BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Dasar
2.1.1 Gelombang seismik
Metode seismik memanfaatkan perambatan gelombang elastis ke dalam bumi yang mentransfer energi gelombang menjadi pergerakan partikel batuan. Metode ini akan menghasilkan informasi tentang struktur lapisan di bawah permukaan tanah [3].
Gambar 2. 1 Ilustrasi penjalaran gelombang seismik dari sumber ke penerima (Sukmono,1999)
Gelombang seismik dibedakan menjadi 2 tipe berdasarkan perambatan yaitu:
1. Gelombang badan (body wave)
Gelombang badan merupakan gelombang yang merambat di dalam permukaan bumi. Gelombang badan dikelompokkan menjadi 2 berdasarkan cara bergetarnya yaitu: gelombang Longitudinal (gelombang P) dan gelombang Transversal (gelombang S). Komponen gelombang P merambat melalui medium dengan kecepatan Vp, dimana arah rambatnya sejajar dengan arah penjalaran gelombang yang pada umumnya gelombang P akan terekam lebih dahulu pada suatu receiver karena kecepatannya paling tinggi. Gelombang ini menjalar pada medium padat
dan cair. Komponen gelombang S merambat melalui suatu medium dengan kecepatan Vs, dengan arah rambat gelombang tegak lurus, dimana gelombang S akan terekam setelah kedatangan gelombang P. Dan gelombang S hanya menjalar pada medium padat.
Kecepatan gelombang P dan gelombang S dapat dituliskan dalam persamaan berikut :
𝑉𝑝 = √𝑘 + 2𝜇
𝜌 (2. 1)
𝑉𝑠 = √𝜇
𝜌 (2. 2)
Dimana Vp merupakan kecepatan gelombang P (m/s), Vs merupakan kecepatan gelombang S (m/s), k adalah modulus bulk (N/m2), µ adalah modulus geser (N/m2), dan ρ adalah densitas medium (kg/m3)
2. Gelombang permukaan (surface wave)
Gelombang permukaan adalah gelombang yang merambat di permukaan bumi yang berpotensi merusak. Gelombang permukaan dikelompokkan berdasarkan bergetarnya yaitu: gelombang Rayleigh (disebut ground-roll), gelombang Love (disebut gelombang shear-horizontal),dan gelombang Stoneley (disebut gelombang tabung).
Energi seismik yang menjalar ke dalam bumi akan diserap dalam 3 bentuk yaitu : 1. Divergensi spherical
Energi perambatan gelombang menurun sebanding dengan jarak akibat adanya spreading geometri. Besar pengurangan densitas energi ini berbanding terbalik dengan kuadrat jarak penjalaran gelombang.
2. Absorbsi
Energi berkurang dikarenakan terserap oleh massa batuan 3. Terpantulkan
Gelombang seismik terpantulkan sesai dengan sudut datang gelombangnya.
2.1.2 Prinsip Penjalaran Gelombang Seismik
Berikut ini merupakan prinsip-prinsip dalam proses penjalaran gelombang seismik yaitu sebagai berikut [3] :
1. Hukum Snell
Hukum Snell menyatakan bahwa sudut pantul dan sudut bias merupakan fungsi dari sudut datang dan kecepatan gelombang. Gelombang P yang datang akan mengenai permukaan bidang batas antara 2 medium berbeda akan menimbulkan gelombang seismik.
Secara matematis Hukum Snell dituliskan sebagai berikut:
sin 𝜃𝑖 sin 𝜃𝑟= 𝑣1
𝑣2
(2. 3)
Keterangan :
𝜃𝑖 : sudut datang 𝜃𝑟 : sudut bias
𝑣1 : kecepatan rambat gelombang pada medium 1 𝑣2 : kecepatan rambat gelombang pada medium 2 2. Prinsip Huygens
Gambar 2. 2 Prinsip Huygen (Asparini,2011)
Prinsip Huygens bahwa setiap titik pada muka gelombang merupakan sumber bagi gelombang baru. Prinsip Huygens mengungkapkan sebuah mekanisme dimana sebuah pulsa seismik akan kehilangan enenrgi seiring dengan bertambahnya kedalaman.
3. Asas Fermat
Gelombang merambat dari satu tititk ke titik lain, maka gelombang tersebut akan memilih waktu tercepat. Dengan demikian, gelombang melewati medium yang memiliki variasi kecepatan gelombang seismik, maka gelombang tersebut akan cenderung melalui zona-zona kecepatan tinggi dan menghindari zona-zona kecepatan rendah.
2.1.3 Impedansi Akustik
Kemampuan batuan untuk melewatkan gelombang seismik disebut impedansi akustik. Seismik refleksi ada jika ada perubahan impedansi akustik yang merupakan fungsi dari kecepatan dan densitas batuan. Sifat fisis batuan yang mempengaruhi refleksi gelombang seismik adalah AI, dimana AI digunakan untuk mengetahui karakteristik batuan reservoir hidrokarbon [4].
𝐼𝐴 = 𝜌. 𝑉 (2. 4)
Dimana :
IA = Impedansi Akustik (gr/cm3*m/s) ρ = Densitas (gr/cm3)
V = Kecepatan (m/s)
Dimana semakin keras suatu batuan, maka nilai impedansi akustik semakin tinggi, sedangkan batuan lunak mempunyai nilai impedansi akustik yang rendah.
2.1.4 Koefisien Seismik Refleksi
Koefisien refleksi atau reflektivitas merupakan sebuah respon wavelet seismik terhadap perubahan impedansi akustik. Besar nilai koefisien refleksi dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :
𝐾𝑅 =𝜌₂𝑣₂ − 𝜌₁𝑣₁
𝜌₂𝑣₂ + 𝜌₁𝑣 =𝐼𝐴₂ − 𝐼𝐴₁ 𝐼𝐴₂ + 𝐼𝐴₁
(2. 5)
Koefisien refleksi menunjukkan perbandingan amplitude gelombang pantul dan gelombang datang, dimana semakin besar amplitude seismik yang terekam maka semakin besar koefisien refleksinya.
2.1.5 Wavelet
Wavelet merupakan pulsa sumber gelombang seismik yang diperoleh dari ledakan dinamit, airgun, vibroseis. Wavelet merupakan gelombang harmonik yang mempunyai interval amplitude, frekuensi, fasa (Sismanto,2006). Secara umum wavelet terdiri dari 4 jenis,yaitu
Gambar 2. 3 Jenis wavelet zero phase wavelet(1), maximum phase wavelet(2), minimum phase wavelet(3), mixed phase wavelet(4) (Sukmono, 1999)
1. Zero Phase Wavelet
Wavelet berfasa nol merupakan wavelet yang berbentuk simetris, yang mempunyai nilai energi maksimum di tengah dengan waktu tunda nol dan wavelet ini lebih baik.
2. Maximum Phase Wavelet
Wavelet berfasa maksimum memiliki energi yang berpusat secara maksimal di bagian akhir dari wavelet tersebut.
3. Minimum Phase Wavelet
Wavelet berfasa minimum memiliki energi yang berpusat pada bagian depan. Jenis wavelet ini tidak memiliki komponen dibawah waktu nol dan energinya terkonsentrasi sedekay mungkin dengan titik awal.
4. Mixed Phase Wavelet
Wavelet fasa campuran memiliki energi yang tidak terkonsentrasi di bagian depan atau di bagian belakang.
2.1.6 Trace Seismik
Trace seismik adalah hasil dari konvolusi sederhana dari reflektivitas bumi dengan fungsi sumber seismik ditambah dengan noise [5].
𝑆(𝑡) = 𝑤(𝑡) ∗ 𝑟(𝑡) + 𝑛(𝑡) (2. 6) Keterangan :
S(t) = Trace seismic w(t) = wavelet seismic r(t) = reflektivitas bumi n(t) = noise
2.1.7 Ekstraksi Wavelet
Ekstraksi wavelet dibedakan beberapa jenis yaitu : 1. Ekstraksi Wavelet secara Teoritis
Wavelet ini dibuat sebagai wavelet awal untuk menghasilkan seismogram sintetik yang diikatkan dengan data seismik dengan bantuan checkshoot.
Jika checkshoot sumut tidak ada, maka korelasi dilakukan dengan memilih event target pada sintetik dan menggesernya pada posisi event seismik (shifting). Dimana korelasi data seismogram sintetik dan data seismik mempengaruhi hasil pembuatan wavelet tahap selanjutnya. Korelasi yang dihasilkan kurang bagus, karena wavelet yang digunakan bukan wavelet seismik.
2. Ekstraksi Wavelet secara Statistik dari Data Seismik
Jenis ekstraksi wavelet ini menggunakan data seismik dengan masukan posisi serta window waktu target yang akan diekstrak. Untuk memperoleh korelasi yang baik, maka dilakukan shifting pada event utama, jika perlu
menggunakan stretch dan squeeze pada data sintetik. Namun karena stretch dan squeeze merubah data sintetik, maka yang direkomendasikan hanya shifting. Pada umumnya, korelasi yang didapatkan lebih tinggi nilainya dibandingkan wavelet teoritis.
3. Ekstraksi Wavelet secara Deterministik
Ekstraksi wavelet yang akan dihasilkan lebih mendekati wavelet sebenarnya dari data seismik, dimana dilakukan terhdapa data sumur dan kontrol data sumur, sehinga memberikan wavelet berfasa yang tepat.
Ekstraksi ini memberikan hasil yang maksimal jika data sumur sudah terikat dengan baik.
2.1.8 Seismogram Sintetik
Seismogram sintetik adalah suatu rekaman seismik buatan yang didapat dari hasil perkalian dari kecepatan gelombang dengan densitasnya (koefisien refleksi) lalu dikonvolusi suatu wavelet yang diperoleh dari ekstraksi pada data seismik atau wavelet buatan. Seismogram sintetik digunakan untuk pengikatan data sumur dengan data seismik dimana data sumur domain kedalaman (depth) sedangkan data seismik domain waktu (OWT/TWT) sehingga perlu dilakukan konversi data sumur ke domain waktu dengan cara membuat seismogram sintetik dari sumur.
Gambar 2. 4 Seismogram sintetik ( Sukmono dan Abdullah,2001:54)
2.1.9 Resolusi vertikal
Resolusi vertikal berhubungan dengan jarak minimum antara 2 lapisan yang berbeda mampu dipisahkan oleh gelombang seismik. Resolusi vertikal adalah kemampuan gelombang seismik untuk memisahkan lapisan atas dengan lapisan yang berada dibawahnya secara vertikal. Kemampuan untuk memisahkan lapisan tergantung pada ketebalan dan panjang gelombang. Dimana bidang refleksi memiliki ketebalan >¼ λ atau disebut tuning thickness. Apabila suatu lapisan memiliki ketebalan kurang dari ketebalan tuning, maka refleksi bidang bawah dan atasnya akan tampak seperti lapisan tunggal [3].
Gambar 2. 5 Penggambaran lapisan tipis pada tuning section (Partyka.,et al,1999)
Nilai panjang gelombang bergantung pada kecepatan dan frekuensi yang mana dapat dirumuskan sebagai berikut :
𝜆 =𝑣 𝑓
(2. 7)
Keterangan :
λ : panjang gelombang (m) v : kecepatan (m/s)
f : frekuensi dominan (Hz).
2.1.10 Resolusi Lateral
Resolusi lateral atau horizontal dikenal dengan zona fresnell yaitu bagian dari reflektor dimana energi dipantulkan ke geophone atau hidrophone setelah separuh siklus atau seperempat panjang gelombang terjadinya refleksi pertama atau dapat pula diartikan sebagai lingkaran pada suatu bidang pantul dimana ukurannya tergantung pada kedalaman bidang pantul, kecepatan batuan dan frekuensi dominan seismik pada lapisan diatas bidang pantul [3].
𝑟 = (𝑣 2)√𝑡
𝑓
(2. 8)
Keterangan :
r : radius zona Fresnel v : rata-rata kecepatan f : frekuensi dominan t : two way time (TWT)
2.1.11 Seismic Resolution Enhancement dengan Metode Loop Reconvolution
Seismic resolution enhancement adalah salah satu penggunaan metode-metode yang telah berkembang untuk mempertajam resolusi seismik baik secara vertikal maupun resolusi horizontal. Semakin tinggi resolusi seismik maka penampang seismik yang dihasilkan memiliki kenampakan yang lebih tajam terutama efek pada dua lapisan yang berdekatan [3]. Ada beberapa metode dalam peningkatan frekuensi data seismik, salah satunya yaitu loop reconvolution merupakan suatu metode inovasi dalam peningkatan dengan mengoptimalkan frekuensi data seismik sehingga menghasilkan event data seismik secara tajam, metode ini didasarkan oleh prinsip Young pada loop reconvolution [6].
Secara umum algoritma pengerjaan loop reconvolution yaitu [2] : 1. Hasil perhitungan turunan pertama dalam trace seismik
Gambar 2. 6 Hasil seismik trace dengan derivative (Kevin Gerlitz, Hampson Russel)
Gambar 2.6 menjelaskan hasil turunan pertama berada di maksimum seismik. Hasil turunan pertama diperoleh dari turunan amplitudo dengan waktu.
2. Identifikasi zero crossing dengan mengambil amplitude maksimum.
Gambar 2. 7 Hasil seismik dengan sparse spike (Kevin Gerlitz, Hampson Russel)
Zero crossing merupakan trace seismik yang memotong sumbu y atau dengan arti lain nilai amplitudonya sama dengan nol. Hasil ini akan memperoleh sparse spike dari data seismik yang dimana interpolasi amplitudonya memiliki nilai minimum dan maximum.
3. Konvolusi sparse-spike dengan wavelet berfrekuensi tinggi
Gambar 2. 8 Hasil konvolusi sparse spike (Kevin Gerlitz, Hampson Russel)
Metode ini dilakukan dengan cara mengkonvolusikan reflektifitas sparse spike data seismik dengan wavelet yang lebih besar frekuensinya.
Penyempurnaan frekuensi tinggi bertujuan untuk mempertajam data yang dimana untuk mendefenisikan struktur secara lebih jelas yang dimana dapat memulihkan data-data yang hilang atau tersembunyi sehingga mempermudah untuk melakukan interpretasi.
2.1.12 Seismik Atribut Derrivative (Turunanan Pertama)
Menurut Barnes (1999), seismik atribut didefinisikan sebagai karakterisasi secara kuantitatif dan deskriptif dari data seismik yang secara langsung dapat ditampilkan dalam skala yang sama dengan data awal. Seismik atribut merupakan suatu transformasi matematis dari data tras seismik yang mempresentasikan besaran waktu, amplitudo, fase, frekuensi, dan atenuasi guna menampilkan beberapa informasi properti fisik ataupun anomali bawah permukaan yang mula- mula tidak teridentifikasi oleh data konvensional [7].
Gambar 2. 9 Klasifikasi Atribut Seismik (Brown, 2000)
Brown (2000) mengklasifikasikan atribut seismik sebagai
1. Atribut turunan waktu akan cenderung memberikan informasi perihal struktur,
2. Atribut turunan amplitudo cenderung memberikan informasi stratigrafi dan reservoar, sedangkan peran
3. Atribut turunan frekuensi dan atenuasi sampai saat ini belum betul-betul dipahami, namun diyakini akan menyediakan informasi tambahan yang berguna perihal reservoar, stratigrafi dan informasi mengenai permeabilitas dimasa mendatang.
2.1.13 Inversi Seismik
Inversi seismik adalah teknik pembuatan model bawah permukaan dengan menggunakan data seismik sebagai input dan data sumur sebagai kontrol (Sukmono, 2000) [4]. Model geologi yang dihasilkan oleh seismik inversi adalah model impedansi diantaranya AI, EI, Vp/Vs, LMR yang merupakan parameter dari suatu lapisan batuan. Pada awalnya penerapan metode inversi dimulai dengan asumsi model awal hasil picking yang dilakukan iterasi. Trace yang dihasilkan
dari data sintetik akan dibandingkan dengan trace seismik asli sehingga didapatkan nilai error. Nilai error yang kecil menghasilkan solusi yang menyerupai keadaan aslinya. Dengan menggunakan data sintetik, diharapkan noise dalam seismik tidak akan mengganggu dalam proses inversi ini (Russel, 2008). Secara matematis, model dan data pengukuran dapat dirumuskan sebagai berikut [8] :
m = (m1, m2, m3, …. ..., mk)T (2.9)
m = (d1, d2, d3, …. ..., mk)T (2.10)
dengan m adalah model inversi dan d adalah data pengukuran lapangan. Secara matematis F dapat dituliskan sebagai berikut:
F(m) = F(m0) + 𝜕𝐹 (𝑚₀)
𝜕𝑚 ∆𝑚 (2.11)
Keterangan:
m0 : model dugaan awal m : model bumi sebenarnya
∆𝑚 : perubahan parameter model F(m) : data pengukuran
F(m0) : harga perhitungan dari model dugaan
𝜕𝐹 (𝑚₀)
𝜕𝑚 : perubahan nilai perhitungan terhadap model
Dapat dikatakan bahwa seismik inversi merupakan suatu usaha untuk merubah data seismik yang semula merupakan amplitudo sebagai fungsi waktu menjadi impedansi akustik sebagai fungsi waktu. Pengertian secara lebih spesifik dapat didefinisikan sebagai suatu teknik pembuatan model bawah permukaan dengan menggunakan data seismik sebagai input dan data sumur sebagai kontrol (Simm dan Bacon, 2014). Definisi tersebut menjelaskan bahwa pada metode inversi adalah kebalikan dari (forward modelling) atau pemodelan ke depan yang memiliki hubungan dengan pembuatan seismogram sintetik berdasarkan model bumi. Inversi seismik juga mengubah kandungan informasi data seismik dari informasi yang berkaitan dengan bidang batas setiap lapisan menjadi infomasi
yang berkaitan dengan lapisannya. Kandungan informasi yang berkaitan dengan lapisan ini yakni impedansi akustik (Al) yang dapat dihubungkan dengan porositas batuan. Karena Al adalah perkalian antara densitas dengan kecepatan, maka secara logika semakin besar Al, semakin rendah porositasnya (Munadi, 2000).
Selanjutnya, hasil Al dapat digunakan dalam interpretasi pola penyebaran litologi dengan penggabungan parameter Al, densitas dan P-Wave termasuk dalam penycbaran distribusi sandstone pada area inversi.
Proses inversi memerlukan data log (sumur) yang harus dikorelasikan dengan data seismik, proses pengikatan data log (sumur) dengan data seismik ini memerlukan ekstraksi wavelet (wavelet extracting) yang digunakan untuk merubah data log sonik menjadi data seismogram sintetik. RC (reflectivity coeficient) merupakan perubahan koefisien dari perubahan impedansi akustik antar batuan. Maka untuk merubah data log sonic menjadi data seismogram sintetik diperlukan proses dekonvolusi yang merubah data log sonic (depth domain) menjadi data sintetik seismik (time domain) (Haris, 2008) [8].
S(t) = w (t) x RC (2.12)
RCobs = w-1 x s (2.13)
Inversi non-linier didapatkan persamaan di bawah ini:
d = g (m) (2.14)
∆𝑑 =𝜕𝑔 (𝑚)
𝜕𝑚 ∆𝑚 (2.15)
∆𝑑 = J. ∆𝑚 (2.16)
∆𝑅𝐶 = J. ∆𝑍 (2.17)
Dimana:
∆𝑚 = (JTJ)-1JT ∆𝑑
∆𝑍 = (JTJ)-1JT ∆𝑅𝐶
𝑅𝐶𝑐𝑎𝑙0 = 𝑍𝜄₊₁−𝑍𝜄
𝑍𝜄₊₁ + 𝑍𝜄 (𝑢𝑠𝑖𝑛𝑔 𝑍₀) (2.18)
𝑅𝐶 = 𝑅𝐶𝑜𝑏𝑠 − 𝑅𝐶𝑐𝑎𝑙₀ (2.19)
∆𝑍= (JTJ)-1JT ∆𝑅𝐶 (2.20)
Sehingga didapat untuk menghitung inversi Al menggunakan persamaan di bawah ini.
𝑍= 𝑍₀ + ∆𝑍 (2.21)
Gambar 2. 10 Ilustrasi Inversi Al dan Refleksi Seismik Menjadi Metode Hasil Inversi Al (Simm dan Bacon, 2014)
Russel membagi metode seismik dalam 2 kelompok yaitu inversi post stack dan pre stack. Dimana data seismik post stack awalnya inversi seismik menggunakan stack zero offset yaitu sudut datang gelombang 00 atau tegak lurus dengan bidang pantul yang menghasilkan Impedansi Akustik. Sedangkan data seismik pre stack mengandung informasi sudut, sehingga inversi pre stack menghasilkan parameter selain AI, seperti EI, Vp/Vs, serta Lambda-rho dan mu-rho, dimana inversi pre stack ini mampu melihat pengaruh fluida yang memberikan efek perubahan amplitude terhadap offset [8].
Gambar 2. 11 Pembagian Kategori Metoda Inversi Seismik (Russel,1991)
2.1.13.1 Metode Model Based Inversion
Pada penelitian ini, inversi yang digunakan adalah inversi post stack dan metode model based inversion. Prinsip metode ini adalah membuat model geologi dan membandingkannya dengan data real seismik. Dimana hasil perbandingan digunakan secara iterative memperbaharui model untuk menyesuaikan dengan data seismik [4].
Seacara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut [9]:
𝐽 = 𝑤𝑒𝑖𝑔𝑡ℎ₁ 𝑥 (𝑇 − 𝑊 ∗ 𝑟) + 𝑤𝑒𝑖𝑔ℎ𝑡₂ 𝑥 (𝑀 − 𝐻 ∗ 𝑟) (2.22)
Keterangan,
s : Trace seismik W : Wavelet r : Reflectivitas
M : Inisial model impedansi H : Hasil impedansi
* : Konvolusi
2.1.14 Analisis Fourier
Analisis Fourier adalah metode untuk mendekomposisi sebuah gelombang seismic menjadi beberapa gelombang harmonik sinusoidal dengan frekuensi yang berbeda-beda. Hampir semua sinyal Geofisika dapat dinyatakan sebagai suatu dekomposisi sinyal ke dalam fungsi sinus dan cosinus dengan frekuensi yang berbeda-beda (juga disebut sebagai sifat harmonik). Hal ini dikenal dengan istilah analisis Fourier [10].
Ada kondisi umum yang dimiliki oleh suatu sinyal yaitu:
1. Tidak dapat bernilai multivalue pada suatu waktu.
2. tidak dapat memiliki jumlah tak terbatas diskontinuitas, atau maksimum atau minimum.
3. Sinyal harus terbatasi dalam jangka periodenya.
Frekuensi dari fungsi trigonometri merupakan komponen spektral dari deret Fourier. Frekuensi-frekuensi ini yang ditentukan oleh periodisitas (T) dari fungsi dengan n/T, n = 1, 2, ..., n. Oleh karena itu, spektrum frekuensi terdiri dari garis spektrum diskrit. Bila sinyal tidak periodik, maka spektrumnya tidaklah diskrit dan Deret Fourier harus digeneralisasi ke dalam Intergral Fourier atau Transformasi Fourier. Selama integral dari nilai absolut sinyal adalah konvergen, maka sinyal kontinu s(t) dapat dinyatakan sebagai Integral Fourier.
𝑠(𝑡) = ∫_∞+∞𝑆(𝑓)𝑒𝑖2𝜋𝑓𝑡𝑑𝑓 (2.22) Keterangan :
𝑠(𝑡) : sinyal kontinu dalam domain waktu 𝑠(𝑓) : sinyal kontinu dalam domain frekuensi 𝑒𝑖𝜋 : eksponensial kompleks
𝑠(𝑓) = ∫−∞+∞𝑆(𝑡)𝑒𝑖2𝜋𝑓𝑡𝑑 (2.23) Keterangan :
𝑠(𝑡) : sinyal kontinu dalam domain waktu 𝑠(𝑓) : sinyal kontinu dalam domain frekuensi 𝑒𝑖𝜋 : eksponensial kompleks
Persamaan 2.22 mendefinisikan Transformasi Fourier dari s(t); persamaan 2.23 merupakan Invers Transformasi Fourier yang dapat mengembalikan s(t) dari s(f).
Kedua persamaan ini merupakan persamaan kunci di dalam Analisis spektral dan keduanya sangat terkait erat sehingga dikenal dengan istilah pasangan Transformasi Fourier.
2.1.15 Bandpass Filter
Proses filter dilakukan untuk penyaringan data yang akan diloloskan dengan menghilangkan noise [11]. Ada 3 jenis filter pada data seismik yaitu lowpass, hightpass dan bandpass. Parameter untuk melakukan filter adalah frekuensi.
Bagian bandpass filter merupakan filter yang melewatkan frekuensi diantara
frekuensi cut off bawah dengan frekuensi cut off atas. Fungsi dari bandpass dilter untuk menghilangkan komponen frekuensi yang mengganggu (noise) pada data seismik dan meloloskan data yang diinginkan dengan analisa spektrum.
Gambar 2. 12 Contoh data awal domain waktu dan domain frekuensi jadi bandpass filter (A.
Abdullah 2008)
2.2 Tinjauan Geologi 2.2.1 Geologi Regional
Gambar 2.13 menunjukkan daerah lokasi penelitian berada di cekungan Bonaparte yang merupakan bagian dari batas pasif lempeng Australia bagian utara, yang termasuk kedalam Graben Calder yang terletak di lepas pantai. Cekungan Bonaparte sebagian besar terletak di lepas pantai dengan meliputi 3 negara yakni, Australia, Indonesia dan Timor Timur. Pada cekungan ini berisi suksesi sedimen Paleozoikum, Mesozoikum dan Canozoikum yang memiliki ketebalan lebih dari +- 13 Km. Cekungan Bonaparte dikenal sebagai cekungan penghasil hidrokarbon yang berupa gas dan kondensat, dimana di cekungan ini sebanyak 60 lapangan gas dan kondesat yang siap dikembangkan pada cekungan ini [4].
Gambar 2. 13 Lokasi Penelitian
2.2.2 Kerangka Tektonik
Perkembangan cekungan Bonaparte berkaitan dengan evolusi lempeng Gondwana di bagian timur Indonesia dan Asutralia (Charlton,2000) [8].
Gambar 2.14 menunjukkan fase tektonik pada evolusi cekungan Bonaparte dengan penjelasan sebagai berikut :
1. Fase ekstensi, Paleozoikum-Jura awal
Fase ini terjadi pada umur Paleozoikum-Jura awal akibat pemekaran fragmen lempeng mikro Gondwanan di Indonesia Timur (posisi relative saat ini Sulawesi Timur, Buton, Banggai-Sula, Buru, Seram, Misool dan lain lain), Pemekaran ini dilanjut dengan fase ekstensi pada umur Permian, dimana adanya pemisahan dataran Sibumasu dengan Gondwana. Posisi relatif dilihat pada Thailand bagian barat, Myanmar bagian timur, Semenanjung Malaysia bagian barat, dan Sumatera bagian utara
(Metcalfe,1996; Chartlon,2001). Fase ini menginisiasi pembentukan graben Malita dan Calder pada umur Permian, dengan sistem graben berarah barat-timur pada daerah studi dan mencapai puncak pada pemisahan Gondwana di periode Jura tengah (O’Brien dkk,1992)
2. Fase SAG (thermal subsidence)¸Jura tengah-Miosen tengah
Fase ini relatif stabil dari aktivitas tektonik. Pemekaran lantai samudra terjadi pada arah barat-timur yang memisahkan daratan dan teluk Banda (saat ini posisi daratan Burma bagian barat) dari batas Australia bagian barat (Chartlon,2012). Graben Malita dan Calder menjadi deposenter pada cekungan Bonaparte pada era kapur awal. Pengendapan mega sekuen sedimen siliklastik dengan butiran halus dan sub-sekuen karbonat-klastik prograded terjadi di umur Paleosen-Miosen tengah.
3. Fase kompresi, Miosen akhir-sekarang
Fase ini berkaitan dengan kolisi antara lempeng Benua Australia dengan Dataran Sunda pada umur Miosen akhir-sekarang. Tektonik kolisi ini membentuk tinggian Timor-Tanimbar, lipatan dan thrust belt di bagian utara cekungan Bonaparte. Selain itu kolisi ini menyebabkan reaktivasi sesar berumur Mesozoikum dan terjadi dari Pliosen hingga kuarter di batas pasif Australia.
Gambar 2. 14 Zona interaksi lempeng (Barber, dkk.2003)
2.2.3 Stratigrafi Regional
Gambar 2. 15Stratigrafi cekungan Bonaparte (Struckmever,2006)
Stratigrafi cekungan Bonaparte dari umur tertua hingga umur muda secara berturut turut adalah sebagai berikut [4] :
1. Batuan sedimen tertua
Batuan sedimen tertua terbentuk pada umur Creataceous, Jurassic, Triassic dan Perminan hingga umur muda Tertiary. Pada umur Triassic dibagi menjadi umur Lower, Middle dan Upper. Lalu pada umur Permian terbagi menjadi Upper serta Lower.
2. Formasi Johnson (base Eocene)
Endapan pada formasi ini dominan pembentuknya mengandung batulempung calcilutities, interbended, napal dan batulempung gampingan.
3. Formasi Wangarlu (Turonian MFS)
Formasi Wangarfu terdiri dari batulempung yang cukup konsisten dan mengandung batulempung silika.
4. Formasi Echcuca Shoal (Base Aptian )
Formasi ini terdiri dari material batulempung serta jejak material karbonat pembentukan pada umur Barrimian.
5. Formasi Elang (Base Flamingo)
Formasi Elang Callovian selaras dengan formasi Flamingo yang tersusun atas batulempung agillaceous dan batu pasir.
6. Formasi Plover
Formasi Plover merupakan batuan reservoir tersusun atas dominasi batu pasir dengan perlapisan batulempung. Formasi Plover terdiri atas plover atas dan plover bawah. Sratigraphy Formasi Plover dibagi menjadi beberapa bagian secara genetik yang memiliki hubungan dengan adanya batas periode dari genang laut maksimum (MFS). Penamaan batas ini didasarkan dari referensi palinologi yang dilihat pada interval tersebut.
Selain dari itu, pada Formasi Plover batas tersebut merupakan pembagian zona reservoir. Preston dan Edwards (2000) dan Longley dkk., (2002) mengemukakan bahwa formasi Plover terdapat akumulasi hidrokarbon dari cekungan Bonaparte.