PERAN ORGANISASI INTERNASIONAL REGIONAL DALAM PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL
S K R I P S I
Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
Anita 130200307
DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2017
LEMBAR PENGESAHAN
PERAN ORGANISASI INTERNASIONAL REGIONAL DALAM PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL
S K R I P S I
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Anita 130200307
DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL Disetujui Oleh
Ketua Departemen Hukum Internasional
Abdul Rahman, S.H., M.H.
NIP. 195710301984031002
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Chairul Bariah, S.H., M.Hum Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum NIP. 195612101986012001 NIP. 197302202002121001
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017
ABSTRAK
Dr. Chairul Bariah, S.H., M.Hum*
Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum**
Anita***
Sengketa dapat terjadi dimana saja dan pada siapa saja. Sengketa dapat terjadi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok, ataupun antara negara dengan negara lainnya. Dengan kata lain sengketa dapat bersifat privat, publik, nasional ataupun internasional. Sengketa adalah suatu stuasi dimana ada pihak yang merasa dirugikan oleh pihak lain, yang kemudian pihak tersebut menyampaikan ketidakpuasannya kepada pihak kedua.
Jika kemudian kedua belah pihak menunjukkan perbedaan pendapat, maka terjadilah apa yang dinamakan dengan sengketa. Sengketa antaranggota masyarakat internasional dapat terjadi karena beberapa hal, seperti karena alasan militer, politik, ekonomi maupun ideologi. Sikap bermusuhan yang dimulai karena perbedaan pendapat juga seringkali dapat menimbulkan sengketa. Tidaklah mustahil bilamana sengketa antarnegara tersebut menjurus pada sengketa bersenjata jika kedua pihak tidak mau berdamai.
Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah peran organisasi internasional regional dalam penyelesaian sengketa internasional. Penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dengan sifat deskriptif. Data yang dipakai dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Metode pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan. Analisa data dilakukan secara kualitatif.
Organisasi Internasional Regional dapat berperan sebagai wadah untuk menyelesaikan sengketa di antara anggotanya. Peran badan ini terus berkembang karena masyarakat internasional cenderung untuk membentuk badan-badan di lingkup regionnya. Penyelesaian sengketa melalui organisasi internasional regional juga memiliki nilai lebih dalam menyelesaikan sengketa di regionnya secara damai.
Kata kunci: Organisasi Internasional Regional, Penyelesaian Sengketa Regional
* Dosen Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
** Dosen Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
*** Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan rahmat-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul Peran Organisasi Internasional Regional Dalam Penyelesaian Sengketa Internasional dengan sebaik-baiknya sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan di Program Studi S-1 Fakultas Hukum Universiras Sumatera Utara, Medan.
Penulis menyadari bahwa yang disajikan dalam penulisan Skripsi ini masih terdapat kekurangan yang harus diperbaiki, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun sehingga dapat menjadi perbaikan di masa yang akan datang.
Terselesaikannya skripsi ini bukanlah semata-mata jerih payah dari penulis sendiri, akan tetapi karena pihak-pihak yang juga ikut membantu, mensupport penulis dalam hal penulisan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis akan menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis, terutama kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Dr. OK Saidin, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Puspa Melati Hasibuan, SH., M.Hum., selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.H., selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Abdul Rahman, S.H., M.H., selaku Ketua Jurusan Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
6. Bapak Sutiarnoto, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Jurusan Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
7. Ibu Dr. Chairul Bariah, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I penulis dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih Ibu atas arahannya.
8. Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II penulis dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih Bapak atas arahannya.
9. Seluruh Staf Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
10. Kepada kedua orang tua Ayahanda Sutiono dan Ibunda Dahniar serta anggota keluarga penulis yang telah banyak memberikan dukungan doa dan kasih sayang yang tidak pernah putus sampai sekarang.
11. Kepada teman-teman penulis Eka Kartika Sari Daulay, Irawati Manik, Erni Yoesry, Laura Tarigan, dan Wina Agusin Tanjung yang kesemuanya telah banyak membantu saya selama pembelajaran di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan memberikan dukungan yang tak henti- hentinya.
12. Kepada Grup B, ILSA dan Stambuk 2013 yang telah menceriahkan hari- hari penulis, serta seluruh teman-teman yang telah membantu saya dalam penulisan skripsi ini.
13. Kepada teman-teman saya di luar kampus yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya. Akhirnya penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Medan, 15 Juli 2017 Penulis,
ANITA
130200307
DAFTAR ISI
ABSTRAK……… i
KATA PENGANTAR……….. ii
DAFTAR ISI……….… v
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……… 1
B. Perumusan Masalah………. 8
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan……….… 9
D. Metode Penelitian……….… 10
E. Keaslian Penulisan……… 13
F. Tinjauan Kepustakaan……….. 14
G. Sistematika Penulisan……….……. 17
BAB II TINJAUAN MENGENAI SENGKETA INTERNASIONAL A. Pengertian Sengketa Internasional……….. 20
B. Sebab Terjadinya Sengketa Internasional………... 22
C. Macam-Macam Sengketa Internasional………….. 28
BAB III PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL BERDASARKA HUKUM INTERNASIONAL A. Penyelesaian Sengketa Dengan Damai……… 37
B. Penyelesaian Sengketa Dengan Kekerasan Bukan Perang………... 56
C. Penyelesaian Sengketa Internasional Berdasarkan Bab
VII Piagam PBB……….….. 64
D. Penyelesaian Sengketa Dalam Mahkamah
Internasional………... 74 BAB IV PERAN ORGANISASI INTERNASIONAL REGIONAL
DALAM PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL A. Penyelesaian Sengketa Menurut ASEAN (Association of South-
East Asia Nations) ……… 82
B. Penyelesaian Sengketa Menurut EU (European
Union)……….……….. 87
C. Penyelesaian Sengketa Menurut OAS (The Organization of
American States) ……… 91
D. Penyelesaian Sengketa Menurut OAU (Organization of African
Unity) ………..……… 95
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan………..……….……… 101
B. Saran……….……… 103
DAFTAR PUSTAKA……….……… 105
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam dunia internasional, menjalin hubungan internasional adalah suatu hal mutlak yang tidak bisa dihindari oleh setiap negara, hal ini sudah tertuang di dalam Konvensi Montevideo 1933 yang menyatakan syarat dari terbentuknya negara salah satu poin yang paling penting adalah mampu menjalin hubungan internasional dengan negara lain, tujuannya adalah adanya saling membutuhkan satu negara dengan negara lainnya, karena tidak ada satu negara yang dapat memennuhi kebutuhan negaranya sendiri tanpa bantuan dari negara lain. 1
Pada awalnya negaralah yang memiliki yuridiksi secara mutlak dan ekslusifitas teritorialnya.2 Namun dalam perkembangannya, karena adanya keinginan bekerjasama dalam hal ini adalah kerjasama internasional untuk saling memenuhi kebutuhan antar negara yang satu dengan negara yang lainnya maka muncullah organisasi internasional. Organisasi internasional tumbuh karena adanya kebutuhan dan kepentingan masyarakat antar bangsa sebagai wadah serta alat untuk melaksanakan kerjasama internasional.3
1 Dewa Gede Sudika Mangku, Suatu Kajian Umum Tentang Penyelesaian Sengketa Internasional Termasuk Di Dalam Tubuh Asean, sebagaimana dimuat dalam http://ejournal.uwks.ac.id/myfiles/201303002803047914/3.pdf , diakses tanggal 30 Mei 2017, pukul 13:30 WIB.
2 Ade Maman Suherman, Organisasi Internasional & Integritas Ekonomi Regional Dalam Perspektif Hukum dan Globalisasi , (Jakarta: Ghalia Indonesia), 2003, hlm. 23.
3 Ibid, hlm. 4.
Hubungan-hubungan internasional yang diadakan antarnegara, negara dengan individu, ataupun negara dengan organisasi internasional tidak selamanya terjalin dengan baik. Acap kali hubungan itu menimbulkan sengketa di antara mereka. Sengketa dapat bermula dari berbagai sumber potensi sengketa. Sumber potensi sengketa antarnegara dapat berupa perbatasan, sumber daya alam, kerusakan lingkungan, perdagangan, dan lain-lain. Manakala hal demikian terjadi, hukum internasional memainkan peranan yang tidak kecil dalam penyelesaiannya.4
Dalam masyarakat internasional di mana masyarakatnya terdiri dari negara-negara yang berdaulat, hubungan antarnegara bersifat koordinasi bukan hubungan subordinasi. Dalam lingkup masyarakat internasional tidak ada negara di atas negara-negara. Tidak ada badan legislative internasional yang membuat aturan-aturan untuk tingkah laku negara. Perbedaan antara sanksi sipil dan pidana sangat buram pada tingkat internasional dibandingkan dengan sanksi dalam hukum nasional.
Dalam masyarakat internasional tidak ada organ pusat yang dapat menangani klaim penerapan sanksi pidana. Hal-hal tersebut menyebabkan penerapan sanksi pelanggaran hukum internasional tidak terorganisasi dan bersifat desentralisasi.5
4 Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, (Jakarta: Sinar Grafika), 2008, Cet. 3, hlm. 1.
5 Peter Jan Kuyper, The Implementation of International Sanctions, (Alpen aan den Rijn, Sijthoff International Publisher), 1978, hlm.2.
Upaya-upaya penyelesaian terhadapnya telah menjadi perhatian yang cukup penting di masyarakat internasional sejak awal abad ke-20.
Upaya-upaya ini ditujukan untuk menciptakan hubungan antarnegara yang lebih baik berdasarkan prinsip perdamaian dan keamanan internasional.6
Dalam perkembangan awalnya, hukum internasional mengenal dua cara penyelesaian sengketa, yaitu cara penyelesaian secara damai dan perang (militer). Cara perang untuk menyelesaikan sengketa merupakan cara yang telah diakui dan dipraktikkan sejak lama. Bahkan perang telah juga dijadikan sebagai alat atau instrument dan kebijakan luar negeri.
Sebagai contoh, Napoleon Bonaparte menggunakan perang untuk menguasai wilayah-wilayah di Eropa di abad XIX.7
Namun dewasa ini, hukum internasional telah menetapkan kewajiban minimum kepada semua negara anggota Perserikatan Bangsa- Bangsa untuk menyelesaikan sengketa internasionalnya secara damai.
Ketentuan ini tersurat khususnya dalam Pasal 18, 29 dan 3310 Piagam PBB.11
6 Huala Adolf, loc.cit.
7 Ibid.
8 Pasal 1 ayat (1): Memelihara perdamaian dan keamanan internasional dan untuk tujuan itu: melakukan tindakan-tindakan bersama yang efektif untuk melenyapkan ancaman-ancaman terhadap pelanggaran-pelanggaran terhadap perdamaian; dan akan menyelesaikan dengan jalan damai, serta sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan hukum internasional, mencari penyelesaian terhadap pertikaian-pertikaian internasional atau keadaan yang dapat mengganggu perdamaian. Pasal 1 ayat (3): Mengadakan kerjasama internasional guna memecahkan persoalan- persoalan internasional di bidang ekonomi, social, kebudayaan, atau yang bersifat kemanusiaan, demikian pula dalam usaha-usaha memajukan dan mendorong penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan dasar seluruh umat manusia tanpa membedakan ras, jenis kelamin, bahasa atau agama.
9 Dalam Pasal 2 poin 3 Piagam PBB: Seluruh anggota harus menyelesaikan persengketaan internasional dengan jalan damai dan menggunakan cara-cara sedemikian rupa sehingga perdamaian dan keamanan internasional, serta keadilan tidak terancam.
Menurut Levy, kewajiban ini sifatnya sudah menjadi hukum internasional universal. Kewajiban tersebut mensyaratkan bahwa negara- negara harus menyelesaikan sengketanya dengan cara-cara damai sedemikian rupa sehingga perdamaian dan keamanan internasional dan keadilan tidak terancam. 12 Meskipun sifatnya universal, kewajiban tersebut tidak berarti mengikat secara mutlak terhadap negara. Negara ialah satu-satunya subjek hukum internasional yang memiliki kedaulatan penuh. Ia adalah subjek hukum internasional par excellence. Karena itu, suatu negara meskipun tunduk kepada kewajiban penyelesaian sengketa secara damai, ia tetap memiliki kewenangan penuh untuk menentukan cara-cara atau metode penyelesaian sengketanya. Kewajiban tersebut tetap tunduk kepada kesepakatan (konsensus) negara yang bersangkutan.13
Menjadi forum untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi bersama atau oleh salah satu anggotanya memang merupakan tujuan organisasi internasional. 14 Di dalam membentuk organisasi internasional, negara-negara anggotanya melalui organisasi tersebut akan berusaha mencapai tujuan bersama dalam berbagai aspek kehidupan internasional dan bukan untuk mencapai tujuan masing-masing negara
10 Pasal 33 ayat (1) Piagam PBB: Pihak-pihak yang tersangkut dalam sesuatu pertikaian yang jika berlangsung terus menerus mungkin membahayakan pemliharaan perdamaian dan keamanan internasional, pertama-tama harus mencari penyelesaian dengan jalan perundingan, penyelidikan, dengan mediasi, konsiliasi, arbitrasi, penyelesaian menurut hukum melalui badan- badan atau pengaturan-pengaturan regional, atau dengan cara damai lainnya yang dipilih mereka sendiri.
11 Ibid, hlm. 11.
12 Werner Levy, Contemporary International Law: A Concise Intrpduction, Westview, 2nd ed., 1991, hlm. 276.
13 Huala Adolf, loc. cit
14 Wiwin Yulianingsih dan Moch, Firdaus Sholihin, Hukum Organisasi Internasional, (Yogyakarta: Andi Yogyakarta), 2014, hlm. 15.
ataupun suatu tujuan yang tidak dapat disepakati bersama. Guna mencapai tujuan tersebut sebagai suatu kesatuan, organisasi internasional harus mempunyai kemampuan untuk melaksanakannya atas nama semua negara anggotanya.15
Tindakan yang dilakukan oleh organisasi internasional semacam itu pada hakikatnya merupakan hak yang dijamin oleh hukum internasional. Dalam hubungan ini Weissberg mengemukakan pandangannya mengenai hubungan personalitas hukum (legal personality) dan kapasitas hukum (legal capacity) sebagai berikut:
“ An entity which exercises international rights and is bound by international obligations, in short which has international legal capacity, is one which is endowed with international legal personality.”16
Masyarakat internasional telah membuat berbagai instrument internasional yang bermaksud untuk meyelesaikan sengketa internasional.
Tahun 1899 telah ada Konvensi Den Haag untuk Penyelesaian Sengketa dengan cara damai. Tahun 1907 Konvensi Den Haag II merevisi Konvensi Den Haag I. Dalam rangka LBB, tahun 1928 ada General Act untuk penyelesaian sengketa dengan damai (General Act for the Pacific Settlements of Dispute). General Act ini diterima oleh dua puluh tiga negara dan pada tahun 1939 Spanyol menolak, tahun 1974 Prancis, Inggris dan India menolak, tahun 1978 Turki menolak. Walaupun PBB pada tahun
15 Sumaryo Suryokusumo, Hukum Organisasi Internasional, (Jakarta: Tatanusa), 2015, hlm. 5.
16 Ibid
1949 mengadakan perubahan sedikit namun hanya tujuh negara yang kemudian ikut (adhered).17
Di samping instrument internasional, ada instrument yang bersifat regional sebagai contoh: tahun 1948 terdapat American Treaty on Pacific Settlements of Disputes (Bogota Pact). Tahun 1957 di Eropa ada European Convention for the Pasific Settlements of Disputes. Tahun 1964 dalam rangka Organisasi Negara-Negara Africa (Organization of African Unity) ada Protocol of Commision for Mediation and Arbitration of the Organization of African Unity. Dalam rangka kerja sama Eropa dalam bidang keamanan dan kerja sama (Conference on Security and Cooperation in Europe – CSCE) telah membuat Convention on Conciliation and Arbitration, Convention Within the CSCE, tahun 1992.
Dalam rangka OAU tahun 1993 telah dibuat OAU Mechanism for Conflic Prevention, Management and Resolution. Di samping itu, telah banyak perjanjian-perjanjian internasional baik yang bersifat bilateral maupun yang bersifat multilateral dalam bidang persahabatan, perdagangan ataupun investasi asing telah memasukkan klausul penyelesaian sengketa secara khusus yang disebut sebagai klausul kompromi dalam menginterpretasikan dan menerapkan pertanyaan-pertanyaan sehubungan dengan perjanjian tersebut.18
Peran Organisasi Internasional dalam penyelesaian sengketa internasional telah diakui oleh masyarakat internasional. Pada waktu Liga
17 Akehurst‟s, Peter Malanezuk, Modern Introduction to International Law, (New York, Routledge: Seventh Revised Edition), 1997, hlm. 274.
18 Akehurst‟s loc. cit.
Bangsa-Bangsa (LBB) didirikan, pendiri LBB telah menyadari pentingnya peran organisasi regional dalam penyelesaian sengketa internasional. Pasal 21 kovenan LBB menentukan:
“Nothing in this Convenant shall be deemed to affect the validity of international engagements, such as treaties of arbitration or regional understandings like Monroe doctrine, for securing the maintenance of peace.”19
Hukum Internasional sudah lama mengakui bahwa badan atau organisasi internasional regional dapat pula berperan dalam menyelesaikan sengketa internasional secara damai. Peran badan ini terus berkembang dalam abad ke-20, seiring dengan adanya kecenderungan masyarakat internasional untuk membentuk badan-badan di lingkup regionnya.20
Peran organisasi internasional regional dalam penyelesaian sengketa ini misalnya tampak dalam Pasal 3 Piagam Organisasi Persatuan Afrika (Organization of African Unity atau OAU). Pasal 3 ayat (4) Piagam OAU ini menyatakan bahwa salah satu tujuan dari OAU adalah peaceful settlement of disputes by negotiation, mediation, conciliation or arbitration.
Merrills berpendapat, penyelesaian sengketa melalui organisasi regional memiliki nilai lebih (dibandingkan dengan cara penyelesaian sengketa misalnya melalui organisasi multilateral). Penyelesaian secara regional memungkinkan organisasi regional memberi dorongan, bantuan
19 Sri Setianingsih Suwardi, Penyelesaian Sengketa Internasional, (Jakarta: UI-Press), 2006, hlm.213.
20 Huala Adolf, op. cit. hlm. 116
atau bahkan tekanan kepada para pihak di region tersebut untuk meyelesaikan sengketanya secara damai.21
Dasar hukum bagi peran dan fungsi badan atau organisasi internasional regional dalam penyelesaian sengketa dapat ditemui untuk pertama kali dalam Pasal 21 Kovenan Liga Bangsa-Bangsa.
Setelah Liga Bangsa-Bangsa bubar, perannya digantikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Piagam PBB tetap mengakui peran badan atau organisasi internasional regional dalam penyelesaian sengketa.
Dasar hukum pengakuan peran PBB dalam penyelesaian sengketa terdapat dalam Pasal 33 Piagam. Pasal ini menyebut dengan istilah resort to regional agencies or arrangements (penyerahan sengketa kepada badan- badan atau pengaturan regional). Dalam Pasal 33, penyelesaian sengketa melalui cara ini merupakan salah satu cara penyelesaian sengketa yang diakui resmi oleh hukum internasional.22
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan judul dan latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
a. Apa yang dimaksud dengan sengketa internasional dan bagaimana suatu sengketa internasional itu dapat terjadi?
b. Cara-cara apa sajakah yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan suatu sengketa internasional berdasarkan hukum internasional?
21 J.G. Merrils, International Dispute Settlement, 3rd(Cambridge: Cambridge University Press),1998, hlm. 259.
22 Huala Adolf, op. cit. hlm. 116-117.
c. Bagaimana peran organisasi internasional regional dalam penyelesaian sengketa internasional?
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN 1. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam pembahasan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui dan memahami masalah masalah yang dapat menimbulkan sengketa internasional
b. Untuk mengetahui dan memahami upaya-upaya yang dapat ditempuh dalam menyelesaikan suatu sengketa menurut hukum internasional
c. Untuk mengetahui dan memahami peran organisasi internasional regional dalam menyelesaikan sengketa internasional
2. Manfaat Penelitian
Selain tujuan daripada penulisan skripsi, perlu pula diketahui bersama bahwa manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah:
a. Secara teoritis
Memberikan pemahaman akan penyebab terjadinya perselisihan antar negara yang dapat menyebabkan timbulnya sengketa internasional yang kemudian penyelesaiannya dilakukan oleh mahkamah internasional
dan aturan-aturan tentang penyelesaiannya juga diatur oleh organisasi internasional, dan juga menambah pengetahuan kita bersama dalam mendalami dan mempelajari penyelesaian sengketa internasional dan hukum organisasi internasional.
b. Secara praktis
Agar skripsi ini dapat menjadi kajian bagi praktisi hukum internasional dan juga dapat dijadikan sebagai referensi bagi mahasiswa-mahasiswa hukum internasional mengenai peran organisasi internasional regional dalam penyelesaian sengketa internasional.
D. METODE PENELITIAN
Metode penulisan yang akan dipakai dalam memperoleh data atau bahan dalam penelitian ini meliputi:
1. Jenis Pendekatan
Sebagaimana lazimnya penulisan dalam penyusunan dan penulisan karya tulis ilmiah yang harus didasarkan fakta-fakta dandata-data objektif, demikian halnya dalam menyusun dan menyelesaikan penelitian ini sebagai karya tulis ilmiah juga menggunakan pengumpulan data secara ilmiah (metodologi) guna memperoleh data-data yang diperlukan dalam penyusunannya
sesuai dengan yang telah direncanakan semula, yaitu menjawab permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya.
Metode penulisan yang dipergunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian hukum normative (yuridis normatif) yang dilakukan dan ditujukan pada norma-norma hukum yang berlaku.
Yuridis normatif merupakan pendekatan dengan data sekunder atau data yang berasal dari kepustakaan.
2. Data Penelitian
Adapun sumber data yang dipergunakan dalam skripsi ini berasal dari Library Research (penelitian kepustakaan) yang terdiri dari:
a. Bahan Hukum Primer (primary research/authoritative records) Merupakan bahan-bahan yang memiliki kekuatan hukum mengikat subjek hukum internasional. Dalam penelitian ini yang ditelusuri adalah dokumen berupa konvensi internasional, protocol, statute, traktat, dan piagam internasional.
b. Bahan Hukum Sekunder (secondary research/ not authoritative records)
Merupakan bahan hukum yang dapat memberi penjelasan mengenai bahan hukum primer, dalam hal penelitian ini adalah penjajakan literature ilmiah, seperti buku, jurnal, hasil penelitian, makalah, kutipan seminar, surat kabar, serta bahan-bahan lain yang berkaitan.
c. Bahan Hukum Tersier
Merupakan bahan hukum yang dapat diberikan petunjuk guna kejelasan dalam memahami bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif dan sebagainya. Dalam penelitian ini digunakan kamus Bahasa Indonesia untuk fungsi penerjemahan.
3. Teknik Pengumpulan Data
Penulisan skripsi ini menggunakan metode Library Research (penelitian kepustakaan), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari konvensi-konvensi internasional, buku-buku, situs internet, jurnal ilmiah hukum, dan bahan lainnya yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini.
Tahap-tahap pengumpulan data melalui studi kepustakaan adalah sebagai berikut:
a. Melakukan penelusuran kepustakaan melalui artikel-artikel media cetak maupun elektronik, sera dokumen-dokumen pemerintahan.
b. Mengelompokkan data-data yang relevan dengan permasalahan.
c. Menganalisa data-data yang relevan tersebut untuk menyelesaikan masalah yang menjadi objek penelitian.
4. Analisis Data
Data sekunder yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif yaitu dilakukan dengan menggambarkan data yang dihasilkan dalam bentuk uraian kalimat atau penjelasan. Dari analisis data tersebut dilanjutkan dengan menarik kesimpulan secara deduktif, yaitu suatu cara berfikir yang didasarkan pada fakta-fakta yang bersifat umum yang menuju kepada kesimpulan yang bersifat khusus. Kemudian selain menggambarkan dan mengungkapkan dasar hukumnya, juga dapat memberikan solusi terhadap permasalahan yang dimaksud.
E. KEASLIAN PENULISAN
Di dalam penulisan skripsi yang berjudul “Peran Organisasi Internasional Regional dalam Penyelesaian Sengketa Internasional” dapat dijamin orisinalitasnya. Berdasarkan pemeriksaan dan penelusuran kepustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara pada tanggal 15 Maret 2017, judul yang diangkat menjadi judul skripsi ini belum pernah ditulis sebelumnya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyusun skripsi ini melalui referensi buku-buku, artikel, media cetak, dan medua elektronik serta bantuan dari berbagai pihak.
Jadi, penulisan skripsi ini adalah asli karena sesuai dengan asas- asas keilmuan yaitu jujur, rasional, objektif, dan terbuka. Sehingga penulisan ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah
dan terbuka atas masukan dan saran yang membangun sehubungan dengan penelitian ini.
F. TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Penulisan skripsi ini bersumber dari konvensi-konvensi internasional, buku-buku, situs internet, jurnal ilmiah hukum, dan bahan- bahan lainnya.
Untuk menghindari adanya pengertian ganda, maka penulis memberikan batasan pengertian dari judul skripsi yang diambil dari sudut hukum, penafsiran secara etimologi, maupun dari pendapat pada sarjana terhadap beberapa hal yang akan dipaparkan dalam tulisan ini, antara lain:
1. Menurut Mahkamah Internasional, Sengketa Internasional adalah suatu situasi ketika dua negara mempunyai pandangan yang bertentangan mengenai dilaksanakan atau tidaknya kewajiban- kewajiban yang terdapat dalam perjanjian. 23 Istilah “sengketa internasional” (international dispute) mencakup bukan saja sengketa- sengketa antara negara-negara, melainkan juga kasus-kasus lain yang berada dalam lingkup pengaturan internasional, yaitu beberapa kategori sengketa tertentu antara negara disatu pihak dan individu- individu, badan-badan korporasi serta badan-badan bukan negara di pihak lain.24 Di samping itu, perlu pula dikemukakan bahwa suatu
23 Huala Adolf, op. cit. hlm. 2.
24 Bitar, Sengketa Internasional: Pengertian, Macam, Penyebab, Dan Penyelesaian
Beserta Contohnya Lengkap, sebagaimana dimuat dalam
sengketa bukanlah suatu sengketa internasional apabila penyelesaiannya tidak mempunyai akibat pada hubungan kedua belah pihak. Dalam sengketa the Northern Cameroons, Mahkamah Internasional diminta menyelesaikan suatu sengketa mengenai penafsiran suatu perjanjian perwalian (trusteeship) PBB yang sudah tidak berlaku. Dalam sengketa ini pemohon tidak menuntut apa-apa dari pihak lainnya. Karenanya Mahkamah Internasional menolak untuk mengadili sengketa tersebut dengan mengemukakan bahwa dalam mengadili suatu sengketa, putusan Mahkamah yang dikeluarkan haruslah mempunyai akibat praktis terhadap hubungan-hubungan hukum para pihak yang bersengketa.25
2. Sengketa adalah suatu situasi dimana ada pihak yang merasa dirugikan oleh pihak lain, yang kemudian pihak tersebut menyampaikan ketidakpuasan ini kepada pihak kedua. Jika situasi menunjukkan perbedaan pendapat, maka terjadilah apa yang dinamakan dengan sengketa. Sengketa dapat terjadi pada siapa saja dan dimana saja, antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok, perusahaan dengan negara, negara dengan negara, dan sebagainya. Dengan kata lain, sengketa dapat bersifat public maupun bersifat keperdataan dan dapat terjadi baik dalam lingkup local, nasional maupun internasional. Sedangkan Penyelesaian Sengketa adalah suatu mekanisme penyelesaian
http://www.gurupendidikan.com/sengketa-internasional-pengertian-macam-penyebab-dan- penyelesain-beserta-contohnya-lengkap/ , diakses tanggal 14 Juli 2017, pukul 15.00 WIB.
25 Huala Adolf, op. cit. hlm. 3.
terhadap suatu sengketa yang terjadi di dalam suatu peristiwa, misalnya dalam sebuah organisasi yang tujuannya untuk menyelesaikan sengketa secara damai dan atau melakukan perang sesuai dengan prosedur perang yang diakui menurut hukum internasional. 26
3. Organisasi Internasional menurut Cheever dan Haviland adalah pengaturan bentuk kerjasama internasional yang melembaga antara negara-negara, umumnya berlandaskan suatu persetujuan dasar, untuk melaksanakan fungsi-fungsi yang memberi manfaat timbal balik melalui peretemuan-pertemuan serta kegiatan-kegiatan staf secara berkala.27 Terdapat dua macam organisasi internasional secara umum, yakni IGO (Intergovernmental Organization) dan INGO (International Nongovernmental Organization).28 Sedangkan Bowett D.W dalam bukunya “Hukum Organisasi Internasional” mengakui tidak ada batasan yang umum tentang pengertian organisasi internasional.
Substansi pendapatnya mengatakan bahwa organisasi publik internasional merupakan organisasi permanen berdasarkan suatu perjanjian internasional yang sifatnya multilateral berdasarkan kriteria dan tujuan tertentu.29
26 Carina Etta Siahaan, Peran Uni Eropa Dalam Proses Penyelesaian Sengketa Bagi Negara Anggota Dan Negara Non Anggota, Skripsi Kearsipan Fakultas Hukum, USU, 2013, hlm.
12. 27
John Baylis and Steven Smith, The Globalization of World Politics; An Introduction to International Relations, (New York: Oxford University Press), 2001, hlm. 185.
28Ibid
29Ade Maman Suherman, Organisasi Internasional & Integrasi Ekonomi Regional dalam Perspektif Hukum dan Globalisasi, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003, hlm. 45.
4. Organisasi Regional adalah organisasi yang luas wilayahnya meliputi beberapa negara tertentu saja. Organisasi regional mempunyai wilayah kegiatannya bersifat regional, dan keanggotaannya hanya diberikan bagi negara-negara pada kawasan tertentu saja. 30 Peran yang dimainkan oleh organisasi-organisasi regional sangat berbeda bergantung pada karakteristik organisasi tersebut. Karakteristik ini dipengaruhi oleh faktor geografis, ketersediaan sumber-sumber dan struktur organisasi. Perbedaan faktor-faktor ini akan mempengaruhi bentuk Organisasi Regional dan organ-organ yang menopangnya.
Perbedaan karakter ini juga nantinya akan berpengaruh pada mekanisme dan prosedur penyelesaian konflik yang ditempuh untuk menyelesaikan sengketa antara anggota dalam sebuah Organisasi Regional. Dalam menyelesaikan sengketa internal kawasan, salah satu peran utama Organisasi Regional adalah untuk menjadi wadah konsultasi, menyelenggarakan dan menyediakan suatu forum negosiasi bagi negara-negara anggota baik dalam situasi konflik maupun dalam kondisi yang berpotensi menimbulkan konflik.31
30 Zia, Definisi Organisasi Regional dan Internasional, sebagaimana dimuat dalam http://annisafauziaaa.blogspot.co.id/2013/11/definisi-organisasi-regional-dan.html , diakses tanggal 12 Juni 2017, pukul 20.00 WIB.
31 Andrea Adam, Organisasi Regional, sebagaimana dimuat dalam http://skylexuzzz21.blogspot.co.id/2014/12/organisasi-regional.html , diakses tanggal 16 Juli 2017, pukul 20.00 WIB.
G. SISTEMATIKA PENULISAN
Sebagai gambaran umum untuk memudahkan pemahaman materi yang disampaikan, skripsi ini dibagi menjadi 5 bab yang saling berhubungan erat satu sama lain, dengan perincian sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
adalah bab yang memberikan gambaran umum yang menguraikan mengenai Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Metode Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, dan Sistematika Penulisan.
BAB II : TINJAUAN MENGENAI SENGKETA INTERNASIONAL
adalah bab yang membahas mengenai Sengketa Internasional termasuk pengertian sengketa internasional, sebab terjadinya sengketa internasional, dan macam-macam sengketa internasional.
BAB III : PENYELESAIAN SENGKETA
INTERNASIONAL BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL
adalah bab yang membahas mengenai Penyelesaian Sengketa Internasional Berdasarkan Hukum Internasional, termasuk penyelesaian sengketa
dengan damai, penyelesaian sengketa dengan kekerasan bukan perang, penyelesaian sengketa internasional berdasarkan Bab VII Piagam PBB, dan penyelesaian sengketa dalam Mahkamah Internasional.
BAB IV : PERAN ORGANISASI INTERNASIONAL REGIONAL DALAM PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL
adalah bab yang membahas mengenai Peran Organisasi Internasional Regional Dalam Penyelesaian Sengketa Internasional seperti penyelesaian sengketa menurut ASEAN, penyelesaian sengketa menurut EU, penyelesaian sengketa menurut OAS, dan penyelesaian sengketa menurut OAU.
BAB V : PENUTUP
adalah merupakan bagian penutup yang memuat kesimpulan jawaban atas rumusan masalah dan saran yang berupa masukan-masukan.
BAB II
TINJAUAN MENENAI SENGKETA INTERNASIONAL
A. PENGERTIAN SENGKETA INTERNASIONAL
Sengketa (dispute) menurut Merrils adalah ketidakpahaman mengenai sesuatu. Adapun John Collier & Vaughan Lowe membedakan antara sengketa (dispute) dengan konflik (conflict). Sengketa (dispute) adalah:
“A specific disagreement concerning a matter of fact, law or policy in which a claim or assertion of one party is met with refusal, counter clain or denial by another32”
“Ketidaksepakatan yang spesifik mengenai suatu fakta, hukum atau kebijakan dimana klaim atau pernyataan salah satu pihak berakhir dengan penolakan, pertengkaran atau penyangkalan oleh pihak lain”
Sementara itu, Mahkamah Internasional Permanen dalam sengketa Mavrommatis Palestine Concessions (Preliminary Objections 1924) mendefinisikan pengertian sengketa sebagai: Disagreement on a point of law or fact, a conflict of legal views or interest between two person.33
Mahkamah Internasional mengungkapkan pendapat hukumnya (advisory opinion) dalam kasus Interpretation of Peace Treaties bahwa untuk menyatakan ada tidaknya suatu sengketa internasional harus ditentukan secara objektif. Menurut Mahkamah, sengketa internasional adalah suatu situasi ketika dua negara mempunyai pandangan yang
32 John Collier & Vaughan Lowe, The Settlement of Disputes in International Law, Oxford University Press, 1999.
33 Huala Adolf, op.cit. hlm. 2.
bertentangan mengenai dilaksanakan atau tidaknya kewajiban-kewajiban yang terdapat dalam perjanjian.34
Sedangkan menurut Duane Ruth-hefelbower, konflik merupakan kondisi yang terjadi ketika dua pihak ataupun lebih yang menganggap ada perbedaan posisi yang tidak selaras atau sebanding, tidak cukup sumber dan tindakan salah satu pihak meghalangi, mecampuri atau dalam beberapa hal membuat tujuan di pihak lain kurang berhasil.35
Dengan demikian, setiap sengketa adalah konflik, tetapi tidak semua konflik dapat dikategorikan sebagai sengketa (dispute). Sengketa antara Indonesia dengan Malaysia menyangkut kepemilikan atas Pulau Sipadan Ligitan adalah sengketa (dispute), namun demikian perseteruan antara Amerika dengan Iran sejak kejatuhan syah Iran adalah konflik mengigat begitu kompleksnya permasalahan antara kedua negara.
Demikian halnya problem dengan Israel-Arab, menurut Merrils lebih tepat dikategorikan sebagai “situation” atau konflik menurut istilah John Collier. Hal ini dikarenakan kompleksnya permasalahan pihak-pihak terkait, dan dalam situations itu umumnya terdapat banyak specific dispute.36
Sengketa Internasional adalah sengketa yang bukan secara eksklusif merupakan urusan dalam negeri suatu negara. Sengketa
34 Ibid.
35 Utsman Ali, Pengertian Konflik, Sengketa dan Sengketa Internasional, sebagaimana dimuat dalam http://www.pengertianpakar.com/2015/02/pengertian-konflik-sengketa-dan- sengketa-internasional.html , diakses pada tanggal 15 Juli 2017, pukul 18.20.
36 Sefriani, Hukum Internasional: Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Press), 2014, hlm.
322.
internasional juga tidak hanya eksklusif menyangkut hubungan antarnegara saja mengingat subjek-subjek hukum internasional saat ini sudah mengalami perluasan sedemikian rupa melibatkan banyak aktor non negara.37
Persoalan yang timbul adalah apa yang bisa dijadikan sebagai subjek persengketaan. Menurut John G. Merrills subjek dari persengketaan dapat bermacam-macam, mulai dari sengketa mengenai kebijakan suatu negara sampai persoalan perbatasan..38
Permasalahan yang disengketakan dalam suatu sengketa internasional dapat menyangkut banyak hal. Sengketa di European Union menyangkut kebutuhan integrasi politik yang lebih kuat adalah sengketa menyangkut kebijakan. Sengketa perbatasan wilayah adalah sengketa tentang legal right. Di sisi lain sengketa juga dapat menyangkut fakta. Di mana posisi kapan negara A ketika diintersepsi oleh negara B adalah salah satu contoh sengketa mengenai fakta.39
B. SEBAB TERJADINYA SENGKETA INTERNASIONAL
Semua negara di dunia mendambakan kerukunan dan kedamaian, namun kedamaian itu tidak akan ada jika hukum internasional yang telah disepakati warga dunia tidak ditaati oleh warga dunia sehingga menyebabkan timbulnya sengketa internasional.
Ada beberapa sebab terjadinya sengketa internasional antara lain:
37 Ibid.
38 Dewa Gede Sudika Mangku, loc.cit.
39 Sefriani, op.cit. hlm. 323.
a. Politik luar negeri yang terlalu luwes atau sebaliknya terlalu kaku Politik luar negeri suatu bangsa menjadi salah satu penyebab kemungkinan timbulnya sengketa antarnegara. Sikap tersinggung atau salah paham merupakan pemicu utama terjadinya konflik. Salah satu contohnya adalah sikap Inggris yang terlalu luwes (fleksibel) dalam masalah pengakuan Pemerintahan China.
Pada akhirnya mengakibatkan ketersinggungan pihak Amerika Serkat yang bersikap kaku terhadap China.
b. Unsur-unsur moralitas dan kesopanan antarbangsa
Dalam menjalin kerja sama atau hubungan dengan bangsa lain, kesopanan antarbangsa penting untuk diperhatikan dalam etika pergaulan. Sebab bila kita menyalahi etika bisa saja timbul konflik atau ketegangan. Hal ini pernag terjadi saat Singapura mengundurkan diri dari perjanjian dengan Malaysia, walaupun hubungan baik sudah lama mereka jalin.
c. Masalah klaim batas negara atau wilayah kekuasaan
Negara-negara yang bertetangga secara geografis berpeluang besar terjadi konflik atau sengketa memperebutkan batas negara. Hal ini dialami antara lan oleh Indonesia-Malaysia, India-Pakistan, dan China-Taiwan.
d. Masalah hukum nasional (aspek yuridis) yang saling bertentangan Hukum Nasional setiap negara berbeda-beda bergantung pada kebutuhan dan kondisi masyarakatnya. Bila suatu negara
saling bekerja sama tanpa mempertimbangkan hukum nasional negara lain, bukan tidak mungkin konfrontasi bisa terjadi. Hal ini terjadi saat Malaysia secara yuridis menentang cara-cara pengalihan daerah Sabah dan Serawaj dari kedaulatan Kerajaan Inggris ke bawah kedaulatan Malaysia.
e. Masalah ekonomi
Faktor ekonomi dalam pratek hubungan antara negara ternyata sering kali memicu terjadinya konflik internasional.
Kebijakan ekonomi yang kakau dan memihak menyebabkan terjadinya konflik. Hal ini bisa terlihat ketika Amerika Serikat mengembargo minyak bumi hasil dari Irak yang kemudian menjadikan konflik tegang antara Amerika Serikat dan Irak.40 Beberapa penyebab timbulnya sengketa regional, antara lain:
1. Pelanggaran suatu perjanjian yang telah disepakati dalam lingkup regional tertentu terhadap regional lainnya.
2. Pertentangan (terjadinya konflik) dua negara besar yang saling berebut pengaruh di regional tertentu.41
Sebagai contoh yaitu perebutan penguasaan atas Pulau Sipadan dan Ligitan antara Indonesia dan Malaysia. Sengketa Sipadan dan Ligitan adalah persengketaan Indonesia dan Malaysia atas pemilikan terhadap
40 Bitar, Sengketa Internasional: Pengertian, Macam, Penyebab dan Penyelesaian
Beserta Contohnya Lengkap, sebagaimana dimuat dalam
http://www.gurupendidikan.com/sengketa-internasional-pengertian-macam-penyebab-dan- penyelesain-beserta-contohnya-lengkap/ , diakses tanggal 9 Juni 2017, pukul 15.00 WIB.
41 Mas Min, Kasus Persengketaan dan Penyebab Timbulnya Sengketa Internasional, sebagaimana dimuat dalam http://www.pelajaran.co.id/2016/23/kasus-persengketaan-dan- penyebab-timbulnya-sengketa-internasional.html , diakses tanggal 9 Juni 2017, pukul 16.00 WIB.
kedua pulau yang berada di Selat Makassar yaitu pulau Sipadan dan pulau Ligitan. Persengketaan ini mencuat pada tahun 1967 ketika dalam pertemuan teknis hukum laut antara kedua negara, masing- masing negara ternyata memasukkan pulau Sipadan dan pulau Ligitan ke dalam batas-batas wilayahnya. Sikap Indonesia semula ingin membawa masalah ini melalui Dewan Tinggi ASEAN, namun akhirnya sepakat untuk menyelesaikan sengketa melalui jalur hukum Mahkamah Internasional. Pada tahun 1998 masalah sengketa ini dibawa ke Mahkamah Internasional, kemudian pada 17 Desember 2002 Mahkamah Internasional mengeluarkan keputusan tentang kasus sengketa kedaulatan Pulau Sipadan-Ligitan. Hasilnya, dalam voting di lembaga itu, Malaysia dimenangkan oleh 16 hakim, sementara hanya 1 orang yang berpihak kepada Indonesia. Dari 17 hakim itu, 15 merupakan hakim tetap dari Mahkamah, sementara satu hakim merupakan pilihan Malaysia dan satu lagi dipilih oleh Indonesia.
Kemenangan Malaysia, oleh karena berdasarkan pertimbangan effectivity (tanpa memutuskan pada pertanyaan dari perairan teritorial dan batas-batas maritim), yaitu pemerintah Inggris (penjajah Malaysia) telah melakukan tindakan administratif secara nyata berupa penerbitan ordonansi perlindungan satwa burung, pungutan pajak terhadap pengumpulan telur penyu sejak tahun 1930, dan operasi mercu suar sejak 1960-an.
Adapun faktor-faktor yang menjadi latar belakang terjadinya sengketa internasional yaitu:
1. Kemiskinan dan ketidakadilan. Kedua hal ini dapat membatasi kesempatan bagi suatu bangsa untuk berkembang dan menjadi negara maju
2. Perbedaan ras dan agama dalam kaitannya dengan status social.
Misalnya sistem kasta dan politik rasial
3. Ekstremisme, yaitu sikap dan tindakan yang selalu memaksakan kehendak kepada bangsa lain yang bahkan dapat merugikan negara 4. Kontroversi sebagai bentuk proses social antara persaingan dan
konflik yang merupakan sikap tidak senang baik secara sembunyi atau terus terang
5. Diskriminasi, yaitu pembatasan terhadap suatu kelompok untuk masuk pada kelompok tertentu.42
Selain faktor-faktor tersebut masih terdapat masalah lain yang bisa mengakibatkan adanya sengketa internasional seperti berikut:
1. Masalah Etnis. Sebagai contoh, kerusuhan etnis di negara-negara bekas Uni Soviet dan Yugoslavia
2. Pelanggaran HAM pada umumnya terjadi hampir di setiap negara 3. Ancaman pertumbuhan teknologi nuklir, kecuali jika digunakan
untuk kegiatan damai
42 Angga Sopiana, Penyebab Timbulnya Sengketa Internasional, sebagaimana dimuat dalam http://www.sridianti.com/penyebab-timbulnya-sengketa-internasional.html , diakses tanggal 9 Juni 2017, pukul 17.00 WIB.
4. Keadaan penduduk yang sangat cepat cenderung menimbulkan kerusuhan social bahkan permusuhan antarnegara. Jumlah pengungsi internasional yang besar akan menimbulkan kekacauan, bahkan revolusi
5. Merosotnya kualitas moral yang cukup memprihatinkan. Saat ini terjadi banyak politisi yang menyalahgunakan kewenangan- kewenangan kekuasaan sehingga bertentangan dengan harapan- harapan manusia.43
Berbagai pelanggaran terhadap hukum internasional atau perjanjian internasional dapat menimbulkan sengketa internasional. Contoh sebab- sebab timbulnya sengketa internasional dalam hubungannya dengan masalah politis dan batas wilayah sebagai berikut:
1. Segi Politis
Adanya Pakta Pertahanan atau Pakta Perdamaian pasca Perang Dunia II muncul dua blok berkekuatan besar, yaitu Blok Barat (NATO) di bawah pimpinan Amerika Serikat dan Blok Timur (Pakta Warsawa) di bawah pimpinan Uni Soviet. Keduanya saling berebut pengaruh di bidang ideology dan ekonomi serta berlomba memperkuat persenjataan. Akibatnya terjadi konflik di berbagai negara, misalnya krisi Kuba, Perang Korea hingga muncul Korea Utara yang didukung Blok Timur dan Korea Selatan yang didukung Blok Barat, Perang Kamboja dan Perang Vietnam.
43 Ibid.
2. Segi Batas Wilayah
Antarnegara kadang terjadi ketidakpastian mengenai batas wilayah masing-masing. Kasus semacam ini dapat kita lihat pada ketidakjelasan batas laut territorial antara Indonesia dengan Malaysia di Pulau Sipadan dan Ligitan (di Kalimantan), dan perbatasan di Kashmir yang hingga kini masih diperdebatkan antara India dengan Pakistan.44
C. MACAM-MACAM SENGKETA INTERNASIONAL
Pada umumnya hukum internasional membedakan sengketa internasional atas sengketa yang bersifat politik dan sengketa yang bersifat hukum.
1. Sengketa Politik
Sengketa politik adalah sengketa ketika suatu negara mendasarkan tuntutan tidak atas pertimbangan yurisdiksi melainkan atas dasar politik atau kepentingan lainnya. Sengketa yang tidak bersifat hukum ini penyelesaiannya secara politik. Keputusan yang diambil dalam penyelesaian politik hanya berbentuk usul-usul yang tidak mengikat negara yang bersengketa. Usul tersebut tetap mengutamakan kedaulatan negara yang bersengketa dan tidak harus mendasarkan pada ketentuan hukum yang diambil.
44 Ibid.
Sebagai contoh yaitu sengketa Karang Scarborough antara China dan Filipina. Konflik ini dimulai pada April 2012, dipicu saat pihak berwenang Filipina memergoki 8 kapal penangkap ikan China di Karang Scarborough. Ketika angkatan laut Filipina akan menangkap para nelayan tersebut, tindakan ini dihalangi aksi kapal China lainnya.
Kedua negara mengklaim pulau kecil di laut China Selatan itu, yang terletak sekitar 230 kilometer dari Filipina dan lebih dari 1200 kilometer dari China.45 Akibat peristiwa tersebut, pemerintah Filipina memanggil Duta Besar China di Manila untuk menjelaskan insiden yang terjadi. Juru bicara Departemen Luar Negeri, Hernandez mengatakan, mereka akan menyelesaikan masalah itu secara diplomatis.46 Pengadilan Arbitrase Internasional yang berbasis di Den Haag Belanda, pada 12 Juli 2016 memutuskan, China telah melanggar kedaulatan Filipina di Laut China Selatan. Pengadilan memutuskan bahwa tak ada dasar hukum apapun bagi China untuk mengklaim hak historis terkait sumber daya alam di lautan tersebut.47
2. Sengketa Hukum
Sengketa hukum yaitu sengketa dimana suatu negara mendasarkan sengketa atau tuntutannya atas ketentuan-ketentuan yang terdapat
45 Ayu Purwaningsih, Sengketa antara Cina dan Filipina, sebagaimana dimuat dalam http://www.dw.com/id/sengketa-antara-cina-dan-filipina/a-15945850 , diakses tanggal 15 Juli 2017, pukul 22.00 WIB.
46 Denny Armandhanu, Filipina-China Bersitegang di Laut Sengketa, sebagaimana dimuat dalam http://dunia.news.viva.co.id/news/read/303500-al-filipina-china-tegang-di-perairan- sengketa , diakses tanggal 15 Juli 2017, pukul 22.15 WIB.
47 Ervan Hardoko, Mahkamah Arbitrase Internasional: China Tak Berhak Klaim Seluruh
Laut China Selatan, sebagaimana dimuat dalam
http://internasional.kompas.com/read/2016/07/12/17095071/mahkamah.arbitrase.internasional.chi na.tak.berhak.klaim.seluruh.laut.china.selatan , diakses tanggal 15 Juli 2017, pukul 20.50 WIB.
dalam suatu perjanjian atau yang telah diakui oleh hukum internasional. Keputusan yang diambil dalam penyelesaian sengketa secara hukum punya sifat yang memaksa kedaulatan negara yang bersengketa. Hal ini disebabkan keputusan yang diambil hanya berdasarkan atas prinsip-prinsip hukum internasional.48
Contoh sengketa hukum yaitu sengketa Kuil Preah Vihear antara Kamboja dan Thailand. Kedua negara tersebut sama-sama mengklaim wilayah tersebut sebagai wilayahnya, dan pada Juli 2008 kedua negara tersebut menempatkan tentaranya yang keseluruhannya berjumlah lebih dari 4000 pasukan di kawasan Kuil Preah Vihear. Perdebatan tentang wilayah kuil ini semakin memanas sejak dikeluarkannya keputusan UNESCO yang memasukkan kuil seluas 4,6 km2 tersebut ke dalam daftar warisan sejarah dunia. Sebenarnya, masalah kepemilikan kuil ini sudah diatur oleh Mahkamah Internasional tahun 1962, yang menyatakan kuil tersebut adalah milik rakyat Kamboja, namun Thailand tidak menerima keputusan tersebut.49 Menyusul baku tembak yang terjadi antara tentara Thailand dan Kamboja di perbatasan kedua negara pada Februari 2011 , yang menewaskan 18 orang dan memaksa puluhan ribu warga lainnya mengungsi, pihak Kamboja berusaha mengklarifikasi putusan mengenai tanah di sekitar kuil. Kedua belah
48 Boer Mauna, Pengertian, Peranan dan Fungsi Hukum Internasional dalam Era Dinamika Global, (Bandung: PT. Alumni), 2003, hlm. 188-189.
49 Putralief Cyber, Sengketa Internasional Thailand dan Kamboja dan Cara
Penyelesaiannya, sebagaimana dimuat dalam http://putralief-
cyber.blogspot.co.id/2015/02/sengketa-internasional-thailand-dan.html , diakses tanggal 15 Juli 2017, pukul 23.15 WIB.
pihak sepakat untuk menarik pasukan dari wilayah sengketa pada Desember 2011.50 Mahkamah Internasional kemudian pada tanggal 11 November 2015 memutuskan areal sekitar kuil Preah Vihear adalah milik Kamboja, dan Thailand harus menarik pasukannya dari daerah itu. Putusan Mahkamah Internasional ini sebenarnya hanya menafsirkan dan menegaskan putusan dalam kasus yang sama pada 1962. Kala itu, Thailand menilai putusan tersebut hanya menyangkut kepemilikan kuil, bukan kepemilikan areal di sekitar kuil tersebut.
„Sengketa‟ ini menimbulkan konflik antar dua negara. Karenanya, Kamboja meminta agar Mahkamah Internasional menafsirkan putusan pada 1962 itu. Dalam putusannya yang terbaru, Mahkamah menegaskan bahwa Kuil Preah Vihear merupakan tempat relijius dan budaya yang sangat penting bagi masyarakat di region tersebut. Kuil itu bahkan sudah terdaftar sebagai salah satu tempat warisan dunia.51
Menyangkut substansi sengketa itu, beberapa pakar mencoba untuk memisahkan antara sengketa hukum (legal dispute) dengan sengketa politik (political dispute). Profesor Wolfgang Friedmann misalnya mengemukakan bahwa karakteristik sengketa hukum adalah sebagai berikut:
50 Mahkamah PBB Putuskan Wilayah Sengketa, sebagaimana dimuat dalam http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2013/11/131111_thailand_perebutancandi , diakses tanggal 15 Juli 2017, pukul 23.25 WIB.
51 Ali, Sengketa Kuil Kamboja Kalahkan Thailand di Mahkamah Internasional, sebagaimana dimuat dalam http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5283964a53cf7/sengketa- kuil--kamboja-kalahkan-thailand-di-mahkamah-internasional , diakses tanggal 15 Juli 2017, pukul 23.30 WIB.
1. Capable of being settled by the application of certain principles & rules of international law
2. Influence vital interest of State such as territorial integrity 3. Implementation of the existing international integrity to raise a
justice decision and support to progressive international relation
4. The dispute related with legal rights by claims to change the existing rule52
Menurut beliau, meskipun sulit untuk membedakan kedua pengertian tersebut, namun perbedaannya dapat terlihat pada konsepsi sengketanya. Konsepsi sengketa hukum memuat hal-hal berikut:
1. Sengketa hukum adalah perselisihan antarnegara yang mampu diselesaikan oleh pengadilan dengan menerapkan aturan-aturan hukum yang ada atau yang sudah pasti.
2. Sengketa hukum adalah sengketa yang sifatnya memengaruhi kepentingan vital negara, seperti integritas wilayah dan kehormatan atau kepentingan lainnya dari suatu negara.
3. Sengketa hukum adalah sengketa dimana penerapan hukum internasional yang ada, cukup untuk menghasilkan suatu putusan yang sesuai dengan keadilan antarnegara dengan perkembangan progresif hubungan internasional.
4. Sengketa hukum adalah sengketa yang berkaitan dengan persengketaan hak-hak hukum yang dilakukan melalui tuntutan yang menghendaki suatu perubahan atas suatu hukum yang telah ada.53
52 Sefriani, loc. cit.
53 Huala Adolf, op. cit. hlm. 4.
Pendapat lain dikemukakan oleh para sarjana dan ahli hukum internasional dari Inggris yang membentuk suatu kelompok studi mengenai penyelesaian sengketa tahun 1963. Kelompok studi yang diketuai oleh Sir Humprey Waldock ini menerbitkan laporannya yang sampai sekarang masih dipakai sebagai sumber penting untuk studi tentang penyelesaian sengketa internasional.54
Pendapatnya ini dirumuskan sebagai berikut:
The legal of political character of dispute is ultimately determined by the objective aimed at or the position adopted by each party in the dispute. If both parties are demanding what they conceive to be their existing legal rights as, for example, in the Corfu Channel case, the dispute is evidently legal. If both are demanding the application of standarts or factors not rooted in the existing rules of international law as, for example in a dispute regarding disarmament, dispute is evidently political.55
Menurut kelompok studi ini penentuan suatu sengketa sebagai suatu sengketa hukum atau politik bergantung sepenuhnya kepada para pihak yang bersangkutan. Jika para pihak menentukan sengketanya sebagai sengketa hukum maka sengketa tersebut adalah sengketa hukum.
Sebaliknya, jika sengketa tersebut menurut para pihak membutuhkan patokan tertentu yang tidak ada dalam hukum internasional misalnya soal perlucutan senjata maka sengketa tersebut adalah sengketa politik.
Pendapat selanjutnya adalah dari sekelompok sarjana yang merupakan gabungan sarjana Eropa (seperti De Visscher, Geamanu, Oppenheim) dan Amerika Serikat (seperti Hans Kelsen) Menurut
54 Ibid, hlm. 5.
55 Ibid.
Oppenheim-Kelsen, tidak ada pembenaran ilmiah serta tidak ada dasar kriteria objektif yang mendasari pembedaan antara sengketa politik dan hukum. Menurut mereka, setiap sengketa memiliki aspek politis dan hukumnya. Sengketa tersebut biasanya terkait antarnegara yang berdaulat.56
Menurut Oppenheim-Kelsen:
All dispute have their political aspects by the very fact that they concern relation between sovereign States. Dispute which according to the distinction, are said to be a legal nature might involved highly important political interest of the States concerned, conversely, dispute reputed according to that distinction to be a political character more often than not concern the application of a principle or a norm of international law.57
Semua sengketa memiliki aspek politik sendiri dengan fakta bahwa mereka memperhatian hubungan antara negara-negara berdaulat.
Sengketa yang berdasarkan pembedaannya, dikatakan sebagai sifat hukum yang mungkin melibatkan kepentingan politik yang sangat penting bagi negara-negara yang bersangkutan, sebaliknya, reputasi sengketa sesuai dengan perbedaan tersebut menjadi karakter politik lebih sering daripada tidak memperhatikan penerapan prinsip atau norma hukum internasional.
Menurut Oppenheim dan Kelsen, pembedaan antara sengketa politis dan hukum tidak ada pembenaran ilmiah serta tidak ada dasar kriteria obyektif yang mendasarinya. Menurut mereka setiap sengketa memiliki aspek-aspek politis dan hukumnya. Sengketa-sengketa tersebut biasanya terkait antar negara yang berdaulat. Sengketa-sengketa yang dianggap sebagai sengketa hukum mungkin saja tersangkut di dalamnya kepentingan poliitis yang tinggi dari negara-negara yang bersangkutan.
56 Ibid.
57 Sefriani, loc. cit.
Begitu pula sebaliknya. Sengketa-sengketa yang dianggap memiliki sifat politis, mungkin saja di dalamnya sebenarnya penerapan prinsip-prinsip atau aturan-aturan hukum internasional dimungkinkan.
Menilik pendapat ketiga pakar tersebut adalah tidak mudah untuk memisahkan secara tegas atau kaku antara sengketa hukum dengan sengketa politik. Meskipun demikian, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa semua sengketa yang dapat diselesaikan menggunakan prinsip-prinsip juga aturan-aturan hukum internasional, menyangkut hak-hak yang dijamin oleh hukum internasional merupakan sengketa hukum.58
Selanjutnya Pasal 36 ayat (2) Statuta Mahkamah menegaskan bahwa sengketa hukum yang dapat dibawa ke Mahkamah Internasional menyangkut hal-hal sebagai berikut:
1. Interpretation of a treaty
2. Any question of international law
3. The existence of any fact which, if established, would constitute a breach of an international obligation
4. The nature or extent of the reparation to be made for the breach of an international obligation.
Pasal 36 ayat (2) Statuta mengatakan bahwa negara-negara pihak Statuta, dapat setiap saat menyatakan untuk menerima wewenang wajib mahkamah dan tanpa persetujuan khusus dalam hubungannya dengan negara lain yang menerima kewajiban yang sama, dalam sengketa hukum mengenai:
1. Penafsiran suatu perjanjian
2. Setiap persoalan hukum internasional
58 Ibid. hlm. 324
3. Adanya suatu fakta yang bila terbukti akan merupakan pelanggaran terhadap kewajiban internasional
4. Jenis atau besarnya ganti rugi yang harus dilaksanakan karena pelanggaran dari suatu kewajiban internasional.
Terkait dengan sengketa internasional sangat menarik kiranya apa yang dikemukakan oleh John Collier bahwa fungsi hukum penyelesaian sengketa internasional manakala terjadi sengketa internasional adalah to manage, rather than to suppress or to resolve a dispute. 59
59 Ibid.
BAB III
PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL
E. PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN DAMAI
Bagi organisasi internasional seperti PBB ataupun organisasi regional, penyelesaian sengketa secara damai antara anggotanya merupakan tujuan dari organisasi.60 Gagasan mengutamakan penyelesaian sengketa secara damai ketimbang penggunaan kekerasan sudah dimunculkan sejak lama sekali.
Namun demikian secara formal, usaha pembentukan lembaga, instrumen hukum, juga pengembangan teknis penyelesaiannya baru memperoleh pengakuan secara luas sejak dibentuknya PBB tahun 1945. Beberapa instrumen hukum tentang penyelesaian sengketa internasional selain Piagam PBB adalah sebagai berikut:
a. Confention for the pacific settlement of int disputes 1899 b. Confention for the pacific settlement of int disputes 1907
c. The Confention for the Pacific Covenant of the League of Nations 1919
d. The General Act for the Pacific Settlement of Int disputes 1928 e. Bandung Declaration 1955: settlement of all disputes by peaceful
means such as negotiations as well as other peaceful means of the parties own choice in conformity with the UN Charter
60 Sri Setianingsih Suwardi, op. cit. hlm. 18.