• Tidak ada hasil yang ditemukan

REPRESENTASI KARAKTER NUSSA PENYANDANG DISABILITAS PADA SERIAL KARTUN NUSSA DAN RARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "REPRESENTASI KARAKTER NUSSA PENYANDANG DISABILITAS PADA SERIAL KARTUN NUSSA DAN RARA"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

REPRESENTASI KARAKTER NUSSA PENYANDANG DISABILITAS PADA SERIAL

KARTUN NUSSA DAN RARA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Disusun Oleh:

Putri Nur Yana NIM 11160510000081

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1442 H/2020 M

(2)

i

REPRESENTASI KARAKTER NUSSA PENYANDANG DISABILITAS PADA SERIAL

KARTUN NUSSA DAN RARA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Disusun Oleh:

Putri Nur Yana NIM 11160510000081

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1442 H/2020 M

(3)

ii

PERNYATAAN

Yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Putri Nur Yana NIM : 11160510000081

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul REPRESENTASI KARAKTER NUSSA PENYANDANG DISABILITAS PADA SERIAL KARTUN NUSSA DAN RARA adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunannya. Adapun kutipan yang ada dalam penyusunan karya ini telah saya cantumkan sumber kutipannya dalam skripsi. Saya bersedia melakukan proses yang semestinya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku jika ternyata skripsi ini sebagian atau keseluruhan merupakan plagiat dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.

Jakarta, 09 September 2020

Putri Nur Yana NIM 11160510000081

(4)

iii

(5)

LEMBAR PENGESAIIAN

Skripsi berjudul "REPRESENTASI KARAKTER

NUSSA PENYANDANG DISABILITAS PADA SERIAL KARTUN NUSSA DAN RARA" yang disusun oleh Putri Nur Yana 11160510000081 telah

diujikan dalam sidang Munaqosyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakartadan telah dinyatakan lulus pada tanggal 24 September 2020 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) dalam bidang Komunikasi dan Penyiaran Islam.

Tim Penguji Munaqosyah Ketua

Dr. Armawati Arbi" M.Si

NIP . 19650207 rggl 03 2002

Sekretaris

Dr. H. EdiAmin. MA

I{IP . 797 60909200901 1 01 0

Jakart a, 24 September 2020

24 Septemb er 2020

Penguji 1

Dr. Dudun Ubaedullah.

M.Ag

24 September 2O2o NIP . 197 50509200901 1 012

Penguji 2

Kalsum Minangsih.

MA

24 September 2020 NIP . 197704242007 102002

Tanggal

24 Septemb er 2020

Tanda Tangap

Mengetahui ekan,

NIP . 197 | 30 199803 1 004

(6)

iv

ABSTRAK

Putri Nur Yana 11160510000081

Representasi Karakter Nussa Penyandang Disabilitas Pada Serial Kartun Nussa dan Rara

Serial Kartun Nussa dan Rara merupakan kartun edukasi Indonesia berceritakan tentang bagaimana kehidupan sehari-hari yang dialami oleh dua saudara kandung bernama Nussa dan Rara.

Animasi ini mengambil tema agama Islam yang dipadu yang memberikan nilai positif pada setiap episodenya dengan judul yang berbeda-beda. Namun Karakter Nussa digambarkan sebagai penyandang disabilitas. Terlihat pada kaki kiri Nussa yang menggunakan kaki palsu.

Berdasarkan konteks diatas, maka penulis tertarik untuk mengetahui Bagaimanakah Nussa penyandang disabilitas direpresentasikan pada Serial Kartun Nussa dan Rara?

Bagaimana tanda ikon, indeks, dan simbol yang terkandung dalam Serial Kartun Nussa dan Rara?. Pendekatan pada penelitian ini adalah kualitatif. Adapun dari segi teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis, menggunakan teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi.

Pada penelitian ini, penulis menggunakan teori semiotika Charles Sanders Peirce. Adapun teori tersebut seperti ikon (tanda yang serupa dengan objek aslinya berdasarkan pengalaman), indeks (tanda yang terkait dengan objek yang dituju berdasarkan pengetahuan), serta simbol (tanda yang mewakili objek berdasarkan konvensi masyarakat).

Representasi penyandang disabilitas karakter Nussa pada Serial Kartun Nussa dan Rara mengarah kepada representasi yang positif. Tokoh Nussa digambarkan sebagai penyandang disabilitas tunadaksa (kelainan tubuh) dan direpresentasikan sebagai kaka yang baik untuk adiknya, seorang pemimpin untuk keluarganya, patut dijadikan panutan, pandai ilmu agama, dan dapat diandalkan. Bermakna bahwa seorang penyandang disabilitas dapat melakukan kegiatan sehari-hari seperti manusia normal yang berhak memiliki sebuah mimpi dan ketidak sempurnaan tidak menjadi penghalang seseorang untuk dapat mewujudkannya.

Kata Kunci: Representasi, Nussa, Penyandang Disabilitas, Serial Kartun Nussa dan Rara

(7)

v

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas semua rahmat dan karunia-Nya. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat dan kita para pengikutnya hingga akhir zaman. Alhamdulillah berkat izin Allah SWT dan usaha yang dilakukan, akhirnya penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Representasi Karakter Nussa Penyandang Disabilitas Pada Serial Kartun Nussa dan Rara”.

Terselesaikannya salah satu syarat untuk mengikuti sidang, yaitu tugas akhir skripsi ini adalah suatu hal yang membuat penulis merasa sangat beryukur atas proses yang telah dilalui. Penulis menyadari bahwa tidak mungkin ia mampu untuk melewati setiap proses yang dimulai dari awal perkuliahan hingga terselesaikannya skripsi ini. Oleh sebab itu, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada:

1. Suprato, M.Ed, Ph,D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Dr. Siti Napsiyah, selaku Wakil Dekan I Bidang Akademik, Dr.

Sihabudin Noor, M.Ag, selaku Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, Cecep Castrawijaya, M.A, selaku Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan.

2. Dr. Armawati Arbi, M.Si, selaku Ketua Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI), Dr. Edi Amin, M.A, selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi Penyiaran Penyiaran Islam (KPI).

(8)

vi

3. Fita Fathurokhmah, M.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

4. Drs. Jumroni, M.Si, selaku Dosen Penasihat Akademik KPI B yang telah bersedia menuntun dan memperhatikan penulis dalam proses perkuliahan dari awal hingga tugas akhir ini.

5. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDIKOM), serta segenap pimpinan dan karyawan Perpustakaan Utama (PU) dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah melayani secara baik kepada penulis dari awal perkuliahan hingga penulisan skripsi ini.

6. Kepada kedua orang tua yang sangat penulis sayangi.

Penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih untuk ayah dan ibu atas doa dan dukungan kepada penulis yang tidak mungkin dapat dibalas dengan apapun.

Semoga ayah dan ibu selalu diberikan kesehatan dan umur yang panjang agar selalu dapat menemani penulis sampai sukses nanti. Semoga penulis bisa selalu membahagiakan ayah, ibu, kakak, aa, om dan keluarga semuanya. Aamiin. Saat menulis ini penulis merasa terharu karena sdah sampai tahap ini sekaligus sedih, karena setelah ini perjalanan penulis masih sangat panjang untuk membahagiakan kalian. Selalu

(9)

vii

doakan penulis ya ayah ibu, semoga bisa secepatnya membahagiakan kalian dan keluarga. Tak hanya itu penulis juga ingin mengucapkan banyak terima kasih untuk kaka, aa, dan om yang telah mendoakan penulis dan meberikan dukungan serta arahan dan juga menjadi penghibur saat penulis sedang cape, sedih, stress. Intinya penulis tidak bakal sampai tahap ini jika bukan karena doa kalian.

7. Kepada The Little Giantz, khusus untuk mba Yuni Lestari selaku sekretaris TLG. Penulis ucapkan banyak terima kasih atas izin untuk melakukan penelitian. Semoga visi dan misi TLG untuk tahap internasional segera tercapai, Aamiin.

8. Kepada teman-teman KPI 2016 dan KPI B, terima kasih atas waktu yang telah kita lalui baik suka maupun duka. Semoga penulis dan kalian, bisa mewujudkan cita-citanya dengan cara dan jalannya masing-masing, Aamiin.

9. Kepada Seoul-anga yang beranggotakan Mute, Ncay, Qoray, Hael, Nabila, Dewi, Riza dan Dillah, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih atas waktu yang telah kita lewati bersama. Begitu banyak moment yang kita lalui, mulai dari moment yang menyenangkan, menyedihkan, sampai moment kesal satu sama lain. Semoga kita bisa sukses dengan jalannya masing-masing, Aamiin. Bakal kangen

(10)

viii

banget Uti sama kalian. Sehat-sehat ya, biar kita bisa ketemu lagiii.

10. Kepada kelompok KKN 74 Oksigen, makasih banyak atas apa yang telah kita lewati bersama baik suka dan duka dang a akan dilupain moment KKN samapai kapanpun. Khusus untuk Prima dan Rere makasih atas dukungan kalian sampai tahap ini. Jangan lupa sama Putri yaa

Jakarta, 09 September 2020

Putri Nur Yana NIM 11160510000081

(11)

ix

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB 1 ... 1

PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 9

C. Batasan Masalah ... 10

D. Rumusan Masalah ... 10

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

F. Tinjauan Kajian Terdahulu ... 11

G. Metodologi Penelitian ... 14

H. Sistematika Penulisan ... 22

BAB II ... 24

KAJIAN PUSTAKA ... 24

A. Landasan Teori ... 24

a. Semiotika Charles Sanders Pierce ... 24

b. Representasi Stuart Hall ... 34

c. Tinjauan Penyandang Disabilitas ... 39

B. Kerangka Berpikir ... 45

BAB III ... 46

GAMBARAN UMUM LATAR PENELITIAN ... 46

A. Serial Kartun Nussa dan Rara ... 46

(12)

x

B. Profil The Little Giantz ... 49

C. Karakter Serial Kartun Nussa dan Rara ... 54

D. Sinopsis Serial Kartun Nussa dan Rara ... 56

BAB IV ... 59

DATA DAN TEMUAN PENELITIAN ... 59

Adegan-adegan dan Dialog-dialog Penelitian ... 64

Hasil Wawancara ... 71

BAB V ... 75

PEMBAHASAN ... 75

1. Representasi Karakter Nussa Penyandang Disabilitas Dalam Serial Kartun Nussa dan Rara ... 76

2. Makna ikon, indeks dan simbol dalam scene-scene pada episode belajar ikhlas dan Nussa bisa ... 81

BAB VI ... 97

Kesimpulan, Implikasi, Saran ... 97

A. Kesimpulan ... 97

B. Implikasi ... 98

C. Saran ... 99

DAFTAR PUSTAKA ... 102

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 107

(13)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Struktur Kerabat Kerja The Little Giantz………53 Tabel 4.1 Adegan-adegan dan Dialog-dialog Penelitian………65 Tabel 5.1 Makna Ikon, Indeks dan Simbol Scene Dua Eipsode Belajar Ikhlas………..82 Tabel 5.2 Makna Ikon, Indeks dan Simbol Scene Dua Eipsode Nussa Bisa………...84 Tabel 5.3 Makna Ikon, Indeks dan Simbol Scene Tiga Eipsode Nussa Bisa………...86 Tabel 5.4 Makna Ikon, Indeks dan Simbol Scene Empat Eipsode Nussa Bisa………...88 Tabel 5.5 Makna Ikon, Indeks dan Simbol Scene Lima Eipsode Nussa Bisa………...89 Tabel 5.6 Makna Ikon, Indeks dan Simbol Scene Tujuh Eipsode Nussa Bisa………...90 Tabel 5.7 Makna Ikon, Indeks dan Simbol Scene Delapan Nussa Bisa………..91 Tabel 5.8 Makna Ikon, Indeks dan Simbol Scene Sembilan Eipsode Nussa Bisa………..92

(14)

xii

Tabel 5.9 Makna Ikon, Indeks dan Simbol Scene Sepuluh Eipsode Nussa Bisa………..93 Tabel 5.10 Makna Ikon, Indeks dan Simbol Scene Dua Belas Eipsode Nussa Bisa………..94 Tabel 5.11 Makna Ikon, Indeks dan Simbol Scene Tiga Belas Eipsode Nussa Bisa………..95 Tabel 5.12 Makna Ikon, Indeks dan Simbol Scene Empat Belas Eipsode Nussa Bisa………..96

(15)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Teori Semiotika Charles Sanders Peirce…………28 Gambar 2.2 Kerangka Berpikir………..…………46 Gambar 3.1 Tokoh Nussa………56 Gambar 3.2 Tokoh Rara……….………….58

(16)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Peran film sangat besar karena merupakan media yang menggambarkan kehidupan di masyarakat. Film menjadi sebuah sarana baru yang digunakan untuk hiburan yang sudah menjadi kebiasaan, serta menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama dan sajian lainnya kepada khalayak.1 Film mampu menciptakan representasi atau penggambaran baru dari suatu fenomena yang ada di masyarakat. Film merekam realitas yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dan kemudian memproyeksikannya ke atas layar.2

Film kartun adalah gambar-gambar yang dilukis dan disusun secara berangkai sehingga menimbulkan citra hidup dan membentuk sebuah cerita yang dibuat dengan menggambar setiap frame sehingga menimbulkan kesan bergerak.3 Film bukan saja untuk hiburan, tapi juga sebagai wadah pembelajaran. Kini banyak film digunakan sebagai alat pembantu untuk memberikan penjelasan

1 Dennis McQuail, Teori Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, (Jakarta:

Erlangga, 2003), h 13.

2 Budi Irawanto, Film, Ideologi dan Militer (Yogyakarta: Media Pressindo, 20170 h 15.

3 Onong Uchjana Effendi,Ilmu Teori dan Filsafah Komunikasi, (Bandung:CitraAditya Bhakti, 2000), h 215-217.

(17)

2

mengenai sesuatu.4 Bersifat audio visual yaitu gambar dan suara yang dapat menarik penonton seakan-akan menembus ruang dan dapat mempengaruhi penonton.

Serial kartun Nussa dan Rara inilah merupakan kartun edukasi Indonesia berceritakan tentang kehidupan sehari-hari dua saudara kandung bernama Nussa dan Rara.

Animasi ini mengambil tema agama Islam yang memberikan nilai positif. Saat ini banyak anak-anak yang gemar menonton tayangan ini dan para orang tua senang memberikan tayangan positif tersebut termasuk ustad Abdul Somad dan ustad Felix merekomendasikan tayangan Nussa dan Rara agar diberikan kepada anak- anak.5 Kartun Nussa dan Rara dikemas dengan gaya kekinian tetapi tidak melupakan unsur-unsur Islami serta mengingatkan dalam hal-hal kebaikan pada setiap episodenya dengan judul yang berbeda-beda.

Karakter Nussa sebagai penyandang disabilitas terlihat pada kaki kiri Nussa yang menggunakan kaki palsu. Lewat ketidaksempurnaannya, ingin memberikan harapan bagi orangtua dan anak dengan situasi serupa agar tetap semangat dalam menjalankan kehidupan.

Bukan empati yang ditampilkan di serial kartun ini, namun sama dengan manusia normal lainnya bahwa yang

4Onong Uchjana Effendi,Ilmu Teori dan Filsafah Komunikasi, (Bandung:CitraAditya Bhakti, 2000), h 206.

5 https://www.muslimahdaily.com/entertainment/film/item/2009-mengintip- dapur-%E2%80%9Cnussa-dan-rara%E2%80%9D,-film-animasi-anak-muslim- yang-tengah-naik-daun.html diakses pada 06 April 2020

(18)

memiliki keterbatasan pun bisa melakukan kegiatan sehari-hari secara normal. Nussa mengajarkan keterbatasan bukan halangan meraih mimpi.

Dalam kaitannya dengan keberadaan mereka di masyarakat, para penyandang disabilitas mengalami kesulitan untuk mendapatkan pengakuan sebagai manusia yang mampu melakukan banyak hal positif sama seperti manusia normal. Hal ini dipertegas oleh International Federation Anti Leprocy Association6, bahwa masyarakat cenderung berpandangan tertentu kepada orang-orang yang berbeda dengan memberinya label sehingga memunculkan stigmatisasi dan diskriminasi. Stigma tersebut juga tidak hanya dilihat dari penilaian masyarakat saja juga penilaian orang yang terstigmakan atau penilaian terhadap diri sendiri yang berkaitan dengan persepsi maupun respon atas stigma tersebut. Hal ini jelas menghambat terciptanya komunikasi yang efektif, Penelitian mengenai representasi kekurangsempurnaan tubuh dan kecacatan muncul perlahan pada akhir tahun 1980an khususnya di Amerika Serikat.

Hal ini mengacu pada stereotype kultural negative terhadap mereka yang memiliki kekurangsempuranaan tubuh. Masyarakat penyandang cacat digambarkan

6 Karuniasih, Wahyu dan Gede K, Tinjauan Fenomologi Atas Stigmatisasi Penyandang Disabilitas Tunarungu. (Bali: Universitas Udayana, 2017), Vol.1 No.1

(19)

4

‘sebagai sosok pasif’ dan menjadi ‘korban’ atau

‘penderita’.7

Stereotype kultural yang paling sering didokumentasikan mempresentasikan mereka sebagai sosok yang perlu dikasihani, objek kekerasan, mahluk aneh, orang kerdil, bahan tertawaan, musuh terburuk, beban, kelompok yang tidak mampu berpatisipasi secara penuh dalam kehidupan komunitas dan sebagai kelompok

‘normal’.8

Fenomena tersebut tidak terlepas dari peran media.

Baik media massa maupun new media dalam memberitakan keberadaan penyandang disabilitas digambarkan sebagai orang yang pantas dikasihani, memalukan, memiliki kerusakan, tidak sempurna, nilai dan mutunya kurang baik9. Salah satu media yang ambil bagian dalam menciptakan stereotip tersebut adalah film.

Maka dari itu tidak lepas dari peran komunikasi massa. Karena media massa maupun internet adalah alat- alat dalam komunikasi yang dapat menyebarkan pesan secara serempak dan cepat kepada khalayak secara luas dan bersifat heterogen.10 Dengan adanya media massa untuk memenuhi kebutuhan kita akan informasi baik dari

7 Colin Barnes, Geof Mercer, Disabilitas, (Jakarta: IAIN Indonesia Social Equity Project, 2006) h 144.

8 Colin Barnes, Geof Mercer, Disabilitas, (Jakarta: IAIN Indonesia Social Equity Project, 2006) h 147.

9 Niyu, Representasi Disabilitas dalam Iklan We’re The Superhumans (Tangerang: Universitas Pelita Harapan, 2017), Vol. 4 No. 1, h 50.

10 Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), h 9.

(20)

televisi, radio, koran dan juga internet. Dengan fenomena diatas, representasi yang salah tersebut dapat menciptakan

“krisis identitas” bagi penyandang disabilitas serta membuat aspirasi mereka semakin rendah dalam masyarakat.11 Sehingga mempengaruhi pikiran dan perilaku seseorang terhadap penyandang disabilitas.

Dengan demikian, media merupakan faktor penentu kehidupan manusia. Padahal kenyatannya saat ini banyak penyandang disabilitas yang memiliki prestasi luar biasa seperti Tegar sebagai tulang punggung keluarga, Anki Yudistia sebagai staff presiden, Luthfi lulusan S1 dan S2 cumlaude, Anjas Pramono telah membuat lima aplikasi untuk penyandang disabilitas dan masih banyak lagi.

Mereka membuktikan bahwa penyandang disabilitas juga mampu berkarya, menginspirasi dan bermanfaat bagi orang banyak. Representasi sendiri berasal dari bahasa Inggris (representation) yang berarti perwakilan, gambaran, atau penggambaran. Secara sederhana, representasi dapat diartikan sebagai gambaran mengenai suatu hal yang terdapat dalam kehidupan yang digambarkan melalui media.12

Representasi penyandang disabilitas dari media yang dipaparkan di atas adalah melalui Serial Kartun Nussa dan Rara. Nussa dan Rara merupakan nama tokoh

11 Niyu, Representasi Disabilitas dalam Iklan We’re The Superhumans (Tangerang: Universitas Pelita Harapan, 2017), Vol. 4 No. 1, h 53.

12 Nawiroh Vera, Semiotika dalam Riset Komunikasi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2015), cet. Ke-2, h 96.

(21)

6

utama dalam serial tersebut. Dimana Nussa merupakan kakak dari Rara sekaligus seorang penyandang disabilitas pada bagian kaki kirinya. Nussa digambarkan sebagai sosok yang memiliki sifat pemimpin, panutan, berilmu, dapat diandalkan, dan berbagai sifat lainnya yang bertolak belakang dengan stereotip penyandang disabilitas dalam media dan film pada umumnya. Selain itu, dibeberapa episode Nussa bahkan digambarkan seperti sosok sama dengan manusia normal lainnya akan keterbatasan kaki kirinya. Contohnya pada episode Nussa Bisa. Nussa tak pernah malu dengan kaki palsunya. Sejak kecil, Nussa sangat suka bermain sepak bola. Hingga saaat sekolah, ia ingin masuk tim bola di sekolahnya. Awalnnya Umma ibunya Nussa dan Rara khawatir dengan kondisi fisiknya.

Ia berlatih dengan gigih agar bisa masuk tim bola. Tak hanya itu, ia pun bisa membuktikan bahwa ia tidak sadar bisa mengangkat ummanya yang terjatuh di kamar. Sejak itu, umma mengizinkan Nussa masuk tim bola dan bisa membuktikan bahwa Nussa bisa. Kemudian pada episode Belajar Ihlas, dengan kondisi fisiknya yang kurang sempurna. Nussa bisa nerima dengan ihlas takdir yang diberikan oleh Allah untuknya.

Dengan serial kartun ini membuktikan bahwa keterbatasan bukan halangan untuk tetap taat kepada Allah. Dengan kondisi keterbatasan ini adalah cara dimana Allah untuk selalu mengingatkan hambaNya

(22)

untuk selalu bersyukur dan mengingat Allah bahwa ketaatanlah yang melengkapi dirinya.

Manusia yang beragam sesungguhnya setara dihadapan Allah SWT yang membedakan mereka adalah ketaqwaannya. Kemuliaan manusia di sisi Allah berbanding lurus dengan level ketaqwaan mereka. Sesuai dengan QS Al Hujurat ayat 13, sebagai berikut:

اَهُّيَأَٰٓ َي ساَّنل ٱ َو اًبو ع ش ْم ك َنْلَع َجَو ىَثن أَو ٍرَكَذ نِّم م ك َنْقَل َخ اَّنِإ َلِئَٰٓاَب َق

َدنِع ْم كَمَرْكَأ َّنِإ ۚ ۟آَٰو فَراَعَتِل َِّللّ ٱ

َّنِإ ۚ ْم ك ىَقْتَأ ََّللّ ٱ

ِب َخ ٌميِلَع ٌري

Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”

Jadikan ketakwaan sebagai pelengkap atas keterbatasan yang dimiliki. Kadang keterbatasan merupakan modal amal salih dari Allah. Bila Allah memberikan kekurangan fisik pada kita. Namun kita masih ingin taat, Disitu nilai lebih yang Allah hitung sebagai balasan bagi yang berusaha lebih keras. Lagi pula, pemenang itu bukanlah mereka yang banyak alasan dengan keterbatasan, tapi pemenang adalah mereka yang terbatas namun bisa menyingkirkan alasan.

Kekurangan sebenernya ketika kita tidak bersyukur,

(23)

8

karena takkan ada kecukupan bagi yang tidak bersyukur. Tapi mereka yang bersyukur akan selalu merasa tercukupi meski yang lain melihat mereka terbatas. Berdasarkan pemaparan di atas, penulis bermaksud untuk mengetahui bagaimana penyandang disabilitas direpresentasikan pada dalam serial kartun tersebut dengan menggunakan analisis semiotika Charles Sanders Peirce.

Alasan penulis memilih semiotika Peirce dalam penelitian ini dikarenakan ingin mengetahui makna- makna yang berkaitan dengan disabilitas yang ada dalam Serial Kartun Nussa dan Rara. Semiotika Peirce merupakan pengetahuan tentang tanda yang disebut dengan model triadik yakni segitiga tanda yang saling berhubungan satu sama lain, yang terdiri dari tiga tingkatan yakni representamen (tanda yang dialami melalui panca indera, pemikiran, dan perasaan).

Selajutnya objek (acuan dari tanda-tanda yang dipaparkan dikaitkan dengan pengetahuan, pengalaman, dan kognisi masyarakat). Terakhir adalah interpretan (penafsiran atau makna yang ditangkap melalui pancaindera sesuai dengan konvensi masyarakat). Selain itu juga terdapat tiga model utama tanda yakni ikon (tanda yang serupa dengan objek aslinya berdasarkan pengalaman), indeks (tanda yang terkait dengan objek yang dituju berdasarkan pengetahuan), serta simbol (tanda yang mewakili objek berdasarkan konvensi masyarakat).

(24)

Dengan penyajian beberapa episode Serial Kartun Nussa dan Rara yang didalamnya terdapat tanda-tanda yang telah dipaparkan di atas mengenai penyandang disabilitas pada karakter Nussa dengan kaki kiri palsunya berdasarkan pengetahuan dan kognisi masyarakat. Maka penulis memilih analisis semiotika Charles Sansers Peirce karena cocok dengan apa yang ingin diteliti. Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang masalah di atas penulis tertarik mengambil judul penelitian “Representasi Karakter Nussa Penyandang Disabilitas Pada Serial Kartun Nussa dan Rara”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan sebagai baerikut:

1. Serial kartun Nussa dan Rara melalui karakter Nussa memberi edukasi yang baru mengenai disabilitas bahwa keterbatasan tidak menghalangi mimpi seseorang.

2. Bukan empati yang ditimbulkan dalam serial kartun Nussa dan Rara namun motivasi bagi penyandang disabilitas.

3. Tidak lepas dari peran komunikasi massa karna media pada umumnya merepresentasikan penyandang disabilitas kepada stereotip negetif yang

(25)

10

mempengaruhi pikiran khalayak terhadap penyandang disabilitas.

4. Tanda-tanda yang dipaparkan mengenai penyandang disabilitas pada karakter Nussa dengan kaki kiri palsunya dalam Serial Kartun Nussa dan Rara.

C. Batasan Masalah

Untuk membatasi penelitian ini agar tidak melebar luas, maka pembatasan permasalahan yang diambil dari penelitian ini adalah representasi karakter Nussa penyandang disabilitas hanya dalam episode “Nussa Bisa”

dan “Belajar Ihklas” karena kedua episode tersebut merepresentasikan penyandang disabilitas pada cuplikan- cuplikan serta dialognya.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis merumuskan masalah seperti berikut:

1. Bagaimanakah Nussa penyandang disabilitas direpresentasikan pada Serial Kartun Nussa dan Rara?

2. Bagaimana tanda ikon, indeks, dan simbol yang terkandung dalam Serial Kartun Nussa dan Rara?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui seperti apa dan bagaimana representasi karater Nussa penyandang disabilitas pada serial kartun Nussa dan Rara.

(26)

b. Bagaimana tanda ikon, indeks, dan simbol dalam Serial Kartun Nussa dan Rara.

2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pada penelitian khususnya pada kajian analisis semiotika Charles Sanders Pierce mengenai tanda ikon, indeks, dan simbol tentang penyandang disabilitas dalam Serial Kartun Nussa dan Rara.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi motivasi bagi penyandang disabilitas yang menonton Serial Kartun Nussa dan Rara bahwasannya keterbatasan fisik tidak mengahalangi seseorang dalam menggapai mimpi mereka serta memberikan edukasi tentang disabilitas bagi anak-anak bahwa penyandang disabilitas pun juga dapat melakukan kegiatan yang sama seperti manusia normal lainnya.

Selain itu, agar serial kartun lainnya dapat menyeimbangkan antara unsur hiburan dan juga edukasi serta menciptakan inovasi dalam berdakwah.

F. Tinjauan Kajian Terdahulu

Dirancangnya sebuah penelitian, tidak terlepas adanya referensi dari penelitian sebelumnya. Adapun

(27)

12

referensi penelitian sebelumnya yang memiliki relavansi dengan penelitian ini, dijelaskan sebagai berikut:

1. Penelitian pertama dilakukan oleh Lutfi Icke Anggraini (2019), dari Institut Agama Islam Negeri Purwokerto dengan judul “Nilai-Nilai Islam dalam Serial Animasi Nussa (Analisis Narasi Tzvetan Todorov). Penelitian ini menggunakan analisis narasai Tzvetan Todorov yang meliputi keseimbangan, gangguan dan keseimbangan. Nilai-nilai Islam yang terkandung dalam serial animasi Nussa yaitu nilai akidah yang yang terkandung dalam serial animasi Nussa yaitu percaya dan yakin bahwa Allah mengabulkan doa yang mereka panjatkan serta mereka yang meyakini bahwa akan mendapatkan perlindungan dan keberkahan dari Allah SWT. Nilai akhlak yang terkandung dalam serial animasi Nussa adalah kesopanan, kesabaran, keramah-tamahan, dan gotong royong. Nilai syariah yang terkadung dalam serial animasi Nussa adalah membaca basmallah, berdoa sebelum melakukan aktifitas, kebersihan, bersedekah, menyambung silaturahmi, ihlas, tabah, tidak mubadzir, rendah hati, meredam amarah, dan berbakti kepada kedua orang tua. Persamaannya adalah menganalisis Serial Kartun Nussa dan Rara.

Perbedannya tidak merepresentasikan penyandang disabilitas dan tidak menggunakan analisis semiotika Charles Sanders Peirce.

(28)

2. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Elsa Mutiara Sandra (2019), dari Universitas Negeri Padang dengan judul “Pesan Moral Pada Film Animasi Nussa Episode Tidur Sendiri, Gak Takut!”. Penelitian ini menggunakan analisis semiotika Rolland Barthers yang meliputi konotasi, denotasi, dan mitos. Pesan moral yang disampaikan oleh tokoh baik verbal maupun non verbal dan visualnya berdasarkan adegan yang terjadi dalam epiosode. Persamaannya yang dianalisis adalah film Kartun Nussa dan Rara.

Perbedaaanya tidak menganalisis representasi penyandang disabilitas dan menggunakan tidak menggunakan teori semiotika Charles Sanders Pierce.

3. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Sutarman (2006) dari Universitas Airlangga dengan judul

“Representasi Tokoh Cacat Fisik dalam Film Animasi (Studi Semiotik tentang Representasi Tokoh Nemo dalam Film Finding Nemo)”. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tokoh Nemo yang cacat direpresentasikan sebagai sosok yang lemah, harus selalu dilindungi dan selalu dipenuhi dengan ketidakberuntungan. Manfaat yang penulis dapatkan dari penelitian bergenre petualangan tersebut adalah sebagai rujukan untuk tinjauan teoritis. Adapun persamaannya merepresentasikan disabilitas dan dalam film kartun serta menggunakan teori Charles Sanders Pierce. Perbedaannya dengan penelitian

(29)

14

penulis adalah pada genre film yang dipilih yakni religi, kemudian berfokus pada satu jenis disabilitas saja yakni tunadaksa bagian kaki.

G. Metodologi Penelitian 1. Paradigma Penelitian

Pada penelitian ini menggunakan paradigma kontruktivis. Paradigma ini memandang bahwa individu menginterpretasikan serta bereaksi sesuai dengan konseptual dan pemikiran.13 Pada penelitian ini, paradigma konstruktivitas digunakan untuk melihat fenomena Serial Kartun Nussa dan Rara melalui youtube sebagai media dakwah untuk mensosialisasikan bahwa penyandang disabilitas juga dapat melakukan kegiatan seperti manusia normal dan juga bukan sebagai penghalang untuk meraih mimpi melalui pesan-pesan yang disampaikan dalam video tersebut.

Penulis menggunakan paradigma konstruktivisme untuk membantu menemukan realitas dari berbagai arah dengan melakukan wawancara dan mengamati review, buku, jurnal, artikel, website yang dari berbagai media dalam penelitian ini. Karena menurut penulis penelitian ini termasuk penelitian yang harus dikaji secara mendalam bukan dilihat dari satu sisi saja dan meneliti realitas yang dikontruksi

13 Elvaniaro Ardianto & Bambang Q-Anees, Filsafat Ilmu Komunikasi(Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2009), h 151.

(30)

berdasarkan pikiran personal. Penulis menggunakan paradigma konstruktivis karena peneliti ingin menggali bagaimana karakter Nussa sebagai penyandang disabilitas dalam Serial Kartun Nussa dan Rara. Maka dari itu paradigma ini dianggap cocok oleh penulis dengan penelitiannya.

2. Pendekatan Penelitian

Pada penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif yaitu penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang bukan menggunakan prosedur analisis statistik atau cara kuantifikasi lainnya. Penelitian kualitatif didasarkan pada upaya membangun pandangan mereka yang ditetliti secara rinci, dibentuk dengan kata-kata, gambaran holistik dan rumit. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bermaksud untuk memahami suatu fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, seperti perilaku, persepsi, dan tindakan.14 Penelitian menggunakan jenis pendekatan ini karena dalam proses penelitian ini diperlukan wawancara dan pengamatan secara langsung.

Penelitian dilakukan melalui observasi partisipan dan non partisipan baik dengan terjun langsung ke rumah produksi The Little Gaintz untuk melakukan wawancara ke narasumber dan melihat video Serial

14 Lexy, J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya), h 6.

(31)

16

Kartun Nussa dan Rara, mengamati media sosial, vidio-video di youtube, penelitian terdahulu, jurnal, artikel, dan buku serta web yang berkaitan dengan penelitian ini. Sehingga mudah menelaah presentasi karakter Nussa penyandang disabilitas pada serial katun Nussa dan Rara.

Selain itu pendekatan ini pun juga untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam dan mempermudah dalam melakukan penelitian karena penulis sendiri ingin meneliti lebih dalam mengenai representasi karakter Nussa penyandang disabilitas yang disampaikan oleh kartun tersebut. Pendekatan ini juga bertujuan untuk mengembangkan teori dan hasil akhir atau temuan peneliti masih bersifat openended, artinya peneliti masih terbuka untuk menerima kritik atau revisi.

3. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah semiotika Charles Sanders Peirce, merupakan ilmu atau metode yang mempelajari tentang tanda. Peirce menawarkan model triadik dalam mengurai tanda. Proses ini meliputi representamen (tanda). Tokoh-tokoh lain menyebutnya Symbol (Langer), atau signifier (Saussure). Objek sebagai sesuatu yang direpresentasikan oleh tanda. Berikutnya adalah

(32)

interpretan, istilah yang digunakan Peirce untuk makna sebuah tanda.15

Melalui metode ini, penelitian menjelaskan tanda menjadi tiga model utama yaitu, ikon, indeks, dan simbol. Pertama, ikon dalam beberapa hal tanda menyerupai objeknya, tanda itu kelihatan atau kedengerannya menyerupai objeknya. Kedua, indeks ada hubungan langsung antara tanda dan objeknya.

Keduanya benar-benar terkait. Ketiga simbol dikomunikasikan hanya karena manusia sepakat bahwa simbol itu menunjukkan sesuatu.16

4. Subjek dan Objek Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah Serial Kartun Nussa dan Rara, dan yang menjadi objek penelitian adalah Representasi karakter Nussa penyandang disabilitas.

5. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara

Wawancara adalah suatu kegiatan atau proses interaksi antara pewawancara (interviewer) dan

15 M. Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi: Teori dan Aplikasi (Yogyakarta: Gitanyali,2004) cet.1, h 43.

16 John Fiske, Cultural and Communication Studies Sebuah Pengantar Paling Komprehensif (Yogyakarta: Jalasutra, 2014) h 70-71.

(33)

18

sumber informasi atau orang yang diwawancarai (interview) melalui komunikasi langsung.17

Dalam penelitian ini wawancara dilakukan dengan Yuni Lestari selaku sekretaris The Little Giantz guna mengetahui secara mendalam mengenai representasi karakter Nussa penyandang disabilitas dalam Serial Kartun Nussa dan Rara.

b. Observasi

Observasi atau pengamatan adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan.18 Observasi ditujukan untuk mendapatkan hasil riset yang komprehensif dan mendalam. Observasi pada penelitian ini adalah observasi partisipan dan non partisipan.

Maksudnya penulis bukan hanya melakukan wawancara secara langsung ke narasumber.

Namun juga melakukan observasi dengan cara mengamati secara mendalam adegan-adegan atau cuplikan-cuplikan dan dialog-dialog dari Serial Kartun Nussa dan Rara secara teliti. Kemudian peneliti mencatat dan memilih beberapa adegan atau scene penting yang merupakan inti dari

17 Prof. Dr. A. Muri Yusuf, M.Pd, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan penelitian gabungan (Jakarta: Kencana, 2014) h 391.

18 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial, (Jakarta: Prenada Media Group, 2009), h 115.

(34)

permasalahan yang telah difokuskan dan dianalisis menggunakan teori dan metode yang telah ditentukan.

c. Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen dapat berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.19 Dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dalam penelitian kulaitatif. Pada dasarnya, dokumen digunakan untuk memperkuat penelitian kualitatif agar dapat dipercaya. Adapun data-data penelitian yang dikumpulkan dengan teknik ini menjadi dua:

1. Data Primer

Data primer pada penelitian ini adalah data-data yang dikumpulkan peneliti dari sumber utama yang diperlukan adalah hasil wawancara narasumber dengan Yuni Lestari selaku sekretaris The Little Giantz, Ismail selaku penonton Serial Nussa dan Rara, Tutik Ariyanti selaku orang tua Rayhan Arya Mahardika (disabilitas) dan data berupa video episode Nussa Bisa dan Belajar Ihklas dalam Serial Kartun Nusa dan Rara

.

19 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2011), h 330.

(35)

20

2. Data Sekunder

Data sekunder pada penelitian ini berupa data-data yang besrifat sebagai penunjang data primer yaitu review, buku, jurnal, artikel, website yang berasal dari berbagai media yang mendukung atau sebagai pelengkap dalam penelitian ini.

6. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah sebuah rangkaian kegiatan penelaahan, pengelompokkan, penafsiran, dan verifikasi data agar suatu fenomena memiliki nilai sosial, akademis, dan ilmiah, tidak ada yang baku (seragam) dalam melakukan penelitian kualitatif.20 Analisis dalam penelitian ini dimulai dengan mengklasifikasikan adegan-adegan dalam episode Nussa Bisa dan Belajar Ihklas yang sesuai dengan fokus penelitian. Kemudian, dianalisis menggunakan teori segitiga tanda (Triadik), Semiotika Charles Sanders Pierce yang terdiri dari tiga tingkatan, yaitu tanda (representamen), acuan tanda (objek), dan penafsiran dari tanda yang dipaparkan terhadap objek tertentu (interpretan) dengan mencari seperti apa unsur ikon, indeks, dan simbol.

20 Deddy Mulyana, Metode Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu sosial lainnya, (Bandung: PT. Remaja Rodaskarya, 2004), h 180.

(36)

Kemudian setelah data yang dibutuhkan telah terkumpul, langkah berikutnya menganalisa data sesuai dengan fokus dan tujuan penelitian.

Penulis menggunakan analisis semiotik yang merupakan salah satu alternative teknik penelitian untuk memperoleh representasi penyandang disabilitas yang terkandung dalam Serial Kartun Nussa dan Rara.

7. Keabsahan Data

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan triangulasi untuk dapat menguji apakah data yang diperoleh dalam penelitian adalah sah dan benar.

Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data dan digunakan sebagai proses memantapkan atau memperbaiki derajat kepercayaan (kredibilitas atau validitas) dan konsistensi data, serta bermanfaat juga sebagai alat bantu analisis data di lapangan. Triangulasi bukan bertujuan mencari kebenaran, tetapi meningkatkan pemahaman penulis terhadap data dan fakta yang dimilikinya.21 Dalam penelitian ini, penulis menggunakan Triangulasi data dengan cara mengumpulkan data dari berbagai sumber primer yaitu dengan wawancara dan memilih scene-scene

21Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, (Jakarta:

Bumi Aksara, 2013), h 218-219.

(37)

22

dan dialog-dialog dan sumber sekunder dengan mengumpulkan dokumen dariintagram, youtube, dan media lainnya. Lalu dilakukan validasi data dengan cara memeriksa data yang telah terkumpul.

8. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian yang digunakan untuk penelitian yaitu di The Little Giantz Animation Studio Jl. MPR X No.12, RT 01/11, Cilandak Barat, Jakarta Selatan pada 06 Agustus 2020.

Tempat penelitian ini dipilih karena untuk lebih memperdalam mengetahui mengenai representasi karakter Nussa pada serial kartun Nussa dan Rara dari pihak The Little Giantz yakni yang memproduksi serial kartun yang diteliti dan agar lebih objektif dalam melaksanakan penelitian.

H. Sistematika Penulisan BAB I: PENDAHULUAN

Pendahuluan terdiri dari latar belakang, identifikasi, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan kajian terdahulu, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II: KAJIAN PUSTAKA

Dalam bab ini akan menjelaskan landasan teori mengenai analisis semiotika Charles Sanders Peirce, tinjauan teori representasi Stuart Hall serta tinjauan mengenai penyandang disabilitas serta kerangka berpikir.

(38)

BAB III: GAMBARAN UMUM LATAR PENELITIAN Menjelaskan tentang gambaran umum serial kartun Nussa dan Rara, profil The Little Giantz, kerabat kerja, dan profil para pemeran Serial Kartun Nussa dan Rara serta sinopsis episode Nussa Bisa dan Belajar Ihklas.

BAB IV: DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

Dalam bab ini difokuskan untuk penguraian penyajian data penelitian pada adegan (scene) dan dialog dalam episode Nussa Bisa dan Belajar Ihklas dan temuan penelitian serta hasil wawancara.

BAB V: PEMBAHASAN

Bagian ini berisi uraian teori yang digunakan serta menganalisis adegan atau scene pada episode Nussa bisa dan belajar ikhlas menggunakan teori. Merepresentasikan menggunakan teori Stuart Hall dan mencari adegan dan dialog yang termasuk dalam unsur ikon, indeks, dan simbol serta merepresentasikan karakter Nussa pada eiposode Nussa bisa dan belajar Ikhlas.

BAB VI: SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN Berisi tentang kesimpulan penelitian serta implikasi dan saran.

(39)

24 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Semiotika Charles Sanders Pierce

Indiwan Seto Wahyu Wibowo mengemukakan secara etimologis, istilah semiotika berasal dar kata Yunani Semion, yang artinya tanda. Tanda itu sendiri dapat diartikan sebagai suatu yang atas dasar konvesi sosial yang terbangun sebelumnya dapat mewakili sesuatu yang lain. Tanda pada awalnya dimaknai sebagai suatu hal yang menunjukkan pada adanya hal lain. Contohnya asap menandai adanya api, sirene mobil yang keras meraung raung menandai adanya kebakaran disudut kota.22 Menurut Alex Sobur yang dikemukakan dalam bukunya, mendefinisikan semiotika merupakan ilmu atau metode yang mempelajari tentang tanda. Tanda-tanda merupakan perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, ditengah- tengah manusia dan bersama-sama manusia.

22 Indira Seto Wahyu Wibowo. Semiotika Komunikasi – Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013), h 7.

(40)

Semiotika ingin mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) dalam menggunakan hal- hal (things).23 Sedangkan menurut Puji Santosa semiotika merupakan ilmu yang sistematis mempelajari tanda-tanda, lambang-lambang, sistem-sistemnya, dan prosesnya.24

Pada hakikatnya, analisis semiotika memang merupakan daya untuk merasakan sesuatu yang tidak normal atau aneh, sesuatu yang perlu ditanyakan lebih lanjut bagaimana cara kita dalam membaca narasi atau wacana atau teks tertentu.

Analisisme bersifat paradigmatik yang artinya adalah usaha untuk menemukan makna termasuk dari hal-hal yang tersembunyi seperti dibalik sebuah teks. Maka banyak orang kerap mengatakan semiotika merupakan usaha untuk menemukan makna ‘berita dibalik berita’.

Charles Sanders Pierce adalah seorang filsuf Amerika, ahli logika, matematikawan, dan ilmuwan yang dikenal sebagai “Bapak Pragmatisme”.25 Peirce lahir pada tahun 1839 ia berkembang pesat dalam pendidikannya di

23 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009) h 15.

24 Puji Santosa, Ancangan Semiotika dan Pengkajian Susastra, (Bandung:

Angkasa, 1931), h 3.

25 Marcel Danesi, Pesan, Tanda, dan Makna: Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika dan Teori Komunikasi (Yogyakarta: Jalasutra, 2012) h 32.

(41)

26

Universitas Harvard. Sebuah tanda atau representamen menurut Peirce adalah sesuatu bagi seseorang yang mewakili sesuatu yang lain dalam beberapa hal. Kemudian mengacu pada pada objek tertentu. Antara reresentamen dan objek memiliki makna yang disebut interpretan. Dengan demikian, Peirce menawarkan model triadik dalam mengurai tanda. Proses ini meliputi representamen. Tokoh- tokoh lain menyebutnya Symbol (Langer), atau signifier (Saussure). Objek sebagai sesuatu yang direpresentasikan oleh tanda. Berikutnya adalah interpretan, istilah yang digunakan Peirce untuk makna sebuah tanda.26

Peirce menggolongkan tanda menjadi tiga titik dalam segitiga yang disebut juga sebagai signifikasi. Dengan demikian sebuah tanda atau representamen memiliki relasi triadik dengan interpretan dan objeknya.27 Pemaknaan tanda melalui kaitan antara representamen dan objek yang didasari oleh pemikiran bahwa objek tidak selalu sama dengan realitas yang diberikan representamen. Objek timbul karena pengalaman makna tanda.

26 M. Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi: Teori dan Aplikasi (Yogyakarta: Gitanyali,2004) cet.1, h 43.

27 Indira Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi – Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013), h 18.

(42)

Gambar 2.1

Teori Semiotika Charles Sanders Peirce komunikasiana.wordpress.com

Peirce membagi tiga tahapan tanda, dimulai dari penyerapan aspek tanda atau representamen melalui panca indera. Tahap kedua, mengaitkan secara representamen dengan pengalaman dalam kognisi manusia yang disebut objek. Tahap ketiga menafsirkan objek sesuai dengan keinginannya yang disebut interpretan.28 Peirce mengatakan sesuatu bisa disebut representamen jika memenuhi dua syarat, yakni dapat dipersepsi menggunkan pancaindera, pikiran, perasaan dan berfungsi mewakili sesuatu.

Sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk tanda, bisa materi yang tertangkap indera atau bisa bersifat imajiner. Objek juga dapat berupa representasi mental (sesuatu yang ada dalam pikiran). Bisa juga sesuatu yang nyata di luar

28 Alex Sobur, Analisis Teks Media (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012) h 115.

(43)

28

tanda. Kemudian tahap ketiga yaitu interpretan lebih merujuk pada makna dari tanda. Sesuatu yang terdapat dalam benak seseorang tentang sesuatu objek yang dirujuk oleh sebuah tanda.29

Model segitiga Peirce memperlihatkan masing-masing titik dihubungkan oleh garis dengan dua arah, yang artinya setiap istilah dapat dipahami hanya dalam hubungan satu dengan yang lainnya. Peirce menggunakan istilah yang berbeda untuk menjelaskan fungsi tanda, baginya adalah proses konseptual, terus berlangsung dan tidak terbatas. Hai ini yang disebutnya semiosis tak terbatas. Apabila ketiga elemen itu berinteraksi dalam benak seseorang. Maka munculah makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut.

Jadi, penulis menyimpulkan representamen (tanda) merupakan sesuatu yang ditangkap pancaindera. Proses saat melihat, mendengar mengingatkan kita pada hal lain yang serupa maupun berkaitan. Kemudian sesuatu hal itu diingat dalam pengetahuan dan pengalaman kita disebut sebagai objek tanda. Tahap terakhir adalah penafsiran suatu hal yang ditangkap pancaindera sesuai dengan pengalaman sendiri maupun sesuai dengan konvensi masyarakat.

29 Nawiroh Vera, Semiotika Dalam Riset Komunikasi (Bogor, Ghalia Indonesia, 2014) h 21.

(44)

Model triadik yang ditawarkan Peirce membentuk segitiga yang masing-masing terhubung oleh garis lurus. Artinya ketiga komponen tanda itu terus terhubung tanpa terputus. Diawali dengan representamen, objek, dan interpretan. Kemudian interpretan itu dapat berulang menjadi representamen yang tiada akhir.

Hal ini disebut semiosis Peirce. Peirce membagi tanda menjadi tiga model utama yaitu, ikon, indeks, dan simbol. Ketiganya merupakan tanda yang menjadi dasar Peirce untuk menguraikan makna tanda-tanda. Untuk membedakan ketiga tanda tersebut penulis memberikan contoh untuk masing-masing tanda sebagai berikut.

Pertama, ikon dalam beberapa hal tanda menyerupai objeknya, tanda itu kelihatan atau kedengerannya menyerupai objeknya.30 Dalam buku Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya dikatakan ikon adalah kategori tanda yang representamennya memiliki keserupaan identitas dengan objek yang ada dalam kognisi manusia yang bersangkutan. Foto kerbau adalah ikon kerbau yang ada dalam pikiran orang tersebut.31 Jadi penulis menyimpulkan ikon adalah sebuah

30 John Fiske, Cultural and Communication Studies Sebuah Pengantar Paling Komprehensif (Yogyakarta: Jalasutra, 2014) h 70-71.

31 Benny H. Hoed, Semiotik Dinamika dan Sosial Budaya (Depok: Komunitas Bambu, 2014) h 10.

(45)

30

tanda yang serupa atau mirip denganm objek aslinya berdasarkan pengalaman manusia yang melihatnya. Kedua, indeks ada hubungan langsung antara tanda dan objeknya. Keduanya benar-benar terkait.32 Selain itu indeks merupakan tanda tidak sama dengan objek yang ditunjuknya tetapi hanya megidentifikasi atau menunjukkan keberadaan benda tersebut.33 Kemudian indeks juga diartikan sebagai tanda yang berhubungan dengan objeknya bersifat kausal atau kontinyu. Contohnya apabila sesorang merogoh kantong untuk mencari kunci (sign) lalu ia meraba-raba dan langsung mengenali bentuk kunci tanpa melihatnya. Maka pengenalan tanda itu bersifat kontinguitas.34 Indeks juga berarti memiliki keterkaitan fenomenal atau eksistensial antara tanda dan objeknya.

Hubungannya bersifat kongkret, aktual atau kausal.35

Penulis menyimpulkan bahwa indeks adalah tanda yang memiliki keterkaitan dengan objek yang dituju. Keterkaitan itu dapat berupa

32 John Fiske, Cultural and Communication Studies Sebuah Pengantar Paling Komprehensif (Yogyakarta: Jalasutra, 2014) h 70-71.

33 Marcel Danesi, Pengantar Memahami Semiotika Media, (Yogyakarta:

Jalasutra, 2010) h 48.

34 Benny H. Hoed, Semiotik Dinamika dan Sosial Budaya (Depok: Komunitas Bambu, 2014) h 10.

35 Indira Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi – Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013), h 18.

(46)

hubungan saling mempengaruhi, sebab-akibat, maupun hubungan kelanjutan atau kesinambungan yang sering kali mengaitkan dengan pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang. Ketiga simbol dikomunikasikan hanya karena manusia sepakat bahwa simbol itu menunjukkan sesuatu.36 Simbol adalah tanda yang mewakili sesuatu yang proses penentuannya simbol itu tidak mengikuti aturan tertentu.37 Artinya penentuannya berdasarkan kesepakatan masyarakat. Selain itu, simbol berarti tanda yang maknanya diberikan berdasarkan konvensi masyarakat.38 Simbol merupakan jenis tanda yang bersifat arbiter dan konvensi sesuai kesepakatan sejumlah orang atau masyarakat.39 Jadi penulis menyimpulkan bahwa simbol adalah tanda yang mewakili objeknya tetapi berdasarkan konvensi masyarakat atau kelompok tertentu.

Konvensi masyarakat umum dapat berasal dari agama, adat istiadat, atau kebuadayaan yang telah disepakati.

36 John Fiske, Cultural and Communication Studies Sebuah Pengantar Paling Komprehensif (Yogyakarta: Jalasutra, 2014) h 71.

37 Marcel Danesi, Pengantar Memahami Semiotika Media, (Yogyakarta:

Jalasutra, 2010) h 48.

38 Benny H. Hoed, Semiotik Dinamika dan Sosial Budaya (Depok: Komunitas Bambu, 2014) h 10.

39 Indira Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi – Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013), h 18.

(47)

32

Selain ketiga model utama diatas, selanjutnya Peirce melebarkan konsep semiotika menjadi sembilan tanda yang dikelompokkan menjadi trikotomi. Pada tingkatan trikotomi pertama terdapat qualisign, legisign, dan sinsign. Ditahap selanjutnya ada trikotomi kedua terdapat ikon, indeks, dan simbol. Pada trikotomi kedua ini memiliki pengertian dan fungsi yang sama dengan model tanda utama (ikon, indeks, dan simbol) telah dijelaskan di atas. Selanjutnya trikotomi ketiga terdapat rhema, decisign, dan argumen.

Masing-masing tanda memiliki fungsi yang memungkinkan adanya persamaan dalam memaknai suatu tanda. Sebagai contoh semua tanda yang masuk dalam kategori lesign dapat pula menjadi simbol.

Beberapa klasifikasi tanda yang telah disebutkan yang paling komprehensif adalah taksonomi yang dikembangkan oleh Chales Sanders Pierce mengenai ketiga jenis tanda yang menjadi fokus utama yaitu ikon, indeks, simbol.

Ketiga model tanda tersebut merupakan klasifikasi yang memiliki relasi antara representamen dengan objeknya. Ketiga tanda itu sangat berguna dalam

(48)

telaah tentang berbagai gejala budaya, seperti produk-produk media.40

Pemikiran penulis untuk memfokuskan terhadap tiga tanda saja didukung dengan penjelasan di dalam buku John Fiske. Dalam bukunya disebutkan bahwa Peirce membagi menjadi tiga tipe tanda yang menurutnya merupakan model yang sangat bermanfaat dan fundamental mengenai sifat tanda. Peirce menulis dalam buku itu:

“Setiap tanda ditentukan oleh objeknya, pertama- tama dengan mengambil bagian dalam karakter objek, saya menyebut sebagai ikon. Kedua dengan menjadi nyata dan dalam eksistensi individualnya terkait dengan objek individualnya disebutnya indeks. Ketiga dengan kurang lebih mendekati kepastian bahwa tanda itu akan ditafsirkan sebagai mendenotasikan objek sebagai konsekuensi dari kebiasaan, saya menyebutnya simbol”41

Berdasarkan penjelasan mengenai konsep semiotika Charles Sanders Peirce, penulis memutuskan untuk menganalisis tanda hanya

40 Indira Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi – Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013), h 19.

41 John Fiske, Cultural and Communication Studies Sebuah Pengantar Paling Komprehensif (Yogyakarta: Jalasutra, 2014) h 69.

(49)

34

menggunakan tiga tipe tanda yaitu ikon, indeks, dan simbol. Hal ini dikarenakan dengan menggunakan ketiga tipe tersebut sudah mampu untuk mengurai makna yang terkandung dalam film (sign) dengan objeknya. Selain itu, menguraikan penyandang disabilitas dalam film dengan adanya relasi tanda dan objeknya mempermudah penulis dalam menganalisis.

Ketiga tanda itu juga menjadi model dari keseluruhan konsep semiotika yang ditawarkan Peirce.

2. Representasi Stuart Hall

Representasi berasal dari bahasa Inggris, representation yang berarti perwakilan, gambaran, atau penggambaran. Secara sederhana representasi dapat diartikan sebagai gambaran mengenai suatu hal yang terdapat dalam kehidupan yang digambarkan melalui suatu media.42 Menurut John Fiske, representasi adalah proses menyampaikan realitas dalam komunikasi, via kata-kata, bunyi, citra yang sudah ada, atau kombinasi.43 Representasi yaitu sebuah konsep yang menghubungkan antara makna dan bahasa.

Representasi juga dapat berarti menggunakan

42 Nawiroh Vera, Semiotika dalam Riset Komunikasi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2015), cet. Ke-2, h 96.

43 John Fiske, Pengantar Ilmu Komunikasi, h 124.

(50)

bahasa untuk mengatakan sesuatu yang penuh arti atau menggambarkan dunia yang penuh arti kepada orang lain.44

Stuart Hall mendefinisikan representasi diartikan sebagai sebuah pikiran seseorang terhadap objek, peristiwa, dan simbol-simbol.

Representasi bukan hanya untuk menyajikan (to present), untuk membanyangkan atau imajinasi (to image), atau untuk melukiskan (to depict) namun lebih dari itu representasi mengacu pada bagaimana cara kita memaknai objek atau peritiwa yang tergambarkan. Chris Barker menyatakan bahwa representasi merupakan kajian utama dari Cultural Studies, yang bermaksud representasi berhubungan dengan budaya dan media massa.

Dalam hal ini, Barker mengungkapkan bahwa representasi adalah kajian tentang bagaimana dunia dikontruksikan secara sosial kemudian disajikan kepada khalayak dan dimaknai oleh diri kita sendiri.

Representasi merujuk kepada kontruksi segala bentuk media terutama media massa tehadap segala aspek realitas atau kenyataan yang terjadi. Representasi dapat berbentuk kata-kata atau tulisan bahkan juga dapat dilihat dalam

44 Stuart Hall, Culture, the Media and the Ideological Effect, (London: Mass Communication & Society, 1997) h 15.

(51)

36

bentuk gambar bergerak atau visual. Representasi merupakan sebuah sistem yang memiliki proses.

Stuart Hall membagi representasi ke dalam dua bagian, antara lain:

a. Representasi mental, adalah konsep-konsep atau ide yang berada dalam kepala kita melalui alat inderawi kita, seperti objek yang kita lihat, sesuatu yang kita dengar, dan sesuatu yang kita rasakan.

b. Representasi bahasa, adalah konsep-konsep atau ide yang dipahami melalui alat inderawi dan dituangkan dalam bentuk kata-kata untuk mendapatkan makna tentang sesuatu. Konsep abstrak yang ada dalam kepala kita harus dituangkan dalam bahasa sehari-hari, agar dapat menghubungkan ide-ide kita tentang sesuatu dengan tanda atau simbol tertentu.

Representasi merupakan kegunaan dari tanda.

Dalam hal ini, Stuart Hall menjelaskan bahwa budaya merupakan sebuah cara dimana seseorang dapat memahami dan memberikan makna pada dunia. Bahwasannya konsep budaya memiliki peran yang penting dalam proses representasi.

Budaya merupakan “pengalaman berbagi” dimana seseorang dapat berbagi pengalaman, membagi simbol kebudayaan, mengenal bahasa, hingga kita

(52)

dapat mendapatkan konsep yang tentang budaya yang dimaknai secara bersama.

Salah satu unsur budaya yang berpengaruh dalam mempresentasikan sebuah objek, peristiwa, atau simbol ialah bahasa. Bahasa adalah sebuah alat yang menjadi perantara dalam memaknai sesuatu, memproduksi, dan mengubah makna.

Melalui bahasa (simbol, kata tertulis, kata lisan, atau gambar atau visual) seseorang dapat mengungkapkan pikiran, konsep, dan ide-ide mengenai sesuatu. Makna sesuatu hal tergantung dari bagaimana cara kita mempresentasikannya.

Representasi merekatkan semua tanda-tanda menjadi makna dan makna sendiri bersifat subjektif, tidak pernah tetap (berubah-ubah). Ada tiga pendekatan yang dikemukakan Stuart Hall mengenai representasi makna dan bahasa, antara lain:

1) Pendekatan reflektif, adalah bahasa dimaknai sebagai refleksi dari realitas atau kenyataan.

2) Pendekatan intensional, adalah bahasa dimaknai sebagai kehendak penulis (autor)

(53)

38

3) Pendekatan kontruksionis, adalah bahasa merupakan serangkaian kata-kata yang ditafsirkan hingga menjadi sebuah makna.45 Dalam kasus film sebagai representasi budaya, film tidak hanya mengkontruksikan nilai-nilai budaya tertentu namun juga tentang bagaimana nilai-nilai diproduksi dan bagaimana nilai itu dikonsumsi oleh masyarakat yang menyaksikan film tersebut. Film sebagaimana halnya produk budaya, yang memegang peran yang penting dalam mepresentasikan siapa seseorang atau identitas seseorang.

Menurut Stuart Hall, representasi harus dipahami dari peran aktif dan kreatif orang memaknai dunia. Representasi adalah jalan dimana makna diberikan kepada hal-hal yang tergambar melalui citra atau bentuk lainnya pada layar atau pada kata-kata.

Representasi adalah peristiwa kebahasaan.

Bagaimana seseorang ditampilkan, dapat dijelaskan dengan menggunakan sebuah bahasa.46 Stuart Hall juga berpendapat bahwa ada beberapa

45 Stuarh Hall, Representation: Culutural Representation and Sygnifying Practices (London: 1997) h 25.

46 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta:

Lkis, 2001),h 113.

Gambar

Tabel 3.1 Struktur Kerabat Kerja The Little Giantz……………53  Tabel 4.1 Adegan-adegan dan Dialog-dialog Penelitian………65  Tabel  5.1  Makna  Ikon,  Indeks  dan  Simbol  Scene  Dua  Eipsode  Belajar Ikhlas…………………………………………………..82  Tabel  5.2  Makna  Ikon,  Indek
Tabel  5.9  Makna  Ikon,  Indeks  dan  Simbol  Scene  Sepuluh  Eipsode Nussa Bisa……………………………………………..93  Tabel  5.10  Makna  Ikon,  Indeks  dan  Simbol  Scene  Dua  Belas  Eipsode Nussa Bisa……………………………………………..94  Tabel  5.11  Makna  Ikon,  Indeks  dan  Simb
Gambar 2.1 Teori Semiotika Charles Sanders Peirce…………28  Gambar 2.2 Kerangka Berpikir……………………..…………46  Gambar 3.1 Tokoh Nussa………………………………………56  Gambar 3.2 Tokoh Rara…………………………….………….58
Gambar 3.1  Tokoh Nussa
+2

Referensi

Dokumen terkait

Slamet Utomo, M.Pd., dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muria Kudus yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menjalani pendidikan pada

Dimana sang creator menciptakan film animasi dengan tokoh Nussa dan Rara menceritakan tentang dua kakak beradik dengan sangat lucu dan unik, dalam film animasi

9 Medina Nur Asyifah Purnama “Nilai-nilai Pendidikan Moral (Santun dan Hormat Pada Orang lain) Dalam Film Animasi Nussa dan Rara.. Jika diperhatikan lebih jauh dan

Isi ayat yang diangkat dengan pesan film animasi Nussa dan Rara yang ditayangkan terdapat kesesuaian dengan tafsiran Mufassir, dalam film animasi Nussa dan Rara

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas berkah, rahmat dan hidayahnya yang senantiasa dilimpahkan kepada penulis, sehingga bisa menyelesaikan skripsi yang

Secara skematis, makna tersebut dapat dilukiskan: form pada kartun tersebut adalah gambar perempuan yang menggunakan pakaian yang menunjukan lekuk tubuhnya dalam posisi dibahas

Anak menyukai film animasi Nussa dan Rara dan memberikan penilaian yang positif terhadap film ini Pada film Nussa dan Rara terdapat nilai karakter yang dapat

edukasi terhadap masyarakat melalui media youtube, hal ini respon masyarakatpun positif dan menjadikan suatu edukasi terhadap masyarakat yang menonton serial Animasi