• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PENUTUP A. SIMPULAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V PENUTUP A. SIMPULAN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB V PENUTUP

A. SIMPULAN

1. Dasar yang menjadi pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Surakarta dalam menetapkan permohonan ini adalah :

a. Adanya Kealpaan dan Ketidaktahuan Para Pemohon tentang Peraturan mengenai Perjanjian Perkawinan;

b. Adanya Keinginan untuk tetap memiliki Hak Atas Tanah

(1) Mengingat salah satu dari para pemohon adalah Warga Negara Asing (WNA) yaitu MD. Jahidul Islam (Pemohon I);

(2) Untuk melindungi hak – hak kewarganegaraan Pemohon II sebagai isteri dari Pemohon I yang berkewarganegaraan asing terhadap kekuasaan suami yang sangat luas atas kekayaan bersama serta kekayaan pribadi si isteri; dan demi kemaslahatan yang lebih besar.

c. Dilihat dari alasan – alasan dan bukti kuat yang membuat mereka membuat Perjanjian Perkawinan setelah Perkawinan, Hakim Pengadilan Agama Surakarta (dalam kasus ini) menetapkan adanya Pemisahan Harta Perkawinan yang dilakukan setelah Perkawinan berlangsung. Penetapan Pengadilan Agama Surakarta ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkannya dan menjadi sah dan berlaku bagi para pihak yang membuatnya. Kedua belah pihak wajib mentaati peraturan yang ada didalamnya, karena perjanjian ini menjadi undang – undang bagi para pihak yang membuatnya, dan bersifat mengikat para pihak.

(2)

2. Kedudukan Penetapan ini sepanjang belum dicatatkan pada instansi yang berwenang dan diumumkan pada surat kabar, maka hanya mengikat dan berlaku bagi para pihak yang membuatnya saja. Penetapan ini sebagai bentuk terobosan hukum yang dilakukan oleh Hakim Pengadilan Agama Surakarta untuk menciptakan keadilan, kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi pihak yang membuatnya.

3. Akibat Penetapan Pengadilan Agama Surakarta Nomor 0012/Pdt.P/2015/PA.Ska terhadap Pemisahan Harta Perkawinan setelah Perkawinan ini memberikan akibat bagi :

a. Para pihak yang membuatnya (suami-isteri) untuk mentaati hal – hal yang telah disepakati bersama dalam kesepakatan tersebut; b. Harta perkawinan yaitu harta yang semula merupakan harta

bersama menjadi harta masing – masing pihak; c. Pihak Ketiga yang bersangkutan.

B. IMPLIKASI

Setelah adanya Penetapan Pengadilan Agama Surakarta Nomor 0012/Pdt.P/2015/PA.Ska maka memberikan konsekuensi logis terhadap :

1. Para Pihak (suami – isteri) yang membuatnya :

yaitu pada saat permohonan penetapan itu ditetapkan maka pada saat itu juga mulai berlaku dan memberikan akibat – akibat hukum bagi para pihak (pasangan suami dan isteri) yang membuatnya serta memberikan kekuatan hukum yang tetap. Terhadap penetapan ini dimana masing – masing pihak (suami – isteri) harus mematuhi segala isi dari penetapan tersebut.

2. Harta Perkawinannya :

yaitu dengan adanya Penetapan Pengadilan Agama Surakarta, harta benda masing – masing pihak suami – isteri akan menjadi semakin kuat secara hukum. Masing – masing dari pihak suami – isteri harus mematuhi segala isi perjanjian perkawinan berdasarkan

(3)

Penetapan Pengadilan Agama tersebut, sebab segala hal yang menyangkut pemisahan harta sudah jelas dipisahkan. Terhadap harta – harta lain yang kemudian hari timbul setelah tanggal penetapan tersebut tetap terpisah satu dengan yang lainnya, sehingga tidak ada lagi berstatus harta bersama.

3. Pihak Ketiga :

yaitu Perjanjian Perkawinan ini dapat mengikat dan berlaku bagi Pihak Ketiga setelah Perjanjian Perkawinan yang ditetapkan ini diumumkan pada surat kabar yang beredar secara nasional minimal selama 1 (satu) minggu secara berturut – turut. Para pihak yang membuatnya dapat datang ke Notaris untuk membuat Perjanjian Perkawinan ini, yang kemudian Perjanjian Perkawinan ini akan mulai berlaku sejak tanggal akta dibuat dan didaftarakan pada instansi yang bersangkutan. Pada saat itu juga berlaku dan mengikat bagi pihak ketiga yang bersangkutan.

C. SARAN

1. Perlunya sosialisasi bagi para pihak yang hendak melangsungkan perkawinan dan juga bagi pihak yang telah melangsungkan perkawinan. Bagi pihak yang hendak melangsungkan perkawinan, disosialisasikan bahwa terdapat peraturan yang mengatur tentang Perkawinan, yaitu Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang salah satunya mengatur juga mengenai harta perkawinan, sehingga para pihak dapat memutuskan apakah akan melakukan pemisahan harta dengan membuat perjanjian perkawinan dalam perkawinan atau tidak. Sedangkan bagi pihak yang telah melangsungkan perkawinan tetapi hendak melakukan pemisahan harta dengan perjanjian perkawinan, walaupun terlambat untuk membuat perjanjian kawin, namun demikian bagi pasangan suami – isteri dapat mengajukan permohonan penetapan pembuatan perjanjian kawin ke Pengadilan yang berwenang.

(4)

2. Hakim Pengadilan Agama setelah menetapkan permohonan pemisahan harta perkawinan ini enetapan Pengadilan Agama yang muncul setelah adanya Permohonan Penetapan Pemisahan Harta Perkawinan yang dilakukan setelah Perkawinan

3. Bagi Para Pihak yang hendak membuat Perjanjian Perkawinan, Harta Perkawinan dan Pihak Ketiga :

a. Dijelaskan dan disosialisasikan juga dalam Kantor Urusan Agama (KUA) dan Kantor Catatan Sipil, misalnya dengan mencantumkan dalam kolom kelengkapan data mengenai apakah ada perjanjian perkawinan atau tidak. Sehingga Perjanjian Perkawinan bisa menjadi syarat perkawinan tetapi sifatnya bisa dilakukan dan bisa tidak dilakukan. Para Pemohon yang melihat form tersebut pasti akan mengetahui adanya kolom mengenai adanya perjanjian perkawinan atau tidak. Para pemohon yang tidak mengerti tentang perjanjian perkawinan dapat dijelaskan oleh Pegawai Kantor Urusan Agama / Catatan Sipil, sehingga jika mereka hendak membuatnya masih dapat dilakukan.

b. Sebelum atau pada saat perkawinan para calon pasangan suami – isteri dapat menentukan akan membuat perjanjian perkawinan pisah harta atau tidak, sehingga dalam masa perkawinannya jika harus melibatkan Pihak Ketiga, pengaturan mengenai harta perkawinannya jelas.

c. Bagi Pihak Ketiganya sebelum melakukan perbuatan hukum dengan para pihak yang telah melakukan perkawinan, sebaiknya mencari informasi lebih dulu, apakah para pihak memiliki perjanjian perkawinan atau tidak. Sehingga tidak merugikan dirinya dalam melakukan perbuatan hukum tersebut yang berkaitan dengan pihak yang telah melakukan perkawinan.

(5)

DAFTAR PUSTAKA

Buku : PENGARANG. TAHUN..JUDUL (ITALIC). KOTA TERBIT : PENERBIT. Abdul Manan. 2006. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan

Agama. Jakarta : Kencana.

___________. 2010. Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Praktek Hukum

Acara Di Peradilan Agama. (Balikpapan : Makalah pada Rakernas

Mahkamah Agung Republik Indonesia, 10-14 Oktober, 2010).

Achmad Ali. 1996. Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan

Sosiologis). Jakarta : Chandra Pratama.

___________ 2002. Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan

Sosiologis). Jakarta : Toko Gunung Agung.

Achmad Ali dan Wiwie Heryani. 2012. Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Bachtiar Effendi. 1993. Kumpulan Tulisan tentang Hukum Tanah. Bandung : Alumni.

Bernard L. Tanya, Yoan N. Simanjutak, Markus Y. Hage. 2013. Teori Hukum :

Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi. Yogyakarta : Genta

Publishing.

C. Asser-A.S. Hartkamp 4-II. 1997. Verbintenissenrecht, Algemene leer der

overeenkompsten, tiende druk, W.E.J. Tjeenk Willink, Deventer.

Darmodiharjo & Shidarta. 1995. Pokok-pokok Filsafat Hukum. Jakarta : Gramedia Pustaka.

Endang Sumiarni. 2004. Kedudukan Suami – isteri Dalam Hukum Perkawinan

(Kajian Kesetaraan Jender Melalui Perjanjian Kawin). Yogyakarta :

Wonderful Publishing Company.

Faizal Kurniawan dan Erni Agustin. 2012. Keabsahan Perjanjian Perkawinan

Menurut Undang - Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Surabaya : Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Airlangga.

(6)

Fernando M. Manullang. 2007. Menggapai Hukum Berkeadilan Tinjauan Hukum

Kodrat dan Antitomi Nilai. Jakarta : Kompas Media Nusantara.

Habib Adjie. 2009. Sekilas Dunia Notaris & PPAT Indonesia (Kumpulan

Tulisan), ctk. Pertama. Bandung : CV. Mandar Maju.

Herlien Budiono. 2014. Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di

Bidang Kenotariatan, ctk. Keempat. Bandung : PT Citra Aditya Bakti.

Hilman Hadikusuma. 2003. Hukum Perkawinan Indonesia Menurut

Perundang-Undangan, Hukum Adat dan Hukum Agama. Bandung : CV. Maju

Mandar.

Irawan Soerdjono. 2002. Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia. Jakarta : Arkola.

J. Andy Hartanto. 2012. Hukum Harta Kekayaan Perkawinan (Menurut Burgerlijk Wetboek dan Undang – Undang Perkawinan), ctk. Kedua. Yogyakarta : Laksbang Grafika.

J. Satrio. 1993. Hukum Harta Perkawinan. Bandung : Citra Aditya Bhakti.

_______. 1991. Hukum Harta Perkawinan. Bandung : Citra Aditya Bhakti.

John Rawls. 2011. A Theory of Justice Teori Keadilan Dasar – Dasar Filsafat

Politik untuk Mewujudkan Kesejahteraan Sosial Dalam Negara, ctk.

Kedua. Yogyakarta : Pustaka Belajar.

Komar Andasasmita. 1990. Notaris II Contoh Akta Otentik dan Penjelasannya, ctk. Kedua. Bandung : Ikatan Notaris Indonesia (INI) Daerah Jawa Barat.

Ko Tyay Sing. 1981. Hukum Perdata Jilid I Hukum Keluarga (Diktat Lengkap). Semarang : Seksi Perdata Barat, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro.

K. Wantjik Saleh. 1985. Hak Anda Atas Tanah, ctk. Kelima. Jakarta : Ghalia Indonesia.

(7)

Lon Fuller. 1971. The Morality of Law. New Haven, Conn : Yale University Pres.

Mariam Darus Badrulzaman. 1994. Aneka Hukum Bisnis. Bandung : Alumni.

Marwan Mas. 2004. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta : Ghalia Indonesia.

M. Natsir Asnawi. 2014. Hermeneutika Putusan Hakim “Pendekatan

Multidisipliner dalam Memahami Putusan Peradilan Perdata”.

Yogyakarta : UII Press.

M. Yahya Harahap. 1986. Segi-Segi Hukum Perjanjian. Bandung : Alumni.

_______________. 2008. Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan,

Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Jakarta : Sinar Grafika.

Muchsin. 2004. Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia, Surakarta : Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret.

Mulyadi. 2008. Hukum Perkawinan Indonesia, ctk. Pertama. Semarang : Universitas Diponegoro.

Peter Mahmud Marzuki. 2008. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

___________________. 2010. Penelitian Hukum, ctk. Keenam. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Riduan Syahrani. 1999. Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, ctk. Pertama. Bandung : Citra Aditya Bakti.

R. Subekti. 1994. Pokok – Pokok Hukum Perdata. Jakarta : Intermasa.

Soetojo Prawirohamidjojo dan Asis Safiodien. 1987. Hukum Orang dan

(8)

Soetojo Prawirihamidjojo. 1994. Pluralisme Dalam Perundang – Undangan

Perkawinan di Indonesia. Surabaya : Airlangga Press.

Sudikno Mertokusumo. 2003. Mengenal Hukum Suatu Pengantar. Yogyakarta : Liberty.

Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo. 2011. Teori Keadilan Dasar – Dasar Filsafat

Politik Hukum Mewujudkan Kesejahteraan Sosial Dalam Negara, ctk.

Kedua. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Van Apeldoorn, L.J. 1993. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta : PT. Pradnya Paramita.

Victor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang. Aspek Hukum Akta Catatan

Sipil Di Indonesia, ctk. Kedua. Jakarta : Sinar Grafika.

Wahyono Darmabrata dan Surini Ahlan Sjarif. 2004. Hukum Perkawinan dan

Keluarga di Indonesia, ctk. Kedua. Jakarta : Fakultas Hukum Universitas

Indonesia.

Wirjono Prodjodikoro. 1964. Hukum Perdata Tentang Persetujuan – Persetujuan

Tertentu. Bandung : Sumur.

Yunanto. 1993. Peraturan Harta Perkawinan Dengan Perjanjian Kawin. Semarang : Fakultas Hukum Universitas Diponegoro.

Jurnal :

Damanhuri Fattah, “Teori Keadilan menurut John Rawls”, Jurnal T.APIs, Volume 9 No. 2, Juli-Desember, 2013

Fakriansa, “Perlindungan Hukum Terhadap Event Organizer dalam Kontrak Penyelenggaraan Konser Musik”, Jurnal Penelitian Hukum, Vol. 1 No. 2 Januari 2012.

Rahmadika Sefira Edlynafitri, ”Pemisahan Harta Melalui Perjanjian Kawin Dan Akibat Hukumnya Terhadap Pihak Ketiga”, artikel pada Jurnal Lex Privatum, edisi No. 1 Vol. 3, 2015.

Jonathan W. Leeds, ”Prenuptial Agreements: US Law, Thailand Law and EU

(9)

Juan Simon MULERO Garcia, “Issue of Family Law in Spanish-Moroccan Relationships”, International Journal of Business and Social Science, Vol. 3 No.13, 2012.

Peraturan Perundang – Undangan :

Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Kitab Undang – Undang Hukum Perdata, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 2008 Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana

Undang – Undang Nomor 32 Tahun 1954 tentang Pencatat Nikah, Talak dan Rujuk

Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043).

Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3019)

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Undang – Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman;

Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia

Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah

(10)

Penetapan Pengadilan :

Penetapan Nomor 239/Pdt.P/1998/PN.Jkt.Sel. Penetapan Nomor 326/Pdt.P/2000/PN.Jkt.Bar. Penetapan Nomor 207/Pdt/P/2005/ PN.Jkt.Tim. Penetapan Nomor 459/Pdt/P/2007/PN.Jkt.Tim.

Web :

Anonim. 6 Januari 2014. Menghindari Lepasnya Tanah WNA Ke Tangan Negara, www.legalakses.com, hlm. 1

http://digilib.unila.ac.id/569/7/BAB%2011.pdf, diakses pada tanggal 22 Februari 2015

http://sosiological.blogspot.co.id/2012/11/sosiological-jurisprudence_25.html, diakses pada tanggal 15 April 2016

Ahmad Zaenal Fanani, Teori Keadilan dalam Perspektif Filsafat Hukum dan

Islam, terdapat terdapat dalam

http://www.badilag.net/data/artikel/wacana-hukum-islam/teori-keadilan-prespektif-filsafat-hukum-islam.pdf

Materi Diskusi :

Dhyah Madya Ruth SN, 10 November 2015, Catatan Diskusi Indonesia Notary

Referensi

Dokumen terkait

Dimana dalam Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan bahwa “untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum

Selain itu di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 telah dengan tegas menentukan umur seseorang untuk dapat melangsungkan perkawinan, karena perkawinan juga

mengatur mengenai perkawinan campuran terdapat dalam Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dalam pasal 57 yang menyatakan sebagai berikut : “ yang

Undang-Undang (UU) Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, batas usia minimal perkawinan terdapat pada pasal 7 (1): “Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah

Asas mempersukar proses hukum perceraian terdapat dalam Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang memuat ketentuan imperatif

Kemudian pasal ini telah dijabarkan dalam Pasal 39 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Penjelasan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Ketiga pengaturan tentang perkawinan anak di bawah umur tanpa izin orang tua dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dilarang melangsungkan

Berdasarkan Pasal 56 Undang- Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 yang mengatur perkawinan di luar negeri, dapat dilakukan oleh sesama Warga Negara Indonesia, dan