• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN TEPUNG MIX (BADAN DAN KEPALA) IKAN LELE (Clarias gariepinus) DALAM PEMBUATAN BUBUR INSTAN TINGGI KALSIUM UNTUK LANJUT USIA SAEPUL RAHMAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PEMANFAATAN TEPUNG MIX (BADAN DAN KEPALA) IKAN LELE (Clarias gariepinus) DALAM PEMBUATAN BUBUR INSTAN TINGGI KALSIUM UNTUK LANJUT USIA SAEPUL RAHMAN"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN TEPUNG MIX (BADAN DAN KEPALA) IKAN LELE (Clarias gariepinus) DALAM PEMBUATAN BUBUR

INSTAN TINGGI KALSIUM UNTUK LANJUT USIA

SAEPUL RAHMAN

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2013

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan Tepung Mix (Badan dan Kepala) Ikan Lele (Clarias gariepinus) dalam Pembuatan Bubur Instan Tinggi Kalsium untuk Lanjut Usia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2013 Saepul Rahman NIM I14080083

(4)

ABSTRAK

SAEPUL RAHMAN. Pemanfaatan Tepung Mix (Badan dan Kepala) Ikan Lele (Clarias gariepinus) dalam Pembuatan Bubur Instan Tinggi Kalsium untuk Lanjut Usia. Dibimbing oleh RIMBAWAN dan CLARA M. KUSHARTO.

Gangguan kesehatan yang menjadi perhatian utama pada lansia adalah osteoporosis. Osteoporosis merupakan penurunan massa tulang yang terjadi secara gradual seiring dengan pertambahan umur. Limbah ikan lele berupa kepala ikan dapat dimanfaatkan sebagai sumber mineral karena mengandung kalsium dan fosfor yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan dan memformulasikan tepung ikan lele bagian badan dan kepala (mix) dalam pembuatan bubur instan tinggi kalsium. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap dengan penambahan tepung mix sebagai perlakuan, yang terdiri dari 7% (2% tepung badan dan 5% tepung kepala), 9% (2% tepung badan dan 7% tepung kepala), dan 11% (2% tepung badan dan 9% tepung badan). Analisis data menggunakan One Way ANOVA dan uji beda t.

Hasil analisis sensoris menunjukkan bahwa formula pertama (7%) adalah formula bubur instan tinggi kalsium terpilih yang paling diterima oleh panelis.

Hasil uji beda t antara bubur instan kontrol dengan bubur instan terpilih menunjukkan bahwa derajat putih, kadar kalsium, kadar fosfor, dan kadar proximat kecuali kadar air berbeda nyata (p<0.05). Bioavailabilitas kalsium antara bubur instan kontrol dan bubur instan terpilih tidak berbeda nyata. Takaran saji tepung bubur instan berdasarkan rata-rata konsumsi lansia adalah 52 g, mengandung energi 246 Kal, protein 8.2 g, lemak 2.3 g, Ca 154.2 mg, dan P 75.2 mg.

Kata kunci: Lansia, ikan lele (Clarias gariepinus), bubur instan, kalsium, fosfor

ABSTRACT

SAEPUL RAHMAN. Utilization of Catfish (Clarias gariepinus) (Body and Head) Mix Flour in Making High Calcium Instant Porridge for The Elderly. Supervised by RIMBAWAN and CLARA M. KUSHARTO.

Major concern of health disorders to the elderly is osteoporosis.

Osteoporosis is a decrease in bone mass that occurs gradually with increasing age.

Catfish waste like fish-head can be utilized as a source of mineral because it contains high calcium and phosphorus. This research aimed to utilize mixture catfish flour from the body and head in making high calcium instant porridge for the elderly. The experimental design used in this study was complete random design with the addition of mix flour of catfish as treatment, which consisted of 7% (2% catfish flour from the body and 5% catfish flour from the head), 9% (2%

catfish flour from the body and 7% catfish flour from the head), and 11% (2%

catfish flour from the body and 9% catfish flour from the head). Analysis of the data using One Way ANOVA and Independent Sample t-Test.

(5)

The results of sensory analysis indicate that the first formula (7%) was the most accepted by the panelists. The study showed that the control formula vs elected instant porridge formula is significantly different (p<0.05), in terms of the whiteness, calcium, phosphorus, and all other nutrients except moisture contents.

The serving size of instant porridge flour based on the average consumption of the elderly is 52 g. It contains 246 Cal of energy, 8.2 g of protein, 2.3 g of fat, 154.2 mg of calcium, and 75.2 mg of phosphorus.

Keywords: Elderly, Catfish (Clarias gariepinus), instant porridge, calcium, phosphorus

(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

pada

Departemen Gizi Masyarakat

PEMANFAATAN TEPUNG MIX (BADAN DAN KEPALA) IKAN LELE (Clarias gariepinus) DALAM PEMBUATAN BUBUR

INSTAN TINGGI KALSIUM UNTUK LANJUT USIA

SAEPUL RAHMAN

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2013

(7)
(8)

Judul Skripsi: Pemanfaatan Tepung Mix (Badan dan Kepala) Ikan Lele (Clarias gariepinus) dalam Pembuatan Bubur Instan Tinggi Kalsium untuk Lanjut Usia

Nama : Saepul Rahman NIM : I14080083

Disetujui oleh

Dr Rimbawan Pembimbing I

Prof Dr Clara M. Kusharto, MSc Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Budi Setiawan, MS Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

(9)

Judul Skripsi: Pemanfaatan Tepung Mix (Badan dan Kepala) Ikan Lele (Clarias gariepinus) dalam Pembuatan Bubur Instan Tinggi Kalsium untuk Lanjut Usia

Nama : Saepul Rahman NIM : 114080083

Disetujui oleh

Dr Rimbawan Prof am M. Kusharto. MSc

Pembimbing I Pembimbing II

Tanggal Lulus:2

2 OCT 2013

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang dipilih penulis yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah “Pemanfaatan Tepung Mix (Badan dan Kepala) Ikan Lele (Clarias gariepinus) dalam Pembuatan Bubur Instan Tinggi Kalsium Untuk Lanjut Usia” yang merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Gizi di Fakultas Ekologi Manusia (FEMA).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Rimbawan dan Ibu Prof.

Dr. Drh. Clara M. Kusharto, M.Sc selaku pembimbing dan Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, M.S Selaku penguji yang senantiasa meluangkan waktunya untuk memberi bimbingan, masukan dan motivasi kepada penulis. Di samping itu, penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Mashudi dari staf Laboratorium Gizi Masyarakat yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga, dan teman-teman angkatan GM 45 atas segala bantuan, doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

.

Bogor, Oktober 2013 Saepul Rahman

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 1

Tujuan Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODE 3

Bahan 4

Alat 4

Prosedur Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Formulasi Bubur Instan 5

Karakteristik Organoleptik Bubur Instan 6

Karakteristik Fisik Tepung Bubur Instan Terpilih 9

Densitas Kamba 9

Derajat Putih 9

Kelarutan 10

Waktu Rehidrasi 10

Viskositas 10

Mutu Mikrobiologi 11

Kandungan Gizi Tepung Bubur Instan Terpilih 11

Bioavailabilitas Kalsium 12

Daya Terima dan Penerimaan Lansia pada Bubur Instan Terpilih 13 Kontribusi Zat Gizi Tepung Bubur Instan Terpilih terhadap AKG Lansia 14

SIMPULAN DAN SARAN 15

Simpulan 15

Saran 16

(12)

DAFTAR PUSTAKA 16

LAMPIRAN 19

RIWAYAT HIDUP 39

(13)

DAFTAR TABEL

1 Hasil uji mutu hedonik bubur instan 6

2 Hasil uji hedonik dan tingkat penerimaan bubur instan 7 3 Hasil karakteristik fisik tepung bubur instan terpilih (7%) dan kontrol 9 4 Mutu mikrobiologi tepung bubur instan terpilih (7%) dan kontrol 11 5 Hasil analisis kandungan gizi tepung bubur terpilih (7%) dan kontrol 11 6 Bioavailabilitas kalsium tepung bubur instan terpilih (7%) dan kontrol 12 7 Distribusi responden lansia berdasarkan daya terima bubur instan

terpilih

13

8 Persentase penerimaan responden lansia terhadap bubur instan terpilih 14 9 Kontribusi zat gizi bubur instan per takaran saji (52 g) terhadap AKG

lansia

15

DAFTAR GAMBAR

1 Kurva standar kalsium 30

2 Kurva standar fosfor 32

DAFTAR LAMPIRAN

1 Prosedur analisis sifat fisik dan kandungan gizi 19 2 Alur proses pembuatan bubur instan (modifikasi Amirullah 2008) 23 3 Formula bubur instan menggunakan tiga taraf penambahan tepung

mix (badan dan kepala) ikan lele

24 4 Kandungan gizi bahan yang digunakan dalam pembuatan bubur

instan

24

5 Alur tahapan penelitian 24

6 Prosedur pengolahan bubur instan untuk daya terima 25

7 Kuisioner organoleptik 26

8 Formulir uji penerimaan pada panelis lanjut usia 28

9 Hasil perhitungan kadar air 28

10 Hasil perhitungan kadar abu 29

11 Hasil perhitungan kadar protein 29

12 Hasil perhitungan kadar lemak 29

13 Hasil perhitungan kadar karbohidrat (by difference) 30 14 Kalsium bubur instan kontrol dan bubur instan terpilih 30

15 Fosfor bubur instan kontrol dan terpilih 32

16 Total Plate Count (TPC) bubur instan kontrol dan terpilih 33 17 Densitas kamba bubur instan kontrol dan terpilih 33 18 Derajat putih bubur instan kontrol dan terpilih 33

19 Kelarutan bubur instan kontrol dan terpilih 33

20 Waktu rehidrasi bubur instan kontrol dan terpilih 34

(14)

21 Uji seduh bubur instan kontrol dan terpilih 34 22 Viskositas bubur instan kontrol dan terpilih 34 23 Hasil uji Independent-Samples t-Test sifat fisik, kandungan gizi,

bioavailabilitas, dan mikrobiologi bubur instan kontrol dan terpilih

34 24 Hasil uji rata-rata asupan lansia pria dan wanita 35 25 Hasil uji Independent-Samples t-Test asupan lansia pria dan wanita 35 26 Kandungan energi dan zat gizi olahan bubur instan tinggi kalsium

terpilih

36 27 Hasil One Way ANOVA pada mutu hedonik bubur instan dengan

penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele

36 28 Hasil uji Duncan mutu hedonik atribut warna bubur instan 36 29 Hasil One Way ANOVA pada uji hedonik bubur instan dengan

penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele

37 30 Hasil uji Duncan uji hedonik atribut warna bubur instan 37

31 Dokumentasi penelitian 38

(15)
(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peningkatan usia harapan hidup menyebabkan angka jumlah penduduk lajut usia (lansia) semakin bertambah. Penduduk lanjut usia di Indonesia pada tahun 2000 mencapai 14.4 juta atau sekitar 7.18 persen yang menyebabkan Indonesia memasuki era penduduk berstruktur lansia. Jumlah ini meningkat pada tahun 2013 sekitar 23 juta orang atau 10% dari total penduduk (Komnas Lansia 2013). Angka tersebut diperkirakan meningkat lagi pada tahun 2025 sekitar 40 juta jiwa (Suhartini 2012).

Gangguan kesehatan yang menjadi perhatian utama pada lansia saat ini adalah osteoporosis. Osteoporosis merupakan penurunan massa tulang yang terjadi secara gradual seiring dengan pertambahan umur. Pada tahun 2000 diperkirakan hampir 9 juta pria dan wanita usia ≥50 tahun di dunia mengalami osteoporosis atau sekitar 1 % dari populasi dunia pada saat itu (WHO 2007). Di Indonesia sendiri, jumlah penderita osteoporosis pada tahun 2004 sekitar 7% dan meningkat pada tahun 2005 sekitar 10.3% (Jahari dan Prihatini 2007). Satu dari tiga perempuan mempunyai kecenderungan osteoporosis, sedangkan pada laki- laki insidensnya lebih kecil, yaitu satu dari tujuh laki-laki (Halimah et al. 2009).

Banyak faktor yang mempengaruhi peningkatan resiko osteoporosis, salah satunya asupan kalsium yang kurang adekuat. Faktor zat gizi yang turut berperan penting dalam menjaga kesehatan tulang dan memperlambat pengeroposan tulang adalah kalsium dan fosfor. Lansia membutuhkan asupan fosfor sedikit lebih tinggi sebagai akibat penurunan fungsi-fungsi organ tubuh yang mengakibatkan penurunan absorbsi dan utilitas zat gizi pada tingkat jaringan (Wirakusumah 2004).

Pangan hewani yang belum optimal dimanfaatkan dan dapat diandalkan untuk mendukung perbaikan gizi adalah ikan lele (Clarias gariepinus). Mahyudin (2008), menambahkan perkembangan produksi ikan lele setiap tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2003, produksi ikan lele di Indonesia mencapai 21.271 ton dan tahun 2008 meningkat menjadi 108.200 ton. Feruzuma (2009) menyatakan bahwa limbah kepala ikan lele yang dihasilkan adalah 10% dari berat ikan segarnya. Tepung kepala ikan lele (Clarias gariepinus) dapat dimanfaatkan sebagai sumber kalsium dan fosfor karena mengandung kalsium dan fosfor sebesar 5680 mg/100g dan 3780 mg/100g (Hasanah 2012).

Bubur instan tinggi kalsium yang diberi penambahan tepung mix ikan lele (Clarias gariepinus) diharapkan dapat menjadi solusi bagi pencegahan penyakit osteoporosis pada lansia. Selain bubur cepat, praktis dan mudah pembuatannya, bubur juga memiliki tekstur yang lembut dan mudah dicerna oleh tubuh sehingga cocok dijadikan sebagai makanan alternatif bagi lanjut usia yang mengalami kemunduran fisiologis tubuh, khususnya dalam sistem organ saluran cernanya.

Perumusan Masalah

Tepung kepala ikan lele (Clarias gariepinus) memiliki kandungan tinggi kalsium dan fosfor. Kandungan mineral tersebut berpotensi untuk dimanfaatkan menjadi makanan alternatif bagi lansia yang membutuhkan asupan mineral yang

(17)

2

cukup untuk memelihara kesehatan tulang. Makanan alternatif bagi lansia yang sesuai dengan kondisi fisik dan fisiologisnya yang menurun adalah makanan yang mudah dicerna dan lunak, salah satunya adalah bubur. Namun, dalam prosesnya belum diketahui jumlah penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele yang tepat dalam pembuatan bubur instan agar dapat disukai dan diterima oleh lansia. Berapakah takaran saji tepung bubur instan yang dapat diterima/konsumsi oleh lansia? Apakah penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele dapat mempengaruhi sifat fisik, kimia, dan bioavailabilitas kalsium produk? Berapakah kontribusi bubur instan terpilih terhadap Angka Kecukupan Gizi lansia? Hal ini dapat diketahui dengan melakukan analisis sensori, fisik, kimia, bioavabilitas, dan daya terima lansia terhadap bubur instan terpilih.

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele dalam pembuatan bubur instan tinggi kalsium untuk lanjut usia.

Tujuan khusus

1. Melakukan formulasi bubur instan tinggi kalsium dengan penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele.

2. Melakukan uji organoleptik oleh panelis agak terlatih untuk menentukan formulasi bubur instan tinggi kalsium terpilih.

3. Menganalisis daya terima tepung bubur instan terpilih oleh lanjut usia.

4. Menganalisis pengaruh penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele terhadap sifat fisik (densitas kamba, derajat putih, kelarutan, waktu rehidrasi, uji seduh, dan viskositas) pada tepung bubur instan terpilih.

5. Menganalisis pengaruh penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele terhadap kandungan gizi (kadar air, kadar abu, kadar karbohidrat, kadar protein, kadar lemak, kadar kalsium, dan kadar fosfor), mutu mikrobiologi, dan bioavailabilitas kalsium pada tepung bubur instan terpilih.

6. Menghitung kontribusi zat gizi yang dapat diberikan bubur instan tinggi kalsium dengan penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele terhadap AKG lansia.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada perlakuan penambahan tepung mix ikan lele terhadap tepung beras sebesar 7% (2% tepung badan dan 5% tepung kepala), 9%

(2% tepung badan dan 7% tepung kepala), dan 11% (2% tepung badan dan 9%

tepung badan). Agar bubur instan dapat diklaim tinggi kalsium, maka batas minimal 7% digunakan untuk asumsi bahwa bubur instan memenuhi minimum sekitar 30% ALG/100g kelompok konsumen umum atau sebesar 240 mg/100g (BPOM 2011). Batas maksimal 11% digunakan untuk menghindari bubur instan berwarna gelap.

Analisis sensori berupa hedonik dan mutu hedonik dilakukan terhadap ketiga formula oleh panelis agak terlatih untuk mengetahui pengaruh perbedaan

(18)

3 penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele terhadap persen penerimaan.

Persen penerimaan terbesar dijadikan sebagai formula terpilih yang selanjutnya dilakukan analisis fisik, kimia, bioavailabilitas, daya terima lansia, dan takaran saji.

METODE

Penelitian dimulai pada bulan Maret sampai dengan Agustus 2013 yang dibagi menjadi dua tahap yaitu pertama, penelitian pendahuluan untuk formulasi bubur instan dan penentuan formula terpilih. Kedua, penelitian lanjutan untuk uji fisik, kimia, bioavailabilitas, dan daya terima formula terpilih.

Penelitian berlangsung di laboratorium SEAFAST IPB, laboratorium analisis zat gizi dan laboratorium organoleptik, Departemen Gizi Masyarakat, dan laboratorium kimia, Departemen Kimia. Uji daya terima formula terpilih pada lansia dilaksanakan di mesjid Samsul Huda, Desa Babakan yang dipilih secara tidak acak (purposive sampling) dengan pertimbangan akses, sarana, dan prasarana. Uji daya terima melibatkan 30 orang lansia terdiri dari 8 orang pria dan 22 orang wanita yang memenuhi kriteria inklusi yaitu, usia di atas 60 tahun dan sehat, kriteria ekslusi yaitu, tidak memiliki tekanan darah tinggi dan tidak alergi terhadap ikan lele. Jumlah lansia wanita lebih banyak dibandingkan lansia pria karena jumlah penduduk lansia wanita di tempat pelaksanaan uji daya terima lebih banyak dibandingkan pria.

Penelitian pendahuluan dimulai dengan formulasi bubur instan sebanyak tiga formula. Formula A, penambahan tepung mix sebesar 7% (2% tepung badan dan 5% tepung kepala), Formula B sebesar 9% (2% tepung badan dan 7% tepung kepala), dan formula C sebesar 11% (2% tepung badan dan 9% tepung kepala).

Persentase penambahan tepung ketiga formula tersebut merupakan persentase tepung mix terhadap tepung beras. Ketiga formulasi tersebut diuji organoleptik oleh 31 orang panelis agak terlatih, kemudian persentase penerimaan terbesar dijadikan sebagai formula terpilih. Uji organoleptik terdiri dari mutu hedonik (warna, tekstur, rasa ikan, aroma ikan) dan uji hedonik/kesukaan (warna, tekstur, rasa, aroma).

Penelitian lanjutan merupakan analisis lanjut terhadap formula terpilih dan formula kontrol untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung mix terhadap tepung beras. Analisis lanjut yang dilakukan yaitu analisis kimia meliputi analisis kadar air metode biasa (AOAC 1995), kadar abu (AOAC 1995), kadar protein (AOAC 1995), lemak (AOAC 1995), karbohidrat by difference (Andarwulan et al.

2011), kadar kalsium metode AAS (Apriyantono et al. 1989), kadar fosfor (Andarwulan et al. 2011), dan bioavailabilitas kalsium secara in vitro metode dialisis (Roig et al. 1999). Analisis fisik yang dilakukan meliputi derajat putih (Whiteness-meter Kett Electric), densitas kamba (Wiratakartakusumah et al. 1992), waktu rehidrasi (Yoanasari 2003), uji seduh (Yoanasari 2003), TPC (Fardiaz 1987), kelarutan (SNI Dekstrin Industri Pangan 1992), dan viskositas (Lampiran 1). Selain analisis fisik dan kimia, pada produk terpilih dilakukan pula uji daya terima pada lansia. Formula terpilih sebanyak 100 g dimasak dengan air panas dengan perbandingan 1:5 dan diberikan bumbu-bumbu sebagaimana bubur ayam

(19)

4

biasa. Rata-rata kesanggupan (daya terima) lansia untuk menghabiskan bubur yang disajikan tersebut dijadikan sebagai takaran saji tepung bubur instan.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua kali ulangan. Unit percobaan yang diamati adalah adonan bubur instan sebesar 100 gram tepung beras. Perlakuan yang diberikan pada unit percobaan adalah penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele dengan taraf A= 7%, B= 9%, dan C= 11%. Model yang digunakan sebagai berikut:

Yij = µ + Ti + εij Keterangan:

Yij = nilai pengamatan respon pengaruh penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele terhadap tepung beras taraf ke-i pada tingkat adisi pada ulangan ke-j

µ = rataan umum

Ti = pengaruh tingkat penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele taraf ke-i

εij = galat karena pengaruh taraf ke-i dari ulangan ke-j

i = banyaknya taraf penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele (A, B, dan C)

j = banyak ulangan (j=1,2)

Bahan

Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu, air, tepung beras dengan merk “X”, dan tepung badan dan kepala ikan lele (Clarias gariepinus) yang didapatkan dari industri pembuatan tepung ikan, PT Carmelitha Lestari. Bahan kimia yang diperlukan yaitu, H2SO4, Selenium mix, NaOH, HCl, HNO3, pepsin, pankreatin bile, dan NaHCO3.

Alat

Alat yang digunakan yaitu, mixer, blancher, drum dryer, Rapid Visco Analizer (RVA) TecMaster Newport Scientific, disc mill, Atomic Absorpsi Spectrophotometer (AAS) Shimadzu AA-7000, pH meter, shaker, sentrifus, whiteness-meter, dan spektrofotometer LW Scientific UV-VIS 200RS.

Prosedur Analisis Data

Program yang digunakan untuk mengolah data yaitu Microsoft Excel 2010 dan program analisis statistik. Data hasil uji organoleptik dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan nilai rata-rata dan persentase penerimaan.

Pengaruh jenis formula dan tingkat kesukaan panelis terhadap bubur instan dianalisis statistik dengan uji One Way ANOVA, apabila hasil menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan di antara perlakuan maka dilakukan uji lanjut Duncan. Data hasil analisis sifat fisiko-kimia antara bubur instan kontrol dan terpilih dianalisis secara kuantitatif dan dilanjutkan dengan analisis uji beda t.

(20)

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap yaitu, penelitian pendahuluan meliputi formulasi bubur instan dan penentuan formula terpilih, dan penelitian lanjutan meliputi uji fisik, kimia, bioavailabilitas, dan daya terima formula terpilih.

Formulasi bubur instan

Formulasi bubur instan dalam penelitian ini difokuskan untuk lanjut usia di atas 60 tahun. Formulasi bubur instan yang digunakan mengacu pada formulasi bubur instan hasil Amirullah (2008) yang telah dimodifikasi (Lampiran 2). Bahan yang digunakan adalah tepung beras merk ”X” dan tepung mix (tepung badan dan tepung kepala) ikan lele yang diperoleh dari industri pengolahan ikan lele, PT Carmelitha Lestari. Bahan baku utama bubur instan adalah tepung beras yang sebagian besar mengandung pati. Kandungan protein dan kalsium pada 100 g tepung beras sangat sedikit yaitu sebesar 7 g dan 5 mg (Depkes 1995). Oleh karena itu, penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele diperlukan untuk meningkatkan kandungan mineral dan protein pada bubur instan. Tepung badan ikan lele (Clarias gariepinus) per 100 g mengandung 63.83 g protein, 285 mg kalsium, dan 1.1 mg fosfor sedangkan dalam 100 g tepung kepala mengandung 51.15 g protein, 5680 mg kalsium dan 3780 mg fosfor (Ferazuma 2009). Kedua tepung ini dicampurkan menjadi tepung mix yang kemudian dijadikan faktor perlakuan penambahan terhadap tepung beras dalam formulasi bubur instan.

Banyaknya tepung mix (badan dan kepala) ikan lele yang ditambahkan adalah 7% (A), 9% (B), dan 11% (C) terhadap adonan (Lampiran 3). Agar bubur instan dapat diklaim tinggi kalsium, maka formula bubur instan harus memenuhi minimum kalsium sekitar 30% ALG/100g untuk kelompok konsumen umum atau dalam 100 g produk harus mengandung minimal kalsium sebesar 240 mg/100g (BPOM 2011). Oleh karena itu, batas bawah yang digunakan dalam formula bubur instan adalah sebesar 7% agar memenuhi persyaratan di atas. Batas atas yang digunakan dalam formula bubur instan adalah sebesar 11%, hal ini disebabkan penambahan tepung mix lebih dari 11% mengakibatkan warna bubur instan menjadi gelap. Menurut Soekarto (1985), warna merupakan variabel yang mempengaruhi penampilan suatu produk pangan. Oleh karena itu, warna bubur instan yang gelap dihindari supaya dapat meningkatkan penerimaan konsumen terhadap produk bubur instan.

Proses pembuatan bubur instan terdiri dari beberapa tahap, yaitu pencampuran, pemanasan, pengeringan, dan penggilingan. Pada tahap pencampuran, air, tepung beras dan tepung mix dicampur dan diaduk secara merata. Setelah semua bahan homogen, tahap selanjutnya dilakukan pemanasan dengan blancher pada suhu 55-650C selama 15 menit sampai adonan mengental (pasta) dan pati telah tergelatinasi. Gelatinasi ini terjadi karena pembengkakan pati disebabkan masuknya air ke dalam butir-butir pati. Masuknya air tersebut diakibatkan energi kinetik air lebih kuat daripada daya tarik-menarik antar molekul pati di dalam granula (Winarno 2008).

Setelah proses pemanasan, tahap selanjutnya adalah pengeringan dengan alat drum dryer. Tujuan dari pengeringan ini adalah untuk pembuatan produk agar

(21)

6

menjadi tepung instan. Menurut Winarno (2008), pati yang telah mengalami gelatinasi dapat dikeringkan, tetapi molekul-molekul tersebut tidak dapat kembali lagi ke sifat-sifat sebelum gelatinasi. Bahan yang telah kering tersebut masih mampu menyerap air kembali dalam jumlah yang besar. Selain untuk membuat produk instan, pengeringan ini juga bertujuan untuk menghilangkan air sehingga memperpanjang mutu simpan. Tahap terakhir setelah pengeringan yaitu, penggilingan dengan menggunakan ayakan 80 mesh. Tujuannya adalah untuk mempermudah penyajian dan pengemasan.

Karakteristik Organoleptik Bubur Instan

Uji organoleptik terdiri atas uji mutu hedonik dan uji hedonik. Tujuan dari uji organoleptik ini adalah untuk menentukan formula bubur instan terpilih yang akan digunakan untuk penelitian selanjutnya. Uji organoleptik dilakukan oleh 31 orang panelis agak terlatih. Skala penilaian berkisar dari 1 sampai 7. Pada uji mutu hedonik, semakin tinggi nilai yang diberikan panelis maka semakin baik mutu bubur instan, sedangkan pada uji hedonik semakin tinggi nilainya, maka semakin suka panelis terhadap produk tersebut. Panelis dianggap menerima bubur apabila nilai kesukaan yang diberikan lebih besar dari 4.

Tabel 1 Hasil uji mutu hedonik bubur instan

Formula Rata-rata atribut

Warna Tekstur Rasa ikan Aroma ikan

A (7%) 5.20b 5.01a 4.94a 4.64a

B (9%) 4.96a 5.33a 4.76a 4.81a

C (11%) 4.96a 5.13a 4.79a 4.56a

Keterangan: Nilai pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (menurut uji Duncan).

Warna : 1. Sangat coklat, 2. Coklat, 3. Coklat agak putih, 4. Sedang, 5. Putih agak coklat, 6. Putih, 7. Sangat putih

Tekstur : 1. Sangat kasar, 2. Kasar, 3. Kasar agak lembut, 4. Sedang, 5. Lembut agak kasar, 6. Lembut, 7. Sangat lembut,

Rasa Ikan

: 1. Sangat kuat, 2. Kuat, 3. Agak kuat, 4. Sedang, 5. Agak lemah, 6. Lemah, 7. Sangat lemah

Aroma Ikan

: 1. Sangat kuat, 2. Kuat, 3. Agak kuat, 4. Sedang, 5. Agak lemah, 6. Lemah, 7. Sangat lemah

Nilai rata-rata mutu warna produk berkisar pada 4.96 – 5.20 (sedang hingga putih). Penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele sebesar 7% memiliki tingkat keputihan paling tinggi. Namun seiring dengan peningkatan persentase penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele terhadap tepung beras, nilai rata-rata mutu warna produk semakin menurun. Perlakuan tingkat penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele memberikan pengaruh yang nyata (p<0.05) terhadap warna yang dihasilkan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa formula A berbeda nyata dengan formula B dan C namun formula B tidak berbeda nyata dengan formula C.

Nilai rata-rata mutu tekstur produk berkisar pada 5.01 – 5.13 (lembut agak kasar sampai lembut). Tingkat penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat tekstur produk. Faktor yang mempengaruhi tekstur bubur adalah nilai kekentalan gel akibat proses gelatinasi.

Granula pati dapat menyerap air ketika dipanaskan dan mengalami proses

(22)

7 pengembangan yang menyebabkan viskositasnya (kekentalan) meningkat (Andarwulan et al. 2011).

Peningkatan jumlah penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele tidak berpengaruh nyata terhadap rasa ikan yang dihasilkan pada produk. Nilai rata-rata mutu rasa ikan berada pada kisaran 4.76 – 4.94 (antara sedang-agak lemah).

Nilai rata-rata mutu aroma ikan yang paling tinggi yaitu 4.81 dengan penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele sebesar 9% dan nilai rata- rata yang paling rendah yaitu 4.56 dengan penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele sebesar 11%. Nilai rata-rata atribut mutu hedonik aroma ikan tidak berbeda nyata. Artinya panelis menyatakan bahwa dilihat dari aroma ikan masing-masing produk bubur tidak berbeda nyata. Aroma ikan pada produk berkisar sedang hingga agak lemah. Berdasarkan hasil uji mutu hedonik terhadap aroma, penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele dari 9-11% memiliki nilai rata-rata yang tidak jauh berbeda. Hal ini diduga penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele sebesar 9-11% memiliki rentang penambahan yang cukup dekat, sehingga panelis mengalami kesulitan dalam mengkategorikan (membedakan) mutu aroma ikan.

Uji kesukaan (hedonik) panelis terhadap produk meliputi atribut warna, tekstur, rasa, aroma dan keseluruhan. Uji kesukaan dilakukan tanpa memberikan bumbu pelengkap (plain). Nilai rata-rata kesukaan panelis dan tingkat penerimaan terhadap berbagai atribut produk tersaji pada Tabel 2.

Tabel 2 Hasil uji hedonik dan tingkat penerimaan bubur instan

Formula Rata-rata Atribut

Warna % Tekstur % Rasa % Aroma % Keseluruhan %

A (7%) 4.77b 92.9 4.77a 85.7 4.07 a 71.4 4.16 a 72.9 4.45 a 77.1 B (9%) 4.37a 78.6 4.89 a 92.9 3.96 a 71.4 4.04 a 72.9 4.24 a 65.7 C (11%) 4.71b 82.9 4.83 a 90.0 3.96 a 64.3 4.10 a 71.4 4.39 a 70.0

Keterangan: Nilai pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (menurut uji Duncan)

1. sangat tidak suka 4. biasa 7. sangat suka

2. tidak suka 5. agak suka

3. agak tidak suka 6. suka

Nilai rata-rata kesukaan panelis dari segi warna adalah 4.37 – 4.77. Hal ini berarti tingkat kesukaan panelis berada pada kisaran biasa sampai agak suka.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kesukaan panelis pada atribut warna bubur instan. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 27) diketahui bahwa formula B berbeda nyata dengan formula A dan C. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele pada berbagai taraf mempengaruhi penampakkan wana bubur instan. Berdasarkan persentase tingkat penerimaan, formula A merupakan formula dengan persentase penerimaan paling tinggi sebesar 92.9% sehingga formula A merupakan formula yang paling disukai panelis dari atribut warna.

Nilai rata-rata kesukaan panelis dari segi tekstur adalah 4.77 – 4.89. Tingkat kesukaan panelis mulai dari biasa sampai agak suka terhadap tekstur bubur instan.

Perlakuan tingkat penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele terhadap

(23)

8

tepung beras pada pembuatan bubur instan tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis pada tekstur produk. Tingkat penerimaan tertinggi dari atribut tekstur adalah formula B sebesar 92.9% dan paling rendah adalah formula A sebesar 85.7% sehingga dari atribut tekstur formula B merupakan formula yang paling diterima oleh panelis.

Tingkat penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat penerimaan panelis dalam hal rasa. Nilai rata- rata kesukaan panelis terhadap rasa produk berada pada rentang 3.96 – 4.07.

Tingkat kesukaan panelis berada pada rentang agak tidak suka sampai biasa terhadap rasa bubur instan. Formula A dan B merupakan formula yang paling banyak diterima oleh panelis. Sebanyak 71.4% panelis menyatakan dapat menerima rasa dari bubur instan dari kedua formula tersebut.

Nilai keseluruhan merupakan hasil penilaian panelis dari kombinasi antara variabel penerimaan warna, tekstur, rasa, dan aroma bubur instan yang dihasilkan.

Nilai keseluruhan dihitung dengan menjumlahkan kontribusi masing-masing parameter penilaian, yaitu warna= 40%, tekstur= 10%, rasa= 20%, dan aroma=

30%. Parameter warna memiliki kontribusi terbesar didasarkan pada Soekarto (1985), warna merupakan atribut utama yang cepat dan mudah memberi kesan dalam menentukan penolakan atau penerimaan konsumen terhadap produk.

Sebelum faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna akan tampil lebih dulu (Winarno 2008). Faktor warna tersebut akan menjadi pertimbangan pertama ketika bahan makanan itu dipilih. Suatu bahan pangan yang dinilai bergizi dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya (Soekarto 1985).

Parameter yang memberikan kontribusi terbesar kedua setelah warna adalah aroma. Rasa enak suatu makanan ditentukan oleh aroma makanan tersebut. Aroma memiliki daya tarik tersendiri dalam menentukan rasa enak dari produk makanan itu sendiri. Pembauan manusia dapat mengenal enak atau tidaknya suatu makanan yang belum terlihat hanya mencium bau makanan tersebut dari jarak jauh (Soekarto 1985).

Parameter yang memberikan kontribusi terbesar ketiga yaitu rasa. Hal ini dikarenakan rasa adalah faktor yang sangat menentukan keputusan terakhir konsumen untuk menerima atau menolak suatu makanan, walaupun parameter yang lain baik, tetapi jika rasanya tidak enak atau tidak disukai maka makanan tersebut akan ditolak (Soekarto 1985). Kesukaan konsumen terhadap rasa suatu produk juga ditunjang oleh ketertarikan terhadap warna dan aroma produk tersebut. Menurut Winarno (2008) warna yang ditangkap oleh pengelihatan dan bau yang ditangkap oleh sel olfaktori hidung dapat merangsang syaraf perasa dan cecapan lidah. Parameter tekstur memiliki kontribusi paling rendah dikarenakan tekstur kekentalan bubur dapat ditentukan oleh banyaknya air yang ditambahkan, bergantung pada pilihan kesukaan konsumen terhadap produk.

Nilai rata-rata kesukaan panelis dari segi keseluruhan berada pada rentang 4.24 – 4.45. Hal ini berarti tingkat kesukaan panelis secara keseluruhan berada pada kisaran antara biasa sampai agak suka. Peningkatan penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis secara keseluruhan. Persentase penerimaan secara keseluruhan yang terendah diberikan oleh panelis terhadap formula B sebesar 65.7% dan persentase

(24)

9 penerimaan terbesar diberikan kepada formula A sebesar 77.1% . Oleh karena itu, formula bubur instan terpilih adalah formula A dengan penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele sebesar 7% terhadap tepung beras.

Karakteristik Fisik Tepung Bubur Instan Terpilih

Karakteristik fisik tepung bubur instan kontrol dan terpilih (7%) yang dianalisis terdiri dari densitas kamba, derajat putih, waktu rehidrasi, uji seduh, kelarutan, viskositas, dan TPC. Hasil uji karakteristik fisik produk tersaji pada Tabel 3.

Tabel 3 Hasil karakteristik fisik tepung bubur instan terpilih (7%) dan kontrol Karakteristik fisik Tepung bubur Instan

Kontrol (0%) A (7%)

Densitas kamba (g/ml) 0.29 0.30

Derajat putih (%)* 71.43 59.18

Kelarutan (%) 38.08 36.41

Waktu rehidrasi (detik) 58.3 58.0

Uji seduh (ml) 132.75 131.25

Viskositas (cP) 4017.50 2836.50

Keterangan: * menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05)

Densitas Kamba

Berdasarkan Tabel 3 hasil analisis fisik, densitas kamba tepung bubur instan kontrol sebesar 0.29 g/ml sedangkan tepung bubur instan terpilih sebesar 0.30 g/ml. Hasil uji beda t menunjukkan bahwa densitas kamba tepung bubur instan terpilih dan kontrol tidak berbeda nyata. Densitas kamba suatu bahan mempengaruhi jumlah bahan yang bisa dikonsumsi dan biaya produksinya (Peleg

& Bagley 1978). Suatu bahan dinyatakan kamba jika nilai densitas kambanya kecil, berarti untuk berat yang ringan membutuhkan ruang yang besar. Produk yang bersifat kamba akan cepat memberikan rasa kenyang sehingga pada bubur bayi sifat kamba dihindari.

Derajat Putih

Derajat putih merupakan kemampuan untuk memantulkan cahaya yang mengenai permukaan suatu bahan (BPPIS 1989) sehingga produk yang cerah penampakannya memiliki derajat putih tinggi. Hasil analisis Whiteness Meter menunjukkan derajat putih tepung bubur instan kontrol sebesar 71.43 % dan tepung bubur instan terpilih sebesar 59.18% sehingga penampakan bubur instan kontrol lebih cerah dibandingkan dengan bubur instan terpilih (p<0.05).

Penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele sebesar 7% dapat mengurangi tingkat kecerahan tepung bubur instan sebesar 12.25%. Menurut Mervina (2009), tepung kepala ikan lele (Clarias gariepinus) memiliki warna coklat agak gelap karena pada proses pembuatannya, lapisan kulit kepala yang berwarna hitam tidak dibuang. Selain itu, perlakuan pengeringan dengan drum dryer menyebabkan timbulnya warna coklat pada bubur instan. Hal tersebut dimungkinkan karena tepung mix (khususnya tepung badan) mengandung protein, dan gula pereduksi yang akan mengalami reaksi Maillard jika dipanaskan. Reaksi

(25)

10

Maillard dapat menyebabkan terbentuknya warna coklat pada bubur instan (Estiasih dan Ahmadi 2011)

Kelarutan

Kelarutan dalam air adalah jumlah suatu bahan yang dapat larut dalam air.

Berdasarkan uji beda t, kelarutan tepung bubur instan kontrol dan terpilih tidak berbeda nyata. Kelarutan tertinggi terdapat pada tepung bubur instan kontrol sebesar 38.08%. Kelarutan tepung bubur instan disebabkan oleh kandungan pati yang terdapat dalam tepung beras. Pati yang telah mengalami gelatinasi dapat dikeringkan, tetapi molekul pati tidak dapat kembali ke sifat-sifat sebelum gelatinasi. Namun, pati tergelatinasi tersebut masih dapat menyerap air dalam jumlah yang besar sehingga bahan mudah larut. Tepung bubur instan terpilih memiliki kadar pati lebih rendah daripada tepung bubur instan kontrol sehingga kelarutannya lebih rendah. Hal ini dikarenakan jumlah gugus hidroksil dalam molekul pati sangat besar, yang menyebabkan kemampuan menyerap air sangat besar. Ketika energi kinetik molekul-molekul air menjadi lebih kuat dari pada daya tarik-menarik antar molekul pati di dalam granula, air dapat masuk ke dalam butir-butir pati (Winarno 2008).

Waktu Rehidrasi

Salah satu syarat suatu makanan dikatakan instan yaitu makanan siap disajikan dalam waktu yang singkat. Berdasarkan hasil analisis fisik, lamanya waktu yang diperlukan dalam penyajian bubur instan kontrol sebesar 58.3 detik dan bubur instan terpilih sebesar 58.0 detik. Hasil Independent-Samples t-Test menunjukkan waktu rehidrasi tepung bubur instan kontrol tidak berbeda nyata dengan tepung bubur instan terpilih. Kecepatan rehidrasi pada tepung bubur instan disebabkan oleh pengeringan dengan drum dryer yang mengakibatkan perubahan dipermukaan tepung bubur yaitu berpori dan porositasnya yang semakin banyak dan terbuka (Izza 2005).

Viskositas

Hasil pengukuran viskositas pada Tabel 3 menunjukkan bahwa tepung bubur instan terpilih memiliki nilai viskositas lebih rendah (2836.5 cP) dibandingkan dengan tepung bubur instan kontrol (4017.5 cP). Hasil uji beda t menunjukkan bahwa viskositas tepung bubur instan kontrol dan terpilih tidak berbeda nyata. Kecenderungan penurunan nilai viskositas tepung bubur instan dapat disebabkan semakin berkurangnya kadar karbohidrat (p<0.05) yang mengandung pati, sehingga semakin sedikit jumlah air yang diserap oleh pati tersebut. Hal ini sesuai dengan hasil uji seduh yang menunjukkan bahwa tepung bubur instan kontrol (131.25 ml) memerlukan jumlah air lebih sedikit dibandingkan dengan dengan tepung bubur instan terpilih (132.75 ml). Selain itu, penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele sebesar 7% dapat meningkatkan kadar lemak dan protein (p<0.05) pada bubur instan, sehingga adanya komponen lemak dan protein tersebut akan dapat membentuk komplek pada permukaan granula pati yang menghambat penyerapan air. Peningkatan viskositas akan terjadi apabila air yang digunakan dalam rekonstruksi masuk ke dalam granula pati dan terperangkap, sehingga menyebabkan granula menjadi mengembang.

(26)

11 Mutu Mikrobiologi

Analisis kuantitatif mikrobiologi TPC sangat penting dilakukan untuk mengetahui jumlah mikroba yang terdapat pada bahan pangan. Nilai TPC pada tepung bubur instan terpilih (1.4×103 CFU/g) lebih rendah dibandingkan dengan tepung bubur instan kontrol (2.5×106 CFU/g). Nilai TPC tepung bubur instan kontrol yang tinggi diduga diakibatkan oleh kurangnya higienitas pada alat drum dryer. Hal ini terjadi karena pada proses pembuatan produk pertama kali (produk kontrol), alat drum dryer tidak dilakukan pencucian terlebih dahulu sehingga terjadi kontaminasi cemaran mikroba pada produk. Hal ini berbeda pada proses pengeringan produk selanjutnya (produk terpilih), alat drum dryer dicuci terlebih dahulu, karena sebelumnya alat telah digunakan untuk proses pengeringan produk kontrol. Hasil uji beda t, nilai TPC tepung bubur instan kontrol tidak berbeda nyata dengan tepung bubur instan terpilih. Mengacu pada SNI 01-3842-1995 tentang standar kandungan mikroba bubur bayi yang diperbolehkan adalah 104 CFU/g maka, tepung bubur instan terpilih masih dalam taraf aman karena masih di bawah standar yang ditetapkan. Hasil analisis mutu mikrobiologi disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Mutu mikrobiologi tepung bubur instan terpilih (7%) dan kontrol Tepung bubur instan TPC (CFU/g)

Kontrol 2.5×106

A (7%) 1.4×103

Kandungan Gizi Tepung Bubur Instan Terpilih

Kandungan gizi yang dianalisis terdiri dari zat gizi makro dan mikro.

Semua analisis tersebut dilakukan pada bubur instan terpilih, formula A dengan penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele sebesar 7% dan kontrol.

Data kandungan gizi kedua produk tersebut kemudian dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji beda t untuk mengetahui perbedaan penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele terhadap produk terpilih. Hasil analisis kandungan gizi tepung bubur terpilih dan kontrol disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Hasil analisis kandungan gizi tepung bubur terpilih (7%) dan kontrol Zat gizi

Bubur instan

Kontrol (0%) A (7%)

%.b.b %.b.k %.b.b %.b.k

Kadar air 8.08 - 7.80 -

Kadar abu* 0.29 0.31 2.06 2.24

Kadar protein* 7.55 8.21 10.10 10.95

Kadar lemak* 0.12 0.13 0.20 0.22

Kadar karbohidrat* 83.97 91.35 79.84 86.59 Kadar kalsium (mg/100)* 6.75 7.35 249.18 270.30 Kadar fosfor (mg/100)* 8.95 9.74 83.9 91.0

Energi (Kal/100)* 367 399 362 392

Keterangan: * menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05)

(27)

12

Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar air tepung bubur instan kontrol sebesar 8.08 (%.b.b) lebih tinggi dibandingkan kadar air tepung bubur instan terpilih yaitu 7.80 (%.b.b). Hasil uji beda t menunjukkan bahwa kadar air tepung bubur instan terpilih tidak berbeda nyata dengan kontrol. Kadar air tepung bubur instan kontrol lebih tinggi dikarenakan memiliki kadar pati yang lebih tinggi dibandingkan dengan bubur instan terpilih sehingga air pada bubur instan kontrol banyak yang terikat dalam jaringan matriks bahan (Winarno 2008).

Kadar abu merupakan unsur mineral sisa dari hasil pembakaran (Winarno 2008). Kadar abu tepung bubur instan terpilih yaitu sebesar 2.24 (%.b.k) lebih tinggi dibandingkan kadar air kontrol yaitu 0.31 (%.b.k). Hasil uji beda menunjukkan bahwa kadar abu tepung bubur instan terpilih berbeda nyata (p<0.05) dengan kontrol. Kadar abu yang lebih tinggi pada formula terpilih dapat mengindikasikan bahwa mineral yang terkandung lebih tinggi akibat penambahan tepung mix (khususnya bagian tepung kepala ikan lele).

Berdasarkan hasil analisis kandungan gizi, penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele sebesar 7% pada produk dapat meningkatkan kadar protein, lemak, kalsium, dan fosfor (p<0.05). Kandungan kalsium pada tepung bubur instan terpilih sebesar 270.3 mg/100g (%.b.k). Kandungan mineral tersebut sudah dapat memenuhi 30% ALG pada kelompok umum, sehingga produk tersebut dapat dinyatakan sebagai pangan tinggi kalsium. Menurut Martini dan Wood (2002) asupan makanan tinggi kalsium dibutuhkan untuk menjaga masa tulang tubuh pada lansia. Hal ini diperkuat oleh Heany et al. (2010) bahwa asupan kalsium dan fosfor secara efektif dapat membantu pembentukan tulang pada pasien osteoporosis sehingga bubur instan tinggi kalsium ini dapat menjadi solusi alternatif pangan tinggi kalsium untuk lansia. Perbandingan kalsium dan fosfor yang lebih besar dari 1:3 pada makanan dapat menghambat penyerapan kalsium (Soeditama 2000). Perbandingan kalsium dan fosfor pada bubur instan terpilih sebesar 3:1 sehingga kadar fosfor yang terdapat pada bubur instan terpilih diduga tidak menghambat penyerapan kalsium.

Kandungan karbohidrat pada bubur instan ditentukan dengan metode by difference. Hasil uji beda t menunjukkan bahwa kadar karbohidrat dan energi pada tepung bubur instan kontrol berbeda nyata (p<0.05) dengan tepung bubur instan terpilih. Hal ini berarti penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele sebesar 7% dapat menurunkan kadar karbohidrat dan energi.

Bioavailabilitas Kalsium

Bioavailabilitas mineral adalah ketersedian mineral dalam usus untuk diabsorpsi yang digunakan dalam fungsi seluler atau jaringan. Analisis bioavailabilitas ini menggunakan teknik in vitro. Prinsipnya adalah memisahkan molekul terlarut berdasarkan berat molekulnya secara difusi melalui membran semipermeabel. Data nilai bioavailabilitas kalsium terpilih (7%) dan kontrol disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Bioavailabilitas kalsium tepung bubur instan terpilih (7%) dan kontrol Tepung bubur instan Bioavailabilitas Ca (%)*

Kontrol 14.91

A (7%) 16.86

Keterangan: * menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0.05)

(28)

13 Bioavailabilitas tepung bubur instan terpilih memiliki nilai yang lebih tinggi (16.86%) dibandingkan dengan tepung bubur instan kontrol (14.91%). Hasil uji beda t (Lampiran 22) menunjukkan penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele sebesar 7% tidak berbeda nyata terhadap bioavailabilitas kalsium.

Apabila bioavailabilitas ini dihubungkan dengan total ketersediaan kalsium bubur instan kontrol dan terpilih, maka estimasi kalsium yang diserap oleh usus per 100 g bubur masing-masing sebesar 1.1 g/100g dan 45.6 g/100g.

Di dalam bahan pangan nabati, mineral biasanya dalam keadaan terikat.

Oleh karena itu, bioavaibilitas kalsium tepung bubur instan tidak terlalu tinggi (14.91-16.86 %). Hasil ini menunjukkan bahwa tidak semua kalsium bubur instan dapat dimanfaatkan untuk keperluan tubuh dan seberapa besar yang dapat dimanfaatkan bergantung pada ketersediaan biologisnya (bioavailabilitas).

Bioavailabilitas kalsium menunjukkan proporsi kalsium yang tersedia untuk digunakan dalam proses metabolise terhadap kalsium yang dikonsumsi (Dorfman 2008). Berdasarkan Allen (1982) komponen makanan yang mempengaruhi bioavailabilitas kalsium meliputi fosfor, protein, komponen tumbuhan (serat, fitat, dan oksalat), laktosa, dan lemak. Selain itu, Dorfman (2008), menambahkan bahwa keberadaan kation divalen (bervalensi dua) juga dapat mengurangi absorpsi kalsium. Interaksi antar mineral dapat mengakibatkan penurunan absorpsi elemen atau pengurangan bioavailabilitasnya. Banyak molekul dalam makanan mempengaruhi bioavailabilitas, baik meningkatkan absorpsi atau menghambat absorpsi (bersaing).

Daya Terima dan Penerimaan Lansia pada Bubur Instan Terpilih Kesanggupan seseorang untuk menghabiskan atau menerima makanan yang disajikan merupakan gambaran dalam uji daya terima (Rudatin 1997). Uji daya terima produk (product acceptance test) pada penelitian ini digunakan untuk mengevaluasi kesanggupan atau penerimaan lansia mengonsumsi bubur instan terpilih, yaitu formula bubur instan A (7%). Uji daya terima produk dilakukan secara tidak acak (purposive sampling) yang melibatkan 30 orang lansia terdiri dari 8 orang pria dan 22 orang wanita yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

kriteria inklusi yaitu, usia di atas 60 tahun dan sehat dan kriteria eksklusi yaitu, tidak memiliki tekanan darah tinggi dan tidak alergi terhadap ikan lele. Jumlah responden lansia wanita lebih banyak dibandingkan lansia pria karena jumlah penduduk lansia wanita di tempat pelaksanaan uji daya terima lebih banyak dibandingkan dengan lansia pria.

Daya terima ini dikelompokkan menjadi dua kategori. Kategori baik jika konsumsi bubur instan ≥ 50% dan kurang baik jika konsumsi bubur instan < 50%.

Menurut Setyaningsih et al. (2010), suatu produk makanan dikatakan dapat diterima konsumen apabila jumlah persentase konsumen yang menolak produk makanan kurang dari 50% dan mampu mengonsumsi makanan tersebut. Distribusi responden lansia berdasarkan kategori daya terima bubur instan terpilih pada lansia disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Distribusi responden lansia berdasarkan daya terima bubur instan terpilih

Daya terima Pria Wanita Total

n % n % n %

Baik 5 16.7 18 60.0 23 77

Kurang 3 10.0 4 13.3 7 23

Jumlah 8 26.7 22 73.3 30 100

(29)

14

Penilaian daya terima dilakukan dengan memberikan satu porsi tepung bubur instan (100 gram) yang disajikan setelah diseduh dengan air panas dan diberi bumbu-bumbu seperti bubur ayam pada umumnya. Dilihat berdasarkan jenis kelamin, lansia wanita dan pria keduanya lebih banyak memiliki distribusi daya terima yang baik dengan persentase masing-masing 60% dan 16.7%. Secara keseluruhan persentase daya terima kategori baik sebesar 77% dan kurang baik sebesar 23%. Persentase penerimaan responden lansia terhadap bubur instan terpilih disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Persentase penerimaan responden lansia terhadap bubur instan terpilih

Penilaian n %

Tidak suka 5 16.67

Agak tidak suka 1 3.33

Biasa 3 10.00

Agak suka 6 20.00

Suka 15 50.00

Total 30 100

Uji penerimaan pada responden lansia digunakan untuk mengetahui seberapa besar penerimaan bubur instan terpilih pada lansia. Untuk memudahkan penilaian, penilaian hanya dilakukan untuk atribut secara keseluruhan dengan kategori nilai menjadi 5 yaitu: suka, agak suka, biasa, agak tidak suka, dan tidak suka.

Lansia dinyatakan menerima jika menilai 3-5 (biasa sampai suka) dan tidak menerima jika menilai 1-2 (tidak suka sampai agak tidak suka). Berdasarkan hasil kalkulasi dari Tabel 8, diketahui sebanyak 80% lansia menerima bubur instan terpilih dan sebanyak 20% lansia tidak menerima. Suatu produk makanan dikatakan dapat diterima konsumen apabila jumlah persentase konsumen yang menolak produk makanan kurang dari 50% dan mampu mengonsumsi makanan tersebut (Setyaningsih et al. 2010). Oleh karena itu, berdasarkan persentase distribusi daya terima dan tingkat penerimaan pada lansia maka produk bubur instan tinggi kalsium terpilih dapat diterima oleh lansia.

Kontribusi Zat Gizi Bubur Instan Terpilih terhadap Angka Kecukupan Gizi (AKG) pada Lansia

Asupan bubur instan tinggi kalsium diketahui dengan menimbang sisa bubur yang diberikan. Asupan rata-rata tepung bubur instan pada lansia dapat dilihat pada Lampiran 24. Hasil uji beda t menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara rata-rata konsumsi tepung bubur instan terpilih pada lansia pria (47.5 gram) dan lansia wanita (53.4 gram). Rata-rata lansia mampu mengonsumsi tepung bubur instan sebanyak 52 gram, sehingga takaran saji untuk tepung bubur instan adalah 52 gram atau setara dengan 300 gram bubur instan setelah diseduh dengan air panas.

Jika diasumsikan tepung bubur instan terpilih (52 gram) sebagai makanan (bubur) selingan yang menyumbang 10-20% terhadap AKG lansia maka olahan bubur instan dengan penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele sebesar 7% memiliki kontribusi yang cukup (Tabel 9). Satu serving size (52 gram) bubur instan terpilih yang disajikan bersama bumbu-bumbu yang terdiri atas ayam suwir, kecap manis, kerupuk, dan kaldu ayam mengandung energi 246 Kal,

(30)

15 protein 8.2 gram, dan karbohidrat 49 gram (Lampiran 26). Kandungan ini apabila dibandingkan dengan standar satuan penukar sumber kabohidrat yang mengandung 175 Kal, 4 gram protein, dan 40 gram kabohidrat (Almatsier 2005), maka bubur instan terpilih sudah dapat memenuhi kategori standar satuan penukar sumber karbohidrat. Kontribusi zat gizi bubur instan per takaran saji terhadap AKG lansia disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Kontribusi zat gizi bubur instan per takaran saji (52 g) terhadap Angka Kecukupan Gizi (AKG) lansia

Zat gizi Zat gizi per takaran saji (52 gram)

AKG (%)

Usia 60-65 tahun >65 tahun Pria Wanita Pria Wanita

Energi (Kal) 246 10.9 14.0 12.0 15.3

Protein (g) 8.2 13.7 16.5 13.7 18.3

Kalsium (mg) 154 19.3 19.3 19.3 19.3

Fosfor (mg) 75.2 12.5 12.5 12.5 12.5

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Formulasi bubur instan tinggi kalsium dapat dibuat dengan menambahkan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele sebesar 7-11% dari tepung beras yang digunakan. Berdasarkan hasil sidik ragam, penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele berbeda nyata (p<0.05) terhadap atribut mutu warna dan kesukaan warna. Semakin besar jumlah penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele maka akan menurunkan mutu dan kesukaan warna bubur.

Formulasi terpilih adalah formula A (7%) dengan persentase penerimaan sebesar 77.1%. Hasil uji beda t antara tepung bubur instan kontrol dengan terpilih menunjukkan bahwa derajat putih, kalsium, fosfor, dan kadar proksimat kecuali kadar air berbeda nyata (p<0.05). Penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele sebesar 7% akan meningkatkan kadar kalsium, kadar fosfor, dan semua zat gizi kecuali kadar air. Sebaliknya, penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele sebesar 7% akan menurunkan nilai derajat putih bubur instan.

Bioavailabilitas kalsium tepung bubur instan terpilih memiliki nilai yang lebih tinggi (16.86%) dibandingkan dengan kontrol (14.91%). Hasil uji ANOVA menunjukkan penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele sebesar 7%

tidak berbeda nyata terhadap bioavailabilitas kalsium.

Takaran saji tepung bubur instan berdasarkan rata-rata konsumsi lansia adalah 52 gram. Bubur instan berdasarkan takaran saji tersebut mengandung energi 246 Kal, protein 8.2 g, lemak 2.3 g, karbohidrat 48.6 g, kalsium 154.2 mg, dan fosfor 75.2 mg. Takaran saji tersebut memberikan kontribusi energi sebesar 10.9% (pria usia 60-64 tahun), 14% (wanita usia 60-64 tahun), 12% (pria usia >65 tahun), 15.3% (wanita usia >65 tahun); protein sebesar 13.7% (pria usia 60-65 tahun), 16.5% (wanita usia 60-65 tahun), 13.7% (pria usia >65 tahun), 18.3%

(wanita usia >65 tahun); kalsium sebesar 19.3% dan fosfor sebesar 12.5% dari AKG lansia per hari.

(31)

16

Bubur instan terpilih sudah memenuhi satuan penukar sumber karbohidrat dan dapat dinyatakan sebagai pangan tinggi kalsium. Oleh karena itu, tepung bubur instan ini dapat dijadikan sebagai alternatif pangan tinggi kalsium untuk lansia.

Saran

Higienitas alat dalam pembuatan tepung bubur instan harus diperhatikan untuk mengurangi jumlah cemaran mikroba pada produk. Bubur instan tinggi kalsium ini perlu dilakukan scale up untuk penerapan pada masyarakat sehingga dapat menjadi pangan alternatif tinggi kalsium untuk lansia. Selain itu, perlu dikaji pengaruh penambahan formulasi flavor (seperti penambahan perisa) terhadap penerimaan bubur instan. Hal ini dikarenakan indra pengecap pada lansia mengalami penurunan kepekaan sehingga penambahan flavor diharapkan dapat meningkatkan penerimaan bubur instan tinggi kalsium.

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1995. Official Method of Analysis of Association of Official Analytical Chemist. Ed ke-14. Airlington:

AOAC Inc.

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2007. Acuan Label Gizi Produk Pangan. Jakarta: BPOMRI.

_______. 2011. Pengawasan Klaim dalam Label dan Iklan Pangan Olahan.

Jakarta: BPOMRI.

[BPPIS] Badan Penelitian dan Pengembangan Industri. 1989. Pembuatan Prototipe Alat Uji Derajat Putih Tepung Tapioka. Surabaya.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional.1992. Standar Nasional Indonesia. SNI 01- 2593-1992. Dekstrin industri pangan. Jakarta: Badan Standardisasi Indonesia.

_______. 1995. Standar Nasional Indonesia. SNI 01-3842-1995. Persyaratan Mutu Makanan Bayi. Jakarta: Badan Standardisasi Indonesia.

[Depkes] Departemen Kesehatan RI. 1995. Komposisi zat Gizi Pangan Indonesia.

Jakarata: Depkes.

[Komnas Lansia] Komisi Nasional Lanjut Usia. 2013. Majalah Lansia Edisi 12 Tahun 07. Jakarta: Komnas Lansia.

[LIPI] Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2004. Prosiding Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VIII, Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta: LIPI.

[WHO] World Health Organization. 2007. WHO scientific group on the assesment of osteoporosis at primary care level. Genewa: WHO Press.

Allen LH. 1982. Calsium bioavailability and absorption: a review. Am J Clin Nutr.

35:783–808.

Almatsier S. 2005. Penuntun Diet Edisi Baru. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Amirullah TC. 2008. Fortifikasi tepung ikan tenggiri (Scomberomorus sp.) dan tepung ikan swangi (Priacanthus tayenus) dalam pembuatan bubur bayi

(32)

17 instan [skrpsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Pengetahuan, Institut Pertanian Bogor.

Andarwulan N, Kusnandar F, Herawati D. 2011. Analisis Pangan. Bogor: Dian rakyat.

Apriyantono A, Ferdiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, Budiyanto S. 1989.

Analisis Pangan: Petunjuk Laborstorium. Bogor: IPB Press.

Dorfman L. 2008. Krause’s Food & Nutritional Therapy (12th Ed.). Missouri (US): Elsevier.

Estiasih T, Ahmadi K. 2011. Teknologi Pengolahan Pangan. Jakarta: Bumi Aksara.

Fardiaz S. 1987. Fisiologi Fermentasi. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Ferazuma H. 2009. Subtitusi tepung kepala ikan lele dumbo (Clarias gariepinus sp) untuk meningkatkan kandungan kalsium crackers [skripsi]. Bogor:

Fakultas Ekologi Manusia, Institut pertanian Bogor.

Halimah, Lestari TR, Mulyani S. 2009. Analisis survival peningkatan densitas mineral tulang pasien perempuan yang menderita osteoporosis primer dengan terapi sesuai tata laksana klinik MTE (Makmal Terpadu Immunoendokrinologi). Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. 12(4):351–

361.

Hasanah LN. 2012. Formulasi bihun instan tinggi kalsium dan fosfor dengan penambahan tepung kepala ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) sebagai makanan alternatif makanan lanjut usia [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut pertanian Bogor.

Heany RP, Recker RR, Watson P, Lappe JM. 2010. Phosphate and carbonate salts of calcium support robust bone building in osteoporosis. Am J Clin Nutr.

92(5):101.

Izza F. 2005. Pengembangan produk serpihan telur kering sebagai bahan pelengkap pada mie instan [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Jahari AB, Prihatini S. 2007. Risiko osteoporosis di Indonesia. Gizi Indo. 30(1):1- 11.

Mahyuddin K. 2007. Panduan Lengkap Agribisnis Lele. Jakarta: Penebar Swadaya.

Martini L, Wood RJ. 2002. Relative bioavailability of calcium-rich dietary sources in the elderly. Am J Clin Nutr. 76(50):1345.

Mervina K. 2008. Formulasibiskuit dengan subtitusi tepung kepala ikan lelel dumbo (Clarias gariepinus) dan isolate protein sebagai makanan potensial untuk anak balita gizi kurang [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Peleg M, Bagley EVB. 1978. Physical Properties of Foods. Connesticut: The AVI Publishing Co. Inc. Westport.

Roig MJ, Alegria A, Barbera R, Farre R, Lagarda MJ. 1999. Calsium dialysability as an estimation of bioavailability in human milk, cow milk, and infant formula. Food Chemistry. 64:403-409.

Rudatin. 1997. Faktor Eksternal Yang Mempengaruhi Daya Terima Makan Pasien Rawat Inap Lanjut Usia Di Rumah Sakit Umum Bakti Yudha Depok [skripsi]. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.

(33)

18

Setyaningsih D, Apriyantono A, Puspita SM. 2010. Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan Agro. Bogor: IPB Press.

Soeditama AD. 2000. Ilmu Gizi untuk Profesi dan Mahasiswa. Jakarta: Dian Karya.

Soekarto ST. 1985. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Jakarta: Bhatara Karya Aksara.

Suhartini Y. 2012. Ageing in the 21st Century: A Celebration and a Challenge.

Symposium on Ageing.

Winarno. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor: M-Brio Press.

Wirakartakusumah, M.A., K. Abdullah, A.M. Syarief. 1992. Sifat Fisik Pangan.

Bogor: PAU Pangan Gizi IPB.

Wirakusumah ES. 2004. Menu Sehat Lanjut Usia. Jakarta: Puspa Swara.

Yoanasari QT. 2003. Pembuatan bubur bayi instan dari pati garut [skripsi]. Bogor:

Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

(34)

19 Lampiran 1 Prosedur analisis sifat fisik dan kandungan gizi

1. Analisis Karakteristik Fisik

Densitas Kamba (Wirakartakusumah et al., 1992)

Gelas ukur 100 ml ditimbang, kemudian sampel dimasukkan ke dalamnya sampai volume 100 ml. Usahakan pengisian tepat tanda tera dan jangan dipadatkan. Gelas ukur berisi sampel ditimbang dan selisih berat menyatakan berat sampel per 100 g. Densitas kamba dinyatakan dalam g/ml.

Derajat Putih (Whiteness-meter Kett Electric)

Sejumlah sampel ditempatkan pada wadah khusus alat Whitenes-meter, kemudian dipasang penutup kaca dan diletakkan di bawah lensa. Kemudian diukur nilai derjat putihnya yang berkisar antara 0-100 persen. Kalibrasi alat dilakukan terlebih dahulu dengan plate standar warna putih 81.6%. Hasil pembacaan dinyatakan dalam persen derajat putih terhadap plate standar barium sulfat dengan derajat putih 100%.

Kelarutan (SNI Dekstrin Industri Pangan 1992)

Sebanyak 2 gram sampel dilarutkan dalam air dingin pada labu ukur 200 ml sampai tanda tera. Larutan disaring dan sebanyak 10 ml dipipetkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Cawan dan larutan diuapkan di penangas air.

Setelah itu dipanaskan dalam oven selama kurang lebih tiga jam hingga berat konstan.

Bagian yang larut dalam air = [(20 x A/ B) x 100 %]

A = berat kering dalam 10 ml larutan (g) B = bobot sampel (g)

Waktu Penyajian (Yoanasari 2003)

Sebanyak 27 gram sampel ditambah air hangat (60oC) sebanyak 100 ml sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai bubur siap untuk disajikan, kemudian dicatat waktunya.

Uji Seduh (Yoanasari 2003)

Sebanyak 27 gram sampel ditambahkan air hangat (60oC) sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai menjadi bubur dengan kekentalan yang sama dengan bubur instan komersial. Kemudian diukur volume air yang diperlukan.

Viskositas dengan Rapid Visco Analyzer (RVA)

Viskositas diuji dengan alat Rapid Visco Analyzer (RVA). Timbang berat air sampel atau buffer yang dibutuhkan di dalam canister sebesar 4 gram. Timbang berat sampel yang dibutuhkan (ditempat terpisah) sebesar 2 gram, lalu dimasukkan ke dalam canister yang sudah berisi air/buffer. Kemudian, dimasukkan paddle ke dalam canister, lalu paddle digerakkan ke atas ke bawah untuk mendispersikan sampel. Setelah itu, dimasukkan ke dalam RVA. Hasil analisis viskositas akan terlihat pada monitor.

Gambar

Tabel 1 Hasil uji mutu hedonik bubur instan
Tabel 2 Hasil uji hedonik dan tingkat penerimaan bubur instan
Tabel 9 Kontribusi zat gizi bubur instan per takaran saji (52 g) terhadap Angka  Kecukupan Gizi (AKG) lansia
Gambar 1 Kurva standar kalsium
+2

Referensi

Dokumen terkait

Tanda bacaan, berupa Aksara merupakan syarat pertama. Tulisan atau tulisan terdiri dari tanda bacaan dalam bentuk Aksara. Tidak dipersoalkan Aksaranya, boleh Aksara

Hal ini menunjukkan bahwa responden dengan persepsi yang baik mengenai manajemen prioritas K3, komitmen, dan kompetensi memiliki potensi 6,29 kali lebih tinggi

Secara khusus, penelitian ini dimaksudkan untuk: 1) Mendeskripsikan dan menganalisis kesiapan guru untuk menerima fungsionalisasi jabatan guru dalam proses pengembangan

Proses hot press digunakan untuk membuat material panel kompositkenaf-PP. Lembar kenaf- PP yang telah dipotong sesuai ukuran cetakan diletakkan pada cetakan

Setelah prosedur balancing pada putaran poros 600 rpm, 800 rpm, 1000 rpm, 1200 rpm, dan 1406 rpm selesai dilakukan dan menghasilkan reduksi getaran pada

Selepas seminggu, rawatan akan dijalankan terhadap kedua-dua kumpulan responden tersebut iaitu kit pengajaran akan digunakan dalam proses p&amp;p bagi kumpulan

Untuk mengisi kekosongan hukum di dalam Peraturan Pertanahan diantaranya adalah: Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Peraturan

Ketentuan mana dapat ditelusuri dalam Pasal 24 ayat 2 Perubahan UUD 1945 : ” Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya