• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL INDIGENOUS LEARNING DALAM MEMELIHARA KEAKSARAAN : Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MODEL INDIGENOUS LEARNING DALAM MEMELIHARA KEAKSARAAN : Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat."

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

Asep Supriyatna, 2012

Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan

: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DAFTAR ISI

PERNYATAAN

ABSTRAK………... i

ABSTRACT………. ii

KATA PENGANTAR……….. iii

UCAPAN TERIMA KASIH ……….. iv

DAFTAR ISI……… vii

DAFTAR TABEL……… xi

DAFTAR GAMBAR………... xiii

DAFTAR LAMPIRAN……… BAB I PENDAHULUAN……… 1

A. Latar Belakang Masalah……….. 1

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah………... 5

C. Tujuan Penelitian………. 5

D. Definisi Operasional……… 6

E. Kegunaan Penelitian……… 11

F. Kerangka Pikir Penelitian ……… 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA 16 A. Indigenous Learning………... 16

B. Keaksaraan ……… 23

C. Kewirausahaan………. 35

D. Potensi Lokal ...……… 43

E. Model……….. 51

F. Konsep Belajar Orang Dewasa ……… 52

BAB III METODE PENELITIAN………... 63

(2)

Asep Supriyatna, 2012

Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan

: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

B. Subjek Penelitian………. 64

C. Instrumen Penelitian……… 65

D. Teknik Pengumpulan Data……….. 65

E. Analisis Data ……….. 68

F. Langkah-langkah Penelitian……… 70

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………… 72

A. Hasil Penelitian ……….………….. 72 1.

2. .

Deskripsi Kondisi Empirik Kegiatan Wirausaha Berbasis Potensi Lokal yang Dilakukan Subjek

Penelitian ………

1.1.Deskripsi Kondisi Empirik Kegiatan

Wirausaha Opak………

1.2.Deskripsi Kondisi Empirik Kegiatan Wirausaha Sele Pisang………...…… 1.3.Deskripsi Kondisi Empirik Kegiatan

Wirausaha Wajit………

1.4.Deskripsi Kondisi Empirik Pemanfataan Potensi Lokal dalam Kegiatan Wirausaha Subjek Penelitian …………..……… 1.4.1. Wirausaha Opak………. 1.4.2. Wirausaha Sele Pisang………….. 1.4.3. Wirausaha Wajit……… Deskripsi Empirik Model Indigenous Learning yang Dilakukan Oleh Subjek Penelitian Melalui Kegiatan Wirausaha Berbasis Potensi Lokal……. 2.1. Deskripsi Kondisi Empirik Model Indigenous

(3)

Asep Supriyatna, 2012

Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan

: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

2.2. Deskripsi Kondisi Empirik Model Indigenous Learning Subjek Penelitian Lw (Wirausaha Sele Pisang ) ………... 2.3. Deskripsi Kondisi Empirik Model Indigenous

Learning Subjek Penelitian AS (Wirausaha Wajit ) ……….

111

115 3 Analisis Model Indigenous Learning dalam Kaitan

dengan Memelihara Keaksaraan Subjek Penelitian 3.1. Model Indigenous Learning Subjek

Penelitian Ke satu (Msrh) dalam Upaya Memelihara Keaksaraan……... 3.2. Model Indigenous Learning Subjek

Penelitian Ke dua (Lw) dalam Upaya Memelihara Keaksaraan……... 3.3. Model . Indigenous Learning Subjek

Penelitian Ke tiga (AS) dalam Upaya Memelihara Keaksaraan……...

118

121

133

146

B. Pembahasan Hasil Penelitian 190

1. Deskripsi Kondisi Empirik Kegiatan Wirausaha Berbasis Potensi Lokal yang Dilakukan Oleh

Subjek Penelitian……. ………... 190 2. Analisis Model Indigenous Learning yang

Dilakukan oleh Subjek Penelitian Melalui kegiatan Wirausaha berbasis potensi lokal :

2.1. Untuk subjek penelitian Msrh……… 2.2. Untuk subjek penelitian Lw..……… 2.3. Untuk subjek penelitian AS..………

198 198 201 204 3. Analisis Model indigenous learning dalam

(4)

Asep Supriyatna, 2012

Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan

: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Subjek Penelitian ………... 209

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ……… 232

A. Kesimpulan ………. 232

B. Rekomendasi ……….. 234

DAFTAR PUSTAKA………. 237

(5)

Asep Supriyatna, 2012

Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan

: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DAFTAR TABEL

Tabel

4.1 Perhitungan Laba/Rugi Wirausaha Opak………. 79 4.2 PendapatanvOpak Per Bulan Tahun 2011………. 80 4.3 Perhitungan Laba/Rugi Wirausaha Sele Pisang Per Minggu…… 87 4.4 Pendapatan Sele Pisang Per Bulan Tahun 2011……… 88 4.5 Perhitungan Laba/Rugi Wirausaha Wajit Per 5 Liter Ketan……. 95 4.6 Pendapatan Wajit Per Bulan Tahun 2011………. 95 4.7 Persamaan dan Perbedaan Tahap Wirausaha Subjek Penelitian… 98 4.8 Persamaan dan Perbedaan Pemanfaatan Potensi Lokal dalam

Kegiatan Wirausaha Subjek Penelitian………..

106

4.9 Deskripsi Empirik Model Indigenous Learning dalam Kaitannya dengan Memelihara Keaksaraan Subjek Penelitian Ke Satu

(Msrh)………. 122

4.10 Model Indigenous Learning Sebagai Proses Pembelajaran dalam Memelihara Keaksaraan yang Dialami Subjek Penelitian Ke

[image:5.595.120.508.233.636.2]
(6)

Asep Supriyatna, 2012

Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan

: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

4.11 Data Hasil Penilaian terhadap Subjek Penelitian Ke Satu (Msrh) 132 4.12 Deskripsi Empirik Model Indigenous Learning dalam Kaitannya

dengan Kemampuan Keaksaraan Subjek Penelitian Ke Dua (Lw) 134 4.13 Model Indigenous Learning Sebagai Proses Pembelajaran dalam

Memelihara Keaksaraan yang Dialami Subjek Penelitian Ke

Dua ( Lw)………... 130

4.14 Data Hasil Penilaian terhadap Subjek Penelitian Ke Dua (Lw)… 145 4.15 Deskripsi Empirik Model Indigenous Learning dalam Kaitannya

dengan Kemampuan Keaksaraan Subjek Penelitian Ke Tiga

(AS) ………... 148

4.16 Model Indigenous Learning Sebagai Proses Pembelajaran dalam Memelihara Keaksaraan yang Dialami Subjek Penelitian AS (Wirausaha Wajit)………...

153 4.17 Data Hasil Penilaian terhadap Subjek Penelitian Ke Tiga (AS)… 157 4.18 Analisis Model Indigenous Learning dalam kaitannya dengan

Memelihara Keaksaraan Subjek Penelitian Ke Satu (Msrh) ….... 158 4.19 Analisis Model Indigenous Learning dalam kaitannya dengan

Memelihara Keaksaraan Subjek Penelitian Ke Dua (Lw)………. 160 4.20 Analisis Model Indigenous Learning dalam kattannya dengan

(7)

Asep Supriyatna, 2012

Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan

: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Penelitian……… 166

4.22 Persamaan dan Perbedaan Pemeliharaan Keaksaraan Subjek Penelitian……… 168

4.23 Persamaan dan Perbedaan Pelaksanaan Model Indigenous Learning oleh Subjek Penelitian……… 185

[image:7.595.117.508.196.699.2]

. DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Kerangka Pikir Penelitian ……….. 15

2.1 Ciri dan watak Kewirausahaan……… 37

3.1 Komponen-komponen Analisis Data Model Interaktif……….. 69

4.1 Proses Wirausaha Opak ………. 75

4.2 Generasi Pelaku Wirausaha ……….. 76

4.3 Proses Produksi Opak……….. 78

4.4 Grafik Pendapatan Opak Per Bulan Tahun 2011……… 81

4.5 Proses Wirausaha Sele Pisang ……….………. 83

4.6 Generasi Pelaku Wirausaha Sele Pisang ……….. 84

4.7 Proses Produksi Sele Pisang……… 86

4.8 Grafik Pendapatan Sele Pisang Per Bulan Tahun 2011………… 88

4.9 Proses Wirausaha Wajit ……….……….. 91

4.10 Generasi Pelaku Wirausaha Wajit ……… 92

4.11 Proses Produksi Wajit………. 94

(8)

Asep Supriyatna, 2012

Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan

: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

laba/rugi secara sederhana) dengan membaca, menulis dan menghitung (keaksaraan) catatan jumlah opak yang dijual,

harga jual serta pembayarannya……….. 130

4.14 Dokumen model indigenous learning dalam memelihara keaksaraan melalui kegiatan kewirausahaan berbasis potensi

lokal ( sub kegiatan pengolahan/operasi membuat opak)………. 130

4.15 Dokumen model indigenous learning dalam memelihara keaksaraan melalui kegiatan kewirausahaan berbasis potensi

lokal ( sub kegiatan pemasaran opak)……… 131

4.16 Dokumen model indigenous learning dalam memelihara keaksaraan melalui kegiatan kewirausahaan berbasis potensi

lokal ( sub kegiatan perhitungan laba/rugi secara sederhana)…. . 131

4.17 Foto kegiatan wirausaha (pengadaan bahan baku dan perhitungan laba/rugi), dengan membaca, menulis dan berhitung (keksaraan) catatan penimbangan bahan baku yang

dibeli dari petani/pemasok………. 141

4.18 Dokumen model indigenous learning dalam memelihara keaksaraan melalui kegiatan kewirausahaan berbasis potensi

lokal ( sub kegiatan pengadaan bahan baku sele pisang)……….. 142

(9)

Asep Supriyatna, 2012

Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan

: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

keaksaraan melalui kegiatan kewirausahaan berbasis potensi

lokal ( sub kegiatan pengolahan/operasi sele pisang)……… 143

4.20 Dokumen model indigenous learning dalam memelihara keaksaraan melalui kegiatan kewirausahaan berbasis potensi

lokal ( sub kegiatan pemasaran sele pisang)……….. 144

4.21 Dokumen model indigenous learning dalam memelihara keaksaraan melalui kegiatan kewirausahaan berbasis potensi lokal ( sub kegiatan perhitungan laba/rugi secara sederhana sele

pisang)……… 145

4.22 Dokumen model indigenous learning dalam memelihara keaksaraan melalui kegiatan kewirausahaan berbasis potensi

lokal ( sub kegiatan pengolahan/operasi wajit)………. 155

4.23 Dokumen model indigenous learning dalam memelihara keaksaraan melalui kegiatan kewirausahaan berbasis potensi

lokal ( sub kegiatan pemasaran wajit)……….. 156

4.24 Model Indigenous Learning dalam Memelihara Keaksaraan

Subjek Penelitian Mrsh (Pelaku Wirausaha Opak)……….. 170 4.25 Model Indigenous Learning dalam Memelihara Keaksaraan

Subjek Penelitian Lw (Pelaku Wirausaha Sele Pisang)………… 174 4.26 Model Indigenous Learning dalam Memelihara Keaksaraan

(10)

Asep Supriyatna, 2012

Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan

: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

4.27 Gambar Significant Effect Keaksaraan terhadap Ideologi, Politik, Ekonomi, Budaya, Agama, Ilmiah dan

(11)

Asep Supriyatna, 2012

Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan

: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Program pemberantasan buta aksara di Indonesia sesungguhnya telah dimulai sebelum Indonesia merdeka tahun 1945 sampai sekarang dengan berbagai macam program yang pelaksanaannya didukung oleh badan internasioanal seperti UNESCO dan World Bank. Namun, penduduk buta aksara usia 15 tahun ke atas pada tahun 2008 menurut Badan Pusat Statistik (BPS) masih ada sejumlah 9.763.256 orang, sekitar 64% diantaranya adalah perempuan. Dari jumlah tersebut, sebagian besar tinggal di daerah pedesaan seperti: petani kecil, buruh, nelayan, dan kelompok masyarakat miskin perkotaan yaitu buruh berpenghasilan rendah atau penganggur. Mereka juga tertinggal dalam hal pengetahuan, keterampilan, sikap mental pembaharuan pembangunan. Akibatnya, akses terhadap informasi dan komunikasi yang penting untuk membuka cakrawala kehidupan dunia juga terbatas karena mereka tidak memiliki kemampuan keaksaraan yang memadai. Selanjutnya menurut data terakhir dari Kementrian Pendidikan Nasional melalui Survei Pusat Statistik Pendidikan Tahun 2010 (Achmad Fauzi, 2011), menunjukan jumlah penduduk buta aksara di Indonesia tercatat mencapai 8,7 juta orang atau 5,10 % dari jumlah penduduk. Kemudian fenomena munculnya buta aksara kembali dari sebagian warga belajar yang sudah dibelajarkan melalui ragam program pendidikan keaksaraan dasar seperti

(12)

Asep Supriyatna, 2012

Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan

: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

mengutip tulisan Ace Suryadi (2009: 102) yang menyebutkan bahwa :”…buta

aksara kembali setelah mengikuti program pendidikan keaksaraan diperkirakan mencapai 30 %”

Buta aksara dan fenomena munculnya buta aksara kembali dari sebagian warga belajar yang sudah dibelajarkan melalui ragam program pendidikan keaksaraan dasar tersebut di atas merupakan bola salju yang apabila tidak ditangani secara sistematik dapat berdampak buruk.

Masyarakat yang buta aksara jarang sekali mengakui secara terbuka bahwa dirinya buta aksara dan berkeinginan kuat untuk belajar baca, tulis, dan berhitung. Untuk memotivasi pembelajaran mereka, maka diperlukan suatu pendekatan yang sesuai dengan karakter dan budaya yang ada dalam masyarakat agar tingkat buta aksara dapat diatasi atau paling tidak diperkecil.

Secara empirik, diperoleh gambaran bahwa lingkungan telah mendorong masyarakat untuk melakukan kegiatan wirausaha dengan memanfaatkan potensi lokal sebagai mata pencaharian pokok yang bersifat turun temurun dari keluarga pendahulunya. Dalam kegiatan wirausaha, terdapat proses belajar yang tumbuh dan terpelihara oleh lingkungan dengan karakteristik masing-masing yang selanjutnya menurut pakar pendidikan disebut model indigenous learning sebagaimana tulisan Hickey (Hufad, 2011) yang menyebutkan, bahwa: „Indigenous learning adalah suatu proses pembelajaran asli yang tumbuh dan

(13)

Asep Supriyatna, 2012

Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan

: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Hal di atas nampaknya selaras dengan ide awal mengenai keaksaraan fungsional yang bertujuan membuat peserta didik buta aksara mampu berfungsi sesuai dengan budayanya sendiri, tetapi sejak konferensi UNESCO di Teheran-Iran tahun 1965, menurut H.S.Bhola (A. Kusmiadi, 2009: 11), menyatakan :‟…telah terjadi peralihan pemikiran dan keaksaraan fungsional jadi lebih terkait

dengan ekonomi yang berarti bahwa tujuan akhir dari keaksaraan adalah untuk membantu pihak penerima (sasaran didik) mampu berfungsi dalam kehidupan ekonomi‟.

Melalui pendekatan ekonomi diharapkan dapat lebih memotivasi warga belajar dalam memelihara keaksaraan selaras dengan pendapat Kusnadi, dkk (2005: 10) yang menyebutkan : “…beralasan bahwa motivasi ekonomi memainkan peranan utama dalam kaitannya dengan keaksaraan fungsional”. Selanjutnya Kusnadi,dkk menulis (2005: 193) bahwa :” Di masyarakat pedesaan

yang masih tradisional, kegiatan program keaksaraan fungsional diawali dengan upaya membelajarkan masyarakat dalam aspek ekonomi, sehingga mereka mampu melakukan fungsi penyediaan sarana produksi, produksi barang, dan pemasaran hasilnya”.

(14)

Asep Supriyatna, 2012

Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan

: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

diperlukan pendekatan ekonomi‟. Penulis lain seperti Yuni Sugiarti (2006) dalam

jurnal pendidikan keaksaraan dalam perspektif psikologi sosial menyebutkan bahwa :

Psikologi sosial dapat menjelaskan perilaku individu dan konteks sosial sangat diperlukan dalam proses pendidikan keaksaraan. Karakter utama kelompok buta aksara adalah orang dewasa dan miskin. Langkah awal pendidikan keaksaraan adalah membangkitkan motivasi mereka melalui materi yang bisa meningkatkan pendapatan dan kecakapan real hidup mereka.

Nampaknya cukup beralasan bahwa pendekatan ekonomi dapat memainkan peranan dalam upaya memelihara keaksaraan masyarakat melalui model indigenous learning, mengingat buta aksara dan kemiskinan merupakan dua

dimensi yang tidak dapat dipisahkan, sesuai dengan tulisan Ace Suryadi (2009:101) yang menyebutkan :

Buta aksara dan kemiskinan merupakan dua dimensi yang tidak terpisahkan. Permasalahan mendasar dalam pembangunan masyarakat miskin yang terjadi selama ini adalah tidak dimilikinya kemampuan keaksaraan dari sebagian besar penduduk miskin, yang mengakibatkan mereka tidak mampu mengakses informasi untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan. Untuk itu sangatlah perlu dilakukan program dan strategi yang inovatif, efisien dan efektif untuk memberantas buta aksara dan kemiskinan secara bersamaan.

Berdasarkan pendapat pakar di atas, menunjukan bahwa upaya memelihara keaksaraan masyarakat perlu dicarikan model yang lebih efektif dari model yang sudah ada, sebagaimana pendapat Umberto Sihombing (1999: 52) bahwa: “…pendidikan masyarakat itu tidak perlu harus ada program yang standar,

(15)

Asep Supriyatna, 2012

Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan

: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Berdasartkan latar belakang masalah di atas, salah satu model yang akan dikonstruk oleh peneliti adalah : “Model Indigenous Leaning dalam Memelihara Keaksaraan dengan Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang dan Wajit di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat“. Harapan peneliti melalui model yang dikonstruk di atas dapat menjawab

permasalahan dan atau tujuan penelitian.

B.Identifikasi dan Perumusan Masalah

Sebagaimana diuraikan pada latar belakang masalah penelitian, menunjukkan bahwa jumlah penyandang buta aksara masih tinggi terutama pada penduduk usia 15 tahun ke atas disamping adanya fenomena munculnya buta aksara kembali dengan berbagai penyebab.

Peneliti tertarik untuk meneliti sebuah model pembelajaran yang tumbuh, terpelihara, dan dikembangkan oleh masyarakat yang dipadukan dengan kegiatan wirausaha berbasis potensi lokal, sehingga dapat memelihara keaksaraannya. Atas dasar latar belakang tersebut, maka rumusan masalah penelitian yang penulis ajukan adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana deskripsi kondisi empirik kegiatan wirausaha berbasis potensi lokal yang dilakukan oleh subjek penelitian ?

(16)

Asep Supriyatna, 2012

Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan

: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

3. Apakah model indigenous learning yang dilakukan subjek penelitian ada kaitannya dengan upaya memelihara keaksaraan subjek penelitian ?

C.Tujuan Penelitian

Sebagaimana disebutkan pada identifikasi dan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah untuk :

1. Mendeskripsikan kondisi empirik kegiatan wirausaha berbasis potensi lokal yang dilakukan oleh subjek penelitian.

2. Mendeskripsikan kondisi empirik model indigenous learning yang dilakukan oleh subjek penelitian melalui kegiatan wirausaha berbasis potensi lokal.

3. Menganalisis model indigenous learning yang dilakukan oleh subjek penelitian dalam kaitannya dengan memelihara keaksaraannya.

D.Definisi Operasional

Sebagai acuan, peneliti menggunakan beberapa konsep/teori utama yang digunakan dalam penelitian ini dalam bentuk definisi operasional, yaitu sebagai berikut :

a. Indigenous Learning

(17)

Asep Supriyatna, 2012

Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan

: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

sebagaimana tulisan Roy Ellen, Peter Parkes dan Alan Bicker ( 2000: 4-5) yang menulis bahwa indigenous learning adalah sebagai salah satu model atau metode pembelajaran yang tumbuh dan terpelihara dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat walaupun bersifat lokal atau dalam tulisan lengkapnya : Indigenous is local, indigenous is orraly-transmitted, or transmitted through imitation and

demonstration, indigenous is the consequence of practical engagement in

everyday life and is constantly reinforced by experience, trial and error, and

deliberate experiment; repetation is a defining characteristic of tradition,

tradition is a fluid and transforming agent with no real end when applied to

knowledge; characteristically shared to a much greater degree then other forms

of knowledge. Artinya, indigenous learning adalah model pembelajaran yang

bersifat lokal, penyampaian pengetahuan melalui contoh dan peragaan yang bersifat praktis dan terpakai dalam kehidupan sehari-hari dan terus diperkuat oleh pengalaman, menggunakan metode trial and error serta uji coba. juga pengamatan, lebih mengedepankan pendekatan empiris dari pada teoritis, menggunakan cara belajar pengulangan, memiliki kekhasan yang lebih kuat, memfokuskan pada individual tertentu untuk mencapai tingkat kemampuan tertentu, bersifat terpadu serta mempertahankan tradisi-tradisi atau budaya, pembelajarannya ada yang bersifat teknik dan non teknis namun tetap rasional dan berorientasi pada masalah.

(18)

Asep Supriyatna, 2012

Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan

: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

budaya. Model indigenous learning, disamping merupakan model yang bersifat turun temurun dan dipelihara oleh lingkungan, tetapi memiliki proses belajar tersendiri, maksudnya bahwa indigenous learning dihasilkan melalui proses belajar tidak semata-mata turunan lingkungan sebagaimana tulisan Jajat S. Ardiwinata, dkk (2011: 4) yang menyatakan, bahwa : “ Budaya belajar bukanlah

sesuatu yang diturunkan secara genetik atau herediter, melainkan dihasilkan melalui proses belajar oleh individu atau kelompok sosial di lingkungannya. Budaya belajar adalah produk ciptaan manusia yang bersifat khas dibentuk melalui lingkungan budaya”

Dalam penelitian ini, peneliti tetap menggunakan istilah indigenous learning dengan definisi operasional yaitu sebagai sebuah model pembelajaran atau proses belajar asli atau lokal yang tumbuh dan terpelihara dalam kehidupan sehari-hari pada masyarakat tertentu dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan tertentu.

b. Memelihara

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2008), kata “memelihara” diartikan : (1)

menjaga dan merawat baik-baik, (2) mengusahakan dan menjaga (supaya tertib, aman, dan sebagainya), (3) mengusahakan (mengolah), (4) menjaga dan mendidik baik-baik, (5) memelihara atau beternak (binatang), dan (6) mempunyai.

(19)

Asep Supriyatna, 2012

Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan

: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

kata memelihara diartikan sebagai kegiatan menjaga dan merawat baik-baik serta membiasakan diri untuk menggunakan bahasa tulisan dari pada bahasa lisan. c. Keaksaraan

Abdulhak (1990: 22 ) memberi definisi keaksaraan ke dalam beberapa makna, yaitu : Pertama, literasi adalah kemampuan membaca, menulis dan berhitung yang dituntut bagi seseorang dalam kehidupan bermasyarakat; Kedua, literasi adalah kemampuan membaca, menulis dan berhitung yang digunakan sabagai alat belajar, atau alat khusus untuk memahami dan merubah kehidupan diri beserta lingkungannya.

Untuk mengukur kemampuan keaksaraan, lebih lanjut dijelaskan oleh Ace Suryadi (2009: 116) bahwa kompetensi standar yang harus dikuasai warga belajar setelah menyelesaikan program pembelajaran pada tingkat dasar adalah : (1) mampu membaca dan menulis kalimat sederhana (terdiri atas subyek, predikat, dan obyek) sekurang-kurangnya 7 kata dengan menggunakan bahasa Indonesia; (2) mampu melakukan perhitungan penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian angka 1 – 100; dan (3) mampu berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia secara lisan.

(20)

Asep Supriyatna, 2012

Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan

: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

predikat, dan obyek) sekurang-kurangnya tujuh kata dengan menggunakan bahasa Indonesia; (2) mampu melakukan perhitungan penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian angka 1 – 100; dan (3) mampu berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia secara lisan.

d. Wirausaha

Menurut Dan Steinhoff dan John F. Burgess (Suryana, 2003: 11) bahwa wirausaha : „Adalah orang yang mengorganisir, mengelola, dan berani

menanggung risiko untuk menciptakan usaha baru dan peluang berusaha‟.

Beberapa konsep entrepreneur diatas lebih menekankan pada kemampuan dan perilaku seseorang sebagai pengusaha. Bahkan Dun Steinhoff dan John F. Burgess (Soesarsono Wijandi, 1988: 23), memandang kewirausahaan sebagai pengelola perusahaan kecil atau pelaksana perusahaan kecil. Menurutnya, ‘Entrepreneur is considered to have the same meaning as small business owner-manager" or

"small busines operator’.

Dalam konteks manajemen, Marzuki Usman ( Suryana, 2003: 10) memberi pengertian entrepreneur :

adalah seseorang yang memiliki kemampuan dalam menggunakan sumber daya seperti financial (money), bahan mentah (materials), dan tenaga kerja (labor), untuk menghasilkan suatu produk baru, bisnis baru, proses produksi, atau pengembangan organisasi usaha.

(21)

Asep Supriyatna, 2012

Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan

: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

proses produksi, pemasaran atau penjualan serta keuangan berupa perhitungan laba/rugi wirausaha secara sederhana.

e. Potensi Lokal

Mengacu kepada pendapat Geertz Clifford (1983: 31), menyebutkan bahwa:”…the core of local potency is the resource in a certain region," artinya bahwa potensi lokal pada intinya merupakan sumber daya yang ada dalam suatu wilayah tertentu.

Adapun yang dimaksud potensi lokal dalam penelitian ini tediri dari : (1) jenis potensi lokal yang tersedia ( sumber daya manusia, alam, budaya, teknologi, pasar, kelembagaan keuangan, dan kemitraan) serta (2) pemanfaatan potensi lokal yang meliputi : potensi lokal yang diugunakan dalam pembelajaran dan cara menghimpun potensi lokal. Dalam penelitian ini, pemanfaatan potensi lokal sebagai masukan lingkungan mendapat perhatian peneliti dalam penyelenggaraan program pendidikan luar sekolah khususnya program pendidikan keaksaraan.

E.Kegunaan Penelitian

a. Manfaat Teoritis

(22)

Asep Supriyatna, 2012

Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan

: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

memperhatikan model indigenous learning yang tumbuh, berkembang, dan dipelihara oleh lingkungannya melalui kegiatan wirausaha yang berbasis potensi lokal.

b. Manfaat Praktis

Sementara manfaat praktis, diharapkan dapat : (1) memberikan masukan pada penyelenggara program pendidikan keaksaraan sebagai salah satu upaya memelihara keaksaraan yang telah diperoleh warga belajar, sehingga masyarakat tidak buta aksara dan/atau tidak buta aksara kembali, (2) memberikan masukan pada masyarakat untuk pengembangan model indigenous learning melalui kegiatan wirausaha berbasis potensi lokal, (3) memberikan arah dan pedoman bagi penelitian untuk melakukan penelitian lanjutan.

F. Kerangka Pikir Penelitian

(23)

Asep Supriyatna, 2012

Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan

: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

berbagai macam program yang pelaksanaannya didukung oleh badan internasional terkait.

Menurut Ihat Hatimah, dkk (2007: 5.3) sesungguhnya bahwa pendidikan keaksaraan adalah usaha untuk membimbing dan membelajarkan pengetahuan mengenai keaksaraan agar bermanfaat bagi dirinya. Permasalahan yang saat ini terjadi di Indonesia adalah tingginya warga buta aksara yang disebabkan oleh kurangnya kesempatan belajar yang dapat diperoleh karena kemiskinan yang cukup tinggi sehingga warga tidak mampu memfasilitasi dirinya untuk belajar. Masyarakat yang buta aksara jarang sekali mengakui secara terbuka bahwa dirinya buta aksara dan berkeinginan kuat untuk belajar calistung (baca, tulis, dan berhitung). Untuk memotivasi pembelajaran mereka, maka diperlukan suatu pendekatan yang sesuai dengan karakter dan kultur yang ada dalam masyarakat agar tingkat buta aksara dapat diatasi atau paling tidak diperkecil.

(24)

Asep Supriyatna, 2012

Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan

: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

melalui peningkatan daya beli masyarakat, menurut Hickey (Hufad, 2011): „…dapat dilakukan melalui proses pembelajaran asli atau indigenous learning

yaitu suatu proses pembelajaran asli yang tumbuh dan berkembang di masyarakat walaupun bersifat lokal dan sederhana‟

Model indigenous learning dimaksud nampak sekali bertahap mulai dari tahap pengamata sewaktu pertama menerima pembelajaran pengetahuan dan keterampilan berwirausaha dari keluarga, tahap pengalaman dan pemahaman setelah beberapa lama menerima pembelajaran pengetahuan dan keterampilan berwirausaha, tahap pengembangan, serta terakhir tahap emelakukan uji coba produk yang berbeda dengan yang lain dan lain sebagainya sebagai buah hasil dari gagasan atau ide baru dalam berwirausaha.

Hal di atas nampaknya selaras dengan ide awal mengenai keaksaraan fungsional yang bertujuan membuat peserta didik buta aksara mampu berfungsi sesuai dengan budayanya sendiri, tetapi sejak konferensi UNESCO di Teheran-Iran tahun 1965, menurut H.S.Bhola (A. Kusmiadi, 2009: 11), menyatakan :‟…telah terjadi peralihan pemikiran dan keaksaraan fungsional jadi lebih terkait

dengan ekonomi yang berarti bahwa tujuan akhir dari keaksaraan adalah untuk membantu pihak penerima (sasaran didik) mampu berfungsi dalam kehidupan ekonomi‟.

(25)

Asep Supriyatna, 2012

Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan

: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

memainkan peranan utama dalam kaitannya dengan keaksaraan fungsional”. Selanjutnya Kusnadi,dkk menulis (2005: 193) bahwa :” Di masyarakat pedesaan

yang masih tradisional, kegiatan program keaksaraan fungsional diawali dengan upaya membelajarkan masyarakat dalam aspek ekonomi, sehingga mereka mampu melakukan fungsi penyediaan sarana produksi, produksi barang, dan pemasaran hasilnya”. Demikian juga beberapa studi tentang prinsip dan strategi pembelajaran

keaksaraan (Kusnadi, dkk, 2005; Ihat Hatimah, dkk 2007) menulis bahwa: “

Pendekatan yang digunakan dalam keaksaraan fungsional mempunyai prinsip dan strategi utama yaitu : konteks lokal, desain lokal, proses partisipatif, dan fungsionalisasi hasil belajar”.

(26)

Asep Supriyatna, 2012

Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan

: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu Gambar 1.1. Kerangka Pikir Penelitian

MASALAH PENELITIAN :

1. Masih tingginya angka buta aksara

penduduk usia 15 tahun ke atas;

2. Fenomena munculnya buta aksara

kembali.

KONDISI EMPIRIK :

1. Lingkungan mendorong masyarakat

untuk melakukan kegiatan wirausaha dengan memanfaatkan potensi lokal sebagai mata pencaharian;

2. Dalam kegiatan wirausaha terdapat

proses belajar yang tumbuh dan terpelihara oleh lingkungan yang selanjutnya disebut model indigenous learning;

3. Melalui model indigenous lerning

dengan media wirausaha, maka

masyarakat terbiasa menggunakan

kemampuan keaksaraan sehingga

keaksaraannya terpelihara.

ASUMSI :

1. Indigenous learning sebagai salah satu model atau metode pembalajaran yang

tumbuh dan terpelihara dalam

kehidupan sehari-hari di masyarakat walaupun bersifat lokal dipandang dapat membelajarkan masyarakat;

2. Untuk memelihara keaksaraan

masyarakat diperlukan pendekatan

ekonomi‟.

3. Sumber daya lokal sebagai masukan

lingkungan merupakan salah satu

(27)

Asep Supriyatna, 2012

Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan

: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat

(28)

Asep Supriyatna, 2012

Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan

: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Metode Penelitian

Kajian studi ini difokuskan pada konstruksi sebuah model indigenous learning dalam kaitannya dengan upaya memelihara keaksaraan dengan

melibatkan tiga anggota masyarakat, ke tiganya drop out sekolah dasar dengan pekerjaan sebagai pelaku wirausaha yaitu wirausaha opak, sele pisang, dan wajit. Penelitian ini dirancang dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus, yaitu metode penelitian yang menurut Sugiyono (2009 : 9) adalah :

Metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.

Adapun pendekatannya menggunakan studi kasus sebagaimana ditulis oleh John W. Creswell (2010: 194) yang menyatakan bahwa ;”…studi kasus

dapat digunakan dalam penelitian kualitatif untuk mengeksplorasi suatu proses”.

Adapun alasan menggunakan pendekatan studi kasus, karena pendekatan ini akan menggali lebih mendalam mengenai masalah penelitian sehingga akan terungkap keunikan dan kekhasan penelitian ini. Penelitian kasus adalah penelitian yang mendalam mengenai kehidupan sosial seperti individu,

(29)

Asep Supriyatna, 2012

Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan

: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

kelompok, keluarga, lembaga atau masyarakat yang hasilnya merupakan gambaran lengkap dan terorganisasi dengan baik mengenai unit tersebut. Hasil penelitian akan merupakan penggambaran (deskripsi) tentang latar belakang, kondisi, karakteristik dari narasumber termasuk kegiatan-kegiatannya.

Kelebihan studi kasus dari studi lainnya adalah bahwa peneliti dapat mempelajari subjek secara mendalam dan menyeluruh.Hal ini selaras dengan tulisan Suryabrata (1983: 23) yang menyatakan bahwa :” Tujuan dari

pendekatan studi kasus adalah untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang, keadaan sekarang dan hubungan timbal balik lingkungan sesuatu unit sosial, individu, kelompok, lembaga, atau masyarakat”.

Adapun tujuan dari pendekatan studi kasus menurut Kartini Kartono (1996: 139) adalah : (1) Untuk mengetahui ada atau tidak adanya faktor-kaktor tertentu yang memberikan ciri khas pada tingkah laku sosial yang kompleks dari unit tadi; (2) Untuk memahami relasi antar unit tersebut dengan sekitarnya; (3) Memahami sejarah dari unit sosial tersebut serta memahami relsi dan pengaruh faktor-faktor sosial; dan (4) Berusaha menemukan varitas fator-faktor yang berpengaruh terhadap unit sosial.

B. Subjek Penelitian

(30)

Asep Supriyatna, 2012

Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan

: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Berdasarkan pertimbangan di atas, maka peneliti menentukan subjek penelitian yang akan diteliti adalah tiga anggota masyarakat yang drop out dari sekolah dasar, dalam keseharian pekerjaanya sebagai wirausaha dengan memanfaatkan potensi lokal yang telah berlangsung secara turun temurun dilakukan dan menjadi komoditas khas yang bersangkutan yang tersebar di tiga Desa yaitu: (1) Desa Hanjuang, (2) Desa Tegal Lega dan (3) Desa Bungbulang Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat yaitu : (1) pelaku wirausaha opak (Msrh) di Kampung Tegal Lega RT 01 RW 10 Desa Hanjuang; (2) pelaku wirausaha sele pisang (Lw) di Kampung Tegal Lega RT 04 RW 04 Desa Tegal Lega , dan (3) pelaku wirausaha wajit ( AS) di Kampung Cicatur RT 02 RW 02 Desa Bungbulang. Informasi atau data yang diperlukan dari subjek penelitian adalah yang berkaitan dengan kegiatan model indigenous learning dalam kaitannya dengan upaya memelihara keaksaraan melalui kegiatan wirausaha berbasis potensi lokal.

C. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri dengan peran sebagai perencana, pelaksana pengumpul data, analisis data, penafsir data dan akhirnya menjadi pelapor dari hasil penelitian.

(31)

Asep Supriyatna, 2012

Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan

: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada kondisi yang alamiah, sumber data primer dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada pengamatan berperan serta, wawancara mendalam, dokumentasi, dan gabungan/ triangulasi.

Selanjutnya teknis pengumpulan data dapat diuraikan sebagai berikut : a. Pengamatan berperan serta, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari dari

orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data, dan ikut merasakan suka dukanya. Melalui pengamatan berperan serta ini, maka data yang diperoleh diharapkan akan lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak.

b. Wawancara mendalam, adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan ini dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.

(32)

Asep Supriyatna, 2012

Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan

: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Adapun langkah-langkah wawancaranya sebagai berikut: (1) menetapkan kepada siapa wawancara itu akan dilakukan; (2) menyiapkan pokok-pokok masalah yang akan menjadi bahan pembicaraan; (3) mengawali atau membuka alur wawancara; mengkonfirmasikan ikhtisar wawancara dan mengakhirinya; (4) menuliskan hasil wawancara ke dalam catatan lapangan; (5) dan mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang telah diperoleh.

(33)

Asep Supriyatna, 2012

Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan

: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Pertanyaan yang berkenaan dengan indera, pertanyaan ini lebih banyak ditujukan kepada nara sumber/partisipan/informan untuk menghemukakan penglihatan, pendengaran dan lain sebagainya terkait dengan kemampuan keaksaraan subjek penelitian yang diperoleh melalui model indigenous learning. Semua hasil wawancara dicatat dengan menggunakan buku

catatan.

c. Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen dapat berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya dari seseorang. Panduan pengamatan berperanserta model indigenous learning dalam memelihara keaksaraan dan panduan garis-garis besar wawancara mendalam model indigenous learning dalam memelihara keaksaraan terhadap terwawancara

subjek penelitian dan nara sumber/partisipan/informan yang berhubungan dengan situasi sosial subjek penelitian, terlampir.

E. Analisis Data

Sebagai mana disebutkan di atas, bahwa dalam penelitian kualitatif, data diperoleh dari berbagai sumber dengan menggunakan teknik pengumpulan data pengamatan berperan serta, wawancara mendalam, dan dokumentasi yang dilakukan secara terus menerus sampai datanya jenuh. Pengumpulan data dari lapangan dikumpulkan selama penelitian berlangsung. Data tersebut disusun dalam suatu catatan lapangan sebagai langkah awal dalam analisis data.

(34)

Asep Supriyatna, 2012

Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan

: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

[image:34.595.96.536.201.646.2]

interaktif model Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman yang dimulai dari pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan pengambilan kesimpulan atau verifikasi sebagaimana Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman dengan komponen-komponen analisis data model interaktif model sebagaimana nampak pada gambar 3.1. di bawah ini.

Gambar : 3.1. Komponen-komponen Analisis data Model Interaktif

Reduksi data, berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian, data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.

Display data, setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplay data dalam bentuk tabel, grafik, phie, chard, pictogram dan sejenisnya. Dengan display data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi,

Pengumpulan data

Reduksi data

Penyajian data

(35)

Asep Supriyatna, 2012

Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan

: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah difahami tersebut.

Penarikan kesimpulan/verifikasi, dalam penarikan kesimpulan/verifikasi, kesimpulan awal masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori.

Disamping hal di atas, dalam menentukan kaitan model indigenoes learning dengan memelihara keaksaraan, peneliti menggunakan pendekatan etic dan emic sebagaimana ditulis oleh Lexy J. Moleong (2010 : 237) yang menyatakan :”…bahwa penelitian kualitatif lebih menitik beratkan diri pada pendekatan emic

(empirik) dari pada etic (konseptual) walaupun dalam pekerjaan penelitian masih banyak yang berada diantara keduanya”.

(36)

Asep Supriyatna, 2012

Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan

: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

F. Langkah-langkah Penelitian

Adapun langkah-langkah yang ditempuh peneliti dalam penelitian ini adalah : a. Tahap Pra Lapangan

Dalam tahap ini, peneliti menyusun proposal penelitian, konsultasi proposal, pengujian dan revisi proposal, pengurusan administrasi perijinan, persiapan alat kelengkapan teknik pengumpulan data serta alat tulis yang diperlukan.

b. Tahap Pelaksanaan

Berupa tahap pengumpulan informasi dengan teknik pengumpulan data yang sudah ditentukan sebelumnya terhadap subjek penelitian, narasumber/partisipan/informan serta kegiatan yang dilakukan subjek penelitian terkait dengan model indigenous learning melalui kegiatan kewirausahaan berbasis potensi lokal serta kaitannya dalam upaya memeliharaan keaksaraan. Tahap ini merupakan kegiatan utama dalam pengumpulan data dan melakukan analisis data terhadap hasil pengumpulan data tersebut.

c. Tahap Pelaporan

Dalam tahap ini, peneliti melakukan kegiatan sebagai berikut :

1. Triangulasi, yaitu pemeriksaan dari data yang sudah diperoleh di lapangan terutama untuk memperoleh keabsahan data. Pada tahap ini dilakukan kegiatan membandingkan antara hasil pengamatan dengan hasil wawancara, serta dokumentasi.

(37)

Asep Supriyatna, 2012

Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan

: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

3. Memperpanjang masa pengamatan guna memungkinkan peningkatan derajat kepercayaan data yang terkumpul.

4. Pengamatan yang terus menerus untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang relevan dengan permasalahan penelitian serta merumuskannya secara rinci.

(38)

Asep Supriyatna, 2012

Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan

: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan permasalahan dan tujuan penelitian serta dihubungkan dengan analisis hasil dan pembahasan, secara garis besar dibuat kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut :

1. Subjek penelitian melakukan kegiatan wirausaha sebagai mata pencaharian pokok diperoleh secara turun temurun dari keluarga. Kegiatan wirausaha yang dilakukan oleh subjek penelitian terdiri dari kegiatan pengadaan bahan baku, proses produksi, pemasaran/penjualan, serta perhitungan laba/rugi wirausaha secara sederhana. Dalam kegiatan wirausaha, subjek penelitian telah memanfaatkan sumber daya setempat atau potensi lokal mulai dari sumber daya manusia sampai sumber daya kemitraan. Tujuan dari wirausaha subjek penelitian adalah meneruskan wirausaha keluarga serta menjaga kekhasan produksi daerah setempat dimana subjek penelitian tinggal seperti produksi opak, sele pisang dan wajit disamping menjadikan mata pencaharian pokok.

2. Model indigenous learning yang dilakukan atau dialami oleh subjek penelitian, tidak semata-mata turun temurun dari keluarga/lingkungan, melainkan dihasilkan melalui proses belajar yang dipelihara dan

(39)

Asep Supriyatna, 2012

Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan

: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

dikembangkan oleh keluarga/lingkungan. Terdapat beberapa prinsip belajar yang dialami subjek penelitian selama proses indigenous learning dalam kegiatan wirausaha, seperti : (1) proses/tahap pengamatan ,yaitu melihat-lihat semua yang dilakukan orang tua/keluarga dalam melakukan kegiatan wirausaha mulai dari pengadaan bahan baku, proses produksi, pemasaran/penjualan sampai perhitungan laba/rugi wirausaha , (2) proses/tahap pengalaman dan pemahaman, yaitu tidak hanya melihat kegiatan wirausaha orang tua, tetapi subjek penelitian sudah mulai melakukan belajar-bekerja dengan meniru yang dilakukan orang tua/keluarga sampai terampil serta memahami terhadap alasan orang tua membelajarkan wirausaha kepada subjek penelitian, (3) proses/tahap pengembangan, yaitu setelah ada pembekalan wirausaha, mulai ada keinginan untuk mengembangkan wirausahanya lebih maju, dan (4) proses/tahap melakukan uji coba produk, yaitu subjek penelitian berupaya untuk melakukan uji coba produk untuk menghasilkan produk yang berbeda dari produk sejenis di daerahnya dengan tetap mempertahankan kekhasan produk.

(40)

Asep Supriyatna, 2012

Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan

: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

out dari sekolah dasar serta tidak atau belum tersentuh program pendidikan

keaksaraan.

Kemampuan keaksaraan subjek penelitian melalui model indigenous learning yang dipadukan dengan kegiatan wirausaha, setara dengan

kompetensi standar yang harus dikuasai warga belajar/subjek penelitian setelah menyelesaikan program pembelajaran pada tingkat dasar sesuai tolak ukur yang digunakan peneliti dalam penelitian ini, yaitu : (1) mampu membaca dan menulis kalimat sederhana (terdiri atas subyek, predikat, dan obyek) sekurang-kurangnya tujuh kata dengan menggunakan bahasa Indonesia; (2) mampu melakukan perhitungan penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian angka 1 – 100; dan (3) mampu berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia secara lisan.

B. Rekomendasi

Sebagai tindak lanjut dan implikasi dari temuan penelitian ini, direkomendasikan hal-hal sebagai berikut :

1. Untuk Pengambil Kebijakan

Kepada pemerintah sebagai pengambil kebijakan, peneliti merekomendasikan untuk memfasilitasi dan memperkuat model indigenous learning khususnya dalam upaya memelihara keaksaraan serta berharap

(41)

Asep Supriyatna, 2012

Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan

: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

yang membutuhkan serta dikembangkan pada tempat-tempat lain di wilayah kerjanya.

2. Untuk Praktisi Pendidikan Keaksaraan

Model indigenous learning yang dilahirkan melalui proses belajar masyarakat ini direkomendasikan dapat dijadikan sebagai salah satu model pembelajaran keaksaraan pada daerah-daerah lain yang membutuhkannya. Praktisi pendidikan keaksaraan selanjutnya diharapkan dapat memfasilitasi keberadaan model ini dalam upaya membelajarkan masyarakat dalam kaitannya dengan upaya memelihara keaksaraan melalui penerapan prinsip-prinsip model indigenous learning yang ditemukan peneliti disamping prinsip-prinsip pendidikan keaksaraan lainnya yang relevan.

3. Untuk Penelitian Lebih Lanjut

Temuan penelitian ini mengandung beberapa implikasi untuk penelitian lebih lanjut, diantaranya adalah sebagai berikut :

a) Untuk memvalidasi hasil penelitian ini, diperlukan penelitian serupa dengan subjek penelitian dan lokasi yang berbeda, sehingga dapat kelihatan antara model indigenous learning hasil penelitian ini dengan upaya memelihara keaksaraan atau pemberantasan buta aksara pada subjek penelitian dan lokasi yang berbeda.

(42)

Asep Supriyatna, 2012

Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan

: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Barat. Untuk adaptabilitas model, perlu dilakukan penelitian lanjut pada entitas yang berbeda.

c) Penelitian ini baru menganalisis model indigenous learning dalam kaitannya dengan upaya memelihara keaksaraan berdasarkan pada kompetensi standar yang harus dikuasai sebatas pada tingkat dasar. Untuk kompetensi standar tingkat lanjutan dan mandiri, perlu diadakan penelitian lanjut.

(43)

Asep Supriyatna, 2012

Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan

: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat

(44)

Asep Supriyatna, 2012

Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan

: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Chudari, I,N.(2007). Pemberdayaan Perempuan Melalui Kegiatan Keaksaraan Fungsional. Jurnal Pendidikan Dasar Vol 1 (8) Oktober 2007 [Online] Tersedia : http://www.google.co.id/jurnal pendidikan keaksaraan [26 Mei 2012].

Kusmiadi, A. (2009). “Model Pembelajaran Pasca Keaksaraan Melalui Penguatan Pendidikan Kecakapan Hidup Bagi Upaya Pemberdayaan Perempuan Pedesaan”. Jurnal PNFI.1, (1),11.

Napitupulu,W,P. (2007). Pendidikan Keaksaraan di Indonesia ke Depan. Jurnal Ilmiah Visi PTK-PNF. Vo. 2 No. 2 Tahun 2007. [Online] Tersedia :

http://www.google.co.id/search jurnal keaksaraan [31 Mei 2012]

Santoro, N, et al. (2011). “Australian Journal of Teacher Educatios”[Online], Vol 36, Issue 10, Artiacle 5. Tersedia : http://ro.ecu.edu.au/ajte/vol36/iss10/5[

25 Mei 2012]

Sugiarti, Y. (2006). Jurnal Pendidikan Keaksaraan dalam Perspektif Psikologi Sosial [Online], Vol 10 (19), 7 halaman, Tersedia :

http://library.gunadarma.ac.id/journal/view/3651/pendidikan-keaksaraan- dalam-persfektif-psikologi-sosial.html [26 Mei 2012]

Syukri, M. (2008). Pendidikan Keaksaraan Fungsional : Konsep dan Streategi Pengembangan Program. Jurnal Cakrawala Kependidikan, Vol 6 No 2

Thn 2008[Online]. Tersedia

http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jckrw/article/view/298, [ 31 Mei 2012]

Alma, B. (2007). Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa.Edisi Revisi. Bandung: Alfabeta.

Alwasilah, A.C. (2008) .Pokonya Kualitatif : Dasar-Dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif. Jakarta :PT Dunia Pustaka Jaya.

Arikunto, S. (2002). Dasar-dasarEvalkuasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Clifford, G. (1983). Local Knowledge. New York: Inc Publishers.

Djakman,D,C dan Silvira, V. (1994). Sain Manajemen.Buku Dua. Edisi Ke Empat. Jakarta : Salemba.

(45)

Asep Supriyatna, 2012

Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan

: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Geoffrey. G. M. (1996). Kewirausahaan : Teori dan Praktik. Jakarta : Pustaka Presindo.

Harris, M. (2000). Human Resources Management. USA: Harvard Business School.

Hasan, I. (2004).Teori Pengambilan Keputusan. Jakarta : Ghalia Indonesia. Irianto, A. (2007). Statistik : Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: Kencana. Jarvis, P. (1983). Adult and Continuing Education : Theory and Practice. New York: Nicholas Publishing Company.

John W. Creswel, J.W.(2010). Research Design :Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed.Edisi ketiga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Kamil, M. (2010). Model Pendidikan dan Pelatihan : Konsep dan Aplikasi. Bandung : CV Alfabeta.

Kartono. K. (1996). Pengantar Metodologi Riset Sosial : Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.

Kasali, R. (.2010). Modul Kewirausahaan Untuk Program Strata 1. Jakarta: Rumah Perubahan.

Manullang. (1996). Dasar-Dasar Manajemen. Jakarta : Ghalia Indonesia

Millan, Mc.J, dan Schumacher, S. (1999). Research In Education. New York: Longman.

Moleong, L.J. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

………...(1998). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Karya.

Munir. (2008). Kurikulum Berbasis Teknologi informasi dan Komunikasi. Bandung : CV Alfabeta.

Nasution. (1992). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito. Purwanto, D. (2006). Komunikasi Bisnis. Jakarta: Erlangga.

Schiffman, L dan Kanuk, L.L. (2007). Perilaku Konsumen.Jakarta: PT Indeks.

(46)

Asep Supriyatna, 2012

Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan

: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu Peluang. Jakarta: CV Wirakarsa.

………. ( 2000). Pendidikan Luar Sekolah : Manajemen Strategi. Jakarta: PD Mahkota.

Sudjana. 2004. Pendidikan Nonformal : Wawasan, Sejarah Perkembangan, Filsafat, Teori Pendukung, Asas. Cetakan Pertama. Bandung ; Falah Production.

……….. 2004. Manajemen Program Pendidikan untuk Pendidikan Nonformal dan Pengembangan SDM. Cetakan Ketiga, Edisi Revisi. Bandung: Falah Production

Surya, W.P. (1999). Prinsip Manajemen. Jakarta: Widya Jayakarta. Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.

………… (2009). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Soemahamidjaja. S. (1980). Membina Sikap Mental Wirausaha. Jakarta : Gunung Jati.

Suprijanto. (2007). Pendidikan Orang Dewasa : Dari Teori Hingga Aplikasi. Jakarta: Bumi Aksara.

Suryadi, A. (2009). Mewujudkan Masyarakat Pembelajar : Konsep, Kebijakan dan Implementasi.Bandung : Widya Aksara Press.

Suryana ( 2003 ). Kewirausahaan :Pedoman Praktis, Kiat dan Proses Menuju Sukses (Edisi Revisi). Jakarta: PT Salemba Empat.

Suryabrata. S. (1983). Metode Penelitian. Jakarta: Rajawali.

Spradley,J.P. (1997). Metode Etnografi. Yogyakarta : PT Tiara wacana Yogya. Swasta, B. (2000). Azas-azas Manajemen Modern Yogyakarta: Liberty. Tafsir, A. (2008). Pengantar Filsafat. Bandung: Pustaka Martiana.

Umar, H. (2001). Studi Kelayakan Bisnis. Edisi 2. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

(47)

Asep Supriyatna, 2012

Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan

: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Winardi. (2000). Asas-Asas Manajemen. Bandung: CV Mandar Maju.

Abdulhak, I .(1990). Program Kerja Paket A Hubungannya dengan motivas Meningkatkan Pendapatan dan Motivasi Mengikuti Pendidikan Lanjutan. Disertasi Sekolah Pascasarjana IKIP Jakartaa: Tidak diterbitkan.

Hatimah, I. (2005). Pengembangan Model Pengelolaan Pembelajaran Berbasis Potensi Lokal. Disertasi Doktor pada Sekolah Pascasarjana UPI Bandung : Tidak diterbitkan.

Wahyudin, U.(2008). Mutu Layanan Pendidikan Keaksaraan Fungsional Berbasis Budaya Lokal Untuk Peningkatan Kompetensi Dasar Warga Belajar Pada Kelompok Belajar di PKBM Kabupaten Subang. Disertasi Doktor pada Sekolah Pascasarjana UPI Bandung : Tidak diterbitkan.

Ardiwinata, S.,J, dkk (2011). Menuju Masyarakat Pembelajar. Bandung : Labolatorium Jurusan PLS.

Buku Modul Keaksaraan Berbasis Masyarakat Desa.2008. Direktorat Pendidikan Masyarakat. Direktorat Jendral Pendidikan Nonformal dan Informal. Departemen Pendidikan nasional. Jakarta.

Hatimah, I, dkk (2007). Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan (Edisi Satu). Jakarta: Universitas Terbuka.

Hutapea, A. (1998). Administrasi Manajemen Organisasi (AMO). Bandung: LAN-RI.

Kusnadi, dkk. (2005). Pendidikan Keaksaraan : Filosofi, Strategi, Implementasi.Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional Dirjen PLS, Direktorat Dikmas.

Makmun, A.B. dkk. (2006). “Kajian Pendidikan Berbasis Ekonomi Keluarga di Jawa Barat” dalam Pendidikan Berbasis Masyarakat. Bandung: Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat.

Panitia Istilah Manajemen LPPM. (1994). Kamus Istilah Manajemen. Seri Umum Nomor 13. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo.

Srinivasan, L. ( 1977). Beberapa Pandangan Mengenai Pendidikan Non Formal Bagi Orang Dewasa (Terjemahan). Bandung: BPKB Jayagiri.

(48)

Asep Supriyatna, 2012

Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan

: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

UPI.(2011). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI Bandung.

Usman, M. (1997). Kewirausahaan dalam Birokrasi Salah Satu Antisipasi Menghadapi Globalisasi.Sumedang: IKOPIN.

Wahyudin, U(2011). Model Pendidikan Keaksaraan Fungsional Berbasis Budaya Lokal : Pengembangan Model pada kelompok belajar keaksaraan Fungsional di PKBM Kabupaten Subang. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jendral PNFI, Direktorat Pendidikan Masyarakat.

………(2008). Pendidikan Keaksaraan Berbasis Budaya Lokal. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jendral PNFI, Direktorat Pendidikan Masyarakat.

Sanusi, A. (1974). “Menelaah Potensi Perguruan Tinggi untuk Membina Program Kewirausahaan dan Mengantar Pewirausaha Muda”. Makalah Seminar pada IKOPIN, Bandung.

Fauzi, A. (2011). “Refleksi Hari Aksara : Menggelorakan Budaya Baca”. Koran TEMPO (9 September 2011).

Hufad, A. (hufad_achmad@yahoo.com). (2010, 15, Desember). Pemahaman Model. E-mail kepada Asep Supriyatna (asupriyatna_upi@yahoo.co,.id).

Tn.(2012). IndigenousEducation.[Online].Tersedia:http://en.wikipedia.org/wiki/In digenous_education. [14 Januari 2010].

Tn. (2012) . :Definitions. [Online].

Gambar

Tabel 4.1
Gambar 1.1  Kerangka Pikir
Gambar : 3.1. Komponen-komponen Analisis data Model Interaktif

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini dapat menunjukkan bahwa air rendaman jerami berpengaruh terhadap jumlah telur nyamuk Aedes sp yang terperangkap pada ovitrap, ini disebabkan karena jerami

Ia juga boleh ditakrifkan sebagai satu sistem politik yang memberi peluang kepada rakyat membentuk dan mengawal pemerintahan negara (Hairol Anuar 2012). Dalam hal

Adalah sebuah fakta bahwa jumlah perempuan di dunia ini lebih banyak dari

(BOS) based on instruction and technical in aspects of application, distribution, and stakeholders engagement in planning, forming, and reporting of BOS in SMA Negeri 37

Kelompok Kerja Jasa Konsultansi Unit Layanan Pengadaan Barang/Jasa Kabupaten Lamandau mengumumkan pemenang seleksi sederhana untuk Pekerjaan Pengawasan Rehabilitasi /

Saudara dianjurkan untuk membawa Berkas Dokumen Asli yang berkenaan dengan data isian sebagaimana yang telah saudara sampaikan pada Dokumen Penawaran Admnistrasi,

Menurut Syed Ahmad Hussein (1996) terdapat beberapa rumusan dan hipotisis utama yang timbul dari kajian-kajian ini yang dijadikan panduan am kepada mereka yang berminat untuk

Setiap blok penyimpanan di gudang ini hanya menampung satu jenis produk dan satu tanggal kadaluarsa, sehingga penempatan barang harus di blok yang kosong dan tidak