• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tidak terkendali yang dapat menyusup ke jaringan tubuh normal sehingga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tidak terkendali yang dapat menyusup ke jaringan tubuh normal sehingga"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Kanker Serviks dan Pap Smear

Kanker merupakan gangguan pada gen atau proses pertumbuhan sel yang tidak terkendali yang dapat menyusup ke jaringan tubuh normal sehingga mempengaruhi jaringan tubuh sehingga mempengaruhi fungsi tubuh (Diananda, 2008).

Kanker serviks adalah kanker yang terjadi pada leher rahim daerah organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang seggama (Suharja, 2000 ).

Kanker serviks adalah suatu peristiwa tumbuhnya sel-sel tidak normal pada leher rahim. Kanker serviks merupakan kanker yang tersering dijumpai di Indonesia baik diantara kanker pada perempuan dan pada semua jenis kanker (Tapan, 2005).

2.2. Pemeriksaan Pap Smear

Pap Smear test adalah suatu metode pemeriksaan sel-sel yang diambil dari leher rahim dan kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk melihat perubahan- perubahan yang terjadi pada sel (Riano, 2006).

Pap smear sering juga disebut Pap test, ditemukan pertama sekali oleh dokter yang bernama George N papanicolau pada tahun 1928, sehingga dinamakan pap smear Test. Sitologi ginekologi pap smear adalah ilmu yang mempelajari sel-sel yang

(2)

lepas atau deskuamasi dari alat kandungan wanita, meliputi sel-sel yang lepas dari vagina, serviks, endoservik, dan endometrium (Depkes, 2007).

Suatu pemeriksaan ginekologi harus dilengkapi dengan pemeriksaan sitologi apusan pap smear karena dari pemeriksaan sitologi ini dapat diketahui ada tidaknya proses infeksi, kelainan pra kanker dan kanker di dalam vagina dan serviks. Pap smear merupakan suatu skrining untuk mencari abnormalitas dari wanita yang tidak mempunyai keluhan sehingga dapat mendeteksi perubahan sel sebelum berkembang menjadi kanker atau kanker stadium dini. Tindakan pap smear sangat mudah, cepat dan tidak atau relatif kurang rasa nyerinya (Depkes, 2007).

Deteksi dini kanker serviks adalah upaya yang dilakukan untuk pemeriksaan keadaan leher rahim sedini mungkin sehingga keadaan/perubahan pada leher rahim dapat diketahui lebih awal dan apabila terdapat kelainan dapat diatasi sesegera mungkin (Price, 2006).

2.2.1. Klasifikasi pemeriksaan Pap Smear

Pemeriksaan cytologis dari smear sel-sel yang diambil dari serviks, untuk melihat perubahan-perubahan sel yang mengindikasikan terjadinya inflamasi, displasia atau kanker. Klasifikasi pemeriksaan pap smear, sistem Bethesda (Price, 2006: Depkes 2007) adalah :

a. Atypical Squamous Cell of Underterminet Significance (ASC-US) yaitu sel skuamosa atipikal yang tidak dapat ditentukan secara signifikan. Sel skuamosa adalah datar, tipis yang membentuk permukaan serviks.

(3)

b. Low-grade Squamous Intraephitelial Lesion (LSIL) , yaitu tingkat rendah berarti perubahan dini dalam ukuran dan bentuk sel. Lesi mengacu pada daerah jaringan abnormal, intaepitel berarti sel abnormal hanya terdapat pada permukaan lapisan sel-sel.

c. High-grade Squamosa Intraepithelial (HSIL) berarti bahwa terdapat perubahan yang jelas dalam ukuran dan bentuk abnormal sel-sel (prakanker) yang terlihat berbeda dengan sel-sel normal.

d. High-grade Squamosa Intraepithelial atypical glandular cel (HSIL AGC) e. Adenocarsinoma in situ (AIS)

2.2.2. Manfaat Pap Smear

Pap smear dilakukan untuk mendeteksi dini kanker serviks dan sebagai uji penapisan untuk mendeteksi perubahan neoplastik. Pulasan yang abnormal dapat dilakukan biopsy untuk mendapatkan jaringan untuk pemeriksaan sitologi.

Menurut Sumaryati (2003), manfaat dari pemeriksaan pap smear adalah untuk mendeteksi dini tentang adanya radang pada rahim dan tingkat radangnya, adanya kelainan degeneratif pada rahim, ada/tidaknya tanda-tanda keganasan (kanker) pada rahim seperti : (a) Mengetahui penyebab radang, (b) Untuk menyelidiki infeksi- infeksi tertentu dan penyakit yang disebarkan secara seksual, (c) Untuk menentukan penanganan dan pengobatan.

(4)

2.2.3. Wanita yang perlu melakukan Pap Smear

Wanita yang perlu melakukan pap smear adalah : (a) wanita menikah atau melakukan hubungan seksual pada usia < 20 tahun, (b) wanita muda memiliki mulut rahim yang belum matang, ketika melakukan hubungan seksual terjadi gesekan yang dapat menimbulkan luka kecil, yang dapat mengundang masuknya virus, (c) wanita sering berganti-ganti pasangan seks, akan menderita infeksi di daerah kelamin, sehingga dapat mengundang virus HPV dan herves genitalis, (d) wanita yang sering melahirkan, kanker serviks banyak dijumpai pada wanita yang sering melahirkan disebabkan oleh trauma persalinan, perubahan hormonal dan nutrisi selama kehamilan, (e) wanita perokok, memiliki risiko dibandingkan dengan wanita tidak merokok, karena rokok akan menghasilkan zat karsinogen yang menyebabkan turunnya daya tahan di daerah serviks (Depkes, 2007; Aziz, 2002).

Rekomendasi terbaru dari American Collage of Obstetricions and gynecologist adalah melakukan pemeriksaan pelvis dan penapisan pulasan pap setiap tahun bagi semua perempuan yang telah aktif secara seksual atau telah berumur 21 tahun. Setelah tiga kali atau lebih secara berturut-turut hasil pemeriksaan tahunan ternyata normal, uji pap dapat dilakukan dengan frekuensi yang lebih jarang atas kebijakan dokter ( Price, 2006).

Menurut The American Cancer Society 2004 (dalam Depkes 2007) pap smear dapat dilakukan secara rutin pada seorang wanita 3 tahun sesudah melakukan hubungan seksual pertama kali atau tidak melebihi 21 tahun. Pemeriksaan dilakukan setiap tahun (peralatan pap smear konvensional) atau setiap 2 tahun (dengan

(5)

peralatan liquid-based) sampai umur 30 tahun. Pemeriksaan dilakukan setiap 2-3 tahun, bila 3 kali berturut-turut hasil normal pemeriksaan dapat dilakukan dengan frekuensi yang lebih jarang.

Menurut Tjokronegoro (2002), Pap smear pada wanita yang berumur 35-40 tahun minimal dilakukan sekali, kalau fasilitas tersedia dilakukan setiap 10 tahun pada umur 35-55 tahun, bila fasilitas tersedia lebih maka dapat dilakukan setiap 5 tahun pada wanita berumur 35-55 tahun. Idealnya atau jadwal yang optimal setiap 3 tahun pada wanita yang berumur 25-60 tahun.

Sasaran skrining ditentukan oleh Departemen Kesehatan masing-masing negara, WHO (2002 dalam Wilopo 2010) merekomendasikan agar program skrining pada wanita dengan beberapa persyaratan sebagai berikut :

a) Usia 30 tahun ke atas dan hanya mereka yang berusia lebih muda manakala program telah mencakup seluruh sasaran vaksinasi.

b) Skrining tidak perlu dilakukan pada perempuan usia kurang 25 tahun.

c) Apabila setiap wanita hanya dapat dilakukan pemeriksaan sekali selama umur hidupnya (misalnya karena keterbatasan sumber dana yang dimiliki pemerintah atau swasta), maka usia paling ideal untuk melakukan skrining adalah pada usia 35-45 tahun.

d) Pada perempuan berusia diatas 50 tahun tindakan skrining perlu dilakukan setiap 5 tahun sekali.

e) Pada perempuan berusia 25-49 tahun tindakan skrining dilakukan setiap 3 tahun sekali.

(6)

f) Pada usia berapapun skrining setiap tahun tidak dianjurkan.

g) Bagi mereka yang berusia diatas 65 tahun tidak perlu melakukan skrining apabila 2 kali skrining sebelumnya hasilnya negatif.

2.2.4. Dasar Pendekatan Standart Dalam Pap Smear sebagai Screening Test Cerviks smear

Evaluasi yang tidak Evaluasi yang Memuaskan memuaskan

h)

i) Negatif LSIL HSIL AGC atau

j) untuk intraepiteli atau atau sel malignant k) al lesion ASC-US ASC-H (sel squamous

atau carcinoma atau

malignancy adenocarcinoma

atau endocervical AIS Lakukan

pemeriksaan Pap Smear Ulang jika hasil tidak memuaskan

l) Ulang pemeriksaan

Smear antara 6 bulan -1 tahun

Normal LSIL ASC-US HSIL Tinjau

kembali setelah 3 tahun

Lakukan pemeriksaan Colposcopy dan biopsy

Rujuk ke RS untuk

investigasi dan manajemen lebih jauh

Gambar 2.1. Alur Penatalaksanaan Hasil Pap Smear.

(7)

2.2.5. Bahan Pemeriksaan Sitologi Pap Smear

Bahan pemeriksaan terdiri atas sekret vagina, sekret servikal (eksoserviks), sekret endo servikal, sekret endometrial, sekret fornik posterior ( Depkes, 2007).

Jangan melakukan pap smear pada saat menstruasi karena sel-sel darah merah mengaburkan sel-sel epitel pada pemeriksaan mikroskop.

2.3. Faktor Risiko kanker serviks 2.3.1. Umur

Umur adalah lamanya hidup seseorang yang telah dilalui, umur reproduksi sehat adalah 20-35 tahun, menurut Veralls (2003) wanita umur 35-55 mempunyai risiko tinggi untuk timbulnya kanker serviks .

Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa puncak terjadinya infeksi HPV berada dalam kelompok seksual aktif umur 16-25 tahun. Penelitian di Amerika Serikat didapatkan hasil bahwa adanya peningkatan infeksi HPV tampak berhubungan dengan rendahnya pendidikan dan rendahnya status sosial ekonomi (Wahyuni, 2000 ).

Kejadian kanker serviks pada usia muda disebabkan karena sudah melakukan aktivitas seksual pada usia muda, menurut Price (2006), puncak karsinoma adalah usia 20-30 tahun. Semakin muda usia (< 20 tahun) seorang wanita melakukan hubungan seksual semakin besar risiko menderita kanker leher rahim (Tambunan, 1991). Menurut Rasjidi (2007), Kanker Serviks berhubungan kuat dengan usia mulai

(8)

melakukan hubungan seks, risiko meningkat lebih dari sepuluh kali bila hubungan seks pertama di bawah umur 15 tahun.

2.3.2. Pekerjaan

Pekerjaan adalah aktivitas rutin yang dilakukan diluar maupun di dalam rumah yang menghasilkan imbalan materi maupun uang. Pekerjaan lebih banyak dilihat dari kemungkinan keterpaparan khusus dan derajat keterpaparan tersebut serta besarnya risiko, menurut sifat pekerjaan juga akan berpengaruh pada lingkungan kerja dan sifat sosial ekonomi karyawan pada pekerjaan tertentu (Notoatmojo, 2003).

Menurut Teheru (1998) terdapat hubungan antara kanker serviks dengan pekerjaan, dimana wanita pekerja kasar seperti buruh, petani memperlihatkan 4 kali lebih mungkin terkena kanker serviks dibandingkan wanita pekerja ringan atau bekerja di kantor. Dua Kejadian yang terpisah memperlihatkan ada hubungan antara kanker serviks dengan pekerjaan. Para istri pekerja kasar 4 kali lebih mungkin kena kanker serviks dibandingkan dengan para istri pekerja kantor atau pekerja ringan, kebanyakan dari kelompok yang pertama ini diklasifikasikan ke dalam kelompok sosial ekonomi rendah, yang kemungkinan berhubungan dengan standar kebersihan yang tidak baik.

Hasil penelitian Moegni (2006) di Poliklinik Kebidanan dan Kandungan di RSUPN CM dari 102 responden yang terbanyak adalah tidak bekerja (ibu rumah tangga) yaitu sebesar 55%.

(9)

2.3.3. Pendapatan Keluarga

Pendapatan merupakan ukuran yang sering digunakan untuk melihat status sosial ekonomi pada suatu kelompok masyarakat. Semakin baik kondisi status ekonomi masyarakat semakin tinggi persentasi yang digunakan untuk pelayanan kesehatan. Data survei Kesehatan tahun 1992, memperlihatkan rata-rata penggunaan pelayanan kesehatan meningkat berhubungan dengan meningkatnya pendapatan, baik pria maupun wanita (Depkes RI, 2000).

Menurut Veralls (2003) wanita pada sosial ekonomi rendah cenderung memulai aktivitas seksualnya pada umur lebih muda. Kanker serviks banyak dijumpai pada golongan sosial ekonomi rendah yang berkaitan dengan gizi dan imunitas, pada sosial ekonomi rendah umumnya kualitas dan kuantitas makanan kurang hal ini mempengaruhi imunitas tubuh.

2.4. Pengetahuan

Menurut Notoadmdjo (2005) Pengetahun adalah hasil penginderaan, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan sebagainya). Pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek tersebut. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga) dan indera penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu:

(10)

a. Tahu (Know) diartikan hanya sebagai recall ( memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya: Tahu bahwa buah tomat banyak mengandung vitamin C, jamban adalah tempat membuang air besar, penyakit demam berdarah ditularkan oleh gigitan nyamuk aedes agepty, dan sebagainya. Untuk mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan, misalnya : apa tanda-tanda anak yang kurang gizi, apa penyebab penyakit TBC, bagaimana cara melakukan pemberantasan Sarang nyamuk (PSN), dan sebagainya.

b. Memahami (comprehantion)

Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterprestasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut. Misalnya : orang yang memahami cara pemberantasan penyakit demam berdarah bukan hanya sekedar menyebutkan 3 M (mengubur, menutup, dan menguras), tetapi harus dapat menjelaskan mengapa harus menutup, menguras dan sebagainya tempat-tempat penampungan air tersebut.

c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasi prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain. Misalnya, seseorang yang telah paham tentang perencanaan, ia harus dapat membuat perencanaan program kesehatan di tempat ia bekerja atau

(11)

dimana saja. Orang yang telah paham metode penelitian, ia akan mudah membuat proposal penelitian dimana saja dan seterusnya.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan sesorang itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya, dapat membedakan antara nyamuk aedes agepty dengan nyamuk biasa, dapat membuat diagram (flow chart) siklus hidup cacing kremi dan sebagainya.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.

Misalnya, dapat membuat atau meringkas dengan kata-kata atau kalimat sendiri tentang hal-hal yang telah dibaca atau didengar, dapat membuat kesimpulan tentang artikel yang telah dibaca .

f. Evaluasi ( Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya

(12)

didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat. Misalnya, seorang ibu dapat menilai atau menentukan seorang anak menderita malnutrisi atau tidak, seseorang dapat menilai manfaat melakukan pap smear, dan sebagainya.

2.5. Sikap

Menurut Thurstone, dkk (1928) dalam Azwar 2007 sikap adalah bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (Unfavorable) pada objek tersebut.

Menurut H.L. Bloom, dalam Notoatmodjo sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek.

Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku tertutup. Sikap dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku.

Struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang yaitu komponen kognitif (cognitive), komponen afektif (affective), komponen konotif (conative). Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu mengenai apa yang berlaku dan apa yang benar bagi objek sikap. Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjek seseorang terhadap suatu objek sikap (Thurstone, dkk 1928 dalam Azwar 2007).

(13)

Sikap terdiri dari berbagai tingkatan yaitu : (a) Menerima (receiving) diartikan bahwa orang atau subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan atau objek, (b) Merespon (responden) diartikan memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah indikasi dari sikap.

Karena suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah berarti orang menerima ide tersebut, (c) Menghargai (valuing) bahwa mengajak orang lain untuk mengerjakan dan mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya seorang ibu mengajak ibu-ibu lain pergi melakukan pap smear, atau mendiskusikan tentang pap smear adalah suatu bukti bahwa ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap pap smear. (d) Bertanggung jawab (responsible) yaitu tanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko yang merupakan sikap yang paling tinggi, misalnya seorang ibu mau melakukan pap smear, meskipun mendapat tantangan dari suami.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau secara tidak langsung.

Secara langsung, dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek (Notoatmodjo,2003).

Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami individu, sehingga membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapannya. Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media

(14)

massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama serta faktor emosi dalam diri individu ( Thurstone, dkk 1928 dalam Azwar 2007).

2.6. Penyakit Kanker Serviks 2.6.1. Epidemiologi Kanker serviks

Kanker serviks merupakan penyebab kematian utama kanker pada wanita di negara berkembang. Setiap tahun diperkiran terdapat 500.000 kasus kanker serviks baru di seluruh dunia, 77% berada di Negara sedang berkembang (Suharja, 2000) Data insiden rate kanker serviks Age Spesific Rate (ASR) di Negara Thailand didapatkan bahwa dalam kurun waktu 5 tahun (1983-1987) sebesar 33,2%, Korea Selatan dalam kurun waktu 2 tahun sebesar 23,2%, India dalam kurun waktu tahun (1982) sebesar 41,7%, sedangkan Myanmar dalam kurun waktu 3 tahun (1978-1980) sebesar 31,3% (Sarjadi,1995).

Insiden mortalitas kanker serviks secara umum di seluruh dunia menempati urutan kedua setelah kanker payudara, sedangkan pada Negara berkembang kanker serviks masih menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian pada wanita (Suharja, 2005).

Di Indonesia, Kanker serviks menempati urutan kedua setelah kanker payudara. Diantara tumor ganas ginekologi sebesar 68,90%, diperkirakan terdapat 200 ribu kasus baru pertahunnya. Insidens rate penderita kanker di Indonesia berjumlah 100 orang per 100.000 penduduk ( Ratna, 2004).

(15)

Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) proporsi kematian meningkat dari tahun ke tahun, yaitu 4,8%, tahun 1989 menjadi 5%, tahun 1992 serta 4,9% tahun 1995, dan 6,0% tahun 2001 dan kanker merupakan urutan kelima terbanyak penyebab kematian. Kanker serviks menempati urutan pertama dari kejadian kanker secara keseluruhan ataupun dari kejadian kanker pada wanita ( SKRT 2002).

Data di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (RSUPN CM) dari 1717 kasus kanker ginekologi dalam kurun waktu 1989-1992 ( 3 tahun) terdapat 76,2% diantaranya adalah kanker serviks. Kematian karena kanker serviks di RSUPN CM tahun 1990-1994 sangat tinggi yaitu sebanyak 66,1% dari 327 kasus kematian ginekologi, disusul oleh kanker ovarium 22,6%, penyakit trofoblas ganas 7,3 %, kanker uterus 2,4 %, kanker vulva 0,9% dan kanker vagina 0,6%

(Sahil,2002).

Diperkirakan sekitar 10-15% displasia ringan hingga sedang berkembang menjadi kanker invasif dan membutuhkan waktu 3-20 tahun untuk menjadi kanker invasive (Tambunan 1996).

2.6.2. Etiologi dan faktor yang mempengaruhi kanker serviks a. Etiologi Kanker serviks

Faktor etiologi Kanker serviks berasal dari kelamin maka beberapa faktor yang ditularkan melalui hubungan seksual dapat terlibat dalam proses inisiasi

(16)

neoplastik. Ada tiga faktor yang perlu mendapat perhatian yaitu: smegma, infeksi virus dan spermatozoa.

Smegma adalah sel deskuamasi dan sekresi sebaseus dibawah preputium pada pria yang tidak disunat, dahulu dianggap sebagai faktor etiologi kanker serviks ternyata tidak terbukti secara laboratorium maupun epidemiologik .

Human Papiloma Virus (HPV), memegang peranan sebagai faktor pencetus penyakit ini. Virus ini menimbulkan proliferasi pada permukaan epidermal dan mukosa. Infeksi HPV sering terdapat pada wanita yang aktif secara seksual. Dari hasil pemeriksaan laboratorium pada sebagian besar pengidap kanker serviks ditemukan virus HPV tersebut.

Spermatozoa sel skuamosa metaplastik dapat memfagosit sisa-sisa sperma dan menghubungkan dengan inti sel. Permukaan sel stroma dan bagian subepitel terdiri dari jalinan DNA yang berhubungan dengan inti sel sehingga dapat mengontrol sintesa protein. DNA permukaan dipengaruhi antara lain oleh protein dasar yang terdapat pada kepala sperma dan permukaan virus.

b. Faktor Yang mempengaruhi Kanker serviks

Selain faktor etiologi ada faktor lain yang merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya kanker serviks

1) Umur

Kanker serviks sering ditemukan pada wanita umur 30-60 tahun dengan insiden terbanyak pada umu 40-50 tahun, dan akan menurun drastis sesudah

(17)

berumur 60 tahun (Parson). Sedangkan menurut Bendson, penderita kanker serviks rata-rata dijumpai pada usia 45 tahun serta menurut Davis dan banyak peneliti lainnya mengemukakan dalam 1000 per 100.000 dari kanker intra epitelia dijumpai pada usia 30-45 tahun (Yakub,1993).

Periode laten dan fase pra invasif untuk invasif memakan waktu sekitar 10 tahun. Hanya 9% dari wanita berusia <35 tahun menunjukkan kanker serviks yang invasif pada saat didiagnosa, sedangkan menurut Aziz (2000), umumnya insiden kanker serviks sangat rendah di bawah umur 20 tahun dan sesudahnya menaik dengan cepat dan menetap pada usia 50 tahun (Norwitz, 2007).

Menurut Riono (1999) kanker serviks biasanya terjadi pada wanita yang berumur tetapi bukti statistik menunjukkan bahwa kanker serviks dapat juga menyerang wanita yang berumur antara 20-30 tahun.

2) Pendidikan

Penelitian Harahap 1983 di RSUPN CM antara tingkat pendidikan dengan kejadian kanker serviks terdapat hubungan yang kuat, dimana penderita kanker serviks cenderung lebih banyak terjadi pada wanita yang berpendidikan rendah dibanding wanita berpendidikan tingggi (88,9%).

Tinggi rendahnya pendidikan berkaitan dengan sosio ekonomi, kehidupan seks dan kebersihan. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Surbakti E (2004) pendidikan mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian

(18)

kanker serviks OR = 2,012 dengan kata lain yang berpendidikan rendah merupakan faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya kanker serviks.

3) Pekerjaan

Menurut Hidayat (1999) terdapat hubungan antara kanker serviks dengan pekerjaan, dimana wanita pekerja kasar seperti buruh, petani memperlihatkan 4 kali lebih mungkin terkena kanker serviks dibanding wanita pekerja ringan atau bekerja di kantor. Dua kejadian yang terpisah memperlihatkan adanya hubungan antara kanker serviks dengan pekerjaan.

Para istri pekerja kasar 4 kali lebih mungkin terkena kanker serviks dibandingkan dengan para istri pekerja kantor atau pekerja ringan, kebanyakan dari kelompok yang pertama ini dapat diklasifikasikan ke dalam kelompok sosial ekonomi rendah, mungkin standar kebersihan yang tidak baik pada umumnya faktor sosial ekonomi rendah cenderung memulai aktivitas seksual pada usia lebih muda.

Wanita dengan sosial ekonomi tinggi dengan wanita dari masyarakat urban sebagai kelompok risiko rendah, dan wanita dengan sosial ekonomi yang rendah dengan wanita dari masyarakat rural sebagai wanita yang berisiko tinggi terhadap kanker serviks, biasanya dikaitkan dengan hygiene, sanitasi dan pemeliharaan kesehatan masih kurang. Pendidikan rendah, kawin usia muda, jumlah anak yang tinggi, pekerjaan dan penghasilan tidak tetap, serta gizi yang kurang akan memudahkan terjadinya infeksi yang menyebabkan daya imunitas tubuh menurun sehingga menimbulkan risiko

(19)

terjadinya kanker serviks (Hidayat 1999). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Hibridawati (2001) ditemukan proporsi terbesar penderita kanker serviks adalah pekerjaan rumah tangga 73,7%.

4) Deteksi dini

Di beberapa Negara maju yang telah cukup lama melakukan program penyaringan (skrining) melalui pap smear. Di negara maju kesadaran untuk melakukan pap smear sangat tinggi. Di Amerika pap smear sudah harus dimulai 3 tahun setelah seseorang melakukan hubungan seksual. Wanita berusia < 30 tahun harus melakukan skrining sitologi serviks setiap tahun.

Wanita berusia ≥ 30 tahun telah memperoleh hasil pap smear negatif 3 kali berturut-turut dan tidak memiliki risiko tinggi dapat memperpanjang interval skrining menjadi setiap 2-3 tahun. Skrining dapat dihentikan pada usia 70 tahun pada wanita dengan risiko rendah. Di Inggris skrining harus dimulai pada usia 25 tahun. Intervalnya adalah setiap 3 tahun bagi wanita berusia 25-49 tahun. Skrining dapat dihentikan pada usia 64 tahun jika 3 apusan menunjukkan hasil normal (Tara, 2001).

Pap smear dapat menemukan penyakit pada tingkat prakanker, dan angka kematian turun secara drastis 50-60%. Di Kanada insiden kanker serviks turun dari 28,4% menjadi 6,9 %. Sedang mortalitas turun dari 11,4 menjadi 3,3 per 1000 wanita selama 20 tahun program (skrining). Di negara maju, seperti Jepang, angka kanker serviks dapat ditekan dengan adanya kesadaran melakukan deteksi dini. Beberapa peneliti mengemukakan dari

(20)

447 kasus kanker, sebesar 1800 kasus ditemukan pada stadium lanjut, dari keseluruhan wanita yang menderita kanker serviks tidak pernah melakukan pap smear sebanyak 85% (Aziz,2000; Evennett 2003).

Di Negara-negara Skandinavia dengan melakukan deteksi dini sejak pertengahan tahun enampuluhan selama 20 tahun (1965-1978) angka kematian kanker serviks menurun sebesar 50-60% di Kanada insidens kanker serviks dari 28% menjadi 6,9% dan mortalitas turun dari 11,4% menjadi 3.3 per 100.000 wanita. Sedangkan penelitian di Australia pada penderita dengan kanker invasif sebesar 35%, dan yang tidak melakukan deteksi dini paling sedikit 4 tahun sebesar 19,4% dan yang melakukan deteksi dini paling sedikit 4 tahun terakhir sebesar 21,5% (Aziz 2000).

Di Indonesia, terjadi peningkatan kejadian kanker serviks dalam jangka waktu 10 tahun terlihat bahwa peringkat 12 menjadi peringkat 6, setiap tahun diperkirakan terdapat 190.000 penderita baru dan 1/5 akan meninggal akibat penyakit kanker . Namun angka kematian akibat kanker ini bisa dikurangi 3-35% bila dilakukan tindakan preventif, skrining dan deteksi dini. Misalnya dengan melakukan pap smear bagi mereka yang telah aktif secara seksual dapat menurunkan angka kematian (Dalimartha, 2004).

Menurut Aziz (2003) tingginya angka kematian penderita kanker serviks di Indonesia disebabkan karena sebagian besar penderita kanker serviks atau 70% penderita kanker serviks ditemukan pada stadium lanjut.

Pemeriksaan yang paling utama dan deteksi dini kanker serviks adalah

(21)

pemeriksaan Papaniculau Smear (pap smear) khususnya pada perempuan yang sudah aktif melakukan hubungan seks.

Pap smear adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan mengambil usapan sel dan lendir leher rahim untuk mengetahui adanya perubahan sel secara mikroskopis (Depkes 2001). Pap smear bertujuan untuk menemukan kelainan leher rahim pada fase yang masih dapat diobati sebelum berkembang menjadi kanker, jika sudah berkembang menjadi kanker pengobatan menjadi lebih sukar dan mahal.

Pap smear merupakan pemeriksaan sitologi, sederhana cepat dan tidak sakit dengan tingkat sensitivitas yang cukup baik dan tergolong relatif murah, efektif menurunkan angka dan kematian yang diakibatkan oleh kanker serviks. Tiga puluh persen dari penderita kanker serviks, kasus ditemukan pada saat skrining pap smear. Walaupun hasil test pap smear telah terbukti bermanfaat bagi penemuan dini kanker serviks namun penggunaannya secara nasional masih merupakan masalah besar (Aziz, 2002).

5) Usia Pertama Kali Kawin / Melakukan Hubungan Seksual

Perilaku Seksual dari studi epidemiologi kanker serviks skuamosa berhubungan kuat dengan perilaku seksual seperti multiple mitra seks, dan usia melakukan hubungan seks pertama. Risiko meningkat lebih dari 10 x mitra seks 6 atau lebih atau hubunagan seks pertama dibawah umur 15 tahun.

(22)

Kawin muda berpengaruh terhadap kanker serviks. Penelitian Sandra Van Loon di RSHS (1996), wanita penderita kanker serviks kawin pertama kali antara 15-19 tahun. Beberapa sarjana melihat adanya hubungan erat antara kanker serviks dengan kawin muda. Wanita kawin muda atau pertama kali koitus pada umur 15-20 tahun lebih sering terkena kanker serviks.

Umur pertama kali berhubungan seks merupakan salah satu faktor yang cukup penting. Makin muda usia perempuan melakukan hubungan seksual semakin besar risiko yang harus ditanggungnya, karena terjadinya kanker serviks dengan masalah laten kanker serviks memerlukan waktu 30 tahun sejak melakukan hubungan seksual pertama, sehingga hubungan seksual pertama dianggap awal dari mula proses munculnya kanker serviks pada wanita (Yakub, 1993).

Menurut Riono (1999); Aziz (2002) wanita menikah di bawah usia 16 tahun biasanya 10-12 kali lebih besar kemungkinan terjadi kanker serviks daripada mereka yang menikah setelah berusia 20 tahun ke atas. Pada usia tersebut kondisi rahim seorang remaja putri sangat sensitif. Serviks remaja lebih rentan terhadap stimulus karsinogenik karena terdapat proses metaplasia skuamosa yang aktif, yang terjadi di dalam zona transformasi selama periode perkembangan. Metaplasia skuamosa ini biasanya merupakan suatu proses fisiologi tetapi di bawah pengaruh karsinogen, perubahan sel dapat terjadi sehingga mengakibatkan suatu zona transformasi yang tidak patologik.

Perubahan yang tidak khas ini menginisiasi suatu proses yang disebut

(23)

neoplasmasia serviks (Cervic Intraepithel Neoplasma = CIN) yang merupakan fase prainvasif dari kanker serviks.

6) Paritas

Kanker Serviks dijumpai pada wanita yang sering partus atau melahirkan. Kategori partus sering belum ada keseragaman akan tetapi menurut beberapa pakar berkisar 3-5 kali melahirkan (Tambunan,1996 ).

Kanker serviks banyak ditemukan pada paritas tinggi tetapi tidak jelas bagaimana hubungan jumlah persalinan dengan kejadian kanker serviks, karena wanita yang tidak melahirkan dapat juga terjadi kanker serviks (Yakub, 1993).

7) Ganti Pasangan

Telaah pada berbagai penelitian epidemiologi kanker serviks berhubungan kuat dengan perilaku seksual seperti multi mitra seks, dan usia saat melakukan hubungan seks pertama. Risiko meningkat lebih dari 10 x bila bermitra seks 6 atau lebih. Juga risiko meningkat bila berhubungan dengan multipel mitra seks atau mengidap kondiloma akuminata (Aziz,2000).

8) Merokok

Rokok atau tembakau mengandung bahan-bahan karsinogenik baik yang dihisap sebagai rokok/sigaret atau dikunyah. Asap rokok menghasilkan polyciklic aromatic hydrocarbonas heterocyclic amine yang sangat karsinogen atau mutagen, sedangkan bila ia dikunyah menghasilkan

(24)

netrosamin. Bahan yang berasal dari tembakau yang dihisap terdapat digetah serviks wanita perokok dan dapat menjadi ko karsinogenik infeksi virus.

9) Infeksi

Penyebab utama kanker serviks adalah infeksi virus Human Papiloma Virus (HPV) lebih dari 90 kanker serviks jenis skuamosa mengandung DNA Virus HPV dan 50% kanker serviks berhubungan dengan HPV tipe 16. Infeksi virus HPV telah terbukti menjadi penyebab lesi prakanker, kondiloma akuminata, dan kanker.

10) Kontrasepsi

Pemakaian kontrasepsi oral dalam waktu lama lebih dari 4 atau 5 tahun dapat meningkatkan risiko terkena kanker serviks 1,5-2,5 kali. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kontrasepsi oral menyebabkan wanita sensitif terhadap HPV yang dapat meyebabkan adanya peradangan pada genitalia sehingga berisiko untuk terjadi kanker serviks (Hidayat, 2001). Pil kontrasepsi oral diduga akan menyebabkan defisiensi folat yang mengurangi metabolisme mutagen sedangkan estrogen kemungkinan menjadi salah satu kofaktor yang membuat replikasi DNA HPV.

2.6.4. Stadium Klinik

Stadium klinik kanker serviks ditentukan berdasarkan pemeriksaan fisik (inspeksi dan palpasi), kolposkopi, histopstologi biopsi atau konisasi, kerokan

(25)

endoserviks, urografi dan survei metastasis. Stadium yang paling sering digunakan adalah klasifikasi menurut FIGO.

Tabel 2.1. Stadium Kanker Serviks FIGO 2000 Stadium Keterangan

0 Lesi belum menembus membran basa I Lesi tumor masih terbatas di serviks

IA1 Lesi telah menembus membran basalis kurang dari 3 mm dengan diameter permukaan tumor < 7 mm

IA2 Lesi telah menembus membran basalis > 3 mm tetapi tetapi <

5 mm dengan diameter permukaan tumor < 7 mm IB1 Lesi terbatas di serviks dengan ukuran lesi primer < 4cm IB2 Lesi terbatas di serviks dengan ukuran lesi primer > 4cm II Lesi telah keluar dari serviks (meluas ke parametrium dan sepertiga)

IIA proksimal vagina)

Lesi meluas ke sepertiga vagina proksimal

IIB Lesi telah meluas ke parametrium tetapi tidak mencapai dinding panggul

III Lesi telah keluar dari serviks (menyebar ke parametrium dan atau sepertiga vagina distal)

IIIA Lesi menyebar ke sepertiga vagina distal / bawah IIIB Lesi menyebar ke parametrium sampai dinding panggul IV Lesi menyebar keluar dari organ genitalia

IVA Lesi meluas keluar organ panggul, dan atau menyebar ke mukosa vesika urinaria

IVB Lesi meluas ke mukosa rektum, dan atau meluas ke organ lain 2.6.3. Pengobatan

Menurut Tambunan (1991) terapi untuk kanker serviks ditetapkan berdasarkan stadium klinik. Dalam hal ini dikenal (1) terapi bedah,(2) radioterapi dan (3) Kemoterapi.

a. Terapi bedah.

Pada karsinoma in situ dan mikroinvasif, tumor dibuang dengan cara konisasi, koagulasi, ataupun histerektomi. Khusus karsinoma lebih banyak memilih

(26)

histerektomi total dan pembuatan manset vaginal kecil. Khusus karsinoma mikroinvasif banyak memilih karsinoma radikal. Bagi wanita yang masih menginginkan anak dapat dipertimbangkan konisasi atau kriokoagulasi atau elektrokoagulasi.

b. Radioterapi.

Pada karsinoma invasif stadium lanjut ( IIb. III,IV) terapi biasanya bersifat faliatif, dititikberatkan pada radiasi ekternal dan internal. Radioterapi pada saat ini radiasi diarahkan pada massa tumor secara akurat, sehingga pemberian dosis tinggi tidak menimbulkan penyulit yang berarti.

c. Kemoterapi, pada umumnya sitostatika hanya merupakan terapi ajuvan.

2.7. Dukungan Suami Dalam Tindakan Pap Smear

Menurut Friedman (1998), dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Dukungan keluarga dapat berupa dukungan kelurga internal dukungan keluarga eksternal. Dukungan keluarga internal dapat diperoleh dari suami/istri atau dukungan dari saudara kandung.

Caplan (1964) dalam Friedman (1998) dukungan keluarga (suami) merupakan hubungan timbal balik antara individu yang meliputi : (1) Dukungan informasional merupakan sebuah kolektor dan diseminator (penyebar) informasi, menjelaskan memberi saran, sugesti, informasi yang dapat digunakan mengungkapkan suatu

(27)

masalah. (2) Dukungan emosional (menunjukkan rasa kepedulian, memberi dorongan, empati), Dukungan instrumental atau nyata (pelayanan, pemberian materi), (3) Dukungan penghargaan (memberikan umpan balik yang membangun dan pengakuan ).

Menurut House (1981, dalam Nasution, 2007) Dukungan keluarga dikelompokkan menjadi empat kategori yaitu : dukungan emosional, dukungan nyata, dukungan informasi dan dukungan pengharapan. Dukungan emosional yaitu memberikan empati dan rasa dicintai kepercayaan dan kepedulian. Dukungan nyata yaitu membantu individu dalam memenuhi kebutuhannya. Dukungan informasi yaitu memberikan informasi sehingga individu memiliki koping untuk mengatasi masalah yang muncul dari diri sendiri dan lingkungan. Dukungan pengharapan yang memberikan informasi yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi.

2.7.2. Sumber-Sumber Dukungan

Sumber-sumber dukungan banyak diperoleh individu dari lingkungan sekitarnya, oleh karena itu perlu diketahui seberapa banyak sumber dukungan keluarga ini efektif bagi individu yang memerlukan. Sumber dukungan internal (suami) merupakan aspek yang penting untuk peningkatan kesehatan reproduksi maka perlu diketahui dan dipahami. Dengan pengetahuan dan pemahaman itu, seseorang akan tahu kepada siapa dan seberapa besar ia akan mendapatkan dukungan sesuai dengan situasi dan keinginan yang spesifik , sehingga dukungan tersebut bermakna (Friedman, 1998).

(28)

Menurut Sarason (1983 dalam Kuntjoro, 2002), dukungan keluarga (suami) adalah keberadaan, kesediaan , kepedulian dari orang-orang yang dapat diandalkan, menghargai dan menyayangi kita. Dukungan keluarga (suami) mencakup dua hal yaitu: (1) Jumlah sumber dukungan keluarga yang tersedia merupakan persepsi individu terhadap sejumlah orang yang dapat diandalkan saat individu membutuhkan bantuan (pendekatan berdasarkan kuantitas). (2) Tingkat kapuasan akan dukungan keluarga yang diterima berkaitan dengan persepsi individu bahwa kebutuhannya akan terpenuhi (pendekatan berdasarkan kualitas ).

2.8. Tindakan Pap smear

Tindakan pap smear pada seorang ibu dipengaruhi berbagai faktor yaitu faktor dari dalam dirinya sendiri (perilaku ibu) dan dukungan dari lingkungan (dukungan keluarga dalam hal ini secara khusus suami). Sebagaimana kita ketahui perilaku sangat mempengaruhi seseorang dalam bertingkah laku menurut Laurence W.Green (1980), perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu: 1). faktor predisposisi (predisposing faktors) , yaitu: faktor predisposisi timbulnya perilaku seperti umur pengetahuan, pengalaman, pendidikan, sikap, kepercayaan, keyakinan, dan lain sebagainya. 2). Faktor pendukung ( enabling faktors ) yaitu: faktor yang mendukung timbulnya perilaku seperti lingkungan fisik dan sumber – sumber yang ada di masyarakat misalnya: Tersedianya tempat pelayanan pemeriksaan yang terjangkau masyarakat dan lain sebagainya. 3). Faktor pendorong (reinforcing faktors) yaitu: faktor-faktor yang memperkuat atau mendorong seseorang untuk

(29)

berperilaku yang berasal dari orang lain misalnya: keluarga, kelompok, guru, petugas kesehatan dan pengambil keputusan yang mendukung perilaku tindakan pap smear.

Selain faktor perilaku Tindakan pap smear juga dipengaruhi oleh adanya dukungan internal keluarga yaitu suami. Menurut Friedman dukungan keluarga (suami) terdiri dari :

a. Dukungan Pengaharapan

Dukungan pengharapan merupakan dukungan yang terjadi bila ekspresi yang positif diberikan kepada individu. Individu mempunyai seorang yang dapat diajak bicara tentang masalahnya, terjadi melalui ekspresi pengharapan positif individu kepada individu lain, penyemangat, dan persetujuan terhadap ide-ide atau perasaan seseorang.

b. Dukungan Nyata

Dukungan ini merupakan penyediaan dukungan jasmaniah seperti pelayanan kesehatan, bantuan finansial dan material berupa nyata, benda atau atau jasa tersebut sehingga dapat memecahkan masalah praktis termasuk di dalamnya bantuan langsung seperti saat seseorang memberi uang, menyediakan transportasi dan lain-lain. Dukungan nyata sebagai sumber untuk mencapai tujuan praktis dan tujuan nyata.

c. Dukungan Informasi.

Jenis dukungan ini meliputi jaringan komunikasi bersama termasuk didalamnya memberikan solusi dari masalah, memberikan nasehat, pengarahan, saran atau

(30)

umpan balik tentang apa yang dilakukan oleh seseorang. Keluarga dapat menyediakan informasi dengan menyarankan tentang dokter yang baik bagi dirinya, dan tindakan yang spesifik bagi individu. Individu yang akan melakukan pencegahan kanker serviks dapat keluarga dari masalahnya dan memecahkan masalahnya dengan adanya dukungan keluarga. Pada dukungan informasi ini keluarga sebagai penghimpun informasi dari pemberi pihak.

d. Dukungan Emosional

Dalam pelaksanaan tindakan individu perlu mendapatkan penguatan akan rasa dimiliki atau dicintai. Dukungan emosional memberikan individu rasa nyaman dan memberikan semangat. Yang termasuk dalam dukungan emosional ini adalah ekspresi dari empati, kepedulian dan perhatian kepada individu. Demikian juga dengan tindakan pap smear Ibu harus mendapat empati, kepedulian dan perhatian dari suami.

Pada penelitian ini peneliti tidak meneliti tentang dukungan pengharapan karena dukungan tersebut diberikan pada pasien-pasien terminal (kronis).

(31)

2.9. Landasan Teori

Landasan teori yang digunakan dalam menganalisis hubungan karakteristik ( umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan keluarga), pengetahuan dan sikap ibu serta dukungan suami terhadap tindakan pap smear adalah teori Model Green (1980) dan Caplan (1964) dapat dilihat pada skema di bawah ini :

Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Gambar 2.2.Faktor-Faktor yang mempengaruhi perilaku ( Lawrence W.

Green, 1980) dan Dukungan Keluarga (Suami) ( Caplan 1964 dalam Friedman 1998 ).

Faktor Pemungkin - Kesediaan tempat

pelayanan - Biaya terjangkau - Kemudahan mendapat

pelayanan Faktor penguat:

- Keluarga - Kelompok - Guru

- Petugas kesehatan - Pengambil keputusan

Dukungan Suami :

- Dukungan informasi - Dukungan Nyata - Dukungan Emosi - Dukungan Pengharapan Faktor Predisposisi:

- Pengetahuan - Kepercayaan - Nilai

- Sikap - Keyakinan - Kemampuan

(32)

 Karakteristik Ibu:

- Umur - Pendidikan - Pekerjaan

- Pendapatan keluarga

 Pengetahuan

 Sikap

2.10. Kerangka Konsep

Kerangka konsep pada penelitian ini diambil dari gabungan skema Green (1980) dan Caplan (1964) seperti yang dilihat di bawah ini :

Variabel Bebas Variabel Terikat

Tindakan pap smear : - Tidak melakukan - Melakukan

Dukungan Suami - Informasi - Emosional - Nyata

Gambar 2.3 : Kerangka Konsep Penelitian

Gambar

Gambar 2.1. Alur Penatalaksanaan Hasil Pap Smear.
Tabel 2.1. Stadium Kanker Serviks  FIGO 2000  Stadium Keterangan
Gambar 2.2.Faktor-Faktor yang mempengaruhi perilaku ( Lawrence W.
Gambar 2.3 : Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Disertasi ini merupakan hasil penelitian tentang kinerja Perusahaan Inti Rakyat (PIR) kelapa sawit di Sumatera Selatan yang menggunakan analisis kemitraan dan ekonomi rumahtangga

Teknologi VoIP adalah cara berkomunikasi suara ( voice ) melalui jaringan Internet, sehingga komunikasi jarak jauh SLJJ maupun SLI dapat dilakukan dengan biaya

Ketiga, adakah hubungan antara pemanfatan teknologi informasi dan kemandirian belajar, dan secara bersama-sama dengan kesiapan menjadi guru profesional dikalangan mahasiswa

[r]

Muncul pula mitos mengenai penggambaran sosok laki-laki pada iklan tv adalah sosok yang kuat atau memiliki postur tubuh yang berotot namun hal tersebut tidak menutup

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kemampuan bacaan Al-Qur’an kalangan pra lansia dan lansia yang dikhususkan pada lansia berusia 55 tahun – 60

Hasil  Somatostatin dan octreotide dosis tinggi dapat mencegah pankreatitis akut pasca-ERCP  Efikasi somatostatin lebih bermakna bila diberikan pada injeksi duktus

Berdasarkan hasil perhitungan dan pengujian, maka terdapat pengaruh yang positif dari brand positioning yang meliputi nilai, keunikan, kredibilitas, berkelanjutan, dan