• Tidak ada hasil yang ditemukan

GERIATRIC OPINION 2018

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "GERIATRIC OPINION 2018"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

GERIATRIC OPINION 2018

EDITORS :

dr. IGP Suka Aryana, SpPD-KGer, FINASIM dr. Nyoman Astika, SpPD-KGer, FINASIM

Dr. dr. R.A. Tuty Kuswardhani, SpPD-KGer, MKes, FINASIM

UDAYANA UNIVERSITY PRESS

(3)

i KATA PENGANTAR

Peningkatan jumlah populasi lanjut usia akibat peningkatan usia harapan hidup saling berkaitan sehingga diperlukan peningkatan pelayanan kesehatan terhadap warga lanjut usia khususnya peningkatan pelayanan kesehatan lanjut usia di rumah sakit yang berkualitas, merata dan terjangkau serta dilakukan secara terpadu melalui pendekatan interdisiplin oleh berbagai tenaga profesional yang bekerja dalam tim terpadu geriatri mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Geriatri di Rumah Sakit dan SNARS ed 1. Rumah Sakit perlu melakukan persiapan-persiapan untuk meningkatan mutu pelayanan geriatri di Rumah Sakit dan mampu mencapai target standar akreditasi rumah sakit secara tepat dan benar.

Buku Geriatric Opinion adalah buku yang disusun oleh Perhimpunan Gerontologi Medik (PERGEMI) cabang Bali untuk dapat memberikan informasi tambahan kepada para pemberi pelayanan kesehatan yang tertarik dalam bidang geriatri agar dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan pada pasien geriatri.

Buku ini berisikan tentang berbagai penatalaksanaan terhadap berbagai permasalahan penyakit, sindrom Geriatri, disabilitas dan handicap secara interdisiplin, komprehensif, holistik, dan terpadu. Buku ini akan terus diterbitkan setiap tahun dengan topik berbeda dan terbaru. Usulan topik berikutnya dapat disampaikan melalui email pergemibali@gmail.com.

Semoga buku ini bermanfaat buat kita semua. Salam Sehat Lansia Indonesia...

Denpasar, 23 November 2018 Ketua Panitia

dr. IGP Suka Aryana SpPD-KGer, FINASIM

(4)

ii

DAFTAR KONTRIBUTOR

dr. IGP Suka Aryana, SpPD-KGer, FINASIM Staf Divisi Geriatri

Departemen / KSM Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / RSUP Sanglah Denpasar

dr. Nyoman Astika, SpPD-KGer, FINASIM Ketua Instalasi Geriatri Terpadu, Staf Divisi Geriatri

Departemen / KSM Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / RSUP Sanglah Denpasar

Dr. dr. R.A. Tuty Kuswardhani, SpPD-KGer, MKes, FINASIM Ketua Divisi Geriatri

Departemen / KSM Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / RSUP Sanglah Denpasar

dr. IB Putu Putrawan, SpPD, FINASIM Staf Divisi Geriatri

Departemen / KSM Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / RSUP Sanglah Denpasar

dr. Ni Ketut Rai Purnami, SpPD Staf Divisi Geriatri

Departemen / KSM Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / RSUP Sanglah Denpasar

dr. Agustinus I Wayan Harimawan,MPH., SpGK KSM Gizi Klinik

RSUP Sanglah Denpasar

(5)

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

KONTRIBUTOR ii

DAFTAR ISI iii

DAFTAR TABEL v

DAFTAR GAMBAR vi

LAW AND DIGNITY IN ELDERLY Tuty Kuswardhani

1

AGING AND PHYSIOLOGICAL MIXIE CHANGE Tuty Kuswardhani

13

MANAGEMENT PROBLEM OF URINE INCONTINENCE IN ELDERLY

IB Putu Putrawan

24

ANTICOAGULANT ADMINISTRATION FOR PREVENT VTE IN ELDERLY

Ni Ketut Rai Purnami

40

CURRENT MANAGEMENT OUT PRESSURE ULCER IN ELDERLY

I Nyoman Astika

51

COMPREHENSIVE MANAGEMENT SARCOPENIA IN ELDERLY

Tuty Kuswardhani

59

PROTEIN DIET FOR SARCOPENIA IN ELDERLY Agustinus I Wayan Harimawan

71

(6)

iv

GLUTAMIN SUPPLEMENTATION FOR SARCOPENIA IN ELDERLY

IGP Suka Aryana

IMMUNOSENESCENCE AND RISK OF SEPTIC CONDITION IN ELDERLY

Ni Ketut Rai Purnami

75

83

ANTI MICROBIAL CONSIDERATION FOR ELDERLY IN SEPTIC CONDITION

IGP Suka Aryana

96

MANAGEMENT FALLS IN ELDERLY I Nyoman Astika

103

SYNCOPE AND CONSEQUENCE PROBLEM IN ELDERLY IB Putu Putrawan

113

(7)

v

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perbandingan Antara Kandung Kemih pada Lansia dan Dewasa

26

Table 2. Penyebab Inkontinensia Urin Sementara (DIAPPERS).

27

Tabel 3. Inkontinensia Urin berdasar penyebab dari traktus urinarius bawah dan neurologis

29

Tabel 4. Obat-Obatan yang Dapat Menyebabkan atau Berkontribusi Terhadap Inkontinensia Urin

36

Tabel 5. Faktor Resiko Luka Tekan 52

Tabel 6. Skala Norton 54

Tabel 7. Identifikasi Kondisi Malnutrisi 56

Tabel. 8. Kategori skrining sarkopenia menurut AWGS 2014 62

Table 9. Kuisioner SARC-F 63

Table 10. Kategori Sarkopenia Berdasarkan Penyebab 64

Table 11. Stadium Sarkopenia 64

Tabel 12. Karakteristik Obat Yang Paling Banyak Dipelajari Untuk Pengobatan Sarkopenia8

67

Tabel 13. SOFA 92

Tabel 14. qSOFA 93

Table 15. Perubahan fisiologi dan farmakokinetik yang berhubungan dengan penuaan5

99

Tabel 16. Beberapa efek samping antimicrobial yang sering terjadi lanjut usia

100

Tabel 17. Faktor-faktor Terkait Penuaan dalam Jatuh. 104 Tabel 18. Evaluasi Pada Pasien Lanjut Usia Yang Jatuh7 107 Tabel 19. Terapi Jatuh Pada Lanjut Usia di Komunitas 109-110 Table 20. Etiologi dan faktor-faktor presipitasi sinkop 116

Tabel 21. Historical Clues For Diagnosis 123

(8)

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Inkontinensia urin karena leher kandung kemih dan uretra tidak menutup sempurna disertai dengan kelemahan otot dasar pelvis9

1

Gambar 2. Ringkasan penatalaksanaan Inkontinensia Urin 31 Gambar 3. Target atau tempat kerja antikoagulan dalam

kaskade pembekuan darah

47

Gambar 4. Derajat Luka Tekan 55

Gambar 5. Algoritma Manajemen Luka Tekan 57

Gambar 6. Patogenesis Sarkopenia4 61

Gambar 7. Efek ACE-Inhibitor pada Muskuloskletal 69 Gambar 8. Mekanisme Sintesis Glutamin Terhadap Inflamasi 79 Gambar 9. Perubahan terkait penuaan pada sel efektor

imunitas innate

85

Gambar 10. Perubahan terkait penuaan pada sel efektor sistem imun adaptif

87

Gambar 11. Penuaan pada sel somatic dan sel efektor sistem imun, SAPS (senescence-associated secretory phenotype)

89

Gambar 12. Interaksi antara faktor risiko dan etiologi jatuh. 105 Gambar 13. Alur Upaya Pencegahan Jatuh Pada Lanjut Usia 111 Gambar 14. Interaksi antara ssinkop, umur, frailty, dan

komorbiditas

122

Gambar 15. Pengkajian Komprehensif Pasien Geriatri dengan Sinkop

126

(9)

Geriatric Opinion 2018

83 IMMUNOSENESCENCE DAN RISIKO SEPSIS PADA PASIEN LANJUT USIA

Ni Ketut Rai Purnami

Divisi Geriatri, Departemen/KSM Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ RSUP Sanglah Denpasar

IMMUNOSENESCENCE PADA USIA LANJUT

Penuaan tidak dapat dihindari pada manusia, merupakan proses poligenik yang ditentukan secara genetik di satu sisi dan terkait erat dengan faktor-faktor eksogen yang memengaruhi masing-masing individu sepanjang hidup mereka.

Akumulasi mutasi somatik selama kehidupan seseorang menghasilkan penurunan kapasitas regenerasi sel, perbaikan sel, dan fungsi sistem kekebalan yang berubah. Sel-sel kekebalan terus diperbaharui dari sel-sel induk hematopoietik, dan pada subyek lanjut usia, baik kapasitas proliferatif maupun jumlah sel-sel kekebalan menurun karena pemendekan telomer progresif, mengakibatkan disfungsi kekebalan selama bertahun-tahun, yang diketahui sebagai imunosenescence (Martin et al., 2017).

Efisiensi dan spesifisitas sistem kekebalan menurun dengan usia.

Perubahan yang paling nyata dalam fungsi kekebalan tubuh terkait dengan penuaan adalah penurunan antigen-spesifik terhadap kekebalan yang didapat.

Meskipun pasien lanjut usia umumnya mempertahankan memori kekebalan patogen-spesifik yang diperoleh ketika muda, efisiensi respon mereka terhadap infeksi dan vaksin baru seringkali rendah. Sel-sel menumpuk di jaringan tubuh dari waktu ke waktu dan menyebabkan peradangan kronis. Ini dikenal sebagai penuaan terkait fenotipe sekretori (SASP). Peradangan kronis yang menyertai penuaan seperti itu disebut"Inflammaging" (peradangan dan penuaan), dan hubungannya dengan penyakit yang berkaitan dengan usia menarik perhatian.

Perubahan fungsional pada kekebalan tubuh dan sistem yang menyertai penuaan umumnya disebut immunosenescence. Sel induk hematopoietik adalah sumber dari semua sel respon imun, tetapi jumlah mereka di sumsum tulang tidak terpengaruh oleh penuaan (Inoue et al., 2018).

(10)

Geriatric Opinion 2018

84

Efek dari Proses Menua Terhadap Innate Imunitas

Sel utama yang terlibat dalam sistem imun innate adalah neutrophil, makrofag, sel dendritik, dan sel natural killer (NK) (Inoue et al., 2018).

1. Sel Neutrofil

Neutrofil adalah bagian penting dari kekebalan tubuh bawaan, yaitu kemotaktik berkaitan dengan sitokin dan patogen seperti bakteri dan jamur. Neutrofil menginfiltrasi daerah inflamasi untuk difagositosis, desinfeksi, dan menguraikan zat asing termasuk bakteri dan jamur dan merupakan protagonis utama dari inflamasi dan kekebalan pada tahap awal infeksi. Neutrofil mengalami perubahan yang kurang jelas dibandingkan sel T dengan usia, dan tidak ada perubahan dalam tingkat ekspresi reseptor yang penting untuk faktor-faktor transduksi sinyal intraseluler seperti jumlah neutrofil, kemampuan fagositosis, dan reseptor.

2. Makrofag

Makrofag adalah fagosit kemotaktik yang bergerak di sekitar tubuh seperti amoeba. Makrofag memfagositosis benda asing seperti sel mati dan debris, dan menyerang bakteri. Makrofag memiliki kemampuan menyajikan antigen dan mengaktifkan sel T CD4 + dengan memecah materi asing yang terdegradasi dan kemudian mempresentasikan.

Seperti neutrofil, jumlah makrofag tidak dipengaruhi oleh penuaan, tetapi aktivitas fagosititik, dan produksi superoksida dan nitrat oksida (NO) menurun dengan usia. Selain itu, aktivasi terganggu di makrofag tikus tua, yaitu kemampuan untuk mempresentasikan antigen ke sel T berkurang dan reaktivitas dengan interferon-γ (IFN-γ) menurun.

3. Sel Dendritik

Sel dendritik, yang merupakan istilah umum untuk sel yang tidak spesifik yang menunjukkan morfologi dendritik, telah menjadi dikenal secara luas sebagai sel yang menyajikan antigen dalam beberapa tahun terakhir. Sel dendritik hadir dalam jaringan yang bersentuhan dengan lingkungan luar, termasuk kulit, rongga hidung, paru-paru, perut, dan saluran usus, memproses antigen dari mikroorganisme dan segera menyajikannya ke sel T CD4 +, dengan demikian bertindak sebagai penghubung ke kekebalan yang didapat. Baru-baru ini, pengamatan bahwa sel-sel diabetes berubah seiring dengan usia telah

(11)

Geriatric Opinion 2018

85 menyebabkan pendapat bahwa jumlah sel Langerhans menurun pada orang tua.

4. Sel NK

Sel NK adalah limfosit sitotoksik yang memiliki kontribusi yang tak tergantikan untuk kekebalan bawaan. Sangat penting untuk menghilangkan tumor dan sel yang terinfeksi virus. Meskipun tidak jelas bagaimana pengurangan jumlah sel NK terkait dengan penuaan, pelepasan granul sitotoksik dan penurunan kemampuan produksi IFN-𝛾 setelah stimulasi dengan interleukin-2 (IL-2), IL-12 , dan IL-12-terkait kemokin, makrofag inflammatory proteins-1a (MIP-1a), diatur pada aktivasi, sel T normal diekspresikan dan disekresikan (RANTES), IL-8 mengurangi produksi sel NK. Oleh karena itu, ada kemungkinan bahwa eleminasi virus pada tahap awal infeksi dapat terganggu oleh penuaan.

Penurunan aktivitas NK terkait dengan penuaan telah dilaporkan pada pasien dengan kandidiasis oral, dan telah dinyatakan bahwa penuaan terlibat dalam onset dan percepatan gangguan. Gambar berikut akan menjelaskan perubahan terkait sel-sel dalam sistem imun innate dan proses penuaan (Inoue et al., 2018).

Gambar 9. Perubahan terkait penuaan pada sel efektor imunitas innate (Inoue et al., 2018).

(12)

Geriatric Opinion 2018

86

EFEK PENUAAN TERHADAP SISTEM IMUN ADAPTIF

Sel limfosit T dan B merupakan sel yang berperanan dalam sistem imun adaptif. Sel limfosit T matur di Timus dan proses ini terjadi semenjak fase anak- anak sampai mengalami involusi pada umur 60 tahun. Fenomena penurunan thymopoeisis menyebabkan penurunan dramatis limfosit T naïve dan mencapai penurunan bermakna pada umur 70 tahun ke atas. Involusi timus akan menyebabkan penurunan produksi limfosit CD4 dan CD8 yang akan menyebabkan respons yang buruk terhadap paparan antigen baru ketika terjadi infeksi bakteri sistemik. Salah satu alasan terjadinya penurunan respons sistem imun adaptif diamati pada usia lanjut karena akumulasi sel T efektor dengan perubahan fungsional menyebabkan terjadinya penurunan baik sel reseptor ataupun IL-2. Sebagai tambahan, peningkatan sel T memori akan meningkatkan produksi sitokin. Pada kelompok usia lanjut, terdapat kondisi inflamasi kronik yang disebabkan oleh peningkatan kadar IL-6 dan TNF-, meningkatkan sensitivitas CD4 dan CD8 untuk menginduksi apoptosis oleh TNF-. Disamping itu juga terjadi rasio CD4/CD8 terbalik yang sangat mungkin meningkatkan morbiditas pada kelompok usia lanjut. Rasio CD4/CD8 digunakan sebagai marker baik imun senescence dan imun aktivasi. Nilai normal rasio CD4/CD8 antara 0.9 dan 1.9 pada populasi yang bukan HIV. Pada pasien usia lanjut, banyak studi menunjukkan peningkatan rasio CD4/CD8 karena terjadinya penurunan CD8, dengan batasan normal antara 1.6-2.2.

Pada sistem imun humoral, sel B plasma secara bertahap menurun, dan peningkatan kadar immunoglobulin dalam sirkulasi terutama yang dihasilkan oleh sel B limfosit yang memproduksi antibodi polispesifik dengan afinitas rendah terhadap antigen juga ditemukan. Semua defek ini berkontribusi terhadap penurunan respon sistem imun adaptif terhadap pathogen, dengan peningkatan risiko terjadinya infeksi sistemik seperti sepsis dan juga penurunan respon terhadap vaksin (Martin et al., 2017). Gambar berikut memberikan ilustrasi perubahan terkait penuaan yang terjadi pada sistem imun adaptif (Inoue et al., 2018).

(13)

Geriatric Opinion 2018

87 Gambar 10. Perubahan terkait penuaan pada sel efektor sistem imun adaptif

(Inoue et al., 2018).

KELELAHAN SEL T PADA PASIEN LANJUT USIA DENGAN SEPSIS

Meskipun mekanisme dimana imunosupresi terjadi setelah septikemia masih belum jelas, Hotchkiss et al. menegaskan bahwa jumlah limfosit menurun karena apoptosis pada pasien sepsis. Selain jumlah limfosit, perhatian baru- baru ini terfokus pada disfungsi sel T setelah sepsis, yaitu keletihan sel T.

Kelelahan sel T berarti penyempitan reseptor antigen sel T (TCR) karena karena paparan jangka panjang terhadap antigen, penurunan sinyal TCR, dan penurunan tingkat PD-1 dan CTLA-4. Sel T berada dalam keadaan disfungsi sebagai akibat dari induksi berbagai molekul supresor, seperti CTLA-4 dan imunoglobulin sel T dan musin-domain yang mengandung-3 (TIM-3), dan gangguan pada IL- 2 produksi, aktivasi, dan proliferasi.

Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh tim peneliti, ditemukan peningkatan tingkat sel T PD-1-positif dan berkurangnya produksi IL-2, aktivasi, dan proliferasi pada pasien sepsis lanjut usia dan model sepsis tikus yang lebih tua. Pada fase akut dalam 0-2 hari setelah diagnosis septikemia, tingkat infeksi bakteri dalam darah sama pada pasien usia lanjut dan muda, tetapi 2 dan 4 minggu setelah septikemia, tingkat infeksi bakteri lebih tinggi pada usia lebih tua dari pada yang muda. Sebagai perbandingan, infeksi oportunistik oleh patogen yang dilemahkan seperti spesies Acinetobac, Stenotrophomonas maltophilia, dan Candida albicans meningkat. Berdasarkan hal di atas, kami

(14)

Geriatric Opinion 2018

88

berpikir bahwa kelelahan sel T dan kematian selama periode subakut pada pasien yang parah dengan sepsis terkait dengan peningkatan infeksi nosokomial setelah septikemia (Inoue et al., 2018).

PROSES PENUAAN DAN PERADANGAN KRONIS

Hipotesis SASP, di mana sel-sel tua yang terakumulasi dalam jaringan tubuh dari waktu ke waktu berkontribusi terhadap perkembangan inflamasi pada orang tua, baru-baru ini telah diusulkan. Pertama, selama penuaan, jalur sinyal p53 / RAS / pl6 diaktifkan oleh kerusakan DNA, akumulasi spesies oksigen reaktif (ROS), pemendekan telomer, dan penuaan seluler. Ini menghasilkan fenotipe SASP, yang mengeluarkan sitokin inflamasi seperti IL-1β, IL-6, dan IL- 8, dan faktor pertumbuhan vaskular seperti faktor pertumbuhan endotel vaskular. Peradangan kronis persisten yang tidak terkait dengan infeksi seperti itu adalah patologi radang hati dari berbagai penyakit seperti obesitas, diabetes, kanker, penyakit neurodegeneratif, dan gangguan kekebalan tubuh.

Insiden penyakit yang terkait dengan berbagai patologi inflamasi kronis meningkat seiring bertambahnya usia. Gambar berikut ini akan menjelaskan bagaiama terjadinya peradangan kronik berhubungan dengan proses penuaan (Inoue et al., 2018).

Sel utama yang terlibat dalam sistem imun innate dan mediator soluble (sitokin, hormon, dan radikal bebas) sebenarnya tersimpan dengan baik, meskipun pada umur yang ekstrem. Meskipun demikian, pada beberapa mediator biokemikal dan fungsi sel mengalami perubahan dalam peranannya terhadap proses infeksi. Telah ditunjukkan bahwa kadar Interleukin (IL) -6 dan IL-1 serta Tumor Necrosis Factor (TNF) meningkat jumlahnya pada populasi usia lanjut. Hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi konstan terhadap system imun, sehingga terjadi kondisi inflamasi subklinis yang berkesinambungan yang dapat menjelaskan perkembangan proses patologi pada kelompok usia lanjut (Martin et al., 2017).

Fakta yang terjadi yaitu IL-10 yang memiliki fungsi mensupresi imunitas selular, meningkat pada lansia sehat. Meskipun terjadi perubahan secara fungsional, tetapi jumlah sel leukosit, total limfosit, sel limfosit B dan T masih didapatkan normal pada beberapa laporan studi observasional. Berbagai perbedaan parameter sel ditemukan dalam beberapa studi, dengan perbedaan paling besar pada rasio CD4/CD8.

(15)

Geriatric Opinion 2018

89 Gambar 11. Penuaan pada sel somatic dan sel efektor sistem imun, SAPS

(senescence-associated secretory phenotype) (Inoue et al., 2018).

Respon proinflamasi yang berkepanjangan ditemukan juga pada pasien usia lanjut dibandingkan dengan usia dewasa muda. Penurunan bersihan terhadap pathogen mikroba juga ditengarai menjadi salah satu penyebab hal ini, disamping kegagalan respon signal oleh sitokin counter regulasi. Inflamasi yang menetap dapat menimbulkan kelelahan sel T, yang mungkin berhubungan dengan penurunan survival sehingga memperbesar risiko terjadinya infeksi sekunder. Pada system imun innate, sel neutrophil jumalh dan prekursornya tetap terjaga dengan baik pada usia lanjut. Hal yang contrast terjadi yaitu:

monosit dan makrofag di sirkulasi darah perifer memiliki jumlah yang mirip dengan dewasa muda, tetapi terjadi penurunan signifikan pada precursor makrofag di sumsum tulang (Martin el at., 2017, Gruver et al., 2007)

(16)

Geriatric Opinion 2018

90

Telah diamati bahwa terjadi penurunan fungsi makrofag dengan menurunnya jumlah molekul Major Histocompatibility Complex type II (MHC II), sehingga terjadi penurunan respons CD4 histocompatibility. Ditemukan juga peningkatan sintesis prostaglandin E2 yang menstimulasi produksi sitokin oleh limfosit T, serta rekonversi jangka panjang dari limfosit Th-1 ke Th-2.

Di sisi lain terhadap sel NK yang juga berperanan pada system imun innate ditemukan peningkatan jumlah sel NK terkait umur yang sangat mungkin terjadi karena respons kompensasi terhadap secara relative berkurangnya kemampuan lisis sel NK, dan juga berkurangnya kapasitas sitotoksik.

Ditemukan juga dalam studi observasi terjadi penurunan produksi sel NK akibat respon dari interferon Gamma (IFN-), serta kemokin setelah stimulasi dengan IL-2 atau IL-12 (Martin et al., 2017).

IMMUNOSENESCENCE DAN SEPSIS PADA PASIEN LANJUT USIA

Immunosenescence merupakan disfungsi sistem imun yang terjadi dan terkait dengan umur (proses penuaan) (Inoue et al., 2018). Immunosenescence, yang menempatkan orang dewasa yang lebih tua pada peningkatan risiko baik mengembangkan infeksi dan untuk mengembangkan infeksi dengan kursus yang lebih parah dan berkepanjangan. 10,11 Penuaan muncul untuk mengurangi respon kekebalan tubuh terhadap infeksi melalui beberapa jalur yang kompleks, seperti penurunan produksi sitokin dan perubahan ekspresi dan fungsi reseptor tol. Ada juga perubahan imunitas adaptif karena involusi thymus yang menekan fungsi sel-T. Selain itu, sel B pada orang dewasa yang lebih tua sering menghasilkan antibodi dengan afinitas yang lebih rendah yang mengurangi imunogenisitas dan dengan demikian efek protektif dari vaksinasi (Rowe & McKoy, 2017)

Sepsis adalah kondisi medis yang serius dan serius dengan mortalitas substansial dan konsumsi sumber daya perawatan kesehatan yang signifikan.

Insidensinya meningkat sekitar 9% per tahun pada populasi umum selama beberapa tahun terakhir dan khususnya pada kelompok pasien yang berusia lanjut. Beberapa faktor risiko seperti komorbiditas, status preadmission, malnutrisi, kerapuhan, dan fungsi yang terganggu dalam sistem kekebalan yang disebut immunosenescence terlibat dalam predisposisi yang lebih tinggi terhadap sepsis pada pasien lanjut usia. Status immunosenosen terdiri dalam gangguan fungsional baik pada imunitas seluler dan respon imun humoral dan tidak hanya meningkatkan risiko untuk mengembangkan sepsis tetapi juga menyebabkan presentasi yang lebih parah dari infeksi dan mungkin juga terkait dengan mortalitas yang lebih tinggi (Martin et al., 2017)

(17)

Geriatric Opinion 2018

91 Selama bertahun-tahun, ada peningkatan yang stabil dalam persentase orang yang lebih tua dari 60 tahun dibandingkan dengan total penduduk. Pada 1950- an, mereka hanya menyumbang 8% dari populasi, meningkat menjadi 10%

pada tahun 2000, dan diperkirakan mencapai 21% pada tahun 2050 (1).

Selama beberapa dekade berikutnya, populasi yang berusia di atas 80 tahun akan berlipat ganda. Pada tahun 2050, octogenarians akan mencapai 9,6% dari total populasi di Eropa dan 9% di Amerika Utara (2). Salah satu masalah yang timbul dari penuaan populasi adalah peningkatan insiden dan keparahan penyakit, seperti sepsis baik dalam bentuk perolehan komunitas dan didapat di rumah sakit, dibandingkan dengan rekan-rekan yang lebih muda (Martin et al., 2017).

SEPSIS PADA PASIEN LANJUT USIA

Terdapat beberapa faktor risiko yang menyebabkan peningkatan kejadian sepsis pada pasien lanjut usia, diantaranya (Martin et al., 2017):

1. Penyakit komorbid dan gangguan sebelumnya yang diderita

2. Status pasien sebelum rawat inap, diantaranya: sarcopenia, gangguan hormonal dan gangguan neurologi

3. Malnutrisi

4. Obat-obatan yang dikonsumsi, termasuk kemungkinan interaksi obat 5. Mikrobiota Intestinal

6. Immunosenescence

Pada uraian berikutnya, focus bahasan akan ditekankan pada imunosenescence yang terjadi pada pasien lanjut usia.

The Surviving Sepsis Campaign SSC merilis manajemen pertamanya di tahun 2004, dan setelah itu dipulihkan setiap empat tahun, dengan pembaruan terbaru yang diselesaikan pada tahun 2016. Gugus tugas Sepsis-3, yang diselenggarakan pada tahun 2014 oleh SCCM dan ESICM, memperkenalkan definisi baru untuk sepsis dan syok septik berdasarkan kemajuan dalam pemahaman ilmiah dari sindrom kompleks ini. Perubahan mendasar dalam definisi baru adalah persyaratan bahwa sepsis dipicu oleh infeksi. Pemahaman patobiologis ini menghilangkan SIRS dari definisi sepsis, karena banyak kondisi selain infeksi dapat menyebabkan SIRS. Definisi Sepsis-3 berfokus pada pemahaman bahwa sepsis adalah respon pasien multifaset terhadap infeksi dan menghasilkan disfungsi organ. Definisi baru dengan demikian berfokus pada disfungsi organ dan hipo-perfusi di hadapan infeksi, bukan dari pada peradangan (khususnya SIRS). Selain itu, sepsis berat tidak lagi

(18)

Geriatric Opinion 2018

92

direkomendasikan, karena sulit untuk mengidentifikasi secara klinis dan tidak membantu dalam memandu intervensi pengobatan klinis. Syok septik sekarang didefinisikan sebagai bagian dari sepsis di mana pasien mengalami hipoperfusi mendalam. Empat tahun setelah publikasi pedoman SSC 2012, Sepsis-3 mempublikasikan definisi baru dan definisinya (Makic & Bridges, 2018)

DETEKSI SEPSIS DINI

Rekomendasi Sepsis-3 adalah menggunakan alat penilaian disfungsi organ untuk mengidentifikasi pasien dengan sepsis. Penilaian Kegagalan Organ Berurutan (SOFA) (Makic & Bridges, 2018).

Berikut ini akan ditampilkan tabel penilaian dengan SOFA dan qSOFA

Tabel 13. SOFA (Makic & Bridges, 2018)

(19)

Geriatric Opinion 2018

93 Tabel 14. qSOFA (Makic & Bridges, 2018)

HUBUNGAN ANTARA PERUBAHAN SISTEM IMUN PADA PASIEN GERIATRI DENGAN SEPSIS

Sistem kekebalan tubuh di usia yang lebih tua adalah abnormal dan dalam keadaan immunosenescence [21]. Patofisiologi immunosenescence ini bersifat kompleks dan multifaktorial. Ada gangguan fungsional di kedua imunitas seluler dan respon imun humoral dengan usia [21]. Thymus, organ utama yang terlibat dalam imunitas yang diperantarai sel adaptif, atrofi dengan usia dan selama 60 tahun kehilangan sebagian besar aktivitasnya menyebabkan pergeseran dalam repertoar sel-T dari T-sel naif ke memori T-sel [21,22] . Sebagai tanggapan terhadap antigen, sel-sel memori ini memiliki kapasitas proliferatif yang terbatas, mengekspresikan lebih sedikit molekul-molekul ko-stimulasi seperti ligan CD40 dan CD28, dan menyebabkan berkurangnya aktivasi mitogen- activated protein kinase [22]. Sel B dan sel plasma juga berkurang secara bertahap seiring dengan penuaan [23]. Namun, tingkat imunoglobulin tergantung imunoglobulin T-sel yang kecil dan rendah meningkat seiring bertambahnya usia Beberapa imunoglobulin ini berperilaku sebagai autoantibodi [24]. Meskipun antibodi terhadap antigen yang sebelumnya terpapar dipertahankan, orang tua memiliki kemampuan yang menurun untuk menghasilkan antibodi opsonophagocytic khusus terhadap neoantigens.

Imunitas bawaan tidak terhindar dari efek aging, dan banyak fungsi imunitas bawaan terpengaruh. Makrofag mengalami perubahan fungsi yang signifikan, ada pemrosesan dan ekspresi antigen yang berkurang menjadi sel T, mengurangi aktivitas bakterisida dan mengubah ekspresi dan fungsi tol seperti reseptor [25]. Selain makrofag, sel lain yang terlibat dalam kekebalan bawaan seperti neutrofil dan sel pembunuh alami juga mengalami gangguan yang

(20)

Geriatric Opinion 2018

94

menyebabkan berkurangnya pengenalan dan penghancuran sel yang terinfeksi pada usia lanjut (Nasa et al., 2012)

Ada juga respon sitokin abnormal pada orang tua [21]. Ada pergeseran dari produksi sitokin tipe 1 [interleukin (IL) -2, tumor necrosis factor (TNF) -α]

menjadi tipe 2 cytokines (IL-4, IL-10) [28]. Namun, IL-1, IL-3, TNF, interferon-γ, IL-8, dan IL-12 produksi umumnya tidak terpengaruh atau meningkat pada orang tua. Ini merupakan predisposisi pada lansia terhadap infeksi sistemik oleh mikroba patogen dan tanggapan proinflamasi yang lebih lama dibandingkan dengan pasien yang lebih muda. Ini juga mencerminkan respon abnormal dari sitokin counter-regulatory seperti IL-10 dalam membersihkan mikroba patogen.

Konsep deposisi miokard sepsis terkait adalah karena beberapa faktor termasuk TNF, nitrit oksida dan mungkin lainnya dalam sitokin inflamasi seperti IL-1 dan IL-6 yang memiliki efek inotropik negatif [29]. Ini dapat lebih diperburuk oleh penuaan, yang mengarah ke hasil yang lebih buruk pada pasien sepsis lansia [30,31]. Respons lansia terhadap endotoksin juga lebih parah dengan hipotensi yang lebih dalam, respons epinefrin berlebih, pemulihan tekanan darah yang tertunda, dan respons sitokin yang lebih mendalam dibandingkan dengan subjek yang lebih muda.

KESIMPULAN

Proses menua tidak bisa dihindari pada manusia. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai macam gen serta memiliki interaksi dengan factor eksogen yang saling mempengaruhi sepanjang hidup. Akumulasi terus menerus dari mutasi somatic selama proses kehidupan akan menurunkan kemampuan regenerasi sel, perbaikan sel dan mempengaruhi fungsi sistem imun. Sel yang berperanan dalam sistem imun secara konstan akan diperbaharui oleh system hematopoietic stem sel, dan pada kelompok usia lanjut baik kapasitas proliferative dan jumlah sel yang berperanan dalam sistem imun ini juga menurun akibat pemendekan telomer yang progresif yang menyebabkan disfungsi sistem imun selama bertahun-tahun yang kemudian dikenal dengan istilah Immunosenescence.

Kondisi ini akan menyebabkan predisposisi serta risiko infeksi dan perkembangan ke arah infeksi berat (sepsis) lebih besar. Di masa depan, kemampuan untuk dapat mendiagnosis infeksi serta memberikan penanganan secara tepat pada pasien usia lanjut akan menjadi tantangan baru yang harus dihadapi.

(21)

Geriatric Opinion 2018

95 DAFTAR PUSTAKA

1. Martin S, Perez A, Aldecoa C. Sepsis and Immunosenescence in The Elderly Patient : A Review. Front. Med (2017) 4: 20.1-10.doi:

10.3389/fmed.2017.00020

2. Nasa P, Juneja D, Singh O. Severe Sepsis and Septic Shock in The Elderly: An overview. World J Crit Med (2012) 1 (1): 23-30

3. Inoue S, Saito M, Kotani J. Immunosenescence in Neurocritical Care.

Journal of Intensive Care (2018) 6: 65

4. Makic MBF, Bridges E. Managing Sepsis and Septic Shock-Current Guidelines and Definitions. AJN (2018) 118 (2): 34-39

5. Rowe TA, McKoy JM. Sepsis in Older Adults. Infect Dis Clin N Am (2017) 31: 731-742

(22)

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)

Gambar

Gambar 9. Perubahan terkait penuaan pada sel efektor  imunitas innate  (Inoue et al., 2018)

Referensi

Dokumen terkait

Carpal tunnel syndrome merupakan neuropati tekanan terhadap nervus medianus terowongan karpal di pergelangan tangan dengan kejadian yang paling sering, bersifat

Menurut Parson, sistem masyarakat setidaknya membutuhkan empat struktur yakni sistem ekonomi untuk beraptasi, sistem sistem pemerintahan/politik untuk menentukan dan

Pemeriksaan radiografi standar untuk melihat posisi dari kanalis lumbalis adalah pemeriksaan radiografi vertebra lumbalis, dimana ada 2 proyeksi standar yang dapat

Berdasarkan pada Tabel 9, rataan skor mengenai produktivitas lahan adalah 5,00. Nilai tersebut mempunyai arti petani menyatakan bahwa dari peningkatan produktivitas lahan

Pecahnya Korea diawali dengan Perang Korea antara Korea Utara dan Korea Selatan yang terjadi sejak 25 Juni 1950 - 27 Juli 1953. Perang ini juga disebut perang yang dimandatkan atau

330 13032915710505 MAFRIKHA Guru Bahasa Inggris SMP NURUSSYIBYAN PAGUYANGAN MENGULANG SUTN, SUTL, Kab. ROMLI Seni Budaya SMP MUHAMMADIYAH 1 SIRAMPOG MENGULANG SUTN,

1) Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui

Dari hasil karakterisasi lapisan tipis CuInSe2 dengan EDAX tersebut, muneul unsur lain yaitu 0, unsur 0 muneul dimungkinkan karena unsur Cu, In dan Se bereaksi dengan 0 di udara