i
PENGARUH KOMPETENSI, INDEPENDENSI, DAN
PROFESIONALISME AUDITOR INTERNAL DALAM MENCEGAH KECURANGAN
PADA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI KABUPATEN BADUNG
SKRIPSI
Oleh :
MADE YUNITA WINDASARI NIM : 1215351176
Skripsi ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi
Universitas Udayana Denpasar
ii
Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji dan disetuji oleh pembimbing, serta diuji
pada tanggal: 12 Mei 2016
Tim Penguji : Tanda Tangan
1. Ketua : Dr. Dodik Ariyanto, SE, M.Si., Ak ...
2. Sekretaris : Gede Juliarsa, SE., M.Si ...
3. Anggota : Agus Indra Tanaya, SE., MSA (Humbis)., Ak ...
Mengetahui,
Ketua Jurusan Akuntansi Pembimbing
Dr. I Dewa Nyoman Badera, SE., M.Si Gede Juliarsa, SE.,M.Si
iii
PERNYATAAN ORISINALITAS
Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa sepanjang pengetahuan
saya, di dalam Naskah Skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah
diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan
Tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan
disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila ternyata dalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan terdapat
unsur-unsur plagiasi, saya bersedia diproses sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, 12 Mei 2016 Mahasiswa
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa
atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga skripsi yang berjudul “Pengaruh
Kompetensi, Indepedensi, dan Profesioanlisme Auditor Internal Dalam Mencegah Kecurangan di Bank Perkreditan Rakyat Kabupaten Badung” dapat diselesaikan sesuai dengan yang direncanakan. Pada kesempatan ini penulis
menyampaikan terimakasih kepada:
1) Bapak Dr. I Nyoman Mahaendra Yasa, SE., M.Si., selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
2) Ibu Prof. Dr. Ni Nyoman Kerti Yasa, SE., M.S., selaku Pembantu Dekan I
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
3) Ibu Prof. Dr. Ni Luh Putu Wiagustini, SE., M.Si selaku Pembantu Dekan II
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
4) Bapak Dr. I Dewa Gde Dharma Suputra, SE., M.Si.,Ak selaku Pembantu
Dekan III Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
5) Bapak Dr. I Dewa Nyoman Badra, SE., M.Si., Ak selaku Ketua Jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
6) Bapak Dr. I Gusti Ngurah Agung Suaryana, SE., M.Si., Ak selaku
Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Udayana.
7) Bapak Dr. I Made Sadha Suardikha Gede, SE., M.Si., Ak selaku
v
8) Bapak Gede Juliarsa, SE., M.Si selaku Pembimbing Skripsi atas waktu,
bimbingan, arahan, dan dukungan yang sangat besar kepada penulis selama
penulisan skripsi.
9) Bapak Dr. Dodik Ariyanto, SE, M.Si., Ak selaku dosen pembahas dan
penguji yang telah memberikan saran dan kritik terhadap skripsi ini.
10) Segenap dosen pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Udayana atas segala bimbingan yang diberikan selama penulis menempuh
pendidikan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
11) Seluruh pegawai dan staf di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Udayana, yang telah memberikan bantuan selama proses pengadministrasian
skripsi.
12) Orang tua penulis dr I Wayan Suardana dan Sanggarani Puji Astuti SH yang
telah memberikan amanat kepada penulis sedari dini untuk menyelesaikan
sekolah setinggi-tingginya, dan juga memberikan dukungan berupa materiil,
semangat, dan doa yang tiada henti untuk penulis serta kakak dan adik
penulis dr Putu Tarita Susanti dan Nyoman Yogi Indra Suputra atas bantuan
yang telah diberikan selama perkuliahan dan penulisan skripsi.
13) Sahabat-sahabat terbaik penulis Aninsa, Sri, Tia, Mayta, Satya, Sista,
Cintya, Vina, Mega, Setiyadi atas dukungannya selama perkuliahan dan
penulisan skripsi.
14) Seluruh teman-teman penulis di kampus yang sering membantu penulis
vi
15) Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah
memberikan bantuan, saran dan dukungan kepada penulis dalam penulisan
skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih
belum sempurna, sehingga segala kritik dan saran yang membangun mengenai
skripsi ini sangat penulis butuhkan. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini
dapat memberikan manfaat bagi yang berkepentingan,
vii
Judul : Pengaruh Kompetensi, Indepedensi, dan Profesioanlisme Auditor Internal Dalam Mencegah Kecurangan Pada Bank Perkreditan Rakyat Kabupaten Badung.
Nama : Made Yunita Windasari NIM : 1215351176
ABSTRAK
Fenomena kecurangan dalam beberapa perusahaan perbankan terkemuka banyak terjadi belakangan dan menyebabkan auditor internal menjadi sorotan banyak pihak. Menanggapi hal tersebut, auditor internal dirasa perlu memiliki sikap untuk mencegah kecurangan dalam perusahaan perbankan.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi auditor internal dalam mencegah kecurangan pada bank perkreditan rakyat (BPR) yaitu kompetensi, indepedensi dan profesionalisme. Tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui pengaruh kompetensi, independensi, dan profesionalisme auditor dalam mencegah kecurangan pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Kabupaten Badung. Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode non probability
sampling yaitusampel jenuh. Responden dalam penelitian ini sebanyak 44 orang.
Penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kompetensi, indepedensi dan profesionalisme auditor internal berpengaruh positif terhadap pencegahan kecurangan di bank perkreditan rakyat (BPR) kabupaten Badung. Hal tersebut berarti semakin baik sikap kompetensi, indepedensi dan profesionalisme semakin baik upaya yang dilakukan untuk mencegah kecurangan.
viii DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah Penelitian ... 9
1.3 Tujuan Penelitian ... 10
1.4 Kegunaan Penelitian ... 10
1.5 Sistematika Penulisan ... 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka ... 13
2.1.1 Teori Tindakan Beralasan (Theory Of Reasoned Action) ... 13
2.1.2 Teori Perilaku Terencana (Theory Of Plannned Behavior) ... 15
2.1.3 Teori Sikap dan Perilaku ... 17
2.1.4 Audit Internal ... 19
2.1.4.1. Pengertian Audit Internal... 19
2.1.4.2 Fungsi Audit Internal... 19
2.1.4.3 Tujuan dan Ruang Lingkup ... 20
2.1.5 Struktur Pengendalian Intern ... 21
ix
2.1.6.1 Struktur, Kedudukan dan Fungsi ... 24
2.1.6.2 Wewenang dan Tanggungjawab ... 25
2.1.6.3 Persyaratan dan Kode Etik... 26
2.1.7 Kompetensi Auditor Internal ... 27
2.1.8 Indepedensi Auditor Internal ... 29
2.1.9 Profesionalisme Auditor Internal ... 34
2.1.10 Kecurangan ... 37
2.2 Rumusan Hipotesis Penelitian ... 36
2.2.1 Pengaruh Kompetensi Auditor Internal Dalam Mencegah Kecurangan ... 43
2.2.2 Pengaruh Indepedensi Auditor Internal Dalam Mencegah Kecurangan ... 44
2.2.3 Pengaruh Profesionalisme Auditor Internal Dalam Mencegah Kecurangan ... 45
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 47
3.2 Lokasi atau Ruang Lingkup Wilayah Penelitian ... 47
3.3 Obyek Penelitian ... 48
3.4 Identifikasi Variabel... 48
3.5 Definisi Operasional Variabel ... 48
3.6 Jenis dan Sumber Data ... 51
3.7 Populasi, Sampel, dan Metode Penentuan Sampel ... 51
3.7.1 Populasi ... 51
3.7.2 Sampel ... 52
3.8 Metode Pengumpulan Data ... 52
3.9 Teknik Analisis Data ... 53
3.9.1 Analisis statistik deskriptif ... 53
3.9.2 Intervalisasi Data... 53
3.9.3 Uji Instrumen Penelitian ... 53
3.9.4 Uji Asumsi Klasik ... 54
x
BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Daerah atau Wilayah Penelitian ... 58
4.2 Data Penelitian ... 59
4.2.1 Deskripsi Responden ... 59
4.2.2 Karakteristik Responden ... 60
4.3 Hasil Penelitian ... 61
4.3.1 Hasil Statistik Deskriptif ... 61
4.3.2 Hasil Intervalisasi Data ... 64
4.3.3 Hasil Pengujian Instrumen Penelitian ... 64
4.3.4 Uji Asumsi Klasik ... 66
4.3.5 Hasil Uji Hipotesis ... 68
4.4 Pembahasan Hasil Penelitian ... 73
4.4.1 Pengaruh kompetensi auditor internal dalam upaya mencegah kecurangan ... 73
4.3.2 Pengaruh indepedensi auditor internal dalam upaya mencegah kecurangan ... 74
4.3.3 Pengaruh profesionalisme auditor internal dalam upaya mencegah kecurangan ... 75
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 76
5.2 Saran ... 76
DAFTAR RUJUKAN ... 78
xi
DAFTAR TABEL
No Tabel Halaman
3.1 Definisi Operasioanl Variabel ... 50
4.1 Rincian Penyebaran dan Pengembalian Kuesioner ... 59
4.2 Profil Responden ... 60
4.3 Hasil Analisis Statistik Deskriptif ... 62
4.4 Hasil Uji Validitas ... 65
4.5 Hasil Uji Relabilitas ... 66
4.6 Hasil Uji Normalitas ... 67
4.7 Hasil Uji Multikoleniaritas ... 67
4.8 Hasil Uji Heteroskedastisitas... 68
4.9 Hasil Uji Regresi Linier Berganda ... 69
4.10 Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2) ... 70
4.11 Hasil Uji Kelayakan Model (Uji F) ... 71
[image:11.595.114.485.116.490.2]xii
DAFTAR GAMBAR
No Gambar Halaman
2.1 Fraud Triangle ... 40
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
No Lampiran Halaman
1 Daftar BPR di Kabupaten Badung ... 84
2 Kuesioner Penelitian ... 86
3 Tabulasi Data Ordinal ... 91
4 Tabulasi Data Interval ... 95
5 Statistik Deskriptif ... 99
6 Uji Validitas ... 100
7 Uji Reliabilitas ... 102
8 Uji Asumsi Klasik... 106
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kecenderungan kecurangan akuntansi telah menarik banyak perhatian media
dan menjadi isu yang menonjol serta penting di mata bisnis dunia. Kecurangan
merupakan bentuk penipuan yang sengaja dilakukan sehingga dapat menimbulkan
kerugian tanpa disadari oleh pihak yang dirugikan tersebut dan memberikan
keuntungan bagi pelaku kecurangan. Kecurangan hingga saat ini merupakan salah
satu hal yang fenomenal baik di negara berkembang dan negara maju. Kecurangan
merupakan penyimpangan dan perbuatan hukum yang dilakukan secara sengaja,
untuk keuntungan pribadi/ kelompok secara fair ; secara langsung dan tidak langsung
merugikan pihak lain (Koesmana et al, 2007:62).
Istilah kecurangan berbeda dengan istilah kekeliruan (errors) (Setiawan, 2003).
Faktor utama yang membedakannya adalah tifndakan yang mendasarinya, apakah
tindakan tersebut dilakukan secara disengaja atau tidak. Jika tindakan tersebut
dilakukan secara sengaja, maka disebut kecurangan dan jika tindakan tersebut
dilakukan tidak secara sengaja, maka disebut dengan kekeliruan (errors).
Salah satu kasus kecurangan pada perbankan yang terjadi adalah runtuhnya
London and County Securities Bank di Inggris karena kurang berfungsinya auditor,
kelemahan sistem hukum serta kinerja verifikator yang buruk. Di mana pemilik bank
2
ilegal. Ini terjadi karena auditor internal tidak menjalankan fungsinya dengan baik
(Matthews, 2005).
Pada tahun 2003 dihebohkan dengan kegagalan prosedur L/C BNI, di mana
bermula dari diterimanya L/C bernilai Rp 1,7 triliun oleh Bank BNI Cabang
Kebayoran Baru. Kasus ini terkuak oleh kecurigaan kepala divisi internasional
terhadap kegagalan prosedur L/C BNI. Berdasarkan laporan di divisi internasional
yang direlease pada 7 Agustus 2003, kemudian direktur utama BNI menurunkan tim
auditor internal untuk mendalami kasus ini. Hasilnya laporan tim audit internal yang
dibuat pada September 2003 membuktikan kebenaran pembobolan uang Negara
sebesar 1,7 triliyun (Theresa, 2014).
Kasus Bank Century yang terjadi pada tahun 2008 di Indonesia dimana
terjadinya gagal kliring yang mengakibatkan dihentikannya perdagangan oleh BEI
sampai dengan diambil alihnya (Bail Out) Bank Century oleh pemerintah. Sampai
saat ini masih banyak kalangan yang menganggap bahwa kasus Bank Century
belumlah terselesaikan secara tuntas (Theresa, 2014). Krisis yang dialami Bank
Century bukan disebabkan karena adanya krisis global, tetapi karena disebakan
permasalahan internal bank tersebut. Permasalahan internal tersebut adalah adanya
penipuan yang dilakukan oleh pihak manajemen bank terhadap nasabah menyangkut:
penyelewengan dana nasabah hingga Rp 2,8 Trilliun (nasabah Bank Century sebesar
Rp 1,4 Triliun dan nasabah Antaboga Deltas Sekuritas Indonesia sebesar Rp 1,4
Triliiun) dan penjualan reksa dana fiktif produk Antaboga Deltas Sekuritas Indonesia.
3
permasalahan tersebut menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi nasabah Bank
Century.
Kasus diatas merupakan tindakan kecurangan yang terjadi pada perbankan.
Adapun faktor penyebab terjadinya kecurangan tidak terlepas dari konsep segitiga
kecurangan yaitu tekanan (pressure), kesempatan (opportunity), dan rasionalisasi
(rationalization) yang disebut sebagai fraud triangle. Faktor tekanan adalah dorongan
yang menyebabkan seseorang melakukan kecurangan yang diakibatkan karena
kebutuhan atau masalah finansial. Kedua, faktor kesempatan terjadi karena kurang
efektifnya pengendalian internal. Dan ketiga, faktor rasionalisasi dimana sikap
pembenaran yang dilakukan oleh pelaku dengan merasionalkan bahwa tindakan
kecurangan adalah sesuatu yang wajar (Tuannakotta,2007:107- 111).
Pencegahan kecurangan merupakan aktivitas memerangi kecurangan dengan
biaya yang murah. Pencegahan kecurangan bisa dianalogikan dengan penyakit, yaitu
lebih baik dicegah daripada mengobati. Jika menunggu terjadinya kecurangan baru
ditangani itu artinya sudah ada kerugian yang terjadi dan telah dinikmati oleh pihak
tertentu, bandingkan bila kita berhasil mencegahnya tentu kerugian belum semuanya
beralih ke pelaku kecurangan (Fitrawansyah,2014:16). Pencegahan kecurangan
adalah berupaya untuk menghilangkan atau mengeliminir sebab-sebab timbulnya
kecurangan tersebut (Amrizal,2004:4). Pencegahan fraud di sektor publik dilakukan
dengan mengeluarkan berbagai peraturan perundang-undangan yang menetapkan
berbagai sanksi yang diharapkan dapat menangkal atau setidak-tidaknya dapat
4
Pada era globalisasi sekarang ini Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dituntut untuk
mampu meningkatkan produktivitasnya agar mampu bersaing dengan lembaga
keuangan lainnya. Ada tiga konsekuensi logis dari timbulnya persaingan yang
semakin tajam, yaitu mundur, bertahan, atau semakin berkembang. Semakin
berkembang dan semakin kompleknya sistem usaha dan pemerintahan, tidak
memungkinkan bagi eksekutif untuk mengawasi semua kegiatan yang menjadi
tanggung jawabnya. Tetap saja ada hal-hal yang luput dari perhatian para eksekutif
tersebut sehingga kegiatan yang tidak diawasi akan kehilangan efisiensi dan
efektivitas. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu audit internal untuk memenuhi
kebutuhan manajemen perusahaan (Desyani dan Ratnadi, 2008).
Audit Internal adalah suatu fungsi penilaian yang dikembangkan secara bebas
yang dilakukan oleh orang yang profesional yang memiliki pemahaman yang
mendalam mengenai sistem dan kegiatan operasional organisasi, menjamin kegiatan
operasional organisasi telah berjalan efektif dan efisien serta memastikan bahwa
sasaran dan tujuan organisasi telah tercapai (Susilawati, 2014). Saat ini audit internal
menyediakan jasa-jasa yang mencakup pemeriksaan dan penilaian atas kontrol,
kinerja, risiko, dan tata kelola (governance) (Sawyer et al, 2005: 3). Kesalahan
manajemen suatu perusahaan dalam mengelola sumber daya dapat membuat
perusahaan tersebut mengalami kerugian yang cukup besar, kerugian akibat proses
produksi yang salah, perekayasaan, pemasaran, atau pengelolaan persediaan bisa jadi
besar dibandingkan kerugian akibat kelemahan di bidang keuangan (Sawyer et. al,
5
Dana, et al. (2008) menyatakan auditor internal adalah pakar dalam tata kelola,
manajemen risiko dan pengendalian intern. Audit internal berusaha untuk
meningkatkan operasi organisasi dan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya hal
negatif termasuk pelaporan keuangan yang tidak dapat diandalkan. Auditor internal
juga membantu manajemen dalam mendisain serta memelihara kecukupan dan
efektifitas struktur pengendalian intern. Auditor internal juga bertanggungjawab
untuk menilai kecukupan dan keefektifan dari masing-masing sistem pengendalian
yang memberikan jaminan kualitas dan integritas dari proses pelaporan keuangan.
Belakangan ini perhatian auditor diarahkan terutama untuk mencegah terjadinya
kesalahan dan transaksi kecurangan. Davia et al. (2000) dalam Soepardi (2009)
menyatakan bahwa diperkirakan 40 persen dari keseluruhan kasus kecurangan tidak
pernah terungkap, atau dikenal dengan fenomena gunung es. Oleh karena itu
diperlukan tindakan strategi represif dan preventif dalam menangani kecurangan.
Tujuannya adalah untuk membantu pemimpin perusahaan (manajemen) dalam
melaksanakan tanggung jawabnya dengan memberikan analisa, penelitian, saran dan
komentar mengenai kegiatan yang diauditnya. Menurut Amrizal (2004) internal audit
adalah suatu penilaian yang dilakukan oleh pegawai perusahaan yang terlatih
mengenai ketelitian, dapat dipercayainya, efisiensi, kegunaan catatan- catatan
(akuntansi) perusahaan serta pengendalian internal yang terdapat dalam perusahaan.
Menurut Sawyer et al. (2005), Kompetensi Auditor Internal adalah sebuah
hubungan cara-cara setiap auditor memanfaatkan pengetahuan, keahlian dan
6
dalam memecahkan masalah-masalah yang mengandung resiko, padahal tugas auditor
di era ini lebih difokuskan kepada pengawasan dan pengendalian terhadap area-area
yang mengandung resiko bukan hanya audit atas kepatuhan saja.
Kompetensi yang rendah juga akan mengakibatkan kegagalan dalam audit
karena auditor akan kesulitan dalam menemukan temuan-temuan yang berkenaan
dengan terjadinya penyimpangan. Kompetensi juga dapat menentukan keberhasilan
dalam pelaksaan audit, tanpa Kompetensi Auditor Internal pelaksanaan audit kurang
berkualitas. Usaha peningkatan Kompetensi Auditor Internal BPR tidak dapat hanya
dilakukan dengan pendidikan dan pengalaman tetapi juga membutuhkan peran serta
auditor internal dalam mempertahankan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Kompetensi Auditor Internal mempunyai peran yang
penting dalam mencegah kecurangan.
Menurut Arens dan Loebbecke (2009) auditor harus mempunyai kemampuan
memahami kriteria yang digunakan serta mampu menentukan jumlah bahan bukti
yang dibutuhkan untuk mendukung kesimpulan yang akan diambilnya. Auditor harus
pula mempunyai sikap independen. Sekalipun ia ahli, apabila tidak mempunyai sikap
independen dalam mengumpulkan informasi akan tidak berguna, sebab informasi
yang digunakan untuk mengambil keputusan haruslah tidak biasa. Independensi
merupakan tujuan yang harus selalu diupayakan dan itu dapat dicapai sampai tingkat
tertentu. Misalnya, sekalipun auditor internal dibayar oleh perusahaan, ia harus tetap
7
Independensi dalam profesi sangat dibutuhkan untuk menjaga kualitas auditor
tersebut. Independensi bukan hanya dimiliki oleh auditor eksternal namun juga
dimiliki oleh auditor internal. Independensi dalam hal ini adalah independensi dalam
pelaporan dimana menurut Sawyer (2006) independensi dalam pelaporan menjadikan
auditor internal harus bebas dari perasaan untuk memodifikasi dampak dari fakta-
fakta, harus bebas dari hambatan oleh pihak- pihak yang ingin meniadakan auditor
dalam memberikan pertimbangan.
Dalam rangka memenuhi persyaratan sebagai seorang professional, auditor
harus menjalani pelatihan yang cukup dan kegiatan penunjang keterampilan lainnya.
Melalui program pelatihan tersebut para auditor juga mengalami proses sosialisasi
agar dapat menyesuaikan diri dengan perubahan situasi yang akan ditemui.
Profesionalisme juga menjadi syarat utama bagi seseorang yang ingin menjadi
seorang auditor sebab dengan profesionalisme yang tinggi kebebasan auditor akan
semakin terjamin. Untuk menjalankan perannya yang menuntut tanggung jawab yang
semakin luas, seorang auditor harus memiliki wawasan yang luas tentang
kompleksitas organisasi modern.
Setiap auditor internal harus tetap mempertahankan kompetensi, indepedensi
serta profesionalisme agar dapat mencegah serta dapat mendeteksi segala bentuk
kecurangan yang terjadi. Kurangnya pengetahuan dan pengertian seorang auditor
internal mengenai indikasi akan terjadinya tindak kecurangan sering terjadi dan
prosedur yang efektif untuk mendeteksi kecurangan sudah sering dibuat sulit oleh
8
internal harus mempunyai keahlian dalam mencegah kecurangan sebagai eksistensi
dan pengetahuan mengenai gejala pasti, dan harus mampu mendeteksi segala bentuk
kecurangan (fraud) yang terjadi, pengertian akan masalah dan sikap kompetensi,
independensi serta profesionalisme untuk menyelesaikan semua permasalahan yang
terjadi.
Penelitian yang dilakukan oleh Khoirul (2015), Marcellina (2009) dan Trisi
(2015) menunjukan bahwa kompetensi auditor berpengaruh positif pada pencegahan
kecurangan. Namun berbeda dengan hasil penelitian yang diperoleh oleh Sartika
(2015) pengaruh independensi, kompetensi, skeptisme professional dan
profesionalisme terhadap kemampuan mendeteksi kecurangan menunjukan hasil
bahwa kompetensi tidak berpengaruh positif terhadap mendeteksi kecurangan.
Dalam penelitian Adyani (2014) menggunakan independen sebagai faktor
mendeteksi kecurangan dan laporan keuangan auditor dengan hasil penelitian
indepedensi berpengaruh positif dalam mendeteksi kecurangan dan kekelirungan
laporan keuangan auditor. Namun berbeda dengan hasil yang diteliti oleh Herman
(2015) pengaruh indepedensi dan profesionalisme dalam mencegah dan mendeteksi
fraud pada auditor internal, menunjukan bahwa variable independensi tidak
berpengaruh positif bagi auditor internal. Penelitian yang dilakukan Sartika (2015),
profesionalisme auditor berpengaruh positif dalam mendeteksi kecurangan.
Sedangkan menurut penelitian Cahyasumirat (2006), bahwa profesionalisme tidak
9
dilakukan oleh Sartika (2015) dan Cahyasumirat (2006) terdapat perbedaan karena
hasilnya tidak konsisten.
Alasan peneliti ingin meneliti kembali peran audit internal karena, apakah
dengan menggunakan sampel yang berbeda dan waktu yang berbeda akan
memberikan hasil yang sama dengan penelitian terdahulu. Oleh karena itu, peneliti
tertarik untuk meneliti Bank Perkreditan Rakyat di kabupaten Badung. Peneliti
memilih di Bank Perkreditan Rakyat Badung karena menurut pengetahuan peneliti
belum ada penelitian tentang peran auditor internal yang dilakukan di Bank
Perkreditan Rakyat Badung. Ditambah lagi dengan adanya Standar Pelaksanaan
Fungsi Audit Intern Bank (SPFAIB), yang wajib dilaksanakan sejak 1 Januari 1996,
dimutakhirkan oleh Bank Indonesia dengan peraturan Bank Indonesia No. 1/6/PBI/99
tanggal 20 September 1999 yang menyatakan bahwa bank wajib memiliki Satuan
Kerja Audit Intern dalam melaksanakan fungsi audit internnya. Maka dari itu
penelitian ini dilakukan dengan mengangkat judul Pengaruh Kompetensi,
Independensi dan Profesionalisme Auditor Internal pada Pencegahan Kecurangan
(Studi Empiris pada Bank Perkreditan Rakyat di Kabupaten Badung).
1.2 Rumusan Masalah Penelitian
Rumusan masalah dibuat berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan
diatas, sehingga dapat dibuat suatu rumusan sebagai berikut:
1) Apakah kompetensi seorang auditor internal berpengaruh dalam mencegah
10
2) Apakah independensi seorang auditor internal berpengaruh dalam mencegah
kecurangan?
3) Apakah profesionalisme seorang auditor internal berpengaruh dalam mencegah
kecurangan?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian sesuai dengan rumusan masalah, antara lain:
1) Untuk mengetahui pengaruh kompetensi seorang auditor internal dalam
mencegah terjadinya kecurangan.
2) Untuk mengetahui pengaruh independensi seorang auditor internal dalam
mencegah terjadinya kecurangan.
3) Untuk mengetahui pengaruh profesionalisme seorang auditor internal dalam
mencegah terjadinya kecurangan.
1.4 Kegunaan Penelitian 1) Kegunaan Teoritis
Penelitian ini dapat dijadikan tambahan informasi dan referensi dalam
penelitian di bidang pengauditan khususnya dalam mencegah terjadinya
kecurangan serta memberikan bukti empiris mengenai pengaruh kompetensi,
independensi dan profesionalisme auditor internal pada pencegahan
11 2) Kegunaan Praktis
(1) Bagi Auditor Internal
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dan
pertimbangan mengenai pengaruh kompetensi auditor internal,
independensi auditor internal dan profesionalisme auditor internal terhadap
kinerja auditor internal melalui pengetahuan mengenai fraud.
(2) Bagi pihak yang berkepentingan lainya.
Penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi masukan sesuai dengan
kebutuhan
(3) Bagi penulis.
Adanya penelitian ini penulis dapat memperoleh banyak pengetahuan
mengenai pengaruh kompetensi auditor internal, independensi auditor
internal dan profesionalisme auditor internal dalam mencegah
kecurangan.
1.5 Sistematika Penulisan
Penulisan laporan ini terdiri dari beberapa bab yang disusun berurutan secara
sistematis, sehingga antara satu bab dengan bab yang lainnya mempunyai hubungan
yang sistematis. Sistematika penyajian dalam laporan ini akan diuraikan secara
12
Bab I : Pendahuluan
Pada bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, pokok
permasalahan, tujuan dan kegunaan penulisan dan sistematika penyajian.
Bab II : Tinjauan Teoritis
Bab ini menguraikan tentang dasar-dasar teori yang menunjang
pembahasan terhadap masalah dalam laporan ini yaitu teori motivasi
berprestasi, teori penetapan tujuan, audit judgment, tekanan ketaatan,
senioritas auditor, tekanan anggaran waktu, dan hipotesis penelitian.
Bab III : Metode Penelitian
Pada bab ini dibahas mengenai desain penelitian, lokasi penelitian, objek
penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan
sumber data, populasi, sampel, metode penentuan sampel dan teknik
analisis data yang digunakan.
Bab IV : Hasil Dan Pembahasan
Bab ini memuat tentang gambaran umum dari lokasi peneliti, deskripsi
dari hasil penelitian, dan pembahasan hasil penelitian yang telah
dilakukan.
Bab V : Simpulan Dan Saran
Bab ini menguraikan tentang simpulan dari permasalahan yang dibahas
serta saran-saran yang dapat disampaikan dimana nantinya diharapkan
13 BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1Pustaka dan Hipotets Penelitian
2.1.1 Teori Tindakan Beralasan (Theory Of Reasoned Action)
Theory Reasoned Action (TRA) pertama kali dicetuskan oleh Ajzen pada tahun
1980 . Teori ini disusun menggunakan asumsi dasar bahwa manusia berperilaku
dengan cara yang sadar dan mempertimbangkan segala informasi yang tersedia.
Dalam TRA ini, Ajzen menyatakan bahwa niat seseorang untuk melakukan suatu
perilaku menentukan akan dilakukan atau tidak dilakukannya perilaku tersebut. Lebih
lanjut, Ajzen mengemukakan bahwa niat melakukan atau tidak melakukan perilaku
tertentu dipengaruhi oleh dua penentu dasar, yang pertama berhubungan dengan sikap
(attitude towards behavior) dan yang lain berhubungan dengan pengaruh sosial yaitu
norma subjektif.
Theory of Reasoned Action (TRA) dari Ajzen dan Fishbelin masih relatif baru,
dan kurang banyak digunakan dan kurang banyak dikenal. Theory of Reasoned Action
(TRA) merupakan teori perilaku manusia secara umum : aslinya teori ini
dipergunakan di dalam berbagai macam perilaku manusia, khususnya yang berkaitan
dengan permasalahan social -psikologis, kemudian makin bertambah digunakan
untuk menentukan faktor -faktor yang berkaitan dengan perilaku kesehatan.
Teori ini menghubungkan keyakinan (beliefs), sikap (attitude),
14
akan dilakukan seseorang, cara terbaik untuk meramalkannya adalah mengetahui
intensi orang tersebut. Intensi ditentukan oleh sikap dan norma subyektif. Komponen
pertama mengacu pada sikap terhadap perilaku. Sikap ini merupakan hasil
pertimbangan untung dan rugi dari perilaku tersebut (outcome of the behavior).
Disamping itu juga dipertimbangkan pentingnya konsekuensi-konsekuensi yang akan
terjadi bagi individu (evaluation regarding the outcome). Komponen kedua
mencerminkan dampak dari norma-norma subyektif. Norma sosial mengacu pada
keyakinan seseorang terhadap bagaimana dan apa yang dipikirkan orang-orang yang
dianggapnya penting (referent person) dan motivasi seseorang untuk mengikuti
pikiran tersebut.
Keuntungan teori ini adalah memberi pegangan untuk menganalisa komponen
perilaku dalam item yang operasional. Bagaimana sejumlah pencegahan harus
dipertimbangkan supaya model ini dipergunakan dengan tepat. Fokus sasaran adalah
prediksi dan pengertian perilaku yang dapat diamati secara langsung dan dibawah
kendali seseorang. Artinya bahwa perilaku sasaran harus diseleksi dan
diidentifikasikan secara jelas. Tuntutan ini memerlukan pertimbangan mengenai
tidakan (action), sasaran (target), konteks (context), waktu (time).
Banyak penelitian di bidang sosial yang sudah membuktikan bahwa Theory of
Reason Action ( TRA ) ini adalah teori yang cukup memadai dalam memprediksi
tingkah laku. Salah satunya dalam mencegah terjadinya kecurangan (fraud). Ada 3
hal yang mendorong terjadinya sebuah upaya fraud, yaitu pressure (dorongan),
15
memiliki berbagai arti, di antaranya keadaan di mana kita merasa ditekan, kondisi
yang berat saat kita menghadapi kesulitan. dapat dilihat bahwa pressure dapat
menjadi motivasi bagi manusia dalam melakukan tindakan salah satunya kecurangan.
Opportunity adalah peluang yang memungkinkan fraud terjadi. Biasanya disebabkan
karena internal control suatu organisasi yang lemah, kurangnya pengawasan, dan/atau
penyalahgunaan wewenang. Di antara 3 elemen fraud triangle, opportunity
merupakan elemen yang paling memungkinkan untuk diminimalisir melalui
penerapan proses, prosedur, dan control dan upaya deteksi dini terhadap fraud.
Sedangkan, rationalization menjadi elemen penting dalam terjadinya fraud, dimana
pelaku mencari pembenaran atas tindakannya.
2.1.2 Teori Perilaku Terencana (Theory Of Planned Behavior)
Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior) merupakan perluasan
dari Theory of Reasoned Action (TRA) yang dikembangkan oleh Icek Ajzen (1985).
Menurut Ajzen niat untuk melakukan berbagai jenis perilaku dapat diprediksi dengan
tingkat keakuratan yang tinggi dari sikap seseorang terhadap perilaku, norma
subyektif, dan kontrol perilaku yang dirasakan. TPB digunakan untuk memprediksi
apakah seseorang akan melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku, memprediksi
dan memahami dampak niat berperilaku, serta mengidentifikasi strategi untuk
merubah perilaku. Dalam TPB diasumsikan bahwa manusia yang bersifat rasional
akan menggunakan informasi yang ada secara sistematik kemudian memahami
16
Ajzen memperkenalkan theory of planned behavior dengan menambahkan
komponen baru yaitu kontrol perilaku (perceived behavioral control). Dengan ini, ia
memperluas theory of reasoned action untuk menutupi perilaku non-kehendak.
Dalam TPB, perilaku yang ditampilkan individu timbul karena adanya intensi untuk
berperilaku. Intensi individu untuk menampilkan suatu perilaku adalah kombinasi
dari sikap untuk menampilkan perilaku tersebut dan norma subjektif. Sikap individu
terhadap perilaku meliputi kepercayaan mengenai suatu perilaku, evaluasi terhadap
hasil perilaku, norma subjektif, kepercayaan-kepercayaan normatif dan motivasi
untuk patuh.
Theory of planned behavior dijelaskan bahwa niat individu untuk melakukan
suatu tindakan atau berperilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
1) Sikap Terhadap Perilaku (Attitude Toward The Behavior)
Individu akan bertindak atau berprilaku sesuai dengan sikap yang melekat
dalam dirinya terhadap suatu perilaku. Sikap terhadap perilaku yang dianggap
positif, nantinya akan dijadikan pilihan individu untuk membimbingnya dalam
berperilaku di kehidupannya.
2) Norma Subyektif (Subjective Norm)
Persepsi individu tentang perilaku tertentu, yang dipengaruhi oleh penilaian
orang lain yang signifikan.
3) Persepsi kontrol perilaku (Perceived Behavioral Control)
Kontrol perilaku mengacu pada persepsi-persepsi individu akan kemampuannya
17
Penulis menggunakan variabel profesionalisme yang merepresentasikan sikap
terhadap perilaku. Seseorang yang memiliki profesionalisme (dalam dimensi dedikasi
terhadap profesi) yang baik cenderung akan memiliki keyakinan yang relatif stabil
dalam segala situasi. Sikap terhadap perilaku dapat berubah tergantung situasi dan
jenis perilaku yang akan dilakukan. Oleh karena sikap terhadap prilaku didasari
dengan sikap yang melekat dalam dirinya terhadap suatu perilaku, maka sebagai
seorang profesional yang berdedikasi terhadap profesi atau pekerjaan harus menilai
segala jenis perilaku yang positif dengan menggunakan peraturan dan kode etik yang
berlaku dalam profesinya. Dengan demikian mereka telah memiliki sikap terhadap
perilaku yang baik dan menjunjung profesionalisme profesi karena telah bekerja
dengan berdasarkan peraturan yang ada dan kode etik profesi.
Selanjutnya variabel kompetensi merepresentasikan komponen presepsi kontrol
perilaku. Dalam variabel ini individu mengacu pada persepsi-persepsi individu akan
kemampuannya untuk menampilkan perilaku tertentu. Seorang individu tidak dapat
mengontrol perilaku sepenuhnya dibawah kendali individu tersebut atau dalam suatu
kondisi tertentu dapat terjadi hal yang sebaliknya, seorang individu dapat mengontrol
perilakunya dibawah kendali individu tersebut. Kontrol tersebut disebabkan oleh
faktor internal dan eksternal individu, faktor internal adalah diri individu itu sendiri
18 2.1.3 Teori Sikap dan Perilaku
Theory of attitude and Behaviour (TRA) yang dikembangkan oleh Triandis
(1971) dipandang sebagai teori yang dapat mendasari untuk menjelaskan
independensi. Teori tersebut menyatakan, bahwa perilaku ditentukan untuk apa
orang-orang ingin lakukan (sikap), apa yang mereka pikirkan akan mereka lakukan
(aturan-aturan sosial), apa yang mereka bisa lakukan (kebiasaan) dan dengan
konsekuensi perilaku yang mereka pikirkan. Sikap menyangkut komponen kognitif
berkaitan dengan keyakinan, sedangkan komponen sikap afektif memiliki konotasi
suka atau tidak suka.
Teori sikap dan perilaku ini dapat menjelaskan sikap independen auditor dalam
penampilan. Seorang auditor yang memiliki sikap independen akan berperilaku
independen dalam penampilannya, artinya seorang auditor dalam menjalankan
tugasnya tidak dibenarkan memihak terhadap kepentingan siapapun. Auditor
mempunyai kewajiban untuk bersikap jujur baik kepada pihak manajemen maupun
pihak-pihak lain seperti pemilik, kreditor, investor.
Studi yang dilakukan oleh Firth (1980), misalnya mengemukakan alasan
bahwa, jika auditor tidak terlihat independen, maka pengguna laporan keuangan
semakin tidak percaya atas laporan keuangan yang dihasilkan auditor dan opini
auditor tentang laporan keuangan perusahaan yang diperiksa menjadi tidak ada
nilainya. Sejalan dengan Arens dan Loebbecke, Mulyadi (2008) menguraikan
independensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh
19
adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta adanya
petimbangan yang obyektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan
menyakatakan pendapatnya, menyinggung independensi dalam sikap mental
(Independence in fact) bertumpukan pada kejujuran, obyektifitas, sedangkan
independensi dalam penampilan (Independence In Appearance) diartikan sebagai
sikap hati-hati seorang akuntan agar tidak diragukan kejujurannya.
2.1.4 Audit Internal
2.1.4.1 Pengertian Audit Internal
Menurut Sukrisno (2012) internal audit (pemeriksaan intern) adalah
pemeriksaan yang dilakukan oleh bagian internal audit perusahaan, terhadap laporan
keuangan dan catatan akuntansi perusahaan maupun ketaatan terhadap kebijakan
manajemen puncak yang telah ditentukan dan ketaatan terhadap peraturan pemerintah
dan ketentuan- ketentuan dari ikatan profesi yang berlaku.
Mulyadi (2002) auditor internal adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan
yang tugas pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang
diterapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau tidaknya
penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan efesiensi dan efektivitas
prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan informasi yang dihasilkan
oleh berbagai bagian organisasi. Maka dapat disimpukan bahwa audit internal sebagai
20
audit internal juga merupakan alat pengendalian manajemen yang mengukur dan
mengevaluasi efisiensi dan pengendalian.
2.1.4.2 Fungsi Audit Internal
Fungsi audit internal adalah sebagai alat bantu bagi manajemen untuk menilai
efisien dan keefektifan pelaksanaan struktur pengendalian intern perusahaan,
kemudian memberikan hasil berupa saran atau rekomendasi dan memberi nilai
tambah bagi manajemen yang akan dijadikan landasan mengambil keputusan atau
tindak selanjutnya. Fungsi audit internal menurut Mulyadi (2008) adalah sebagai
berikut.
1. Pemeriksaan (audit dan peneliaian terhadap efektivias struktur pengendalian
intern dan mendorong penggunaan struktur pengendalian intern yang efektif
dengan biaya minimum.
2. Menentukan sampai seberapa jauh pelaksanaan kebijakan manajemen puncak
dipatuhi.
3. Menentukan sampai sejauh mana kekayaan perusahaan
dipertanggungjawabkan dan dilindungi dari segala macam kerugian.
4. Menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian dalam
perusahaan
5. Memberikan rekomendasi perbaikan kegiatan- kegiatan perusahaan.
2.1.4.3 Tujuan dan Ruang Lingkup Audit Internal
Menurut Tugiman (2006) tujuan pemeriksaan internal adalah membantu para
21
itu tujuan dari pemeriksaan internal mencakup pengembangan pengawasan yang
efektif dengan biaya yang wajar. Untuk mencapai tujuan tersebut, audit internal harus
melakukan kegiatan- kegiatan berikut.
1. Menilai penerapan pengendalian internal dan pengendalian operasional
memadai atau tidak serta mengembangkan pengendalian yang efektif dengan
biaya yang tidak terlalu mahal.
2. Memastikan ketaatan terhadap rencana- rencana dan prosedur- prosedur yang
telah ditetapkan manajemen.
3. Memastikan seberapa jauh harta perusahaan dipertanggungjawabkan dan
dilindungi dari kemungkinan terjadinya segala bentuk kecurangan,
pencuriangn, dan penyalahgunaan yang dapat merugikan perusahaan.
4. Memastikan bahwa pengelilaan data yang dikembangkan dalam organisasi
dapat dipercaya.
5. Menilai suatu pekerjaan setiap bagian dalam melaksanakan tugas- tugas yang
diberikan manajemen.
Ruang lingkup audit internal menilai keefektifan sistem pengendalian internal
serta pengevaluasi terhadap kelengkapan dan kefektifan sistem pengendalian internal
yang dimiliki organisasi, serta kualitas pelaksanaan tanggung jawab yang diberikan.
2.1.5 Struktur Pengendalian Intern
Menurut Setya (2013) struktur pengendalian intern adalah kebijakan dan
22
khusus organisasi akan dicapai. Struktur pengendalian intern ini memiliki tiga
elemen, yaitu:
1. Lingkungan pengendalian
Lingkungan pengendali menggambarkan efek kolektif dari berbagai faktor
pada penetapan, peningkatan, atau penurunan efektivitas prosedur dan
kebijakan khusus.
2. Sistem akuntansi
Sistem akuntansi terdiri atas metode dan catatan yang ditetapakan untuk
mengidentifikasi, merangkai, menganalisis, menggolongkan, mencatat, dan
melaporkan transaksi-transaksi perusahaan dan untuk memelihara
akuntabilitas aktiva dan kewajiban yang terkait.
3. Prosedur pengendalian
Prosedur pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang ditambahkan ke
lingkungan pengendalian dan sistem akuntansi yang telah ditetapkan oleh
manajemen untuk memberikan jaminan yang layak bahwa tujuan khusus
organisasi akan dicapai.
Setya (2013) komponen Struktur Pengendalian Intern masing- masing akan
dijelaskan sebagai berikut.
1. Lingkungan pengendalian merupakan dasar dari komponen pengendalian
yang lain yang secara umum dapat memberikan acuan disiplin. Meliputi :
Integritas, nilai etika, kompetensi personil perusahaan, falsafah manajemen
23
tanggung jawab, mengatur dan mengembangkan personil, serta, arahan yang
diberikan oleh dewan direksi.
2. Penaksiran resiko merupakan dentifikasi dan analisa atas resiko yang relevan
terhadap pencapaian tujuan yaitu mengenai penentuan “bagaimana resiko
dinilai untuk kemudian dikelola”. Komponen ini hendaknya mengidentifikasi
resiko baik internal maupun eksternal untuk kemudian dinilai. Sebelum
melakukan penilain resiko
3. Aktivitas pengendalian merupakan kebijakan dan prosedur yang dapat
membantu mengarahkan manajemen hendaknya dilaksanakan. Aktivitas
pengendalian hendaknya dilaksanakan dengan menembus semua level dan
semua fungsi yang ada di perusahaan.
4. Informasi dan komunikasi merupakan menampung kebutuhan perusahaan di
dalam mengidentifikasi, mengambil, dan mengkomukasikan
informasi-informasi kepada pihak yang tepat agar mereka mampu melaksanakan
tanggung jawab mereka
5. Pengawasan pengendalian intern seharusnya diawasi oleh manajemen dan
personil di dalam perusahaan. Ini merupakan kerangka kerja yang
diasosiasikan dengan fungsi internal audit di dalam perusahaan (organisasi),
juga dipandang sebagai pengawasan seperti aktifitas umum manajemen dan
24 2.1.6 Piagam Internal Audit
Peranan Unit Audit Internal dalam perusahaan sangat penting mengingat
fungsinya membantu semua tingkatan manajemen dalam mengamankan kegiatan
operasional perusahaan untuk mewujudkan perusahaan yang sehat dan mampu
berkembang secara wajar serta dapat menunjang program pembangunan pemerintah.
Sehubungan dengan itu, untuk tercapainya efektivitas fungsi audit, maka perlu
diciptakan adanya kejelasan dan kesamaan pemahaman mengenai struktur dan
kedudukan, fungsi, tanggung jawab, wewenang serta persyaratan dan kode etik
auditor internal.
2.1.6.1 Struktur, Kedudukan dan Fungsi
1. Unit Audit Internal dipimpin oleh seorang Kepala Unit Audit Internal yang
diangkat dan diberhentikan oleh Direktur Utama dengan persetujuan Dewan
Komisaris.
2. Direktur Utama dapat memberhentikan Kepala Unit Audit Internal, setelah
mendapat persetujuan Dewan Komisaris, jika Kepala Unit Audit Internal tidak
memenuhi persyaratan sebagai auditor Unit Audit Internal sebagaimana diatur
berdasarkan Piagam Unit Audit Internal dan Peraturan No. IX.I.7 dan atau
gagal atau tidak cakap menjalankan tugas.
3. Auditor yang duduk dalam Unit Audit Internal bertanggung jawab secara
langsung kepada Kepala Unit Audit Internal dan Kepala Unit Audit Internal
bertanggung jawab secara administratif dan fungsional kepada Direktur
25
Unit Audit Internal bertugas membantu Direktur Utama dan Dewan
Komisaris untuk melakukan pengawasan atas kegiatan operasional Perseroan. Unit
Audit Internal memberikan layanan keyakinan dan konsultasi yang bersifat
independen dan obyektif, dengan tujuan untuk meningkatkan nilai dan memperbaiki
operasional Perseroan, melalui pendekatan yang sistematis, dengan cara
mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko, pengendalian, dan
proses tata kelola perusahaan.
2.1.6.2 Wewenang dan Tanggung Jawab Unit Audit Internal
1. Mengakses seluruh informasi yang relevan tentang perusahaan terkait dengan
tugas dan fungsinya.
2. Menilai semua data dan informasi yang menyangkut administrasi,
pembukuan, laporan-laporan baik yang berkaitan dengan masalah operasional,
keuangan, maupun Sumber Daya Manusia.
3. Melakukan komunikasi secara langsung dengan Direksi, Dewan Komisaris,
dan/atau Komite audit serta anggota dari Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau
Komite Audit sehubungan dengan tugas dan fungsinya.
4. Mengadakan rapat secara berkala dan insidentil dengan Direksi, Dewan
Komisaris, dan/atau Komite Audit.
5. Melakukan koordinasi kegiatannya dengan kegiatan auditor eksternal.
Unit Audit Internal bertanggung jawab untuk :
1. Perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan hasil audit serta wajib memantau
26
2. Menguji dan mengevaluasi pelaksanaan pengendalian internal dan sistem
manajemen resiko sesuai dengan kebijakan perusahaan Perseroan;
3. Melakukan pemeriksaan dan penilaian atas efisiensi dan efektifitas di bidang
keuangan, akuntansi, operasional, sumber daya manusia, pemasaran,
teknologi inforrmasi, dan kegiatan lainnya.
4. Memberikan saran perbaikan dan informasi yang obyektif tentang kegiatan
yang diperiksa pada semua tingkat manajemen;
5. Membuat laporan hasil audit dan menyampaikan laporan tersebut kepada
Direktur Utama dan Dewan Komisaris.
2.1.6.3 Persyaratan dan Kode Etik Auditor Internal
Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, Auditor Internal harus
memenuhi persyaratan pengetahuan dan ketrampilan serta mematuhi Kode Etik
berikut.
1. Memiliki integritas dan perilaku yang profesional, independen, jujur, dan
obyektif dalam pelaksanaan tugasnya.
2. Memiliki pengetahuan dan pengalaman mengenai teknis audit dan disiplin
ilmu lain yang relevan dengan bidang tugasnya;
3. Memiliki pengetahuan tentang peraturan perundang-undangan di bidang pasar
modal dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya;
4. Memiliki kecakapan untuk berinteraksi dan berkomunikasi baik lisan maupun
27
5. Wajib mematuhi standar profesi dan kode etik yang dikeluarkan oleh asosiasi
audit internal.
6. Wajib menjaga kerahasiaan informasi dan/atau data Perseroan terkait dengan
pelaksanaan tugas dan tanggung jawab unit audit internal kecuali diwajibkan
berdasarkan peraturan perundang-undangan atau penetapan/putusan
Pengadilan.
7. Memahami prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik dan manajemen
risiko.
8. Senantiasa meningkatkan pengetahuan, keahlian dan kemampuan
profesionalismenya secara terus menerus.
2.1.7 Kompetensi Auditor Internal
Pada pernyataan standar umum pertama dalam SPKN, dinyatakan bahwa
pemeriksa secara kolektif harus memiliki kecakapan profesional yang memadai
untuk melaksanakan tugas pemeriksaan. Ini berarti auditor wajib memiliki sikap
kompetensi yang diperoleh melalui pengetahuan, keahlian, dan pengalaman.
Menurut Arens (2003) kompetensi adalah kualitas pribadi yang harus dimiliki
oleh seorang auditor yang diperoleh melalui latar belakang pendidikan formal
auditing dan akuntansi, pelatihan kerja yang cukup dalam profesi dan akan
ditekuninya dan selalu mengikuti pendidikan- pendidikan profesi yang berkelanjutan.
Trotter (1986) dalam Mayangsari (2003) mendefinisikan bahwa seorang yang
28
mengerjakan pekerjaan dengan mudah, cepat, intuitif, dan sangat jarang atau bahkan
tidak pernah membuat kesalahan. Menurut Reni (2010) menunjukkan bahwa
indikator kompetensi untuk auditor terdiri atas :
1) Komponen pengetahuan, merupakan komponen yang penting dalam suatu
kompetensi. Komponen ini meliputi pengetahuan terhadap fakta-fakta dan
prosedur-prosedur.
2) Memiliki kompetensi lain seperti kemampuan berkomunikasi, kreatifitas, kerja sama dengan orang lain.
3) Keahlian yang menyangkut objek pemeriksaan mengamati objek dan
membandingkan dengan standar yang berlaku, kemudian menarik kesimpulan
dari hasil perbandingan tersebut merupakan inti pekerjaan pemeriksaan.
4) Keahlian yang menyangkut teknik atau cara melakukan pemeriksaan Seorang auditor harus memiliki kemampuan teknik atau cara melakukan pemeriksaan
yang memungkinkan seorang auditor memperoleh informasi yang maksimal
(kualitas dan kuantitas) tentang objek yang diperiksa dalam waktu yang
terbatas.
5) Keahlian dalam menyampaikan hasil pemeriksaan Segala temuan, informasi
dan data yang diperoleh dalam melaksanakan pemeriksaan harus disampaiakan
seluruhnya kepada kepala pemerintahan dan pihak yang diperiksa. Untuk dapat
29
kemahiran berbahasa secara baik, benar, efisien, teliti, dan cermat melalui
laporan hasil pemeriksaan (LHP).
Sikap kompetensi diperlukan agar auditor dapat mencegah dengan cepat dan
tepat ada atau tidaknya kecurangan serta trik-trik rekayasa yang dilakukan untuk
melakukan kecurangan tersebut. Keahlian yang dimiliki auditor dapat menjadikannya
lebih sensitif (peka) terhadap suatu tindak kecurangan (Lastanti, 2005). Tirta dan
Sholihin (2004) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pengetahuan tugas spesifik
mempengaruhi kinerja auditor dalam menilai kecurangan dan kombinasi pengalaman
serta pelatihan kecurangan akan meningkatkan kinerja auditor dalam menilai
kecurangan. Ardini dan Sawarjuwono (2005) juga menyatakan untuk mengungkap
kecurangan, auditor memerlukan kompetensi yang diperoleh dari keahliannya. Alim,
dkk (2007) juga membuktikan bahwa kompetensi berpengaruh signifikan terhadap
kualitas audit, di mana salah satu indikasi kualitas audit yang baik adalah jika
kecurangan yang ada dalam audit tersebut dapat dideteksi.
2.1.8 Independensi Auditor Internal
Independensi pada auditor dapat berhubungan dengan pengungkapan masalah
pengendalian internal suatu perusahaan (Zhang Yang, et al. 2007). Auditor internal
bekerja di suatu perusahaan untuk melakukan audit bagi kepentingan pihak
manajemen. Tugas yang diberikan kepada auditor internal bermacam-macam,
tergantung dari perintah dari atasannya. Dalam menjalankan tugasnya seorang
30
internal wajib memberikan informasi yang penting bagi pihak manajemen yang
berkaitan dengan proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan operasi suatu
perusahaan.
Independen berarti auditor tidak dapat dipengaruhi. Auditor internal tidak
dibenarkan memihak kepentingan siapapun. Auditor internal berkewajiban untuk
jujur tidak hanya kepada manajemen dan pemilik perusahaan, namun juga pada
kreditor dan pihak lain yaitu masyarakat dan pengguna laporan keuangan yang
lainnya yang meletakkan kepercayaan pada pekerjaan internal auditor. Jika seorang
auditor internal tidak dapat bersikap independen, maka akan sulit dalam upaya
mencegah dan mendeteksi terjadinya fraud di perusahaan. Oleh sebab itu, profesi
auditor internal akan sangat sensitif terhadap masalah independensi. Dengan
demikian sikap independensi sangat dibutuhkan agar laporan keuangan yang
disajikan oleh manajer dapat berkualitas dan berkredibilitas dalam mencegah dan
mendeteksi terjadinya kecurangan yang ada.
Arens dan Loebbeck (2009) menyatakan independensi merupakan tujuan yang
harus selalu diupayakan, dan itu dapat dicapai sampai tingkat tertentu, misalnya
sekalipun auditor dibayar oleh klien, ia harus tetap memiliki kebebasan yang cukup
untuk melakukan audit yang andal. Menurut Achmad Badjuri dan Elisa Trihapsari
(2004) Independensi auditor diperlukan karena auditor sering disebut pihak pertama
dan memegang peran utama dalam pelaksanaan audit kinerja. Hal ini karena auditor
dapat mengakses informasi keuangan dan informasi manajemen dari organisasi yang
31
kenyataannya prinsip independen ini sulit untuk benar-benar dilaksanakan secara
mutlak, antara auditor dan auditee harus berusaha menjaga independensi tersebut
sehingga tujuan audit dapat tercapai. Independensi auditor merupakan salah satu
dasar dalam konsep teori auditing.
Auditor internal yang profesional harus memiliki independensi untuk
memenuhi kewajiban profesionalismenya; memberikan opini yang objektif, tidak
bias; dan tidak dibatasi; dan melaporkan masalah apa adanya; bukan melaporkan
sesuai keinginan eksekutif atau lembaga (Sawyer, 2006:35). Menurut Arens, Elder,
dan Beasley (2008: 111) dalam independensi dibagi menjadi dua, yaitu independensi
dalam fakta (independence in fact) ada apabila auditor senyatanya mampu
mempertahankan sikap tidak bias sepanjang audit, dan independensi dalam
penampilan (independence in appearance) adalah hasil dari intepretasi lain atas
independensi ini. Oleh karena itu, pada penelitian ini yang menjadi indikator untuk
variabel independensi auditor internal adalah independence in fact dan independence
in appearance.
Dimensi atau indikator dari pelaksanaan independensi auditor internal
(Nurjannah, 2008) adalah sebagai berikut:
1) Kemandirian Auditor
Kemandirian para pemeriksa internal dapat memberikan penilaian-penilaian
yang tidak memihak dan tanpa prasangka, yang mana sangat diperlukan atau
32
melalui status organisasi dan sikap objektifitas dari para pemeriksa internal
(auditor internal).
(1) Kemandirian Auditor Dilihat Dari Status Organisasi.
Kemandirian auditor dilihat dari status organisasi adalah bahwa status
organisasi dari bagian internal audit haruslah memberikan keleluasaan
untuk memenuhi atau menyelesaikan tanggung jawab pemeriksaan yang
diberikan kepadanya. Internal audit haruslah mendapat dukungan dari
manajemen senior dan dewan, sehingga mereka akan mendapatkan suatu
kerja sama dari pihak yang diperiksa dan dapat menyelesaikan
pekerjaannya secara bebas dari berbagai campur tangan pihak lain.
(2) Kemandirian Auditor Dilihat Dari Sikap Objektifitas.
Kemandirian auditor dilihat dari sikap objektifitas adalah sikap mental
yang bebas dan yang harus dimiliki oleh pemeriksa internal (auditor
internal) dalam melaksanakan pemeriksaan. Auditor internal tidak boleh
menempatkan penilaian sehubungan dengan pemeriksaan yang dilakukan
secara lebih rendah dibandingkan dengan penilaian yang dilakukan oleh
pihak lain atau menilai sesuatu berdasarkan hasil penilaian orang lain.
Bukan hanya penting bagi auditor internal untuk memelihara sikap mental
independen dan tanggung jawab mereka, akan tetapi penting juga bahwa
pemakai laporan keuangan menaruh kepercayaan terhadap independensi
33
2) Independensi dalam Kenyataan (Independence In Fact)
Independensi dalam kenyataan adalah apabila dalam kenyataannya auditor
mampu mempertahankan sikap yang tidak memihak sepanjang pelaksanaan
auditnya.
3) Independensi dalam Penampilan (Independence In Appearance)
Independensi dalam penampilan adalah hasil penilaian atau interpretasi pihak
lain terhadap independensi auditor dalam menjalankan tugasnya. Mautz dan
Sharaf (Sawyer,2006:35), dalam karya terkenal mereka, “The Philosophy of
Auditing” (Filosofi Audit), memberikan beberapa indikator independensi
profesional. Indikator tersebut memang diperuntukkan bagi akuntan publik,
tetapi konsep yang sama dapat diterapkan untuk auditor internal yang ingin
bersikap objektif. Indikator- indikatornya adalah sebagai berikut:
(1) Independensi dalam Program Audit
a. Bebas dari intervensi manajerial atas program audit.
b. Bebas dari segala intervensi atas prosedur audit.
c. Bebas dari segala persyaratan untuk penugasan audit selain yang
memang disyaratkan untuk sebuah proses audit.
(2) Independensi dalam Verifikasi
a. Bebas dalam mengakses semua catatan, memeriksa aktiva, dan
karyawan yang relevan dengan audit yang dilakukan.
b. Mendapatkan kerja sama yang aktif dari karyawan manajemen selama
34
c. Bebas dari segala usaha manajerial yang berusaha membatasi aktivitas
yang diperiksa atau membatasi pemerolehan bahan bukti.
d. Bebas dari kepentingan pribadi yang menghambat verifikasi audit.
(3) Independensi dalam Pelaporan
a. Bebas dari perasaan wajib memodifikasi dampak atau signifikansi dari
fakta-fakta yang dilaporkan.
b. Bebas dari tekanan untuk tidak melaporkan hal-hal yang signifikan
dalam laporan audit.
c. Menghindari penggunaan kata-kata yang menyesatkan baik secara
sengaja maupun tidak sengaja dalam melaporkan fakta, opini, dan
rekomendasi dalam interpretasi auditor.
d. Bebas dari segala usaha untuk meniadakan pertimbangan auditor
mengenai fakta atau opini dalam laporan audit internal.
Unsur-Unsur yang Mempengaruhi Independensi Auditor adalah sebagai
berikut:
1) Kepercayaan masyarakat terhadap integritas, objektivitas dan independensi.
2) Kepercayaan auditor terhadap diri sendiri.
3) Kemampuan auditor untuk meningkatkan kredibilitas pernyataannya terhadap
laporan keuangan yang diperiksa.
4) Suatu sikap pikiran dan mental auditor yang jujur dan ahli serta bebas dari
35
pelaporan hasil pemeriksaannya dan dalam upaya mencegah dan mendeteksi
terjadinya kecurangan.
2.1.9 Profesionalisme Auditor Internal
Menurut Garman (2006) profesionalisme adalah kemampuan untuk
menyelaraskan perilaku pribadi dan organisasi dengan standar etika dan profesional
yang mencakup tanggung jawab kepada klien maupun masyarakat.
Auditor internal yang profesional harus memiliki independensi untuk
memenuhi kewajiban profesionalnya; memberikan opini yang objektif, tidak bias,
dan tidak dibatasi dan melaporkan masalah apa adanya, bukan melaporkan sesuai
keinginan eksekutif atau lembaga (Sawyer: 2006). Untuk mengetahui apakah seorang
auditor internal telah profesional dalam melakukan tugasnya, maka perlu adanya
evaluasi kinerja. Dan evaluasi kinerja auditor internal dapat dilakukan dengan cara
yaitu: sudahkah terpenuhinya kriteria-kriteria profesionalisme auditor internal.
Menurut Arens dan Loebbecke (2009) berpendapat bahwa untuk meningkatkan
profesionalisme, sering akuntan harus memperlihatkan perilaku profesinya, yang
berupa:
1) Tanggung jawab
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, akuntan harus
mewujudkan kepekaan profesional dan pertimbangan moral dalam semua
36 2) Kepentingan masyarakat
Akuntan harus menerima kewajiban untuk melakukan tindakan yang
mendahulukan kepentingan masyarakat, menghargai kepercayaan masyarakat,
dan menunjukkan komitmen pada profesionalisme.
3) Integritas
Untuk mempertahankan dan memperluas kepercayaan masyarakat, akuntan
harus melaksanakan semua tanggung jawab profesional dengan integritas
tertinggi.
4) Objektivitas dan Independensi
Akuntan harus mempertahankan objektivitas dan bebas dari benturan
kepentingan dalam melakukan tanggung jawab profesional.
5) Keseksamaan
Akuntan harus memenuhi standar teknis dan etika profesi, berusaha keras
untuk terus meningkatkan kompetensi dan mutu jasa dan melakukan tanggung
jawab profesional dengan kemampuan terbaik.
6) Lingkup dan Sifat Jasa
Dalam menjalankan praktik sebagai akuntan publik, ffakuntan harus mematuhi
prinsip-prinsip perilaku profesional dalam menentukan lingkup dan jasa audit
yang akan diberikan.
Konsep profesionalisme yang dikembangkan oleh Hall (1968) dalam Lestari
dan Dwi (2003: 11) banyak digunakan oleh para peneliti untuk mengukur
37
Hall (1968) dalam Herawati dan Susanto (2009:4) terdapat lima dimensi
profesionalisme, yaitu:
1) Pengabdian pada profesi
Pengabdian pada profesi dicerminkan dari dedikasi profesionalisme dengan
menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki. Keteguhan untuk
tetap melaksanakan pekerjaan meskipun imbalam ekstrinsik kurang. Sikap ini
adalah ekspresi dari pencurahan diri yang total terhadap pekerjaan. Pekerjaan
didefinisikan sebagai tujuan, bukan hanya alat untuk mencapai tujuan. Totalitas
ini sudah menjadi komitmen pribadi, sehingga kompensasi utama yang
diharapkan dari pekerjaan adalah kepuasan rohani, baru kemudian materi.
2) Kewajiban sosial
Kewajiban sosial adalah pandangan tentang pentingnya peranan profesi dan
manfaat yang diperoleh baik masyarakat maupun profesional karena adanya
pekerjaan tersebut.
3) Kemandirian
Kemandirian dimaksudkan sebagai suatu pandangan seseorang yang
profesional harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari pihak
lain (pemerintah, klien, dan bukan anggota profesi). Setiap ada campur tangan
dari luar dianggap sebagai hambatan kemandirian secara profesional.
4) Keyakinan terhadap peraturan profesi
Keyakinan terhadap profesi adalah suatu keyakinan bahwa yang paling
38
orang luar yang tidak mempunyai kompetensi dalm bidang ilmu dan pekerjaan
mereka.
5) Hubungan dengan sesama profesi
Hubungan dengan sesama profesi adalah menggunakan ikatan profesi sebagai
acuan, termasuk didalamnya organisasi formal dan kelompok kolega informal
sebagai ide utama dalam pekerjaan. Melalui ikatan profesi ini para profesional
membangun kesadaran profesional.
2.1.10 Kecurangan
Penelitian kali ini penulis akan menganalisis pengaruh kompetensi auditor
internal, independensi auditor internal dan profesionalisme auditor internal dalam
upaya mencegah fraud. ACFE’s mendefinisikan fraud sebagai tindakan mengambil
keuntungan secara sengaja dengan cara menyalahgunakan suatu pekerjaan/jabatan
atau mencuri aset/sumberdaya dalam organisasi Singelton (2010) dalam Yuniarti
(2012). Arti dari fraud adalah kecurangan, penipuan, atau penggelapan. Sedangkan
kecurangan mencakup suatu tindakan ketidakberesan dan tindakan ilegal yang
bercirikan penipuan yang disengaja. Dapat disimpulkan bahwa fraud
(kecurangan/kejahatan) mencakup:
1) Penggelapan (Embezzlement).
2) Manipulasi pelanggaran karena jabatan (Malfeasance).
3) Pencurian (Thiefts).
39 5) Kelakuan buruk (Misdeed).
6) Kelalaian (Defalcanion).
7) Penggelapan Pajak (With Holdings).
8) Penyuapan.
9) Pemerasan.
10) Penyerobotan.
11) Salah saji (Misappropriation).
12) Fraudulent.
Meskipun demikian pada dasarnya kecurangan adalah merupakan serangkaian
ketidakberesan (irregularities) mengenai: perbuatan-perbuatan melawan hukum
(illegal acts), yang dilakukan dengan sengaja untuk tujuan tertentu (misalnya
menipu memberikan gambaran yang keliru (mislead) terhadap pihak lain, yang
dilakukan oleh orang-orang dari dalam ataupun dari luar organisasi, untuk
mendapatkan keuntungan baik pribadi maupun kelompok dan secara langsung atau
tidak langsung merugikan orang lain.
Kecurangan sering terjadi dalam perusahaan, tetapi tak seorang pun dapat
melakukan apapun sampai auditor internal maupun eksternal menguji laporan
keuangan perusahaan tersebut. Auditor yang terlatih menjadi lebih sensitif sehingga
mereka mengurangi resiko kegagalan dalam mendeteksi suatu kekeliruan secara
material dalam suatu laporan keuangan perusahaan. Jika kecurangan