• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji aktivitas antibakteri ekstrak jarak tintir (jatropha multifida l.) terhadap pertumbuhan staphylococcus aureus secara in vitro.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji aktivitas antibakteri ekstrak jarak tintir (jatropha multifida l.) terhadap pertumbuhan staphylococcus aureus secara in vitro."

Copied!
151
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai aktivitas antibakteri dari ekstrak daun dan getah Jarak Tintir (Jatropha multifida) terhadap pertumbuhan S. aureus secara in vitro. Luka yang berdarah dapat menyebabkan infeksi oleh S. Aureus. Daun dan getah Jarak Tintir memiliki potensi sebagai obat tradisional untuk menyembuhkan luka. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak daun dan getah Jarak Tintir terhadap pertumbuhan S. Aureus dan nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC). Aktivitas antibakteri dilihat dari terbentuknya zona hambat pada perlakuan. Metode yang digunakan untuk uji aktivitas antibakteri yaitu metode Kirby-Bauer. Metode yang digunakan untuk uji MIC adalah metode dilusi padat. Dalam penelitian ini dilakukan tiga kali pengulangan. Konsentrasi ekstrak daun dan getah yang digunakan adalah 5%, 10%, 25%, 50%, dan 100%. Kontrol positif digunakan povidone iodine 10%. Terdapat aktivitas antibakteri pada ekstrak daun dan getah yang ditunjukkan dari terbentuknya zona bening di sekitar paper disc. Diameter zona hambat terkecil pada ekstrak daun adalah konsentrasi 5% diameter 4 mm, sedangkan pada getah 10% diameter 2,33. Diameter terbesar pada ekstrak daun dan getah pada konsentrasi 100% dengan diameter berturut-turut 7,67 mm dan 20,33 mm. Tidak terdapat perbedaan signifikan antara ekstrak daun dan getah dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Nilai Minimum Inhibitory Concentration tidak didapatkan karena konsentrasi terlalu rendah dan getah tidak tercampur rata dengan media kultur. Nilai Minimum Bactericidal Concentration tidak ditemukan karena aktivitas antibakteri hanya bersifat bakteriostatik atau hanya bersifat menghambat.

(2)

ABSTRACT

An antibacterial activity research of extract leaves and saps Tintir (Jatropha multifida) on Staphylococcus aureus with in vitro was carried out. Wounds that bleed can make innfection disesase by S. Aureus. The potential of leave ang saps as a traditional medicine that usually used for heal the wounds. This research aimed to know about antibacterial activities of leave extract and saps Jarak Tintir towards growing of S. Aureus and minimun inhibitory concentration (MIC). Antibacterial activity looks from inbition zone formation. The method used in this research of activity of antibaceterial is Kirby-Baur method. The Method that used for MIC is solid dilution method. In this research conducted three times repetition. The concentration of leaves extract and saps used in this research ranges from 5%, 10%, 25%, 50%, dan 100%. Positive control used povidone iodine 10%. The presence of antibacterial activity in the leaves extract and sap are shown of the clear zone around the paper disc. Inhibition zone diameter of the smallest in leaves extract is 5% and the diameter is 4 mm then in the sap is 10% and 2,33mm. The largest diameter in 100% , leaves extract 7,67 mm and sap 20,33 mm. Minimum Inhibitory Concentration value is not obtained because the concentration used is too low and sap is not blended with the medium culture. Minimum Bactericidal Concentration value is not founded because the antibacterial activity just have a bacteriostatic or only be inhibited.

(3)

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK JARAK TINTIR (Jatropha multifida L.) TERHADAP PERTUMBUHAN

Staphylococcus aureus SECARA IN VITRO.

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Biologi

Oleh :

Cicilia Maryani NIM : 091434017

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU

PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENGETAHUAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)

i

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK JARAK TINTIR (Jatropha multifida L.) TERHADAP PERTUMBUHAN

Staphylococcus aureus SECARA IN VITRO.

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Biologi

Oleh :

Cicilia Maryani NIM : 091434017

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU

PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENGETAHUAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(5)
(6)
(7)

iv

H AL AM AN P ER S EM B AH AN

Syukur kepada

Y esus K ristus, Bunda M aria Untuk Limpahan

K asihN ya Y ang T iada H enti, M emberikan

K emurahan Bagiku Untuk K esempatan

M enyelesaikan K uliah I ni.

Dengan Penuh Syukur K upersembahkan Buah Usaha I ni Untuk....

K edua Orang T uaku

Adikku

Dan

Orang T erkasih slalu mendampingi di saat senang dan susah.

(8)

v MOTTO

Ad Maior em Dei Gl or iam

S eor ang s ahabat menar u h k as i h

s et i ap w ak t u dan menj adi s eor ang

s au dar a dal am k es u k ar an. A ms al

17 : 7

(9)
(10)
(11)

viii ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai aktivitas antibakteri dari ekstrak daun dan getah Jarak Tintir (Jatropha multifida) terhadap pertumbuhan S. aureus secara in vitro. Luka yang berdarah dapat menyebabkan infeksi oleh S. Aureus. Daun dan getah Jarak Tintir memiliki potensi sebagai obat tradisional untuk menyembuhkan luka. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak daun dan getah Jarak Tintir terhadap pertumbuhan S. Aureus dan nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC). Aktivitas antibakteri dilihat dari terbentuknya zona hambat pada perlakuan. Metode yang digunakan untuk uji aktivitas antibakteri yaitu metode Kirby-Bauer. Metode yang digunakan untuk uji MIC adalah metode dilusi padat. Dalam penelitian ini dilakukan tiga kali pengulangan. Konsentrasi ekstrak daun dan getah yang digunakan adalah 5%, 10%, 25%, 50%, dan 100%. Kontrol positif digunakan povidone iodine 10%. Terdapat aktivitas antibakteri pada ekstrak daun dan getah yang ditunjukkan dari terbentuknya zona bening di sekitar paper disc. Diameter zona hambat terkecil pada ekstrak daun adalah konsentrasi 5% diameter 4 mm, sedangkan pada getah 10% diameter 2,33. Diameter terbesar pada ekstrak daun dan getah pada konsentrasi 100% dengan diameter berturut-turut 7,67 mm dan 20,33 mm. Tidak terdapat perbedaan signifikan antara ekstrak daun dan getah dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Nilai Minimum Inhibitory Concentration tidak didapatkan karena konsentrasi terlalu rendah dan getah tidak tercampur rata dengan media kultur. Nilai Minimum Bactericidal Concentration tidak ditemukan karena aktivitas antibakteri hanya bersifat bakteriostatik atau hanya bersifat menghambat.

(12)

ix ABSTRACT

An antibacterial activity research of extract leaves and saps Tintir (Jatropha multifida) on Staphylococcus aureus with in vitro was carried out. Wounds that bleed can make innfection disesase by S. Aureus. The potential of leave ang saps as a traditional medicine that usually used for heal the wounds. This research aimed to know about antibacterial activities of leave extract and saps Jarak Tintir towards growing of S. Aureus and minimun inhibitory concentration (MIC). Antibacterial activity looks from inbition zone formation. The method used in this research of activity of antibaceterial is Kirby-Baur method. The Method that used for MIC is solid dilution method. In this research conducted three times repetition. The concentration of leaves extract and saps used in this research ranges from 5%, 10%, 25%, 50%, dan 100%. Positive control used povidone iodine 10%. The presence of antibacterial activity in the leaves extract and sap are shown of the clear zone around the paper disc. Inhibition zone diameter of the smallest in leaves extract is 5% and the diameter is 4 mm then in the sap is 10% and 2,33mm. The largest diameter in 100% , leaves extract 7,67 mm and sap 20,33 mm. Minimum Inhibitory Concentration value is not obtained because the concentration used is too low and sap is not blended with the medium culture. Minimum Bactericidal Concentration value is not founded because the antibacterial activity just have a bacteriostatic or only be inhibited.

(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, kasih dan

perlindungannya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Skripsi

ini dapat diselesaikan dengan baik dan lancar berkat doa, bimbingan, dorongan,

bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala

kerendahan hati pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih

kepada pihak-pihak sebagai berikut :

1. Dr. Ir. P. Wiryono Priyotamtama, S.J., selaku dosen pembimbing skripsi yang

telah memberikan bimbingan, pengarahan, koreksi, dukungan dan motivasi

kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan skripsi dengan

lancar.

2. Drs. A. Tri Priantoro, M.For.Sc., selaku Kaprodi Program Studi Pendidikan

Biologi.

3. Dosen penguji skripsi yang telah memberikan kritik, saran dan masukan

kepada penulis.

4. Para dosen Pendidikan Biologi (Bu Nana, Bu Luisa, Pak Kristio, Romo

Sunu,Pak Tardhi, Bu Maslichah, Pak Tri) yang dengan sabar dan telaten

membimbing dan memberikan banyak pengetahuan sehingga penulis dapat

menyelesaikan studi dengan baik dan lancar.

5. Ibu Maria yang telah membantu peneliti dalam proses penelitian, memberikan

dukungan dan saran yang membangun.

6. Kepala Laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta, atas ijin yang diberikan sehingga peneliti bisa melakukan

(14)

xi

7. Kepada kedua orang tuaku Bapakku Florentinus Sukarno Sri Hadiwiyono,

Mamakku Fransicanes Ngatiyem dan Adikku Yohanes Sigit Laksono.

Terimakasih atas doa dan cinta yang tiada henti, dukungan moril dan materiil

sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dan kuliah.

8. Kepada teman-temanku angkatan 2009 yang selalu memberi warna dalam

kehidupan sehari-hari dan berbagi pengalaman bersama. Kepada Ruth lana

Monika as Mamiku, Riris, Duyung, Wiwik, Indri, Siska, Yuni, Yani, Rere,

Bundo, Rambu, Mb Triel, Junot, mb kristin, Ryka Nana, Jarot, Wisnu, Mas

Kris, Widi, Leo, Rio, Bang Eran, dan teman lain yang belum bisa disebutkan.

Terimakasih atas diinamika yang telah kita lalui.

9. Mas Vincensius Didin Maman yang selalu memberikan motivasi dan

dorongan moril dan materiil. Mas Dwi yang memberikan dukungan moril dan

materiil.

10.Terimakasih untuk teman indri dan febri farmasi, Mika, Krista, Ririn (teman

satu atap) , terimakasih untuk adik-adikku Nina, Dheni, Natri, Dikta Serta Mas

Agus Laboran.

11.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih

telah membantu penulis menyelesaikan skripsi.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi

ini. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan

kritik dan saran yang membangun untuk penulisan skripsi ini. Penulis

berharap semoga karya yang jauh dari sempurna ini dapat bermanfaat bagi

(15)

xii

Penulis,

(16)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUANPUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... xi

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Batasan Masalah ... 6

D. Tujuan ... 6

E. Manfaat ... 7

(17)

xiv

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Antibakteri ... 8

B. Deskripsi Tanaman Jarak Tintir (Jatropha multifida L.) ... 10

1. Klasifikasi ... 10

2. Morfologi dan Fisiologi ... 11

3. Habitat ... 12

4. Manfaat ... 13

5. Kandungan Metabolit Sekunder ... 14

6. Aktivitas Antibakteri ... 15

C. Deskripsi Staphylococcus aureus ... 16

1. Klasifikasi ... 16

2. Morfologi dan Fisiologi ... 16

3. Habitat ... 18

4. Penyakit ... 19

D. Kerangka Pemikiran ... 22

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 23

B. Subjek dan Objek Penelitian ... 23

C. Definisi Operasional ... 23

D. Desain Penelitian... 24

1. Metode Pengujian Aktivitas Antibakteri ... 24

(18)

xv

a. Pengujian MIC (Minimum Inhibitory Concentration) ... 26

b. Pengujian MBC (Minimum Bactericidal Concentration)26 E. Variabel Penelitian ... 26

F. Populasi dan Sampel ... 27

G. Waktu dan Tempat Penelitian ... 27

H. Alat dan Bahan Penelitian ... 27

I. Langkah-langkah Penelitian ... 29

1. Tahap Persiapan ... 29

2. Tahap Pelaksanaan ... 30

a. Sterilisasi ... 30

b. Ekstraksi Daun dan Penyulingan Getah ... 30

1) Ekstraksi Daun ... 30

2) Penyulingan Getah ... 32

c. Pembuatan Media Kultur Bakteri ... 32

3. Tahap Perlakuan ... 33

a. Pengujian Aktivitas Antibakteri dengan Metode Difusi Agar Kirby-Bauer ... 33

b. Pengujian MIC atau KHM ... 34

c. Pengujian MBC atau KBM ... 35

J. Analisis Data ... 35

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 37

(19)

xvi

2. Ekstrak Daun dan Getah Jarak Tintir (Jatropha multifida L)

... 37

a. Ekstrak Daun Jarak Tintir (Jatropha multifida L)... 37

b. Getah Jarak Tintir (Jatropha multifida L) ... 38

3. Pertumbuhan Staphylococcus aureus ... 38

4. Hasil Pengukuran Aktivitas Ekstrak Daun dan Getah Jarak Tintir (JatrophamultifidaL.) Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus ... 39

5. Nilai Kadar Hambat Minimal (MIC/Minimum Inhibitory Concetration) ... 42

B. Pembahasan ... 46

1. Aktivitas Ekstrak Daun (JatrophamultifidaL.) Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus ... 46

2.MIC (Minimum Inhibitory Concentration) Ekstrak Daun... 49

3. Aktivitas Getah Jarak Tintir (JatrophamultifidaL.) Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus ... 50

4. MIC (Minimum Inhibitory Concentration) Getah ... 53

C. Kaitan Antara Hasil Penelitian dan Pendidikan...55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 56

B. Saran ... 57

(20)

xvii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan S.aureus ... 19 Tabel 3.1 Daftar Alat Penelitian ... 27

Tabel 3.2 Daftar Bahan Penelitian ... 30

Tabel 3.3 Volume ekstrak daun yang digunakan untuk membuat stok konsentrasi

ekstrak ... 31

Tabel 3.4 Volume getah yang digunakan untuk membuat stok konsentrasi .... 32

Tabel 4.1 Diameter zona hambat bakteri pada ekstrak daun... 39

Tabel 4.2 Diameter zona hambat bakteri pada getah ... 39

Tabel 4.3 Percobaan I HasilPenentuan MIC Ekstrak Daun danGetah Jarak Tintir

(JatrophamultifidaL.) pada pertumbuhan Staphylococcus aures ... 42 Tabel 4.4 Percobaan II Hasil Penentuan MIC Ekstrak Daun dan Getah Jarak Tintir

(JatrophamultifidaL.) pada pertumbuhan Staphylococcus aureus ... 44

(21)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Tanaman Jarak Tintir ... 10

Gambar 2.2 Daun Jarak Tintir ... 11

Gambar 2.3 Bunga Jarak Tintir dan Buah Jarak Tintir Masih Muda ... 12

Gambar 2.4 Biji Jarak Tintir yang Sudah Tua ... 12

Gambar 2.5 Koloni Staphylococcus aureus ... 17

Gambar 2.6 Luka luar yang terbuka ... 20

Gambar 2.7 Impetigo ... 20

Gambar 2.8 Folikulistis ... 21

Gambar 2.9 Bisul ... 21

Gambar 4.1 Zona bening yang terukur ... 40

Gambar 4.2 Hasil Uji Aktifitas Antibakteri Kiri dengan getah, kanan dengan ekstrak daun setelah inkubasi selama 24 jam ... 40

Gambar 4.3 Kontrol Positif, Negatif dan Kontrol Media ... 40

Gambar 4.4 Media kultur pada uji MIC getah yang sudah dituang dan setelah di inkubasi ... 45

Gambar 4.5 Endapan yang terjadi pada media kultur ... 45

(22)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran1 Skema Kerja Uji Aktivitas Antibakteri ... ..62

Lampiran 2 Skema Kerja Uji MIC ... ..63

Lampiran 3 Skema Kerja Uji MBC ... ..64

Lampiran 4 Silabus ... ..65

Lampiran 5 Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... ..68

Lampiran 6 Hasil Data Pengukuran Zona Hambat ... ..75

Lampiran 7 Dokumentasi Penelitian ... ..76

Lampiran 8 Analisis SPSS Pada Ekstrak Daun ... ..78

a. Uji Homogenitas ... 78

b. Uji Normalitas ... 83

c. Uji Transformasi ... 94

d. Uji Non Paranetrik Kruskal-Wallius... 101 e. Uji Regresi Linier ... 102

Lampiran 9 Analisis SPSS Pada Getah ... ..104

a. Uji Homogenitas ... 104

b. Uji Normalitas ... 109

c. Uji Transformasi ... 119

(23)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu tantangan yang tidak bisa dihindarkan dari hidup manusia adalah

adanya penyakit. Penyakit bisa disebabkan oleh berbagai faktor antara lain:

melemahnya kekebalan tubuh karena kelelahan, pola makan tidak sehat sehingga

virus dapat dengan mudah menginfeksi tubuh manusia, penurunan sifat / gen,

atau karena cedera dan terluka. Kemajuan jaman berjalan seiring dengan

penemuan berbagai penyakit baru dan semakin resistennya bakteri atau mikrobia

patogen lainnya, sehingga masyarakat semakin dituntut untuk bisa menemukan

obat-obatan yang mampu mencegah, memberi efek atau menyembuhkan. Upaya

pengobatan terhadap penyakit sudah ada dari Jaman dahulu. Masyarakat pada

jaman dahulu mencari atau membuat sendiri obat yang mereka perlukan baik dari

tumbuhan atau hewan. Pengetahuan tentang bahan obat tersebut mereka wariskan

secara turun temurun dan disebarkan dari mulut ke mulut. Dalam catatan sejarah

dapat diketahui bahwa fitoterapi atau terapi menggunakan tumbuhan telah dikenal

masyarakat sejak masa sebelum masehi (Gana, 2008). Tumbuh-tumbuhan menjadi

komoditas penting terkait aspek kemampuan menyembuhkan penyakit sehingga

banyak penelitian dilakukan untuk mengetahui potensi berbagai tumbuhan untuk

pengobatan.

Indonesia merupakan negara yang mempunyai keragaman jenis tumbuhan

paling besar di dunia. Hal ini tercermin dalam Gana (2008), hutan tropik

Indonesia memiliki lebih dari 30.000 jenis tumbuhan berbunga. Sementara dari

(24)

bermanfaat dilaporkan sebanyak 1306 jenis dari 153 suku sebagai tumbuhan obat.

Data ini belum termasuk tumbuhan rendah. Pada saat ini bahan alam terutama

tumbuhan obat telah digunakan oleh berbagai lapisan masyarakat dunia baik di

negara berkembang maupun negara maju. Sekitar 80% penduduk negara

berkembang masih mengandalkan pengobatan tradisional dan 85% pengobatan

tradisional dalam prakteknya menggunakan tumbuh-tumbuhan (Beswika,2009).

Jurnal Current Botany dalam currentbotany.org disampaikan bahwa secara historis tanaman telah menyediakan agen anti infeksi dengan senyawa yang sangat

efektif dalam memerangi infeksi mikroba. Disampaikan juga bahwa infeksi

merupakan penyebab utama kematian di seluruh dunia dan fitokimia yang berasal

dari tanaman berpotensi sebagai bahan pengobatan bagi penyakit menular yang

berbahaya. Selanjutnya disampaikan bahwa produk alami, baik dalam bentuk

senyawa murni atau ekstrak tanaman, membuka peluang yang tidak terbatas untuk

dijadikan obat baru karena ketersediaan kandungan kimia yang beragam.

Salah satu tumbuhan tropis Indonesia yang memiliki khasiat obat adalah Jarak

tintir (Jatropha multifida L.), yang dikenal dengan beberapa nama daerah diantaranya jarak tintir (Jawa), jarak gurita (Sunda), balacai batai (Ternate), pohon

yodium, Geloah (Gayo). Hariana (2006) menuturkan dalam kajian etnobiologi

yang dilakukan di beberapa daerah tanaman perdu ini banyak dimanfaatkan oleh

masyarakat sebagai obat luka. Namun banyak pula manfaat lain dari tumbuhan ini

seperti mengobati luka bengak, patah tulang, mencegah dan mengobati kerusakan

gigi. Khasiat dari Jarak Tintir (Jatropha multifida L.) sebagai obat herba tradisonal telah banyak diteliti secara ilmiah oleh banyak peneliti. Sari (2010)

(25)

mempunyai daya efektif antimikroba terhadap bakteri patogen Staphyloccocus aureus dan jamur Candida albicans. Hasil penelitian Isnaini (2011) menyatakan bahwa konsentrasi minimal ekstrak etanol pohon yodium yang mulai menghambat

pertumbuhan koloni bakteri Escherichia coli adalah sebesar 1 %, konsentrasi efektif ekstrak etanol pohon yodium. Penghambatan lebih efektif dibandingkan

dengan ampisilin 20%.

“Jatropha multifida L. mempunyai kemampuan untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit atau infeksi bakteri. Hal ini terkait adanya senyawa aktif dalam (Jatropha multifida L.) yang bersifat sebagai antimikroba. Berdasarkan penelitian kandungan senyawa metabolit sekunder (fitokimia) diketahui bahwa Jarak Tintir mengandung α-amirin, kampesterol, 7 α-diol,

stigmaterol, β-sitosterol, dan HCN. Batangnya mengandung alkaloid, saponin,

flavonoid dan tanin Selain itu (Jatropha multifida L.) juga mempunyai efek farmakologis diantaranya sebagai anti inflamasi, penghambat pendarahan dan penurun panas” (Hariana, 2006:138).

Kulit merupakan bagian tubuh paling luar dan salah satu indera, yaitu indera

peraba. Indera peraba peka terhadap segala sentuhan dan efek jika sesuatu

melukai tubuh kita. Selain sebagai indera peraba kulit juga berfungsi untuk

melindungi jaringan-jaringan dan organ tubuh dalam. Tanpa kulit badan manusia

hanya dibalut oleh otot. Oleh karena itu kulit merupakan mekanisme pertahanan

yang utama dalam proses infeksi bakteri. Banyak aktivitas yang menyebabkan

bakteri atau mikroba menempel pada kulit. Kulit yang terluka akan lebih rentan

terhadap infeksi. Pada kulit yang terluka akan ada beberapa jaringan yang terluka

dan lapisan kulit terbuka. Hal ini dengan mudah memungkinkan terjadinya infeksi

(26)

mendapatkan perlakuan atau pemberian antibakteri, maka bakteri akan semakin

nyaman untuk tumbuh dalam luka tersebut. Orang menganggap bahwa kulit

terluka jika sampai berdarah akan serta merta sembuh. Namun kenyataannya tidak

selalu begitu. Tubuh memiliki mekanismenya sendiri dalam melindungi setiap

organnya. Begitu pula jika kulit terluka, sel darah putih dan plasma darah

memfagosit mikroba patogen yang masuk. Namun apabila tubuh tidak dalam

keadaan normal atau baik, luka gores atau luka berdarah akan dapat menyebabkan

infeksi, hingga kematian. Salah satu bakteri patogen yang ditemukan pada luka

adalah bakteri patogen gram-positif Staphylococcus aureus. “Staphylococcus aureus dapat mengganggu sistem imun pada tubuh manusia karena mengikat antibodi, menyerang membran sel dan menyebabkan hemolisis, serta leukolisis yang mematikan sel tubuh manusia. Selain itu penyakit yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus adalah infeksi pada kulit seperti bisul, furonkolosis; infeksi yang lebih serius, seperti pneumonia, mastitis dan meningitis; dan infeksi pada saluran urine” (Radji, 2011:184-185). Bakteri yang tergolong resistan terhadap antibiotik disebut Multi Drug Resistant (MDR), salah satunya adalah

Staphylococcus aureus. Resistensi terhadap antibiotik menyebabkan bahaya besar bagi manusia karena infeksi yang semula mudah diobati dengan antibiotik kini

menjadi sulit atau bahkan tidak dapat lagi diobati dengan antibiotik. Bakteri ini

sudah kebal terhadap antibiotik kelas standar seperti penisilin, methicillin, dicloxacillin, nafcillin, oxacillin dan cephalosporins sehingga sulit diobati.

Menjadi fatal kalau bakteri ini mampu memakan daging otot kita. Bahkan jika

sudah menjalar menjadi lebih parah karena akan menyerang organ vital seperti

(27)

antibiotik sudah menjadi perhatian global, antibiotik terancam oleh munculnya

mikroba resisten. Penting untuk menggali kemampuan senyawa metabolit

sekunder untuk menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus dan mengetahui efek farmakologisnya. Oleh sebab itu penelitian tentang daya hambat

aktivitas antibakteri dari ekstrak Jarak Tintir (Jatropha multifida L.) terhadap

Staphylococcus aureus sebagai bakteri patogen pada luka di kulit perlu dilakukan. Penelitian ini menggunakan getah dan daun dari tanaman Jarak Tintir (Jatropha multifida L.).

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas maka masalah dari penelitian ini dapat dirumuskan:

Bagaimana pengaruh ekstrak Jarak tintir (Jatropha multifida L) terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus secara in vitro?

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dibuat pertanyaan penelitian

sebagai berikut :

1. Apakah ekstrak Jarak tintir (Jatropha multifida L) mempunyai aktivitas antibakteri terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus ?

2. Apakah konsentrasi ekstrak daun dan getah Jarak tintir (Jatropha multifida L.) berpengaruh terhadap zona hambat yang dihasilkan pada media kultur? 3. Berapakah nilai MIC (Minimum Inhibitory Concentration) dan MBC

(Minimum Bactericidal Concentration) dari ekstrak daun dan getah Jarak tintir (Jatropha multifida L) dalam menghambat pertumbuhan

Staphylococcus aureus?

4. Ekstrak manakah yang memiliki aktivitas antibakteri yang signifikan

(28)

C. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Ekstrak yang digunakan berasal dari daun yang masih muda, berwarna hijau ,

dan getah perlu diisolasi sebelum perlakuan.

2. Parameter dalam penelitian ini adalah diameter zona hambat di sekitar kertas

cakram pada media kultur dengan satuan milimeter.

3. Metode yang digunakan untuk melihat aktivitas bakteri adalah metode difusi

Kirby-Bauer dengan menggunakan paper disc untuk membantu mengetahui zona hambat yang yang terlihat pada media dengan satuan milimeter (mm).

4. Metode yang digunakan untuk menentukan MIC (Minimum Inhibitory Concentration) adalah metode dilusi padat dengan parameter tidak tumbuhnya bakteri atau media kultur setelah di inkubasikan.

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri dari ekstrak

daun dan getah Jarak tintir (Jatropha multifida L.) terhadap pertumbuhan

Staphylococcus aureus berdasarkan zona hambat yang didapatkan dari media kultur, konsentrasi efektif ekstrak daun dan getah Jarak tintir (Jatropha multifida L.). Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui mana ekstrak daun atau getah

(Jatropha multifida L.) yang memiliki zona hambat paling lebar dan juga mengukur MIC dari ekstrak daun dan getah Jarak tintir (Jatropha multifida L.)

(29)

E. Manfaat 1. Bagi Peneliti

Manfaat penelitian ini untuk peneliti adalah menambah ilmu dan wawasan

peneliti tentang pengujian pengaruh suatu ekstrak tanaman herba terhadap suatu

bakteri patogen, membantu peneliti untuk semakin memahami tentang prosedur

uji aktivitas, dan membantu peneliti menyadari akan banyaknya potensi tanaman

herba yang masih belum tergali.

2. Bagi Masyarakat

Manfaat dari penelitian ini adalah agar masyarakat dapat menggunakan daun

dan getah Jarak Tintir sebagai obat alternatif terhadap luka agar terhindar dari

infeksi Staphylococcus aureus dan sebagai dasar pengembangan bahan-bahan obat-obatan antibakteri sebagai alternatif penyembuhan terhadap penyakit yang

disebabkan oleh bakteri patogen Staphylococcus aureus.

F. Hipotesis

Terdapat aktivitas antibakteri dan perbedaan signifikan dari ekstrak daun dan

getah Jarak tintir (Jatropha multifida L.) yang bersifat menghambat pertumbuhan

(30)

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Antibakteri

Menurut Aulia (2013) dalam, antibakteri adalah obat atau senyawa kimia yang

digunakan untuk membasmi bakteri, khususnya bakteri yang bersifat merugikan

manusia. Beberapa istilah yang digunakan untuk menjelaskan proses pembasmian

bakteri adalah germisid, bakterisid, bakteriostatik, antiseptik, desinfektan.

Mekanisme kerja obat antimikroba tidak sepenuhnya dimengerti. Namun mekanisme aksi ini dapat dikelompokkan dalam empat hal utama:

a. Penghambatan terhadap sintesis dinding sel b. Penghambatan terhadap fungsi membran sel c. Penghambatan terhadap sintesis protein

d. Penghambatan terhadap sintesis asam nukleat”

(

http://kesehatan.kompasiana.com/makanan/2011/06/10/anti-bakteri-dan-mekanismenya-372060.html)

Menurut Brooks (2005) dalam Dewi (2010) antibakteri merupakan bahan atau

senyawa yang khusus digunakan untuk kelompok bakteri. Antibakteri dapat

dibedakan berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu antibakteri yang menghambat

pertumbuhan dinding sel, antibakteri yang mengakibatkan perubahan

permeabilitas membran sel atau menghambat pengangkutan aktif melalui

membran sel dan antibakteri yang menghambat sintesis protein serta menghambat

sintesis asam nukleat sel. Aktivitas antibakteri dibagi menjadi 2 macam yaitu

aktivitas bakteriostatik (menghambat pertumbuhan tetapi tidak membunuh

(31)

Untuk dapat diterima sebagai agen antimikroba, suatu bahan harus bisa

menghambat atau menghancurkan patogen tanpa merusak bagian yang

disembuhkan. Obat Sulfonide menghambat produksi asam folat (vitamin) pada

mereka yang membutuhkan bakteri asam para-aminobenzoic (PABA) untuk bisa

mensintesis asam folat. Karena molekul sulfominade mirip dalam bentuk molekul

PABA, bakteri mencoba untuk memetabolisme sulfonide untuk menghasilkan

asam padat. Tanpa asam folat, bakteri tidak dapat memproduksi protein esensial

tertentu dan akan mati. Beberapa mekanisme agen antibakteri membunuh atau

menghambat pertumbuhan bakteri (Burton,2004).

Menurut Davis Stout (1971) dalam Priyatmoko (2008:28) , “ketentuan kekuatan antibiotik-antibakteri sebagai berikut: daerah hambatan 20 mm atau lebih berarti berdaya hambat sangat kuat, daerah hambatan 10-20 mm berdaya hambat kuat, daerah hambatan 5-10 mm berdaya hambat sedang, dan daerah hambatan 5 mm atau kurang berdaya hambat lemah”. Faktor yang mempengaruhi ukuran daerah penghambatan, yaitu sensitivitas organisme,

medium kultur, kondisi inkubasi, dan kecepatan difusi agar. Faktor-faktor yang

mempengaruhi kecepatan difusi agar, yaitu konsentrasi mikroorganisme,

komposisi media, suhu inkubasi, dan waktu inkubasi (Schlegel dan Schmidt 1994

dalam Priyatmoko 2008 ).

Uji aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode difusi dan metode

(32)

Syarat jumlah bakteri untuk uji kepekaan/sensitivitas yaitu 106-10-8 CFU/mL

(Hermawan, 2007 dalam Dewi, 2010).

B. Deskripsi Tanaman Jarak Tintir (Jatropha multifida)

1. Klasifikasi

Gambar 2.1 : Tanaman Jarak Tintir (Jatrophamultifida L .) (Sumber : http://floridata.com)

Berikut merupakan taksonomi tanaman Jarak tintir :

Kingdom : Plantae – Plants

Subkingdom : Tracheobionta – Vascular plants Superdivision : Spermatophyta – Seed plants Division : Magnoliophyta – Flowering plants Class : Magnoliopsida – Dicotyledons Subclass : Rosidae

Order : Euphorbiales

Family : Euphorbiaceae – Spurge family Genus : Jatropha L. – nettlespurge

Species : Jatrophamultifida L. – coralbush

(33)

2. Morfologi dan Fisiologi

Jarak tintir merupakan tumbuhan tahunan , berbentuk semak, dengan akar

tunggang. Tinggi tanaman sekitar 2 meter dengan batang bulat, berkayu,

pangkalnya membesar, bergetah, dan tampak jelas bekas menempelnya daun

(Suharmiati, 2005). Jarak tintir berdaun tunggal, daunnnya tersebar, panjang

daunnya mencapai 15-20 cm, berbentuk bulat, bercangap, pertulangan daunya

menjari, ujung daunnya runcing, pangkalnya membulat, tepi daun rata dan daun

berwarna hijau.

Gambar 2.2 : Daun Jarak Tintir

(Sumber: http://www.trubus-online.co.id/blog/5773-manfaat-jarak-cina.html )

Bunga jarak tinitr merupakan bunga majemuk, berbentuk malai, bertangkai di

ujung cabang, benang sarinya berjumlah delapan, kepala sari jarak tintir berbentuk

tapal kuda, putiknya berjumlah tiga berukuran pendek, kelopak bercangap dan

(34)

Gambar 2.3 : Bunga Jarak Tintir dan Biji yang masih muda

(Sumberhttp://www.tropicalplantbook.com/garden_plants/shrubs%20flow ers/red/jatropha-multifida.htm)

Bijinya bulat, jika masih muda berwarna putih, dan setelah tua menjadi

coklat (Suharmiati 2005 ).

Gambar 2.4: Biji Jarak Tintir yang sudah tua

(Sumber :

http://www.tropicalplantbook.com/garden_plants/shrubs%20flowers/red/ja tropha-multifida.htm)

3. Habitat

Jatrophamultifida L ditanamam sebagai tanaman hias di Australia utara dan Afrika tenggara, terdapat pula di Filipina dan Srilanka terutama Pulau Jawa dan

(35)

sekitar pekarangan rumah. Haryanto (2009:230) mengungkapkan “tanaman ini dapat tumbuh di tempat yang kurang subur asalkan pH tanahnya 6-7 dan drainasenya baik, sebab akar jarak tidak tahan genangan air. Jarak merupakan perdu yang tumbuh pada ketinggian 0-800 m diatas permukaan laut, tingginya dapat mencapai 2-3 m”.

4. Manfaat

Hampir semua bagian tanaman Jarak tintir bisa dimanfaatkan, menurut Hariana

(2006:138) : biji,daun dan getahnya dapat dimanfaatkan untuk mengobati beberapa penyakit seperti berikut ini.

a. Bengkak terpukul, terkilir, tulang patah dan luka berdarah

Cuci bersih 7 helai daun segar, tumbuk hingga hancur, lalu tambahkan sedikit air sampai membentuk adonan. Oleskan pada bagian yang sakit.

b. Luka berdarah

Oleskan getah batang atau daun pada bagian luka yang baru. c. Mencegah dan mengobati kerusakan gigi

Tumbuk 1 butir biji sampai halus lalu seduh dengan 1 gelas air panas. Setelah dingin, air seduhan untuk berkumur selama 3-5 menit.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Syarfati dalam jurnal natural (2011)

diperoleh hasil bahwa getah jarak cina berpotensi sama dengan betadin dalam

lama waktu terbentuk keropeng pada luka baru. Begitu pula penelitian yang

dilakukan oleh Sari bahwa Jatropha multifida berdaya efektif sebagai antimikroba. Dituliskan pula oleh Sabandar dalam artikel yang berjudul A Review

of Jatropha multifida L. bahwa semua bagian pada tanaman tersebut memiliki efek pengobatan yang kuat terutama bijinya. Bijinya berguna untuk mengobati

(36)

digunakan untuk mengobati kudis dengan cara ditempelkan di atas luka dan

mengobati ulkus. Kulit kayu dan daun digunakan untuk mengobati neudermatitis,

gatal pada kulit dan eksim kulit Sedangkan di Nigeria batangnya juga digunakan

untuk perawatan gigi. Dalam trubus-online juga diungkapkan bahwa Jarak cina

menjadi andalan PT. Rumpun Sejati—perusahaan penggemukan sapi di Bogor,

Jawa Barat—untuk mengobati luka di kulit sapi. Kelebihan daun betadin, selain

murah, juga manjur dan tahan lama. Aromanya membuat lalat enggan mendekat

sehingga luka sembuh lebih cepat.

5. Kandungan Metabolit Sekunder

Senyawa metabolit adalah senyawa yang digolongkan berdasarkan

biogenesisnya, artinya berdasarkan sumber bahan baku dan jalur biosintesisnya.

Terdapat 2 jenis metabolit yaitu metabolit primer dan sekunder. Metabolit primer

(polisakarida, protein, lemak dan asam nukleat) merupakan penyusun utama

makhluk hidup, sedangkan metabolit sekunder meski tidak sangat penting bagi

eksistensi suatu makhluk hidup tetapi sering berperan menghadapi spesies-spesies

lain, misalnya zat kimia untuk pertahanan, penarik seks, feromon. Contoh dari

senyawa metabolit sekunder adalah alkaloid, saponin, triterpen dan tannin.

Senyawa kimia tanaman yang jumlahnya paling banyak adalah senyawa kimia bermolekul kecil dari kelompok yang penyebaranya terbatas inilah yang dimaksud dengan senyawa metabolit sekunder “(Sirait, 2007:2).

Batang Jarak tintir mengandung alkaloid, saponin, flavonoid, dan tanin. Getah

daun jarak tintir berkhasiat sebagai obat luka yang masih baru (Suharmiati, 2005).

Flavonoid telah diketahui sebagai vasodilatator yang dapat memperlancar aliran

darah, tanin bersifat sebagai antiseptik yang dapat menghambat pertumbuhan

(37)

vasokontriksi pembuluh darah kapiler dan kandungan saponin dapat memicu

pembentukan kolagen, yaitu protein struktural yang berperan dalam proses

penyembuhan luka (Syarfati, 2011).

Flavonoid umumnya terdapat pada tumbuhan sebagai glikosida. Flavonoid

terdapat pada seluruh bagian tanaman, termasuk pada buah, tepung sari dan akar

(Sirait, 2007) . Mekanisme kerja flavonoid diduga mendenaturasi protein sel

bakteri dan merusak membran sel (Nishino 2009 dalam Silvikasari 2011).

“Jarak cina memiliki rasa agak pahit dan bersifat netral. Beberapa bahan kimia yang terkandung dalam jarak ini adalah α-amirin, kampesterol, 7 α-diol, stigmaterol, β-sitosterol, dan HCN. Batangnya mengandung alkaloid, saponin,

flavonoid dan tanin. Efek farmakologisnya diantaranya penurun panas, antiinflamasi, dan penghambat perdarahan “(Hariana,2006:138).

6. Aktivitas Antibakteri

Dituliskan oleh Sabandar dalam artikel yang berjudul A Review of

Jatropha multifida L., Antibakteri-Aiyelaagbe (2001) dalam Sari (2010) melaporkan aktivitas antibakteri heksana, etil asestat, kloroform dan ekstrak

etanol Jatrophamultifida L. terhadap Bacillus subtilis dan Staphyloccocus aureus.

Labaditin telah menunjukkan antibakteri terhadap bakteri gram-positif,

Streptoccocus mutans, tetapi tidak berpengaruh terhadap bakteri gram-negatif. Dari penelitian yang dilakukan Zamrodi (2011) di dapatkan bahwa zat aktif

tumbuhan anting-anting (Acalypha indica L.) dari ekstrak etanol yang positif mengandung senyawa golongan tripertepenoit dan flavonoid mempunyai aktivitas

penghambatan pada pertumbuhan Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Rahayu dalam penelitian yang berjudul Aktivitas Antibakteri Saponin

(38)

Mastitis Pada Sapi Perah mengungkapkan bahwa terdapat aktivitas antibakteri

terhadap Staphylococcus Aureus dari saponin isolasi Aloe Barbadensis. Hasil uji aktivitas yang dilakukan oleh Ummah (2010) terungkap bahwa senyawa tannin

pada belimbing wuluh mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Escherichia coli

dan Staphylococcus aureus.

C. Deskripsi Staphylococcus aureus 1. Klasifikasi

Berikut merupakan taksonomi Staphylococcus aureus

Domain : Bacteria

Kerajaan : Eubacteria

Filum : Firmicutes

Kelas : Bacilli

Ordo : Bacillales

Famili : Staphylococcaceae

Genus : Staphylococcus

Spesies : S. aureus

(Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Staphylococcus_aureus)

2. Morfologi dan Fisiologi.

Staphylococcus aureus adalah bakteri gram-positif berbentuk bulat, berdiameter 0,5 – 1,5 mm, tidak bergerak dan tidak berspora (Holt, 1994).

(39)

Gambar 2.5 : Koloni Staphylococcus aureus

(Sumber : http://www.bioquell.com)

“Staphylococcus bersifat anaerob fakultatif karena melakukan respirasi aerob atau fermentasi dengan hasil utama asam laktat” (Radji, 2011:180). Untuk kepentingan klinis, Staphylococcus dapat dibedakan menjadi Staphylococcus yang menghasilkan dan tidak menghasilkan koagulase. Staphylococcus penghasil koagulase adalah Staphylococcus aureus (Vandepiite, 2011). Staphylococcus aureus merupakan spesies

Staphylococcus yang merupakan katalase positif, artinya mikroorganisme tersebut menggunakan enzim katalase untuk menguraikan hidrogen

peroksida (H2O2) menjadi air dan oksigen sehingga menghasilkan

gelembung-gelembung (Sears, 2011). Sedangkan spesies lain tidak bisa

menguraikan H2O2, sehingga perbedaan spesies Staphylococcus dapat

dilihat jika dilakukan penambahan H2O2 muncul gelembung-gelembung

atau tidak. Enzim koagulase mengaktifkan protombin, menyebabkan

pembekuan darah, diuji dengan cara mencampur plasma dengan kultur

bakteri dalam sebuah tabung reaksi. Secara in vivo, Staphylococcus aureus

melepaskan koagulase yang akan menyebabkan pembentukan sawar

(40)

akan melindungi Staphylococcus aureus dari sistem imun hospes (Sears, 2011). Staphylococcus aureus dapat menggangu sistem imun pada tubuh manusia karena mengikat antibodi, menyerang membran sel dan dapat

menyebabkan hemolisis serta leukosis yang mematikan tubuh manusia

(Ahira, 2013). Staphylococcus aureus memiliki kemampuan mendeteksi jumlah sel menggunakan sinyal oligopeptida, dan memastikan jumlah

tersebut cukup untuk memproduksi dan toksik dan enzim koagulase,

enzim ini yang berperan dalam menggumpalkan fibrinogen di dalam

plasma darah sehingga Staphylococcus aureus selamat dari fagositosis dan respon antibodi tubuh kita (Ahira, 2013).

3. Habitat

Suhu optimum pertumbuhan Staphylococcus adalah 30-370C dan selalu bisa tumbuh pada kandungan 10% NaCl (Holt, 1994). Sedangkan

kisaran suhu pertumbuhan antara 15-400C, Staphylococcus aureus dapat tumbuh pada suhu 15-450C dan dalam NaCl berkonsentrasi 15% (Radji,

2011). Staphylococcus aureus merupakan bagian dari flora mikroba komensal pada hidung (40% orang dewasa sehat positif), kulit dan saluran

cerna, spesies ini menyebabkan impetigo, bisul, abses, infeksi luka, infeksi

ulkus, dan luka bakar, osteomielitis, mastitis, epiema pleura, piomiositis,

sindrom syok toksik, dan jenis-jenis infeksi piogenik lainya (Vandepiite,

2011). Di antara semua bakteri yang tidak membentuk spora,

(41)

kering pada benang, kertas kain dan dalam nanah, bakteri ini dapat hidup selama 6-14 minggu” (Radji, 2011:183).

Tabel 2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan

Staphylococcus aureus

Atmosfer Aerobik Anaerobik hingga

aerobik

Natrium Klorida 0,4-0,5% 0-20%

Adam dan Moss (1995) dalam Anonim 2011

4. Penyakit

Berbagai jenis bakteri hidup sebagai flora normal pada kulit manusia,

sebagian besar adalah bakteri gram-positif. Staphylococcus aureus adalah jenis patogen yang dapat menimbulkan infeksi dan kelainan pada kulit.

Staphylococcus aureus menyebabkan berbagai jenis infeksi pada kulit seperti seperti bisul dan furonkolosis; seperti pneumonia, mastitis dan

meningtis; dan infeksi pada saluran urine. “Staphylococcus aureus juga menyebabkan infeksi kronis, seperti osteomielitis dan endokarditis. Staphylococcus aureus merupakan salah satu penyebab utama infeksi nosokomial akibat luka tindakan operasi dan pemakaian alat-alat perlengkapan perawatan di rumah sakit” (Radji, 2011:184-185). Dalam kondisi normal bakteri sehat dan normal, bakteri ini tidak dapat

menginfeksi karena adanya antibodi dalam tubuh, infeksi biasanya dipicu

oleh luka luar atau penetrasi bakteri melalui makanan yang tercemar.

Infeksi pada kulit atau luka luar biasanya berakibat pada penanahan, area

infeksi berwarna merah, bengkak dan terasa sakit bila disentuh (Ahira,

(42)

Infeksi Staphylococcus aureus dapat menyerang setiap bagian tubuh.

Staphylococcus aureus dapat tinggal sementara di daerah kulit basah dan dimiliki oleh 20-50% manusia. Infeksi Staphylococcus aureus biasanya terjadi pada luka terbuka atau luka potong (Radji, 2011).

Gambar 2.6 : Luka luar yang terbuka

(Sumber: http://iryana84.blogspot.com/2013/02/mengkifarah-dosa.html )

Berikut merupakan beberapa gambar akibat infeksi dari

Staphylococcus aureus :

Gambar 2.7 : Impetigo

(43)

Gambar 2.8: Folikulistis

(Sumber: http://health-fts.blogspot.com/2012/04/mrsa-infections-of-skin.html)

Gambar 2.9: Bisul

(44)

D. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan latar belakang dapat disusun kerangka pemikiran yang disajikan

pada bagan berikut ini :

Luka luar yang berdarah

Bakteri

Staphylococcus aureus

Jarak Tintir (Jatropha multifida L.)

Flavonoid, alkaloid, Saponin, Tanin

Uji aktivitas antibakteri Metode Kirby-Bauer dan

Dilusi Padat

(45)

23

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis dari penelitian ini adalah penelitian eksperimen. “Penelitian eksperimen adalah penelitian dimana ada perlakuan (treatment) terhadap variabel perlakuan, penelitian eksperimen dapat memberikan penjelasan tentang hubungan sebab akibat yang bisa diketahui oleh peneliti yang dimungkinkan untuk melakukan treatment terhadap objek penelitian” (Kountur, 2003:116).

B. Subjek dan Objek Penelitian

Objek penelitian adalah bakteri biakan murni Staphylococcus aureus yang diperoleh dari Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gajah Mada Yogyakarta.

Subjek Penelitian adalah getah dan ekstrak daun Jarak Tintir (Jatropha multifida L.) Daun dan getah Jarak Tintir diambil di kebun tanaman obat Kampus III Universitas Sanata Dharma.

C. Definisi Operasional

Getah dari Jarak Tintir (Jatropha multifida L.) adalah getah yang didapat dari tangkai daun yang dipangkas dari batang pohonnya, getah disuling dengan

didekatkan dengan bunsen. Ekstrak daun Jarak Tintir (Jatropha multifida L.)

adalah ekstrak yang terbuat dari daun Jarak Tintir yang bagus dan tidak berlubang.

Ekstrak dibuat dengan cara ditumbuk dengan mortar, kemudian diperas sarinya

(46)

Penghambatan pertumbuhan Staphylococcus aureus dapat dilihat dari zona hambat di sekeliling paper disc yang sudah diberi getah atau ekstrak daun Jarak Tintir (Jatropha multifida L.) yang mengandung α-amirin, kampesterol, 7 α-diol,

stigmaterol, β-sitosterol, HCN, alkaloid, saponin, flavonoid dan tannin, adanya zat

tersebut yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Kadar MIC dapat dilihat

dari konsentrasi terkecil perlakuan yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri

pada media kultur dan Kadar MBC dapat dilihat dari konsentrasi perlakuan yang

tidak dapat ditumbuhi bakteri MBC didapat melalui uji penegasan streak plate.

D. Desain Penelitian

Desain dari penelitian ini menggunakan desain rancangan acak lengkap

(RAL). RAL dijadikan pilihan dalam penelitian ini karena penelitian dilakukan di

laboratorium jadi lingkungan dianggap homogen.

1. Metode Pengujian Aktivitas Antibakteri

Metode yang digunakan dalam pengujian antibakteri adalah Metode

modifikasi Kirby-Bauer. Dalam Cappuccino (2008) metode ini menggunakan

paper disc atau cakram yang disterilkan. Paper disc dengan ukuran yang sama dengan konsentrasi antibiotik yang berbeda-beda diletakkan pada media agar yang

akan bereaksi dengan bakteri yang diuji. Dari metode ini akan diketahui zona

hambat yang terlihat pada media yang mengelilingi paper disc. Untuk mengetahui kemungkinan sebab akibat antar variabel maka terdapat tujuh perlakuan yang

(47)

sebagai kontrol positif. Banyaknya pengulangan menggunakan pengulangan yang

diperoleh dari Gomes (1995) dalam (Bewiska,2009) :

8(r-1) ≥ 20

8r-8 ≥ 20

r ≥ 28/8

r ≥ 3,5

keterangan :

T : jumlah perlakuan

R : jumlah replikasi

Berdasarkan penghitungan di atas, maka jumlah pengulangan yang

dilakukan digenapkan menjadi 3 pengulangan.

2. Metode Pengujian MIC dan MBC

MIC adalah konsentrasi minimum suatu ekstrak yang diperlukan untuk

menghambat pertumbuhan bakteri, MIC atau (Minimum Inhibittory Concentration) sering disebut dengan KHM atau Kadar Hambat Minimum. MBC adalah konsentrasi minimum suatu ekstrak yang diperlukan untuk membunuh

bakteri, MBC atau (Minimum Bactericidal Concentration) sering disebut dengan KBM atau Kadar Bunuh Minimum. Pada pengujian MIC dan MBC ini

menggunakan metode dilusi padat (solid dilution test). Metode dilusi padat dalam Pratiwi (2008) dilakukan dengan cara melakukan seri pengenceran agen

(48)

a. Pengujian MIC (Minimum Inhibitory Concentration)

Membuat seri pengenceran bakteri uji, menyiapkan dan 9 tabung reaksi yang

berisi 9 ml aquades steril. Pengenceran 10-1 dibuat dengan cara mengambil 1 ml

suspensi bakteri uji yang sudah diaktifasi dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi

yang sudah berisi 9 ml aquades steril, lalu di homogenkan dengan vortex. Untuk

pengenceran 10-2, mengambil 1 ml dari suspensi bakteri pada tabung pengenceran

10-1 tadi kemudian dimasukan ke dalam tabung reaksi lain yang juga berisi 9 ml

aquades steril, begitupun pengenceran pada seri pengencerean 10-3 sampai 10-8.

Biakan bakteri yang bisa dipakai dalam uji aktivitas adalah biakan bakteri pada

seri pengenceran 10-6 – 10-8 cfu/ml.

Inokulasi bakteri dilakukan dengan metode pour plate. Penentuan nilai MIC ditentukan dengan melihat kadar terkecil dimana konsentrasi ekstrak menghambat

pertumbuhan bakteri pada media dilusi agar padat. Hasil MIC bisa dilihat setelah

di incubator selama 24 jam dengan suhu 370C.

b.Pengujian MBC (Minimum Bactericidal Concentration)

Penentuan Nilai MBC dimulai dengan mengamati media agar pada

masing-masing konsentrasi dan memilih dua diantaranya yang terlihat paling bening atau

terlihat tidak ditumbuhi bakteri, kemudian dilakukan uji penegasan untuk

menentukan MBC, dari uji penegasan barulah didapatkan MBC.

E. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi ekstrak daun dan

(49)

2. Variabel terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah diameter zona hambat pada

paper disc.

F. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah tanaman Jarak tintir (Jatropha multifida L.) yang terdapat pada Kebun Tanaman Obat Kampus III Universitas Sanata Dharma dan Ngekong, Gayamharjo, Prambanan, Sleman. Sedangkan untuk

sampel dari penelitian ini adalah getah Jarak tintir (Jatropha multifida L.) dan daun Jarak tintir (Jatropha multifida L.).

G. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni - Juli 2013, di Laboratorim

Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan Matematika dan IPA, Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan Laboratorium

Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta .

H. Alat dan Bahan Penelitian

Peralatan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.1

Tabel 3.1 Daftar Alat Penelitian

No. Nama Alat Jumlah

1. Cawan Petri 40 buah

2. Beker Glass 1 L 1 buah

3. Paper disc 100 buah

(50)

5. Tabung Reaksi 20 buah

15. Sarung tangan Latex Secukupnya

16. Vortex 1 buah

24. Microbacterial Safety Cabinet 1 unit

25. Kertas Payung Secukupnya

(51)

33. Bunsen 3 buah

34. Perferator 1 buah

35. Kulkas 1 buah

36. Pinset 1 buah

37. Penjepit 1 buah

Bahan-bahan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.2

No. Nama Bahan Jumlah

1. Nutrient Agar Oxoid 50 Gram

2. Aquades steril 1 Liter

3. Aquades 3 Liter

4. Daun Jarak Tintir Secukupnya

5. Getah Jarak Tintir Secukupnya

6. Ethanol 96% 1 Liter

7. Biakan murni Staphylococcus aureus

1 tabung

8. Povidone iodine 10 % 50 ml

I. Langkah-langkah Penelitian

Penelitian ini terbagi menjadi 3 tahap yaitu, tahap persiapan, tahap

pelaksanaan, tahap perlakuan.

1. Tahap Persiapan

Tahap persiapan adalah tahap inventaris alat dan bahan yang dibutuhkan

dalam penelitian. Pengumpulan bahan ekstrak dari Kebun Obat dengan cara

pengambilan daun yang dalam kondisi baik untuk digunakan dalam penelitian.

(52)

2. Tahap Pelaksanaan a. Sterilisasi

Sterilisasi dalam mikrobiologi adalah suatu proses untuk mematikan semua

organisme yang terdapat pada atau di dalam suatu benda (Hadioetomo,1985 dalam

Dewi 2010). Pratiwi (2008) menyampaikan bahwa metode sterilisasi panas

merupakan metode yang paling dapat dipercaya dan banyak digunakan. Metode

sterilisasi panas dengan uap air disebut metode sterilisasi panas basah. Sterilisasi

panas basah menggunakan temperatur di atas 1000C dilakukan dengan uap yaitu

autoklaf. Alat-alat yang akan digunakan dalam penelitian ini harus disterilkan, hal ini ditujukan agar alat-alat yang digunakan steril dari mikroba sehingga tidak

mengkontaminasi media atau kultur. Sterilisasi dilakukan pada alat-alat yang

berbahan kaca, alat-alat tersebut disterilkan dengan menggunakan autoklaf. Sterilisasi dilakukan pada tekanan 1 atm, suhu 1210C selama 15 menit. Media NA

yang akan digunakan untuk mengkulturkan bakteri juga harus dalam kondisi

steril, perlakuanya sama dengan sterilisasi alat hanya lama waktu autoklafnya

yang berbeda jika alat selama 15 menit, untuk sterilisasi media cukup dengan 10

menit. Untuk alat-alat yang tidak tahan panas dapat disterilisasi dengan

penyemprotan alkohol atau pembakaran dengan bunsen.

b. Ekstraksi Daun dan Penyulingan Getah

1) Ekstraksi Daun

Ekstraksi merupakan proses pengambilan sari yang berkhasiat atau zat tertentu

yang ada pada tanaman herbal atau hewan. Menurut Voigt (1995) ekstraksi

adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah

(53)

untuk menyari diantaranya air, ester, dan campuran etanol dengan air (Voight,

1995). Ektraksi biasanya dilakukan dengan melarutkan bahan yang akan dibuat

substrat dengan pelarut tertentu. Tujuan dari dilakukannya ekstraksi adalah

mendapatkan komponen kimia yang diperoleh dari bahan.

a)Pembuatan Ekstrak Daun Jarak tintir (Jatropha multifida L.)

Daun Jarak tintir (Jatropha multifida L.) dicuci bersih dengan aquades kemudian ditumbuk, diperas untuk mendapatkan sarinya. Setelah didapatkan

pedoman konsentrasi kemudian dibuat seri pengenceran dengan aquades steril.

Ektrak pekat daun jarak tintir (Jatropha multifida L.), dibuat lima konsentrasi yaitu 5%, 10%, 25%, 50%, 100% dengan pengenceran menggunakan aquades

steril. Setiap konsentrasi dibuat dengan menambahkan aquades steril sampai

mencapai volume 10 ml, kecuali pada konsentrasi 100% yang merupakan ektrak

murni. Volume ekstrak yang yang digunakan untuk penelitian dapat dilihat dalam

tabel di bawah ini.

Tabel 3.3 : Volume ekstrak daun yang digunakan untuk membuat stok konsentrasi ekstrak.

Nilai Konsentrasi (%) Ekstrak Pekat Daun Jarak

Tintir ( ml)

5 0,5

10 1

25 2,5

50 5

(54)

2) Penyulingan Getah

Getah didapatkan dengan memotong tangkai daun dan memisahkannya dari

batang sehingga didapatkan getah Jarak tintir (Jatropha multifida L.) selain itu bisa juga dengan memotong batang yang muda dimana banyak terdapat getah.

Dalam menyuling getah diusahakan agar tidak terkontaminasi. Volume getah

yang digunakan untuk penelitian dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

Tabel 3.5 : Volume getah yang digunakan untuk membuat stok konsentrasi getah.

Nilai Konsentrasi (%) Getah Jarak Tintir ( ml)

5 0,5

10 1

25 2,5

50 5

100 10

c. Pembuatan Media Kultur Bakteri

“Media mempengaruhi ukuran zona melalui efeknya terhadap kecepatan pertumbuhan organisme, kecepatan difusi obat antimikroba, dan aktivitas obat. Penggunaan media harus sesuai dengan metode tersebut “(Vandepitte, 2011 :112). Media yang akan digunakan untuk mengkulturkan bakteri Staphylococcus aureus adalah media NA, sebelum sterilisasi dilakukan pengukuran pH terhadap media kultur. Bila belum sesuai pengaturan pH bisa dilakukan dengan

penambahan HCl atau NaOH. NA Oxoid dipanaskan dengan pemanas

dicampurkan pada aquades dengan perbandingan, 500 :10 yaitu untuk membuat

NA sebanyak 500 ml maka memerlukan Nutrient agar oxoid sebanyak 10 gram.

(55)

NA tidak bisa langsung digunakan melainkan harus disterilkan terlebih dahulu

dengan autoklaf. Media NA pada cawan petri yang digunakan sebagai media

kultur untuk menguji aktivitas antibakteri berisi masing-masing 10 ml. Sedangkan

media yang akan digunakan sebagai media kultur bakteri agar miring pada tabung

reaksi adalah masing-masing 5 ml. Media NA agar miring digunakan untuk

meremajakan bakteri biakan murni.

3. Tahap Perlakuan

a. Pengujian Aktivitas Antibakteri dengan Media Difusi Agar

Metode difusi agar spread plate secara aseptis digunakan untuk mengetahui aktivitas antibakteri. Media NA steril sebanyak 10 ml dalam cawan petri di

inokulum bakteri sebanyak 0,5 ml. Inokulum yang dipakai adalah inokulum pada

konsentrasi 10-8cfu/mL. Setelah inokulum dimasukkan maka inokulum diratakan

menggunakan batang L, perlakuan ini juga dilakukan dengan aseptis. Area cawan

petri dibagi menjadi 3 kuadran, yang terdiri dari kontrol negatif, kontrol positif,

dan perlakuan, hal ini dilakukan agar tidak terjadi tumpang tindih pertumbuhan

atau penghambatan bakteri. Paper disc yang sudah direndam selama 10 menit

dalam ekstrak konsentrasi tertentu dimasukan ke dalam media yang sudah

diinokulum, paper disc diambil menggunakan pinset dibiarkan sesaat sebelum

dimasukkan ke dalam cawan petri sehingga dapat berdifusi ke dalam media

sekitarnya. Selanjutnya media tersebut di inkubasikan selama 1 hari (24 jam)

dalam incubator dengan suhu 370C, setelah itu dilihat dan diukur diameter zona

hambat yang mengelilingi paper disc tersebut dengan jangka sorong. Pada suhu

370C karena pada suhu tersebut tidak mengalami perpanjangan fase lag pada

pertumbuhan bakteri dan viabilitas bakteri tidak menurun. Selama 24 jam karena

(56)

antibakteri pada pertumbuhan bakteri, biasanya terlihat lebih bening daripada

daerah sekitarnya. Ukuran zona jernih tergantung kepada kecepatan difusi

antimikroba, derajat sensitifitas, mikroorganisme dan kecepatan pertumbuhan

bakteri (Anonim, 2011). Keefektifan ekstrak dilihat dari zona hambat yang

didapat.

b. Pengujian Nilai MIC atau KHM

Ada dua macam metode dilusi yaitu metode dilusi cair dan metode dilusi

padat. Pada penelitian ini menggunakan metode dilusi padat. Konsentrasi ekstrak

daun dan getah jarak tintir adalah 5%, 10%, 25%, 50%, 100%, ditambah 1

kelompok kontrol positif, kontrol negatif, dan kontrol media. Konsentrasi minimal

yang di dapat dari uji aktivitas digunakan sebagai acuan untuk menentukan

konsentrasi yang akan digunakan dalam pengujian nilai MIC atau KHM.

Pengujian dilakukan dengan metode dilusi padat, metode ini dilakukan dengan

cara penanaman bakteri secara pourplate atau cawan tuang. Prosedur pourplate

adalah dengan mendinginkan media kultur yang sudah disterilkan dalam tabung

reaksi sampai dengan suhu 450C, kemudian dituangkan ke dalam cawan petri

yang sudah berisi mikroba uji dan sampel ekstrak (Cappuccino,2008). Media

kultur yang digunakan adalah 10 ml, sedangkan bakteri uji yang digunakan adalah

bakteri uji pada konsentrasi 10-8cfu/mL yang di vortex dahulu sebelum digunakan

sebanyak 0,5 ml sampel ekstrak sebanyak 0,5 ml. Setelah pourplate dilakukan langkah selanjutnya adalah menginkubasinya selama 24 jam dalam suhu 370C,

penentuan nilai MIC atau KHM dilihat dari konsentrasi terendah yang medianya

(57)

c. Pengujian MBC atau KBM

Metode streak dengan cottonbude steril dilakukan untuk menegaskan nilai

MBC yang diperoleh dari media yang digunakan dalam uji MIC. Metode

streakplate dilakukan dengan cara menggoreskan bakteri uji pada permukaan

media agar menggunakan jarum ose yang dibagi menjadi 3 kuadran, kerapatan

goresan pada masing-masing kuadran berbeda berturut rapatnya mulai dari

kuadran pertama hingga kuadran ketiga.

Setelah di dapatkan nilai MIC atau KHM langkah selanjutnya adalah memilih

2 konsentrasi paling besar dalam uji MIC atau KHM yang mampu menghambat

pertumbuhan bakteri , hal tersebut di tandai dengan media yang tidak ditumbuhi

oleh bakteri. Dua media paling jernih dibandingkan dengan menstreakan cotton

bud steril pada media kultur baru kemudian diinkubasi selama 24 jam dalam suhu

370C, media kultur yang tidak ditumbuhi bakteri tersebutlah yang menjadi MBC

atau KBM.

J. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan menggunakan dengan program

SPSS. Untuk mendapatkan data awal maka dilakukan uji normalitas dan uji

homogenitas. “Uji normalitas untuk mengetahui normalitas distribusi data, jika jumlah data cukup banyak dan penyebarannya tidak 100% normal, maka kesimpulan yang ditarik berkemungkinan salah” (Irianto, 2004: 273). Uji homogenitas adalah pembandingan data yang sejenis.

Untuk mengetahui adanya pengaruh ekstrak yang diuji terhadap pertumbuhan

(58)

melakukan analisa Post Hoc untuk uji Kruskal Wallis adalah Uji Mann-Whitney (Dahlan, 2009). Uji regresi linier dilakukan untuk mengetahui pengaruh

(59)

37

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Identifikasi Tanaman Jarak Tintir (Jatropha multifida L.)

Diketahui ciri-ciri tanaman Jarak Tintir (Jatropha multifida L.) yaitu memiliki buah berbiji. Mula-mula berwarna hijau akan berubah menjadi

berwarna kuning selanjutnya berwarna hitam namun tidak pecah atau

merekah. Ranting tebal, gundul dan berair, panjang daun 5-15 cm dan 6-16

cm, memiliki 3-5 sudut, dan panjang tangkai daun 3,5 – 15 cm sampai 30

cm serta memiliki ujung runcing. Kelopak bunga berwarna merah,

berbentuk lonjong, panjangnya 6-7 cm dan memiliki 3 rusuk yang

membujur. Ciri-ciri tanaman Jarak Tintir (Jatropha multifida L.) yang diperoleh dari Kebun Obat Kampus III Universitas Sanata Dharma dan

Ngekong, Gayamharjo, Prambanan, Sleman yang digunakan dalam

penelitian sesuai dengan kunci determinasi Flora of Java (Backer, 1965)

2. Ekstrak Daun dan Getah Jarak Tintir (Jatropha multifida L.) a. Ekstrak Daun Jarak Tintir (Jatropha multifida L.)

Dalam pengambilan sampel memerlukan cara dan penanganan khusus

pada masing-masing bahan. Karena setiap bahan yang akan digunakan

mempunyai karakteristik dan perlakuan masing-masing. Cara pengolahan

dan pengambilan diketahui bahwa daun (Folium) diambil yang tua (bukan

daun kuning) dan daun kelima dari pucuk. Daun dipetik satu persatu

Gambar

Tabel 3.3 Volume ekstrak daun yang digunakan untuk membuat stok konsentrasi
Gambar  2.1 : Tanaman Jarak Tintir (Jatropha multifida L .)
Gambar 2.2 : Daun Jarak Tintir
Gambar 2.3 : Bunga Jarak Tintir dan Biji yang masih muda
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti melakukan penelitian uji aktivitas antibakteri menggunakan ekstrak n-heksan daun Jatropha gossypifolia terhadap pertumbuhan

Pada jam ke-1-5 ketiga dosis ekstrak etanol daun jarak tintir belum mempunyai efek diuretik,. karena nilai Lipschitznya kurang

ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN ADAS (Foeniculum vulgare Mill.) TERHADAP Staphylococcus aureus ATCC 6538 DAN Escherichia coli ATCC 11229 SECARA IN VITRO. Latar Belakang:

Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Darmawi dkk, mengenai uji daya hambat getah jarak cina ( Jatropha multifida L.) terhadap

Hasil penelitian diketahui bahwa getah jarak tintir memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan nilai KHM berturut –

Seperti yang terdapat pada tumbuhan jarak pagar yang mempunyai beragam manfaat mulai dari daun hingga getah, serta aktivitas getah tumbuhan jarak pagar sebagai antibakteri

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan konsentrasi hambat minimum dan waktu kontak efektif getah pohon yodium ( Jatropha multifida Linn ) untuk menghambat pertumbuhan bakteri

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Belimbing Wuluh ( Averrhoa Bilimbi Linn) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus Aureus Penyebab Infeksi Nifas.. Care: Jurnal Ilmiah