PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS TUGAS
(TASK-BASED LEARNING)
BAGI PENINGKATAN KETERAMPILAN
BERBICARA BAHASA INGGRIS
(Studi pada Mahasiswa Perguruan Tinggi di Bandung )
DISERTASI
Diajukan Untuk Memenuhi sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Doktor Ilmu Pendidikan dalam Bidang Pengembangan Kurikulum
PROMOVENDUS
Iwan Dudy Gunawan NIM: 0808206
SEKOLAH
PASCASARJANA
UNIVERSITAS
PENDIDIKAN
INDONESIA
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH
PANITIA DISERTASI
Prof. Dr. Hj. Mulyani Sumantri, M.Sc. Promotor Merangkap Ketua
Prof. Dr. H. Nana Syaodih Sukmadinata Ko-Promotor Merangkap Sekretaris
Dr. Wachyu Sundayana, M.A. Anggota
Mengetahui,
Prof. Dr. Ishak Abdulhak, M.Pd.
ABSTRAK
Gunawan, Iwan Dudy. Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Tugas ( Task-Based Learning) Bagi Peningkatan Keterampilan Berbicara Bahasa Inggris (Studi pada Mahasiswa Perguruan Tinggi di Bandung).
Penelitian ini mengenai penerapan model pembelajaran bahasa Inggris berbasis tugas, yang dilaksanakan sebagai upaya untuk peningkatan keterampilan berbicara bahasa Inggris mahasiswa. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh beberapa hal yakni rendahnya keterampilan berbicara bahasa Inggris mahasiswa di tingkat perguruan tinggi dan metode pembelajaran berbicara bahasa Inggris yang digunakan kurang tepat untuk meningkatkan keterampilan berbicara bahasa Inggris mahasiswa. Atas dasar latar belakang tersebut, perlu diterapkan model pembelajaran bahasa Inggris yang dapat meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam berbicara bahasa Inggris. Dalam konteks inilah peneliti menerapkan pembelajaran bahasa Inggris berbasis tugas yang bertujuan untuk menguji keefektifan model pembelajaran bahasa Inggris berbasis tugas dalam meningkatkan keterampilan berbicara bahasa Inggris mahasiswa. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kombinasi atau gabungan dari metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah nonequivalent control group design atau desain kelompok kontrol non-ekuivalen. Penelitian ini dilaksanakan di tiga perguruan tinggi. Prosedur penelitian terdiri dari lima tahapan utama. Pertama, tahap prapenelitian dilaksanakan dengan menggunakan metode kualitatif. Kedua, tahap pelaksanaan kuasi eksperimen yang meliputi pelaksanaan prates yang berupa tes keterampilan berbicara secara lisan, pemberian perlakuan atau intervensi pembelajaran bahasa Inggris berbasis tugas, dan pelaksanakan pascates berupa tes keterampilan berbicara bahasa Inggris. Ketiga, tahap penelitian terhadap proses perlakuan pembelajaran. Keempat, tahap penelitian setelah perlakuan pembelajaran dengan metode kualitatif. Kelima, tahap interpretasi hasil penelitian dengan metode kuantitatif dan kualitatif. Instrumen penelitian berupa tes, wawancara, angket, dan pengamatan. Analisis data proses pembelajaran yang didapat dari data hasil pengamatan, wawancara dan angket dilakukan secara kualitatif sedangkan analisis data tes dilakukan secara kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan terdapat peningkatan yang signifikan keterampilan berbicara bahasa Inggris mahasiswa setelah mengikuti pembelajaran berbasis tugas. Hal tersebut membuktikan bahwa pembelajaran bahasa Inggris berbasis tugas efektif dalam meningkatkan keterampilan mahasiswa berbicara bahasa Inggris.
ABSTRACT
Gunawan, Iwan Dudy. The Implementation Of Task-Based Learning Model in
Improving Students’ English Speaking Skill (A Study at Universities’ Students in Bandung).
This study discusses the implementation of task-based English language learning
in improving students’ speaking skill. The backgrounds of the study are the lacks
of university students’ speaking skill and teaching methods used in the class are not suitable for improving students’ speaking skill. Based on the backgound, it is
needed the implementation of English learning model that can improve students’
speaking skill. Therefore, in this study, the researcher applies the task-based English language learning in order to find out the effectiveness of the model in
improving students’ speaking skill. The research method applied in this study is mixed method that is the combination of quantitative and qualitative method. The experiment design used in this study is nonequivalent control group design. This study is carried out at three universities in Bandung. There are five research procedures in this study. First, a pre-study is the study done before the intervention by using qualitative method. Second, the implementation of quasi experiment involves pre-test applied by oral test or speaking test in order to know
the students’ speaking skill before intervention, during intervention, and post-test
applied by oral test to find out students’ speaking skill after the intervention.
Third, the analysis of the intervention process by using qualitative method is done during the intervention. Forth, a qualitative analysis after intervention is the analysis of intervention results by using qualitative method. Fifth, a result interpretation is the interpretation by using both quantitative and qualitative methods. The research instruments in this study are test, interview, observation and questionnaire. The data of teaching and learning process those are gained from observation, interview and questionnaire are analyzed qualitatively, meanwhile the data gained from the test are analyzed quantitatively. The results of this study show that there is significant improvement of students’ speaking skill after joining task-based English language learning class. In conclusion, the study proves that the model of task-based English language learning is effective in improving students’ speaking skill.
DAFTAR ISI
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah ...8
1. Perumusan Masalah ...8 BERBICARA BAHASA INGGRIS ...19
A. Teori Belajar dan Pembelajaran ...19
1. Teori Belajar Behavioristik ...19
2. Teori Belajar Koginitif ...21
3. Teori Belajar Konstruktivistik ...22
4. Teori Belajar Humanistik ...23
B. Model Pembelajaran ...24
C. Pendekatan, Metode, Model, Desain, dan Prosedur Pembelajaran Bahasa Inggris ...27
1. Teori Kebahasaan (Theory of Language) ...30
2. Teori Belajar Bahasa (Theory of Language Learning) ...31
D. Model dan Metode Pembelajaran Bahasa Inggris yang berkembang di Indonesia ...33
1. Pembelajaran Bahasa Komunikatif ...33
2. Metode Audio-Lingual ...40
3. Presentation, Practice and Production (PPP) ...45
Bahasa Berbasis Tugas (TBL) ...46
2. Pendekatan dan Landasan TBL ...49
3. Desain Pembelajaran Bahasa Berbasis Tugas ...51
4. Struktur (Syntax) Pembelajaran Berbasis Tugas ...56
5. Prosedur TBL dan Kondisi Pembelajaran Bahasa ...66
6. Hasil Studi Pembelajaran Bahasa Inggris Berbasis Tugas Terdahulu ...69
F. Pembelajaran Berbicara Bahasa Inggris ...72
1. Pendekatan terhadap Pembelajaran Berbicara Bahasa Inggris ...72
2. Model Pembelajaran Berbicara Bahasa Inggris ...76
3. Kriteria dan Jenis Tugas Berbicara ...77
4. Perencanaan Pembelajaran Berbicara ...81
G. Keterampilan Berbicara Bahasa Inggris ...85
1. Kriteria Keterampilan Berbicara ...87
2. Penilaian Keterampilan Berbicara ...91
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...94
A. Metode Penelitian ...94
B. Design Penelitian ...95
C. Subjek Penelitian ...98
D. Prosedur Penelitian ...100
1. Tahap Prapenelitian ...101
2. Tahap Pelaksanaan Kuasi Eksperimen ...103
3. Tahap Penelitian terhadap Perlakukan Pembelajaran ...103
4. Tahap Penelitian setelah Perlakukan Pembelajaran ...103
5. Tahap Interpretasi Hasil Penelitian ...104
E. Variabel Penelitian ...104
F. Teknik Pengumpulan Data ...105
1. Tes ...105
2. Pengamatan/Observasi ...107
3. Wawancara ...108
4. Angket ...109
G. Pengembangan Instrumen Penelitian ...110
1. Panduan Tes Lisan dan Pedoman Penilaian ...110
2. Pedoman Pengamatan ...111
3. Pedoman Wawancara ...112
4. Lembar Angket ...113
5. Desain Model pembelajaran ...113
H. Prosedur Pengolahan Data ...121
1. Analisis Data Kualitatif dan Kuantitatif secara Terpisah ...121
2. Penyatuan Data Analisis Kualitatif dan Kuantitatif ...124
BAB IV DATA, ANALISIS DATA, DAN HASIL PENELITIAN ...125
A. Prapenelitian Pembelajaran Berbicara Bahasa Inggris ...125
2. Data Observasi Prapenelitian di Prodi Pendidikan
Bahasa Inggris STKIP Siliwangi ...131 3. Data Observasi Prapenelitian di Prodi Pendidikan
Bahasa Inggris UIN Sunan Gunung Djati ...136 4. Analisis Proses Pembelajaran Prapenelitian ...141 B. Desain Model Pembelajaran Bahasa Inggris
Berbasis Tugas yang diterapkan di kelas eksperimen ...145 C. Penerapan Pembelajaran Bahasa Inggris Berbasis Tugas ...147
1. Penerapan Model Pembelajaran Bahasa Inggris
Berbasis Tugas di Prodi Sastra Inggris Unpas ...147 2. Penerapan Model Pembelajaran Bahasa Inggris
Berbasis Tugas di Prodi Pendidikan Bahasa Inggris
STKIP Siliwangi ...153 3. Penerapan Model Pembelajaran Bahasa Inggris
Berbasis Tugas di Prodi Pendidikan Bahasa Inggris
UIN Sunan Gunung Djati ...159 4. Deskripsi dan Analisis Data Pembelajaran Bahasa Inggris
Berbasis Tugas di Setiap Pertemuan di Tiga Prodi ...165 D. Model Implementasi Pembelajaran Bahasa Berbasis Tugas ...207 E. Deskripsi dan Analisis Tanggapan Mahasiswa dan Dosen
terhadap Pembelajaran Bahasa Inggris Berbasis Tugas ...210 1. Deskripsi dan Analisis Tanggapan Dosen terhadap
Pembelajaran Bahasa Inggris ...210 2. Deskripsi dan Analisis Tanggapan Mahasiswa terhadap
Pembelajaran Bahasa Inggris ...225 F. Deskripsi dan Analisis Keterampilan Berbicara
Kelas Eksperimen ...243 1. Deskripsi dan Analisis Keterampilan Berbicara
Kelas Eksperimen di Prodi Sastra Inggris Unpas ...243 2. Deskripsi dan Analisis Keterampilan Berbicara
Kelas Eksperimen di Prodi Pendidikan Bahasa Inggris
STKIP Siliwangi ...255 3. Deskripsi dan Analisis Keterampilan Berbicara
Kelas Eksperimen di Prodi Pendidikan Bahasa Inggris
UIN Sunan Gunung Djati ...266 4. Deskripsi dan Analisis Keterampilan Berbicara
Di Tiga Kelas Eksperimen ...277 G. Uji Hipotesis ...286
1. Peningkatan Keterampilan Berbicara
Bahasa Inggris Kelas Eksperimen ...286 2. Peningkatan Keterampilan Berbicara
Bahasa Inggris Kelas Kontrol ...287 3. Perbandingan Keterampilan Berbicara Bahasa Inggris
Kelas Eksperimen dan Kontrol
Inggris Mahasiswa Kelas Eksperimen dan Kontrol ...290
H. Pembahasan ...296
1. Pembelajaran Berbicara Bahasa Inggris di Perguruan Tinggi ...296
2. Penerapan Pembelajaran Bahasa Inggris Berbasis Tugas ...299
3. Hal-Hal Yang Terjadi dan Berkembang dalam Proses Pembelajaran Bahasa Inggris Berbasis Tugas ...305
4. Peran Dosen dan Mahasiswa di dalam Pembelajaran Bahasa Inggris Berbasis Tugas ...308
5. Tanggapan Dosen dan Mahasiswa terhadap TBLT ...313
6. Pembahasan Hasil Penilaian Berbicara Bahasa Inggris ...319
I. Keterbatasan Penelitian ...327
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ...329
A. Simpulan ...329
B. Implikasi ………...338
C. Saran ...340
1. Saran Bagi Dosen ...340
2. Saran Bagi Perguruan Tinggi ...342
3. Saran Bagi Peneliti Lain ...342
DAFTAR PUSTAKA ...344
RIWAYAT HIDUP ...348
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 A Framework for Describing Tasks (Ellis, 2003: 21) ...53 Tabel 2.2 Aspek Pemilihan Bahan/Materi Ajar ...54 Tabel 2.3 Approaches and Activities for Teaching Speaking
(Burns dalam Goh dan Burns, 2012: 134) ...73 Tabel 2.4 Common European Framework (CEF) (Thornbury, 2005) ...89 Tabel 3.1 Ringkasan Kegiatan Pengumpulan Data ...109 Tabel 3.2 Kerangka Desain Model Pembelajaran Bahasa Inggris
Berbasis Tugas ...118 Tabel 3.3 Kerangka Implementasi Pembelajaran Bahasa Inggris
Berbasis Tugas ...120 Tabel 4.1 Kegiatan Pembelajaran Pra Penelitian
di Prodi Sastra Inggris UNPAS ...126 Tabel 4.2 Kegiatan Pembelajaran Pra Penelitian
di Prodi Pendidikan Bahasa Inggris STKIP Siliwangi ...131 Tabel 4.3 Kegiatan Pembelajaran Pra Penelitian di Prodi Pendidikan
Bahasa Inggris UIN Sunan Gunung Djati ...136 Tabel 4.4 Desain Model Pembelajaran Bahasa Inggris Berbasis Tugas ...145 Tabel 4.5 Catatan Pengamatan Pertemuan Pertama Kelas Eksperimen
di Prodi Sastra Inggris Unpas ...148 Tabel 4.6 Materi Pembelajaran Kelas Eksperimen di Prodi
Sastra Inggris Unpas ...151 Tabel 4.7 Catatan Pengamatan Pertemuan Kedua Kelas Eksperimen
di Prodi Pendidikan Bahasa Inggris STKIP Siliwangi ...154 Tabel 4.8 Materi Pembelajaran Kelas Eksperimen di Prodi
Pendidikan Bahasa Inggris STKIP Siliwangi ...157 Tabel 4.9 Catatan Pengamatan Pertemuan Ketiga Kelas Eksperimen
di Prodi Pendidikan Bahasa Inggris UIN Sunan Gunung Djati ...160 Tabel 4.10 Materi Pembelajaran Kelas Eksperimen di Prodi
Pendidikan Bahasa Inggris UIN Sunan Gunung Djati ...162 Tabel 4.11 Model Implementasi Pembelajaran Bahasa Berbasis Tugas ...208 Tabel 4.12 Tanggapan Mahasiswa terhadap Pembelajaran
Bahasa Inggris Berbasis Tugas ...226 Tabel 4.13 Tanggapan Mahasiswa terhadap apa yang Mereka dapatkan
dari Pembelajaran Bahasa Inggris Berbasis Tugas ...228 Tabel 4.14 Tanggapan Mahasiswa terhadap Peran Serta Mahasiswa
dalam Pembelajaran Bahasa Inggris Berbasis Tugas ...230 Tabel 4.15 Tanggapan Mahasiswa terhadap Peran Serta Dosen
dalam Pembelajaran Bahasa Inggris Berbasis Tugas ...232 Tabel 4.16 Tanggapan Mahasiswa terhadap kegiatan pembelajaran
secara berpasangan/kelompok kecil dalam
Bahasa Inggris Mereka setelah Mengikuti
Pembelajaran Berbasis Tugas ...238 Tabel 4.18 Persepsi Mahasiswa terhadap Pembelajaran
Bahasa Inggris Berbasis Tugas ...241 Tabel 4.19 Uji Normalitas Kolmogorof-Smirnov dan Shapiro-Wilk
Data Prates ...287 Tabel 4.20 Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Data Prates ...288 Tabel 4.21 Uji Homogenitas Prates dengan Lavene’ Test ...289 Tabel 4.22 Uji Statistik T tes Keterampilan Berbahasa Inggris Prates
Kelompok Eksperimen dan Kontrol ...289 Tabel 4.23 Uji Normalitas Kolmogorof-Smirnov dan Shapiro-Wilk
Data Gain ...291 Tabel 4.24 Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Data Gain ...291 Tabel 4.25 Uji Homogenitas Data Gain dengan Lavene’ Test ...292 Tabel 4.26 Uji Statistik T tes Keterampilan Berbicara Bahasa Inggris
Kelompok Eksperimen dan Kontrol (Data Gain) ...293 Tabel 4.27 Hasil Uji ANOVA Skor Pascates Ketrampilan
Berbicara bahasa Inggris Kelompok Eksperimen ...295 Tabel 4.28 Hasil Uji ANOVA Skor Pascates Ketrampilan
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Peta Pembelajaran yang dimodifikasi dari
Dunkin dan Biddle (Sanjaya, 2008: 53) ...9 Gambar 2.1 Hubungan Metode, Pendekatan, Desain dan Prosedur
(Richards dan Rodgers, 2001: 33) ...29 Gambar 2.2 Designing a Task-based Course (Ellis, 2003: 206) ...55 Gambar 2.3 Struktur Pembelajaran Bahasa Inggris Berbasis Tugas
(Willis, 1996:38) ...57 Gambar 2.4 Struktur Pembelajaran Berbasis Tugas Modifikasi Curran ...60 Gambar 2.5 Struktur Pembelajaran Berbasis Tugas (Nunan, 2004: 34) ...64 Gambar 2.6 Prosedur Pembelajaran Berbasis Tugas dan Empat Kunci
Kondisi Pembelajaran (Willis, 1996) ...68 Gambar 2.7 A methological framework for a holistic approach to teaching speaking (Goh dan Burns, 2012: 139) ...74 Gambar 2.8 The Teaching-Speaking Cycle (Goh dan Burns, 2012: 153) ...76 Gambar 2.9 Kriteria menilai Keterampilan Berbicara
(Estaire dan Zanon, 1994: 44) ...90 Gambar 3.1 Prosedur Penelitian Embedded Experimental Model
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Desain Pembelajaran Bahasa Inggris Berbasis Tugas Lampiran 2 Implementasi Pembelajaran Bahasa Inggris Berbasis Tugas Lampiran 3 Deskripsi Pedoman Penilaian Keterampilan Berbicara Lampiran 4 Pedoman Observasi 1
Lampiran 5 Pedoman Observasi 2
Lampiran 6 Pedoman Wawancara Responden Dosen Lampiran 7 Pedoman Angket Terbuka Mahasiswa Lampiran 8 Pedoman Angket Tertutup Mahasiswa
Lampiran 9 Skenario Pembelajaran Berbasis Tugas Kelas Eksperimen Lampiran 10 Catatan Pengamatan Kegiatan Pembelajaran Bahasa Inggris
Berbasis Tugas Pertemuan Pertama di Unpas
Lampiran 11 Catatan Pengamatan Kegiatan Pembelajaran Bahasa Inggris Berbasis Tugas Pertemuan Kedua di STKIP Siliwangi Lampiran 12 Catatan Pengamatan Kegiatan Pembelajaran Bahasa Inggris
Berbasis Tugas Pertemuan Ketiga di STKIP Siliwangi Lampiran 13 Transkrip Wawancara Responden Dosen #1
Lampiran 14 Transkrip Wawancara Responden Dosen #2 Lampiran 15 Transkrip Wawancara Responden Dosen #3
Lampiran 16 Data Nilai Prates, Postes dan Gain Keterampilan Berbicara Mahasiswa Kelas Eksperimen Unpas pada Aspek Kelancaran Lampiran 17 Data Nilai Prates, Postes dan Gain Keterampilan Berbicara
Mahasiswa Kelas Eksperimen Unpas pada Aspek Kosa Kata
Lampiran 18 Data Nilai Prates, Postes dan Gain Keterampilan Berbicara Mahasiswa Kelas Eksperimen Unpas pada Aspek Tata Bahasa/Ketepatan
Lampiran 19 Data Nilai Prates, Postes dan Gain Keterampilan Berbicara Mahasiswa Kelas Eksperimen Unpas pada Aspek Pengucapan Lampiran 20 Data Nilai Prates, Postes dan Gain Keterampilan Berbicara
Mahasiswa Kelas Eksperimen Unpas pada Aspek Komunikasi Lampiran 21 Data Nilai Prates, Postes dan Gain Keterampilan Berbicara
Mahasiswa Kelas Eksperimen STKIP Siliwangi pada Aspek Kelancaran
Lampiran 22 Data Nilai Prates, Postes dan Gain Keterampilan Berbicara
Mahasiswa Kelas Eksperimen STKIP Siliwangi pada Aspek Kosa Kata
Lampiran 23 Data Nilai Prates, Postes dan Gain Keterampilan Berbicara Mahasiswa Kelas Eksperimen STKIP Siliwangi pada Aspek Tata Bahasa/Ketepatan
Lampiran 25 Data Nilai Prates, Postes dan Gain Keterampilan Berbicara Mahasiswa Kelas Eksperimen STKIP Siliwangi pada Aspek Komunikasi
Lampiran 26 Data Nilai Prates, Postes dan Gain Keterampilan Berbicara Mahasiswa Kelas Eksperimen UIN pada Aspek Kelancaran Lampiran 27 Data Nilai Prates, Postes dan Gain Keterampilan Berbicara
Mahasiswa Kelas Eksperimen UIN pada Aspek Kosa Kata
Lampiran 28 Data Nilai Prates, Postes dan Gain Keterampilan Berbicara Mahasiswa Kelas Eksperimen UIN pada Aspek Tata Bahasa/Ketepatan
Lampiran 29 Data Nilai Prates, Postes dan Gain Keterampilan Berbicara Mahasiswa Kelas Eksperimen UIN pada Aspek Pengucapan Lampiran 30 Data Nilai Prates, Postes dan Gain Keterampilan Berbicara
Mahasiswa Kelas Eksperimen UIN pada Aspek Komunikasi
Lampiran 31 Data Nilai Prates, Postes dan Gain Keterampilan Berbicara Mahasiswa pada Aspek Kelancaran di Tiga Kelas Eksperimen Lampiran 32 Data Nilai Prates, Postes dan Gain Keterampilan Berbicara
Mahasiswa pada Aspek Kosa Kata di Tiga Kelas Eksperimen Lampiran 33 Data Nilai Prates, Postes dan Gain Keterampilan Berbicara
Mahasiswa pada Aspek Tata Bahasa di Tiga Kelas Eksperimen Lampiran 34 Data Nilai Prates, Postes dan Gain Keterampilan Berbicara
Mahasiswa pada Aspek Pengucapan di Tiga Kelas Eksperimen Lampiran 35 Data Nilai Prates, Postes dan Gain Keterampilan Berbicara
Mahasiswa pada Aspek Komunikasi di Tiga Kelas Eksperimen Lampiran 36 Data Nilai Prates, Postes dan Gain Setiap Pasangan
Kelas Eksperimen
Lampiran 37 Data Nilai Prates, Postes dan Gain Setiap Pasangan Kelas Kontrol
Lampiran 38 Peningkatan Keterampilan Berbicara Bahasa Inggris Kelas Eksperimen dan Kontrol
Lampiran 39 Peningkatan Keterampilan Berbicara Bahasa Inggris Kelas Eksperimen Pada semua Aspek di Tiga Perguruan Tinggi
Lampiran 40 Peningkatan Keterampilan Berbicara Bahasa Inggris Kelas Eksperimen dan Kontrol di Tiga Perguruan Tinggi Lampiran 41 Uji Normalitas Kolmogorof-Smirnov dan Shapiro-Wilk
Data Prates
Lampiran 42 Uji Normalitas Kolmogorof-Smirnov dan Shapiro-Wilk Lampiran 43 Uji Homogenitas Prates dengan Lavene’ Test
Lampiran 44 Uji Statistik t Tes Ketrampilan Berbahasa Inggris Prates Kelompok Eksperimen dan Kontrol
Lampiran 45 Uji Statistik t Tes Keterampilan Berbicara bahasa Inggris Kelompok Eksperimen dan Kontrol
Lampiran 46 Uji ANOVA Skor Pascates Ketrampilan
Berbicara bahasa Inggris Kelompok Eksperimen
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini disampaikan pendahuluan penelitian ini yang meliputi latar
belakang permasalahan, tujuan penelitian, perumusan masalah, pembatasan
masalah, pertanyaan penelitian, manfaat penelitian baik manfaat teoretis maupun
manfaat praktis, definisi operasional, asumsi, dan hipotesis penelitian. Semua
aspek pendahuluan tersebut disajikan satu per satu seperti berikut ini.
A. Latar Belakang
Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional yang paling banyak
digunakan di dunia sudah cukup lama menjadi salah satu mata pelajaran/kuliah
yang diajarkan baik di tingkat sekolah maupun di Perguruan Tinggi (PT) di
Indonesia. Bahkan menyadari pentingnya bahasa Inggris, sejak tahun 1994
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mulai menyarankan pengenalan bahasa
Inggris dalam kurikulum Sekolah Dasar (SD) sebagai salah satu muatan lokal.
Namun demikian, walaupun mata pelajaran/kuliah bahasa Inggris sudah cukup
lama diajarkan, mata pelajaran/kuliah bahasa Inggris di sekolah maupun di
Perguruan Tinggi belum mampu menghasilkan siswa maupun mahasiswa yang
mampu berbicara dalam bahasa Inggris dengan baik. Sebagai ilustrasi rendahnya
keterampilan siswa dan mahasiswa dalam berbicara bahasa Inggris, hasil
berjumlam sekitar 40 orang siswa atau mahasiswa hanya sekitar 10% (empat
sampai lima) orang saja yang mampu berbicara bahasa Inggris dengan baik.
Berkaitan dengan rendahnya keterampilan berbahasa Inggris tersebut,
Kusumah (2004: 114) dalam penelitiannya menyatakan bahwa:
Meskipun siswa sudah belajar bahasa Inggris selama bertahun-tahun di sekolah dan sebagian besar dari mereka menyadari bahwa keterampilan berbicara bahasa Inggris itu penting, keterampilan berbicara bahasa Inggris di kalangan siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) masih tergolong sangat rendah.
Dari penelitian Kusumah (2004: 114) tersebut diketahui bahwa hanya sekitar
10-20% siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) yang memiliki keterampilan berbicara
bahasa Inggris dengan baik. Sementara itu, Warliah (Togatorop, 2009: 3) di dalam
penelitiannya yang dilaksanakan di SMA Negeri 8 Bandung menyatakan bahwa
“most of the students do not raise questions in English classes because of being
afraid of making mistakes.” Lebih jauh, Kusumah (2004: 6) menyampaikan
“sebagai alat komunikasi bahasa Inggris merupakan salah satu pendidikan
keterampilan hidup yang harus dikuasai oleh lulusan SMA yang akan mencari
pekerjaan ataupun meneruskan pendidikan ke Perguruan Tinggi.” Hal tersebut
bertentangan dengan kenyataannya di lapangan yang menunjukkan bahwa
sebagian besar (80-90%) lulusan SMA tidak dapat berbicara dalam bahasa Inggris
meskipun mereka telah belajar bahasa Inggris selama enam tahun di Sekolah
Menengah Pertama (SMP) dan SMA.
Dari penelitian Kusumah (2004: 115) berkenaan dengan pembelajaran
bahasa Inggris ditemukan bahwa pembelajaran bahasa Inggris di sekolah formal
beraturan tanpa konteks dan menghapal pola kalimat sekian banyak tenses.
Penekanan yang terlalu berlebihan pada ketepatan berbahasa mengakibatkan
bukan saja kelancaran berbicara bahasa Inggris yang menjadi terhambat, tetapi
juga rasa senang dan motivasi belajar bahasa Inggris siswa/mahasiswa menjadi
sangat menurun. Berkenaan dengan hal tersebut, Horwitz (2008: 92) menyatakan
“although speaking is the hallmark of second language learning, it is sometimes neglected in language classrooms. Teachers often find it easier to present language drills and grammatical presentation
than to ask students to participate in lifelike conversation.”
Sementara itu, berkaitan dengan keterampilan mahasiswa dalam berbahasa
Inggris, Mansyur (2007: 8) menyatakan bahwa “di dunia Perguruan Tinggi,
kompetensi berbicara mahasiswa dalam bahasa Inggris masih dirasakan kurang,
hal tersebut disebabkan masih rendahnya motivasi mahasiswa dalam belajar
bahasa Inggris.” Rendahnya motivasi belajar mahasiswa disebabkan berbagai hal
di antaranya adalah karena pengalaman awal belajar bahasa Inggris pada jenjang
pendidikan sebelumnya serta metode dan strategi pembelajaran bahasa Inggris
yang digunakan kurang tepat.
Berkenaan dengan metode pembelajaran bahasa Inggris, Madjid (2006:
135) menjelaskan bahwa:
Pada umumnya guru/dosen bahasa Inggris belum secara optimal mampu mendorong siswa/mahasiswa agar berpartisipasi dalam setiap kegiatan, hanya sebagian kecil siswa/mahasiswa (terkesan orang-orang yang sama) yang mendominasi dan terlibat aktif dalam tanya jawab, diskusi dan kegiatan komunikasi dalam bahasa Inggris di kelas.
Dari temuan di atas, dapat ditarik simpulan bahwa guru atau pun dosen perlu
memilih pembelajaran bahasa Inggris yang tepat sehingga siswa atau mahasiswa
keterampilan berbicara bahasa Inggris mahasiswa, Togatorop (2009: 2)
menyampaikan “pada umumnya mahasiswa menyadari bahwa keterampilan
berbicara merupakan patokan seseorang kompeten dalam satu bahasa.” Mereka
berpendapat bahwa dari empat keterampilan berbahasa yakni keterampilan
berbicara, membaca, menulis, dan mendengar, keterampilan berbicaralah yang
merupakan keterampilan yang paling penting. Berkaitan dengan hal tersebut,
Thornbury (2005: 1) menyampaikan ”speaking represents a real challenge to
most language learners and speaking is a skill, and it needs to be developed and
practiced independently of the grammar curriculum.” Dari pendapat Thornbury
tersebut kita dapat mengetahui bahwa keterampilan berbicara merupakan
keterampilan yang sangat penting dan menantang bagi para pembelajar dalam
belajar bahasa.
Lebih jauh, berkenaan dengan keterampilan berbicara, Togatorop (2009:
2) menyatakan bahwa “sebagian besar mahasiswa dan dosen bahasa Inggris
mengetahui bahwa keterampilan berbicara harus dilatih dan dikembangkan
dengan melakukan banyak latihan.” Tetapi pada kenyataannnya banyak
mahasiswa yang enggan untuk berbicara bahasa Inggris di kelas dan dosen pun
kesulitan dalam meminta mahasiswanya untuk berlatih berbicara. Berkaitan
dengan rendahnya motivasi dan keengganan berbicara bahasa Inggris, Brown
(1994: 255) menyampaikan “one of the major obstacles learners have to
overcome in learning to speak is the anxiety generated over the risks of blurting
things out that are wrong, stupid, or incomprehensible.” Lebih jauh, berkaitan
Fitri (Togatorop, 2009: 3) menyampaikan bahwa “the obstacles faced by the
third-year students of English Department of UPI following the English speaking group
work, they are; the lack of self confident and the lack of vocabulary. Dengan
mengetahui alasan mengapa pembelajar enggan mencoba berbicara bahasa Inggris
di dalam kelas, guru maupun dosen harus mengaplikasikan pembelajaran bahasa
Inggris yang dapat mendorong para pembelajar berbicara bahasa Inggris secara
aktif di dalam kelas.
Sebagai gambaran tambahan rendahnya keterampilan berbahasa Inggris di
tingkat Perguruan Tinggi, Mansyur (2007: 12) menyatakan bahwa:
Para mahasiswa program studi Bahasa dan Sastra Inggris (BSI) yang berada di Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati (SGJ) Bandung yang nota bene bahasa Inggris merupakan bidang kajiannya, juga kesulitan untuk mencapai skor TOEFL (Test of English as a Foreign Language) minimum 450 sebagai prasyarat untuk mengikuti ujian komprehensif, padahal mereka telah belajar bahasa Inggris selama empat tahun di program studi BSI.
Menurut peneliti rendahnya keterampilan berbahasa Inggris yang terjadi pada
mahasiswa BSI diakibatkan oleh rendahnya kualitas proses pembelajaran.
Rendahnya keterampilan berbahasa Inggris pada tingkat Perguruan Tinggi
bukan terjadi di program studi Bahasa dan Sastra Inggris UIN SGD saja, tetapi
juga terjadi di beberapa program studi di universitas lain juga, seperti salah
satunya di program studi Sastra Inggris Universitas Pasundan (Unpas) yang
mensyaratkan mahasiswa untuk dapat berbicara bahasa Inggris dengan baik dan
lancar dan mencapai skor minimum TOEFL 475 untuk mengikuti sidang skripsi.
Mahasiswa yang akan mengikuti sidang skripsi sebagian besar merasa kesulitan
untuk mencapai skor TOEFL tersebut dan ketika pra-sidangpun hanya sebagian
lancar. Dari hasil prapenelitian di program studi Sastra Inggris Unpas dan
program studi pendidikan bahasa Inggris Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (STKIP) Siliwangi melalui wawancara dengan dosen dan pengamatan
kelas dapat diketahui bahwa dari 40-50 mahasiswa di dalam kelas, hanya empat
sampai delapan mahasiswa saja yang memiliki keterampilan berbicara bahasa
Inggris baik. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa hanya sekitar 10-20%
mahasiswa di dalam satu kelas yang memiliki keterampilan berbicara bahasa
Inggris baik.
Dari hasil penelitian pra-survei diketahui bahwa ada dua penyebab utama
rendahnya keterampilan berbicara mahasiswa Sastra Inggris, yang pertama;
keengganan mahasiswa berbicara bahasa Inggris di kelas karena kurangnya
kesempatan untuk berbicara di dalam kelas dan rendahnya motivasi serta percaya
diri mahasiswa, kedua; metode pembelajaran bahasa Inggris yang digunakan
membosankan, kurang menyenangkan dan kurang tepat untuk meningkatkan
keterampilan berbicara mahasiswa.
Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa kendala
utama dalam pembelajaran bahasa Inggris di tingkat perguruan tinggi yakni
rendahnya keterampilan berbahasa Inggris mahasiswa, rendahnya motivasi belajar
mahasiswa, dan ketidaktepatan pemilihan metode pembelajaran yang digunakan.
Berdasarkan permasalahan di atas, untuk meningkatkan keterampilan
mahasiswa dalam berbicara bahasa Inggris perlu diterapkan model pembelajaran
bahasa Inggris yang dapat meningkatkan kelancaran berbicara di mana setiap
bagi setiap mahasiswa untuk berlatih berbicara dan menggunakan bahasa Inggris
dan setiap kegiatan dibuat semenarik dan semenyenangkan mungkin bagi
mahasiwa sehingga mahasiswa pun termotivasi untuk secara aktif berpartisipasi
di dalam kegiatan di dalam kelas.
Salah satu model pembelajaran yang digunakan oleh para pengajar dalam
meningkatkan keterampilan berbicara bahasa Inggris adalah model pembelajaran
bahasa Inggris berbasis tugas (task-based language learning). Dari sekian banyak
pendekatan yang berada dibawah payung pembelajaran bahasa komunikatif,
pembelajaran bahasa Inggris berbasis tugas muncul dan berkembang dengan cepat
baik dalam bidang pedagogi maupun pemerolehan bahasa kedua. Pembelajaran
bahasa Inggris berbasis tugas merupakan pembelajaran yang menggunakan
pendekatan komunikatif dengan prinsip utama penyelesaian secara sukses
tugas-tugas komunikatif.
Pembelajaran bahasa Inggris berbasis tugas memberikan pengalaman
berinteraksi dan meningkatkan percaya diri pembelajar dalam berbicara bahasa
Inggris sehingga keterampilan berbicara bahasa Inggris pun meningkat. Pendapat
tersebut didukung penelitian Ruso (2008: 1) yang menyatakan “TBLT encourages
students involvement and leads to significances improvements regarding their
language performance” sedangkan Sanches (2004: 39) menyampaikan bahwa
“Task Based Approach is helping to motivate the students and focus the attention
of teachers and learners on meaning and communicative language.” Sejalan
dengan yang disampaikan oleh Sanches, Lochana (2006: 9) menyampaikan
jauh, Bygate dalam Carter dan Nunan (2001: 17) menyatakan “Task recycling
seems to provide the basis for learners to integrate their fluency, accuracy, and
complexity...” Dari pendapat para ahli bahasa dan penelitian di atas tersebut,
penulis dapat menarik simpulan bahwa pembelajaran bahasa Inggris berbasis
tugas sangat potential untuk digunakan dalam pembelajaran berbicara bahasa
Inggris.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dan untuk meningkatkan
keterampilan berbicara bahasa Inggris mahasiswa, penerapan model pembelajaran
bahasa Inggris berbasis tugas tersebut mendesak untuk dilakukan mengingat
model pembelajaran bahasa Inggris yang digunakan di perguruan tinggi saat ini
kurang menekankan pada keterampilan berbicara bahasa Inggris mahasiswa.
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah
1. Perumusan Masalah
Dari paparan latar belakang masalah di atas dapat disampaikan bahwa
salah satu permasalahan dalam pembelajaran berbicara bahasa Inggris di
Perguruan Tinggi (PT) yang harus dihadapi dan dicari jalan keluarnya adalah
kurang tepatnya penggunaan model pembelajaran di dalam kelas yang
mengakibatkan rendahnya motivasi belajar mahasiswa dan rendahnya
keterampilan berbahasa mahasiswa. Oleh karena itu, di dalam kelas perlu
diterapkan model pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar atau lebih
tepatnya meningkatkan keterampilan berbicara bahasa Inggris mahasiswa.
mempertimbangkan faktor-faktor atau variabel-variabel pembelajaran khususnya
variabel-variabel yang mempengaruhi hasil belajar seperti yang disampaikan
beberapa ahli antara lain Dunkin dan Biddle (Sanjaya, 2008: 53) dan Sanjaya
(2008: 52). Dari pemetaan para ahli tersebut, faktor atau variabel yang
mempengaruhi hasil belajar meliputi karakteristik bidang studi dan kurikulum,
guru/dosen, siswa, sarana, media dan sumber belajar, serta lingkungan. Dalam
penelitian ini variabel pembelajaran Dunkin and Biddle serta Reigeluth dan Merill
yang dimodifikasi digunakan sebagai rujukan bagi pemilihan, penetapan dan
penerapan fokus penelitian ini. Untuk lebih jelasnya, penerapan model
pembelajaran dalam penelitian ini mempertimbangkan peta variabel pembelajaran
sebagai berikut.
Variabel input yang meliputi guru/dosen, siswa/mahasiswa dan lingkungan
belajar serta variabel proses pembelajaran tersebut sangat berpengaruh terhadap
kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar. Di dalam penelitian ini, variabel
proses berupa model pembelajaran bahasa Inggris yang menjadi perhatian utama
tentunya dengan mempertimbangkan variabel input untuk meningkatkan hasil
belajar keterampilan berbicara bahasa Inggris.
2. Pembatasan Masalah
Dengan memperhatikan peta variabel di atas, dapat disampaikan bahwa
untuk menerapkan sebuah model pembelajaran bahasa Inggris dalam rangka
meningkatkan keterampilan berbicara bahasa Inggris mahasiswa perlu
mempertimbangkan variabel atau faktor pendukung pembelajaran seperti
karakteristik bidang studi dan kurikulum, guru/dosen, siswa/,mahasiswa, sarana,
media dan sumber belajar, serta lingkungan. Di samping memperhatikan variabel
pendukung tersebut, pemilihan dan penerapan model pembelajaran bahasa Inggris
untuk meningkatkan keterampilan berbicara mahasiswa juga mempertimbangkan
penelitian para ahli terdahulu yang meliputi kajian teori atau konsep maupun
kajian empiris.
Salah satu model pembelajaran yang berkembang saat ini dan banyak
digunakan oleh para pengajar dalam meningkatkan keterampilan berbicara bahasa
Inggris adalah model pembelajaran bahasa Inggris berbasis tugas. Setelah era
yang disebut ”post method,” ada banyak pendekatan yang berada di bawah
pembelajaran bahasa Inggris berbasis tugas muncul dan berkembang dengan
cepat. Larsen-Freeman dan Anderson (2011: 150) menyatakan bahwa “
Task-based Language Teaching is another example of „strong version‟ of the
communicative approach, where language is acquire through use.” Dari
pendapat Larsen-Freeman dan Anderson tersebut dapat diketahui bahwa
pembelajaran bahasa Inggris berbasis tugas merupakan pengembangan dari
pembelajaran bahasa komunikatif.
Pembelajaran bahasa Inggris berbasis tugas merupakan pembelajaran yang
menggunakan pendekatan komunikatif dengan prinsip utama penyelesaian secara
sukses tugas-tugas komunikatif. Pembelajaran bahasa Inggris berbasis tugas
diorganisasikan agar mahasiswa dapat meningkatkan keterampilan bahasa
Inggrisnya dengan memfokuskan pada melakukan tugas sambil menggunakan
bahasa. Berkaitan dengan pembelajaran bahasa Inggris berbasis tugas, Willis
(1996: 35-36) menyampaikan bahwa “task-based learning gives chances to speak,
gives learners experience of spontaneous interaction, and improves learners‟
confidence in speaking.” Pembelajaran bahasa Inggris berbasis tugas
memberikan pengalaman berinteraksi dan meningkatkan percaya diri pembelajar
dalam berbicara bahasa Inggris. Rahman (2010: 9) di dalam penelitiannya
menyampaikan bahwa “the task-based approach to teach oral communication has
much potential.” Lebih jauh Richards dan Rogers (2001: 223) menyatakan bahwa
“engaging learners in task work provides a better context for the activation of
learning process than form-focused activities, and hence ultimately provides
tersebut, penulis dapat mengambil simpulan bahwa pembelajaran bahasa Inggris
berbasis tugas dapat meningkatkan keterampilan berbicara bahasa Inggris
mahasiswa.
Menurut Willis dan Willis (1996: 11) “most reseachers would agree that
in order for anyone to learn a language with reasonable efficiency, three essensial
conditions must be met. The conditions are exposure, use, and motivation.” Dari
pandangan Willis tersebut, peneliti dapat menyampaikan bahwa agar
pembelajaran bahasa bisa berjalan secara efektif, pengajar harus menyediakan tiga
kondisi pembelajaran yang penting yakni; penyediaan kontak dengan bahasa
target, penyediaan kesempatan bagi pembelajar untuk menggunakan bahasa target
dalam komunikasi yang nyata, dan peningkatan motivasi bagi pembelajar untuk
terlibat dalam proses belajar. Pembelajaran bahasa berbasis tugas menyediakan
ketiga kondisi tersebut.
Pembelajaran bahasa Inggris berbasis tugas memiliki kerangka kerja yang
terstruktur baik bagi pengajar maupun bagi penilai. Dengan menggunakan tugas
sebagai dasar bangunan bagi pengembangan silabus, pengajar dapat menyusun
pembelajaran dan menilai hasilnya.
Dengan mempertimbangkan penelitian terlebih dahulu dan pendapat para
ahli yang menyatakan bahwa pembelajaran bahasa Inggris berbasis tugas dapat
meningkatkan keterampilan berbicara bahasa Inggris, maka peneliti menggunakan
model pembelajaran bahasa Inggris berbasis tugas sebagai variabel proses
kosakata, tata bahasa, pengucapan, dan komunikasi sebagai variabel output atau
hasil pembelajaran.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan dan batasan masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “bagaimanakah penerapan
pembelajaran bahasa Inggris berbasis tugas yang dapat meningkatkan
keterampilan berbicara bahasa Inggris mahasiswa?”
C. Pertanyaan Penelitian
Secara lebih operasional masalah penelitian tersebut dapat dirumuskan
dalam pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pembelajaran berbicara bahasa Inggris di perguruan tinggi
dilihat dari proses pembelajaran, materi pembelajaran, metode
pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran?
2. Bagaimanakah pelaksanaan penerapan model pembelajaran bahasa Inggris
berbasis tugas dalam meningkatkan keterampilan berbicara mahasiswa?
3. Apa saja hal-hal yang terjadi dan berkembang dalam proses pembelajaran
bahasa Inggris berbasis tugas?
4. Bagaimana peranan dosen dan mahasiswa dalam interaksi belajar
mengajar di kelas yang menerapkan model pembelajaran bahasa Inggris
berbasis tugas?
5. Bagaimana tanggapan dosen dan mahasiswa terhadap pembelajaran bahasa
6. Apakah model pembelajaran bahasa Inggris berbasis tugas dapat
meningkatkan keterampilan berbicara mahasiswa?
D. Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk menerapkan model
pembelajaran bahasa Inggris berbasis tugas dan mengetahui keefektifan model
pembelajaran tersebut untuk meningkatkan keterampilan berbicara bahasa Inggris
mahasiswa. Tujuan penelitian tersebut dapat dirinci ke dalam tujuan khusus
sebagai berikut:
1. Mengetahui kondisi pembelajaran berbicara bahasa Inggris di perguruan
tinggi dilihat dari proses kegiatan pembelajaran, materi pembelajaran,
metode pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran.
2. Mendeskripsikan pelaksanaan penerapan model pembelajaran bahasa
Inggris berbasis tugas dalam meningkatkan keterampilan berbicara
mahasiswa.
3. Mendeskripsikan hal-hal yang terjadi dan berkembang dalam proses
pembelajaran bahasa Inggris berbasis tugas.
4. Mengetahui peranan dosen dan mahasiswa dalam interaksi belajar
mengajar di kelas yang menerapkan model pembelajaran bahasa Inggris
berbasis tugas.
5. Mengetahui tanggapan dosen dan mahasiswa terhadap pembelajaran
6. Memperoleh data empiris tentang efektifitas model pembelajaran bahasa
Inggris berbasis tugas dalam meningkatkan keterampilan berbicara
mahasiswa.
E. Manfaat Penelitian
Temuan penelitian ini diharapkan dalam bentuk model pembelajaran
bahasa Inggris berbasis tugas yang dapat meningkatkan keterampilan berbicara
mahasiswa yang mencakup desain dan implementasi, faktor penunjang dan
penghambat, serta keterlibatan siswa dalam interaksi belajar mengajar. Penelitian
ini diharapkan bermanfaat dalam dua hal, manfaat teoretis dan praktis.
1. Manfaat Teoretis:
Penelitian ini menerapkan model pembelajaran bahasa Inggris berbasis
tugas dalam pembelajaran berbicara bahasa Inggris di tingkat perguruan tinggi.
Dengan demikian, secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan
dan menghasilkan rumusan dalil-dalil pembelajaran bahasa Inggris berbasis tugas
khususnya pembelajaran berbicara bahasa Inggris yang didasarkan pada efektifitas
implementasi model pembelajaran bahasa Inggris berbasis tugas.
2. Manfaat Praktis:
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis bagi kalangan
a. Bagi ahli kurikulum
Bagi ahli kurikulum penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan
model pembelajaran bahasa Inggris yang dapat meningkatkan
keterampilan berbicara bahasa Inggris mahasiswa, sebagai salah satu
model implementasi kurikulum bahasa Inggris di perguruan tinggi.
b. Bagi dosen bahasa Inggris di Perguruan Tinggi
Bagi dosen bahasa Inggris di perguruan tinggi, penelitian ini
diharapkan dapat memberikan masukan bagi perencanaan
pembelajaran bahasa Inggris di tingkat perguruan tinggi dan pemilihan
model pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan berbicara
bahasa Inggris mahasiswa.
c. Bagi Pembuat Kebijakan
Bagi pembuat kebijakan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
masukan bagi pengambilan keputusan dalam penerapan pengajaran
bahasa Inggris di perguruan tinggi.
F. Definisi Operasional
Untuk menghindari adanya salah penafsiran yang berbeda terhadap fokus
penelitian, berikut ini dikemukakan definisi operasional yang akan digunakan
dalam menjelaskan berbagai permasalahan yang akan dikaji.
1. Pembelajaran bahasa Inggris berbasis tugas (task-based language learning)
merujuk pada pembelajaran yang berbasiskan penggunaan tugas-tugas sebagai
Pembelajaran bahasa Inggris berbasis tugas merupakan pengembangan dari
pembelajaran bahasa komunikatif atau Communicative Language Teaching
(CLT) dengan prinsip utama penyelesaian secara sukses tugas-tugas
komunikatif. (Richards dan Rogers, 2001: 223)
2. Tugas dalam pembelajaran bahasa Inggris berbasis tugas adalah kegiatan di
dalam kelas yang melibatkan siswa dalam memahami, memanipulasi,
memproduksi, atau berinteraksi dalam bahasa target. Tugas adalah
kegiatan-kegiatan di mana bahasa target digunakan oleh mahasiswa untuk
berkomunikasi dalam rangka mencapai tujuan. Jenis tugas-tugas tersebut
meliputi questions and answers, dialogues and role plays, matching activities,
communication strategies, pictures and picture stories, puzzles and problems,
dan discussions and decisions, comparing, problem solving, sharing personal
experience, dan creative tasks (Nunan, 2004: 4, 57-58) dan (Willis, 1996:
23-27).
3. Keterampilan berbicara bahasa Inggris adalah kemampuan mahasiswa
berbicara bahasa Inggris yang dilihat dari hasil tes performansi keterampilan
berbicara yang meliputi aspek kelancaran, kosa kata, tata bahasa, pengucapan,
dan komunikasi. Tes performansi keterampilan berbicara meliputi dua jenis
tes. Tes performansi pertama adalah live monologue, di dalam tes ini
mahasiswa diminta untuk menyampaikan pendapatnya terhadap satu topik.
Tes perpormansi yang kedua adalah collaborative tasks and discussion, di
dalam tes ini mahasiswa secara berpasangan diminta untuk mendiskusikan
G. Asumsi
Terdapat beberapa asumsi yang dijadikan landasan di dalam penelitian ini.
Asumsi-asumsi tersebut adalah:
1. Ketepatan pemilihan pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran
menentukan keberhasilan tujuan pembelajaran.
2. Pembelajaran berbicara berhasil dengan baik jika ditunjang oleh
penggunaan pendekatan pembelajaran yang memberikan kesempatan
mahasiswa untuk latihan berbicara dan terlibat aktif dalam kegiatan
berbicara.
3. Pembelajaran bahasa Inggris berbasis tugas menunjang proses belajar
mengajar khususnya dalam meningkatkan motivasi belajar dan
keterampilan berbicara mahasiswa jika implementasi pembelajaran
dilakukan dengan baik oleh dosen dan tugas-tugas yang diberikan
disesuaikan dengan karakteristik mahasiswa.
H. Hipotesis
Jawaban sementara atas rumusan masalah yang telah dikemukakan,
dirumuskan dalam hipotesis berikut:
“Keterampilan berbicara bahasa Inggris subjek penelitian meningkat
secara signifikan setelah memperoleh perlakuan model pembelajaran bahasa
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menguraikan metodologi penelitian yang meliputi 1) metode
penelitian, 2) desain penelitian, 3) subjek penelitian, 4) prosedur penelitian 5)
variabel penelitian, 6) teknik pengumpulan data, 7) pengembangan instrumen
penelitian, dan 8) prosedur pengolahan data. Aspek-aspek tersebut disampaikan
satu persatu sebagai berikut:
A. Metode Penelitian
Penelitian ini berupaya untuk mengujicobakan model pembelajaran bahasa
Inggris berbasis tugas dalam upaya meningkatkan keterampilam berbicara bahasa
Inggris mahasiswa. Untuk mencapai tujuan tersebut, metode kuantitatif tepatnya
metode kuasi eksperimen digunakan dalam penelitian ini sebagai metode
penelitian utama dengan desain eksperimen nonequivalent control group desain
atau matching pretest-posttest control group design. Sedangkan metode penelitian
kualitatif digunakan sebagai metode pendukung untuk memahami bagaimana
proses dan intervensi eksperimen bekerja.
Oleh karena itu, metode penelitian yang digunakan di dalam penelitian ini
dapat dikatakan sebagai metode penelitian kombinasi atau mixed methods.
Menurut Creswell (2008: 552) “A mixed methods research design is a procedure
for collecting, analyzing, and ‘mixing’ both quantitative and qualitative reseach
Creswell (2008: 552) menyampaikan bahwa asumsi dasar dari penggunaan
metode kuantitatif dan kualitatif dalam satu kesatuan memberikan pemahaman
yang lebih baik akan masalah penelitian dibandingkan hanya dengan
menggunakan satu metode saja. Ada beberapa alasan kenapa metode penelitian
kombinasi digunakan. Secara umum metode kombinasi digunakan karena
penelitian ini memiliki dua jenis data yaitu data kualitatif dan kuantitatif dan
dengan adanya dua jenis data tersebut membuat pemahaman akan masalah
penelitian jadi lebih baik. Penelitian ini menggunakan metode kombinasi yang di
dalam prakteknya studi eksperimen (kuantitatif) digunakan untuk mendapatkan
data atau informasi hasil dari eksperimen, sedangkan metode kualitatif digunakan
untuk memahami bagaimana proses eksperimen terjadi.
B. Design Penelitian
Menurut Creswell (2008: 557) ada empat jenis desain metode campuran
yang dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan penelitian. Keempat jenis desain
metode campuran tersebut, yaitu:
1. Triangulation mixed method design (concurrent or parallel mixed
method design)
2. The embedded design
3. The explanatory design
Lebih jauh, Creswell (2008: 556) menyampaikan bahwa
pertanyaan-pertanyaan berikut dapat membantu menentukan jenis desain metode campuran
yang paling sesuai untuk digunakan:
1. What priority or weight does the researcher give to the quantitative and qualitative data collection? Priority or weight means that one form of data is given more attention or emphasis in the study; however quantitative and qualitative data are sometimes treated equally.
2. What is the sequence of collecting the quantitative and qualitative data? Determine whether the qualitative data (or quantitative data) comes first and second in the data collection or whether they are collected concurrently
3. How does the researcher actually analize the data? Determine if the researcher combine the data in one analysis or keep the analyses seperate.
4. Where in the study does the researcher ‘mix’ the data? The two
forms of data might be combined, linked, or mixed during the data collection, between data collection and data analysis, during data analysis, or in the interpretation of the study.
Dari empat jenis desain metode campuran di atas, peneliti memilih desain
embedded metode campuran dengan embedded experimental model sebagai
desain utama dari penelitian ini. Dengan menggunakan embedded experimental
model maka di dalam penelitian ini studi eksperimen (kuantitatif) digunakan
untuk mendapatkan data atau informasi hasil dari eksperimen penerapan model
pembelajaran bahasa Inggris berbasis tugas dalam peningkatan keterampilan
berbicara bahasa Inggris mahasiswa atau menjawab pertanyaan tentang
keefektifan model pembelajaran bahasa Inggris berbasis tugas dalam
meningkatkan keterampilan berbicara bahasa Inggris mahasiswa. Sedangkan
metode kualitatif digunakan untuk memahami bagaimana proses dan intervensi
eksperimen bekerja atau proses penerapan model pembelajaran bahasa Inggris
Pemilihan desain embedded experimental model berdasarkan pada
pendapat Creswell (2008: 557) yang menyampaikan bahwa tujuan dari desain
embedded metode campuran adalah untuk mengumpulkan data kuantitatif dan
kualitatif secara simultan namum satu data merupakan data pendukung dari jenis
data lainnya. Alasan pengumpulan bentuk data kedua adalah untuk mendukung
bentuk data utama. Data pendukung di dalam penelitian ini adalah data kualitatif
yang berupa data proses pembelajaran di dalam kelas. Peneliti mengumpulkan
baik data kuantitatif maupun kualitatif selama penelitian eksperimen, kedua data
dianalisa secara terpisah, dan kedua data tersebut menjawab pertanyaan penelitian
yang berbeda. Di dalam penelitian desain metode campuran ini, peneliti
memberikan prioritas pada pengumpulan data utama (kuantitatif) dan
pengumpulan data pendukung (kualitatif).
Desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
nonequivalent control group desain atau matching pretest-posttest control group
design. Dalam desain ini terdapat dua kelompok yakni kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol. Pada desain ini, kedua kelompok diberikan prates/tes awal,
perlakuan yang berbeda antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, dan
pascates/tes akhir. Berikut adalah rancangan desain eksperimen nonequivalent
control group design (Sugiyono: 2011) atau matching pretest-posttest control
group design (Sukmadinata: 2008) yang digunakan dalam penelitian ini:
Kelompok Eksperimen O1 X O2
Keterangan:
O1 = Pengukuran awal kelompok eksperimen
O2 = Pengukuran akhir kelompok eksperimen
X1 = Perlakuan pembelajaran dengan model pembelajaran bahasa Inggris
berbasis tugas
O1 = Pengukuran awal kelompok kontrol
O2 = Pengukuran akhir kelompok kontrol
(kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan, tetapi menggunakan metode yang
biasa digunakan oleh dosen yang bersangkutan yakni metode Presentation
Practice dan Production/PPP atau Structural-Based Language Teaching)
C. Subjek Penelitian
Sesuai dengan masalah penelitian yang dikemukakan pada bab
pendahuluan, penelitian ini dilaksanakan di tiga perguruan tinggi yakni; program
studi Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Seni dan Sastra, Universitas Pasundan,
program studi Pendidikan Bahasa Inggris Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (STKIP) Siliwangi dan program studi Pendidikan Bahasa Inggris,
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung
Djati. Pemilihan ketiga program studi di tiga perguruan tinggi yang berbeda
sebagai tempat penelitian berdasarkan pertimbangan ketiga program studi berada
di dalam pengelolaan tiga perguruan tinggi berbeda yakni universitas swasta,
sekolah tinggi swasta, dan universitas negeri. Dua program studi yakni program
Inggris Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati memiliki nilai
akreditasi B. Sedangkan program studi Pendidikan Bahasa Inggris Sekolah
Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Siliwangi memiliki nilai
akreditasi C.
Subjek penelitian di program studi Sastra Inggris, Universitas Pasundan
adalah seluruh mahasiswa yang mengambil mata kuliah berbicaradi semester satu
tahun akademik 2011/2012 dan dosen mata kuliah tersebut. Mahasiswa semester
satu seluruhnya berjumlah 54 orang yang terbagi dalam dua kelas yakni kelas A
dan B. Karena jumlah populasi relatif kecil maka digunakanlah teknik sampling
jenuh atau semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Penentuan
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol di program studi Sastra Inggris
Universitas Pasundan dilakukan secara acak atau dalam hal ini diundi sehingga
satu kelas menjadi kelompok eksperimen dan satu kelas menjadi kelompok
kontrol.
Subjek penelitian di program studi Pendidikan Bahasa Inggris, STKIP
Siliwangi adalah 44 mahasiswa yang terbagi dalam dua kelas yaitu kelas 2A dan
2B. Penentuan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol di program studi
Pendidikan Bahasa Inggris STKIP Siliwangi sama halnya dengan di program studi
Sastra Inggris Universitas Pasundan dilakukan secara acak atau diundi sehingga
satu kelas menjadi kelompok eksperimen dan satu kelas menjadi kelompok
kontrol.
Sedangkan subjek di program studi Pendidikan Bahasa Inggris, UIN Sunan
dua kelas tersebut, peneliti menetapkan satu kelas menjadi kelompok eksperimen
dan kelas lainnya menjadi kelompok kontrol secara acak atau diundi.
Pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen pada ketiga universitas
diberikan prates untuk mengetahui tidak terdapat perbedaan keterampilan
berbicara yang signifikan antara kelompok kontrol dan eksperimen. Dosen yang
dipilih untuk menjadi subjek penelitian adalah dosen yang berpendidikan S2 dan
berpengalaman minimal lima tahun sehingga diasumsikan memiliki pengetahuan,
pengalaman, dan keterampilan mengajar yang sama.
D. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini terdiri dari lima tahapan utama. Kelima tahapan
utama tersebut meliputi tahap prapenelitian atau penelitian sebelum perlakuan
diberikan dengan menggunakan metode kualitatif, tahap pelaksanaan kuasi
eksperimen yang meliputi pelaksanaan prates yang berupa tes keterampilan
berbicara secara lisan; pemberian perlakuan atau intervensi pembelajaran bahasa
Inggris berbasis tugas; dan pelaksanakan postes berupa tes keterampilan berbicara
bahasa Inggris, tahap penelitian terhadap proses perlakuan pembelajaran pada
kelompok eksperimen dengan metode kualitatif, tahap penelitian setelah
perlakuan pembelajaran dengan metode kualitatif, tahap interpretasi hasil
penelitian dengan menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Berikut adalah
tahapan-tahapan prosedur penelitian Embedded Experimental Model (Creswell
Gambar 3.1 Prosedur Penelitian Embedded Experimental Model
(Creswell dan Clark, 2007: 68)
1. Tahap Prapenelitian
Pada tahap ini, peneliti melakukan studi lapangan dalam rangka
menemukan potensi dan masalah khususnya berkaitan dengan pembelajaran
berbicara bahasa Inggris di tingkat perguruan tinggi. Pada tahap awal studi
lapangan, peneliti menjajaki kemungkinan dapat dilakukannya kajian terhadap
proses pembelajaran berbicara bahasa Inggris yang selama ini dilakukan di
program studi sastra Inggris Universitas Pasundan, program studi Pendidikan
Bahasa Inggris STKIP Siliwangi dan program studi Pendidikan Bahasa Inggris
UIN Sunan Gunung Djati. Dalam pelaksanaan tahap awal studi lapangan ini,
peneliti menggunakan teknik observasi untuk mengamati proses perkuliahan mata
kuliah berbicara. Selain observasi peneliti juga menggunakan teknik wawancara
kepada dosen mata kuliah berbicara terkait dengan kegiatan pembelajaran yang
berlangsung serta pendekatan pembelajaran yang digunakannya. Di samping itu,
peneliti juga melakukan wawancara kepada mahasiswa untuk menjaring sikap,
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi tersebut, peneliti mendeskripsikan,
menganalisis dan menginterpretasikan temuan yang didapat sebagai dasar
penyusunan model pembelajaran bahasa Inggris. Pada tahap prapenelitian ini
dipersiapkan beberapa hal antara lain:
1) Penyusunan pedoman kerja penelitian berdasarkan waktu dan tempat
yang diperlukan dalam penelitian yang dilakukan secara kerjasama
antara peneliti dan dosen mata kuliah berbicara. Penyusunan pedoman
kerja ini didasarkan pada silabus perkuliahan, kalender akademik, dan
materi perkuliahan.
2) Mensosialisasikan dan menjelaskan tujuan kegiatan penelitian ini
kepada dosen, program studi, dan dekan.
3) Menetapkan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol serta dosen
mata kuliah berbicara yang dijadikan rekan dalam penelitian.
4) Menginventarisasi jumlah mahasiswa pada mata kuliah berbicara dan
menentukan jumlah kelompok khususnya kelompok eksperimen.
5) Menyiapkan dan menganalisa silabus serta satuan acara perkuliahan
yang disesuaikan dengan materi dan tujuan perkuliahan.
Setelah melakukan prapenelitian diperoleh data empirik tentang
pembelajaran bahasa Inggris yang biasa dilakukan serta tanggapan mahasiswa dan
dosen terhadap pembelajaran tersebut yang dipakai sebagai landasan penyusunan
2. Tahap Pelaksanaan Kuasi Eksperimen
Setelah melakukan tahapan-tahapan prapenelitian, tahap berikutnya adalah
tahap pelaksanaan kuasi eksperimen. Di dalam tahapan ini, pelaksanaan
penelitian dilakukan lima kali perlakuan. Tahapan pelaksanaan kuasi eksperimen
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut (Skenario pembelajaran
berbicara berbasis tugas dalam lima pertemuan disajikan pada bagian lampiran):
Melaksanakan prates yang berupa tes keterampilan berbicara bahasa
Inggris secara lisan pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol.
Memberikan perlakuan atau intervensi pembelajaran bahasa Inggris
berbasis tugas terhadap kelas eksperimen
Melaksanakan postes berupa tes keterampilan berbicara bahasa Inggris
secara lisan terhadap kelas eksperimen maupun kelas kontrol.
3. Tahap Penelitian terhadap Perlakuan Pembelajaran
Tahap penelitian terhadap proses perlakuan pembelajaran pada kelompok
eksperimen dilakukan dengan metode kualitatif. Di dalam tahap ini, peneliti
melakukan pengamatan terhadap proses pembelajaran pada kelompok eksperimen
dan melakukan wawancara terhadap dosen untuk menjaring pendapat dan
tanggapan mereka terhadap pembelajaran yang diterapkan di kelas mereka.
4. Tahap Penelitian setelah Perlakuan Pembelajaran
Tahap penelitian setelah perlakuan pembelajaran dilaksanakan dengan
dosen untuk menjaring pendapat dan tanggapan mereka terhadap pembelajaran
yang telah diterapkan di kelas mereka. Peneliti membagikan angket kepada
mahasiswa untuk menjaring data tentang sikap, pandangan dan pendapat
mahasiswa terhadap model yang diterapkan di kelas mereka.
5. Tahap Interpretasi hasil Penelitian
Tahap interpretasi hasil penelitian merupakan tahap terakhir di dalam
penelitian ini. Tahap interpretasi data dilakukan dengan menggunakan metode
kuantitatif sebagai metode utama dan kualitatif sebagai metode tambahan. Peneliti
menginterpretasi hasil pengamatan, hasil wawancara, hasil pengisian angket, dan
hasil penilaian dan mengelompokkan data dan mengurutkan data sesuai dengan
rumusan masalah serta mengolah seluruh data yang terhimpun secara kualitatif
dan kuantitatif.
E. Variabel Penelitian
Di dalam penelitian terdapat dua variabel, yakni variabel bebas dan
variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran
bahasa Inggris berbasis tugas dalam pembelajaran berbicara. Yang dimaksud
dengan model pembelajaran berbasis tugas adalah model pembelajaran berbasis
tugas yang disampaikan oleh Willis tahun 1996 yang terdiri dari tiga tahapan
yaitu; tahap pre-task, tahap task cycle, dan tahap language focus. Sedangkan
variabel terikat di dalam penelitian ini adalah keterampilan berbicara. Yang
kriteria atau aspek yang meliputi aspek-aspek sebagai berikut; kelancaran
(fluency), kosa kata (vocabulary), tata bahasa (grammar), pengucapan
(pronunciation), dan komunikasi interaktif (interactive communication).
F. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengetahui bagaimana penerapan dan efektifitas model
pembelajaran bahasa Inggris berbasis tugas dalam penelitian ini diperlukan
sejumlah data berupa:
a) Hasil prates/tes awal dan postes/tes akhir dalam bentuk tes lisan
b) Hasil pengamatan terhadap pelaksanaan model pembelajaran.
c) Pendapat mahasiswa tentang pembelajaran bahasa Inggris berbasis
tugas yang diterapkan di kelas.
d) Pendapat dosen terhadap pembelajaran bahasa Inggris berbasis tugas
yang diterapkan di kelas.
Data tersebut diperlukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh model
pembelajaran bahasa Inggris berbasis tugas yang diterapkan terhadap peningkatan
keterampilan berbicara bahasa Inggris mahasiswa. Sesuai dengan jenis data yang
diperlukan, maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah teknik tes, observasi, angket dan wawancara.
1. Tes
Untuk mengetahui tingkat efektifitas model pembelajaran yang diterapkan
Inggris. Untuk mengetahui kemampuan awal dan akhir tersebut digunakan teknik
tes. Prates dilakukan terhadap ketiga kelompok eksperimen dan kontrol berupa tes
lisan bahasa Inggris. Prates ini dimaksudkan untuk mengetahui keterampilan
mahasiswa dalam berbicara bahasa Inggris. Sedangkan postes digunakan untuk
mengukur dampak model yang diterapkan terhadap keterampilan berbicara
mahasiswa. Untuk melihat efektifitas model yang diterapkan, dilakukan
perbandingan dengan hasil yang dicapai oleh mahasiswa dengan model
pembelajaran yang selama ini digunakan dosen dalam mengajar di kelas. Di
dalam prates dan postes ini, keterampilan berbicara bahasa Inggris yang dinilai
meliputi aspek-aspek keterampilan berbicara bahasa Inggris yang diadaptasi dari
International English Language Testing System (IELTS) dan Cambridge
Certificate in English Language Speaking Skills (CELS) Test of Speaking yakni
aspek kelancaran (fluency), kosa kata (vocabulary), tata bahasa (grammar),
pengucapan (pronunciation), dan komunikasi interaktif (interactive
communication). Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes lisan yang
dibuat oleh peneliti dan dosen yang sebelumnya dinilai oleh pakar dibidangnya
untuk mendapatkan validitas tes. Penilaian terhadap keteramplan berbicara bahasa
Inggris menggunakan skala lima yaitu bilangan 1, 2, 3, 4, dan 5. Skor 1 berarti
sangat kurang baik, 2 berarti kurang baik, 3 berarti cukup baik, 4 berarti baik, dan
5 berarti sangat baik. Untuk mempertahankan objektivitas dan konsistensi dalam
penilaian, maka digunakan rublik penilaian secara terperinci sebagai pedoman.