• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Tingkat Pengetahuan

2.1.1 Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu seseorang yang dapat terjadi setelah individu tersebut melakukan pengindraan terhadap obyek tertentu. Penginderaan tersebut yang dimaksud melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba. Pengetahuan dapat diperoleh melalui mata dan telinga dengan proses melihat dan mendengar pada setiap individu (Notoatmodjo 2010 dalam (Sanifah, 2018). Proses pengalaman seseorang, serta proses belajar dalam pendidikan formal maupun informal yang didapatkan individu dalam memahami sebuah pengetahuan (Roman sumari, Merlis Simon, 2018).

Pengetahuan merupakan pemahaman teoritis serta praktis dari tahu sampai bagaiamana (know-how) yang dimiliki manusia, pengetahuan yang dimiliki individu manusia penting bagi intelegensi orang tersebut (Sanifah, 2018). Pengetahuan dalam seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda- beda. Menurut garis besarnya, pengetahuan sendiri dibagi dalam 6 tingkatan meliputi :

1. Tahu (know)

Menurut Notoatmodjo (2007) dalam (Muhammad, 2016), tahu diartikan sebagai rasa memanggil (recall), dimana memori yang telah ada sebelumnya selesai mengamati sesuatu atau sebagai tahap mengingat suatu materi yang telah

(2)

dipelajari oleh individu sendiri. Tahap tahu ini juga tahap paling kecil atau tahap rendah dari sebuah tingkatan pengetahuan.

2. Memahami (comprehension)

Suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar terkait objek tertentu.

Individu yang memahami suatu objek dapat menjelaskan, menyebutkan serta menyimpulkan dari apa yang telah dipelajari pada objek tersebut (Notoatmodjo, 2007 dalam (Muhammad, 2016).

3. Aplikasi (application)

Menurut Wawan & Dewi (2010), aplikasi merupakan kemampuan untuk menggunakan dan mengaplikasikan serta menerapkan prinsip yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang ada. Setelah individu memahami suatu proses, individu harus mampu membuat strategi perencanaan untuk melaksanakan dari proses tersebut.

4. Analisis (analysis)

Kemampuan individu dalam menjelaskan serta memisahkan suatu komponen yang kemudian mencari hubungan dari antar komponen tersebut (Wawan &

Dewi, 2010).

5. Sintesis (synthesis)

Kemampuan yang digunakan untuk merangkum suatu hubungan secara logis, dari komponen pengetahuan yang telah dimiliki individu dengan kata lain sintesis sebagai kemampuan menyusun formulasi baru (Notoatmodjo, 2007 dalam (Muhammad, 2016).

6. Evaluasi (evaluation)

Kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap objek. Penilaian yang didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan baik secara mandiri maupun

(3)

norma yang berlaku dilingkungan masyarakat. Dalam pengukuran tingkat pengetahuan, dapat dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara atau angket kuesioner mengenai materi yang di ukur kepada responden penelitian (Sanifah, 2018).

2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan

Faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang individu sebagai berikut, yaitu :

1. Tingkat Pendidikan Individu

Menurut Sukanto (2000) dalam (Bagus, 2016), upaya untuk dapat memberikan tambahan pengetahuan, sehingga akan terjadi perubahan perilaku yang baik atau positif pada diri individu.

2. Informasi

Individu dengan sumber informasi yang kuat dan mendukung dapat mempunyai tingkat pengetahuan atau wawasan yang cukup lebih luas (Sukanto, 2000 dalam Bagus, 2016).

3. Budaya

Menurut Sukanto (2000) dalam (Bagus, 2016), perilaku kelompok masyarakat atau individu sendiri dalam memenuhi kebutuhan yang meliputi kepercayaan sumber pengetahuan

4. Pengalaman Individu

Merupakan sesuatu yang pernah dialami oleh seseorang yang dapat menambah serta meningkatkan pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat informal selain dari segi formal (Sukanto, 2000 dalam Bagus, 2016).

(4)

5. Usia Individu

Usia, mempengaruhi daya tangkap dan pola fikirnya setiap individu. Dengan semakin bertambahnya usia, akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola fikir seseorang. Tetapi, ada saatnya daya tangkap dan pola fikir seseorang tersebut menurun ketika usia beranjak lebih dari 40 tahun (Astutik, 2013 dalam Sanifah, 2018).

6. Faktor Lingkungan

Menurut Astutik (2013) dalam (Sanifah, 2018), faktor dari lingkungan sangat berpengaruh pada proses penyerapan pengetahuan manusia yang berada dalm suatu lingkungan tertentu. Dengan demikian, hal ini terjadi dikarenakan adanya interaksi yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu manusia.

2.1.3 Pengukuran Pengetahuan

Terdapat dua macam pertanyaan yang bisa digunakan untuk mengukur pengetahuan secara umum yaitu pertanyaan subjektif, pertanyaan subjektif digunakan untuk jenis pertanyaan essay, penilaian yang melibatkan faktor subjektif ini dari penilai yang sehingga hasil nilai akan berbeda dari setiap penilai dan dari waktu ke waktu. Sedangkan pertanyaan objektif, pertanyaan yang dengan jenis seperti, pilihan ganda (multiple choice), benar atau salah serta pertanyaan bersifat menjodohkan yang dapat dinilai secara pas oleh sang penilai (Arikunto, 2010 dalam Sanifah, 2018).

Pengukuran tingkat pengetahuan dapat dikategorikan menjadi tiga hasil yaitu pengetahuan kategori baik apabila responden dapat menjawab dengan prosentase 76%-100% dengan benar dari total jawaban pertanyaan, pengetahuan kategori cukup apabila responden dapat menjawab dengan

(5)

prosentase 56%-75% dengan benar dari total jawaban pertanyaan, dan pengetahuan kategori kurang apabila responden dapat menjawa dengan prosentase <56% dari total jawaban pertanyaan (Arikunto, 2010 dalam Sanifah, 2018).

2.2 Konsep Masa Pubertas

2.2.1 Pengertian Pubertas

Merupakan masa ketika seorang anak akan mengalami perubahan, baik fisik, psikis, sampai kematangan fungsi seksual (Latifah et al., 2016). Pubertas, suatu periode dimana kematangan kerangka dan seksual setiap individu terjadi dengan pesat terutama pada masa remaja awal, pubertas biasanya akan berlangsung pada usia 13-20 tahun. Kematangan seksual, rangkaian dari berbagai perubahan yang terjadi pada masa remaja yang ditandai perubahan pada seks primer (Primary Sex Characteristics), dan perubahan seks sekunder (Secondary Sex Characteristics)

(Kusumawati, 2018).

Pubertas salah satu tahap dalam kehidupan seorang remaja yang lebih dilandasi terkait dengan perubahan fisik dan perkembangan kebutuhan psikologisnya. Pertumbuhan yang terjadi sebagai bagian dari perubahan individu remaja menekankan pada aspek fisik yang diartikan dengan perubahan fisiologis dan bersifat secara langsung dan progresif dalam periode tertentu (Sumari &

Merlis Simon, 2018). Perubahan yang terjadi selama masa pubertas, dipengaruhi oleh faktor neurohormonal yang memodulasi pertumbuhansomatis dan pembentukan organ seksual . semua mekanisme yang terjadi pada masa pubertas merupakan hasil dari aktivasi dari jalur hipotalamus-hipofisis-gonad yang

(6)

bertanggung jawab terhadap perubahan-perubahan baik biologis, morfologis, dan psikologis selama masa pubertas (Manaf, 2011).

Pertumbuhan merupakan terjadinya perubahan yang menyangkut segi kuantitatif, ditandai adanya peningkatan ukuran fisik dan dapat diukur.

Sedangkan, untuk perkembangan ialah perubahan yang terjadi dan menyangkut aspek baik kualitatif maupun kuantitatif sendiri pada individu (Kusmiran, 2013).

Masa peralihan dari masa anak menuju masa dewasa terjadi perubahan baik dalam fisik maupun psikis. Perubahan tersebut dapat mengakibatkan serta mengganggu batin remaja. Dimana, pada kondisi perubahan remaja tersebut rawan dalam menjalani proses pertumbuhan dan perkembangan. Perubahan fisik yang bermakna sampai pubertas akan berakhir dan berhenti ketika memasuki usia dewasa. Pada tahap pubertas, seringkali perkembangan yang berbeda dengan teman sebaya dapat membuat remaja risau (Latifah et al., 2016).

2.2.2 Tahapan Masa Pubertas

Menurut Wong, et al (2009) dalam (Multazam, 2018), masa pubertas diusia remaja akan berlangsung secara bertahap yaitu :

Tabel 2.1 Tahapan Masa Pubertas

Masa Pra Pubertas Masa Pubertas Masa Pasca Pubertas Masa pra pubertas,

terjadi pada periode sekitar dua tahun sebelum masa pubertas datang, ketika anak pertama kali mengalami ciri-ciri perubahan fisik yang menandakan terjadinya kematangan seksual pada dirinya.

Titik dari pencapaian yang terjadi pada kematangan seksual, ditandai dengan datangnya menstruasi pertama kali atau menarche pada remaja putri.

Periode yang akan terjadi pada satu sampai dua tahun setelah masa pubertas datang, yang pertumbuhan tulang telah lengkap dan fungsi dari sistem reproduksinya terbentuk dengan baik

(7)

2.2.3 Perubahan Fisik Pada Usia Remaja

Perubahan dari segi fisik pada masa remaja di fase pubertas meliputi : 1) Remaja Perempuan

Perubahan fisik, yang terjadi pada perempuan dapat dimulai dari fisik payudara dan merupakan tanda awal pubertas. Dimana, area putting dan sekitarnya membesar, rambut pubis mulai tumbuh, rambut ketiak, mulai berproduksi keringat karena perkembangan pada kelenjar apokrin yang menyebabkan keringat bau yang khas. Terjadi peluruhan dinding rahim atau menarche, suara menjadi lebih halus dan tinggi, paha membulat dan pinggul

semakin membesar dan melebar (Kusmiran, 2013).

2) Remaja laki-laki

Yang terjadi pada individu laki-laki dari kemaluan seperti penis yang mengalami perkembangan, skrotum dan testis mulai membesar, tumbuhnya rambut disekitar pubis, dapat terjadi ejakulasi, tumbuhnya rambut diketiak, perut hingga dada, badan akan lebih berotot terutama pada bahu dan dada, suara bertambah besar, pertambahan dalam berat dan tinggi badannya (Kusmiran, 2013; Direktorat Bina Kesehatan Anak, 2016)

2.2.4 Permasalahan Yang Timbul Usia Remaja Pubertas

Berbagai problematika atau permasalahan dihadapi remaja sangatlah kompleks. Masalah pada individu remaja dapat bersumber dari :

1. Faktor Remaja Sendiri

Ketika emosi, umumnya remaja malu dalam mengemukakan dan menyampaiakan pendapatnya, tidak mau dicela, dan rasa keinginan

(8)

untuk benar sendiri. Pada perubahan pribadi, tidak menyukai sikap sombong, sulit untuk berbaur dengan orang yang asing atau orang baru, malu untuk tampil dimuka publik atau umum. Sehingga, sangatlah penting untuk mereka tidak menarik diri dan meminimalkan fikiran yang kacau. Kesehatan, perubahan pada fisik, larangan merokok dari orangtua dan guru, perilaku seks. Masalah inilah yang dapat menjadi sumber konflik dalam diri remaja dikarenakan secara fisik remaja sudah dapat melakukan hubungan seks dengan mencoba- coba (Direktorat Bina Kesehatan Anak, 2016).

2. Lingkungan sosial disekitar individu remaja

Pertentangan antara remaja dan orangtua. Dimana, mungkin orangtua terlalu bersikap otoriter dan bisa jadi belum banyak mengetahui serta memperhatikan tentang tumbuh kembang remaja. Dilingkungan sekolah, juga sangat berperan dan berpengaruh dalam memberikan dan menanamkan nilai kepribadian selain ilmu pengetahuan yang didapat oleh remaja.

3. Penyediaan sarana hiburan dan olahraga untuk aktivitas remaja selain berpendidikan (Direktorat Bina Kesehatan Anak, 2016).

2.2.5 Pembekalan Pengetahuan Remaja Terkait Kesehatan Reproduksi Remaja

Terdapat beberapa hal penting yang perlu diberikan sebagai bekal remaja dalam kesehatan reproduksi dalam memasuki masa peralihan, meliputi :

(9)

1. Perkembangan dan perubahan terkait fisik, kejiwaan, serta kematangan seksual remaja

Pemberian pengetahuan tentang perubahan yang terjadi dimasa remaja akan memudahkan mereka untuk memahami serta mengatasi berbagai keadaan yang membingungkan pada dirinya sendiri. Informasi terkait masalah kewanitaan yang berhubungan dengan menstruasi dan mimpi basah pada laki-laki perlu diperoleh untuk setiap remaja itu sendiri (Kumalasari, 2012).

2. Proses bereproduksi yang bertanggung jawab

Individu manusia, secara biologis mempunyai kebutuhan dalam seksual.

Dalam hal ini, remaja sangat perlu mengendalikan naluri seksual dan mengalihkan pada kegiatan positif seperti melakukan aktivitas olahraga hingga mengembangkan minat bakat serta hobi yang positif dimilikinya karena remaja memiliki karakteristik rasa ingin tahu yang tinggi dan ingin mencoba hal baru (Sirupa, 2016)

3. Pergaulan yang sehat antara remaja perempuan dan remaja laki-laki serta kewaspadaan terhadap permasalahan remaja yang banyak dijumpai Individu remaja memerlukan informasi yang sangat kompleks sehingga dapat berperilaku positif dan menghindari hal negatif yang tidak diinginkan (Herwati, 2017)

2.2.6 Gangguan dan Masalah Kesehatan Reproduksi pada Perempuan

Permasalahan yang dapat terjadi dan berhubungan dengan sistem reproduksi yaitu :

(10)

1. Hipermenorea atau menoragia

Peluruhan menstruasi yang lebih banyak dari normalnya, yang biasanya lebih dari 80 ml dan waktu menstruasi dalam jangka waktu lebih lama (lebih dari 8 hari) dan disertai dengan bekuan darah sewaktu menstruasi.

Keadaan ini disebabkan karena endometrium atau dinding rahim mengalami infeksi atau yang disebut endometritis, dapat juga disebabkan karena kelainan hormone endokrin akibat dari kelainan kelenjar tiroid dan kelenjar adrenal (Kumalasari 2012).

2. Hipomenorea

Merupakan perdarahan menstruasi yang lebih pendek dan atau lebih kurang dari biasanya. Keadaan hipomenorea dapat disebabkan karena endometrium atau dinding rahim kurang subur akibat dari kekuarangan asupan gizi, penyakit menahun serta gangguan hormonal (Sinaga, 2017).

3. Amenorea

Merupakan masalah kesehatan reproduksi pada perempuan yang ditandai dengan tidak datangnya menstruasi selama tiga bulan berturut-turut.

Amenorea dibagi menjadi dua klasifikasi yaitu amenorea fisiologis dan amenorea patologis. Amenorea fisiologis terjadi sebelum remaja menarche dan pada saat kehamilan, menyusui serta menopause. Sedangkan, amenorea patologis terdiri dari dua jenis yaitu amenorea patologis primer dan sekunder. Amenorea patologis primer apabila belum pernah dating menstruasi sampai remaja usia 18 tahun yang kemungkinan dapat disebabkan karena pubertas terlambat, kegagalan dari fungsi indung telur, hymen imperforate sumbatan keluarnya darah haid. Amenorea patologis sekunder apabila berhenti menstruasi setelah remaja menarche

(11)

atau pernah mengalami menstruasi tetapi berhenti berturut-turut selama tiga bulan yang dapat disebabkan karena stress dan depresi, obat-obatan, gangguan hipofisis atau hipotalamus (Sinaga, 2017)

4. Keadaan premenstrual syndrome

Biasanya remaja putri dapat mengalami gejala yaitu gangguan emosional yang tidak stabil, suka gelisah sendiri, gangguan tidur, perut menjadi kembung, mual, muntah, disertai gejala fisik seperti payudara sakit terkadang nyeri dan tegang (Kumalasari, 2012).

5. Dimenorea

Keadaan dimana terjadi kram perut atau nyeri, yang disebabkan karena kontraksi rahim selama menstruasi. Dismenorea atau kram haid dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu primer dan sekunder. Nyeri haid atau dismenorrea primer disebabkan karena faktor gangguan psikis yang meliputi emosional yang tidak terkontrol, ketakutan, rasa bersalah.

Faktor endokrin meliputi turunnya kadar progesterone pada akhir fase corpus luteum dan peningkatan kadar prostaglandin. Sedangkan, dismenorea

sekunder disebabkan karena endometriosis, fibroid, peradangan pada saluran tuba fallopi, pemakaian alat kontrasepsi atau KB seperti IUD (Sinaga, 2017).

(12)

2.3 Konsep Kecemasan atau Ansietas

2.3.1 Pengertian Kecemasan

Merupakan dimana reaksi yang normal terhadap stress, dan ancaman bahaya. Kecemasan juga reaksi emosional terhadap persepsi adanya bahaya, baik nyata maupun yang belum tentu ada. Kecemasan atau ansietas serta ketakutan sering digunakan dan dimaknai dalam arti yang sama. Akan tetapi, jika ketakutan biasanya merujuk adanya ancaman yang spesifik, sedangkan kecemasan merujuk dalam hal adanya ancaman yang hanya berdasarkan hasil asumsi saja yang belum tentu hal tersebut benar adanya (Priyoto, 2015).

Kecemasan atau dengan kata lain disebut ansietas, keadaan suasana perasaan (mood) individu yang ditandai dengan gejala jasmaniah seperti ketegangan fisik dan kekhawatiran tentang masa depan (Suyamti &

Hastuti, 2018). Sebuah emosi dan pengalaman subjektif dari seseorang individu dengan suatu keadaan yang membuat seseorang tidak nyaman dan terbagi dalam beberapa tingkatan (Wati, 2015). Ansietas dapat bersumber dari ketidakmampuan diri individu dalam menghadapi suatu keadaan tertentu serta pandangan yang negatif akan lingkungan serta dirinya sendiri (Suyamti & Hastuti, 2018).

Individu yang mengalami gangguan kecemasan dapat mengalami rasa kekhawatiran yang tidak nyata atau palsu sehingga dapat menyebabkan stimulus atau situasi kondisi ketika datang yang tidak bahaya dianggap menjadi berbahaya. Pada cemas, memiliki komponen kognitif serta komponen afektif, dimana ketika individu merasakan cemas akan memiliki rasa bahwa sesuatu yang negatif tersebut atau buruk akan terjadi dan tidak

(13)

dapat untuk diatasi dengan mengubahnya (Meiliyani et al., 2018).

Memasuki masa remaja kelak, diawali dengan remaja tersebut dihadapkan pada keadaan yang memerlukan penyesuaian, sehingga dapat menerima perubahan-perubahan yang akan terjadi (Alifariki, 2018).

2.3.2 Tingkatan Kecemasan (ansietas)

Tingkatan kecemasan sendiri terbagi menjadi empat tingkat yaitu : 1. Tingkat ringan

Menurut Stuart dan Sundeen (2007) dalam Fitria (2013), kecemasan yang berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari setiap individu, menyebabkan seseorang menjadi waspada sehingga meningkatkan lahan persepsinya. Ansietas dalam ini memotivasi belajar yang menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas

2. Tingkat sedang

Pada tingkatan ini, memungkinkan individu untuk memusatkan pada hal yang menurutnya penting dan mengesampingkan yang lain. Sehingga individu mengalami perhatian secara selektif dan dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah (Annisa, 2016)

3. Ansietas berat

Menurut Stuart dan Sundeen (2007) dalam Fitria (2013), dalam tingkatan berat, sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Individu dapat cenderung memusatkan terhadap sesuatu yang terinci, spesifik, dan tidak dapat berfikir tentang hal lainnya. Semua perilaku individu ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Sehingga, sangat memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu hal lain.

(14)

4. Tingkat Panik

Tingkat ini pada seseorang berhubungan dengan terperangah, ketakukan hingga terror. Individu tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan, melibatkan disorganisasi kepribadian yang meningkatkan aktivitas motoriknya, menurunkan kemampuan berhubungan dengan orang lain, hingga persepsi menyimpang sampai kehilangan pemikiran yang rasional (Annisa, 2016)

2.3.3 Tanda dan Gejala Kecemasan

Menurut Fitria (2013), individu yang mengalami kecemasan memiliki tanda dan gejala, meliputi :

Tabel 2.2 Tanda dan Gejala Kecemasan atau Ansietas

Perilaku Afektif Fisiologis Kognitif

1. Produktivitas Menurun 2. Selalu

mengamati dan waspada

3. Kontak mata buruk

4. Individu merasa gelisah

5. Pergerakan anggota tubuh yang berlebihan 6. Perhatian

berkaitan dengan mengubah peristiwa dalam hidup

7. Menjadi insomnia

1. Individu merasa menyesal

2. Iritabel

3. Kesedihan yang mendalam 4. Ketakutan,

gugup 5. Nyeri

6. Ketidakpastian 7. Ketidakberdayaa

n meningkat secara menetap 8. Kekhawatiran 9. Individu fokus

pada diri sendiri 10. Perasaan tidak

adekuat 11. Cemas

1. Suara bergetar 2. Tangan tremor 3. Pernafasan meningkat

4. Nadi meningkat

5. Nyeri abdomen 6. Gangguan tidur

7. Jantung berdebar-debar

8. Wajah tegang 9. Tekanan darah meningkat

1. Hambatan untuk berfikir

2. Individu mengalami bingung

3. Lapang persepsi menurun

4. Individu cenderung

menyalahkan orang lain

5. Individu sulit berkonsentrasi

6. Kemampuan menyelesaikan masalah berkurang

(15)

2.3.4 Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan

Faktor yang dapat mempengaruhi kecemasan, yaitu : 1. Dari Faktor Internal

1) Pengalaman Individu

Apabila Individu yang memiliki pengalaman terdahulu terhadap permasalahan akan lebih mampu beradaptasi serta berinteraksi dengan lingkungan yang tidak begitu sulit untuk menjalani suatu masalah yang datang (Saputri, 2016).

2) Respons terhadap stimulus yang datang

Kemampuan tiap individu dalam menelaah rangsangan atau besarnya rangsangan yang diterima akan mempengaruhi kecemasan yang timbul (Saputri, 2016)

3) Faktor Usia

Menurut Priyoto (2015), faktor usia individu lebih muda akan kesulitan dalam mengelola permasalahan yang sedang dialaminya, berbeda dengan orang yang lebih tua dan sudah berpengalaman karena memiliki cara pandang yang lebih luas, sehingga mampu dalam menghadapi masalah.

4) Jenis kelamin atau gender

Pada individu perempuan lebih rentan terjadinya cemas, akan ketidakmampuannya dalam mengelola dan merespon, dibandingkan dengan laki-laki yang lebih aktif serta eksploratif dan perempuan lebih sensitif (Priyoto, 2015).

(16)

5) Pengetahuan

Individu dengan pengetahuan yang cukup dan baik akan lebih siap terbuka terhadap orang lain. Pengetahuan yang baik akan mengurangi kecemasan yang dialami oleh remaja putri dalam mengahadapi pubertas terutama ketika menstruasi (Widodo, 2017).

2. Dari Faktor Eksternal

1) Dukungan Setiap Keluarga

Adanya dukungan terhadap individu menyebabkan seseorang lebih siap dan respon baik dalam menghadapi ancaman atau permasalahan (Priyoto, 2015).

2) Kondisi Lingkungan Sekitar

Lingkungan yang positif akan membuat individu siap dan didukung untuk menghadapi permaslahannya (Priyoto, 2015).

2.3.5 Jenis-Jenis Kecemasan Menurut Freud

Jenis kecemasan dibedakan menjadi 3 macam dalam penjabaran teori Freud (1894), sebagai berikut :

1. Kecemasan Realitas atau Objektif (Reality or Objective Anxiety)

Menurut Freud (1894) dalam (Wicaksono, 2019), bersumber dari adanya ketakutan terhadap bahaya yang dapat mengancam di dunia nyata, seperti ketakutan terhadap kebakaran, bencana alam, binatang buas. Macam kecemasan ini, individu dituntun untuk dapat berperilaku bagaimana menghadapi bahaya yang dapat mempengaruhinya

(17)

2. Kecemasan Neurosis (Neurotic Anxiety)

Cemas macam ini, sudah mempunyai dasar dimasa kecil. Ketika individu di masa tersebut, terkadang beberapa kali seseorang anak mengalami hukuman atau perilaku dari orangtua akibat pemenuhan kebutuhan kepribadian. Kecemasan neurosis, dapat muncul berupa ketakutan akan terkena hukuman karena memperlihatkan perilaku impulsif (Annisa, 2016)

3. Kecemasan Moral (Moral Anxiety)

Bersumber hasil dari konflik antara dorongan insting dan superegonya setiap individu. Apabila individu termotivasi, untuk mengekspresikan impuls instingtual yang aka berlawanan dengan nilai moral yang termaksud dalam superego maka, seseorang individu tersebut akan merasa malu atau bersalah (Annisa, 2016)

2.3.6 Strategi Koping Kecemasan

Strategi kecemasan dapat terbagi menjadi dua, yakni : 1. Reaksi yang berorientasi pada tugas

Upaya untuk disadari dan berorientasi pada tindakan, digunakan untuk memenuhi secara realistis tuntutan situasi stres seperti individu merubah atau untuk mengatasi hambatan pemenuhan kebutuhan, dan berkompromi untuk mengganti tujuan yang baik (Fitria, 2013).

2. Mekanisme pertahanan ego

Mekanisme ini dapat membantu untuk mengatasi cemas dalam tingkat ringan dan sedang. Akan tetapi, berlangsung tidak disadari oleh individu sendiri (Fitria, 2013).

(18)

2.3.7 Mekanisme Pertahanan Kecemasan

Mekanisme pertahanan yang dapat individu lakukan untuk mleawan kecemasan, antara lain :

1. Represi

Pelepasan sesuatu tanpa disengaja dari kesadaran (conscious), sebagai upaya penolakan tidak sadar terhadap sesuatu yang membuat individu merasa tidak masuk akal hingga menyakitkan untuk dilupakan (Annisa, 2016)

2. Reaksi Formasi

Individu mengubah suatu impuls yang mengancam dan tidak sesuai serta tidak dapat diterima dalam norma sosial untuk diubah menjadi suatu bentuk hal yang lebih dapat diterima (Andri, 2017)

3. Proyeksi

Mekanisme pertahanan kecemasan, individu yang menganggap suatu impuls yang tidak baik, agresif serta tidak dapat diterima sebagai bukan miliknya melainkan milik hak orang lain atau menimpakan sesuatu yang terasa dalam dirinya kepada orang lain (Annisa, 2016)

4. Regresi

Individu kembali ke masa periode awal dalam kehidupannya yang dapat diartikan lebih menyenangkan, serta bebas dari rasa frustasi dan kecemasan yang dihadapi saat ini. Biasanya berhubungan dengan kembalinya individu ke suatu tahap perkembangan psikoseksualnya yang memanifestasikan merasa lebih aman terhadap hidupnya yang dulu (Andri, 2017)

(19)

5. Rasionalisasi

Mekanisme pertahanan, yang melibatkan pemahaman kembali secara rasional perilaku individu untuk membuatnya menjadi lebih dapat diterima(Andri, 2017)

6. Pemindahan

Suatu mekanisme yang dengan cara impuls dialihkan terhadap objek lain yang dapat membuat pengalihan. Dengan demikian, pengalihan objek pengganti bukan merupakan suatu ancaman terhadap individu (Annisa, 2016)

7. Sublimasi

Sublimasi, meliputi perubahan atau penggantian dari impuls individu sendiri (Adelin, 2016)

8. Isolasi

Merupakan cara individu sebagai upaya menghindari perasaan yang tidak dapat diterima olehnya, dengan melepaskan dari peristiwa yang seharusnya mereka terikat dan bereaksi terhadap peristiwa tanpa adanya emosi (Adelin, 2016)

9. Undoing

Artinya individu melakukan perilaku atau pikiran ritual dalam upaya untuk mencegah impuls yang tidak diterimanya (Andri, 2007)

10. Intelektualisasi

Mekanisme ini, mendapatkan jarak yang lebih jauh dari emosinya serta dapat menutupi hal tersebut dengan analisis intelektual yang abstrak dari individu itu sendiri (Adelin, 2016)

(20)

2.3.8 Pengukuran Kecemasan

Kecemasan, dapat diukur dengan menggunakan alat ukur kecemasan yang salah satunya disebut dengan HARS (HamiltonAnxiety Rating Scale), HARS merupakan alat pengukuran kecemasan yang didasarkan pada munculnya suatu gejala pada individu yang mengalami kecemasan. Menurut HARS, terdapat 14 gejala yang nampak pada individu yang merasakan cemas. Skala HARS telah dibuktikan memiliki tingkat validitas dan reliabilitas cukup tinggi untuk melakukan pengukuran kecemasan yaitu dengan hasil 0,93 dan 0,97, menunjukkan pengukuran kecemasan akan diperoleh hasil yang valid dan reliabel (Priyoto, 2015).

Item 14 tersebut meliputi perasaan cemas (takut, firasat buruk, mudah tersinggung), ketegangan (gelisah, gemetar atau tremor, mudah terkejut, mudah menangis), ketakutan, gangguan tidur (tidur tidak pulas, terbangun dimalam hari), gangguan kecerdasan (susah berkonsentrasi), perasaan depresi (hilangnya minat, perasaan berubah-ubah, bingung), gejala somatic (sakit dan nyeri otot, suara tidak stabil, gigi gemrutuk), gejala kardiovaskuler (berdebar, nyeri dada, denyut nadi keras, perasaan lesu, lemas), gejala pernafasan (rasa tertekan di dada, nafas pendek atau sesak), gejala gastrointestinal (sulit menelan, gangguan pencernaan, mual, muntah, berat

badan turun, susah buang air besar, nyeri lambung), gejala urogenital (sering kencing, tidak dapat menahan kecing, menorrhagia, amenorrhea), gejala otonom (mulut kering, mudah berkeringat), gejala sensorik (penglihatan kabur, telinga berdengung, muka merah, pucat), apakah pasien terlihat atau gangguan perilaku (gelisah, tidak tenang, nafas pendek, muka merah, mengerutkan dahi). Dengan penilaian masing-masing item, dimulai dari skor

(21)

0 sampai skor 4, skor 0 diartikan tidak ada gejala sama sekali, skor 1 terdapat satu dari gejala yang ada, skor 2 separuh dari gejala yang ada, skor 3 lebih dari separuh gejela yang ada, skor 4 semua gejala yang ada sehingga skor minimal 0 dan skor maksimal 56 (14x4) yang diinterpretasikan hasilnya yaitu apabila kurang dari 14 artinya tidak ada kecemasan, 14 sampai 20 kecemasan ringan, 21 sampai 27 kecemasan sedang, 28 sampai 41 kecemasan berat, dan 42 sampai 56 kecemasan sangat berat (Priyoto, 2015;Chrisnawati., 2019).

2.3.9 Kecemasan Pada Remaja

Masa peralihan yang akan ditempuh oleh setiap seseorang dari masa kanak-kanak menuju dewasa, dimana secara fisik mulai tumbuh dan berfungsi segala sistem tubuh terutama reproduksi, kecerdasan dan emosi mulai berkembang serta remaja mulai untuk memahami arti dan kebutuhan hidup, rasa keingintahuan terhadap sesuatu semakin kuat dan rasa keyakinan dan kebutuhan spiritual mulai terlihat. Perkembangan sisi pemahaman remaja, terhadap keyakinan spiritual agama juga dapat sangat dipengaruhi oleh perkembangan aspek psikologis remaja itu sendiri yaitu kognitif, emosi, ego, sosial, dan moral individu remaja (Ratnawati, 2016).

Di usia remaja, perubahan yang terjadi sangat pesat karena perubahan yang sangat kompleks baik fisik maupun psikis individu. Perubahan fisik yang cepat disertai banyak perubahan lain dalam diri remaja, termasuk di dalamnya pertumbuhan organ-organ sistem reproduksi (organ seksualitas) mencapai kematangan yang ditunjukkan dengan kemampuan melaksanakan fungsi reproduksinya. Perubahan lain yang berkaitan dengan kejiwaan atau psikologis pada remaja, salah satunya adalah perubahan segi emosional, remaja menjadi lebih sensitive terhadap perubahan-perubahan kebutuhan,

(22)

konflik nilai antara keluarga dengan lingkungan yang dapat menyebabkan remaja sangat mudah tersentuh atau tersinggung misalnya mudah menangis, cemas, frustasi, dan sebaliknya bisa tertawa tanpa alasan yang jelas dan terutama sering terjadi pada remaja putri terlebih sebelum menstruasi (Saputri, 2016).

2.4 Konsep Masa Remaja

2.4.1 Pengertian Remaja

Menurut WHO (World Health Organization), dikatakan remaja merupakan pendudukan yang dalam rentang usia 10 tahun sampai 19 tahun. Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), remaja dalam usia 10 hingga 24 tahun dan belum berumah tangga (Infodatin Kemenkes RI, 2017). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 25 tahun 2014, remaja merupakan seorang penduduk yang dalam rentang usia 10 hingga 18 tahun (Kusumaryani, 2017). Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), juga mendefinisikan remaja sebagai kaum muda (youth) yang usia antara 15 sampai 24 tahun. Sedangkan, The Health Resources and Service Administrations Guidelines Amerika serikat, berpendapat bahwa rentang usia adalah 11 tahun

hingga 21 tahun adalah remaja yang terbagi menjadi tiga tahapan usia yaitu remaja awal dalam usia 11 sampai 14 tahun, remaja menengah dalam usia 15 sampai 17 tahun, dan remaja akhir dalam usia 18 sampai 21 tahun (Kusmiran, 2013).

Masa transisi dari usia anak menuju usia dewasa ialah dapat dikatakan masa rejama (Batubara, 2016). Piaget (1991) dalam Kumalasari (2012), menyatakan bahwa, dari segi psikologis remaja merupakan suatu usia dimana

(23)

individu menjadi terintegrasi masuk ke dalam masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada dibawah tingkat orang yang lebih tua, akan tetapi merasa sama atau paling tidak sejajar dengan orang dewasa.

Remaja mengalami pertumbuhan yang pesat sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan mental maupun peran sosial (Kumalasari, 2012).

Beberapa definisi diatas, dapat menyimpulkan bahwa remaja merupakan penduduk yang berusia 10 hingga 24 tahun dan belum menikah atau berumah tangga, dimana masa peralihan dari masa anak menuju masa dewasa yang secara psikologis individu remaja akan mengalami banyak hal yang berubah dalam segi fisik maupun psikis dan lingkungan sekitar (Batubara, 2016;

Infodatin Kemenkes RI, 2017). Terdapat lima masa transisi peralihan usia ini, yang akan dialami oleh individu remaja yaitu transisi fisik berkaitan dengan perubahan bentuk tubuhnya (bentuk tubuh remaja berbeda dengan masa usia anak-anak, dalam hal ini dapat menimbulkan kebingungan peran), transisi dalam kehidupan aspek emosi (perubahan hormon dalam tubuh remaja berhubungan erat dengan peningkatan kehidupan emosi), transisi dalam kehidupan sosial (lingkungan teman sebaya masing-masing memulai memegang peranan penting yang sehingga, pergeseran ikatan pada teman sebaya merupakan upaya remaja untuk mandiri), transisi dalam hal nilai-nilai normal yakni (remaja mulai meninggalkan nilai-nilai yang dianutnya dan menuju nilai-nilai yang dianut oleh orang dewasa), transisi dalam hal pemahaman (mengalami perkembangan kognitif yang pesat sehingga, remaja memulai mengembangkan pemikiran yang abstrak dalam menyaring pemahaman yang didapatkan) (Kusmiran, 2013).

(24)

Pertumbuhan merupakan perubahan fisiologis kearah yang lebih baik dengan pertambahan berat, panjang dan pematangan fungsi fisik lainnya serta menekankan pada perubahan perkembangan fisik. Sedangkan, perkembangan merupakan kompleksitas fungsi fisik dan psikis sebagai hasil pematangan prosesnya ditunjang oleh faktor lingkungan dan proses belajar pada fase tertentu menuju kedewasaan (Zulfan Saam, 2012). Perkembangan pada remaja terdapat dua konsep yaitu konsep nature dan konsep nurture. Konsep nature mengungkapkan bahwa, masa remaja adalah masa badai dan tekanan

dimana, individu remaja mengalami banyak tekanan dikarenakan perubahan yang terjadi dalam diri remaja. Akan tetapi, konsep nurture menyatakan, tidak semua remaja mengalami masa badai dan tekanan. Hal tersebut tergantung pada pola asuh dan lingkungan remaja tinggal. Berbagai tahap perkembangan diusia ini diantaranya perkembangan sosial, remaja dituntut untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan luar. Perkembangan emosi, pada tahap ini lebih mudah untuk emosi serta diekspresikan secara meledak-ledak oleh remaja yang sehingga mereka dituntut untuk menekan dan mengendalikan emosi dengan belajar dan memberikan respon positif terhadap situasi tersebut (Kusmiran, 2013).

Perkembangan kognitif, dituntut untuk remaja mampu dalam mempertimbangkan semua kemungkinan dalam menyelesaikan masalah.

Perkembangan konsep diri atau kepribadian, remaja juga dituntut untuk mampu mengenali serta mengetahui gambaran dirinya sendiri Perkembangan sosial remaja, pengalaman bersama peribadi yang berbeda dengan dirinya baik dalam kelas sosial, subkultur maupun usia, pengalaman dimana tindakannya dapat berpengaruh pada orang lain, kegiatan saling tergantung yang diarahkan

(25)

pada tujuan bersama atau interaksi kelompok (Kusmiran, 2013). Perubahan dimasa transisi ini dapat membingungkan remaja yang mengalaminya.

Dengan demikian, diperlukan berbagai bimbingan, pengertian, dukungan baik internal maupun eksternal sehingga remaja tumbuh dan berkembang menjadi individu dewasa yang sehat baik jasmani, mental maupun psikososial serta peran orang tua dalam masa pubertas sangat diperlukan untuk perkembangan anak menuju kedewasaan dan kemandirian yang lebih besar sehingga dapat memberikan dampak positif dikemudian hari (Susanti, Pamela, & Haryanti, 2018).

2.4.2 Tugas Perkembangan Usia Remaja

Tugas dari perkembangan merupakan hal yang harus dipenuhi atau dilakukan oleh remaja. Tugas perkembangan ini dapat mencakup harapan lingkungan bagi remaja dalam bertingkah laku, berikut tugas perkembangan usia remaja yaitu :

a. Menerima keadaan beserta oenampilan diri dan menggunakan tubuhnya secara efektif

b. Belajar untuk berperan sesuai dengan jenis kelamin (sebagai laki-laki atau perempuan)

c. Dapat mencapai relasi yang baru dan lebih matang dengan teman sebaya, baik sejenis maupun lawan jenis

d. Mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab

e. Mencapai kemandirian secara emosional, baik terhadap orangtua atau orang dewasa lainnya.

f. Mempersiapkan karier dan kemandirian secara ekonomi

(26)

g. Menyiapkan diri baik fisik dan psikis, dalam menghadapi perkawinan dan kehidupan keluarga kelak dimasa depan

h. Dapat mengembangkan kemampuan, ketrampilan intelektual untuk hidup bermasyarakat dan masa depan (baik dalam bidang pendidikan ataupun pekerjaan).

i. Mencapai nilai-nilai kedewasaan (Kusmiran, 2013)

2.4.3 Karakteristik Remaja Berdasarkan Usia

Menurut Kumalasari (2012), berpendapat bahwa karakteristik remaja berdasarkan usia, sebagai berikut :

Tabel 2.3 Karakteristik Remaja Berdasarkan Usia

Remaja Awal

(10-12 tahun) Remaja Pertengahan

(13-15 tahun) Remaja Akhir

(17-21 tahun) 1. Remaja lebih akan

dekat dengan teman sebaya

2. Remaja ingin bebas 3. Remaja lebih banyak

memperhatikan dengan keadaan tubuhnya

4. Remaja mulai berfikir secara abstrak

1. Mulai mencari identitas diri

2. Timbul keinginan untuk berkencan 3. Mempunyai rasa cinta

yang mendalam 4. Mengembangkan

kemampuan berfikir abstrak

5. Berkhayal tentang aktivitas seks

1. Pengungkapan kebebasan diri

2. Lebih selektif dalam mencari teman sebaya 3. Memperlihatkan citra tubuh

atau body image terhadap dirinya sendiri

4. Dapat mewujudkan rasa cinta

2.4.4 Aspek Perkembangan Remaja

Aspek perkembangan pada usia remaja, meliputi :

a. Perkembangan sosial

Menurut Kusmiran (2013) & Owalt (2010) dalam (Herlina, 2013), remaja dapat menyesuaikan diri dengan orang dewasa diluar lingkungan keluarga maupun sekolah serta lingkungan sekitar. Diterima oleh teman

(27)

sebaya merupakan sesuatu yang sangat berarti bagi individu remaja sendiri, sehingga penyesuaian diri dengan kelompok dapat dilakukan.

Dalam hal keterlibatan remaja dalam hubungan sosial lebih mendalam dibandingkan dengan pada masa kanak-kanak serta jaringan sosial semakin meluas

b. Perkembangan emosi

Emosi remaja mudah bergejolak, biasanya diekspresikan dengan meledak-ledak dan berlangsung cukup lama sampai pada akhirnya kembali pada keadaan semula yaitu keadaan sebelum munculnya suatu emosi. Pada tahap perkembangan emosi ini, pada remaja juga mulai munculnya rasa ketertarikan antar lawan jenis yang melibatkan emosi sehingga remaja sangat peka terhadap cara orang lain memandang mereka, terkadang remaja mudah tersinggung dan merasa malu. Faktor yang dapat menyebabkan ketidakstabilan emosi remaja meliputi faktor fisik, nutrisi, faktor lingkungan dan sosial penyesuaian terhadap lingkungan yang baru, tuntutan sosial untuk berperilaku yang lebih matang, aspirasi yang tidak realistis atau tidak sesuai dengan kondisi dan situasi nyata, masalah yang bersumber di sekolah, relasi yang kurang mendukung hingga penyesuaian sosial terhadap teman sejenis dan lawan jenis, dan juga faktor sensitivitas remaja terhadap evaluasi yang diberikan orang lain terhadap mereka (Kusmiran, 2013; Owalt, 2010 dalam Herlina, 2013)

(28)

c. Perkembangan Kognitif

Teori pekembangan kognitif menurut Piaget dalam Kusmiran (2013) mengungkapkan, kemampuan kognitif remaja berada pada tahap formal operational, remaja harus mampu serta dapat mempertimbangkan semua

kemungkinan untuk menyelesaikan masalah dan dengan hasil mempertanggungjawabkannya, rasa ingin tahu yang kuat pada remaja sehingga merangsang perkembangan intelektual dengan adanya kebutuhan atau kegelisahan akan sesuatu yang harus diketahui atau dipecahkan Dapat juga menampilkan perilaku yang kritis dalam segala sesuatu harus relasional, jelas sehingga remaja cenderung mempertanyakan kembali aturan yang diterimanya. Tercapainya tahap perkembangan kognitif ditandai dengan individu remaja dapat berfikir secara kontra-faktual, yang artinya remaja dapat menyadari bahwa realitas dan fikiran tentang realitas berbeda (Kusmiran, 2013; Owalt, 2010 dalam Herlina, 2013)

d. Perkembangan Moral

Perubahan pada usia remaja, ditahap perkembangan moral ini dapat meliputi pandangan remaja pada moral menjadi abstrak, keyakinan moral berpusat pada apa yang benar bukan apa yang salah, penilaian moral cenderung dapat melibatkan beban emosi dan menimbulkan ketegangan psikologis sendiri. Tahap perkembangan moral, harus dicapai dengan prinsip dalam menerima dirinya sendiri yakin bahwa ada fleksibilitas, sehingga dimungkinkan adanya perbaikan dan perubahan standar moral yang dapat memberikan efek positif terhadap kelompok

(29)

secara keseluruhan, karena moralitas didasarkan pada rasa hormat terhadap orang lain dan bukan pada keinginan yang bersifat pribadi (Kusmiran, 2013; Owalt, 2010 dalam Herlina, 2013).

e. Perkembangan Konsep Diri (Kepribadian)

Semua perasaan dan pemikiran yang dimiliki seseorang mengenai dirinya sendiri. Pada remaja, pemikiran tentang dirinya meliputi penilaian diri sendiri dan penilaian sosial. Penilaian diri berisi pandangan dirinya sendiri terhadap hal pengendalian kenginan serta dorongan dalam diri, suasana hati yang sedang dihayati oleh remaja, bayangan subjektif terhadap kondisi tubuhnya, merasa orang lain selalu mengamati atau memperhatikannya. Sedangkan, penilaian sosial berisi tentang evaluasi terhadap remaja bagaimana menerima penilaian lingkungan sosial pada dirinya. Ciri dari perkembangan konsep diri di usi remaja yaitu perubahan perkembangan fisik yang cukup drastis, sangat terpengaruh terhadap pandangan orang lain terhadap dirinya, memiliki aspirasi yang sangat tinggi terkait segala hal, memandang diri lebih rendah atau lebih tinggi dari pada kondisi objektifnya, merasa selalu diperhatikan atau menjadi pusat perhatian lingkungan sekitar.

Di sisi lain, pada usia 12 sampai 15 tahun, pencarian identitas diri pada remaja masih berada pada tahap permulaan yang ditandai dengan mulai sedang perilaku yang cenderung melepaskan diri dari ikatan orangtua, remaja lebih suka berkumpul dengan teman-temannya dilingkungan luar dibandingkan dengan orangtua (Direktorat Bina Kesehatan Anak, 2016).

(30)

f. Perkembangan Heteroseksual

Menurut Kusmiran (2013) & Owalt (2010) dalam (Herlina, 2013), pada tahap perkembangan ini, remaja belajar memerankan peran jenis kelamin yang diakui oleh lingkungannya. Remaja perempuan menemukan adanya double standard dimana remaja laki-laki boleh melakukan hal yang bagi remaja perempuan sering sekali disalahkan.

Ciri dari perkembangan heteroksesual pada remaja yakni remaja mempelajari perilaku orang dewasa sesuai dengan jenis kelaminnya untuk menarik perhatian lawan jenisnya, minat terhdap lawan jenis semakin kuat disertai keinginan kuat untuk memperoleh dukungan dari lawan jenis, minat terhadap kehidupan seksual, remaja mulai mencari informasi tentang kehidupan seksual orang deasa, minat dalam keintiman fisik.

2.4.5 Perubahan Yang Dapat Terjadi di Usia Remaja

Perubahan di usia remaja dibagi menjadi dua perubahan yang ditandai dengan munculnya tanda-tanda sebagai berikut :

a. Perubahan dari Segi Fisik Remaja

Menurut Kumalasari (2012), remaja mengalami perubahan struktur tubuh dari masa anak-anak menjadi dewasa, perubahan tersebut meliputi :

(31)

Tabel 2.4 Perubahan Fisik Remaja

Jenis Kelamin Tanda-Tanda Seks

Primer Tanda-Tanda Seks Sekunder

Laki-Laki Terjadinya Mimpi Basah 1. Bertambah panjang dan besar nya lengan, tungkai, tangan, dan kaki.

2. Melebarnya Bahu atau pundak, dada membidang.

3. Bertumbuhnya rambut disekitar kemaluan, ketiak, dada, tangan dan kaki

4. Perubahan pada tulang wajah yang memanjang dan membesar

5. Tumbuhnya jakun serta suara menjadi membesar

6. Kulit berubah menjadi lebih kasar serta tebal dan berminyak

7. Rambut menjadi lebih berminyak 8. Produksi serta peningkatan keringat

lebih banyak Perempuan Terjadinya menarche atau

menstruasi pertama 1. Perubahan pada lengan, tungkai, tangan dan kaki semakin bertambah besar.

2. Melebarnya pinggul, bulat dan membesar.

3. Tumbuhnya bulu ketiak dan di area kemaluan

4. Tulang wajah memanjang dan membesar

5. Pertumbuhan payudara serta berkembangnya kelenjar susu

6. Perubahan kulit menjadi lebih kasar, tebal agak pucat dan produksi keringat lebih aktif

7. Suara berubah menjadi lebih merdu

b. Perubahan Kejiwaan Remaja 1) Perubahan dari segi emosi

a) Menjadi Sensitif

Perubahan dalam kebutuhan, konflik nilai antara keluarga, dengan lingkungan dan perubahan fisik menyebabkan individu remaja sangat sensitive syang mengakibatkan mudah menangis,

(32)

cemas, frustasi dan tertawa tanpa alasan yang jelas. Terutama, ada remaja putri terlebih sebelum menstruasi (Kumalasari, 2012) b) Akan Mudah Bereaksi bahkan Bersifat Agresif

Rangsangan luar yang mempengaruhinya atau gangguan, dapat membuat remaja bersikap irrasional, mudah tersinggung juga, mudah terjadi tawuran pada laki-laki, suka mencari perhatian dan bertindak tanpa berfikir terlebih dulu (Kumalasari, 2012).

c) Kecenderungan Tidak Patuh Terhadap Orang Tua

Akan menghabiskan waktunya untuk pergi bersama dengan temannya daripada tinggal dirumah untuk mengisi waktu senggangnya bersama dan berkumpul dengan keluarga (Direktorat Bina Kesehatan Anak, 2016)

2) Perkembangan Intelegensi

a) Cenderung untuk mengembangkan cara berfikir abstrak, suka memberikan kritik.

b) Cenderung mempunyai keinginan untuk mengetahui hal baru sehingga muncul perilaku ingin mencoba hal baru tersebut (Direktorat Bina Kesehatan Anak, 2016)

3) Perkembangan Psikososial

a. Remaja Awal (Usia 10 hingga 13 tahun)

Remaja dapat mengalami cemas, yant terutama terhadap penampilan badannya yang berdampak pada meningkatnya kesadaran diri (self consciousness), perubahan hormonal menyebabkan emosi mudah berubah-ubah, perasaan memiliki terhadap teman sebaya berdampak punya geng atau kelompok

(33)

sahabat, hingga membuat tidak mau berbeda dengan teman sebayanya (Direktorat Bina Kesehatan Anak, 2016).

b. Remaja Pertengahan (Usia 14 hingga 16 tahun)

Berkompromi di usia remaja tengah membuat mereka lebih tenang, sabar dan lebih toleran dalam menerima pendapat yang diungkapkan oleh orang lain, belajar berfikir independen dan memutuskan sendiri serta mulai menolak campur tangan orang lain termasuk orangtua, dapat membangun nilai dan moralitas sehingga, akan mempertanyakan kebenaran ide dan norma yang dianut keluarga, mampu berfikir secara abstrak (Direktorat Bina Kesehatan Anak, 2016).

c. Remaja Akhir (Usia 17 hingga 19 tahun)

Cenderung menggeluti masalah yang berhubungan dengan sosial politik termasuk agama, mampu membangun hubungan yang stabil, merasa sebagai orang dewasa, dan hampir siap untuk menjadi orang dewasa yang mandiri dan mulai menunjukkan rasa ingin meninggalkan rumah untuk hidup sendiri (Direktorat Bina Kesehatan Anak, 2016).

2.4.6 Ciri-Ciri Kejiwaan dan Psikososial Remaja

Ciri-ciri kejiwaan dan psikososial pada usia remaja meliputi :

a. Usia Remaja Muda (12 sampai 15 tahun) 1) Sikap mulai protes tehadap orangtua

Cenderung tidak menyetujui atau tidak sepakat terhadap nilai-nilai hidup orangtuanya, sehingga sering menunjukkan sikap protes kepada

(34)

orangtua. Individu remaja berusaha mencari identitas diri dan seringkali disertai dengan menjauhkan diri dari orangtua. Dalam upaya pencarian identitas diri, individu remaja cenderung melihat kepada tokoh-tokoh diluar lingkungan keluarganya yaitu guru, figure ideal yang terdapat di film atau tokoh idola yang diidamkan oleh remaja (Kusmiran, 2013).

2) Perhatian dengan badan sendiri

Menurut Kusmiran (2013), tubuh seorang remaja, pada usianya mengalami perubahan yang sangat cepat. Perubahan ini menjadi perhatian khusus bagi diri remaja sendiri.

3) Kesetiakawanan terhadap sekelompok seusia

Para remaja pada kelompok usia ini akan merasakan keterikatan dan kebersamaan dengan kelompok seusia dalam upaya mencari kelompok senasib. Dengan demikian, tercermin dalam cara berperilaku sosial (Kusmiran, 2013).

4) Kemampuan berfikir dengan abstrak

Daya kemampuan berfikir individu remaja mulai berkembang dan dimanifestasikan dalam bentuk diskusi untuk mempertajam kepercayaan diri (Direktorat Bina Kesehatan Anak, 2016).

5) Perilaku labil dan mudah berubah-ubah

Remaja sering menunjukkan perilaku yang dengan mudah untuk berubah-ubah. Pada suatu waktu tampak bertanggung jawab. Tetapi, diwaktu lain remaja juga tampak masa bodoh dan tidak bertanggung jawab. Dalam hal ini, remaja merasakan cemas akan perubahan dalam dirinya. Perilaku demikian menunjukkan bahwa dalam remaja terdapat

(35)

konflik yang memerlukan pengertian dan penanganan yang bijaksana (Kusmiran, 2013).

b. Usia remaja Tengah sampai Akhir (16 sampai 19 tahun) 1) Mendapat kebebasan dari orangtua

Menurut Kusmiran (2013), dorongan menjauhkan diri dari orangtua atau keluarga menjadi realita. Mulai merasakan kebebasan, tetapi juga merasa kurang menyenangkan. Timbul kebutuhan untuk terikat dengan orang lain melalui ikatan cinta yang stabil.

2) Mulai berikatan terhadap pekerjaan atau tugas

Remaja menunjukkan minat pada suatu tugas tertentu yang ditekuni secara mendalam. Terjadi pengembangan dan kemajuan terhadap cita- cita masa depan dengan memulai memikirkan untuk melanjutkan pendidikan atau langsung bekerja untuk memenuhi kebutuhan ekonominya (Direktorat Bina Kesehatan Anak, 2016)

3) Pengembangan dalam nilai moral dan etis yang sesuai

Remaja mulai menyusun nilai-nilai moral dan etis sesuai dengan cita-cita dan harapannya (Kusmiran, 2013).

4) Pengembangan hubungan secara pribadi yang labil

Dengan adanya tokoh panutan atau hubungan cinta yang stabil menyebabkan terbentuknya kestabilan pada diri remaja (Tristanti, 2018) 5) Penghargaan orangtua dalam kedudukan yang sejajar (Kusmiran, 2013)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian Kepemimpinan Kepala Madrasah dalam Mengelola Sumber Daya Manusia Di Madrasah Aliyah (MA) Masyariqul Anwar Bandar Lampung, tentang

Laporan Penelitian: Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya Lembaga Penelitian Universitas Indonesia.. “Yoga and Yantra: Their Interelation and Their

Faktor yang paling dominan dipertimbangkan dalam keputusan pembelian beras organik di Kota Surakarta adalah faktor distribusi dengan variabel pembentuk terdiri dari

Pasal 29 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, dinyatakan bahwa pelaksanaan Pengelolaan Batas Wilayah Laut dan Pesisir

produktivitas tanaman jagung di wilayah daratan Kabupaten Sumenep. Bentuk kegiatan berupa penentuan anjuran pemupukan spesifik lokasi pada tanaman jagung di masing-masing

Pada umbi sampel yang berasal dari Pangalengan terdapat gejala yang sangat berbeda dari umbi yang berasal dari Banjarnegara dan Kota Batu.. Umbi yang berasal dari Pangalengan

Dari kegiatan di atas, dapat dirumuskan bahwandalam setiap segitiga ABC dengan panjang sisi- sisi BC, AC dan AB berturut-turut adalah a, b dan c satuan panjang dan besar sudut

Kesadaran beliau untuk selalu berbuat baik kepada siapa saja tanpa pandang bulu yang didapatkanya dari ajaran sapta darmo membuatnya menjadi orang yang lebih baik dan