• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GEJALA GANGGUAN KELELAHAN MATA PADA SUPIR BUS ANTAR LINTAS SUMATERA (ALS) TAHUN 2019 SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GEJALA GANGGUAN KELELAHAN MATA PADA SUPIR BUS ANTAR LINTAS SUMATERA (ALS) TAHUN 2019 SKRIPSI"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh

RAHMAT FAUZI SIREGAR NIM. 131000756

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

RAHMAT FAUZI SIREGAR NIM. 131000756

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)
(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Ketua : dr. Mhd. Makmur Sinaga, M.S.

Anggota : 1. Dra. Lina Tarigan, Apt., M.S.

(6)

Faktor yang Berhubungan dengan Gejala Gangguan Kelelahan Mata pada Supir Bus Antar Lintas Sumatera (ALS) Tahun 2019” beserta seluruh isinya adalah benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, 13 Februari 2020

Rahmat Fauzi Siregar

(7)

keberhasilan pembangunan nasional Indonesia. Kesehatan buruh dan tenaga kerja juga termasuk yang utama dalam pembangunan nasional Indoensia. Upaya perlindungan pada tenaga kerja terhadap bahaya-bahaya yang timbul merupakan kebutuhan yang sifatnya mendasar. Gejala gangguan yang di akibatkan oleh kelelahan mata ditandai oleh penglihatan terasa buram, kabur, ganda, kemampuan melihat warna menurun, mata merah, perih, gatal, tegang, mengantuk, berkurangnya kemampuan disertai dengan gejala sakit kepala (Pearce, 2009).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor supir bus dengan gejala gangguan kelelahan mata pada supir bus PT. Antar Lintas Sumatera (ALS) trayek jarak jauh lebih dari 3 hari Medan-Jakarta. Jenis penelitian ini bersifat cross sectional. Penelitian ini melibatkan 43 supir bus. Jumlah sampel diambil dari seluruh total populasi. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh supir bus dengan gejala gangguan kelelahan mata sebanyak 32 orang (74,4%), supir bus yang mengalami gejala nyeri/terasa berdenyut di sekitar mata sebanyak 21 orang (48,8), supir bus dibawah 46 tahun 20 orang (44,2%). Supir bus diatas 46 tahun 24 orang (55,8), supir bus dengan masa kerja kurang dari 9 tahun 20 orang (46,5).

Supir bus dengan ada riwayat penyakit 19 orang (67,4%). Supir bus dengan tidak ada riwayat penyakit 14 orang (32,6%). Supir bus dengan masa kerja lebih dari 9 tahun 23 orang (53,5%). Supir bus dengan waktu kerja hari yang kurang dari 8 jam 12 orang (27,9%), dan supir bus dengan waktu kerja harian lebih dari 8 jam 31 orang (72,1%). Berdasarkan uji statistik faktor-faktor dengan gejala gangguan kelelahan mata diketahui nilai faktor umur p value 0, 005 adanya hubungan umur dengan gejala gangguan kelelahan mata. Faktor riwayat penyakit p value 0,071 tidak adanya hubungan antara riwayat penyakit dengan gejala gangguan kelelahan mata.Faktor masa kerja p value 0,078 tidak adanya hubungan antara masa kerja dengan gejala gangguan kelelahan mata. Faktor waktu kerja harian p value 0,047 Maka dapat dikatakan tidak ada hubungan antara waktu kerja harian dengan gejala gangguan kelelahan mata. Pihak perusahaan PT. Antar Lintas Sumatera (ALS) disarankan agar menerapkan peraturan kepada supir agar tidak berkendara lebih dari 8 jam dan melakukan rotasi dengan supir cadangan ketika sedang mengemudikan bus dan menyarankan supir bus untuk melakukan istirahat mata ketika sudah berkendara terlalu lama, dan melakukan pemeriksaan mata secara berkala.

Kata kunci: Faktor, kelelahan mata, supir bus

(8)

development. The health of workers and workers is also a major part of Indonesia's national development. Safeguards for workers against the dangers that arise are basic needs. Symptoms of disturbance caused by eye fatigue are marked by blurred, blurry, double vision, decreased color seeing ability, red eyes, sore, itchy, tense, drowsy, decreased ability accompanied by symptoms of headache (Pearce, 2009).This study aims to determine the relationship between the factors of bus drivers with symptoms of eye fatigue disorders in PT. Antar Lintas Sumatera (ALS) long distance routes for more than 3 days from Medan to Jakarta. This type of research is cross sectional. This study involved 43 bus drivers. The number of samples taken from the entire total population.Based on the research results obtained by bus drivers with symptoms of eye fatigue disorders of 32 people (74.4%), bus drivers who experience symptoms of pain / feel throbbing around the eyes 21 (48.8), bus drivers under 46 years 20 people (44.2 %). Bus drivers over 46 years 24 people (55.8), Bus drivers with less than 9 years of service 20 people (46.5). Bus drivers with a history of 19 people (67.4%).

Bus drivers with no history of illness 14 people (32.6%). Bus drivers with more than 9 years of service are 23 people (53.5%). Bus drivers with less than 8 hours a day working hours (27.9%). And bus drivers with daily work hours of more than 8 hours 31 people (72.1%). Based on statistical tests of factors with symptoms of eye fatigue disorder, it is known that the age factor p value is 0, 005. The disease history factor is p value 0.071. The tenure factor p value 0.078. The daily work time factor p value 0.047. So it can be said there is a relationship between each foreign factor with symptoms of eye fatigue disorders. The company PT. Antar Lintas Sumatera (ALS) is advised to apply regulations to drivers not to drive more than 8 hours and to rotate with a backup driver while driving a bus and advise the bus driver to take an eye break when driving too long, and conduct regular eye examinations.

Keywords: Factors, eye fatigue, bus driver

.

.

(9)

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gejala Gangguan Kelelahan Mata pada Supir Bus Antar Lintas Sumatera (ALS) Tahun 2019”. Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis banyak mendapat semangat, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sedalam-dalamnya kepada pihak yang telah membantu proses penyelesaian skripsi ini dan juga selama menempuh pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, yaitu kepada : 1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M. Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si., selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes., selaku ketua Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. dr. Mhd. Makmur Sinaga, M.S., selaku Dosen Pembimbing yang telah senantiasa meluangkan waktu dan memberikan masukan serta nasehat dalam penyusunan skripsi ini.

5. Dra. Lina Tarigan, Apt., M.S., selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

(10)

penyempurnaan skiripsi.

7. Dra. Syarifah, M.S., selaku Dosen Penasehat Akademik Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Seluruh Dosen dan Staf di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bekal ilmu dan bantuan selama penulis menjalani pendidikan.

9. Candra Lubis selaku Direksi PT. Antar Lintas Sumatera (ALS) Medan yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk melakukan penelitian.

10. Seluruh Supir PT. Antar Lintas Sumatera (ALS) Medan yang telah membantu dan memberikan arahan kepada penulis.

11. H. Rustam Siregar dan Hj. Afrida Hanum Lubis selaku orang tua penulis yang selalu memberikan dukungan, perhatian, kasih sayang serta doa yang tiada henti kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

12. Anita Risnawati Siregar, Seri Lestari Siregar, Gemala Rizki Siregar, Cinta Rismaito Siregar, Henti Putri Siregar, Syawalina Fitri Siregar, Rosni Siregar yang telah banyak memberikan dukungan baik secara moril dan materil sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

13. Sahabat-sahabat penulis di FKM 2013 Aldi Nasution, Ilham Ginting, Yusri, Herbert, Andreas Tala, Zulfadly, Ilham Dolok, Aldi Gogon, serta adik-adik tercinta Marshall, Ilham Harahap, Saidi, Zay, Nanda, Ari Harahap yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam penyusunan skripsi ini.

(11)

membantu dalam proses penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna, maka saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat terutama bagi perkembangan ilmu Keselamatan dan kesehatan Kerja (K3).

Medan, Januari 2020

Rahmat Fauzi Siregar

(12)

Halaman Persetujuan i

Halaman Penetapan Tim Penguji ii

Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi iii

Abstrak iv

Abstract v

Kata Pengantar vi

Daftar Isi ix

Daftar Tabel xii

Daftar Gambar xiii

Daftar Lampiran xiv

Daftar Istilah xv

Riwayat Hidup xvi

Pendahuluan 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 6

Tujuan Penelitian 6

Tujuan umum 6

Tujuan khusus 6

Manfaat Penelitian 7

Tinjauan pustaka 8

Anatomi Mata 8

Kelopak mata 8

Kelenjar air mata 8

Bola mata 9

Konjungtiva 10

Kornea 10

Iris 10

Korpus siliaris 10

Lensa 10

Retina 10

Alat-Alat Penggerak Bola Mata 11

Axial Mata 12

Kelainan Refraksi Mata 13

Miopia 14

Hipermetropia 14

Astigmat 15

Presbiopia 15

(13)

Faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan mata 20

Landasan Teori 23

Kerangka Konsep 25

Hipotesis Penelitian 25

Metode Penelitian 27

Jenis Penelitian 27

Lokasi dan Waktu Penelitian 27

Lokasi penelitian 27

Waktu penelitian 27

Populasi dan sampel 27

Populasi 27

Sampel 27

Variabel dan Definisi Operasional 27

Variabel penelitian 27

Definisi operasional 28

Metode Pengumpulan Data 29

Data primer 29

Data sekunder 29

Metode Pengukuran 30

Metode Analisis Data 32

Analisis univariat 32

Analisis bivariat 32

Hasil Penelitian 33

Gambaran Umum 33

Sejarah singkat PT. Antar Lintas

Sumatera (ALS) Medan 33

Struktur organisasi PT. Antar Lintas

Sumatera (ALS) Medan 35

Analisis Univariat 37

Distribusi frekuensi berdasarkan gejala

gangguan kelelahan mata responden 37

Distribusi frekuensi berdasarkan kategori

gejala gangguan kelelahan mata 38

Distribusi frekuensi berdasarkan umur responden 39 Distribusi frekuensi berdasarkan riwayat

penyakit responden 39

Distribusi frekuensi berdasarkan masa kerja responden 39 Distribusi frekuensi berdasarkan waktu kerja

harian responden 40

(14)

kelelahan mata pada supir bus Antar Lintas

Sumatera (ALS) Tahun 2019 41

Hubungan masa kerja dengan gejala gangguan kelelahan mata pada supir bus Antar Lintas

Sumatera (ALS) Tahun 2019 42

Hubungan waktu kerja harian dengan gejala gangguan kelelahan mata pada supir bus

Antar Lintas Sumatera (ALS) Tahun 2019 43

Pembahasan 45

Hubungan Umur dengan Gejala Gangguan Kelelahan

Mata pada Supir Bus Antar Lintas Sumatera (ALS) Tahun 2019 45 Hubungan Riwayat Penyakit dengan Gejala Gangguan

Kelelahan Mata pada Supir Bus Antar Lintas

Sumatera (ALS) Tahun 2019 47

Hubungan Masa Kerja dengan Gejala Gangguan Kelelahan

Mata pada Supir Bus Antar Lintas Sumatera (ALS) Tahun 2019 47 Hubungan Waktu Kerja Harian dengan Gejala Gangguan

Kelelahan Mata pada Supir Bus Antar Lintas

Sumatera (ALS) Tahun 2019 48

Keterbatasan Penelitian 51

Kesimpulan dan Saran 52

Kesimpulan 52

Saran 52

Daftar Pustaka 54

Daftar Lampiran 56

(15)

1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Gejala Gangguan Kelelahan Mata pada Supir PT. Antar Lintas Sumatera

(ALS) Tahun 2019 37

2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kategori Gejala Gangguan Kelelahan Mata pada Supir Bus PT. Antar

Lintas Sumatera (ALS) 38

3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur Supir

Bus PT. Antar Lintas Sumatera (ALS) Tahun 2019 39 4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Riwayat Penyakit Supir

Bus PT. Antar Lintas Sumatera (ALS) Tahun 2019 39 5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Masa Kerja Supir

Bus PT. Antar Lintas Sumatera (ALS) Tahun 2019 40 6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Waktu Kerja Harian

Supir Bus PT. Antar Lintas Sumatera (ALS) Tahun 2019 40 7 Tabulasi Silang untuk Melihat Ada atau Tidaknya

Hubungan Umur dengan Gejala Gangguan Kelelahan Mata 41 8 Tabulasi Silang antara Riwayat Penyakit dengan

Gejala Gangguan Kelelahan Mata 42

9 Tabulasi Silang antara Masa Kerja dengan Gejala

Gangguan Kelelahan Mata 42

10 Tabulasi Silang antara Waktu Kerja Harian dengan

Gejala Gangguan Kelelahan Mata 43

(16)

1 Kerangka konsep 25 2 Struktur organisasi PT. Antar Lintas Sumatera (ALS) Medan 36

(17)

1 Kuesioner Penelitian 56

2 Output SPSS 57

3 Surat Izin Penelitian 67

(18)

IFRC Industrial Fatigue Research Committee Hiperkes Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja ILO International Labour Organization

OSHA Occupational Safety and Health Administration WHO World Health Organization

(19)

Tanggal 3 Maret 1995 di Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara. Penulis beragama Islam dan merupakan anak ke-delapan dari delapan bersaudara dari pasangan Bapak Rustam Siregar dan Ibu Afrida Hanum Lubis.

Pendidikan formal dimulai di Sekolah Dasar Negeri 4 Kotanopan pada Tahun 2001-2007, Sekolah menengah pertama di SMP Negeri 1 Kotanopan pada Tahun 2007-2010, sekolah mengengah atas di SMA Negeri 1 Kotanopan Tahun 2010-2013. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di program Studi S1 di Universitas Sumatera Utara Fakultas Kesehatan Masyarakat, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat dan selesai pada Tahun 2020.

Medan, Januari 2020

Rahmat Fauzi Siregar

(20)

Menurut data organisasi kesehatan dunia WHO angka kejadian kelelahan mata berkisar 40% sampai 90%. Manager pelayanan profesional dari Asosiasi Optemetri Australia mengemukakan bahwa kelelahan mata, masalah penglihatan, dan kesehatan mata semakin bertambah buruk jika melakukan pekerjaan dengan jam kerja yang cukup lama dan bergantung pada komputer. Pekerja operator komputer merupakan salah satu bagian dari kategori risiko tertinggi kelelahan mata, beberapa studi mengindikasikan bahwa 35%-48% dari pekerja kantor menderita problema tersebut (WHO, 2003).

International Labour Organization Tahun 2013 menerangkan bahwa setiap tahun ada 250 juta lebih terjadi kasus kecelakaan kerja dan 160 juta lebih kasus penyakit akibat kerja, dan juga ada 1,2 juta tenaga kerja mengalami kematian karena kecelakaan dan sakit akibat pekerjaannya. Dalam arti 2 orang lebih tenaga kerja meninggal setiap menitnya, mengalami kecelakaan 8 orang setiap detiknya, dan 5 orang tenaga kerja terkena penyakit akibat kerja setiap detiknya (ILO, 2013).

Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan dapat kita simpulkan bahwasanya kesehatan masyarakat sangat berguna untuk keberhasilan pembangunan nasional Indonesia. Kesehatan buruh dan tenaga kerja juga termasuk yang utama dalam pembangunan nasional Indoensia. Upaya perlindungan pada tenaga kerja terhadap bahaya-bahaya yang timbul merupakan kebutuhan yang sifatnya mendasar.

(21)

Kelelahan mata menurut ilmu kedokteran adalah gejala yang diakibatkan oleh upaya berlebihan dari sistem penglihatan yang berada dalam kondisi kurang sempurna untuk memperoleh ketajaman penglihatan. Sedangkan menurut Trevino Pakasi (1999) kelelahan mata adalah suatu kondisi subjektif yang disebabkan oleh penggunaan otot mata secara berlebihan. Mata lelah, tegang atau pegal adalah gangguan yang dialami mata karena otot-ototnya yang dipaksa bekerja keras terutama saat harus melihat objek dekat dalam jangka waktu lama. Otot mata sendiri terdiri dari tiga sel-sel otot eksternal yang mengatur gerakan bola mata, otot ciliary yang berfungsi memfokuskan lensa mata dan otot iris yang mengatur sinar yang masuk ke dalam mata. Semua aktifitas yang berhubungan dengan pemaksaan otot-otot tersebut untuk bekerja keras bisa membuat mata lelah. Gejala mata pegal biasanya akan muncul setelah beberapa jam bekerja. Pada saat otot mata menjadi letih, mata akan menjadi tidak nyaman atau sakit (Syaiful, 2017).

Menurut Suma’mur (2009) kelelahan mata timbul sebagai stres intensif pada fungsi-fungsi mata seperti terhadap otot-otot akomodasi pada pekerjaan yang perlu pengamatan secara teliti atau terhadap otot-otot akomodasi pada pekerjaan yang perlu pengamatan secara teliti atau terhadap retina sebagai akibat ketidaktepatan kontras.

Gangguan kesehatan mata merupakan gejala kelelahan mata yang diakibatkan oleh upaya berlebih dari sistem penglihatan yang berada dalam kondisi yang kurang sempurna untuk memperoleh ketajaman penglihatan.

Kelelahan mata adalah gangguan yang dialami mata karena otot-ototnya mengalami paksaan untuk bekerja keras terutama pada saat melihat objek dekat

(22)

dalam jangka waktu lama.Gejala gangguan yang diakibatkan oleh kelelahan mata ditandai oleh penglihatan terasa buram, kabur, ganda, kemampuan melihat warna menurun, mata merah, perih, gatal, tegang, mengantuk, berkurangnya kemampuan disertai dengan gejala sakit kepala (Pearce, 2009).

Gangguan kelelahan mata adalah kelelahan yang terjadi pada saraf dan otot-otot tubuh manusia sehingga fungsinya berkurang dari yang semestinya, definisi lain dari gangguan kesehatan mata dapat juga diartikan sebagai keadaan dengan disertai dengan penurunan efisiensi dan ketahanan selama bekerja (Suma’mur, 2009). Gangguan kesehatan mata menunjukkan keadaan atau kondisi dimana setiap individu berbeda-beda satu sama lainnya, tetapi semuanya bermuara pada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh (Tarwaka, 2013).

Berdasarkan hasil penelitian Haeny (2009) mengenai keluhan subjektif kelelahan mata pada PT. Angkasa Pura II (Persero) Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang – Juni 2009 menyatakan bahwa dari 60 orang pekerja yang bekerja di bagian administrasi yang menjadi sampel sebanyak 86,7% mengalami kelelahan mata, dengan gejala mengalami keluhan mata merah 28,3%, keluhan mata berair 65,0%, keluhan mata perih 51,7%, keluhan mata gatal/kering 36,7%, keluhan mata mengantuk 66,7%, keluhan mata tegang 55,0%, keluhan penglihatan kabur 35,0%, keluhan penglihatan rangkap 13,3%, keluhan sakit kepala 50,0%, keluhan sulit fokus 33,3%.

Hasil penelitian Mahwati (2001) menyatakan bahwa faktor umur dan masa kerja mempunyai hubungan signifikan dengan kelelahan mata. Besar hubungan

(23)

antara umur dengan kelelahan mata adalah 0,385 (p value =0,385) dan antara masa kerja dengan kelelahan mata adalah 0,290 (p value = 0,290).

Gangguan kelelahan mata juga dapat dipengaruhi oleh tubuh yang lelah, biasanya jika tubuh lelah maka akan cepat mengantuk. Tubuh yang lelah dikarenakan tenaga yang dikeluarkan berlebih, ini juga bisa disebabkan oleh posisi kerja yang salah atau sikap kerja yang tidak sesuai dengan objek pekerjaannya disaat menjahit posisi tubuh terlalu menunduk, posisi tangan menggantung, posisi kaki tertekuk dan sebagainya. Keadaan ini biasa kita sebut tidak ergonomis dalam bekerja, sehingga tubuh menjadi cepat lelah dan berakibat matapun ikut lelah. Gejala gangguan kelelahan mata tentu dipengaruhi oleh istirahat kurang, jika di malam hari pekerja tidak nyenyak tidur atau waktu istirahat yang kurang menyebabkan di siang hari mata akan lelah dan mengantuk.

Selain itu masih banyak faktor-faktor yang dapat mempengaruhi gangguan kesehatan mata, seperti faktor dari tenaga kerja itu sendiri contohnya dari penyakit yang diderita misalnya diabetes miletus, tekanan darah tinggi, riwayat penyakit mata dan lain-lain. Peneliti juga akan melakukan faktor-faktor karakteristik yang diperkirakan dapat mempengaruhi kesehatan mata seperti dari umur, riwayat penyakit, masa kerja, dan waktu kerja.

Supir bus merupakan pekerjaan yang dapat dikategorikan kepada pekerjaan yang teliti. Sopir atau supir adalah pengemudi profesional yang dibayar oleh majikan untuk mengemudi kendaraan bermotor. Sopir bekerja untuk perusahaan angkutan penumpang umum seperti taksi, bus, ataupun angkutan barang.

(24)

Fokus penelitian dilakukan pada saat sopir bus melaksanakan tugasnya sebagai supir bus, yaitu mengemudi bus dari kota Medan sampai Jakarta. Hasil survei pendahuluan yang dilakukan di jalan marendal loket bus Antar Lintas Sumatera (ALS) kecamatan Medan Amplas, diketahui sebanyak 42 orang supir bus Antar Lintas Sumatera (ALS). Hasil dari wawancara awal mengenai gangguan kelelahan mata, dari 8 orang supir bus antar lintas sumatera (ALS), 6 orang diantaranya mengalami keluhan gangguan kesehatan mata selama melakukan aktivitasnya sebagai supir bus, diantara keluhan gangguan kelelahan mata yang di keluhkan oleh supir bus tersebut yaitu 3 orang supir bus mengeluhkan mata terasa perih dan juga berair pada saat supir mengemudikan bus lebih dari 8 jam, 2 supir mengalami mata merahdan sulit fokus juga dikarenakan terlalu lama dalam mengemudi bus, dan 1 orang pengemudi berusia 46 tahun dengan masa kerja 10 tahun sebagai supir bus, mengeluhkan sakit kepala serta pandangan ganda pada saat mengemudikan bus jika terlalu lama. Keluhan yang dialami supir bus tersebut merupakan gejala dari gangguan kelelahan mata yang dapat mengakibatkan efek yang meluas dikarenakan mata adalah panca indera yang sangat dibutuhkan dalam pekerjaan sebagai supir bus. Keluhan mata yang dibiarkan secara terus menerus akan mengakibatkan kerusakan mata dalam jangka panjangnya sedangkan jangka pendeknya akan menyebabkan banyak terjadi kesalahan dalam bekerja (tidak diteliti), menimbulkan kecelakaan dan selanjutnya akan berdampak kepada kenyamanan penumpang di dalam bus, yang dapat menyebabkan kerugian bagi perusahaan bus antar lintas sumatera (ALS).

Berdasarkan permasalahan yang di hadapi oleh pengemudi bus maka

(25)

penelitian merumuskan permasalahan yaitu faktor-faktor yang berhubungan dengan gejala gangguan kelelahan mata pengemudi bus PT. Antar Lintas Sumatera Medan Tahun 2019.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu apa saja faktor-faktor yang berhubungan dengan gejala gangguan kelelahan mata pengemudi bus PT. Antar Lintas Sumatera Medan Tahun 2019.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan gejala gangguan kelelahan mata pada supir bus PT. Antar Lintas Sumatera Medan 2019.

Tujuan khusus. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui gejala gangguan kelelahan mata pada supir bus.

2. Untuk mengetahui hubungan umur dengan gangguan kelelahan pada supir bus.

3. Untuk mengetahui hubungan riwayat penyakit dengan kelelahan pada supir bus.

4. Untuk mengetahui hubungan masa kerja dengan gangguan kelelahan mata pada supir bus.

5. Untuk mengetahui hubungan waktu kerja harian dengan gangguan kelelahan mata pada supir bus.

(26)

Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan informasi berupa data dan hasil analisis sehingga dapat dipergunakan untuk menambah pengetahuan dan menjadi masukan kepada supir bus PT. Antar Lintas Sumatera.

2. Memberikan informasi bagi pihak perusahaan untuk dapat melakukan upaya pengendalian resiko kecelakaan kerja yang disebabkan oleh gejala gangguan kelelahan mata pada supir bus PT. Antar Lintas Sumatera.

3. Memberikan informasi kepada para peneliti selanjutnya khususnya mengenai gejala gangguan kesehatan mata pada pekerja sehingga dapat berkembangnya ilmu pengetahuan.

(27)

Mata merupakan alat indera yang digunakan untuk melihat sesuatu benda yang berwujud apabila suatu benda tersebut terkena cahaya dan terekam oleh sistem yang ada pada mata. Jika benda tidak terkena cahaya maka mata tidak akan bisa melihat benda tersbeut, walaupun mata memiliki kesehatan yang cukup prima. Jadi mata dapat berfungsi dengan baik jika dibantu dengan adanya cahaya.

Sebelum membahas bagaimana proses mata dapat melihat suatu benda ada baiknya kita mengenal mata itu sendiri. Menurut Ganong Tahun 1995 anatomi mata terdiri atas :

Kelopak mata. Kelopak mata terdiri atas kelopak mata atas dan kelopak mata bawah. Otot yang menggerakkan kelopak mata terdiri atas muschulus orbitalis palperba yang berguna untuk membuka kelopak mata. Fungsi pokok mata adalah melindungi mata dari ancaman bahaya luar.

Kelenjar air mata. Kelenjar air mata memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi sekresi dn fungsi ekskresi. Fungsi sekresi berguna untuk menjaga agar mata tetap basah, mengurangi gesekan dan alat pengangkut oksigen dan udara untuk kornea. Sedangkan fungsi ekskresi berguna untuk membuang kotoran dan sisa-sisa yang lain. Gerakkan menutup kelopak mata, cairan dari saccus lacrimaris didorong masuk ke dalam hidung. Apabila kelopak mata dibuka, maka air mata akan mengalir dari glandula lacrimalis dan kemudian masuk ke dalam saccus lacrimalis.

(28)

Bola mata. Bola mata berbentuk lonjong tidak bulat seperti bola, memiliki diameter kira-kira 2,5 dan terdiri dari tiga lapisan yaitu:

1. Lapisan luar yang bersifat fibrus dan kuat yaitu sclera.

2. Lapisan tengah vaskuler yaitu koroid.

3. Lapisan dalam jaringan saraf yaitu retina.

Sklera adalah lapisan pembentuk putih mata yang bersifat fibrus dan kuat serta dibagian didepan agak melengkung.Sklera berfungsi untuk sktruktur mata yang sangat halus serta membantu mempertahankan bentuk bol mata.

Koroid adalah lapisan tengah yang banyak mengandung pembuluh darah untuk memberi makan jaringan bola mata dan membentuk irisan yang berlubang ditengahnya yang dikenal sebagai pupil. Iris memiliki pigmen sehingga mata dapat memiliki warna. Dibelakangnya iris lapisan koroid menebal dan membentuk kopus siliaris yang berisi serabut otot sirkuler dan serabut-serabut otot yang letaknya seperti jari-jari sebuah lingkaran. Kontraksi otot-otot ini akan menyebabkan pupil juga berkontraksi, iris, korpus siliaris dan koroid bersama- sama membentuk traktur uvena. Pembuluh darah disini merupakan ranting- ranting arteria oftalmika, yang merupakan cabang dari arteria koratis interna.

Retina adalah lapisan saraf bola mata yang terdiri dari jumlah lapisan serabut yang mengandung sel-sel saraf, batang-batang kerucut yang merupakan reseptor indra penglihatan ditambah empat jenis neuron, yaitu sel bipolar, sel ganglion, sel horizontal dan sel amakrin. Kesemuanya termasuk dalam kontruksi retina yang merupakan jaringan saraf halus serta menghantarkan impuls saraf dari luar menuju optic disc, yaitu titik dimana saraf optikus meinggalkan bola mata

(29)

dan dikenal sebagai bintik buta karena tidak mempunyai retina yang juga merupakan tempat masuknya pembuluh darah retina ke dalam mata.

Konjungtiva. Konjungtiva merupakan selaput putih tidak berwarna dan mengandung pembuluh darah.

Kornea. Kornea merupakan selaput putih, bersifat transparan dan melalui cahaya. Kornea tidak mengandung pembuluh darah, akan tetapi mengandung pembuluh limfa. Daya imunitas kornea berasal dari aqueous humour dan pembuluh darah disekitar sklera.

Iris. Jaringan iris memiliki dua jenis lapisan epitel, sedangkan belakang terdiri atas dua lapisan epitel. Bagian ini menghasikan pigmen yang dapat memberikan warna pada mata sesuai ras/suku bangsa.

Korpus siliaris. Korpus siliaris berfungsi untuk membentuk cairan (humour) dan memasukkan glukosa dan vitamin di dalam aqueous huomour secara aktif.

Lensa. Lensa merupakan jaringan avaskuler dan makanannya diperoleh dari aqueous humour. Bentuk lensa bikonveks, bersifat kenyal dan diselimuti selaput lensa. Lensa terdiri atas kapsul semi permiabel, sel-sel silindris yang disebut korteks dan sel-sel memanjang yang disebut nukleus. Lensa berpangkal pada jaringan (nucleus siliaris) dengan perantaraan alat penggantung (lugsuspensary) fungsi utama lensa adalah adalah untuk akomodasi dan refraksi.

Retina. Retina meluas ke depan hampir mencapai badan sisliaris. Struktur ini tersesusun dalam sepuluh lapisan dan mengandung sel batang (rods) dan sel kerucut (conces), yang merupakan reseptor penglihatan ditambah empat jenis

(30)

neuron, sel bipolar, sel ganglion, sel horizontal dan sel amakrim. Karena lapisan reseptor retina terletak di epitel pigmen di sebelah koroid, maka cahaya harus melewati sel ganglion dan sel bipolar untuk mencapai sel batang kerucut. Eiptel pigmen menyerap berkas cahaya dan mencegah pemantulan cahaya kembali ke retina. Unsur-unsur pada retina disatukan bersama-sama oleh sel-sel ganglia yang disebut muller. Tonjolan-jonjolan dari sel-sel ini membentuk mebran pembatas dalam di permukaan retina membrane pembatas luar dilapisan reseptor.

Alat-Alat Penggerak Bola Mata

Gerakan bola mata bersifat ritmis dan harmonis. Terdapat enam macam otot penggerak bola mata, yaitu:

1. Musculus rectus internus(medius), menggerakkan bola mata ke arah medial.

2. Musculus rectus externus (laterlis), menggerakkan bola mata ke arah lateral/temporal. Pada saat berkontraksi menyebabkan mata menjadi axis (abduksi).

3. Musculus rectus superior, berfungsi menarik bola mata ke atas.

4. Musculus rectus inferior, berfungsi menarik bola mata ke bawah.

5. Musculus oblique superior, berfungsi menarik bola mata ke arah nasal bawah dan menyebabkan mata berputar ke arah dalam (endoterasi).

6. Musculus oblique inferior, berjalan di bawah, menarik bola mata ke arah nasal atas dan menyebabkan mata berputar keluar (eksirotaso). Seluruh otot berisensersi di vacuum orbitalis. Insersi otot-otot ini membentuk lingkaran dan disebut circular zenii.

(31)

Axial Mata

Axial mata atau sumbu mata berkembang seiring dengan tumbuh kembang manusia itu sendiri. Jika dilihat dari anatomi mata sangat rumit dan seragam, walaupun organnya hanya sebesar buah duku yang berukuran agak besar. Banyak sekali bagianannya saraf-saraf, otot-otot dan lain-lain ini menandakan kerja mata sangat kompleks dan canggih, memang mata dapat melihat suatu benda jika benda tersebut terkena cahaya, walaupun cahaya tersebut sangat redup, mata masih bisa berakomodasi menyesuaikan keadaan yang tidak mendukung maka mata akan menjadi cepat lelah dan lama kelamaan akan berdampak negatif pada mata.

Menurut Numianto (1998) kualitas lingkungan termasuk faktor fisik berupa pencahayaan dapat mempengaruhi aktifitas seseorang, baik itu aktifitas mata dan pekerjaannya. Sejalan dengan pendapat Nurmianto yaitu Wigjonoesobroto (1995) kualitas lingkungan fisik seperti pencahayaan yang tidak sesuai dapat menimbulkan gangguan terhadap suasana kerja seperti membaca dan menulis dan sangat berpengaruh terhadap kesehatan.

Menurut Suma’mur (2009), upaya mata yang berlebihan menjadi sebab kelelahan psikis/mental, dengan gejala-gejalanya meliputi sakit kepala, penurunan kemampuan intelektual, berkurangnya daya konsentrasi dan melambatnya daya berfikir. Upaya akomodasi mata yang dipaksakan dapat menyebabkan peglihatan rangkap (dobel) atau kabur, gejala demikian biasanya disertai pula oleh perasaan sakit kepala di daerah atas mata.

Mata bekerja seperti pada kamera foto yang memiliki lensa yang berfungsi untuk mengatur fokus, benda yang terlihat kurang jelas akan difokuskan sehingga

(32)

menjadi jelas dan tajam, begitu juga dengan mata, objek yang terkena cahaya

“rays” melalui pupil cahaya yang masuk dikontrol dengan cara melebar dan menyempit oleh iris kemudian ditransmisikan difokuskan oleh lensa yang selanjutnya cahaya akan jatuh ke suatu area sensitif yaitu retina. Kemudian retian menerima rangsangan cahaya dan menghantarkan impuls ke otak melalui saraf optik (Tarwaka, 2013).

Kondisi mata yang baik akan berfungsi dengan benar jika lingkungan di sekitar memadai. Jika tidak maka lama kelamaan mata akan mengalami gangguan dan menimbulkan gejala-gejala kelainan mata. Kelainan pada mata dapat dikategorikan menjadi dua macam, yaitu kelainan alami yang didapatkan seseorang sejak lahir dan kelainan buatan yang terjadi akibat pengaruh lingkungan yang menyebabkan organ mata menerima rangsangan cahaya yang berlebihan atau kurang sama sekali, yang dapat menyebabkan rabun jauh ataupun rabun dekat pada mata serta cuaca ruang kerja yang dapat menimbulkan kelelahan atau ketidaknyamanan dalam melakukan kegiatan (Sutanto, 1999).

Kelainan Refraksi Mata

Dalam memfokuskan sinar ke dalam bintik kuning (bagian selaput jala yang menerima rangsang) diperlukan kekuatan 50 dioptri. Pada mata yang tidak menerlukan kaca mata terdapat 2 sistem yang membiaskan sinar yang menghasilkan kekuatan 50 dioptri. Kornea mempunyai kekuatan 80% atau 40 dioptri dan lensa mata memiliki kekuatan 20% atau 10 dioptri. Bila kekuatan pembiasan tidak seperti demikian maka terjadi kelainan refraksi.

(33)

Kelainan refraksi merupakan kelainan pembiasan sinar pada mata sehingga pembiasan sinar tidak difokuskan pada retina atau bintik kuning.

Kelainan refraksi biasa disebut juga ametropia (Ilyas S, 2008). Terdapat beberapa kelainan pada mata, yaitu:

Miopia. Miopia adalah suatu gangguan ketajaman (refraksi) dimana sinar- sinar sejajar dengan garis panjang tanpa akomodasi akan dibiaskan di depan retina. Penderita miopi akan mengeluh penglihatannya kabur apabila melihat objek yang jauh, sedangkan untuk melihat objek yang dekat akan tetap jelas.

Miopi dapat disebabkan oleh karena sumbu mata yang terlalu panjang (miopi axial) atau daya pembiasan mata terlalu kuat (miopi refraktif) kemungkinan terletak pada kornea (kornea terlalu lengkung seperti pada keratokonous, kerto globus, keratekasi) dan pada lensa (lensa terlalu cembung pada katarak immature, dislokasi lensa) atau pada cairan mata sendiri seperti pada penderita diabetes mellitus.

Hipermetropia. Hipermetropia adalah suatu gangguan tajan penglihatan kabur apabila melihat objek yang dekat karena bayangan benda yang dilihatnya jatuh dibelakang retina sehingga rabun dekat. Selain itu penderita hipermetropia akan terus menerus berakomodasi dalam usahanya untuk meningkatkan daya bias lensa sehingga menimbullkan gejal gejala lelah, sakit kepala, pusing dan lain-lain.

Hipermetropia dapat disebabkan kerena sumbu mata yang terlalu pendek (hipermetropia axial) atau daya bias mata terlalu lemah (hipermetropia refraktif) (Rahmawan, 1995).

(34)

Penderita miopia mempunyai pungtum remotum yang dekat sehingga mata selalu dalam keadaan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Sedangkan penderita hipermetropia sering ditemukan gejala sakit kepala, silau juling, dan terkadang penglihatan ganda. Penderita hipermetropia apapun akan mengeluh matanya sakit karena terus menerus berakomodasi untuk melihat atau memfokuskan bayangan yang terletak dibelakang macula agar terletak di daerah macula lutea. Keadaan ini disebut astenopia akomodatif. Akibat terus berakomodasi, maka bla mata bersama melakukan konvergensi dan mata akan sering terlihat mempunyai kedudukan esotropia atau juling ke dalam (Sidarta Ilyas, 2008).

Astigmat. Astigmat adalah suatu keadaan dimana titik fokus dalam bentuk satu titik. Yang dimaksud dengan astigmat atau silinder adalah terdapatnya variasi kurvatur atau kelengkungan kornea atau lensa pada meridian yang berbeda yang akan mengakibatkan sinar tidak fokus pada satu titik (Ilyas S, 2006). Astigmat diakibatkan karena bentuk kornea yang oval seperti telur, makin lonjong bentuk kornea makin tinggi astigmat mata tersebut. Astigmat biasanya bersifat herediter atau terjadi sejak lahir.

Presbiopia. Presbiopia atau mata tua biasanya disebut sebagai penglihatan diusia lanjut. Pesbiopia adalah perkembangan normal yang berhubungan dengan usia, dimana akomodasi yang diperlukan untuk melihat dakat perlahan-lahan berkurang. Pada usia di atas 40 tahun umunya seseorang akan membutuhkan kata mata baca. Keadaan ini akibat telah terjadinya presbiopia. Presbiopia terjadi akibat lensa makin keras, sehingga elastisitasnya berkurang. Demikian pula

(35)

dengan otot akomodasinya, daya kontraksinya berkurang. Demikian pula dengan otot akomodasinya, daya kontraksinya berkurang. Pada keadaan ini maka diperlukan kaca mata bifokus, yaitu kaca mata untuk melihat jauh dan dekat.

Penderita presbiopia akan memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair, dan sering terasa pedas.

Anisometropia. Anisometropia adalah keadaan dimana mata mempunyai kelainan refraksi yang berbeda antara mata kanan dan mata kiri. Dapat saja satu mata rabun jauh sedang mata yang lainnya rabun dekat. Akibat dari keadaan ini otak akan mencari yang mudah sehingga memakai mata yang tidak memberikan kesukaan untuk melihat. Anisometropia akan mengakibatkan perbedaan tajam penglihatan antara mata kiri dan kanan atau biasa disebut aniseikonia.

Kelelahan Mata

Definisi kelelahan mata. Kelelahan mata atau astenopia menurut ilmu kedokteran adalah gejala yang diakibatkan oleh upaya berlebihan dari sistem penglihatan yang berada dalam kondisi kurang sempurna untuk memperoleh ketajaman penglihatan. Menurut Trevino Pakasi (1991) kelelahan mata adalah suatu kondisi subjektif yang disebabkan oleh penggunaan otot mata secara berlebihan. Sedangkan menurut Suma’mur (1991) dalam Henny (2001) kelelahan mata timbul sebagai stress intensif pada fungsi-fungsi mata seperti terhadap otot- otot akomodasi pada pekerjaan yang perlu pengamatan secara teliti atau terhadap retina sebagai akibat tidak tepatnya kontras.

Kelelahan mata merupakan salah satu dari jenis kelelahan kerja dimana kelelahan kerja yang lain termasuk kelelahan seluruh tubuh, sebagai akibat

(36)

terlampau besarnya beban fisik bagi seluruh organ tubuh, kelelahan mental yang dipicu oleh pekerjaan yang bersifat mental dan intelektual, kelelahan saraf disebabkan oleh terkenanya salah satu bagian dari sistem psikomotorik, kelelahan kronis sebagai akibat terjadinya akumulasi efek kelelahan pada jangka waktu yang panjang, kelelahan siklus hidup sebagai bagian dari irama hidup dan malam serta pertukaran periode waktu. Kelelahan mata muncul dari terlalu letihnya mata.

Kelelahan mata adalah ketegangan mata dan penggunaan indera mata/penglihatan pada saat bekerja yang memerlukan kemampuan untuk melihat dalam jangka waktu yang lama dan biasanya disertai dengan pemandangan yang tidak nyaman (Pheasant, 1991).

Kelelahan mata disebabakan oleh stress yang terjadi pada fungsi penglihatan. Stress pada otot akomodasi dapat terjadi pada saat seseorang berupaya untuk melihat pada obyek berukuran kecil dan pada jarak yang dekat dalam waktu yang lama. Pada kondisi demikian otot-otot mata akan bekerja secara terus menerus dan lebih dipaksakan. Ketegangan otot-otot pengakomodasi (otot-otot siliar) makin besar sehingga terjadi peningkatan asam laktat dan sebagai akibatnya terjadi kelelahan mata, stress pada retina dapat terjadi bila terdapat kontras yang berlebihan dalam lapangan penglihatan dan waktu pengamatan yang cukup lama.

Kelelahan mata dapat menimbulkan gangguan fisik seperti sakit kepala, penglihatan seolah ganda, penglihatan silau terhadap cahaya di waktu malam, mata merah, radang pada selaput mata, berkurangnya ketajaman penglihatan dan berbagai masalah penglihatan lainnya. Terjadinya kelelahan otot mata dan

(37)

kelelahan saraf mata sebagai akibat tegangan yang terus-menerus pada mata, walaupun tidak menyebabkan kerusakan mata secara permanen, tetapi menambah beban kerja, mempercepat lelah, sering istirahat, kehilangan jam kerja dan mengurangi kepuasan kerja, penurunan mutu produksi, meningkatkan frekuensi kesalahan, mengganggu konsentrasi dan menurunkan produktivitas kerja (Pheasant 1993 dalam Padmanaba 2006). Dampak lain dari kelelahan mata di dunia kerja adalah hilangnya produktivitas, meningkatnya angka kecelakaan, dan terjadinya keluhan-keluhan mata dapat menyebabkan iritasi seperti mata berair, dan kelopak mata berwarna merah, penglihatan rangkap, sakit kepala, ketajaman mata merosot, dan kekuatan konevergensi dan akomodasi menurun (Depkes, 1990).

Gejala gangguan kelelahan mata. Menurut Pheasant (1991), gejala seseorang mengalami gejala gangguan kelelahan mata adalah sebagai berikut : 1. Nyeri atau terasa berdenyut di sekitar mata dan di belakang bola mata.

2. Pandangan kabur, mata memerah, sakit dan mata berair.

3. Sakit kepala, kadang-kadang disertai pusing dan mual serta terasa pegal-pegal atau terasa capek dan mudah emosi.

Menurut Suma’mur (2009), gejala gangguan kelelahan mata adalah:

1. Berair dan memerahnya konjungtiva.

2. Melihat rangkap.

3. Kepala terasa pusing.

4. Menurunnya ketajaman penglihatan.

Gejala mata menurut Trevino Pakasi (1999) dibagi menjadi tiga yaitu:

(38)

1. Gejala visual seperti penglihata rangkap.

2. Gejala ocular seperti nyeri pada kedua mata, dan 3. Gejala referral seperti mual dan sakit kepala.

Proses terjadinya kelelahan mata. Otot mata yang dipaksa bekerja keras melihat objek dekat dalam waktu yang lama dapat menyebabkan otot mata menjadi tegang dan pegal. Otot mata sendiri terdiri dari tiga sel, pertama otot eksternal yang mengatur gerakan bola mata, kedua otot ciliary yang berfungsi memfokuskan lensa mata mencembungkan dan memipihkannya dan ketiga otot iris yang mengatur sinar yang masuk ke dalam mata agar bayangan terlihat dengan melebarkan dan mengecilkan pupil. Aktifitasnya yang berhubungan dengan pemaksaan otot-otot tesebut melakukan pekerjaan yang ekstra dari biasanya sebagaimana otot lain akan dapat membuat mata menderita kelelahan.

Saat otot mata menderita lelah dan letih maka akan menjadi tidak nyaman terasa pegal dan sakit (Kismawadi, 2009).

Menurut Amalia (2010) penyebab utama kelelahan mata ini adalah kelelahan dari otot silier dan otot ekstra okular akibat akomodasi yang berkepanjangan terutama saat beraktivitas yang memerlukan penglihatan jarak dekat.

Pengukuran kelelahan mata. Granjean (1993) mengelompokkan metode pengukuran kelelahan mata diantaranya, yaitu :

1. Kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan, dimana kualitas output digambarkan sebagai jumlah proses kerja atau proses operasi yang dilakukan setiap unit waktu.

(39)

2. Uji psiko-motor, metoda ini melibatkan fungsi persepsi, intrepretasi dan reaksi motorik.

3. Perasaan kelelahan serta subjektif (subjective feeling of fatigue). Subjective self rating test dari Indutrial Fatigue Research Committee (IFRC) Jepang, merupakan salah satu kuesioner yang dapat digunakan untuk mngukur tingkat kelelahan subjektif.

4. Uji hilangnya kelipatan (flicker-fusion test).

Faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan mata. Kelelahan mata disebabkan karena adanya stress yang terjadi pada fungsi penglihatan. Stress pada otot mata dapat terjadi pada saat seseorang melakukan upaya untuk melihat pada objek berukuran kecil dan pada jarak dekat dalam waktu yang lama. Kondisi inilah otot-otot mata akan bekerja secara terus-menerus dan dilakukan dengan paksaan sehingga ketegangan otot mata yang bertugas sebagai pengakomodasian makin meningkat sehingga terjadi penimbunan asam laktat dan mengakibatkan terjadinya kelelahan mata (Depkes, 1990).

Menurut Suma’mur (1991), kelelahan mata diakibatkan adanya tekanan yang terus menerus pada fungsi mata misalnya terhadap otot-otot akomodasi pada pekerjaan yang menggunakan pengamatan dengan ketelitian yang tinggi atau terhadap retina akibat ketidaktetapan kontras. Kelelahan mata ditunjukkan dengan gejala penglihatan kabur, mata merah, mata terasa perih, mata mengantuk dan berkurangnya kemampuan akomodasi. Berikut ini merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kelelahan mata :

(40)

Faktor individu. Berdasarkan faktor individu terdapat faktor yang

mempengaruhi kelelahan mata, diantaranya:

Usia. Semakin bertambahnya usia lebih dari 40 tahun penglihatan manusia mengalami penurunan daya akomodasi (Guyton, 1991). Cahyono (2005) juga mengatakan bahwa bertambahnya usia maka berangsur-angsur pula lensa mata akan kehilangan elastisitasnya. Kelainan akomodasi yang terjadi akibat bertambahnya usia dan penuaan lensa biasanya timbul setelah usia 40 tahun begitu juga dengan refraksi mengalami gangguan atau kelainan, sehingga bayangan tidak jelas. Menurut Ilyas (2006) pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik pada mata sehingga menghasilkan bayangan kabur. Istirahat seseorang yang cukup akan mempengaruhi kelelahan mata.

Teori tersebut juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Martina Ziefle pada Tahun 2001 di Jerman. Ziefle menyatakan ada tiga faktor utama yang berhubungan dengan kelelahan mata, salah satunya adalah usia.

Riwayat penyakit. Berdasarkan riwayat penyakit ada beberapa yang mempengaruhi kelelahan mata, yaitu:

1. Diabetes Melitus

Diabetes melitus dapat berpengaruh terhadap mata yang berupa katarak senilis terjadi lebih awal dan berkembang lebih cepat, sedangkan diabetic retinopathi menyebabkan gangguan pada retina yang menimbulkan berkurangnya penglihatan, pendarahan vitreorus dan robeknya retina (Guyton, 1991).

2. Hipertensi

(41)

Risiko hipertensi juga dapat mengenai mata yaitu pada bagian selaput jala mata atau retina sebagai akibat dari penciutan pembuluh-pembuluh darah mata dan komplikasinya sering bersifat fatal. Hipertensi sistemik yang menetap dapat mempengaruhi pada mata yang berupa pendarahan retina, odema retina, exudasi yang menyebabkan hilangnya penglihatan (Sidarta, 1991).

Faktor lingkungan. Menurut Pheasant (1991) suatu objek akan mudah

dilihat oleh mata disebabkan oleh adanya beberapa faktor, yaitu :

1. Ukuran objek kerja semakin kecil objek maka akan semakin sulit untuk diinterpretasikan membutuhkan ketelitian yang lebih serta kehati-hatian.

2. Kekontrasan ini merupakan kemudahan untuk melihat suatu objek kerja serta kejelasan melihat objek kerja.

3. Lama waktu kerja untuk melihat objek kerja, mata memerlukan waktu untuk melihat suatu objek agar lebih fokus selain itu mata memiliki daya tahan untuk dapat melihat secara terus menerus tidak ada mata yang dapat menahan dari kedipan untuk menjaga agar mata tidak kering.

4. Kemudian terakhir jarak melihat objek kerja, mata manusia mempunyai garis sudut pandang normal sebesar 1 dan dapat melebur 0 . Sedangkan kemampuan mata normal untuk membaca huruf hasil printer sejauh kurang lebih 400 mm.

Faktor lingkungan yang biasanya berkenaan dengan pekerjaan, yaitu:

1. Masa kerja atau sudah berapa lama ia bekerja, encyclopedia of occuptional health and safety (1998) mengungkapkan bahwa gangguan mata rata-rata terjadi setelah bekerja dengan masa kerja lebih dari 3 tahun. Masa kerja

(42)

berkaitan dengan proses aklimitisasi tenaga kerja terhadap iklim kerja tertentu sehingga menjadi terbiasa terhadap iklim kerja tersebut dan kondisi fisik, faal dan psikis tidak mengalami efek buruk dari iklim kerja yang dimaksud. Pekerja baru yang mulai bekerja pada lingkungan kerja dengan tekanan panas yang tinggi akan mengalami proses aklitimatisasi terhadap intensitas paparan panas yang sebelumnya tidak pernah mengalaminya.

Proses aklimatisasi ini biasanya memerlukan waktu 7-10 hari (Gempur S, 2004).

2. Lama paparan perhari sangat berpengaruh terhadap tingkat kelelahan mata.

Biasanya pekerja bekerja sehari selama 8 jam, tetapi tidak selamanya 8 jam para pekerja menggnakan matanya secara terus menerus ada kemungkinan mengerjakan pekerjaan selain pekerjaan utamanya yaitu pengemudi bus.

OSHA (1997) juga menambahkan bahwa kelelahan mata juga dapat disebabkan oleh pola istirahat mata. Nurmianto (2004) juga menegaskan bahwa kurang tidurnya seseorang dapat mengakibatkan mata menjadi merah dan akan mengalami kesulitan membiarkan mata terbuka sehingga menyebabkan kurangnya daya penglihatan secara maksimal.

Landasan Teori

Mata merupakan alat indera yang digunakan untuk melihat sesuatu benda yang berwujud apabila suatu benda tersebut terkena cahaya dan terekam oleh sistem yang ada pada mata. Jika benda tidak terkena cahaya maka mata tidak akan bisa melihat benda tersebut, walaupun mata memiliki kesehatan yang cukup prima. Jadi mata dapat berfungsi dengan baik jika dibantu dengan adanya cahaya.

(43)

Pada pekerjaan yang membutuhkan tingkat kefokusan dalam bekerja dengan waktu yang lama dapat membuat kelelahan pada mata. Kelelahan mata menurut ilmu kedokteran adalah gejala yang diakibatkan oleh upaya berlebihan dari sistem penglihatan yang berada dalam kondisi kurang sempurna untuk memperoleh ketajaman penglihatan.Sedangkan menurut Trevino Pakasi (1999) kelelahan mata adalah suatu kondisi subjektif yang disebabkan oleh penggunaan otot mata secara berlebihan. Mata lelah, tegang atau pegal adalah gangguan yang dialami mata karena otot-ototnya yang dipaksa bekerja keras terutama saat harus melihat objek dekat dalam jangka waktu lama. Otot mata sendiri terdiri dari tiga sel-sel otot eksternal yang mengatur gerakan bola mata, otot ciliary yang berfungsi memfokuskan lensa mata dan otot iris yang mengatur sinar yang masuk ke dalam mata. Semua aktifitas yang berhubungan dengan pemaksaan otot-otot tersebut untuk bekerja keras bisa membuat mata lelah. Gejala mata pegal biasanya akan muncul setelah beberapa jam bekerja.

Supir bus merupakan pekerjaan yang dapat dikategorikan kepada pekerjaan yang teliti. Hasil survei pendahuluan yang dilakukan di loket bus Antar Lintas Sumatera (ALS) Kecamatan Medan Amplas, diketahui sebanyak 42 orang supir bus Antar Lintas Sumatera (ALS). Hasil dari wawancara awal mengenai gangguan kelelahan mata, dari 8 orang supir bus antar lintas sumatera (ALS), 6 orang diantaranya mengalami keluhan gangguan kesehatan mata selama melakukan aktivitasnya sebagai supir bus, diantara keluhan gangguan kelelahan mata yang dikeluhkan oleh supir bus tersebut yaitu 3 orang supir bus mengeluhkan mata terasa perih dan juga berair pada saat supir mengemudikan bus

(44)

lebih dari 8 jam, 2 supir mengalami mata merahdan sulit fokus juga dikarenakan terlalu lama dalam mengemudi bus, dan 1 orang pengemudi berusia 46 tahun dengan masa kerja 10 tahun sebagai supir bus, mengeluhkan sakit kepala serta pandangan ganda pada saat mengemudikan bus jika terlalu lama. Keluhan yang dialami supir bus tersebut merupakan gejala dari gangguan kelelahan mata.

Keluhan mata yang dibiarkan secara terus menerus akan mengakibatkan kerusakan mata dalam jangka panjangnya sedangkan jangka pendeknya akan menyebabkan banyak terjadi kesalahan dalam bekerja (tidak diteliti), menimbulkan kecelakaan dan selanjutnya akan berdampak kepada kenyamanan penumpang di dalam bus, yang dapat menyebabkan kerugian bagi perusahaan bus antar lintas sumatera (ALS).

Kerangka Konsep

Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan pada gambar di bawah ini:

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 1. Kerangka konsep Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan umur terhadap gangguan kelelahan mata pada supir bus Antar Lintas Sumatera (ALS).

2. Ada hubungan riwayat penyakit terhadap gangguan kelelahan mata pada supir 1. Umur

2. Riwayat penyakit 3. Masa kerja

4. Waktu kerja harian

Gejala Gangguan Kelelahan Mata

(45)

3. Ada hubungan masa kerja terhadap gangguan kelelahan mata pada supir bus Antar Lintas Sumatera (ALS).

4. Ada hubungan waktu kerja harian terhadap gangguan kelelahan mata pada supir bus Antar Lintas Sumatera (ALS).

(46)

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini yaitu observasional analitik dengan pendekatan cross sectional, dimana pengambilan data serta pengukuran variabel independent dan variabel dependen dilakukan bersamaan pada waktu yang bersamaan pada waktu yang sama.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian. Lokasi pengambilan data dan sampel dilakukan di Kota Medan pada supir bus PT. Antar Lintas Sumatera (ALS) di Jalan Sisingamangaraja Km 6,5 Kecamatan Medan Amplas.

Waktu penelitian. Waktu penelitian dilaksanakan mulai pada bulan April 2019 sampai selesai.

Populasi dan Sampel

Populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah supir bus jarak jauh di loket PT. Antar Lintas Sumatera (ALS) sebanyak 42 orang trayek jarak jauh lebih dari 3 hari Medan - Jakarta.

Sampel. Sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 42 orang yang diambil secara menyeluruh terhadap semua supir jarak jauh bus PT. Antar Lintas Sumatera (ALS) trayek jarak jauh Medan-Jakarta yang berada pada lokasi sampling (total sampling).

Variabel dan Definisi Operasional

Variabel penelitian. Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang

(47)

sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu konsep pengertian tertentu (Notoatmodjo, 2010). Adapun variabel dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Variabel independen (variabel bebas)

Variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen, dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah umur, riwayat penyakit, masa kerja, waktu kerja harian supir bus.

2. Variabel dependen (variabel terkait)

Variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas, dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah gejala gangguan kelelahan mata.

Definisi operasional. Definisi operasional dalam penelitian ini adalah:

1. Supir bus adalah orang yang bekerja sebagai supir di PT. Antar Lintas Sumatera (ALS) dengan trayek jarak jauh lebih dari 3 hari Medan - Jakarta.

2. Gejala gangguan kelelahan mata adalah suatu kondisi subjektif yang dirasakan supir bus berupa kelelahan mata yang disebabkan oleh penggunaan otot mata secara berlebihan berupa nyeri atau terasa berdenyut di sekitar mata, penglihatan kabur, pandangan ganda, sulit fokus, mata perih, mata merah, mata berair, sakit kepala, pusing disertai mual mengalami kelelahan mata satu atau lebih dari sembilan keluhan (Pheasant, 1991).

3. Umur adalah lama waktu hidup supir bus mulai sejak lahir sampai saat

(48)

dilakukan penelitian ini.

4. Riwayat penyakit adalah penyakit yang diderita supir bus seperti diabetes melitus dan hipertensi.

5. Masa kerja adalah lamanya responden bekerja sebagai supir bus dalam tahun.

6. Waktu kerja harian adalah lama waktu bekerja supir bus dalam satu hari.

Metode Pengumpulan Data

Data primer. Data primer dalam penilitian ini diperoleh dengan cara wawancara langsung dan pengisisan kuesioner serta observasi. Kuesioner untuk penilaian karakteristik dan gejala gangguan kelelahan mata menggunakan kuesioner dari penelitian Syaiful (2018) yang dimodifikasi.

Data sekunder. Data sekunder adalah data yang cara pengumpulannya diperoleh dari orang lain atau instansi dan bukan dilakukan oleh peneliti sendiri.

Data sekunder dalam penelitian ini meneliputi data-data yang berkaitan dengan penelitian ini yang berhubungan dengan data primer pada supir bus. Data-data sekunder bersasal dari perusahaan, SOP, literatur, penelitian sebelumnya dan referensi yang mendukung.

Teknik pengolahan data dilakukan melalui tahapan-tahapan berikut : 1. Editing

Sebelum data diolah, data tersebut perlu diedit terlebih dahulu dengan tujuan untuk mengoreksi data yang meliputi kelengkapan pengisian jawaban, konsistensi atas jawaban dan kesalahan jawaban.Sehingga dapat diperbaiki jika dirasakan masih ada kesalahan dan keraguan data.

(49)

2. Coding

Adalah memberikan kode pada jawaban yang ada untuk mempermudah dalam proses pengelompokkan dan pengolahan. Mengkode jawaban adalah memberi angka pada tiap-tiap jawaban.

3. Entry

Data yang telah dikode tersebut kemudian dimasukkan dalam program komputer untuk selanjutnya akan diolah.

4. Tabulating

Adalah proses pengelompokkan jawaban-jawaban yang serupa dan menjumlahkannya dengan cara yang teliti dan teratur ke dalam tabel yang telah disediakan.

Metode Pengukuran

Adapun metode pengukuran yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Mengetahui gejala gangguan kelelahan mata pada supir bus PT. Antar Lintas Sumatera, maka diukur dengan kuesioner bagian II (dua) yang berisi 9 pertanyaan mengenai kesehatan mata berupa gejala gangguan kelelahan mata, menggunakan skala Guttman.

Responden dinyatakan memiliki gejala gangguan kelelahan mata apabila responden mempunyai keluhan dari 9 gejala gangguan kelelahan mata berupa, nyeri atau terasa berdenyut disekitar mata, penglihatan kabur, pandangan ganda, sulit fokus, mata perih, mata merah, mata berair, sakit kepala, pusing disertai mual mengalami kelelahan mata satu atau lebih dari sembilan keluhan.

Jika responden menjawab ya dari salah satu keluhan yang disebutkan maka

(50)

nilainya = 1, sedangkan jika responden menjawab tidak maka nilainya = 0. Dan nilai maksimal dari seluruh jawaban supir bus jika supir bus menjawab ya adalah 9, sedangkan nilai minimal dari seluruh jawaban responden jika responden menjawab tidak adalah 0. Jawaban responden selanjutnya akan dikategorikan menjadi 2 (dua) yaitu ada dan tidak.

2. Umur

Umur diukur berdasarkan jawaban supir bus pada kuesioner bagian I yang bersifat terbuka. Jawaban responden selanjutnya akan dikategorikan menjadi 2 (dua) kategori berdasarkan median yang didapat.

3. Masa kerja

Masa kerja diukur berdasarkan jawaban responden pada kuesioner bagian I yang bersifat terbuka. Jawaban responden selanjutnya akan dikategorikan menjadi 2 (dua) kategori berdasarkan median yang didapat.

4. Riwayat penyakit

Riwayat penyakit diukur berdasarkan jawaban responden pada kuesioner bagian I, yang bersifat terbuka. Jawaban responden selanjutnya akan dikategorikan menjadi 2 (dua) kategori, yaitu ada dan tidak.

5. Waktu kerja

Waktu kerja diukur berdasarkan jawaban responden pada kuesioner bagian I, yang bersifat terbuka. Jawaban responden selanjutnya akan dikategorikan menjadi 2 (dua) kategori berdasarkan median yang di dapat.

(51)

Metode Analisis Data

Analisis univariat. Yaitu analisis yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui secara deskriptif variabel yang diteliti, dihitung skor rata-rata dan presentasenya lalu ditampilkan berupa tabel distribusi frekuensi.

Analisis bivariat. Yaitu analisis yang digunakan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi dengan pengujian statistik (Notoatmodjo, 2010). Analisis bivariat dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan dua variabel yaitu antara variabel bebas dan variabel terikat, uji statistik dalam penelitian ini adalah uji chi-square. Analisis bivariat menggunakan uji chi-square dengan derajat kepercayaan 95%. Jika p-value

<0,05, maka perhitungan secara statistik menunjukkan bahwa adanya hubungan bermakna antara variabel bebas dengan terikat. Jika p-value > 0,05 maka perhitungan secara statistik menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan bermakna antara variabel bebas dengan terikat (Notoatmodjo, 2012). Bila tidak memenuhi syarat uji chi-square digunakan uji alternative nya yaitu Fisher.

(52)

Sejarah singkat PT. Antar Lintas Sumatera (ALS) Medan. Perusahaan Antar Lintas Sumatera (ALS) adalah suatu perusahaan jasa transportasi darat yang kegiatan utamanya yaitu mengantar penumpangnya sampai ketujuan dengan selamat dan berusaha memberikan pelayanan yang sebaik mungkin selama dalam perjalanan. Perusahaan Antar Lintas Sumatera berbentuk perseroan terbatas yang pada saat pendiriannya dimaksudkan untuk waktu 70 tahun lamanya, terhitung sejak anggaran dasar disetujui oleh yang berwajib dengan terlebih dahulu mengindahkan ketetapan-ketetapan yang tercantum dalam pasal 51 dari kitab undang-undang perniagaan.

PT. ALS berdiri pada tanggal 29 September 1966, dengan alamat kantor pusat Jln. Thamrin, Medan. Pada saat berdiri PT. ALS memiliki armada 7 unit dengan merk Chevrolet keluaran Tahun 1957 dan 1958, dan saat itu trayeknya baru ada dua, yaitu:

1. Medan – Kota Nopan (Tapanuli Selatan) 2. Medan – Padang (Sumatera Barat)

Pada Tahun 1978 kantor pusat dipindahkan ke Jln. Amaliun No. 2A dan terakhir dipindahkan ke Jln. Sisingamangaraja km 6,5 pada Tahun 1988 sampai sekarang. Pada tahun 1980, PT. ALS mengikuti konsorsium dalam suatu pendirian organisasi yang diberi nama Sanutra. Sanutra adalah kepanjangan dari Satu Nusa Transport yang beranggotakan 10 perusahaan yang pengangkutan dengan trayek perjalanan Banda Aceh dan Denpasar.

(53)

Nama-nama anggota perusahaan pengangkutan tersebut adalah sebagai berikut, yaitu :

1. Perusahaan pengangkutan Cipto yang berkedudukan di Jakarta.

2. Perusahaan pengangkutan Bali Indah yang berkedudukan di Jakarta.

3. Perusahaan pengangkutan Sari Expres yang berkedudukan di Jakarta.

4. Perusahaan pengangkutan Antar Lintas Sumatera (ALS) yang berkedudukan di Medan.

5. Perusahaan pengangkutan Antara Sumatera (ANS) yang berkedudukan di Padang.

6. Perusahaan pengangkutan Gumarang Jaya yang berkedudukan di Padang.

7. Perusahaan pengangkutan Bengkulu Indah yang berkedudukan di Bengkulu.

8. Perusahaan pengangkutan Bunga Setangkai yang berkedudukan di Padang.

9. Perusahaan pengangkutan Kurnia yang berkedudukan di Banda Aceh.

10. Perusahaan pengangkutan Aceh Transport Sumatera (ATS) yang berkedudukan di Banda Aceh.

Dalam rapat konsorsium yang diadakan di Banda Aceh ditetapkan dengan ketentuan bahwa setiap penumpang yang hendak pergi ke Jawa dan Denpasar, seandainya dari anggota Sanutra saat hendak berangkat ada kerusakan pada bus anggota Sanutra lainnya, maka penumpang dari bus tersebut dialihkan kepada bus anggota Sanutra lainnya. Tanpa ada suatu keributan atau perkelahian diantara sesama anggota Sanutra dan urusan tersebut diselesaikan oleh perusahaan pengangkutan PO. Cipto sebagai induk organisasi Sanutra yang berkedudukan di Jakarta.

(54)

Sesuai dengan perkembangan zaman, PT. ALS dalam memenuhi dan memuaskan keinginan konsumennya yang beraneka ragam dan terdiri dari berbagai strata sosial, menyediakan beberapa kelas armadanya, yaitu :

1. Kelas ekonomi 2. Kelas eksekutif, dan 3. Kelas super eksekutif

PT. ALS dalam melaksanakan kegiatannya mempunyai tujuan yang hendak dicapai yang merupakan dasar pendiriannya. Tujuan pendirian PT. ALS ini adalah sebagai berikut :

1. Menjalankan perusahaan pengangkutandarat.

2. Mendirikan dan menjalankan usaha-usaha industri, diantaranya perbengkelan motor.

3. Menjalankan usaha-usaha pemborongan, satu dan lainnya dalam arti kata yang seluas-luasnya.

Hingga sekarang perusahaan pengangkutan tersebut lebih dikenal dengan perusahaan pengangkutan PT. Antar Lintas Sumatera (ALS), dengan jumlah armada yang sudah mencapai 310 unit, dan pada saat ini perusahaan PT.

Antar Lintas Sumatera dipimpin oleh Bapak H. Ali Sati Lubis.

Struktur organisasi PT. Antar Lintas Sumatera (ALS) Medan. Suatu organisasi dengan segala aktivitasnya terdapat hubungan di antara orang-orang yang menjalankan aktivitas tersebut. Makin banyak kegiatan yang dilakukan dalam suatu organisasi, makin kompleks pula hubungan-hubungan yang ada.

Untuk itu perlu dibuat suatu bagan yang menggambarkan tentang hubungan

(55)

tersebut termasuk hubungan antara masing-masing kegiatan atau fungsi. Bagan yang dimaksud dinamakan bagan organisasi atau struktur organisasi, dan yang menjadi dasar dalam organisasi ini adalah pembagian kekuasaan dan tanggung jawab.

Untuk lebih jelasnya, struktur organisasi PT. Antar Lintas Sumatera (ALS) dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 2. Struktur organisasi PT. Antar Lintas Sumatera (ALS) Medan Direktur

Kepala Kantor

Kabag Umum Kabag

Pembukuan Kabag

Pengangkutan

Personalia Kasir

Bagian Penggajian Perwakilan

Bongkar Muat Pergudangan

Loket

Referensi

Dokumen terkait

Untuk implementasi kebijakan penertiban pembuangan sampah di Kelurahan Benua Melayu Laut, pihak Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Pontianak dan pihak Kelurahan Benua

295 Dari peningkatan hasil prestasi belajar peserta didik setiap siklus menunjukkan bahwa penggunaan strategi pembelajaran make a match dapat meningkatkan hasil

- Efek samping yang sering muncul pada saluran Efek samping yang sering muncul pada

Penulis melihat usaha untuk mempersatukan dan menghapus sentimen SARA yang ada dalam masyarakat pada sebuah kelompok barongsai kecil mandiri di Sidoarjo bernama

Penelitian yang akan dilakukan bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar matematika antara siswa yang menggunakan metode Pemecahan Masalah dengan pembelajaran Kooperatif

Pendaftaran peserta dapat dilayani di Sekretariat Penyelenggara UKBI di Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Balai atau Kantor Bahasa, dan tempat uji kemahiran

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat, hidayah, dan pertolongan-Nya, Sehingga memberikan kesempatan kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi

Di dalam membantu restaurant mengatasi kebutuhan akan item-item dependent secara lebih baik dan efisien maka digunakanlah MRP sehingga menghasilkan sistem informasi persediaan