dilimpahkan kepada pihak Kecamatan. Tetapi sejak tanggal 1 Maret 2007 kewenangan perijinan reklame spanduk, umbul-umbul, poster dan leaflet dikembalikan kepada Dinas Cipta Karya lagi. Khusus untuk Banner kain, baligho dan balon udara legalisasi pemasangannya dikeluarkan oleh Dinas Cipta Karya, meskipun tidak berupa Surat Ijin Pemasangan Reklame sebagaimana reklame permanen. Sejak tahun 2009 hingga saat penulisan ini dibuat, pengelolaan atas pemasangan reklame di Kabupaten Bogor melibatkan 3 (tiga) Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), yaitu Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Dinas Pendapatan Keuangan dan Badan Daerah (DPKBD), serta Badan Perijinan Terpadu (BPT). Dinas Kebersihan dan Pertamanan merupakan dinas teknis yang menangani pendataan, penataan, pengawasan dan pengendalian reklame, DPKBD menangani pajak reklame, sementara BPT menangani Ijin Pemasangan Reklame. Dalam proses pemasangan reklame, ketiga SKPD terlibat secara proporsional sesuai kewenangannya dalam pengelolaan reklame.
Jalur Ciawi Puncak, yang dalam penelitian ini merupakan jalur yang relatif banyak diminati sebagai lokasi penyelenggaraan reklame. Salah satu sebab utamanya adalah kepadatan lalulintas kendaraan di jalur ini, terutama pada akhir pekan, dimana banyak penduduk Jakarta, Depok, Bogor dan sekitarnya yang berlibur di kawasan wisata Puncak yang menawarkan berbagai atraksi wisata
maupun tempat peristirahatan (villa) di kawasan pegunungan. Selain itu juga adanya arus kendaraan dari dan menuju Cianjur, Sukabumi hingga ke Bandung.
Jenis-jenis reklame di jalur Ciawi-Puncak ini cukup beragam. Sebagai jalur yang paling diminati sebagai lokasi penyelenggaraan reklame luar ruang, maka keberadaan reklame di jalur ini bisa dikatakan cukup padat. Secara garis besar, reklame yang dipasang di jalur wisata Puncak ini dapat dibagi 2 (dua) berdasarkan cara pemasangannya yaitu bilboard yang ditempel pada bangunan (Gambar 15) dan bilboard yang ditanam atau memiliki konstruksi sendiri (Gambar 16).
.
Gambar 15. Reklame billboard konstruksi tanam, bersinar atau disinari lampu
Gambar 16. Reklame billboard konstruksi tempel, menempel pada bangunan
Pada penelitian ini fokus perhatian terutama diarahkan pada kedua macam billboard, baik yang ditanam maupun yang menempel pada bangunan, karena keberadannya mempengaruhi nilai estetika lanskap di lokasi pemasangan, baik dipasang berdiri sendiri di lokasi tertentu di tepi jalur jalan maupun di atas bangunan. Jenis reklame yang lain adalah jenis reklame banner yang dipasang dengan konstruksi semi permanen, biasanya kayu atau bambu, serta reklame
spanduk. Reklame spanduk di jalur wisata Puncak sering terlihat dipasang melintang jalan, (Gambar 17) sehingga mengurangi estetika, terutam jika kondisinya sudah rusak, sobek dan kusam.
Gambar 17. Reklame spanduk, sejajar jalan dan melintang jalan.
Reklame yang dipasang pada jalur wisata Puncak memiliki jenis yang beragam. Bahkan pada jalur ini terdapat jenis reklame yang tidak terdapat atau tidak dipasang di derah lain. Reklame yang disebut prismatek ini merupakan jenis reklame dengan bentuk tiga dimensi menyerupai bentuk benda yang diiklankan.
Di jalur wisat Puncak, prismatek yang ada dipasang olegh perusahaan Kecap, seperti yang terlihat pada Gambar 18.
Gambar 18. Reklame jenis prismatek, dibentuk menyerupai benda yang diiklankan
4.2 Kualitas Estetik Lanskap pada Jalur Wisata Puncak
Kualitas estetika lanskap Jalur wisata Puncak dengan adanya reklame dinilai dengan metode Scenic Beauty Estimation (SBE). Dari hasil survey awal, beberapa setting lanskap yang terdapat reklame didokumentasikan dengan video. Latar yang ditentukan sebagai kriteria pengambilan dan pemilihan foto untuk ditayangkan adalah tegakan pohon secara detail, tegakan pohon sebagai latar tengah, hutan (kumpulan tegakan pohon yang tidak detail) sebagai latar belakang, serta latar belakang langit yang dominan. Kedua puluh setting lanskap itu diperlihatkan pada Gambar 19.
1 2 3 4 5
6 7 8 9 10
11 12 13 14 15
16 17 18 19 20
Gambar 19. Lanskap yang dinilai, 20 (duapuluh) setting lanskap
4.2.1 Evaluasi Kualitas Estetika Reklame pada Jalur Wisata Puncak
Jalur wisata Puncak merupakan jalur yang paling diminati untuk pesangan reklame, dan menjadi daya tarik di kawasan tersebut yaitu area perkebunan teh yang merupakan jalur yang berada pada kilomter. Jkt. +83 sampai dengan
kilometer Jkt. + 93, karena memiliki kekhasan karakter lanskap yang berbeda, yaitu dengan adanya perkebunan teh yang luas dengan pemandangan alam yang indah. Maka sangat menarik untuk mengamati pemandangan berupa kebun teh yang diseling dengan hutan di beberapa lokasi, maka keberadaan reklame di lokasi ini menarik untuk diamati.Dua puluh setting lanskap jalan pada jalur Puncak dinilai kualitas estetiknya. Kualitas visual diidentikkan dengan nilai SBE (Daniel dan Boster, 1976). Hasil penilaian SBE yang diolah berdasarkan kuisioner SBE yang dinilai oleh mahasiswa Arsitektur Lanskap IPB dapat diketahui sebagaimana yang dapat dilihat pada Gambar 19. Lanskap jalan yang mempunyai kualitas estetik tertinggi adalah lanskap 11 (SBE=81) dan terendah adalah lanskap 5 (SBE= -74). Pada lanskap dengan nilai tertinggi, yaitu lanskap 11, dapat dilihat beberapa elemen atau faktor yang memungkinkan dinilai sebagai lanskap yang memiliki kualitas estetika yang tinggi. Lanskap 11 diperlihatkan pada Gambar 20.
Gambar 20. Grafik Nilai SBE 20 Lanskap pada jalur wisata Puncak.
Pada Lanskap 11 memperlihatkan elemen-elemen utama lanskap pembentuk estetika yang sangat dominan mengalahkan reklame yang ada (Affandi dan Gunawan, 2011). Terlihat bahwa tegakan pohon yang hijau terlihat dominan di
kiri kana jalan membentuk bingkai yang kuat. Tegakan pohon ini menjadi salah satu elemen pemberi karakter dari lanskap alami daerah pegunungan yang kuat.
Gambar 21. Lanskap 11, lanskap dengan nilai SBE tertinggi
Elemen reklame pada lanskap ini terkesan sebagai focal point dari suatu koridor hijau jalan Puncak itu sendiri. Terihat elemen-elemen pembentuk karakter lanskap alami yang dominan, antara lain tegakan pohon serta dominasi warna hijau pada sebagian besar area pandangan.
Gambar 22. Lanskap 5, lanskap dengan nilai SBE terendah
Sebaliknya, Lanskap 5 Gambar 21) merupakan lanskap dengan kualitas estetik yang paling rendah. Lanskap ini memperlihatkan elemen reklame dan elemen warung mendominasi lanskap sekitarnya. Elemen warung yang terlihat pada Lanskap 5 tersebut memperlihatkan kesan kumuh dan tidak teratur sehingga
menjadi elemen yang mengurangi atau tidak mendukung keindahan suatu lanskap (Gunawan, 2005)..
Keduapuluh lanskap tersebut dikategorikan ke dalam tiga kelas keindahan, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Pengelompokkan kelas keindahan ini dilakukan dengan menggunakan standar Daniel dan Boster (1976), yaitu tinggi (SBE > 20), sedang (-20 < SBE < 20), dan rendah (SBE < -20). Dengan demikian terdapat enam lanskap yang dikategorikan sebagai lanskap dengan kualitas estetika tinggi, yaitu Lanskap 1, 3, 7, 9, 11, dan 18. Lanskap dengan kualitas estetika sedang meliputi sembilan lanskap sebagaimana tercantum pada Tabel 3, dan kelompok kualitas estetika rendah terdiri atas 5 lanskap. Hasil perhitungan SBE selengkapnya ada pada Lampiran 4.
Dengan melihat jumlah sebaran lanskap berdasarkan kategori kelas keindahannya, maka secara umum kualitas estetik lanskap pada jalur wisata Puncak yang ada reklamenya masih berada pada kondisi berkualitas sedang, dimana yang masuk dalam kategori sedang ada 9 (sembilan) lanskap. Meskipun demikian hal ini tidak berarti bahwa keberadaan reklame tidak perlu dianggap mengkahawatirkan.
Tabel 2. Karakter Kelas Kualitas Estetika Lanskap.
Kualitas Estetika Nomor Lanskap
Tinggi 1, 3, 7, 9, 11, 18
Sedang 2, 4, 6, 8, 10, 12, 13, 16, 20
Rendah 5, 14, 15, 17, 19
a. Lanskap Estetika Tinggi
Karakter lanskap dengan kualitas estetika tinggi memperlihatkan lanskap alam yang didominasi oleh elemen-elemen alam seperti tegakan pepohonan, landform bukit atau pegunungan, koridor hijau, dan jalan yang bersih. Adanya elemen-elemen non-alami seperti reklame dan bangunan warung tidak memperlihatkan perubahan visual yang signifikan. Kelompok lanskap dengan nilai SBE yang termasuk kategori tinggi ini diperlihatkan pada Gambar 22.
Elemen warung yang ada terlihat tertata baik dengan warna yang alami sehingga tidak merusak karakter dan warna alam. Tegakan pohon merupakan elemen yang sangat kuat untuk meningkatkan kualitas estetika suatu lanskap (Gunawan dan Purwaningsih, 2009; dan Lestari dan Gunawan, 2010).
1 3 7 11
Gambar 23. Lanskap dengan kualitas estetik yang tinggi.
Pada kelompok lanskap dengan estetika tinggi, keberadaan reklame tidak dominan baik dari segi ukuran, bentuk maupun warna. Demikian juga elemen buatan lainnya. Yang terlihat dominan adalah tegakan pohon dan vegetasi lainnya yang memberi warna hijau yang berkesan menyegarkan. Selain itu karakter lanskap juga masih diperkuat oleh adanya landform pegunungan yang berbukit- bukit dan memberi kesan berkontur.
b. Lanskap Estetika Sedang
Sebagian besar setting lanskap pada jalur wisata Puncak memperlihatkan kualitas estetik yang sedang, artinya tidak memperlihatkan visualitas yang sangat kuat kesan alaminya (Gambar 24).
2 6 8 16
Gambar 24. Kelompok lanskap dengan kualitas estetik yang sedang.
Elemen reklame terlihat jelas dan mengganggu. Beberapa warung terlihat tidak beraturan dan sebagian mendominasi. Tegakan pohon yang memperkuat setting lanskap diganggu dengan ‘foreground’ elemen reklame dan warung serta kendaraan yang parkir tidak beraturan. Walaupun setting lanskap tersebut berupa lanskap alami, namun kehadiran elemen keras yang tidak mendukung akan mengurangi kualitas estetik lanskap tersebut (Gunawan, 2005).
Pada lanskap dengan kualitas estetik sedang ini terjadi persaingan antara elemen alami berupa tegakan pohon yang berpeluang menjadikan lanskap bernilai indah dengan keberadaan elemen buatan yang juga terlihat dominan. Pada lanskap 16, misalnya, lanskap alami berupa tegakan pohon yang hijau baik sebagai foreground, midleground maupun background, tetapi keberadaan reklame yang berwarna mencolok dan kontras terhadap lingkungannya menyebakan terjadinya penurunan kualitas estetika lanskap tersebut. Demikian juga pada lanskap 8, landform pegunungan dan hamparan perkebunan teh yang menjadi background yang berpotensi menambah kualitas pemandangan bersaing dengan keberadaan reklame maupun elemen buatan lainnya.
c. Lanskap Estetika Rendah
Lanskap-lanskap dengan kualitas estetik rendah sebagimana tercantum pada Tabel 3, dapat dilihat pada Gambar 25 di bawah ini.
5 14 17 19
Gambar 25. Kelompok lanskap dengan kualitas estetik yang rendah.
Elemen reklame yang sangat mendominasi merupakan salah satu penyebab rendahnya kualitas estetik lanskap jalur wisata Puncak tersebut. Elemen-elemen keras berupa warung, reklame, dan kendaraan yang berada pada foreground
setting lanskap tersebut sangat mempengaruhi kualitas estetik lanskap tersebut.
Elemen yang terletak di foreground sangat mempengaruhi sensitifitas pemandang suatu lanskap (Higuchi, 1989). Pengaruh tersebut dapat bersifat positif dan juga dapat bersifat negatif. Pengaruh negatif akan terjadi apabila elemen foreground sangat tidak sesuai dengan setting lanskapnya, sebaliknya, pengaruh positif terjadi apabila elemen foreground menyatu dengan setting lanskapnya (Higuchi, 1989).
4.2.2 Kecenderungan Nilai Estetika pada Jalur Wisata Puncak
Kawasan pemasangan reklame di jalur wisata Puncak merupakan tempat alternatif utama dalam penempatan reklame, yaitu pada jalur wisata Puncak pada kilometer Jkt. +83 sampai dengan kilometer Jkt. +93. Hal ini bisa dilihat bahwa reklame yang ditempatkan pada jalur ini memberi kontribusi cukup besar dalam hal pemasukan pajak reklame maupun retribusi yang lain.
Dengan kondisi alami berupa perkebunan teh dan tutupan lahan berupa hutan atau pun kebun campur, maka dominasi warna hijau yang memberi kesan alami terasa kuat. Tetapi dengan tingginya peminatan untuk memasang reklame di jalur ini, maka hal ini akan cenderung menurunkan kualitas keindahan lanskap.
Sebagaimana yang dikemukakan sebelumnya, maka reklame yang dipasang pada area yang bersifat lanskap alami dengan dominasi warna hijau oleh dedaunan dan vegetasi secara umum, maka keberadaan reklame sulit atau tidak dapat menyatu dengan setting alamiahnya. Hal ini berbeda dengan keberadaan reklame sebagai media luar ruang yang ditempatkan pada kawasan perkotaan yang merupakan setting lanskap buatan.
Meskipun pada kawasan perkotaan keberadaan reklame juga menjadi masalah (Cullen, 1996; Danisworo, 1991), tetapi karena karakter lanskap yang ada adalah lanskap buatan, maka kehadiran reklame lebih mudah diterima dan menyatu dengan setting lanskap buatan yang mendominasi lanskap perkotaan (townscape). Faktor-faktor yang mempengaruhi dapat diterimanya reklame sebagai bagian dari elemen kota ini dapat ditemukan dalam hasil penelitian Ekomadyo (2008) yang menyatakan bahwa reklame ruang luar yang memiliki nilai tambah dalam kreativitas desain secara substantif dapat meningkatkan nilai
positif dan meningkatkan kualitas dan karakter kawasan perkotaan. Hal ini tentu tidak dapat dipersamakan dengan keberadaan reklame pada area yang memilki karakter lanskap alamiah yang dominan. Keberadaan reklame lebih merupakan elemen pengganggu.
4.2.3 Karakter Lanskap
Karakter umum lanskap wisata jalur Puncak adalah lanskap yang termasuk sebagai lanskap alami. Karena itu kondisi awal yang dapat ditemukan adalah pemandangan lanskap dengan landform bergelombang sampai pegunungan, tegakan pohon yang mendominasi elemen lanskap. Dengan adanya perkembangan sosial ekonomi masyarakat, maka muncul elemen-elemn tambahan yang merupakan elemen buatan berupa elemen pendukung lanskap seperti reklame, warung, badan jalan yang berbentuk organik, dan elemen kendaraan.
Berdasarkan hasil evaluasi karakter lanskap yang dilakukan dengan metode Semantic Differential, maka dapat diketahui bahwa beberapa karakter lanskap yang ada menunjukkan preferensi responden terhadap setting lanskap yang ada.
Tabel 3. Pengaruh Elemen terhadap Karakter Lanskap Jalur Wisata Puncak.
No. Elemen Pendukung Karakter Lanskap
Kelompok Kualitas Estetik Lanskap
Tinggi Sedang Rendah
1. Landform
●●● ● ●
2. Tegakan Pohon
●●● ● ●
3. Reklame
●● ● ●●●
4. Warung/Rumah
●● ●●● ●●●
5. Badan Jalan
● ●●● ●●●
6. Kendaraan
●● ●● ●●●
Keterangan:
●●●
= Pengaruh Kuat;●●
= Pengaruh Sedang;●
= Pengaruh Rendah.Evaluasi karakter lanskap tersebut dilakukan dengan pengamatan langsung ke lapang dan penilaian dengan Semantic Differential (SD). Hasil pengamatan
lapang terhadap ketiga kelompok kualitas estetika lanskap dihubungkan dengan elemen-elemen pembentuk lanskap tersebut dapat dilihat pada Tabel 4 di atas.
Lanskap berkualitas estetik tinggi lebih banyak didukung oleh elemen utama, yaitu landform dan tegakan pohon. Penciri utama lanskap alam yang berkarakter adalah adanya elemen landform dan pohon (Booth, 1988) serta secara visual memperlihatkan elemen yang sangat distinct (Higuchi, 1989).
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan Semantic Differential, Lanskap berkualitas tinggi memperlihatkan kriteria yang cenderung tidak berwarna-warni (Gambar 26). Hal ini karena lingkungan alam pegunungan lebih dominan dengan tanaman yang berdauh hijau, dan warna ini merupakan warna alam. Dengan demikian, keberadaan elemen yang terlalu berbeda dari segi warna akan mempengaruhi penilaian atas keindahan suatu lanskap alami. Hal ini tentunya akan berbeda dengan pendapat dari pemasang reklame yang justru berusaha untuk menampilkan reklame mereka secara mencolok, baik dalam hal warna maupun bentuk serta ukuran sebagai cara untuk menarik perhatian dari pengamat atau pemakai jalan.
Kriteria 4 3 2 1 0 1 2 3 4 Kriteria
Berwarna-warni Tidak Berwarna-warni
Proporsi yang tidak harmonis
Proporsi yang harmonis Memperlihatkan
kesan bentuk yang sesuai
Tidak memperlihatkan kesan bentuk yang sesuai Memperlihatkan
kesan berukuran besar
Tidak memperlihatkan kesan berukuran besar Kesan tdk
mengganggu pemandangan
Kesan mengganggu pemandangan
Keterangan: garis biru ( ) lanskap kualitas estetik rendah; garis hitam titik-titk (...) adalah Lanskap kualitas estetik sedang; dan garis berwarna hijau (---) adalah Lanskap kualitas estetik tinggi.
Gambar 26. Profil Persepsi terhadap kriteria lanskap bereklame pada jalur wisata Puncak
Proporsi elemen yang terlihat dipandang sebagai suatu yang harmonis dengan bentukan yang sesuai. Elemen-elemen yang ada pada lanskap ini tidak saling mengganggu.
Pada lanskap dengan kualitas estetik sedang, adanya landform berbukit dibarengi dengan elemen reklame, warung dan badan jalan yang luas (Tabel 4) mengakibatkan kualitas estetik tidak maksimal. Elemen reklame terlihat agak kuat sehingga dapat mengurangi kualitas estetik lanskap (Affandi dan Gunawan, 2011). Secara perceptual, lanskap ini hampir selalu berposisi di antara lanskap berkualitas tinggi dan rendah, kecuali pada kesan ukuran. Lanskap ini memperlihatkan kesan berukuran cenderung ke arah besar.
Lanskap dengan kualitas estetik rendah memperlihatkan dominansi elemen- elemen reklame, warung, badan jalan, dan kendaraan. Elemen-elemen tersebut mempengaruhi karakter lanskap secara keseluruhan. Karakter berwarna-warni disebabkan oleh banyaknya elemen yang tidak dikehendaki dan elemen reklame yang berukuran besar sangat mengganggu pemandangan sehingga secara proporsi terlihat kurang harmonis. Berbagai jenis elemen memperlihatkan berbagai bentuk, ukuran, dan warna yang berpengaruh negaitf terhadap karakter lanskap alam di sekitarnya (Nopiyanto dan Gunawan, 2009).
Secara visual reklame yang berada pada lanskap jalur wisata memberikan pengaruh yang beragam, tergantung ukuran, warna, dan dominansinya terhadap lanskap. Ukuran dan warna reklame mempengaruhi secara nyata kualitas estetik lanskap sekitarnya (Affandi dan Gunawan, 2011).
Kondisi visual dari lanskap alami yang terdapat pada lanskap di kawasan Wisata Puncak menunjukkan bahwa kualitas estetik lanskap ini tinggi, karena lanskap ini memiliki pemandangan yang unik berupa kebun teh yang luas, pemandangan hutan campuran dan hutan pinus, keindahan alam, serta penempatan reklame sesuai atau cocok dengan lingkungan sekitar. Keunikan pemandangan tersebut disebabkan oleh dominasi dan kesatuan tapak dibandingkan dengan pemandangan lanskap sekitarnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Foster (1982) bahwa dominasi tipe lanskap dapat menjadikan lanskap tersebut lebih menarik, karena terlihat berbeda dengan lanskap sekitarnya. Kondisi semacam ini akan
berubah apbila penempatan maupun pembangunan elemen buatan yang baru dilakukan tanpa memperhatikan faktor-faktor alami yang ada. Kehadiran eleme- elemen buatan yang tidak terkendali akan mengurangi kualitas estetik sebuah lanskap alamia maupun kondisi ekologi yang ada di dalamnya. Van der Ryn dan Cowan (1996) menyarankan agar dalam pembangunan yang merubah bentang alam, faktor-faktor ekologis juga diperhatikan karena akan mengganggu keseimbangan yang ada. Mereka juga menyatakan bahwa sebuah rencana harusnya membuat orang dapat belajar tentang berjalannya proses ekologis yang ada di alam, sehingga termasuk di dalamnya pembangunan reklame harus menjaga kelestarian visual maupun ekologis dari lanskap alami yang ada.
Kualitas estetik dan karakter lanskap yang ada pada jalur wisata Puncak merupakan sumber daya lingkungan yang penting dan bernilai tinggi. Saat ini ketika banyak hal dihitung berdasarkan satuan mata uang, maka sumber daya estetik dan kualitas karakter lanskap perlu diperhatikan karena pada akhirnya juga akan memberi efek secara ekonomi finansial terhadap masyarakat. Pemandangan yang indah dan suasana pegunungan yang menyegarkan adalah daya tarik utama terhadap kawasan wisata Puncak sehingga kalau kondisi ini tyidak dipertahankan maka akan terjadi penurunan minat terhadap kunjungan wisata pada kawasan ini.
Penurunan kualitas lingkungan dan lanskap akan memberi dampak negatif terhadap kondisi ekonomi jangka panjang karena keberlanjutannya tidak dapat dipertahankan.
Berdasarkan hasil di atas dapat diketahui bahwa kualitas estetik dan karakter lanskap tempat pemasangan reklame pada tiga kelompok keindahan lanskap terlihat bahwa keberadaan reklame dan elemen buatan lainnya yaitu kios atau warung serta badan jalan mempengaruhi penilaian terhadap kualitas estetik lingkungan, dimana keberadaannya yang dominan dan mencolok menurunkan nilai esetik tersebut. Kondisi tersebut berupa warna, bentuk, komposisi desain, ukuran, dan jenis reklame yang dipasang kurang memberikan nilai estetik pada sebuah objek yang di lihat yaitu berupa keindahan pada tapak itu sendiri.
4.3 Pengelolaan Lanskap Alami Jalur Wisata Puncak
Lanskap jalur wisata Puncak yang memeperlihatkan karakter yang kuat sebagai lanskap alami dengan landform yang khas bergelombang serta merupakan lanskap pegunungan yang hijau oleh tegakan pohon sangat penting untuk dipertahankan keberadaannya. Apalagi dengan hamparan perkebunan teh yang dapat dinikmati oleh pengguna jalan sepanjang kurang lebih 10 kilometer, maka kawasan ini benar-benar merupakan distinct area yang sangat menarik banyak wisatawan untuk melintasinya.
Masih dapat dilakukan penelitian lebih lanjut, tentang motivasi utama dari para wisatawan untuk melintasi kawasan wisata ini, dihubungkan dengan keberadaan kebun teh di kawasan ini. Hal ini disebabkan oleh adanya kenyataan bahwa kawasan wisata Puncak juga lintas wilayah administrasi, dimana daerah Cipanas di Kabupaten Cianjur juga merupakan daerah yang diminati oleh wisatawan dengan adanya berbagai fasilitas wisata ataupun daerah tujuan wisata seperti Taman Bunga Nusantara, Kawasan Kota Bunga, Istana Cipanas dan lain- lain. Di kawasan Puncak Kabupaten Bogor pun daya tarik dan fasilitas wisata lainnya juga dikembangkan sebagai faktor penarik kunjungan para wisatawan seperti Taman Safari Indonesia Cisarua, Taman Matahari, dan lain-lainnya. Obyek wisata lainnya adalah perkebunan teh itu sendiri yang mulai dikemas dalam bentuk paket-paket wisata berupa berjalan-jalan melintasi perkebunan teh (tea walk) baik dengan berjalan kaki maupun berkuda, menikmati keindahan perkebunan teh dari angkasa dengan fasilitas terbang layang (dengan gantole, paragliding dan fasilitas olah raga angkasa lainnya). Terdapat juga kegiatan wisata mengikuti proses pengolahan daun teh dari proses petik sampai diperoleh olahan teh siap konsumsi, seperti yang disediakan oleh PT Gunung Mas di area perkebunan dan pengolahan daun teh.
Dengan kondisi semacam ini maka upaya untuk mempertahankan kualitas estetik kawasan wisata Puncak menjadi sangat penting. Pertimbangan ekologis sebagai dasar pengelolaan kawasan dengan berbagai regulasi tentang penataan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang perlu menjadi acuan pemerintah daerah dalam menangani kawasan ini. Apalagi kawasan puncak ini secara
nasional juga telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi dan merupakan kawasan strategis nasional.
Pengelolaan lanskap kawasan wisata Puncak perlu memperhatikan faktor- faktor keruangan spesifik serta aspek-aspek ekologis karena pada kawasan Puncak ini juga terdapat mata air Sungai Ciliwung, yaitu kawasan wisata Telaga Warna, yang merupakan salah satu sungai yang melintasi dan bermuara di Jakarta. Hal itu berarti bahwa kerusakan ekologis di kawasan hulu sungai Ciliwung, yaitu kawasan Puncak akan berdampak bagi kerusakan daerah hilir yaitu Jakarta. Selain itu, sumber daya ruang lainnya adalah berkaitan dengan estetika lingkungan berupa pemandangan indah. Pemandangan indah oleh keberadaan perkebunan teh, hutan dan kebun campur ini perlu dipertahankan dan dilestarikan karena ancaman terhadap keberadaannya akan membawa dampak ekologis maupun visual bagi kawasan ini, yang pada akhirnya juga mengancam aspek sosial dan ekonomi bagi kawasan ini.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Kawasan Bopunjur dikategorikan sebagai kawasan tertentu yang memerlukan penanganan khusus dan merupakan kawasan yang mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya harus diprioritaskan. Selain itu sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 114 Tahun 1999 tentang Penataan Ruang Kawasan Bopunjur ditetapkan fungsi utama kawasan sebagai kawasan lindung dan kawasan budidaya. Meskipun dermikian, disadari bahwa hal ini beleum sepenuhnya dapat ditegakkan. Masih terdapat penyimpangan maupun ketidasesuaian antara peraturan dengan pelaksanaannya di lapangan. Misalnya dengan masih terjadinya konversi lahan dimana kawasan lindung menjadi semakin menyempit, sementara kawasan budidaya justru semakin meluas (Syartinilia, 2004)
Dalam pengelolaan dan perlindungan terhadap kawasan yang mempunyai nilai penting dari berbagai aspek ini, pemerintah daerah dapat berkoordinasi dengan pemerintah pusat maupun propinsi karena kawasan ini mempunyai nilai penting secara nasional. Pengelolaan yang dimaksud dapat berupa perencanaan, pengawasan dan pengendalian pemanfaatan ruang agar secara ekologis maupun
estetik dapat dipertahankan. Pengendalian pemanfaatan ruang termasuk diantaranya berkaitan dengan pembatasan bangunan baik yang permanen maupun tidak permanen karena dapat mengurangi fungsi kawasan sebagai kawasan lindung. Selain itu, pembatasan terhadap tumbuhnya kios atau warung-warung kaki lima di sepanjang jalur wisata ini yang berpotensi mengurangi estetika lanskap kawasan. Pembatasan ijin pemasangan reklame juga perlu dilakukan dengan menetapkan kawasan ini sebagai kawasan terbatas dalam pemasangan reklame.
4.4 Rekomendasi Pengaturan Reklame di Jalur Wisata Puncak
Reklame yang merupakan elemen buatan pada kawasan ini, berdasarkan hasil analisis sebelumnya berpotensi mengurangi atau menurunkan kualitas keindahan lanskap kawasan wisata Puncak, terutam pad aera kebun teh dan pemandangan alamiah lainnya. Untuk itu, dalam penyelenggaraan reklame di kawasan ini pertimbangan estetika perlu diprioritaskan sehingga keberadaan reklame tidak mengganggu.
Salah satu aspek yang mempengaruhi penurunan kualitas pemandangan kawasan alami di kawasan wisata puncak dengan keberadaan reklame adalah terkait dengan ukuran dan warna naskah reklame. Ukuran reklame yang besar mendominasi pemandangan, menutupi bagian-bagiab dari pemandangan yang menarik sehingga diperlukan pembatasan terhadap reklame yang boleh dipasang di kawasan wisata Puncak. Demikian juga halnya dengan pemakaina warna pada naskah reklame, sehingga dengan memprioritaskan aspek perlindungan terhadap pemandangan alami, maka perlu dilakukan pengaturan terhadap warna reklame.
Atribut kenampakan elemen reklame yang paling mencolok adalah ukuran dan warna naskah. Pemasang reklame berkepentingan untuk memasang papan reklame mereka sebesar mugkin, meskipun untuk itu mereka harus membayar pajak yang mahal (Kasali 2007). Tetapi dengan memperhatikan bahwa ukuran reklame yang besar berpotensi menutup pemandangan yang ada, maka diperlukan pengaturan ukuran reklame yang boleh dipasang. Apalagi dengan memperhatikan karakter lanskap jalur wisata Puncak yang merupakan lanskap alami, maka
keberadaan reklame berukuran besar dan berwarna mencolok yang tidak mendukung karakter lanskap akan menurunkan kualitas estetik lanskap. Untuk itu ukuran yang dipasang dibatasi sampai pada ukuran dapat terlihat dari jarak yang tidak terlalu jauh, dan hanya terlihat untuk satu sekuens pandangan. Maka ukuran yang diperbolehkan tidak lebih dari 3 meter x 4 meter, dengan memperhatikan proporsionalitas keterlihatan reklame dan kecepatan kendaraan di sekitar lokasi.
Selain itu dapat direncanakan suatu zona pemandangan, yaitu zona yang pemandangan alamiahnya diproteksi dengan terencana agar tidak menurunkan kualitas estetika kawasan wisata. Di Jepang, konsep zona proteksi pemandangan ini (fuchi chiku) merupakan konsep yang telah lama dipakai sebagai upaya untuk melindungi dan mengkonservasi area yang memilki kualitas pemandangan yang tinggi (Arifin dan Masuda, 1997).
Konsep semacam fuchi chiku ini dapat dipertimbangkan sebagai salah satu alternatif perlindungan terhadap kualitas pemandangan kawasan wisata Puncak.
Meskipun demikian, konsep ini memerlukan penelitian lebih lanjut untuk dapat diterapkan sebagai salah satu alternatif perlindungan terhadap kualitas pemandangan kawasan wisata Puncak.
Aspek lainnya yang berkaitan dengan gangguan pemandangan oleh keberadaan reklame adalah jumlah atau kerapatan keberadaan reklame. Reklame yang dipasang saling berdekatan dan saling menutupi pada suatu sudut pandang akan memberi kesan kumuh dan berpotensi mengurasi estetika lingkungan di sekitarnya apalagi pada lanskap yang memilki pemandangan alami. Untuk itu diperlukan pengaturan tentang jumlah reklame yang boleh dipasang pada suatu lokasi dan pengaturan terhadap posisi pemasangannya.
Perencanaan zonasi terhadap pemasangan reklame ini dapat mempertimbangkan faktor yang mempengaruhi aspek-aspek perencanaan ruang secara integratif. Misalnya dengan merencanakan pemanfaatan ruang secara terencana berupa pengadaan fasilitas peristirahatan (rest area) dimana pada area ini dapat diselenggarakan pemasangan reklame secara tertata serta pengalokasian pedagang kaki lima sehingga keberadaan mereka terlokalisasi sehingga tidak menyebar sepanjang koridor atau jalur wisata puncak. Dengan mengingat jumlah
pedagang yang banyak, maka perencanaan tersebut perlu memperhatikan pengembangan pada titik optimum yang ditentukan sehingga pembangunan rest area ini bukan justru menambah masalah baru dengan terjadinya konversi pemanfaatan lahan dari alamih ke buatan. Untuk itu perlu diperhitungkan dengan lebih baik kondisi-kondisi eksisting dan kondisi yang diinginkan di masa depan.
Dengan demikian, maka dalam pengelolaan lanskap pada kawasan wisata Puncak berkaitan dengan reklame, beberapa hal yang direkomendasikan antara lain adalah:
1. Pengaturan untuk membatasi ukuran serta warna reklame sehingga tidak mengganggu keindahan pemandangan yang ada.
2. Pengaturan zona proteksi pemandangan (fuchi chiku) yang bersifat lebih umum, karena termasuk di dalamnya pengaturan terhadap elemen-elemen buatan yang berpotensi mengurangi atau merusak pemandangan.
3. Perencanaan area peristirahatan yang integratif dan memperhatikan berbagai aspek sehingga keberadaan elemen tambahan yang selama ini tersebar dan menurunkan kualitas keindahan pemandangan di kawasan wisata Puncak dapat dilokalisasi pada suatu tempat yang terencana. Elemen tambahan yang dimaksud adalah kios atau warung pedagang kaki lima, reklame, pemberhentian kendaraan atau parkir kendaraan yang tidak tertata, dan elemen buatan lainnya yang berpotensi mengganggu pemandangan.