• Tidak ada hasil yang ditemukan

NAMA PERKAKAS BERBAHAN BAMBU DALAM BAHASA SUNDA DI DESA PARAPATAN, KECAMATAN PURWADADI, KABUPATEN SUBANG : Kajian Ekolinguistik.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "NAMA PERKAKAS BERBAHAN BAMBU DALAM BAHASA SUNDA DI DESA PARAPATAN, KECAMATAN PURWADADI, KABUPATEN SUBANG : Kajian Ekolinguistik."

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

Jaenudin, 2013

Nama Perkakas Berbahan Bambu dalam Bahasa Sunda di Desa Parapatan, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang (Kajian Ekolinguistik)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

NAMA PERKAKAS BERBAHAN BAMBU

DALAM BAHASA SUNDA DI DESA PARAPATAN,

KECAMATAN PURWADADI,

KABUPATEN SUBANG

(KAJIAN EKOLINGUISTIK)

SKRIPSI

diajukan guna memenuhi salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Sastra

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

oleh

Jaenudin

NIM 0902366

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

NAMA PERKAKAS BERBAHAN BAMBU

DALAM BAHASA SUNDA DI DESA PARAPATAN,

KECAMATAN PURWADADI,

KABUPATEN SUBANG

(KAJIAN EKOLINGUISTIK)

Oleh Jaenudin

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni

© Jaenudin 2013

Universitas Pendidikan Indonesia Agustus 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian,

(3)

Jaenudin, 2013

Nama Perkakas Berbahan Bambu dalam Bahasa Sunda di Desa Parapatan, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang (Kajian Ekolinguistik)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

LEMBAR PENGESAHAN

NAMA PERKAKAS BERBAHAN BAMBU DALAM BAHASA SUNDA DI DESA PARAPATAN, KECAMATAN PURWADADI,

KABUPATEN SUBANG (KAJIAN EKOLINGUISTIK)

oleh Jaenudin NIM 0902366

Disetujui dan disahkan oleh:

Pembimbing I,

Dr. Dadang S. Anshori, M.Si. NIP 197204031999031002

Pembimbing II,

Mahmud Fasya, S.Pd., M.A. NIP 197712092005011001

Diketahui oleh

Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni

Universitas Pendidikan Indonesia Bandung,

(4)

ABSTRAK

Nama Perkakas Berbahan Bambu dalam Bahasa Sunda di Desa Parapatan, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang

(Kajian Ekolinguistik)

Jaenudin 0902366

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh keberadaan nama-nama perkakas berbahan bambu yang unik, khas, dan beranekaragam dalam masyarakat Sunda saat ini. Adapun tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi nama-nama perkakas berbahan bambu dalam bahasa Sunda yang dikenal dan digunakan oleh masyarakat perajin bambu di Desa Parapatan, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang guna mengungkap nilai-nilai yang terkandungi di dalamnya, yaitu (1) bagaimana bentuk lingual, (2) bagaimana klasifikasi dan deskripsi, (3) bagaimana fungsi, serta (4) bagaimana cerminan gejala kebudayaan yang muncul.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif fenomenologi. Metode kualitatif fenomenologi merupakan keterlibatan peneliti di lapangan dan penghayatan fenomenayang dialami dengan masyarakat perajin bambu di Desa Parapatan, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang guna mengetahui dunia mereka (Endraswara, 2003: 44; Kuswarno, 2009: 35-37). Sementara itu, teori yang melandasi penelitian ini adalah teori ekolinguistik gagasan Haugen (1972) dengan ruang lingkup kajian etnolinguistik sebagai ilmu yang mengkaji bahasa dan budaya.

Data dalam penelitian ini meliputi pelbagainama-nama perkakas berbahan bambu dalam berbagai peristiwa komunikasi yang digunakan oleh masyarakat perajin bambu di Desa Parapatan, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang. Peristiwa komunikasi yang dimaksud adalah peristiwa komunikasi lisan karena akan lebih jelas makna dan konteksnya.

(5)

Jaenudin, 2013

Nama Perkakas Berbahan Bambu dalam Bahasa Sunda di Desa Parapatan, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang (Kajian Ekolinguistik)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

ABSTRACT

Name Bamboo Tools Made in Bahasa Sunda Parapatan Village, District Purwadadi, Subang

(Studies Ekolinguistik)

Jaenudin 0902366

This research is motivated by presence names utensils made from bamboo which is a unique, distinctive, and diverse in Sundanese society when ini. Purpose of this study to identify the names of utensils made of bamboo in the language known and used by the people in the village of bamboo craftsmen Parapatan, Purwadadi subdistrict, Subang regency to reveal terkandungi values in it, namely (1) how to form lingual, (2) how the classification and description, (3) how it functions, and (4) how the reflection of a cultural phenomenon appears.

The method used in this study is a qualitative method of phenomenology is a qualitative fenomenologi. Mehod involvement of researchers in the field and fenomenayang appreciation experienced by people in the village of bamboo artisans Parapatan, Purwadadi district, Subang regency in order to know their world (Endraswara, 2003: 44; Kuswarno 2009: 35-37). Meanwhile, the theory underlying this research is theoretical notion ekolinguistik Haugen (1972) with the scope of the study entholinguistic as a science that examines the language and culture.

The data in this study include division names utensils made from bamboo in pelbagaiperistiwakomunikasi used by the bamboo artisans in the village Parapatan, Purwadadi district, Subang regency. Event is an event communication is verbal communication because it will be more obvious meaning and context.

(6)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PERSEMBAHAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR DIAGRAM ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Masalah Penelitian ... 6

1. Pengidentifikasian Masalah ... 6

2. Pembatasan Masalah ... 6

3. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

1. ManfaatTeoretis ... 9

2. Manfaat Praktis ... 9

E. Sistematika Penulisan ... 9

(7)

x Jaenudin, 2013

Nama Perkakas Berbahan Bambu dalam Bahasa Sunda di Desa Parapatan, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang (Kajian Ekolinguistik)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

1. Pengertian Ekolinguistik ... 11

2. Ruang Lingkup Kajian Ekolinguistik ... 13

3. Hubungan Antara Bahasa, Lingkungan, dan Ideologi... 16

4. Relativitas Bahasa dan Budaya ... 17

5. Bentuk Lingual ... 20

5.1 Kata Dasar ... 20

5.2 Kata Majemuk ... 21

5.3 Kata Pengulangan ... 21

5.4 Kata Panjangan ... 24

6. Kearifan Lokal ... 25

B. Penelitian Terdahulu ... 26

C. Anggapan Dasar ... 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Subjek Penelitian ... 32

B. Rancangan Penelitian ... 33

C. Metode Penelitian... 34

D. Batasan Operasional ... 35

E. Instrumen Penelitian... 36

F. Teknik Pengumpulan Data ... 37

1. Wawancara ... 38

2. Pengamatan Partisipan ... 38

G. Teknik Analisis Data ... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Tempat Penelitian ... 41

B. Ihwal Bambu ... 42

C. Bentuk Lingual Nama Perkakas Berbahan Bambu

(8)

Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang ... 46

1. Nama Perkakas Berbahan Bambu yang Berbentuk Kata Dasar ... 46

2. Nama Perkakas Berbahan Bambu yang Berbentuk Kata Panjangan ... 52

3. Nama Perkakas Berbahan Bambu yang Berbentuk Kata Pengulangan ... 53

4. Nama Perkakas Berbahan Bambu yang Berbentuk Kata Majemuk ... 55

D. Klasifikasi dan Deskripsi Nama Perkakas Berbahan Bambu dalam Bahasa Sunda di Desa Parapatan, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang ... 62

1. Perkakas Rumah Tangga ... 65

2. Perkakas Peternakan... 94

3. Perkakas Perkebunan ... 96

4. Perkakas Pertanian ... 100

5. Perkakas Perikanan ... 103

6. Perkakas Permainan Tradisional ... 110

7. Perkakas Lain-lain ... 113

E. Fungsi Nama Perkakas Berbahan Bambu dalam Bahasa Sunda di Desa Parapatan, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang ... 120

1. Fungsi Individual ... 121

1.1 Nama Perkakas Berbahan Bambu sebagai Penanda Mimpi ... 122

2. Fungsi Ilahiah ... 123

3. Fungsi Sosial ... 125

1.1 Budaya dan Bahasa: Status Simbol ... 126

1.2 Ekonomi: Komersial ... 127

F. Cerminan Gejala Kebudayaan yang Muncul

(9)

xii Jaenudin, 2013

Nama Perkakas Berbahan Bambu dalam Bahasa Sunda di Desa Parapatan, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang (Kajian Ekolinguistik)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

dalam Bahasa Sunda di Desa Parapatan,

Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang ... 129

1. Pandangan Hidup tentang Hubungan Manusia dengan Lingkungan Masyarakat ... 132

2. Pandangan Hidup tentang Manusia dalam Mengejar Kemajuan Lahiriah dan Kepuasan Batiniah... 134

3. Nama Perkakas Berbahan Bambu dalam Sisindiran ... 137

BAB V PENUTUP A. Simpulan ... 139

B. Saran ... 143

DAFTAR PUSTAKA ... 145

LAMPIRAN ... 149

(10)

DAFTAR DIAGRAM

(11)

xiv Jaenudin, 2013

Nama Perkakas Berbahan Bambu dalam Bahasa Sunda di Desa Parapatan, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang (Kajian Ekolinguistik)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Ambén ... 67

Gambar 4.2 Aseupan ... 69

Gambar 4.3 Aseupan Lépé ... 70

Gambar 4.4 Aseupan Jablay ... 71

Gambar 4.5 Ayakan Atén-atén ... 72

Gambar 4.6 Ayakan Bangsal ... 73

Gambar 4.7 AyakanCarang ... 73

Gambar 4.8 Ayakan Kerep ... 74

Gambar 4.9 Ayakan Lalab... 75

Gambar 4.10Ayakan Soko ... 75

Gambar 4.11 Ayakan Unyil ... 76

Gambar 4.12Irig ... 77

Gambar 4.13Kalo ... 78

Gambar 4.14Bilik ... 79

Gambar 4.15 Bilik Kembang ... 81

Gambar 4.16Boboko ... 81

Gambar 4.17Cetok... 82

Gambar 4.18Cémpéh ... 83

Gambar 4.19 Gedég ... 84

Gambar 4.20Gribig ... 85

Gambar 4.21Hihid ... 86

Gambar 4.22Kekeb ... 87

Gambar 4.23Kré ... 87

Gambar 4.24Nyiru ... 88

Gambar 4.25Pengki ... 89

Gambar 4.26Said ... 90

(12)

Gambar 4.28Tarajé ... 92

Gambar 4.29Tutup Sangu ... 93

Gambar 4.30Kurung Ayam... 94

Gambar 4.31Ranggap ... 95

Gambar 4.32Carangka ... 97

Gambar 4.33CetokKabrok... 98

Gambar 4.34Kelanding ... 99

Gambar 4.35 Rancatan... 100

Gambar 4.36 Cetok Géboy ... 101

Gambar 4.37Etém ... 102

Gambar 4.38Ayakan Monyong ... 104

Gambar 4.39Jeujeur ... 106

Gambar 4.40Posong ... 108

Gambar 4.41Langlayangan ... 112

Gambar 4.42Keranjang Ojég ... 115

(13)

xvi Jaenudin, 2013

Nama Perkakas Berbahan Bambu dalam Bahasa Sunda di Desa Parapatan, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang (Kajian Ekolinguistik)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Analisis Data ... 36

Tabel 4.1 Nama-nama Perkakas Berbahan Bambu ... 44

Tabel 4.2 Nama-nama Perkakas Berbahan Bambu

di DesaPerapatan, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang

yang Belum Diketahui Asal Mula Penamaannya ... 47

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Bentuk Lingual Nama-nama Perkakas Berbahan Bambu

dalam Bahasa Sunda ...

Lampiran 2. Daftar Penjawab Nama-nama perkakas berbahan bambu ...

(15)

Jaenudin, 2013

Nama Perkakas Berbahan Bambu dalam Bahasa Sunda di Desa Parapatan, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang (Kajian Ekolinguistik)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Nama perkakas berbahan bambu merupakan nama-nama yang sudah lama

dikenal dan digunakan oleh penutur bahasa Sunda. Dalam hal ini, masyarakat

Sunda beranggapan bahwa nama perkakas berbahan bambu tersebut memiliki

kelebihan, baik dari segi kepraktisan maupun dari segi kehematan. Di samping itu,

masyarakat Sunda mengenal falsafah hidup yang disebut sebagai segitiga

keselarasan, yaitu silih asuh, silih asah, dan silih asih. Hal ini disebut sebagai asas

kesatuan tiga atau tritangtu (Sumardjo, 2011: 28). Falsafah ini menjadi landasan

dasar masyarakat Sunda dalam mempertahankan keseimbangan hidup antara

manusia dan manusia (silih asuh), manusia dan alam (silih asah), serta manusia

dan Tuhan (silih asih) guna menjaga keseimbangan hidup dengan alam semesta.

Secara khusus, penelitian ini menjajaki salah satu bagian dari falsafah

hidup masyarakat Sunda yang menekankan hubungan antara manusia dan alam

atau yang lebih dikenal dengan silih asah. Alam bagi masyarakat Sunda

merupakan tempat yang menyediakan segala sumber daya untuk dikelola dengan

baik. Sebagai salah satu perwujudan dari pengelolaan sumber daya alam tersebut,

masyarakat Sunda menjadikan tumbuhan bambu yang tumbuh subur di

lingkungan setempat sebagai bahan dasar olahan kerajinan tangan. Hasil olahan

kerajinan tangan yang dimaksud adalah perkakas berbahan bambu. Namun,

setakat ini asas kesatuan tiga (tritangtu) mulai goyah konsistensi dan

eksistensinya di tengah-tengah gempuran globalisasi di pelbagai ranah kehidupan.

Oleh karena itu, ada kekhawatiran bahwa nama-nama perkakas berbahan bambu

tersebut akan pudar seiring dengan perkembangan zaman.

Nama sejatinya mencerminkan dan menceritakan karakteristik cara hidup

dan cara berpikir penuturnya dan dapat memberikan petunjuk yang sangat bernilai

dalam upaya memahami budaya penuturnya (Wierzbicka, 1997: 4). Senada

dengan pernyataan tersebut, penamaan merupakan proses penciptaan

(16)

2

tersebut. Dengan demikian, kemampuan manusia dalam mengusai nama-nama

tertentu merupakan simbol penguasaan manusia terhadap ranah pengetahuan

tertentu (Sudana, dkk., 2012: 1).

Dalam konteks kebahasaan, khususnya bahasa Sunda, keberadaan

nama-nama perkakas berbahan bambu yang unik, khas, dan beraneka ragam

menunjukkan pemahaman masyarakat Sunda terhadap ranah pengetahuan tentang

ekolinguistik. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa dalam bahasa Sunda tersimpan

pengetahuan yang luas perihal nama perkakas berbahan bambu yang merupakan

gambaran keselarasan masyarakat Sunda dengan alam (silih asah). Terkait hal

tersebut, pengetahuan yang dimaksud adalah mengenai ranah ekolinguistik.

Mühlhäusler (Al-Gayoni, 2012: 4) mengemukakan bahwa ekolinguistik adalah

studi hubungan timbal-balik antara bahasa dan lingkungan atau lingkungan dan

bahasa yang bersifat fungsional serta mempelajari dukungan pelbagai sistem

bahasa yang diperkenalkan bagi kelangsungan makhluk hidup seperti halnya

dengan faktor-faktor yang memengaruhi kediaman (tempat) bahasa-bahasa

dewasa ini. Lebih lanjut, nama-nama perkakas berbahan bambu ini akan

memberikan informasi awal tentang bagaimana cara pandang masyarakat Sunda

dalam menyatukan pengetahuan dan budaya pemanfaatan tumbuhan terhadap

keanekaragaman hayati yang ada di Tatar Sunda (Sudana, dkk., 2012: 1).

Selanjutnya, terkait konteks mutakhir, pemahaman nama-nama perkakas

berbahan bambu dalam bahasa Sunda di lingkungan masyarakat Sunda mulai

mengalami perubahan taksonomi seiring dengan adanya gempuran globalisasi

dalam ranah iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi). Faktanya, setakat ini

masyarakat Sunda lebih cenderung menggemari produk nama perkakas modern

dari pelbagai jenama popular, baik luar maupun dalam negeri jika dibandingkan

dengan nama perkakas tradisional. Sebagai contoh, nama perkakas berbahan

bambu aseupan ‘alat penanak nasi’ saat ini perannya mulai tergeser oleh nama

perkakas modern, yaitu rice cooker, magicom, atau kosmos‘alat modern menanak

(17)

3

Jaenudin, 2013

Nama Perkakas Berbahan Bambu dalam Bahasa Sunda di Desa Parapatan, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang (Kajian Ekolinguistik)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

globalisasi tersebut akan menimbulkan dampak domino pada bergesernya

pengetahuan perihal nama-nama perkakas berbahan bambu dalam bahasa Sunda

yang berbanding lurus dengan bergesernya peran dan fungsi serta keberadaan

nama perkakas berbahan bambu bagi masyarakat penggunanya, khususnya

masyarakat Sunda.

Fenomema tersebut bukan hanya masalah lokal di Tatar Sunda, melainkan

juga masalah global di seluruh penjuru dunia. Hal ini disebabkan adanya

ketidakselarasan antara manusia dan alam (silih asah), khususnya masyarakat

Sunda. Dampaknya, kepedulian, perhatian, dan kesadaran masyarakat Sunda

untuk mengamati gejala-gejala perubahan alam yang berkaitan dengan upaya

pelestarian juga sudah mulai mengalami kemunduran (Sudana, dkk., 2012: 1).

Oleh sebab itu, hal tersebut dikhawatirkan bahwa dua puluh atau tiga puluh tahun

ke depan masyarakat Sunda mungkin tidak akan mengenal lagi nama-nama

perkakas berbahan bambu yang khas, unik, dan beraneka ragam.

Dalam perspektif kegunaan, nama perkakas berbahan bambu memiliki

nilai ekonomis dan medis yang positif. Salah satu kegunaan praktisnya adalah

bahwa perkakas berbahan bambu ini dapat diperbaiki secara mandiri jika terjadi

kerusakan. Selain itu, harga perkakas berbahan bambu pun cukup terjangkau serta

tidak mengandungi unsur-unsur kimia yang membahayakan kesehatan

penggunanya. Dengan kata lain, perkakas berbahan bambu merupakan produk

budaya yang ramah lingkungan. Sebaliknya, perkakas modern tidak ramah

lingkungan dan tidak praktis karena tidak semua pengguna dapat memperbaikinya

secara mandiri. Masyarakat secara umum, khususnya masyarakat Sunda, belum

tentu memiliki peralatan modern dan kepiawaian dalam memperbaiki alat-alat

tersebut jika terjadi kerusakan. Bahkan, perkakas modern dapat membahayakan

kesehatan penggunanya karena mengandungi unsur-unsur kimia yang berbahaya

bagi tubuh. Sebagai contoh, perkakas modern magicom ‘alat penanak nasi

modern’ memiliki komponen yang dilapisi zat antilengket yang mengandungi

(18)

4

Dalam perspektif teoretis, perkakas berbahan bambu merupakan produk

budaya yang sarat akan makna. Terkait hal itu, perkakas berbahan bambu ini

diungkap dalam ranah kearifan lokal. Nilai-nilai kearifan lokal ini bernilai positif

guna pengembangan pengetahuan masyarakat dalam menghadapi era globalisasi

yang terus menghantam sendi-sendi kehidupan masyarakat. Dengan demikian,

kearifan lokal masyarakat Sunda memiliki pelbagai dimensi manfaat, yakni asas

praktis, ekonomis, dan higienis.

Keberadaan fenomena globalisasi berakibat pada hilangnya taksonomi

perkakas berbahan bambu dalam bahasa Sunda. Secara tidak langsung, pudarnya

taksonomi tersebut menghilangkan nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Sunda.

Dalam hal ini, nilai-nilai tersebut diharapkan dapat direvitalisasikan dan

diaktualisasikan oleh semua unsur masyarakat secara luas, khususnya masyarakat

Sunda. Ketika nilai-nilai kearifan lokal direvitalisasikan, nilai-nilai tersebut

dihidupkan kembali sehingga masuk ke dalam ranah kognitif masyarakat Sunda.

Dengan demikian, masyarakat Sunda akan memahami pentingnya nilai-nilai

tersebut. Misalnya, pohon bambu memiliki makna yang sangat penting untuk

keberlangsungan hidup masyarakat Sunda. Namun, kesadaran saja tidak cukup

untuk menjamin keberlangsungan hidup masyarakat Sunda. Masyarakat Sunda

juga diharapkan dapat mengaktulisasikan nilai tersebut ke dalam perilaku dan

perbuatan nyata seperti senantiasa memelihara tanaman bambu di lingkungan

setempat.

Sejalan dengan itu, masyarakat dan lembaga-lembaga lingkungan hidup,

baik lokal maupun nasional tengah gencar menyuarakan perlunya kampanye hijau

secara berkala di pelbagai ranah kehidupan guna menanggulangi pemanasan

global yang kian deras lajunya. Hal tersebut untuk mengingatkan masyarakat

dunia, khususnya masyarakat Sunda untuk kembali pada nilai-nilai kearifan lokal

sehingga manusia dapat menjaga keselarasan dengan alam sekitarnya (silih asah).

Situasi dan kondisi tersebut merupakan sebuah realitas yang perlu disikapi dalam

kaitannya dengan pengembangan pengetahuan masyarakat perihal nilai-nilai

(19)

5

Jaenudin, 2013

Nama Perkakas Berbahan Bambu dalam Bahasa Sunda di Desa Parapatan, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang (Kajian Ekolinguistik)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Fenomena globalisasi tersebut sangat mengkhawatirkan karena akan

mengikis perbendaharaan kosakata yang menyimpan pengetahuan masyarakat

Sunda, khususnya mengenai nama perkakas berbahan bambu di Tatar Sunda

perihal nilai-nilai kearifan lokal. Dampaknya, fenomena globalisasi tersebut akan

berimbas terhadap pergeseran nilai, norma, dan budaya (Al-Gayoni, 2012: 1).

Oleh sebab itu, kajian tentang nama perkakas berbahan bambu dalam bahasa

Sunda sangat berguna untuk dilakukan, terutama kajian dalam ranah ekolinguistik.

Foley (1997) menjelaskan bahwa kajian ekolinguistik tidak hanya

dilakukan secara terbatas di dalam konteks linguistik semata, tetapi juga dilakukan

dalam konteks sosial budaya yang lebih luas sehingga mampu menjangkau

fungsi-fungsi sosial, kultural, dan lingkungannya dalam menopang praktik kebudayaan.

Penelusuran literatur menunjukkan bahwa kajian tentang ekolinguistik telah

dilakukan oleh beberapa peneliti, khususnya di Indonesia. Sebagai contoh,

penelitian ekolinguistik dalam bidang kesehatan dan upaya pelestarian lingkungan

di antaranya dilakukan oleh Rasna (2010) tentang pengetahuan dan sikap remaja

terhadap tanaman obat tradisional di Kabupaten Buleleng. Dalam penelitian

tersebut terungkap bahwa penutur remaja kota dan desa memiliki pengetahuan

leksikon tentang tumbuhan dan tanaman obat yang teridentifikasi secara

kuantitatif berdasarkan kategori cukup, kurang, dan rendah. Sementara itu,

penelitian ekolinguistik yang senada seperti sebelumnya dalam ranah kesehatan

dengan cakupan wilayah lebih luas pernah dilakukan oleh Rasna dan Binawati

(2012) tentang pemertahanan leksikon tanaman obat tradisional untuk penyakit

anak pada komunitas remaja di Bali. Dalam penelitian tersebut terungkap bahwa

masyarakat penutur Bali mampu mengidentifikasi leksikon dunia tumbuhan

(tanaman obat) berdasarkan karakteristik fisik, kepercayaan, dan pemahaman

dalam kehidupan secara kuantitatif.

Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya terlihat jelas bahwa dalam

pelaksanaannya kajian ekolinguistik terkait dengan pengetahuan, sikap

masyarakat, dan upaya menanamkan nilai pelestarian alam serta upaya

(20)

6

yang nyata terkait pelbagai perubahan ekologis terhadap bahasa (Al-Gayoni,

2012: 11). Namun, kajian ekolinguistik yang berkaitan dengan nilai-nilai kearifan

lokal dalam masyarakat Sunda belum diteliti secara khusus dan mendalam. Atas

dasar itu, penelitian ini memiliki kedudukan yang penting sebagai perintis kajian

ekolinguistik. Lebih khusus, kajian ekolinguistik ini berupaya menjajaki kekhasan

budaya masyarakat Sunda yang tercermin dalam bahasanya.

B. Masalah Penelitian

Dalam bagian ini diuraikan masalah yang menjadi fokus penelitian.

Adapun uraiannya meliputi (1) pengidentifikasi masalah, (2) pembatasan masalah,

dan (3) perumusan masalah.

1. Pengidentifikasian Masalah

Dalam penelitian ini dilakukan pengidentifikasian masalah terlebih dahulu.

Adapun identifikasi masalah penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Nama perkakas berbahan bambu dalam bahasa Sunda mencerminkan

keberadaan ekosistem bambu atau sebaliknya yang kian mengalami

kemunduran akibat gempuran iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi).

2) Penggunaan nama perkakas berbahan bambu dalam bahasa Sunda

mencerminkan nilai kearifan lokal yang dianggap menentang arus dan tidak

popular dalam ranah global.

3) Seiring dengan perkembangan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) yang

kian mengglobal, kehadiran nama perkakas berbahan bambu dalam bahasa

Sunda terancam punah.

2. Pembatasan Masalah

Agar lebih terarah dan terukur, masalah yang diteliti dibatasi. Adapun

batasan masalah penelitian ini meliputi hal-hal sebagai berikut.

1) Fokus penelitian ini berlokasi di Desa Parapatan, Kecamatan Purwadadi,

(21)

7

Jaenudin, 2013

Nama Perkakas Berbahan Bambu dalam Bahasa Sunda di Desa Parapatan, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang (Kajian Ekolinguistik)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

kosakata nama perkakas berbahan bambu yang diteliti berdasarkan emik

masyarakat tersebut.

2) Penelitian ini ditekankan pada deskripsi bentuk lingual nama perkakas

berbahan bambu dalam bahasa Sunda berdasarkan teori gagasan Kats dan

Soeriadiradja (1982).

3) Penelitian ini ditekankan pada klasifikasi dan deskripsi nama perkakas rumah

tangga, perkakas peternakan, perkakas perkebunan, perkakas pertanian,

perkakas perikanan, dan perkakas permainan tradisional.

4) Penelitian ini ditekankan pada fungsi nama perkakas berbahan bambu dalam

bahasa Sunda bagi masyarakat perajin dan penggunanya.

5) Penelitian ini ditekankan pada nilai cerminan gejala kebudayaan yang muncul

berdasarkan nama perkakas berbahan bambu dalam bahasa Sunda bagi

masyarakat perajin dan penggunanya.

6) Penelitian ini difokuskan pada subjek bahasa Sunda dialek Desa Parapatan,

Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang.

7) Penelitian ini menggunakan pendekatan ekolinguistik gagasan Haugen (1972).

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan paparan di atas, nama-nama perkakas berbahan bambu dalam

bahasa Sunda yang sudah lama dikenal dan digunakan oleh masyarakat perajin

bambu di Desa Parapatan, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang diyakini

mengandungi nilai-nilai kearifan lokal yang bernilai luhur dalam upaya menjaga

keselarasan manusia dengan alam (silih asah). Namun, ada juga keresahan bahwa

keadaan keselarasan tersebut akan silam jika tidak ada dukungan dan perhatian

dari pelbagai unsur masyarakat dan pemerintah dalam kapasitas yang lebih besar.

Agar dapat mengungkap masalah tersebut secara sistematis, diperlukan suatu

rumusan masalah yang jelas. Adapun uraian rumusan masalah penelitian ini

adalah sebagai berikut.

1) Bagaimana bentuk lingual nama perkakas berbahan bambu dalam bahasa

(22)

8

2) Bagaimana klasifikasi dan deskripsi nama perkakas berbahan bambu dalam

bahasa Sunda di Desa Parapatan, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang?

3) Bagaimana fungsi nama perkakas berbahan bambu dalam bahasa Sunda di

Desa Parapatan, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang?

4) Bagaimana cerminan gejala kebudayaan yang muncul berdasarkan nama

perkakas berbahan bambu dalam bahasa Sunda di Desa Parapatan, Kecamatan

Purwadadi, Kabupaten Subang?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi nama perkakas berbahan

bambu dalam bahasa Sunda yang dikenal dan digunakan oleh masyarakat perajin

bambu di Desa Parapatan, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang guna

mengungkap nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Untuk mencapai tujuan itu,

hal-hal yang dipaparkan dalam penelitian ini mencakupi pokok-pokok sebagai

berikut:

1) bentuk lingual nama perkakas berbahan bambu dalam bahasa Sunda di Desa

Parapatan, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang;

2) klasifikasi dan deskripsi nama perkakas berbahan bambu dalam bahasa Sunda

di Desa Parapatan, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang;

3) fungsi nama perkakas berbahan bambu dalam bahasa Sunda di Desa

Parapatan, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang;

4) cerminan gejala kebudayaan yang muncul berdasarkan nama perkakas

berbahan bambu dalam bahasa Sunda di Desa Parapatan, Kecamatan

Purwadadi, Kabupaten Subang.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoretis

(23)

9

Jaenudin, 2013

Nama Perkakas Berbahan Bambu dalam Bahasa Sunda di Desa Parapatan, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang (Kajian Ekolinguistik)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

1. Manfaat Teoretis

S e c a r a t e o r e t i s , penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.

1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam kajian

ekolinguistik selanjutnya, khususnya hubungan antara bahasa dan alam

(lingkungan).

2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk melaksanakan

penelitian-penelitian yang sejenis dengan memanfaatkan kosakata yang ada

sebagai acuan.

3) Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk semua bidang kajian

linguistik dan budaya secara umum, khususnya dokumentasi tentang

nama-nama perkakas berbahan bambu dalam bahasa Sunda.

2. Manfaat Praktis

S e c a r a p r a k t i s , penelitian ini diharapkan dapat

memberikan manfaat sebagai berikut.

1) Penelitian ini dapat memberikan gambaran kehidupan sosial dan budaya yang

berkembang pada masyarakat perajin bambu di Desa Parapatan, Kecamatan

Purwadadi, Kabupaten Subang.

2) Penelitian ini dapat memperkenalkan dan melestarikan khazanah budaya lokal,

khususnya budaya lokal masyarakat perajin bambu di Desa Parapatan,

Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang.

3) Penelitian ini dapat memberikan sumbangsih lema, baik untuk perkamusan

bahasa Sunda maupun bahasa Indonesia.

E. Sistematika Penulisan

Hasil penelitian ini terdiri atas lima bab. Dalam bab I diuraikan secara

berurutan (1) latar belakang penelitian, (2) masalah penelitian, (3) tujuan

penelitian, (4) manfaat penelitian, dan (5) sistematika penulisan. Setelah itu, pada

(24)

10

(2) ruang lingkup kajian ekolinguistik, (3) hubungan antara bahasa, lingkungan,

dan ideologi, (4) relativitas bahasa dan budaya, (5) bentuk lingual, (6) kearifan

lokal, (9) penelitian terdahulu, serta (10) anggapan dasar.

Adapun dalam bab III diuraikan (1) tempat dan subjek penelitian, (2)

metode penelitian, (3) batasan operasional, (4) rancangan penelitian, (5) teknik

pengumpulan data, dan (7) teknik analisis data. Selanjutnya, dalam bab IV

dipaparkan (1) gambaran umum tempat penelitian, (2) ihwal bambu, (3) bentuk

lingual nama perkakas berbahan bambu dalam bahasa Sunda di Desa Parapatan,

Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, (4) klasifikasi dan deskripsi nama

perkakas berbahan bambu dalam bahasa Sunda di Desa Parapatan, Kecamatan

Purwadadi, Kabupaten Subang, (5) fungsi nama perkakas berbahan bambu dalam

bahasa Sunda di Desa Parapatan, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, dan

(6) cerminan gejala kebudayaan yang muncul berdasarkan nama perkakas

berbahan bambu dalam bahasa Sunda di Desa Parapatan, Kecamatan Purwadadi,

Kabupaten Subang. Akhirnya, laporan ini ditutup pada bab V yang berisi (1)

(25)

Jaenudin, 2013

Nama Perkakas Berbahan Bambu dalam Bahasa Sunda di Desa Parapatan, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang (Kajian Ekolinguistik)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Subjek Penelitian

Sesuai dengan judulnya, penelitian ini dilakukan di lingkungan masyarakat

perajin bambu di Desa Parapatan, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang.

Tempat penelitian ini dipilih karena merupakan komunitas terbatas yang masih

memanfaatkan tumbuhan bambu sebagai bahan dasar pembuatan kerajinan tangan

berupa perkakas berbahan bambu dalam bahasa Sunda yang berkaitan dengan

nilai-nilai kearifan lokal sebagai warisan dari leluhur.

Data dalam penelitian ini meliputi pelbagai nama-nama perkakas berbahan

bambu dalam pelbagai peristiwa komunikasi yang digunakan oleh masyarakat

perajin bambu di Desa Parapatan, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang.

Peristiwa komunikasi yang dimaksud adalah peristiwa komunikasi lisan karena

peristiwa komunikasi lisan akan lebih jelas makna dan konteksnya. Konteks

komunikasi tersebut berupa konteks sosial, konteks budaya, dan konteks

situasional (Sudana, dkk., 2012: 14).

Dalam penelitian ini, data penelitian dimaknai bukan sebagai bahan

mentah, melainkan bahan jadi (Sudaryanto, 1988: 9). Dengan begitu, metode dan

teknik analisis data dapat diterapkan terhadap bahan jadi penelitian tersebut.

Data penelitian ini bersumber dari peristiwa komunikasi dalam bahasa

Sunda yang terjadi di lingkungan masyarakat perajin bambu di Desa Parapatan,

Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang. Peristiwa komunikasi bahasa itu

terjadi secara alami dengan konteks komunikasi yang wajar dan apa adanya di

lingkungan masyarakat dalam kegiatan komunikasi sehari-hari. Peristiwa

komunikasi yang disasar sebagai sumber data adalah peristiwa komunikasi yang

terjadi di dalam pelbagai ranah sosial, yaitu ranah keluarga, ranah pergaulan, dan

ranah pekerjaan.

B. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini digambarkan dalam bentuk diagram yang

(26)

33

3.1 Diagram Rancangan Penelitian

Keterangan:

NPBBDBS: Nama Perkakas Berbahan Bambu dalam Bahasa Sunda

C. Metode Penelitian

Foley (1997) menjelaskan bahwa kajian tentang nama perkakas berbahan

bambu dalam bahasa Sunda tidak hanya dilakukan secara terbatas di dalam Nama Perkakas Berbahan Bambu

dalam Bahasa Sunda di Desa Parapatan, Kecamatan Purwadadi,

Kabupaten Subang

Penafsiran Data untuk Nilai-nilai Kearifan Lokal

Penyimpulan Data

(1) Bentuk Lingual NPBBDBS

(2) Klasifikasi NPBBDBS

(3) Fungsi NPBBDBS

Hasil Analisis:

Muatan Nilai Kearifan Lokal Nama Perkakas Berbahan Bambu dalam Bahasa

Sunda

Pengumpulan Data (1) Metode Simak (2) Metode Cakap

Penyajian Data

(1) Pemaparan Bentuk Lingual NPBBDBS (3) Pemaparan Klasifikasi NPBBDBS

(4) Pemaparan Fungsi NPBBDBS (5) Pemaparan NPBBDBS dilengkapi dengan

(27)

34

Jaenudin, 2013

Nama Perkakas Berbahan Bambu dalam Bahasa Sunda di Desa Parapatan, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang (Kajian Ekolinguistik)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

konteks linguistik semata, tetapi juga dilakukan dalam konteks sosial budaya yang

lebih luas sehingga mampu menjangkau fungsi-fungsi sosial, kultural, dan

lingkungannya dalam menopang praktik kebudayaan. Kajian nama perkakas

berbahan bambu dalam bahasa Sunda ini tidak hanya melibatkan konteks bahasa

dan kognisi, melainkan juga konteks sosial-ekologis. Oleh karena itu, pengkajian

masalah ini memakai pendekatan teoretis ekolinguistik.

Pendekatan ekolinguistik dalam kajian ini dipusatkan pada model

etnografi komunikasi. Hymes (Sumarsono, 1993: 19; Kuswarno, 2008: 11)

beranggapan bahwa etnografi komunikasi bermaksud untuk memusatkan

kerangka acuan karena paparan tempat bahasa di dalam suatu kebudayaan bukan

pada bahasa itu sendiri, melainkan pada komunikasinya. Dengan demikian, suatu

bahasa mempunyai makna dalam konteks komunikasi. Sebaliknya, jika bahasa

tidak dikomunikasikan, bahasa tidak akan mempunyai makna. Penggunaan model

etnografi difungsikan untuk mengungkap nilai-nilai kearifan lokal yang

terkandungi di dalam nama-nama perkakas berbahan bambu dalam bahasa Sunda

pada latar yang alami, maka penelitian ini menggunakan metode kualitatif

(Spradley, 1997: 11-12). Dengan menggunakan metode ini, sumber data berlatar

alami atau pada konteks suatu keutuhan (holistik) karena ontologi alami

menghendaki adanya kenyataan-kenyataan sebagai keutuhan yang tidak dipahami

jika terpisah dari konteksnya dan peneliti bertindak sebagai pengumpul data

utama (Moleong, 2011: 8-11).

Selain itu, penelitian ini menggunakan metode kualitatif fenomenologi

(Endraswara, 2003: 44; Kuswarno, 2009: 35-37) adalah keterlibatan peneliti di

lapangan dan penghayatan fenomena yang dialami dengan masyarakat perajin

bambu di Desa Parapatan, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang guna

mengetahui dunia mereka. Secara khusus, penelitian ini menelaah taksonomi

dunia tumbuhan bambu yang dijadikan sebagai bahan olahan kerajinan tangan

dari sudut pandang masyarakat perajin bambu secara langsung atau berkaitan

dengan sifat-sifat alami pengalaman manusia dan makna yang ditempelkan

(28)

35

bambu di Desa Parapatan, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang bukan

realitas yang berdiri sendiri (Kuswarno, 2008: 21). Pendekatan perspektif

fenomenologi merupakan pendekatan yang beranggapan bahwa manusia dalam

memperoleh pengetahuan tidak lepas dari pandangan moralnya, baik pengetahuan

itu dihasilkan, disimpan, diterapkan, dikelola, dan diwariskan (Muhadjir, 1996:

83; Alwasilah, 2009: 71). Pandangan tersebut terkait dengan nilai-nilai kearifan

lokal. Senada dengan Moleong (2011: 17), penelitian dalam perspektif

fenomenologi bermakna memahami budaya lewat pandangan masyarakat perajin

bambu atau memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap

masyarakat-masyarakat biasa dalam situasi-situasi tertentu. Fenomena yang dimaksud dalam

penelitian ini ialah fenomena pemanfaatan tumbuhan bambu yang dijadikan

sebagai bahan olahan kerajinan tangan berupa nama-nama perkakas berbahan

bambu dalam bahasa Sunda di Desa Parapatan, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten

Subang khususnya.

D. Batasan Operasional

Judul penelitian ini adalah “Nama Perkakas Berbahan Bambu dalam

Bahasa Sunda di Desa Parapatan, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang

(Kajian Ekolinguistik)”. Kesalahan penafsiran judul penelitian dapat menimbulkan kesimpulan lain dari penelitian. Oleh sebab itu, peneliti perlu

memberikan batasan operasional berikut ini.

1) Nama perkakas berbahan bambu yang dimaksudkan dalam penelitian ini

adalah peralatan atau benda-benda yang terbuat dari bahan dasar bambu

sebagai penunjang keperluan kehidupan sehari-hari seperti keperluan rumah

tangga, pertanian, peternakan, perkebunan, dan permainan tradisional.

2) Cerminan gejala kebudayaan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah

gambaran yang merujuk pada dimensi tertentu seperti gambaran keselarasan

antara manusia dan alam (salah asah), manusia dan manusia (silih asuh), serta

(29)

36

Jaenudin, 2013

Nama Perkakas Berbahan Bambu dalam Bahasa Sunda di Desa Parapatan, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang (Kajian Ekolinguistik)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

3) Bentuk lingual yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah bentuk lingual

dasar tata bahasa Sunda gagasan Kats dan Soeriadiradja (1982) yang

dipusatkan pada satuan morfologi seperti kata dasar, kata panjangan, kata

pengulangan, dan kata majemuk.

E. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tabel analisis data sebagai

berikut.

3.1 Tabel Analisis Data

No. Data Bentuk

Lingual Glos

Klasifikasi Fungsi Cerminan Kebudayaan Lokal Deskripsi

P

(30)

37

3. Cerminan Kebudayaan Lokal:

1) HMDLM : Hubungan Manusia dengan Lingkungan Masyarakat

2) MDMKLDB : Manusia dalam Mengejar Kemajuan Lahiriah dan

Batiniah

3) S : Sisindiran

F. Teknik Pengumpulan Data

Sudaryanto (1988) mengemukakan bahwa teknik pengumpulan data dalam

penelitian linguistik terdapat dua macam teknik, yakni (1) metode simak dan (2)

metode cakap. Dalam metode simak, peneliti tidak terlibat dalam percakapan

hanya mengamati, mencatat, dan merekam hasil simakan yang diperoleh dari

informan, sedangkan metode cakap atau wawancara peneliti langsung terlibat

dalam percakapan bersama-sama dengan informan guna mengungkap apa yang

mereka ketahui perihal nama-nama perkakas berbahan bambu terhadap

pemanfaatan keanekaragaman hayati, khususnya tumbuhan bambu di Tatar

Sunda. Hal tersebut sejalan dengan Creswell (Kuswarno, 2008: 47) yang

menjelaskan bahwa teknik pengumpulan data dalam studi etnografi komunikasi

terdapat tiga macam teknik, yakni pengamatan partisipan, wawancara, dan

dokumen. Namun, dalam penelitian ini peneliti hanya menggunakan dua teknik

pengumpulan data, yaitu (1) pengamatan partisipan dan (2) wawancara karena

penelitian kualitatif itu khas sebagai penelitian yang melibatkan subjek sosial.

Selain itu, pendekatan etnometodologi sebagai salah satu prosedur dalam

pengumpulan data pun bermanfaat untuk digunakan karena etnometodologi

memusatkan perhatiannya pada penemuan proses dasar yang digunakan oleh para

penutur suatu bahasa, yaitu masyarakat perajin bambu dalam penelitian ini perihal

nama perkakas berbahan bambu untuk menafsirkan pengalaman-pengalaman

komunikatif, termasuk asumsi-asumsi yang tidak ternyatakan, yang merupakan

pengetahuan, dan pemahaman kebudayaan yang diketahui sebagaimana adanya

(Kuswarno, 2008: 24; Muhadjir, 1996: 94). Selanjutnya, adapun uraian mengenai

(31)

38

Jaenudin, 2013

Nama Perkakas Berbahan Bambu dalam Bahasa Sunda di Desa Parapatan, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang (Kajian Ekolinguistik)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

1. Wawancara

Wawancara atau disebut sebagai metode cakap dalam penelitian ini

merupakan metode tidak berstruktur karena akan mendorong masyarakat perajin

bambu untuk menakrifkan dirinya sendiri dan lingkungannya untuk menggunakan

istilah-istilah mereka sendiri mengenai objek penelitian perihal nama-nama

perkakas berbahan bambu (Kuswarno, 2008: 54). Wawancara dalam penelitian ini

tidak hanya terpusat pada satu informan saja, melainkan perlu wawancara dengan

beberapa informan lain untuk mendapatkan lebih banyak informasi yang

mendukung tergantung pada keperluan peneliti. Wawancara ini bersifat terbuka.

Wawancara yang dimaksudkan adalah tidak terpaku pada pertanyaan terstruktur.

Oleh karena itu, pertanyaan yang diajukan kepada informan harus lentur guna

memudahkan peneliti ketika wawancara berlangsung di lapangan.

2. Pengamatan Partisipan

Pengamatan partisipan adalah metode tradisional yang digunakan dalam

antropologi atau ilmu-ilmu yang berkaitan dengan kebudayaan dan merupakan

sarana untuk peneliti masuk ke dalam masyarakat yang akan ditelitinya

(Kuswarno, 2008: 49). Pengamatan partisipan tersebut dimaksudkan untuk

menggabungkan perspektif peneliti dengan masyarakat perajin bambu guna

mengungkap nama perkakas berbahan bambu terkait dengan nilai-nilai kearifan

lokal yang terkandungi di dalamnya. Peneliti berusaha menjadi bagian dari

masyarakat tutur yang diteliti di pelbagai ranah kegiatan komunikasi. Dalam hal

ini, perlu dipahami bahwa dalam pelaksanaannya, peneliti tidak perlu menjadi

bagian masyarakat yang diteliti selamanya, melainkan peneliti cukup berada pada

keadaan tertentu untuk memahami fenomena yang ada. Adapun teknik-teknik

untuk memudahkan penelitian ini, peneliti mengungkap apa yang diketahui oleh

masyarakat perajin bambu di Desa Parapatan, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten

(32)

39

dengar, melacak, dan menggunakan kepekaan perasaan yang ada dalam diri

peneliti (Kuswarno, 2008: 51).

G. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan proses pengaluran data-data yang telah terkumpul

di lapangan. Sejalan dengan itu, Moustakas (Kuswarno, 2009: 69) mengemukakan

bahwa ada dua pandangan tentang teknik analisis data yang dilakukan dalam

penelitian fenomenologi, yaitu pandangan fenomenologi Van Kaam dan

Stevick-Colaizzi-Keen. Namun, penelitian ini hanya dibatasi pada teknik analisis data

pandangan fenomenologi Van Kaam.

Dalam penelitian ini analisis data dilakukan melalui dua tahapan. Tahapan

pertama dilakukan dengan menggunakan teknik analisis fenomenologi pandangan

Van Kaam, yaitu membuat senarai dan mengelompokkan data awal yang

diperoleh. Selanjutnya, tahapan kedua dilakukan dengan langkah (1) transkripsi

data hasil rekaman dan (2) pengelompokan data yang berasal dari perekaman serta

catatan lapangan berdasarkan konteks sosial yang terjadi dalam peristiwa

komunikasi di pelbagai ranah sosial sehari-hari. Pelaksanaan tahapan tersebut

meliputi langkah-langkah sebagai berikut:

1) membuat klasifikasi bentuk lingual nama perkakas berbahan bambu dalam

bahasa Sunda berdasarkan aspek morfologinya;

2) membuat klasifikasi dan deskripsi nama perkakas berbahan bambu dalam

bahasa Sunda berdasarkan ranah penggunaan, misalnya perkakas rumah

tangga, perkakas peternakan, perkakas perkebunan, perkakas pertanian,

perkakas perikanan, dan perkakas permainan tradisional;

3) memaparkan klasifikasi fungsi nama perkakas berbahan bambu dalam bahasa

Sunda;

4) memaparkan cerminan gejala kebudayaan yang muncul berdasarkan nama

perkakas berbahan bambu dalam bahasa Sunda seiring dengan perkembangan

sosial-budaya dan ekologis masyarakatnya;

(33)

Jaenudin, 2013

Nama Perkakas Berbahan Bambu dalam Bahasa Sunda di Desa Parapatan, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang (Kajian Ekolinguistik)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Senada dengan rumusan masalah, ada empat simpulan dalam penelitian

ini. Keempatnya menyoroti fenomena bahasa dan budaya di Desa Parapatan,

Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang. Budaya dan bahasa yang dimaksud

adalah perkakas berbahan bambu dalam bahasa Sunda yang merupakan produk

hasil dari pemanfaatan tumbuhan bambu. Adapun uraian keempat hal tersebut

adalah sebagai berikut.

Pertama, nama-nama perkakas berbahan bambu dalam bahasa Sunda di

Desa Parapatan, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang dapat dikategorikan

menjadi empat bentuk lingual dasar: (A) kata dasar terdapat 36 buah kata (62%),

yaitu (1) ambén, (2) bésék, (3) bilik, (4) boboko, (5) bongsang, (6) bubu, (7)

carangka, (8) cémpéh, (9) cetok, (10) étém, (11) gedég, (12) gribig, (13) hihid,

(14) irig, (15) jeujeur, (16) kalo, (17) kekeb, (18) kelanding, (19) kembu, (20)

kempis, (21) kohkol, (22) kré, (23) lodong, (24) nyiru, (25) osol, (26) pengki, (27)

posong, (28) rancatan, (29) ranggap, (30) said, (31) songsong, (32) sundung, (33)

susug, (34) tampir, (35) tarajé, dan (36) tolok; (B) kata panjangan -an terdapat 2

buah kata (3,5%), yaitu (1)aseupan dan (2) ayakan; (C) kata majemuk terdapat 16

kata (27,6%), yaitu (1) aseupan jablay, (2) aseupan lépé, (3) ayakan atén-atén, (4)

ayakan bangsal, (5) ayakan carang, (6) ayakan kerep, (7) ayakan lalab, (8)

ayakan monyong, (9) ayakan soko, (10) ayakan unyil, (11) bilik kembang, (12)

cetok géboy, (13) cetok kabrok, (14) keranjang ojég, (15) kurung ayam, dan (16)

tutup sangu. Keseluruhan nama-nama perkakas berbahan bambu tersebut

tergolong ke dalam kata majemuk yang kata keduanya membatasi kata pertama.

Bentuk lingual dasar yang keempat adalah kata pengulangan. Kata pengulangan

nama-nama perkakas berbahan bambu terdapat 4 buah kata (6,9%), yaitu (1)

bebedilan, (2) momobilan, (3) jajangkungan, dan (4) langlayangan. Keempat kata

tersebut merupakan kata pengulangan yang tergolong ke dalam kata pengulangan

(34)

140

tersebut menunjukkan keterangan ketidaktentuan dan memiliki makna tiruan serta

kesamaan.

Penamaan kata dasar nama-nama perakas berbahan bambu ini berasal dari

bentuk, bunyi, dan cara kerja bendanya. Salah satu penamaan perkakas berbahan

bambu yang berasal dari bentuknya seperti perkakas bilik. Penamaan bilik berasal

dari bentuknya yang ngabrilik karena menyerupai kulit ular. Adapun penamaan

perkakas berbahan bambu yang berasal dari bunyi bendanya adalah perkakas

songsong. Bunyi yang dimaksud berasal dari songsong ketika digunakan untuk

menyalakan api. Selanjutnya, penamaan perkakas berbahan bambu yang berasal

dari cara kerja bendanya adalah kohkol. Cara kerja benda yang dimaksud adalah

ditakol ‘dipikul’. Sementara itu, nama perkakas berbahan bambu yang berbentuk

kata panjangan, yaitu aseupan dan ayakan. Penamaan aseupan berasal dari

keadaan cara kerja bendanya ketika digunakan mengeluarkan aseup ‘asap’ dan

kata ayakan berasal dari cara kerja bendanya untuk mengayak.

Kedua, nama-nama perkakas berbahan bambu dalam bahasa Sunda di

Desa Parapatan, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang dapat diklasifikasikan

menjadi tujuh kategori: (A) perkakas rumah tangga terdapat 20 buah nama

perkakas berbahan bambu, yaitu (1) ambén; (2) aseupan dengan varian: aseupan

jablay, dan aseupan lépé; (3) ayakan dengan varian: ayakan atén-atén atau kedo,

ayakan bangsal atau kiser, ayakan carang, ayakan kerep, ayakan lalab, ayakan

soko, ayakan unyil, irig, dan kalo; (4) bésék; (5) bilik dengan varian: bilik

kembang; (6) boboko; (7) cetok; (8) cémpéh; (9) gedég; (10) gribig; (11) hihid;

(12) kekeb; (13) kré; (14) nyiru; (15) pengki; (16) said; (17) songsong; (18)

tampir; (19) tarajé; (20) tutup sangu, (B) perkakas peternakan terdapat 2 buah

nama perkakas berbahan bambu, yaitu (1) kurung ayam; (2) ranggap, (C)

perkakas perkebunan terdapat 5 buah nama perkakas berbahan bambu, yaitu (1)

bongsang; (2) carangka; (3) cetok kabrok; (4) kelanding; (5) rancatan, (D)

perkakas pertanian terdapat 3 buah nama perkakas berbahan bambu, yaitu (1)

cetok geboy; (2) étém; (3) sundung, (E) perkakas perikanan terdapat 7 buah nama

(35)

141

Jaenudin, 2013

Nama Perkakas Berbahan Bambu dalam Bahasa Sunda di Desa Parapatan, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang (Kajian Ekolinguistik)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

kembu dan kempis; (5) osol; (6) posong; (7) susug, (F) perkakas permainan

tradisional terdapat 4 buah nama perkakas berbahan bambu, yaitu (1) bebedilan;

(2) jajangkungan; (3) langlayangan; (4) momobilan, serta (7) perkakas lain-lain

terdapat 4 buah nama perkakas berbahan bambu, yaitu (1) kohkol; (2) keranjang

ojeg; (3) lodong; (4) tolok.

Ketiga, nama-nama perkakas berbahan bambu dalam bahasa Sunda di

Desa Parapatan, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang dapat dikategorikan

menjadi tiga fungsi: (1) individual, (2) sosial, dan (3) ilahiah. Sebagai salah satu

fungsi individual tersebut, nama perkakas berbahan bambu dapat dijadikan

penanda mimpi sebagai acuan dalam melakukan hal. Sebagai contoh, jika

bermimpi menerbangkan langlayangan, masyarakat Sunda di Desa Parapatan,

Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang percaya bahwa sesuatu yang

diinginkan atau dilakukan akan gagal. Sementara itu, fungsi sosial perkakas

berbahan bambu memiliki peran kemanasukaan dilihat dari segi bahasanya.

Dalam hal ini, manasuka merupakan salah satu hakikat dari bahasa. Setiap bahasa

di mana pun berada mempunyai aturan tersendiri bagi penuturnya. Sebagai

contoh, masyarakat di Desa Parapatan, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang

menyebut nama aseupan jablay sebagai nama perkakas berbahan bambu yang

dikenal sebagai jenis aseupan yang bentuknya lebih demplon dan pendek. Lebih

khusus, fungsi sosial tersebut dilatarbelakangi oleh budaya dan bahasa sebagai

status simbol serta ekonomi sebagai status komersial. Di samping itu, fungsi

ilahiah pun tersiratkan dari nama perkakas berbahan bambu cémpéh. Penggunaan

cémpéh oleh masyarakat Sunda di Desa Parapatan, Kecamatan Purwadadi,

Kabupaten Subang menunjukkan adanya pandangan dualisme terhadap alam

semesta ini. Masyarakat Sunda percaya bahwa alam semesta ini dihuni oleh

kekuatan baik dan buruk. Kekuatan baik tercermin dari istilah karuhun, sedangkan

kekuatan buruk tercermin dari istilah jurig. Agar kedua hal tersebut berjalan

beriringan, masyarakat Sunda membatasinya dengan ruang netral untuk

menghalau kekuatan buruk. Oleh karena itu, ruang netral tersebut diberikan

(36)

142

Keempat, nama-nama perkakas berbahan bambu dalam bahasa Sunda di

Desa Parapatan, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang dapat mencerminkan

gejala kebudayaan perihal lingkungannya. Hal yang dimaksud adalah

pandangan-pandangan hidup perihal keadaan sosial dan budaya di desa tersebut yang

tersiratkan dalam ungkapan (babasan) nama-nama perkakas berbahan bambu.

Pandangan hidup yang dimaksud adalah pandangan hidup tentang hubungan

manusia dengan lingkungan yang tersiratkan dalam 3 nama perkakas, yaitu (1)

boboko, (2) carangka, dan (3) ayakan. Sementara itu, pandangan hidup tentang

manusia dalam mengejar kemajuan lahiriah dan batiniah tersiratkan dalam 4 nama

perkakas, yaitu (1) bilik, (2) ayakan, (3) aseupan, dan (4) nyiru. Selain itu, nama

perkakas berbahan bambu mengandungi sisindiran yang tersiratkan dalam 2 nama

perkakas berbahan bambu, yaitu (1) bilik dan (2) tolombong.

Pandangan hidup tentang hubungan manusia dengan lingkungan

masyarakat merupakan gambaran keadaan lingkungan suatu masyarakat kolektif

yang berdiam terkait permasalahan hidup yang dihadapi dengan sesamanya seperti

pertentangan ataupun kepatuhan terhadap norma-norma yang berlaku. Pandangan

yang dimaksud tersiratkan dalam ungkapan (babasan). Dalam ungkapan tersebut

melibatkan nama perkakas berbahan bambu boboko. Ungkapan yang dimaksud

adalah boboko buntung naek ka meja ‘bakul rusak naik ke atas meja’. Ungkapan

tersebut mengandungi makna bahwa orang yang dulunya miskin menjadi kaya,

tetapi sombong. Sementara itu, pandangan hidup tentang manusia dalam mengejar

kemajuan lahiriah dan batiniah merupakan cerminan keadaan diri seseorang dalam

menjalani dinamika kehidupan bermasyarakat guna mencapai harapan yang

diinginkan, baik untuk jasmani maupun rohaninya. Hal tersebut tertuangkan

dalam ungkapan yang melibatkan nama perkakas nyiru. Ungkapan yang dimaksud

adalah ayak-ayak nyiru, nu gede moncor, nu lembut namper ‘mengayak-ayak

nyiru, yang besar keluar, yang kecil ke pinggir’. Ungkapan tersebut mengandungi

makna bahwa jika sesuatu hal atau perbuatan yang ingin dikerjakan harus

(37)

143

Jaenudin, 2013

Nama Perkakas Berbahan Bambu dalam Bahasa Sunda di Desa Parapatan, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang (Kajian Ekolinguistik)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Selain itu, talenta masyarakat Sunda di Desa Parapatan, Kecamatan

Purwadadi, Kabupaten Subang dalam mengolah kata tercerminkan pula dalam

sisindiran ketika penutur menyampaikan maksud tertentu, baik secara langsung

maupun tidak langsung. Sisindiran yang dimaksud adalah samping hideung dina

bilik kumaha nuturkeunana, kuring nineung kanu balik kumaha nuturkeunana

‘kain hitam dibilik bagaimana mengikutinya, saya kangen kepada yang pulang

bagaimana mengikutinya’. Sisindiran tersebut mengandungi makna rasa kangen

terhadap seseorang yang disayang, tetapi sudah tiada.

Selanjutnya, penelitian ini dapat memberikan sumbangan kosakata

sebanyak 22 nama perkakas berbahan bambu yang belum masuk ke dalam kamus

bahasa Sunda karangan Danadibrata (2006) dan Sajtadibrata (2011), yaitu (1)

aseupan lépé, (2) aseupan jablay, (3) ayakan atén-atén atau kedo, (4) ayakan

bangsal atau kiser, (5) ayakan carang, (6) ayakan kerep, (7) ayakan lalab, (8)

ayakan soko, (9) ayakan unyil, (10) irig, (11) bilik kembang atau batik, (12)

cémpéh, (13) gribig, (14) kré, (15) tutup sangu, (16) kurung ayam, (17) cetok

kabrok, (18) kelanding, (19) cetok géboy, (20) ayakan monyong, (21) bebedilan,

dan (22) keranjang ojég.

Berdasarkan uraian keempat hal tersebut, kajian ekolinguistik dalam

penelitian nama-nama perkakas berbahan bambu dalam bahasa Sunda ini lebih ke

arah hubungan antara bahasa dan budaya terkait produk budaya. Dengan kata lain,

penelitian ini terfokus ke arah kajian etnolinguistik. Dalam hal ini, ekolinguistik

hanya berperan sebagai payung besar dari kajian bahasa-bahasa. Lebih jauh,

bagaimana cara pandang masyarakat Sunda di Desa Parapatan, Kecamatan

Purwadadi, Kabupaten Subang untuk mengiterpretasikan keadaan

lingkungan-sosialnya melalui bahasanya, khususnya nama-nama perkakas berbahan bambu

dapat terungkap.

(38)

144

Penelitian ini menunjukkan bahwa kajian ekolinguistik penting untuk

dimanfaatkan sebagai pisau dalam mengungkap keberadaan bahasa terkait dengan

variabel-varibelnya serta cara pandang budaya suatu masyarakat kolektif di

tempat berdiam dewasa ini. Penelitian ini membuka wawasan kita bahwa ilmu

bahasa dapat dimanfaatkan dalam pelbagai dimensi kehidupan manusia. Dengan

demikian, ilmu bahasa tidak hanya mengungkap permasalahan salah atau benar

dalam berbahasa, melainkan kebermaknaannya. Oleh karena itu, ada beberapa

saran yang ingin disampaikan dalam penelitian ini. Adapun saran yang ingin

disampaikan adalah sebagai berikut.

1) Penelitian ekolinguistik akan lebih kaya jika penelitian selanjutnya

memperluas bahasan dan studinya. Apalagi, kajian ekolinguistik ini terbilang

masih jarang, khususnya di Indonesia. Hasil penelitian semacam ini

diharapkan akan lebih beraneka ragam. Selain itu, penelitian ekolinguistik ini

akan lebih menantang jika dielaborasikan dengan wacana lingkungan

(greenspeak), sehingga hasilnya tidak hanya terbatas mengungkap cara

pandang seseorang ataupun suatu masyarakat kolektif terkait budayanya saja,

melainkan lebih kepada realisasi nilai-nilai luhur yang terkandungi di

dalamnya untuk kehidupan sehari-hari dan berbangsa.

2) Penelitian ekolinguistik mendatang juga dapat membandingkan dan

mengungkap aspek-aspek atau tanda-tanda semantik terkait dengan

produk-produk budaya dipelbagai daerah saat ini. Di samping itu, penelitian ini hanya

menggunakan kerangka analisis gagasan Haugen (1972) tentang ekolinguistik

yang lebih kepada ruang lingkup kajian etnolinguistik. Ada baiknya, jika

penelitian-penelitian serupa di masa mendatang dapat menggunakan dan

mengelaborasi kerangka analisis yang lain dalam cakupan ekolinguistik guna

mengungkap bahasa dan budaya suatu tempat seiring dengan perkembangan

(39)

Jaenudin, 2013

Nama Perkakas Berbahan Bambu dalam Bahasa Sunda di Desa Parapatan, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang (Kajian Ekolinguistik)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Al-Gayoni, Yusradi Usman. (2012). Ekolinguistik. Jakarta: Pang Linge Bekerja Sama dengan Research Center for Gayo.

Alwasilah, A. Chaedar dkk. (2009). Etnopedagogi: Landasan Praktik Pendidikan dan Pendidikan Guru. Bandung: Kiblat Buku Utama.

Alwasilah, A. Chaedar. (1993). Pengantar Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa.

Bakker, J.W.M. (1984). Filsafat Kebudayaan: Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Kanisius.

Chaer, Abdul dan Agustina, Leonie. (2004). Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. (2007). Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Danadibrata, R.A. (2006). Kamus Basa Sunda. Bandung: Kiblat Buku Utama bekerja sama dengan Universitas Padjadjaran.

Darheni, Nani. (2010). “Leksikon Aktivitas Mata dalam Toponomi di Jawa Barat: Kajian Etnosemantik”. Linguistik Indonesia. 28, (1), 55-67.

Duranti, Alessandro. (1997). Linguistic Anthropology. Cambridge: Cambridge University Press.

Endraswara, Suwardi. (2003). Metode Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Fasya, Mahmud. (2011). “Leksikon Waktu Harian dalam Bahasa Sunda: Kajian Linguistik Antropologis”. dalam Nasanius, Yassir (ed.) KOLITA 9: Konferensi Linguistik Tahunan Atma Jaya 9: Tingkat Internasional. Jakarta: Pusat Kajian Bahasa dan Budaya Unika Atma Jaya. Pp. 265-269.

Fernandez, Inyo Yos. (2008). “Kategori dan Ekspresi Linguistik dalam Bahasa Jawa sebagai Cermin Kearifan Lokal Penuturnya: Kajian Etnolinguistik pada Masyarakat Petani dan Nelayan”. Kajian Linguistik dan Sastra. 20, ( 2), 166-177.

Foley, William A. (1997). Anthropological Linguistics: An Introduction. Oxford: Blackwell Publishers Ltd.

(40)

146

Haugen, Einar. (1972). The Ecology of Language. California: Stanford University Press.

Idris, Nuny Sulistiany. (2012). “Pengaruh Kognisi terhadap Penggunaan Verba Berendonim Indera Penglihatan dalam Bahasa Indonesia”. Artikulasi: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. 11, (1), 76-90.

Iskandar, Johan dan Iskandar, Budiawati S. (2011). Agroekosistem Orang Sunda. Bandung: Kiblat Buku Utama.

Kaplan, David dan Manners, Albert A. (2000). Teori Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

Kats, J dan Soeriadiradja, M. (1982). Tata Bahasa dan Ungkapan Bahasa Sunda. Terjemahan Ayatrohaedi. Jakarta:Djambatan.

Koentjaraningrat. (1980). Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: UI Press.

Kuswarno, Engkus. (2008). Metode Penelitian Komunikasi: Etnografi Komunikasi (Suatu Pengantar dan Contoh Penelitiannya). Bandung: Widya Padjadjaran.

Kuswarno, Engkus. (2009). Metodologi Penelitian Komunikasi: Fenomenologi (Konsepsi, Pedoman, dan Contoh Penelitian). Bandung: Widya Padjadjaran.

Miles, Matthew B dan Huberman, A. Michael. (1992). Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber tentang Metode-metode Baru.Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: UI Press.

Mokoagouw, Maryanti E. (2012). “Wacana Mob Papua: Kajian Ekolinguistik Dialektikal”. dalam Subyanto, Agus, dkk (ed.) International Seminar: Language Maintenance and Shift II. Semarang: Master Program in Linguistics, Diponegoro University in Collaboration with Balai Bahasa Jawa Tengah. Pp. 296-301.

Moleong, Lexy J. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). TerjemahanBandung: Remaja Rosdakarya.

Muhadjir, Noeng. (1996). Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi III). Yogyakarta: Rake Sarasin.

(41)

147

Jaenudin, 2013

Nama Perkakas Berbahan Bambu dalam Bahasa Sunda di Desa Parapatan, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang (Kajian Ekolinguistik)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Pei, Mario. (1971). Kisah daripada Bahasa. Terjemahan Nugroho Notosusanto. Djakarta: Bhratara.

Rahyono, F.X. (2009). Kearifan Budaya dalam Kata. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.

Ramlan. (2001). Morfologi: Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: Karyono.

Rasna, I Wayan dan Binawati, Ni Wayan S. (2012). “Pemertahanan Leksikal Tanaman Obat Tradisional untuk Penyakit Anak pada Komunitas Remaja di Bali: Kajian Semantik Ekolinguistik”. Jurnal Bumi Lestari. 12, (1), 173-187.

Rasna, I Wayan. (2010). “Pengetahuan dan Sikap Remaja terhadap Tanaman Obat Tradisional di Kabupaten Buleleng dalam Rangka Pelestarian Lingkungan: Sebuah Kajian Ekolinguistik”. Jurnal Bumi Lestari. 10, (2), 321-332.

Rosidi, Ajip. (2010). Mencari Sosok Manusia Sunda. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya.

Sapir, Edward. (2001). “Language and Environment”. dalam Alwin Fill dan Peter Mühlhäusler The Ecolinguistic Reader: Language, Ecology, and Environment. New York: Continuum. Pp. 13-23.

Satjadibrata. 2011. Kamus Sunda-Indonesia. Bandung: Kiblat Buku Utama.

Spradley, James P. (1997). Metode Etnografi. Terjemahan Misbah Zulfa Elizabeth. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.

Sudana, Dadang dkk. (2012). “Eksplorasi Nilai Pendidikan Lingkungan Hidup dalam Leksikon Etnobotani: Kajian Etnopedagogi di Kampung Naga, Kabupaten Tasikmalaya”. Laporan Hibah Penelitian Etnopedagogi. Bandung: Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) UPI.

Sudaryanto. (1988). Metode Linguistik Bagian Kedua: Metode dan Aneka Teknik Pengumpulan Data. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Sujarwo, Wawan dkk. (2010). “Potensi Bambu Tali (Gigantochloa apus J.A. & J.H. Schult. Kurz) sebagai Obat di Bali”. Bul. Littro. 21, (2), 129-137.

Sumardjo, Jakob. (2011). Sunda: Pola Rasionalitas Budaya. Bandung: Kelir.

Gambar

Tabel 4.2 Nama-nama Perkakas Berbahan Bambu

Referensi

Dokumen terkait

Bahasa alamiah bersifat dinamis. Bahasa akan berkembang sesuai dengan perkembangan sosiokultural penuturnya. Bahasa akan terus hidup sepanjang diperlukan penuturnya, yakni

Adapun hasil temuan penelitian ini adalah (1) berdasarkan deskripsi perbedaan dialek bahasa Sunda di Kecamatan Purbaratu ditemukan perbedaan fonologi berjumlah 82

Tujuan dalam penelitian ini ialah untuk mengetahui jenis alih kode dan faktor-faktor terjadinya alih kode dari bahasa Sunda ke bahasa Indonesia di Desa Petapahan Jaya,

Tujuan dalam penelitian ini ialah untuk mengetahui jenis alih kode dan faktor-faktor terjadinya alih kode dari bahasa Sunda ke bahasa Indonesia di Desa Petapahan Jaya,

Ipul akan berusaha mengimbangi dengan menggunakan bahasa Jawa, walaupun pemakaian bahasa Jawa Mang Ipul begitu pasif digunakan. Sedangkan Aa Iyan asli penutur bahasa Sunda

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Sikap dan pilihan bahasa masyarakat Desa Nangerang, Cicadas, Karangsari, dan Desa Binong berdasarkan empat kelompok usia, yaitu usia anak

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui inovasi bentuk (inovasi leksikal penuh dan inovasi fonetis) yang terjadi pada bahasa Sunda di wilayah tersebut.

Bahasa alamiah bersifat dinamis. Bahasa akan berkembang sesuai dengan perkembangan sosiokultural penuturnya. Bahasa akan terus hidup sepanjang diperlukan penuturnya, yakni