• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN PEMBELAJARAN INKUIRI MELALUI STRATEGI REACT (RELATING, EXPERIENCING, APPLYING, COOPERATING DAN TRANSFERRING) UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN HASIL BELAJAR KOGNITIF SISWA PADA TOPIK SUHU DAN KALOR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN PEMBELAJARAN INKUIRI MELALUI STRATEGI REACT (RELATING, EXPERIENCING, APPLYING, COOPERATING DAN TRANSFERRING) UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN HASIL BELAJAR KOGNITIF SISWA PADA TOPIK SUHU DAN KALOR."

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

HALAMAN COVER ... i

C. Pembelajaran Inkuiri Melalui Strategi REACT ... 16

D. Keterampilan Proses Sains ... 18

C. Waktu, lokasi dan subyek Penelitian ... 38

D. Instrumen Penelitian ... 39

E. Analisis Instrumen ... 41

F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 45

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 50

1. Deskripsi peningkatan Keterampilan Proses Sains ... 51

a. Deskripsi peningkatan setiap Aspek ... 52

b. Pengujian Statisik Peningkatan KPS ... 54

(2)

3) Uji statistik... 60

3. Tanggapan Siswa ... 62

B.Keterlaksanaan Pembelajaran Inkuiri dengan Strategi REACT... 64

C. Diskusi dan Pembahasan... 65

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 75

B. Saran ... 76

(3)

Tabel 2.1. Pembelajaran Inkuiri melalui strategi REACT ... 17

Tabel 2.2. KPS dan Indikator ... 23

Tabel 2.3. Kognitif dan Indikator ... 27

Tabel 2.4. Hubungan Strategi REACT terhadap KPS dan Kognitif ... 28

Tabel 3.1. Desain Penelitian ... 37

Tabel 3.2. Kategori validitas butir soal ... 42

Tabel 3.3. Kategori reliabilitass butir soal ... 43

Tabel 3.4. reliabilitas kognitif dan KPS ... 43

Tabel 3.5. Tngkat Kesukaran ... 43

Tabel 3.6. Daya Pembeda... 44

Tabel 3.7 Kriteria N-Gain ... 46

Tabel 3.8 .Kategori tanggapan siswa ... 48

Tabel 3.9.Kriteria Keterlaksanaan Model ... 49

Tabel 4.1. Rerata skor awal, skor akhir dan N-gain KPS ... 51

Tabel 4.2. Uji Normalitas KPS ... 55

Tabel 4.3. Uji Homogenitas KPS ... 55

Tabel 4.4. Uji-t KPS ... 56

Tabel 4.5. Rerata skor tes awal, tes akhir dan N-gain Kognitif ... 57

Tabel 4.6. Uji Normalitas Kognitif ... 60

Tabel 4.7 Hasil Uji Homogenitas Hasil Belajar Kognitif ... 61

Tabel 4.8. Hasil uji t Hasil Belajar Aspek Kognitif ... 62

Tabel 4.9 Rekapitulasi Hasil Tanggapan Siswa ... 63

(4)

Gambar 2.1. Pemuaian panjang ... 30 Gambar 2.2. Perubahan wuwjud zat ... 32 Gambar 3.1. Alur Penelitian ... 38 Gambar 4.1. Skor rata-rata pretes, postes, dan N- gain KPS kelas

eksperimen dan kelas kontrol ... 52 Gambar 4.2. Skor rata-rata pretes, postes, dan N- gain Aspek KPS ... 53 Gambar 4.3 Grafik N-gain kognitif kelas eksperimen dan kelas kontrol ... 58 Gambar 4.4. Grafik N-gain aspek kognitif kelas eksperimen dan kelas

(5)

Halaman

Lampiran A : Perangkat Pembelajaran ... 80

Lampiran B : Hasil Uji Coba ... 140

Lampiran C : Instrumen Penelitian ... 142

Lampiran D : Judgment Instrumen ... 174

Lampiran E : Hasil Penelitian dan Pengolahan Data ... 182

(6)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fisika merupakan salah satu bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang

mempelajari gejala-gejala alam secara sistematis untuk menguasai pengetahuan

berupa fakta, konsep, prinsip, dan proses penemuan tentang interaksi gejala-gejala

itu satu sama lain, sehingga fisika bukan hanya sebagai produk berupa

pengetahuan tetapi juga sebagai proses dalam memperoleh pengetahuan tersebut.

Hal ini sejalan dengan pendapat yang disampaikan oleh Sund dan Trowbrige

(1973), merumuskan bahwa Sains merupakan kumpulan pengetahuan dan proses,

sehingga sains lebih dari sekedar pengetahuan (knowledge) tetapi merupakan

upaya manusia meliputi operasi mental, keterampilan dan strategi untuk

menyingkap rahasia alam.

Fisika merupakan salah satu cabang IPA yang mendasari perkembangan

teknologi maju dan konsep hidup harmonis dengan alam. Sebagai ilmu yang

mempelajari fenomena alam, fisika juga memberikan pelajaran yang baik kepada

manusia untuk hidup selaras berdasarkan hukum alam. Pengelolaan sumber daya

alam dan lingkungan serta pengurangan dampak bencana alam tidak akan berjalan

secara optimal tanpa pemahaman yang baik tentang fisika (BSNP, 2006).

Fisika sebagai proses merupakan langkah-langkah yang ditempuh para

ilmuwan untuk melakukan penyelidikan dalam rangka mencari penjelasan tentang

gejala-gejala alam, Carin dan Sund (dalam Dahniar, 2006). Proses ini

menggunakan metode ilmiah secara bertahap, sistematis dan teratur. Hal ini dapat

membangkitkan minat dan hasil belajar dalam mengembangkan hasil temuan

berupa pengetahuan. Metode ilmiah adalah langkah-langkah yang tersusun secara

sistematik untuk memperoleh suatu kesimpulan ilmiah. Langkah tersebut adalah

merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen,

(7)

Untuk melakukan metode ilmiah diperlukan sejumlah keterampilan sains

yang sering disebut science process skills (Keterampilan Proses Sains).

Selanjutnya keterampilan ini mencakup mengamati, mengklasifikasi,

menginterpretasi, memprediksi, komunikasi, merumuskan hipotesis, melakukan

eksperimen, merancang percobaan, dan menyimpulkan.

Fisika sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah memiliki tujuan

pertama, sebagai wahana untuk menumbuhkan kemampuan berpikir yang berguna

untuk memecahkan masalah didalam kehidupan sehari-hari. Kedua, mata

pelajaran fisika perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih khusus yaitu membekali

peserta didik pengetahuan, pemahaman dan sejumlah kemampuan yang

dipersyaratkan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta

mengembangkan ilmu dan teknologi (BSNP, 2006).

Untuk memenuhi tujuan pembelajaran fisika yang telah dipaparkan di atas,

maka pembelajaran fisika harus dikonstruksi sedemikian rupa, sehingga proses

pembelajaran yang menghasilkan kompetensi tersebut dapat benar-benar terjadi

dalam prosesnya, maka sebaiknya fisika dilaksanakan secara inkuiri (scientific

inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah

serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup (Wenning,

2011).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan di salah satu Sekolah Menengah

Atas di Pekanbaru, pembelajaran di sekolah masih belum dapat mengoptimalkan

siswa secara aktif dalam pembelajaran, hal ini tampak dari proses pembelajaran

yang berlangsung di kelas belum memaksimalkan sejumlah keterampilan proses

sains yang dilatihkan. Ditambah lagi berdasarkan pengamatan dari keadaan

laboratorium dengan sarana dan alat cukup memadai namun kegiatan praktikum

jarang dilakukan. Keadaan ini memberikan dampak terhadap keterampilan proses

sains yang dialami siswa belum terlatih secara optimal seperti observasi,

klasifikasi, interpretasi, hipotesis bahkan sampai pada merancang eksperimen.

Berdasarkan analisis hasil belajar siswa kelas X di sekolah tersebut

(8)

belajar siswa untuk mampu dalam penerapan dan analisis sangat berhubungan

dengan hasil belajar sebelumnya yaitu pengetahuan dan pemahaman. Dengan kata

lain agar hasil belajar kognitif aspek penerapan dan analisis dapat meningkat,

maka kemampuan pengetahuan (C1) dan pemahaman (C2) siswa juga harus meningkat.

Selain itu, pembelajaran fisika yang hanya menampilkan rumus-rumus

fisika yang rumit akan membuat siswa cenderung takut dan tidak menyukai fisika.

Tentunya ini tidak sesuai dalam tuntutan fisika, tidak hanya untuk meningkatkan

pengetahuan dan konsep saja, tetapi juga dapat meningkatkan keterampilan

berpikir siswa. Mata pelajaran akan tambah berarti jika siswa mempelajari materi

yang disajikan melalui konteks kehidupan mereka (Contextual Learning) dan

menemukan arti dalam proses pembelajaran sehingga belajar akan lebih bermakna

dan menyenangkan (Trianto, 2009). Contextual Teaching Learning ini memiliki

tujuh komponen pembelajaran yaitu konstruktivisme, inkuiri, bertanya,

masyarakat belajar, pemodelan, refleksi dan penilaian sebenarnya. Dalam

pengembangan pembelajaran kontekstual menggunakan strategi REACT,

merupakan akronim dari (Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, dan

Transferring).

Sehubungan dengan permasalahan tersebut, maka perlu adanya perbaikan

dalam proses pembelajaran agar siswa terlibat aktif dalam menggunakan metode

ilmiah secara langsung untuk meningkatkan keterampilan proses sains dan hasil

belajarnya. Menurut Silberman (2005), ”Pada saat belajar aktif, siswa dapat

melakukan sebagaian besar pekerjaan yang mereka lakukan, memecahkan

berbagai masalah dan menerapkan dari apa yang telah dipelajari.”

Salah satu komponen dari pembelajaran kontekstual yang mampu

mengoptimalkan proses pembelajaran dengan menggunakan metode ilmiah adalah

inkuiri. Pembelajaran inkuiri merupakan bentuk pembelajaran yang mengaktifkan

dan melatih keterampilan dan memberi kesempatan kepada siswa untuk memiliki

pengalaman belajar yang nyata dan aktif, dimana siswa dilatih bagaimana

(9)

Penelitian yang dilakukan oleh Pulaila (2007) dengan menerapkan

pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan penguasaan konsep dan

keterampilan berpikir kreatif siswa SMA. Hasil ini sesuai dengan pendapat

Sanjaya (2010) bahwa pembelajaran inkuiri ini menekankan pada proses berpikir

secara kritis dan analitis untuk mencari serta menemukan sendiri jawaban dari

suatu masalah yang dipertanyakan.

Sehubungan dengan keterampilan proses sains yang masih perlu

ditingkatkan pada beberapa aspek, maka sains dapat diajarkan pada siswa secara

tepat melalui pembelajaran inkuiri dengan tahapan pembelajaran menggunakan

strategi REACT (Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, dan

Transferring). Penggunaan strategi ini telah dilakukan dalam pembelajaran oleh

beberapa peneliti diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Pertiwi (2010)

tentang pembelajaran melalui strategi REACT dapat meningkatkan keterampilan

berpikir dan pemahaman konsep, hal yang sama diperoleh penelitian oleh Agus

sukmana “a teaching material development for developing students’ intuitive

thinking through REACT contextual teaching approach.” Ada indikasi

pembelajaran kontekstual dengan strategi REACT dapat mengembangkan hasil

belajar berpikir intuitif mahasiswa. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Saka

(2011), pendekatan REACT melalui pembelajaran konteks dan metode

pembelajaran komputer efektif untuk meningkatkan hasil belajar, minat, dan sikap

positif siswa.

Dari beberapa penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

dengan strategi REACT mampu meningkatkan prestasi siswa baik dari segi

kognitif, afektif, dan psikomotorik serta keterampilan berpikir siswa. Sehingga

masalah yang dihadapi peneliti dapat diselesaikan dengan pembelajaran inkuiri

melalui strategi REACT.

Berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi dalam mengoptimalkan

keterampilan proses sains dan hasil belajar kognitif, maka perlu peran sentral dari

metode ilmiah dalam pembelajaran. Metode ilmiah tidak dapat dipisahkan dalam

pembelajaran sains, khususnya IPA. Pembelajaran inkuiri dirancang untuk

(10)

menerapkan metode ilmiah dalam pembelajaran dan proses pembelajaran akan

lebih bermakna jika siswa diajarkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Oleh

karea itu, peneliti memberikan satu alternatif pembelajaran yang digunakan yaitu

pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT untuk meningkatkan hasil belajar

pada aspek kognitif dan keterampilan proses sains pada materi suhu dan kalor.

Pembelajaran inkuiri dengan strategi REACT menekankan pembelajaran

berdasarkan aktivitas siswa dalam menemukan suatu konsep yang sudah ada

berdasarkan konteks sehari-hari. Materi suhu dan kalor erat kaitannya dengan

kehidupan sehari-hari sehingga kontennya dapat dikemas dalam bentuk fenomena

yang mudah dipahami siswa, sehingga materi ini dapat digunakan dengan model

pembelajaran ini.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka

rumusan masalah dalam penelitian adalah “Bagaimanakah peningkatan

keterampilan proses sains dan hasil belajar kognitif siswa setelah diberikan

perlakukan inkuiri melalui strategi REACT ? ”Untuk memfokuskan masalah

tersebut, maka dijabarkan ke dalam beberapa pertanyaan penelitian, yaitu:

1. Bagaimana perbedaan peningkatan keterampilan proses sains antara siswa

yang memperoleh pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT dengan

siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?.

2. Bagaimana peningkatan tiap aspek kerampilan proses sains pada siswa

yang mendapat pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT ?.

3. Bagaimana perbedaan peningkatan hasil belajar kognitif antara siswa yang

memperoleh pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT dengan siswa

yang memperoleh pembelajaran konvensional?.

4. Bagaimana peningkatan hasil belajar kognitif siswa yang sudah mendapat

pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT ?.

5. Bagaimana tanggapan siswa terhadap pembelajaran inkuiri melalui

strategi REACT ?.

(11)

C.Pembatasan Masalah

Hasil belajar dalam penelitian ini pada ranah kognitif dimulai dari C1 sampai C4 dengan merujuk pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang ingin dicapai. Indikator-indikator keterampilan proses sains yang dicapai ada

delapan jenis yaitu mengamati, memprediksi, klasifikasi, merencanakan

percobaan, hipotesis, interpretasi, menerapkan konsep dan komunikasi.

Pembatasan keterampilan proses dilakukan karena hanya dapat difasilitasi oleh

penerapan pembelajaran ini.

D. Tujuan Penelitian

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui peningkatan

keterampilan proses sains dan hasil belajar kognitif siswa setelah diberikan

perlakuan pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT, tanggapan siswa serta

seberapa besar keterlaksanaan pembelajaran tersebut.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini yaitu:

a. Bagi peneliti, memberikan informasi peningkatan hasil belajar kognitif dan

keterampilan proses sains melalui penerapan strategi REACT .

b. Bagi guru, dapat dijadikan salah satu alternatif dalam penyampaian materi suhu

dan kalor sebagai motivasi untuk lebih mempelajari dan memahami

pembelajaran.

F. Definisi Operasional

Supaya tidak terjadi perbedaan persepsi mengenai definisi operasional

variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, maka dijelaskan sebagai

berikut:

a. Penerapan Pembelajaran inkuiri dengan strategi REACT

Penerapan Pembelajaran inkuiri dengan strategi REACT didefinisikan

sebagai proses belajar yang dimulai dengan memberikan masalah dalam bentuk

pertanyaan dan cara bagaimana menjawab pertanyaan tersebut melalui langkah

inkuiri dengan tahap penyajian masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulkan

(12)

inkuiri terintegrasi pada tahapan Relating, Experiencing, Applying,

Cooperating dan Transferring. Pada pelaksanaannya tahap merumuskan

masalah dan mengajukan hipotesis diintegrasikan pada tahap Relating,

mengumpulkan data dan menguji hipotesis pada tahap Experiencing, proses

memperoleh kesimpulan dimulai dari tahap cooperating sampai pada

transferring . Keterlaksanaan proses pembelajaran REACT diamati dengan

lembar observasi.

b. Keterampilan proses sains

Keterampilan proses sains adalah keterampilan yang diperlukan untuk

memperoleh, mengembangkan dan menerapkan konsep-konsep,

prinsip-prinsip, hukum-hukum dan teori-teori sains baik berupa keterampilan mental,

keterampilan fisik maupun keterampilan sosial (Rustaman, 2003).

Keterampilan ini mencakup pengamatan (observasi), merencanakan percobaan

(Experiment), mengelompokkan (klasifikasi), menafsirkan pengamatan

(interpretasi), menerapkan konsep atau prinsip (aplikasi), merumuskan

hipotesis dan mengkomunikasikan (Komunikasi). Dalam penelitian ini,

keterampilan proses sains siswa diukur sebelum dan sesudah pembelajaran

dengan menggunakan tes keterampilan proses sains berupa tes tertulis

berbentuk uraian terbatas yang mencakup indikator-indikator keterampilan

proses sains yang dilaksanakan pada tes awal dan tes akhir.

c. Hasil Belajar Kognitif

Hasil belajar kognitif merupakan hasil belajar yang diukur setelah proses

pembelajaran. Hasil belajar dapat berupa aspek kognitif, afektif dan

psikomotorik. Pada penelitian ini ranah kognitif, yang harus dicapai meliputi

kategori: mengingat (C1), memahami (C2), mengaplikasikan (C3), menganalisis (C4). Instrumen yang digunakan untuk ranah kognitif adalah tes tertulis berbentuk pilihan ganda dengan lima pilihan jawaban. Tes tertulis dilaksanakan

sebanyak dua kali yaitu sebelum diberikan perlakuan tes awal dan sesudah

(13)

d. Pembelajaran konvensional

Pembelajaran konvensional didefinisikan sebagai pembelajaran yang biasa

digunakan oleh guru dengan ceramah dan praktikum. Prosedur percobaannya

sudah disusun oleh guru sebelum percobaan dilakukan oleh siswa. Fase

praktikum terencana adalah sebagai berikut: (1) Siswa membaca petunjuk yang

dibuat oleh guru, (2) Siswa mulai melakukan percobaan, (3) Siswa membuat

(14)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.Metode dan Desain Penelitian

Berkaitan dengan permasalahan yang digunakan oleh peneliti dalam

rangka meningkatkan hasil belajar kognitif dan keterampilan proses sains

dengan menerapkan pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT, maka

digunakan sebuah metode untuk mengetahui seberapa besar peningkatan yang

diperoleh pada kelas yang diterapkan pembelajaran ini. Oleh karena itu peneliti

menggunakan metode eksperimen. Jenis eksperimen yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu quasi experiment karena tidak melakukan pengacakan subjek

pada kelas eksperimen dan kontrol (Schumacher dan Mc. Millan, 2007).

Penelitian ini menggunakan dua kelas yaitu eksperimen dan kontrol.

Masing-masing kelas diberikan tes awal kemudian kelas eksperimen diberikan

perlakuan sedangkan kelas kontrol sebagai pembanding tidak diberikan

perlakuan. Setelah itu kedua kelas diberikan tes akhir. Dengan demikian peneliti

menggunakan desain “nonequivalent control group design ” (Sugiyono, 2007).

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelas Tes awal Perlakuan Tes akhir

Eksperimen O1, O2 X O1, O2

Kontrol O1, O2 O1, O2

Keterangan:

X : Pembelajaran inkuiri dengan strategi REACT

O1 : Tes KPS O2 : Tes Kognitif

B. Alur Penelitian

Proses penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan metode

(15)

Gambar 3.1 Alur Proses Penelitian

C.Waktu, Lokasi dan Subjek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di salah satu Sekolah Menengah Atas yang ada

di Kecamatan Kampar Timur, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau pada bulan Mei

Kelas Eksperimen dengan

(16)

sampai Juni 2012. Populasi pada penelitian ini adalah siswa Sekolah Menengah

Atas Negeri (SMAN) di kelas X tahun pelajaran 2011-2012 di salah satu SMA

Kabupaten Kampar, Propinsi Riau. Sekolah tersebut memiliki enam kelas X. Dari

enam kelas tersebut, dipilih dua kelas secara acak sebagai kelas kelas eksperimen

dan kelas kontrol, maka peneliti menggunakan teknik Simple Random Sampilng

(Sugiyono, 2010). Jadi sebagai kelas eksperimen adalah Kelas X3 dan sebagai kelas kontrol kelas X1.

D.Instrumen Penelitian

1. Jenis Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan empat jenis instrumen pengumpul data

yaitu, tes hasil belajar kognitif, tes keterampilan proses sains, lembar observasi

dan angket.

a. Tes Hasil Belajar Kognitif

Tes ini berupa tes pilihan ganda dengan lima pilihan jawaban yang

mencakup aspek kognitif dari C1 sampai C4, serta berisikan indikator yang akan dicapai siswa pada topik suhu dan kalor. Tes ini diberikan sebanyak dua kali pada

kelas eksperimen dan kelas kontrol, sebelum pembelajaran tes awal dan sesudah

pembelajaran tes akhir. Tes ini dapat mengetahui keadaan siswa tentang

normalitas dan homogenitas. Tujuan diberikan tes untuk mengetahui peningkatan

(N-gain) hasil belajar pada kelas eksperimen dengan pembelajaran inkuiri melalui

strategi REACT daripada kelas kontrol yang mendapat pembelajaran

konvensional.

b. Tes Keterampilan Proses Sains

Tes ini berupa uraian terbatas yang berjumlah delapan soal mencakup

indikator-indikator keterampilan proses sains yaitu mengamati, menafsirkan,

meramalkan, menerapkan konsep, merencanakan eksperimen, klasifikasi,

hipotesis dan komunikasi. Tes ini diberikan sebanyak dua kali yaitu sebelum

pembelajaran tes awal dan sesudah pembelajaran tes akhir. Tes ini dapat

mengetahui keadaan siswa tentang normalitas dan homogenitas. Tujuan diberikan

(17)

eksperimen dengan pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT dan kelas

kontrol yang mendapat pembelajaran konvensional.

c. Angket

Angket ini digunakan untuk memperoleh informasi tentang tanggapan

siswa terhadap penerapan pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT pada

pembelajaran konsep suhu dan kalor. Angket ini memuat daftar pertanyaan dan

pernyataan terkait penerapan pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT yang

dilaksanakan. Instrumen angket tanggapan ini memuat kolom sangat setuju (SS),

setuju (S), tidak setuju (TS), dan dan sangat tidak setuju (STS). Siswa diminta

memberikan tanda cek () pada pernyataan atau pertanyaan yang terdapat pada

angket. Angket tanggapan siswa selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.

d. Lembar Keterlaksanaan Pembelajaran oleh Guru

Lembar keterlaksanaan pembelaran inkuiri dengan REACT ini untuk

melihat proses pembelajaran yang dilakukan guru apakah sudah sesuai dengan

tahapan pembelajaran. Lembar ini diisi oleh observer untuk menjawab beberapa pernyataan dengan tanda (√) pada kolom ya atau tidak sesuai dengan keterlaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru di kelas. Pada lembar

obsrvasi ini juga terdapat kolom catatan keterangan untuk mencatat

kekurangan-kekurangan dalam setiap fase pembelajaran. Lembar Keterlaksanaan

pembelajaran ini dapat dilihat pada lampiran C.

e. Lembar Keterlaksanaan Pembelajaran oleh Siswa

Lembar keterlaksanaan pembelaran inkuiri dengan REACT ini untuk

melihat proses pembelajaran yang dilakukan siswa apakah sudah sesuai dengan

tahapan pembelajaran. Lembar ini diisi oleh observer untuk menjawab beberapa pernyataan dengan tanda (√) pada kolom ya atau tidak sesuai dengan keterlaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh siswa di kelas. Pada lembar

obsrvasi ini juga terdapat kolom catatan keterangan untuk mencatat

kekurangan-kekurangan dalam setiap fase pembelajaran. Lembar Keterlaksanaan

(18)

E.Analisis Instrumen

Data yang diperoleh melalui instrumen berupa data kuantitatif. Data

kuantitatif ini terdiri dari tiga jenis yaitu skor tes , data angket dan data lembar

keterlaksanaan model. Skor tes diperoleh sebanyak dua kali yaitu pada tes awal

dan tes akhir . Data pada angket diperoleh melalui lembar angket tanggapan

siswa, data lembar keterlaksanaan pembelajaran diperoleh melalui lembar

keterlaksanaan model oleh guru dan siswa yang diisi oleh observer.

Analisis instrumen mencakup validitas, reliabitas, daya pembeda, dan

tingkat kesukaran. Suatu tes yang baik akan memilki validitas tinggi, reliabilitas

tinggi, daya pembeda baik dan tingkat kesukaran kecil.

1. Validitas tes

Validitas tes bertalian dengan tingkat keabsahan atau ketepatan suatu tes

dalam mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas yang dilakukan adalah

validitas isi, yaitu meminta pertimbangan (Judgment) dari para ahli tentang

ketepatan suatu instrumen untuk mengukur kemampuan yang hendak dicapai.

Para ahli diminta pendapatnya tentang instrumen yang sudah dibuat dengan

beberapa pertimbangan: instrumen dapat digunakan tanpa ada perbaikan, ada

perbaikan atau instrumen diperbaiki total. Peneliti melakukan validitas ini pada

dua orang dosen dalam bidang pendidikan fisika dan satu orang guru. Tujuan

validitas ini untuk melihat kesesuaian antara instrumen dengan materi pelajaran

dan indikator yang ingin dicapai. Hasilnya dari tiga orang ahli terhadap validitas

isi instrumen ini memerlukan revisi dalam redaksi, dan setelah diperbaiki oleh

peneliti maka instrumen ini sudah bisa dan layak untuk digunakan. Untuk

mengetahui secara detailnya pada lampiran D.

Setelah tes dijudgtment oleh para ahli dan direvisi, maka dilakukan

ujicoba instrumen pada kelas X5 di sekolah lain yang memiliki karakteristik hampir sama dengan populasi di sekolah yang akan peneliti lakukan. Setelah diuji

coba maka skor yang diperoleh dianalisis dan diperoleh validitas butir soal.

Validitas butir soal digunakan untuk mengetahui dukungan suatu butir soal

terhadap skor total. Untuk menguji validitas setiap butir soal, skor-skor yang ada

(19)

memiliki validitas yang tinggi jika skor soal tersebut memiliki dukungan yang

besar terhadap skor total. Dukungan setiap butir soal dinyatakan dalam bentuk

korelasi, sehingga mendapatkan validitas suatu butir soal dalam bentuk rentang

nilai yang dikonversi dalam kategorisasi. Kategori yang berkenaan dengan

validitas butir soal dalam penelitian ini dinyatakan dalam Tabel 3.2 .

Tabel 3.2.

Kategori Validitas Butir Soal

Batasan Kategori

0,80< rxy≤ 1,00 Sangat tinggi (sangat baik)

0,60< rxy≤ 0,80 tinggi (baik)

0,40< rxy≤ 0,60 cukup(sedang)

0,20< rxy≤ 0,40 rendah (kurang)

xy

r ≤ 0,20 sangat rendah (sangat kurang)

Perhitungan besarnya validiats ini dilakukan dengan bantuan program

Anates versi 4.0.7. Rangkuman hasil perhitungan tingkat validitas instrumen tes

kemampuan kognitif dan keterampilan proses sains dapat dilihat pada lampiran B.

2. Reliabilitas

Reliabilitas alat penilaian adalah ketepatan atau keajegan alat tersebut

alam menilai apa yang dinilainya. Artinya, kapan pun alat penilaian penialain

tersebut digunakan akan memberikan hasil yang relatif sama. (Sudjana, 1989).

Reliabilitas tes yang digunakan peneliti adalah internal consistency , yaitu

dilakukan dengan cara instrumen diujicoba satu kali, setelah itu, data diperoleh

kemudian dianalisis dengan teknik tertentu. Hasil analisis dapat digunakan untuk

memprediksi reliabilitas instrumen. (Sugiyono, 2007). kategorisasi yang

berkenaan dengan reliabilitas butir soal dalam penelitian ini dinyatakan dalam

(20)

Tabel 3.3.

Kategori Reliabilitas Butir soal

Batasan Kategori

0,80<

r

11≤ 1,00 sangat tinggi (sangat baik)

0,60<

r

11 ≤ 0,80 tinggi (baik)

0,40<

r

11≤ 0,60 cukup(sedang)

0,20<

r

11≤ 0,40 rendah (kurang)

11

r

≤ 0,20 sangat rendah (sangat kurang)

Perhitungan besarnya reliabilitas soal uji coba dilakukan dengan bantuan

program Anates versi 4.0.7. Rangkuman hasil perhitungan tingkat reliabilitas

instrumen tes kemampuan kognitif dan keterampilan proses sains dapat dilihat

pada lampiran B.

Tabel 3.4

Reliabilitas Kemampuan Kognitif dan Keterampilan Proses Sains

No Reliabilitas Interpretasi Kemampuan

1. 0,88 Sangat tinggi Keterampilan Proses Sains

2. 0,79 Tinggi Kognitif

3. Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran adalah bilangan yang menunjukkan sukar atau

mudahnya suatu soal. Setelah dilakukan analisis terhadap hasil tes ujicoba, maka

diperoleh nilai tingkat kesukaran item soal tes. Nilai ini kemudian dikategorikan

sesuai dengan kriteria pada tabel 3.5 .

Tabel 3.5

Perhitungan besarnya tingkat kesukaran soal uji coba dilakukan dengan

(21)

kesukaran instrumen tes kemampuan kognitif dan keterampilan proses sains

dapat dilihat pada lampiran B

4. Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan

antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan

rendah. Soal tes yang sudah dianalisis dengan menggunakan program anates versi

4.0.7 sehingga diperoleh nilai daya pembeda tiap item soal dalam bentuk angka,

kemudian dikategorikan sesuai dengan tabel 3.6 .

Tabel 3.6 Kategori Daya Pembeda

Batasan Kategori

D ≤ 0,20 Jelek

0,20 < D ≤ 0,40 Cukup

0,40 < D ≤ 0,70 Baik

0,70 < D ≤ 1,00 baik sekali

Gambaran secara lengkap tentang validitas, reliabilitas, daya pembeda dan

tingkat kesukaran soal pada kemampuan kognitif dapat dilihat pada lampiran B.

Data hasil uji coba pada instrumen hasil belajar aspek kognitif memiliki

nilai reliabilitas 0,79 dengan kategori tinggi. Dari hasil ujicoba yang dianalisis

berdasarkan validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran maka tes

hasil belajar kognitif dari 40 item soal ujicoba direduksi menjadi 24 item soal

untuk materi suhu dan kalor yang akan digunakan sebagai tes hasil belajar aspek

kognitif.

Dari hasil uji coba instrumen keterampilan proses sains yang berjumlah

16 butir soal memiliki nilai reliabilitas 0,88 dengan kategori sangat tinggi. Setelah

tes dianalisis maka soal yang diambil sebagai instrumen penelitian dengan kriteria

memiliki kebutuhan signifikansi validitas memadai dan tingkat kesukaran relatif

sedang, sehingganya instrumen ini mengalami reduksi menjadi delapan soal yang

(22)

F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data yang dianalisis adalah hasil tes kemampuan awal dan kemapuan

akhir serta gain ternormalisasi dari hasil belajar kognitif dan keterampilan proses

sains, serta hasil angket siswa. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan

software SPSS 16, dan Microsoft Office Excel 2007.

1. Pengolahan Data Hasil belajar aspek kognitif dan Tes Keterampilan

Proses Sains.

Dalam melakukan pengolahan data hasil tes siswa digunakan Microsoft

Office Excel dan software SPSS 16. Hal pertama yang dilakukan adalah

melakukan analisis deskriptif yang bertujuan untuk melihat gambaran umum

pencapaian siswa yang terdiri dari rerata dan simpangan baku. Kemudian

dilakukan analisis inferensial untuk melihat perbedaan dua rerata gain, interaksi

beberapa faktor yang mempengaruhi pada kelas eksperimen sehingga hasil dari

penelitian dapat digeneralisasikan.

Sebelum data hasil penelitian diolah, terlebih dahulu dipersiapkan

beberapa hal, antara lain:

a) Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan alternatif jawaban dan

pedoman penskoran yang digunakan.

b) Membuat tabel skor tes siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.

c) Perhitungan Gain yang dinormalisasi

d) Menetapkan tingkat kesalahan atau tingkat signifikansi yaitu 5% (�=

0,05).

Pengolahan data secara garis besar dilakukan dengan menggunakan

bantuan pendekatan secara hierarkhi statistik. Data primer hasil tes siswa

sebelum dan sesudah perlakuan, dianalisis dengan cara membandingkan skor

tes awal dan tes akhir. Peningkatan yang terjadi sebelum dan sesudah

pembelajaran dihitung dengan rumus faktor gain <g> yang dikembangkan

oleh Hake (1999) dengan rumus:

(23)

Keterangan :

Pengolahan data rata-rata skor gain dinormalisasi dianalisis secara statistik

dengan menggunakan software Microsoft Office Excel 2007.

Sebelum dilakukan uji hipotesis, perlu dilakukan uji normalitas distribusi

data dan uji homogenitas variansi data. Uraian uji normalitas distribusi data dan

uji homogenitas variansi data sebagai berikut.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui normal atau tidaknya

distribusi data yang menjadi syarat untuk menentukan jenis statistik yang

digunakan dalam analisis selanjutnya. Sampel pada penelitian berjumlah 35 pada

kelas eksperimen dan 36 pada kelas kontrol, maka Uji normalitas ini

menggunakan Saphiro Wilk. Kriteria pengujian, jika nilai signifikansi > � maka

data berdsitribusi normal.

b. Uji Homogenitas

Pengujian homogenitas antara dua kelas data dilakukan untuk mengetahui

apakah varians kedua kelas homogen atau tidak homogen.

Uji homogenitas ini menggunakan statistik uji Levene. Kriteria pengujian:

(24)

2. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dengan menggunakan statistik inferensial. Adapun uji

statistik yang digunakan pada pengolahan data penelitian yang berupa data tes

sebagai berikut:

a. Uji-perbedaan dua rerata denga satu pihak (Uji-t Satu Pihak)

Uji perbandingan dua rerata pada penelitian ini dilakukan menggunakan uji

t dua sampel independen melalui program SPSS 16 dengan taraf signifikansi α =

0,05. Uji t dua sampel independen digunakan untuk membandingkan selisih dua

rerata (mean) dari dua sampel yang independen dengan asumsi data terdistribusi

normal. Berdasarkan beberapa teori yang peneliti baca dan pahami tentang

pembelajaran inkuiri, maka dapat diasumsikan bahwa pembelajaran inkuiri

mampu melatihkan berbagai aspek kemampuan dan keterampilan termasuk

kemampuan kognitif dan keterampilan proses, sehingga peneliti menggunakan uji

t- satu pihak.

3. Tanggapan Siswa

Menghitung persentase hasil angket tanggapan siswa menggunakan rumus

(Sugiono, 2008).

% = � ℎ � � ℎ � � �

� ℎ � ℎ 100% (3.1)

Untuk pertanyaan positif maka dikaitkan dengan nilai SS = 4, S= 3, TS = 2 dan

STS = 1, dan sebaliknya untuk pertanyaan negatif (Sujana, 1989). Dalam

(25)

Tabel 3.8

Pengkategorian Persentase Tanggapan Siswa

Batasan Persentase Kategori

0% < % skor maksimum ≤ 25% Sangat Tidak Setuju ( sangat negatif)

25% < % skor maksimum ≤ 50% Tidak Setuju ( negatif)

50% < % skor maksimum ≤ 75% Setuju ( positif)

75% < % skor maksimum ≤ 100% Sangat Setuju (sangat positif)

4. Keterlaksanaan Model Pembelajaran oleh Guru

Data mengenai keterlaksanaan model pembelajaran inkuiri dengan

strategi REACT merupakan data yang diambil dari observasi. Pengolahan data

dilakukan dengan cara mencari persentase keterlaksanaan pembelajaran inkuiri

dengan REACT. Adapun langkah-langkah yang peneliti lakukan untuk mengolah

data tersebut adalah dengan:

1. Menghitung jumlah jawaban “ya” dan “tidak” yang observer isi pada format

keterlaksanaan model pembelajaran.

2. Melakukan perhitungan persentase keterlaksanaan pembelajaran dengan

menggunakan persamaan berikut:

observer menjawab ya atau tidak

% Keterlaksanaan Model = 100%

observer seluruhnya 

…. 3.2)

Untuk mengetahui kategori keterlaksanaan pembelajaran ini yang dilakukan oleh

(26)

Tabel 3.9

Kriteria Keterlaksanaan Model

KM (%) Kriteria

KM = 0 Tak satu kegiatan pun terlaksana

0 < KM < 25 Sebagian kecil kegiatan terlaksana

25 < KM < 50 Hampir setengah kegiatan terlaksana

KM = 50 Setengah kegiatan terlaksana

50 < KM < 75 Sebagian besar kegiatan terlaksana

75 < KM < 100 Hampir seluruh kegiatan terlaksana

KM = 100 Seluruh kegiatan terlaksana

KM = keterlaksanaan model

5. Pengolahan Data Keterlaksanaan Model Pembelajaran Oleh Siswa

Data mengenai keterlaksanaan model pembelajaran inkuiri melalui

strategi RACT pada siswa merupakan data yang diperoleh dari observasi. Data

tersebut dianalisis dengan menghitung persentase dengan cara yang sama dengan

yang digunakan untuk menganalisis data hasil keterlaksanaan model pembelajaran

pada guru. Kriteria penilaian keterlaksanaan model pembelajaran oleh siswa

(27)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat

ditarik kesimpulan:

1. Peningkatan keterampilan proses sains pada kelas yang menerapkan pembelajaran

inkuiri melalui strategi REACT sebesar 0,48 dengan kategori sedang lebih baik

daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional dengan peningkatan 0,27

dengan kategori rendah.

2. Penerapan pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT dapat meningkatkan

keterampilan proses sains dengan peningkatan terbesar hingga terkecil yaitu

hipotesis, klasifikasi, mengamati, merancang percobaan, menerapkan konsep,

prediksi, komunikasi dan interpretasi data.

3. Peningkatan hasil belajar kognitif pada kelas yang menerapkan pembelajaran inkuiri

melalui strategi REACT sebesar 0,53 lebih baik daripada kelas yang menggunakan

pembelajaran konvensional dengan peningkatan 0,43 .

4. Penerapan pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT dapat meningkatkan semua

aspek kognitif, peningkatan terbesar hingga terkecil yaitu pengetahuan, pemahaman,

penerapan dan analisis.

5. Siswa yang mendapat pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT pada materi suhu

dan kalor memberikan respon positif baik dalam penggunaan strategi, penggunaan

LKS maupun pada kegiatan eksperimen.

6. Proses pembelajaran inkuiri dengan strategi REACT ini melalui tahapan Relating,

Experiencing, Applying, Cooperating dan Transferring. Kelima langkah yang

diamati keterlaksanaan dari guru dan siswa. Tidak semua langkah berjalan dengan

baik pada setiap pertemuan. Pada pertemuan pertama, guru belum mengotimalkan

(28)

dilakukan dengan baik. Dari hasil pengamatan terhadap siswa semua langkah masih

belum berjalan optimal.

B. Saran

Penelitian yang telah dilakukan Penerapan pembelajaran inkuiri melalui strategi

REACT masih terdapat kekurangan-kekurangan dan kendala dalam pelaksanaan, untuk

itu peneliti menyarankan sebagai berikut:

1. Pelaksanaan pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT diawal pertemuan

mengalami beberapa kendala sehingga belum bisa berjalan optimal, karena siswa

masih belum terbiasa dalam menerima cara pembelajaran baru sehingga pengaturan

waktu pada tiap tahapan masih belum optimal dilakukan, sebaiknya guru sekilas

memperkenalkan langkah-langkah dalam pembelajaran serta tegas dan konsisten

dalam melaksanakan setiap langkah pembelajaran sesuai dengan RPP.

2. Keterlaksanaan proses pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT belum

terlaksana secara maksimal karena pada awal pertemuan tahap Relating siswa

belum terbiasa belajar dari masalah terlebih dahulu, sebaiknya guru mampu

memilih masalah kontekstual dengan menggunakan pertanyaan yang mudah

dipahami oleh siswa. Tahap Cooperating siswa kurang terlibat aktif, sehingga

diharapkan pada guru lebih memberikan motivasi agar siswa lebih aktif dalam

kelompok untuk memberikan saran dan pertanyaan. Tahap Transferring ini

(29)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson. L. W. (2010). Pembelajaran Pengajaran dan Asesmen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

BSNP. (2006). Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP.

Crawford,L,Michael. (2001). Teaching mathematic Kontextually. Waco, texas : CORD Communications, Inc.

Cord, (1999). Teaching mathematic Kontextually. Waco, texas : CORD Communications, Inc

Dahniar, Nani. (2006). Jurnal Pendidikan Inovatif Volume 2, No.1, September 2006.

Depdiknas. (2008). Strategi pembelajaran MIPA. Jakarta: Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga Kependidikan

Fauziah, Ana. (2007). Peningkatan Pemahaman dan Kemampuan Pemecahan Masalah matematika Siswa SMP Melalui Strategi REACT. Tesis UPI. Tidak Diterbitkan.

Furqon. (2004). Statistik Terapan Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.

Hake, R, Richard. (2002). “Relationship of Individual Student Normalized Learning Gains in Mechanics with Gender, High-School Physics, and

Pretest Scores on Mathematics and Spatial Visualization.”Journal of

Physics Education Research Conference.

Komalasari, Kokom. (2010). Pembelajaran Kontekstual . Bandung : Refika Aditama

Padilla, Michail, at al. (2006). Analyzing hierarchical relationships among modes of cognitive reasoning and integrated science process skills. Journal of Research in Science Teaching Volume 23, Issue 4, April 1986, Pages: 277– 291. [Online 18 Okober 2012].

(30)

Pulaila, Ali. (2007). Model pembelajaran inkuiri terbimbing untuk meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kreatif siswa sma pada materi suhu dan kalor. Bandung : Tesis UPI.

Rustaman, N.Y.(2005). Perkembangan Penelitian Pembelajaran berbasis inkuiri dalam pendidikan sans. [Makalah].seminar nasional II himpunan ikatan sarjana dan pemerhati pendidikan IPA Indonesia bekerjasama dengan FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung juli 2005

Rustaman, N (2003). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Rezba, J. Richard. Science Process Skills. Kendall : Hunt Publishing Company.

Saka, Ahmet. Z. (2011). REACT on the Content-Based Approach, and Computer-Assisted Learning Method were effective in increasing the student success, interest and positive attitude. Dalam jurnal Eurasian J. Phys. Chem. Educ.

Sanjaya,W.(2007). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses pendidikan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Schumacher Sally, dan James H.McMillan. (2007). Research In Education. (Terjemahan). Longman : Newyork.

Silberman, Mel, (2009). Active Learning. Jogjakarta : Pustaka Insan Madani.

Sofiany, Arismasemby, (2012). Hubungan Perilaku Belajar dengan Prestasi Belajar Siswa pada mata pelajaran Akuntansi SMA PGRI 1 Bandung. UPI : Bandung

Sund, R dan Trowbridge, L. (1973). Teaching Sciences by Inquiry in The Secondary School. Ohio: Bell and Howell Company.

Sudjana, Nana. (1989). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : Rosdakarya.

Sugiyono, (2007). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.

Tipler, P. (2001). Fisika Untuk Sains dan Teknik. Jilid II. Jakarta: Erlangga.

Trianto,M.Pd.(2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Surabaya: Kencana Prenada Media Group.

(31)

Wiyanto. (2005). Pengembangan Kemampuan Merancang dan Melaksanakan Kegiatan Laboratorium Fisika Berbasis Inkuiri Bagi Mahasiswa calon Guru. Disertasi PPS UPI: Tidak diterbitkan.

Wenning,C.J & Khan,M.A. (2011). Sample learning sequences based on the levels of inquiry model of science teaching. Jornal of physics teacher education online, 6(2),17-30.

Wenning, J. (2010). ”Level Of Inquiry: Using Inquiry Spectrum Learning

Sequences to Teach Scinece”. Journal Physic Teacher Online. Vol/no:5/4.

Gambar

Gambar 2.1.    Pemuaian panjang ...................................................................
Gambar 3.1 Alur Proses Penelitian
Tabel 3.2.  Kategori Validitas Butir Soal
Tabel 3.4  Reliabilitas Kemampuan Kognitif dan
+5

Referensi

Dokumen terkait

Pengadaan Alat-alat Kesehatan Rumah Sakit Belanja Modal Pengadaan Alat Kedokteran Umum JB: Modal JP: Barang. 1

[r]

Sayur selada yang ditanam dengan menggunakan pupuk kimia mengandung kadar nitrit dan nitrat yang paling tinggi pada setiap masa panen yang dilakukan, masing- masing sebesar

Sayur selada yang ditanam dengan menggunakan pupuk kimia mengandung kadar nitrit dan nitrat yang paling tinggi pada setiap masa panen yang dilakukan, masing- masing sebesar

SEGMEN BERITA REPORTER B Kerajinan Bunga Kering, Indah dan Ramah

A Menkesra Serahkan Dana P2KP KE Sejumlah Kabupaten Rina Walikota Undang Investor Hotel Bintang tiga

Apakah ibu setuju bila memasak dengan menggunakan kayu bakar lebih mengotori udara di dalam rumah dari pada bahan bakar lainnyaa. Apakah ibu setuju bila menggunakan

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “ Perbandingan Pengaruh Letak Geografis Terhadap Tingkat Kebugaran Jasmani Siswa Sekolah Dasar Di Perkotaan,