ke lateral dan sedikit ke arah posterior dari hubungan lamina dan pedikel dan bersama
dengan processus spinosus berfungsi sebagai tuas untuk otot-otot dan
ligamen-ligamen yang menempel kepadanya. Processus articular tampak menonjol dari
lamina. Permukaan processus articular superior berbentuk konkaf dan menghadap
kearah medial dan
sedikit posterior. Processus articular inferior menonjol ke arah lateral dan sedikit
anterior dan permukaannya berbentuk konveks.
15,16Gambar 2.1 Vertebra lumbal
Sendi facet disebut juga sendi zygapophyseal, merupakan sendi yang khas.
Terbentuk dari processus articular dari vertebrae yang berdekatan untuk memberikan
sifat mobilitas dan fleksibilitas. Sendi ini merupakan true synovial joints dengan
cairan sinovial (satu processus superior dari bawah dengan satu processus inferior
dari atas). Manfaat sendi ini adalah untuk memberikan stabilisasi pergerakan antara
dua vertebrae dengan adanya translasi dan torsi saat melakukan fleksi dan ekstensi
karena bidang geraknya yang sagital. Sendi ini membatasi pergerakan fleksi lateral
dan rotasi. Permukaan sendi facet terdiri dari kartilago hialin. Pada tulang belakang
lumbal, kapsul sendinya tebal dan fibrosa, meliputi bagian dorsal sendi. Kapsul sendi
bagian ventral terdiri dari lanjutan ligamentum flavum. Ruang deltoid pada sendi
facet adalah ruang yang dibatasi oleh kapsul sendi atau ligamentum flavum pada satu
sisi dan pertemuan dari tepi bulat permukaan kartilago sendi artikuler superior dan
inferior pada sisi lainnya, ruang ini diisi oleh meniscus atau jaringan fibro adipose
yang berupa invaginasi rudimenter kapsul sendi yang menonjol ke dalam ruang sendi.
Fungsi meniskus ini adalah untuk mengisi kekosongan sehingga dapat terjadi
stabilitas dan distribusi beban yang merata.
Gambar 2.2 Sendi Facet
Konfigurasi kanalis spinalis pada potongan melintang terutama terbentuk oleh
bagian posterior lengkung syaraf dan permukaan posterior corpus vertebrae di bagian
anteriornya. Bentuk canalis adalah oval pada vertebrae L1 dan berbentuk segitiga
pada vertebrae L5. Karena saraf lumbalis yang paling besar terdapat pada L5,
sedangkan di daerah tersebut terjadi penyempitan, maka terdapat kemungkinan
adanya penjepitan syaraf oleh struktur-struktur pembentuk foramen. Corda spinalis
akan berakhir dengan conus medullaris setinggi batas inferior vertebra L1. Area
lumbosakral dari canalis spinalis mengandung cauda equina.
Gambar 2.3 Kanalis Spinalis 2.1.2 Pemeriksaan Radiografi
Pemeriksaan radiografi standar untuk melihat posisi dari kanalis lumbalis adalah pemeriksaan radiografi vertebra lumbalis, dimana ada 2 proyeksi standar yang dapat dilakukan yaitu, anteroposterior, dan lateral. Proyeksi anteroposteior diambil dalam posisi tidur terlentang atau tegak dengan fleksi sendi panggul dan lutut secukupnya agar bagian punggung kontak dengan meja pemeriksaan, sehingga mengurangi kurva lordotik dari tulang vertebra lumbal. Sedangkan proyeksi lateral dilakukan pada posisi tiduran atau tegak, pasien miring ke arah yang sakit atau biasanya miring ke kiri. Fleksikan sendi panggul dan lutut agar pasien nyaman, kedua bahu difleksikan di depan dada, atur tubuh agar seimbang. Untuk mencegah rotasi, letakkan bantalan diantara kedua lutut dan dibawah thorax bagian bawah, atur sehingga long axis tulang belakang horizontal.21,23
2.1.3 Metode Pengukuran Diameter Kanalis Spinalis
Pada saat ini terdapat dua jenis pengukuran diameter kanalis spinalis dengan
pada foto polos radiografi, yaitu metode Jones dan Thompson, dan metode Eisenstein.
1) Metode Jones dan Thompson
Merupakan salah satu metode pertama yang digunakan untuk
mengukur diameter kanalis spinalis. Pertama kali dipublikasi pada tahun 1968
di dalam Journal Bone Joint Surgery. Pada penelitian mereka, pertama-tama
diukur diameter anteroposterior kanalis spinalis pada foto radiografi vertebra
lumbal proyeksi lateral dari pertengahan bagian belakang badan vertebra
sampai batas dari prossesus spinosus yang setentang dengan badan vertebra
tersebut. Lalu diukur melintang dari kanalis spinalis dengan cara mengukur
jarak antar pedicle pada foto radiografi vertebra lumbal proyeksi
anteroposterior yaitu jarak antara kedua pedicle bagian medial pada satu level
yang sama.
2Hasil perkalian dari kedua diameter diatas lalu dibandingkan dengan
hasil perkalian diameter badan vertebra secara anteroposterior dan melintang.
Hasil dari pembagian tersebut dikenal dengan Jones Index (JI).
Gambar 2.4 Foto radiografi vertebra lumbal anteroposterior dan lateral. A-jarak antar
pedicle. B-diameter kanalis spinalis secara anteroposterior. C-diameter badan vertebra
secara melintang. D-diameter badan vertebra secara anteroposterior. JI = AB/CD.
Jones Index = {diameter kanalis spinalis melintang (A) x diameter kanalis spinalis anteroposterior (B)} : {diameter badan vertebra melintang (C) x diameter badan vertebra anteroposterior (D)}. 5,19,20
2) Metode Eisenstein
Pertama kali dipublikasikan oleh Steve Eisenstein pada jurnal yang sama sebelumnya pada tahun 1977. Pada penelitian ini Eisentein menggunakan metode yang sama dengan Jones dan Thompson untuk mengukur diamater kanalis spinalis vertebra lumbal baik secara melintang maupun anteroposterior. Tetapi pada penelitian ini digunakan kadaver sebagai sampel, dimana kadaver tersebut diukur diameter kanalis spinalisnya secara langsung lalu dilakukan foto radiografi pada kadaver tersebut yang nantinya akan diukur diameter kanalis spinalisnya secara radiografi (gambar 2.5).1
Dari hasil penelitian Eisenstein tersebut didapat bahwa Jones Index kurang valid untuk mengindikasikan suatu penyempitan kanalis spinalis, karena tidak didapatkan perubahan yang signifikan pada diameter kanalis spinalis secara melintang pada kasus penyempitan kanalis spinalis. Hal ini disebabkan oleh karena perubahan struktur kanalis spinalis pada kasus spinal stenosis lebih banyak terjadi karena peningkatan interlaminal angle (pemendekan dari lamina), daripada pemendekan dari pedicle yang didapat dari pemeriksaan langsung dari kadaver.1,7
Gambar 2.6 Diameter kanalis lumbal Anteroposterior.
Meskipun menurut Eisenstein validitas dari metode Jones dan Thompson diragukan, sampai saat ini masih banyak penelitian yang membandingkan kedua metode tersebut, seperti yang dilakukan oleh Shrestha & Dhugana (2013),8 Jadhav dkk (2013), dan Shastrakar & Kaote (2015).9
Metode Eisenstein merupakan jarak antara batas belakang dari badan vertebra tegak lurus dengan garis antara superior articular facet dam inferior articular facet, atau batas bagian dalam dari neural arch yang setentang.
Menurut penelitian Jones & Thompson (1968), nilai Jones index berada antara 1:2 sampai 1:4 atau 1:5, dimana jika nilainya lebih dari 1:4 atau 1:5 mengindikasikan adanya penyempitan kanalis spinalis vertebra lumbal.2 Sedangkan menurut penelitian
Eisenstein (1977) nilai rata-rata diameter secara midsagital/anteroposterior sebesar 16 mm dengan nilai paling rendah sebesar 13 mm.1
2.1.4 Limitasi Pada Metode Pengukuran
Pada studi yang dilakukan sebelumnya oleh Jones & Thompson telah dinyatakan bahwa pengukuran diamater kanalis spinal menggunakan pemeriksaan foto polos radiologi tidak memberikan hasil yang akurat dalam menentukan ukuran kanalis spinalis, hanya memberikan gambaran secara kasar sebagai ukuran relatif pada pemeriksaan awal diameter kanalis spinalis. Masalah utama dalam pengukuran tersebut adalah variasi bentuk kanalis spinalis, yang kebanyakan berbentuk segi lima, ada yang
berbentuk bundar, bahkan segitiga. Diperlukan pemeriksaan yang lebih spesifik untuk menentukan informasi yang defenitif tentang bentuk dari kanalis spinalis, seperti tomography dari dua arah atau dari bidang aksial melintang. Metode pengukuran lain yang lebih spesifik yaitu dengan menggunakan Magnetic Resonance Imaging (MRI), yang sangat ideal untuk mendiagnosa kelainan diskus yang mengenai saraf pusat dan adanya penebalan pada ligamen-ligamen.2,7,8,9
2.2 Kerangka Teori
Gejala klinis
Xray
- Nyeri - Mati rasa - Kesemutan - Kelemahan tungkai bawah - Perasaan tercengkeram (cramping) - Rasa terbakar (burning) punggung bawah, pantat dan ekstremitas bawahPemeriksaan
radiografi
Penyempitan kanalis spinalis
Hipertrofi ligamen Osteofit Pembesaran sendi facet Herniasi nukleus pulposus
MRI
Metode Eisenstein Metode Jones dan
2.3 Kerangka Pemikiran
The tempting conclusion is that the South African
negroid has a wider lumbar canal than the caucasoid. On the contrary, the negroid canal is marginally less capacious than the caucasoid in both sexes (Table I). The
cause of caucasoid preponderance in stenosis sshould
Kanalis Spinalis Lumbal
Kanalis Spinalis Normal
Penyempitan kanalis spinalis
Hipertrofi ligamen
Osteofit
Pembesaran sendi facet
Herniasi nukleus
pulposus
Pengukuran Diameter Kanalis Spinalis
Foto Vertebra Lumbal Anteroposterior Foto Vertebra Lumbal Lateral
Metode Jones & Thompson