HALAMAN COVER ... i
C. Pembelajaran Inkuiri Melalui Strategi REACT ... 16
D. Keterampilan Proses Sains ... 18
C. Waktu, lokasi dan subyek Penelitian ... 38
D. Instrumen Penelitian ... 39
E. Analisis Instrumen ... 41
F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 45
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 50
1. Deskripsi peningkatan Keterampilan Proses Sains ... 51
a. Deskripsi peningkatan setiap Aspek ... 52
b. Pengujian Statisik Peningkatan KPS ... 54
3) Uji statistik... 60
3. Tanggapan Siswa ... 62
B.Keterlaksanaan Pembelajaran Inkuiri dengan Strategi REACT... 64
C. Diskusi dan Pembahasan... 65
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 75
B. Saran ... 76
Tabel 2.1. Pembelajaran Inkuiri melalui strategi REACT ... 17
Tabel 2.2. KPS dan Indikator ... 23
Tabel 2.3. Kognitif dan Indikator ... 27
Tabel 2.4. Hubungan Strategi REACT terhadap KPS dan Kognitif ... 28
Tabel 3.1. Desain Penelitian ... 37
Tabel 3.2. Kategori validitas butir soal ... 42
Tabel 3.3. Kategori reliabilitass butir soal ... 43
Tabel 3.4. reliabilitas kognitif dan KPS ... 43
Tabel 3.5. Tngkat Kesukaran ... 43
Tabel 3.6. Daya Pembeda... 44
Tabel 3.7 Kriteria N-Gain ... 46
Tabel 3.8 .Kategori tanggapan siswa ... 48
Tabel 3.9.Kriteria Keterlaksanaan Model ... 49
Tabel 4.1. Rerata skor awal, skor akhir dan N-gain KPS ... 51
Tabel 4.2. Uji Normalitas KPS ... 55
Tabel 4.3. Uji Homogenitas KPS ... 55
Tabel 4.4. Uji-t KPS ... 56
Tabel 4.5. Rerata skor tes awal, tes akhir dan N-gain Kognitif ... 57
Tabel 4.6. Uji Normalitas Kognitif ... 60
Tabel 4.7 Hasil Uji Homogenitas Hasil Belajar Kognitif ... 61
Tabel 4.8. Hasil uji t Hasil Belajar Aspek Kognitif ... 62
Tabel 4.9 Rekapitulasi Hasil Tanggapan Siswa ... 63
Gambar 2.1. Pemuaian panjang ... 30 Gambar 2.2. Perubahan wuwjud zat ... 32 Gambar 3.1. Alur Penelitian ... 38 Gambar 4.1. Skor rata-rata pretes, postes, dan N- gain KPS kelas
eksperimen dan kelas kontrol ... 52 Gambar 4.2. Skor rata-rata pretes, postes, dan N- gain Aspek KPS ... 53 Gambar 4.3 Grafik N-gain kognitif kelas eksperimen dan kelas kontrol ... 58 Gambar 4.4. Grafik N-gain aspek kognitif kelas eksperimen dan kelas
Halaman
Lampiran A : Perangkat Pembelajaran ... 80
Lampiran B : Hasil Uji Coba ... 140
Lampiran C : Instrumen Penelitian ... 142
Lampiran D : Judgment Instrumen ... 174
Lampiran E : Hasil Penelitian dan Pengolahan Data ... 182
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fisika merupakan salah satu bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang
mempelajari gejala-gejala alam secara sistematis untuk menguasai pengetahuan
berupa fakta, konsep, prinsip, dan proses penemuan tentang interaksi gejala-gejala
itu satu sama lain, sehingga fisika bukan hanya sebagai produk berupa
pengetahuan tetapi juga sebagai proses dalam memperoleh pengetahuan tersebut.
Hal ini sejalan dengan pendapat yang disampaikan oleh Sund dan Trowbrige
(1973), merumuskan bahwa Sains merupakan kumpulan pengetahuan dan proses,
sehingga sains lebih dari sekedar pengetahuan (knowledge) tetapi merupakan
upaya manusia meliputi operasi mental, keterampilan dan strategi untuk
menyingkap rahasia alam.
Fisika merupakan salah satu cabang IPA yang mendasari perkembangan
teknologi maju dan konsep hidup harmonis dengan alam. Sebagai ilmu yang
mempelajari fenomena alam, fisika juga memberikan pelajaran yang baik kepada
manusia untuk hidup selaras berdasarkan hukum alam. Pengelolaan sumber daya
alam dan lingkungan serta pengurangan dampak bencana alam tidak akan berjalan
secara optimal tanpa pemahaman yang baik tentang fisika (BSNP, 2006).
Fisika sebagai proses merupakan langkah-langkah yang ditempuh para
ilmuwan untuk melakukan penyelidikan dalam rangka mencari penjelasan tentang
gejala-gejala alam, Carin dan Sund (dalam Dahniar, 2006). Proses ini
menggunakan metode ilmiah secara bertahap, sistematis dan teratur. Hal ini dapat
membangkitkan minat dan hasil belajar dalam mengembangkan hasil temuan
berupa pengetahuan. Metode ilmiah adalah langkah-langkah yang tersusun secara
sistematik untuk memperoleh suatu kesimpulan ilmiah. Langkah tersebut adalah
merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen,
Untuk melakukan metode ilmiah diperlukan sejumlah keterampilan sains
yang sering disebut science process skills (Keterampilan Proses Sains).
Selanjutnya keterampilan ini mencakup mengamati, mengklasifikasi,
menginterpretasi, memprediksi, komunikasi, merumuskan hipotesis, melakukan
eksperimen, merancang percobaan, dan menyimpulkan.
Fisika sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah memiliki tujuan
pertama, sebagai wahana untuk menumbuhkan kemampuan berpikir yang berguna
untuk memecahkan masalah didalam kehidupan sehari-hari. Kedua, mata
pelajaran fisika perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih khusus yaitu membekali
peserta didik pengetahuan, pemahaman dan sejumlah kemampuan yang
dipersyaratkan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta
mengembangkan ilmu dan teknologi (BSNP, 2006).
Untuk memenuhi tujuan pembelajaran fisika yang telah dipaparkan di atas,
maka pembelajaran fisika harus dikonstruksi sedemikian rupa, sehingga proses
pembelajaran yang menghasilkan kompetensi tersebut dapat benar-benar terjadi
dalam prosesnya, maka sebaiknya fisika dilaksanakan secara inkuiri (scientific
inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah
serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup (Wenning,
2011).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan di salah satu Sekolah Menengah
Atas di Pekanbaru, pembelajaran di sekolah masih belum dapat mengoptimalkan
siswa secara aktif dalam pembelajaran, hal ini tampak dari proses pembelajaran
yang berlangsung di kelas belum memaksimalkan sejumlah keterampilan proses
sains yang dilatihkan. Ditambah lagi berdasarkan pengamatan dari keadaan
laboratorium dengan sarana dan alat cukup memadai namun kegiatan praktikum
jarang dilakukan. Keadaan ini memberikan dampak terhadap keterampilan proses
sains yang dialami siswa belum terlatih secara optimal seperti observasi,
klasifikasi, interpretasi, hipotesis bahkan sampai pada merancang eksperimen.
Berdasarkan analisis hasil belajar siswa kelas X di sekolah tersebut
belajar siswa untuk mampu dalam penerapan dan analisis sangat berhubungan
dengan hasil belajar sebelumnya yaitu pengetahuan dan pemahaman. Dengan kata
lain agar hasil belajar kognitif aspek penerapan dan analisis dapat meningkat,
maka kemampuan pengetahuan (C1) dan pemahaman (C2) siswa juga harus meningkat.
Selain itu, pembelajaran fisika yang hanya menampilkan rumus-rumus
fisika yang rumit akan membuat siswa cenderung takut dan tidak menyukai fisika.
Tentunya ini tidak sesuai dalam tuntutan fisika, tidak hanya untuk meningkatkan
pengetahuan dan konsep saja, tetapi juga dapat meningkatkan keterampilan
berpikir siswa. Mata pelajaran akan tambah berarti jika siswa mempelajari materi
yang disajikan melalui konteks kehidupan mereka (Contextual Learning) dan
menemukan arti dalam proses pembelajaran sehingga belajar akan lebih bermakna
dan menyenangkan (Trianto, 2009). Contextual Teaching Learning ini memiliki
tujuh komponen pembelajaran yaitu konstruktivisme, inkuiri, bertanya,
masyarakat belajar, pemodelan, refleksi dan penilaian sebenarnya. Dalam
pengembangan pembelajaran kontekstual menggunakan strategi REACT,
merupakan akronim dari (Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, dan
Transferring).
Sehubungan dengan permasalahan tersebut, maka perlu adanya perbaikan
dalam proses pembelajaran agar siswa terlibat aktif dalam menggunakan metode
ilmiah secara langsung untuk meningkatkan keterampilan proses sains dan hasil
belajarnya. Menurut Silberman (2005), ”Pada saat belajar aktif, siswa dapat
melakukan sebagaian besar pekerjaan yang mereka lakukan, memecahkan
berbagai masalah dan menerapkan dari apa yang telah dipelajari.”
Salah satu komponen dari pembelajaran kontekstual yang mampu
mengoptimalkan proses pembelajaran dengan menggunakan metode ilmiah adalah
inkuiri. Pembelajaran inkuiri merupakan bentuk pembelajaran yang mengaktifkan
dan melatih keterampilan dan memberi kesempatan kepada siswa untuk memiliki
pengalaman belajar yang nyata dan aktif, dimana siswa dilatih bagaimana
Penelitian yang dilakukan oleh Pulaila (2007) dengan menerapkan
pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan penguasaan konsep dan
keterampilan berpikir kreatif siswa SMA. Hasil ini sesuai dengan pendapat
Sanjaya (2010) bahwa pembelajaran inkuiri ini menekankan pada proses berpikir
secara kritis dan analitis untuk mencari serta menemukan sendiri jawaban dari
suatu masalah yang dipertanyakan.
Sehubungan dengan keterampilan proses sains yang masih perlu
ditingkatkan pada beberapa aspek, maka sains dapat diajarkan pada siswa secara
tepat melalui pembelajaran inkuiri dengan tahapan pembelajaran menggunakan
strategi REACT (Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, dan
Transferring). Penggunaan strategi ini telah dilakukan dalam pembelajaran oleh
beberapa peneliti diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Pertiwi (2010)
tentang pembelajaran melalui strategi REACT dapat meningkatkan keterampilan
berpikir dan pemahaman konsep, hal yang sama diperoleh penelitian oleh Agus
sukmana “a teaching material development for developing students’ intuitive
thinking through REACT contextual teaching approach.” Ada indikasi
pembelajaran kontekstual dengan strategi REACT dapat mengembangkan hasil
belajar berpikir intuitif mahasiswa. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Saka
(2011), pendekatan REACT melalui pembelajaran konteks dan metode
pembelajaran komputer efektif untuk meningkatkan hasil belajar, minat, dan sikap
positif siswa.
Dari beberapa penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
dengan strategi REACT mampu meningkatkan prestasi siswa baik dari segi
kognitif, afektif, dan psikomotorik serta keterampilan berpikir siswa. Sehingga
masalah yang dihadapi peneliti dapat diselesaikan dengan pembelajaran inkuiri
melalui strategi REACT.
Berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi dalam mengoptimalkan
keterampilan proses sains dan hasil belajar kognitif, maka perlu peran sentral dari
metode ilmiah dalam pembelajaran. Metode ilmiah tidak dapat dipisahkan dalam
pembelajaran sains, khususnya IPA. Pembelajaran inkuiri dirancang untuk
menerapkan metode ilmiah dalam pembelajaran dan proses pembelajaran akan
lebih bermakna jika siswa diajarkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Oleh
karea itu, peneliti memberikan satu alternatif pembelajaran yang digunakan yaitu
pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT untuk meningkatkan hasil belajar
pada aspek kognitif dan keterampilan proses sains pada materi suhu dan kalor.
Pembelajaran inkuiri dengan strategi REACT menekankan pembelajaran
berdasarkan aktivitas siswa dalam menemukan suatu konsep yang sudah ada
berdasarkan konteks sehari-hari. Materi suhu dan kalor erat kaitannya dengan
kehidupan sehari-hari sehingga kontennya dapat dikemas dalam bentuk fenomena
yang mudah dipahami siswa, sehingga materi ini dapat digunakan dengan model
pembelajaran ini.
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka
rumusan masalah dalam penelitian adalah “Bagaimanakah peningkatan
keterampilan proses sains dan hasil belajar kognitif siswa setelah diberikan
perlakukan inkuiri melalui strategi REACT ? ”Untuk memfokuskan masalah
tersebut, maka dijabarkan ke dalam beberapa pertanyaan penelitian, yaitu:
1. Bagaimana perbedaan peningkatan keterampilan proses sains antara siswa
yang memperoleh pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT dengan
siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?.
2. Bagaimana peningkatan tiap aspek kerampilan proses sains pada siswa
yang mendapat pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT ?.
3. Bagaimana perbedaan peningkatan hasil belajar kognitif antara siswa yang
memperoleh pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT dengan siswa
yang memperoleh pembelajaran konvensional?.
4. Bagaimana peningkatan hasil belajar kognitif siswa yang sudah mendapat
pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT ?.
5. Bagaimana tanggapan siswa terhadap pembelajaran inkuiri melalui
strategi REACT ?.
C.Pembatasan Masalah
Hasil belajar dalam penelitian ini pada ranah kognitif dimulai dari C1 sampai C4 dengan merujuk pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang ingin dicapai. Indikator-indikator keterampilan proses sains yang dicapai ada
delapan jenis yaitu mengamati, memprediksi, klasifikasi, merencanakan
percobaan, hipotesis, interpretasi, menerapkan konsep dan komunikasi.
Pembatasan keterampilan proses dilakukan karena hanya dapat difasilitasi oleh
penerapan pembelajaran ini.
D. Tujuan Penelitian
Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui peningkatan
keterampilan proses sains dan hasil belajar kognitif siswa setelah diberikan
perlakuan pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT, tanggapan siswa serta
seberapa besar keterlaksanaan pembelajaran tersebut.
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini yaitu:
a. Bagi peneliti, memberikan informasi peningkatan hasil belajar kognitif dan
keterampilan proses sains melalui penerapan strategi REACT .
b. Bagi guru, dapat dijadikan salah satu alternatif dalam penyampaian materi suhu
dan kalor sebagai motivasi untuk lebih mempelajari dan memahami
pembelajaran.
F. Definisi Operasional
Supaya tidak terjadi perbedaan persepsi mengenai definisi operasional
variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, maka dijelaskan sebagai
berikut:
a. Penerapan Pembelajaran inkuiri dengan strategi REACT
Penerapan Pembelajaran inkuiri dengan strategi REACT didefinisikan
sebagai proses belajar yang dimulai dengan memberikan masalah dalam bentuk
pertanyaan dan cara bagaimana menjawab pertanyaan tersebut melalui langkah
inkuiri dengan tahap penyajian masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulkan
inkuiri terintegrasi pada tahapan Relating, Experiencing, Applying,
Cooperating dan Transferring. Pada pelaksanaannya tahap merumuskan
masalah dan mengajukan hipotesis diintegrasikan pada tahap Relating,
mengumpulkan data dan menguji hipotesis pada tahap Experiencing, proses
memperoleh kesimpulan dimulai dari tahap cooperating sampai pada
transferring . Keterlaksanaan proses pembelajaran REACT diamati dengan
lembar observasi.
b. Keterampilan proses sains
Keterampilan proses sains adalah keterampilan yang diperlukan untuk
memperoleh, mengembangkan dan menerapkan konsep-konsep,
prinsip-prinsip, hukum-hukum dan teori-teori sains baik berupa keterampilan mental,
keterampilan fisik maupun keterampilan sosial (Rustaman, 2003).
Keterampilan ini mencakup pengamatan (observasi), merencanakan percobaan
(Experiment), mengelompokkan (klasifikasi), menafsirkan pengamatan
(interpretasi), menerapkan konsep atau prinsip (aplikasi), merumuskan
hipotesis dan mengkomunikasikan (Komunikasi). Dalam penelitian ini,
keterampilan proses sains siswa diukur sebelum dan sesudah pembelajaran
dengan menggunakan tes keterampilan proses sains berupa tes tertulis
berbentuk uraian terbatas yang mencakup indikator-indikator keterampilan
proses sains yang dilaksanakan pada tes awal dan tes akhir.
c. Hasil Belajar Kognitif
Hasil belajar kognitif merupakan hasil belajar yang diukur setelah proses
pembelajaran. Hasil belajar dapat berupa aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik. Pada penelitian ini ranah kognitif, yang harus dicapai meliputi
kategori: mengingat (C1), memahami (C2), mengaplikasikan (C3), menganalisis (C4). Instrumen yang digunakan untuk ranah kognitif adalah tes tertulis berbentuk pilihan ganda dengan lima pilihan jawaban. Tes tertulis dilaksanakan
sebanyak dua kali yaitu sebelum diberikan perlakuan tes awal dan sesudah
d. Pembelajaran konvensional
Pembelajaran konvensional didefinisikan sebagai pembelajaran yang biasa
digunakan oleh guru dengan ceramah dan praktikum. Prosedur percobaannya
sudah disusun oleh guru sebelum percobaan dilakukan oleh siswa. Fase
praktikum terencana adalah sebagai berikut: (1) Siswa membaca petunjuk yang
dibuat oleh guru, (2) Siswa mulai melakukan percobaan, (3) Siswa membuat
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.Metode dan Desain Penelitian
Berkaitan dengan permasalahan yang digunakan oleh peneliti dalam
rangka meningkatkan hasil belajar kognitif dan keterampilan proses sains
dengan menerapkan pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT, maka
digunakan sebuah metode untuk mengetahui seberapa besar peningkatan yang
diperoleh pada kelas yang diterapkan pembelajaran ini. Oleh karena itu peneliti
menggunakan metode eksperimen. Jenis eksperimen yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu quasi experiment karena tidak melakukan pengacakan subjek
pada kelas eksperimen dan kontrol (Schumacher dan Mc. Millan, 2007).
Penelitian ini menggunakan dua kelas yaitu eksperimen dan kontrol.
Masing-masing kelas diberikan tes awal kemudian kelas eksperimen diberikan
perlakuan sedangkan kelas kontrol sebagai pembanding tidak diberikan
perlakuan. Setelah itu kedua kelas diberikan tes akhir. Dengan demikian peneliti
menggunakan desain “nonequivalent control group design ” (Sugiyono, 2007).
Tabel 3.1 Desain Penelitian
Kelas Tes awal Perlakuan Tes akhir
Eksperimen O1, O2 X O1, O2
Kontrol O1, O2 O1, O2
Keterangan:
X : Pembelajaran inkuiri dengan strategi REACT
O1 : Tes KPS O2 : Tes Kognitif
B. Alur Penelitian
Proses penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan metode
Gambar 3.1 Alur Proses Penelitian
C.Waktu, Lokasi dan Subjek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di salah satu Sekolah Menengah Atas yang ada
di Kecamatan Kampar Timur, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau pada bulan Mei
Kelas Eksperimen dengan
sampai Juni 2012. Populasi pada penelitian ini adalah siswa Sekolah Menengah
Atas Negeri (SMAN) di kelas X tahun pelajaran 2011-2012 di salah satu SMA
Kabupaten Kampar, Propinsi Riau. Sekolah tersebut memiliki enam kelas X. Dari
enam kelas tersebut, dipilih dua kelas secara acak sebagai kelas kelas eksperimen
dan kelas kontrol, maka peneliti menggunakan teknik Simple Random Sampilng
(Sugiyono, 2010). Jadi sebagai kelas eksperimen adalah Kelas X3 dan sebagai kelas kontrol kelas X1.
D.Instrumen Penelitian
1. Jenis Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan empat jenis instrumen pengumpul data
yaitu, tes hasil belajar kognitif, tes keterampilan proses sains, lembar observasi
dan angket.
a. Tes Hasil Belajar Kognitif
Tes ini berupa tes pilihan ganda dengan lima pilihan jawaban yang
mencakup aspek kognitif dari C1 sampai C4, serta berisikan indikator yang akan dicapai siswa pada topik suhu dan kalor. Tes ini diberikan sebanyak dua kali pada
kelas eksperimen dan kelas kontrol, sebelum pembelajaran tes awal dan sesudah
pembelajaran tes akhir. Tes ini dapat mengetahui keadaan siswa tentang
normalitas dan homogenitas. Tujuan diberikan tes untuk mengetahui peningkatan
(N-gain) hasil belajar pada kelas eksperimen dengan pembelajaran inkuiri melalui
strategi REACT daripada kelas kontrol yang mendapat pembelajaran
konvensional.
b. Tes Keterampilan Proses Sains
Tes ini berupa uraian terbatas yang berjumlah delapan soal mencakup
indikator-indikator keterampilan proses sains yaitu mengamati, menafsirkan,
meramalkan, menerapkan konsep, merencanakan eksperimen, klasifikasi,
hipotesis dan komunikasi. Tes ini diberikan sebanyak dua kali yaitu sebelum
pembelajaran tes awal dan sesudah pembelajaran tes akhir. Tes ini dapat
mengetahui keadaan siswa tentang normalitas dan homogenitas. Tujuan diberikan
eksperimen dengan pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT dan kelas
kontrol yang mendapat pembelajaran konvensional.
c. Angket
Angket ini digunakan untuk memperoleh informasi tentang tanggapan
siswa terhadap penerapan pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT pada
pembelajaran konsep suhu dan kalor. Angket ini memuat daftar pertanyaan dan
pernyataan terkait penerapan pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT yang
dilaksanakan. Instrumen angket tanggapan ini memuat kolom sangat setuju (SS),
setuju (S), tidak setuju (TS), dan dan sangat tidak setuju (STS). Siswa diminta
memberikan tanda cek () pada pernyataan atau pertanyaan yang terdapat pada
angket. Angket tanggapan siswa selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.
d. Lembar Keterlaksanaan Pembelajaran oleh Guru
Lembar keterlaksanaan pembelaran inkuiri dengan REACT ini untuk
melihat proses pembelajaran yang dilakukan guru apakah sudah sesuai dengan
tahapan pembelajaran. Lembar ini diisi oleh observer untuk menjawab beberapa pernyataan dengan tanda (√) pada kolom ya atau tidak sesuai dengan keterlaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru di kelas. Pada lembar
obsrvasi ini juga terdapat kolom catatan keterangan untuk mencatat
kekurangan-kekurangan dalam setiap fase pembelajaran. Lembar Keterlaksanaan
pembelajaran ini dapat dilihat pada lampiran C.
e. Lembar Keterlaksanaan Pembelajaran oleh Siswa
Lembar keterlaksanaan pembelaran inkuiri dengan REACT ini untuk
melihat proses pembelajaran yang dilakukan siswa apakah sudah sesuai dengan
tahapan pembelajaran. Lembar ini diisi oleh observer untuk menjawab beberapa pernyataan dengan tanda (√) pada kolom ya atau tidak sesuai dengan keterlaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh siswa di kelas. Pada lembar
obsrvasi ini juga terdapat kolom catatan keterangan untuk mencatat
kekurangan-kekurangan dalam setiap fase pembelajaran. Lembar Keterlaksanaan
E.Analisis Instrumen
Data yang diperoleh melalui instrumen berupa data kuantitatif. Data
kuantitatif ini terdiri dari tiga jenis yaitu skor tes , data angket dan data lembar
keterlaksanaan model. Skor tes diperoleh sebanyak dua kali yaitu pada tes awal
dan tes akhir . Data pada angket diperoleh melalui lembar angket tanggapan
siswa, data lembar keterlaksanaan pembelajaran diperoleh melalui lembar
keterlaksanaan model oleh guru dan siswa yang diisi oleh observer.
Analisis instrumen mencakup validitas, reliabitas, daya pembeda, dan
tingkat kesukaran. Suatu tes yang baik akan memilki validitas tinggi, reliabilitas
tinggi, daya pembeda baik dan tingkat kesukaran kecil.
1. Validitas tes
Validitas tes bertalian dengan tingkat keabsahan atau ketepatan suatu tes
dalam mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas yang dilakukan adalah
validitas isi, yaitu meminta pertimbangan (Judgment) dari para ahli tentang
ketepatan suatu instrumen untuk mengukur kemampuan yang hendak dicapai.
Para ahli diminta pendapatnya tentang instrumen yang sudah dibuat dengan
beberapa pertimbangan: instrumen dapat digunakan tanpa ada perbaikan, ada
perbaikan atau instrumen diperbaiki total. Peneliti melakukan validitas ini pada
dua orang dosen dalam bidang pendidikan fisika dan satu orang guru. Tujuan
validitas ini untuk melihat kesesuaian antara instrumen dengan materi pelajaran
dan indikator yang ingin dicapai. Hasilnya dari tiga orang ahli terhadap validitas
isi instrumen ini memerlukan revisi dalam redaksi, dan setelah diperbaiki oleh
peneliti maka instrumen ini sudah bisa dan layak untuk digunakan. Untuk
mengetahui secara detailnya pada lampiran D.
Setelah tes dijudgtment oleh para ahli dan direvisi, maka dilakukan
ujicoba instrumen pada kelas X5 di sekolah lain yang memiliki karakteristik hampir sama dengan populasi di sekolah yang akan peneliti lakukan. Setelah diuji
coba maka skor yang diperoleh dianalisis dan diperoleh validitas butir soal.
Validitas butir soal digunakan untuk mengetahui dukungan suatu butir soal
terhadap skor total. Untuk menguji validitas setiap butir soal, skor-skor yang ada
memiliki validitas yang tinggi jika skor soal tersebut memiliki dukungan yang
besar terhadap skor total. Dukungan setiap butir soal dinyatakan dalam bentuk
korelasi, sehingga mendapatkan validitas suatu butir soal dalam bentuk rentang
nilai yang dikonversi dalam kategorisasi. Kategori yang berkenaan dengan
validitas butir soal dalam penelitian ini dinyatakan dalam Tabel 3.2 .
Tabel 3.2.
Kategori Validitas Butir Soal
Batasan Kategori
0,80< rxy≤ 1,00 Sangat tinggi (sangat baik)
0,60< rxy≤ 0,80 tinggi (baik)
0,40< rxy≤ 0,60 cukup(sedang)
0,20< rxy≤ 0,40 rendah (kurang)
xy
r ≤ 0,20 sangat rendah (sangat kurang)
Perhitungan besarnya validiats ini dilakukan dengan bantuan program
Anates versi 4.0.7. Rangkuman hasil perhitungan tingkat validitas instrumen tes
kemampuan kognitif dan keterampilan proses sains dapat dilihat pada lampiran B.
2. Reliabilitas
Reliabilitas alat penilaian adalah ketepatan atau keajegan alat tersebut
alam menilai apa yang dinilainya. Artinya, kapan pun alat penilaian penialain
tersebut digunakan akan memberikan hasil yang relatif sama. (Sudjana, 1989).
Reliabilitas tes yang digunakan peneliti adalah internal consistency , yaitu
dilakukan dengan cara instrumen diujicoba satu kali, setelah itu, data diperoleh
kemudian dianalisis dengan teknik tertentu. Hasil analisis dapat digunakan untuk
memprediksi reliabilitas instrumen. (Sugiyono, 2007). kategorisasi yang
berkenaan dengan reliabilitas butir soal dalam penelitian ini dinyatakan dalam
Tabel 3.3.
Kategori Reliabilitas Butir soal
Batasan Kategori
0,80<
r
11≤ 1,00 sangat tinggi (sangat baik)0,60<
r
11 ≤ 0,80 tinggi (baik)0,40<
r
11≤ 0,60 cukup(sedang)0,20<
r
11≤ 0,40 rendah (kurang)11
r
≤ 0,20 sangat rendah (sangat kurang)Perhitungan besarnya reliabilitas soal uji coba dilakukan dengan bantuan
program Anates versi 4.0.7. Rangkuman hasil perhitungan tingkat reliabilitas
instrumen tes kemampuan kognitif dan keterampilan proses sains dapat dilihat
pada lampiran B.
Tabel 3.4
Reliabilitas Kemampuan Kognitif dan Keterampilan Proses Sains
No Reliabilitas Interpretasi Kemampuan
1. 0,88 Sangat tinggi Keterampilan Proses Sains
2. 0,79 Tinggi Kognitif
3. Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran adalah bilangan yang menunjukkan sukar atau
mudahnya suatu soal. Setelah dilakukan analisis terhadap hasil tes ujicoba, maka
diperoleh nilai tingkat kesukaran item soal tes. Nilai ini kemudian dikategorikan
sesuai dengan kriteria pada tabel 3.5 .
Tabel 3.5
Perhitungan besarnya tingkat kesukaran soal uji coba dilakukan dengan
kesukaran instrumen tes kemampuan kognitif dan keterampilan proses sains
dapat dilihat pada lampiran B
4. Daya Pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan
antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan
rendah. Soal tes yang sudah dianalisis dengan menggunakan program anates versi
4.0.7 sehingga diperoleh nilai daya pembeda tiap item soal dalam bentuk angka,
kemudian dikategorikan sesuai dengan tabel 3.6 .
Tabel 3.6 Kategori Daya Pembeda
Batasan Kategori
D ≤ 0,20 Jelek
0,20 < D ≤ 0,40 Cukup
0,40 < D ≤ 0,70 Baik
0,70 < D ≤ 1,00 baik sekali
Gambaran secara lengkap tentang validitas, reliabilitas, daya pembeda dan
tingkat kesukaran soal pada kemampuan kognitif dapat dilihat pada lampiran B.
Data hasil uji coba pada instrumen hasil belajar aspek kognitif memiliki
nilai reliabilitas 0,79 dengan kategori tinggi. Dari hasil ujicoba yang dianalisis
berdasarkan validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran maka tes
hasil belajar kognitif dari 40 item soal ujicoba direduksi menjadi 24 item soal
untuk materi suhu dan kalor yang akan digunakan sebagai tes hasil belajar aspek
kognitif.
Dari hasil uji coba instrumen keterampilan proses sains yang berjumlah
16 butir soal memiliki nilai reliabilitas 0,88 dengan kategori sangat tinggi. Setelah
tes dianalisis maka soal yang diambil sebagai instrumen penelitian dengan kriteria
memiliki kebutuhan signifikansi validitas memadai dan tingkat kesukaran relatif
sedang, sehingganya instrumen ini mengalami reduksi menjadi delapan soal yang
F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Data yang dianalisis adalah hasil tes kemampuan awal dan kemapuan
akhir serta gain ternormalisasi dari hasil belajar kognitif dan keterampilan proses
sains, serta hasil angket siswa. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan
software SPSS 16, dan Microsoft Office Excel 2007.
1. Pengolahan Data Hasil belajar aspek kognitif dan Tes Keterampilan
Proses Sains.
Dalam melakukan pengolahan data hasil tes siswa digunakan Microsoft
Office Excel dan software SPSS 16. Hal pertama yang dilakukan adalah
melakukan analisis deskriptif yang bertujuan untuk melihat gambaran umum
pencapaian siswa yang terdiri dari rerata dan simpangan baku. Kemudian
dilakukan analisis inferensial untuk melihat perbedaan dua rerata gain, interaksi
beberapa faktor yang mempengaruhi pada kelas eksperimen sehingga hasil dari
penelitian dapat digeneralisasikan.
Sebelum data hasil penelitian diolah, terlebih dahulu dipersiapkan
beberapa hal, antara lain:
a) Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan alternatif jawaban dan
pedoman penskoran yang digunakan.
b) Membuat tabel skor tes siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.
c) Perhitungan Gain yang dinormalisasi
d) Menetapkan tingkat kesalahan atau tingkat signifikansi yaitu 5% (�=
0,05).
Pengolahan data secara garis besar dilakukan dengan menggunakan
bantuan pendekatan secara hierarkhi statistik. Data primer hasil tes siswa
sebelum dan sesudah perlakuan, dianalisis dengan cara membandingkan skor
tes awal dan tes akhir. Peningkatan yang terjadi sebelum dan sesudah
pembelajaran dihitung dengan rumus faktor gain <g> yang dikembangkan
oleh Hake (1999) dengan rumus:
Keterangan :
Pengolahan data rata-rata skor gain dinormalisasi dianalisis secara statistik
dengan menggunakan software Microsoft Office Excel 2007.
Sebelum dilakukan uji hipotesis, perlu dilakukan uji normalitas distribusi
data dan uji homogenitas variansi data. Uraian uji normalitas distribusi data dan
uji homogenitas variansi data sebagai berikut.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui normal atau tidaknya
distribusi data yang menjadi syarat untuk menentukan jenis statistik yang
digunakan dalam analisis selanjutnya. Sampel pada penelitian berjumlah 35 pada
kelas eksperimen dan 36 pada kelas kontrol, maka Uji normalitas ini
menggunakan Saphiro Wilk. Kriteria pengujian, jika nilai signifikansi > � maka
data berdsitribusi normal.
b. Uji Homogenitas
Pengujian homogenitas antara dua kelas data dilakukan untuk mengetahui
apakah varians kedua kelas homogen atau tidak homogen.
Uji homogenitas ini menggunakan statistik uji Levene. Kriteria pengujian:
2. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dengan menggunakan statistik inferensial. Adapun uji
statistik yang digunakan pada pengolahan data penelitian yang berupa data tes
sebagai berikut:
a. Uji-perbedaan dua rerata denga satu pihak (Uji-t Satu Pihak)
Uji perbandingan dua rerata pada penelitian ini dilakukan menggunakan uji
t dua sampel independen melalui program SPSS 16 dengan taraf signifikansi α =
0,05. Uji t dua sampel independen digunakan untuk membandingkan selisih dua
rerata (mean) dari dua sampel yang independen dengan asumsi data terdistribusi
normal. Berdasarkan beberapa teori yang peneliti baca dan pahami tentang
pembelajaran inkuiri, maka dapat diasumsikan bahwa pembelajaran inkuiri
mampu melatihkan berbagai aspek kemampuan dan keterampilan termasuk
kemampuan kognitif dan keterampilan proses, sehingga peneliti menggunakan uji
t- satu pihak.
3. Tanggapan Siswa
Menghitung persentase hasil angket tanggapan siswa menggunakan rumus
(Sugiono, 2008).
% = � ℎ � � ℎ � � �
� ℎ � ℎ 100% (3.1)
Untuk pertanyaan positif maka dikaitkan dengan nilai SS = 4, S= 3, TS = 2 dan
STS = 1, dan sebaliknya untuk pertanyaan negatif (Sujana, 1989). Dalam
Tabel 3.8
Pengkategorian Persentase Tanggapan Siswa
Batasan Persentase Kategori
0% < % skor maksimum ≤ 25% Sangat Tidak Setuju ( sangat negatif)
25% < % skor maksimum ≤ 50% Tidak Setuju ( negatif)
50% < % skor maksimum ≤ 75% Setuju ( positif)
75% < % skor maksimum ≤ 100% Sangat Setuju (sangat positif)
4. Keterlaksanaan Model Pembelajaran oleh Guru
Data mengenai keterlaksanaan model pembelajaran inkuiri dengan
strategi REACT merupakan data yang diambil dari observasi. Pengolahan data
dilakukan dengan cara mencari persentase keterlaksanaan pembelajaran inkuiri
dengan REACT. Adapun langkah-langkah yang peneliti lakukan untuk mengolah
data tersebut adalah dengan:
1. Menghitung jumlah jawaban “ya” dan “tidak” yang observer isi pada format
keterlaksanaan model pembelajaran.
2. Melakukan perhitungan persentase keterlaksanaan pembelajaran dengan
menggunakan persamaan berikut:
observer menjawab ya atau tidak
% Keterlaksanaan Model = 100%
observer seluruhnya
…. 3.2)Untuk mengetahui kategori keterlaksanaan pembelajaran ini yang dilakukan oleh
Tabel 3.9
Kriteria Keterlaksanaan Model
KM (%) Kriteria
KM = 0 Tak satu kegiatan pun terlaksana
0 < KM < 25 Sebagian kecil kegiatan terlaksana
25 < KM < 50 Hampir setengah kegiatan terlaksana
KM = 50 Setengah kegiatan terlaksana
50 < KM < 75 Sebagian besar kegiatan terlaksana
75 < KM < 100 Hampir seluruh kegiatan terlaksana
KM = 100 Seluruh kegiatan terlaksana
KM = keterlaksanaan model
5. Pengolahan Data Keterlaksanaan Model Pembelajaran Oleh Siswa
Data mengenai keterlaksanaan model pembelajaran inkuiri melalui
strategi RACT pada siswa merupakan data yang diperoleh dari observasi. Data
tersebut dianalisis dengan menghitung persentase dengan cara yang sama dengan
yang digunakan untuk menganalisis data hasil keterlaksanaan model pembelajaran
pada guru. Kriteria penilaian keterlaksanaan model pembelajaran oleh siswa
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat
ditarik kesimpulan:
1. Peningkatan keterampilan proses sains pada kelas yang menerapkan pembelajaran
inkuiri melalui strategi REACT sebesar 0,48 dengan kategori sedang lebih baik
daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional dengan peningkatan 0,27
dengan kategori rendah.
2. Penerapan pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT dapat meningkatkan
keterampilan proses sains dengan peningkatan terbesar hingga terkecil yaitu
hipotesis, klasifikasi, mengamati, merancang percobaan, menerapkan konsep,
prediksi, komunikasi dan interpretasi data.
3. Peningkatan hasil belajar kognitif pada kelas yang menerapkan pembelajaran inkuiri
melalui strategi REACT sebesar 0,53 lebih baik daripada kelas yang menggunakan
pembelajaran konvensional dengan peningkatan 0,43 .
4. Penerapan pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT dapat meningkatkan semua
aspek kognitif, peningkatan terbesar hingga terkecil yaitu pengetahuan, pemahaman,
penerapan dan analisis.
5. Siswa yang mendapat pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT pada materi suhu
dan kalor memberikan respon positif baik dalam penggunaan strategi, penggunaan
LKS maupun pada kegiatan eksperimen.
6. Proses pembelajaran inkuiri dengan strategi REACT ini melalui tahapan Relating,
Experiencing, Applying, Cooperating dan Transferring. Kelima langkah yang
diamati keterlaksanaan dari guru dan siswa. Tidak semua langkah berjalan dengan
baik pada setiap pertemuan. Pada pertemuan pertama, guru belum mengotimalkan
dilakukan dengan baik. Dari hasil pengamatan terhadap siswa semua langkah masih
belum berjalan optimal.
B. Saran
Penelitian yang telah dilakukan Penerapan pembelajaran inkuiri melalui strategi
REACT masih terdapat kekurangan-kekurangan dan kendala dalam pelaksanaan, untuk
itu peneliti menyarankan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT diawal pertemuan
mengalami beberapa kendala sehingga belum bisa berjalan optimal, karena siswa
masih belum terbiasa dalam menerima cara pembelajaran baru sehingga pengaturan
waktu pada tiap tahapan masih belum optimal dilakukan, sebaiknya guru sekilas
memperkenalkan langkah-langkah dalam pembelajaran serta tegas dan konsisten
dalam melaksanakan setiap langkah pembelajaran sesuai dengan RPP.
2. Keterlaksanaan proses pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT belum
terlaksana secara maksimal karena pada awal pertemuan tahap Relating siswa
belum terbiasa belajar dari masalah terlebih dahulu, sebaiknya guru mampu
memilih masalah kontekstual dengan menggunakan pertanyaan yang mudah
dipahami oleh siswa. Tahap Cooperating siswa kurang terlibat aktif, sehingga
diharapkan pada guru lebih memberikan motivasi agar siswa lebih aktif dalam
kelompok untuk memberikan saran dan pertanyaan. Tahap Transferring ini
DAFTAR PUSTAKA
Anderson. L. W. (2010). Pembelajaran Pengajaran dan Asesmen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
BSNP. (2006). Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP.
Crawford,L,Michael. (2001). Teaching mathematic Kontextually. Waco, texas : CORD Communications, Inc.
Cord, (1999). Teaching mathematic Kontextually. Waco, texas : CORD Communications, Inc
Dahniar, Nani. (2006). Jurnal Pendidikan Inovatif Volume 2, No.1, September 2006.
Depdiknas. (2008). Strategi pembelajaran MIPA. Jakarta: Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga Kependidikan
Fauziah, Ana. (2007). Peningkatan Pemahaman dan Kemampuan Pemecahan Masalah matematika Siswa SMP Melalui Strategi REACT. Tesis UPI. Tidak Diterbitkan.
Furqon. (2004). Statistik Terapan Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.
Hake, R, Richard. (2002). “Relationship of Individual Student Normalized Learning Gains in Mechanics with Gender, High-School Physics, and
Pretest Scores on Mathematics and Spatial Visualization.”Journal of
Physics Education Research Conference.
Komalasari, Kokom. (2010). Pembelajaran Kontekstual . Bandung : Refika Aditama
Padilla, Michail, at al. (2006). Analyzing hierarchical relationships among modes of cognitive reasoning and integrated science process skills. Journal of Research in Science Teaching Volume 23, Issue 4, April 1986, Pages: 277– 291. [Online 18 Okober 2012].
Pulaila, Ali. (2007). Model pembelajaran inkuiri terbimbing untuk meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kreatif siswa sma pada materi suhu dan kalor. Bandung : Tesis UPI.
Rustaman, N.Y.(2005). Perkembangan Penelitian Pembelajaran berbasis inkuiri dalam pendidikan sans. [Makalah].seminar nasional II himpunan ikatan sarjana dan pemerhati pendidikan IPA Indonesia bekerjasama dengan FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung juli 2005
Rustaman, N (2003). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Rezba, J. Richard. Science Process Skills. Kendall : Hunt Publishing Company.
Saka, Ahmet. Z. (2011). REACT on the Content-Based Approach, and Computer-Assisted Learning Method were effective in increasing the student success, interest and positive attitude. Dalam jurnal Eurasian J. Phys. Chem. Educ.
Sanjaya,W.(2007). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses pendidikan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Schumacher Sally, dan James H.McMillan. (2007). Research In Education. (Terjemahan). Longman : Newyork.
Silberman, Mel, (2009). Active Learning. Jogjakarta : Pustaka Insan Madani.
Sofiany, Arismasemby, (2012). Hubungan Perilaku Belajar dengan Prestasi Belajar Siswa pada mata pelajaran Akuntansi SMA PGRI 1 Bandung. UPI : Bandung
Sund, R dan Trowbridge, L. (1973). Teaching Sciences by Inquiry in The Secondary School. Ohio: Bell and Howell Company.
Sudjana, Nana. (1989). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : Rosdakarya.
Sugiyono, (2007). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.
Tipler, P. (2001). Fisika Untuk Sains dan Teknik. Jilid II. Jakarta: Erlangga.
Trianto,M.Pd.(2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Surabaya: Kencana Prenada Media Group.
Wiyanto. (2005). Pengembangan Kemampuan Merancang dan Melaksanakan Kegiatan Laboratorium Fisika Berbasis Inkuiri Bagi Mahasiswa calon Guru. Disertasi PPS UPI: Tidak diterbitkan.
Wenning,C.J & Khan,M.A. (2011). Sample learning sequences based on the levels of inquiry model of science teaching. Jornal of physics teacher education online, 6(2),17-30.
Wenning, J. (2010). ”Level Of Inquiry: Using Inquiry Spectrum Learning
Sequences to Teach Scinece”. Journal Physic Teacher Online. Vol/no:5/4.