• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Kehidupan seseorang dalam perjalanannya akan selalu mengalami perubahan. Perubahan ini dapat dikarenakan perkembangan dan pertumbuhan normal sebagai pribadi, maupun perubahan yang terjadi diluar dirinya. Dalam menghadapi perubahan inilah setiap orang akan mengalami keadaan yang tidak seimbang yang sedikit banyak akan mengganggu ritme kehidupannya. Keadaan seperti ini bukan tidak mungkin akan menimbulkan krisis yang dapat dipahami sebagai sebuah titik balik, waktu yang penting dan menentukan, walaupun tidak setiap titik balik dalam kehidupan seseorang adalah sebuah krisis.1

Berbicara mengenai krisis kita dapat membedakan krisis menjadi dua macam yaitu Developmental Crisis dan Accidental Crisis. Developmental Crisis (Krisis Perkembangan) merupakan krisis yang dialami oleh seseorang berkenaan dengan suatu tuntutan hidup yang lazim dialami dalam perkembangan kehidupannya. Sedangkan Accidental Crisis (Krisis Darurat) merupakan krisis yang berkenaan dengan saat-saat yang gawat, yang pada dasarnya tidak terduga, tiba-tiba, atau dapat pula berkenaan dengan sebuah kehilangan yang luar biasa dan tidak diharapkan.2 Sebagai contoh kehilangan pekerjaan karena PHK, kehilangan anggota keluarga karena kematian, sakit, kecelakaan, perceraian.

Dalam kehidupan sehari-hari kita pasti akan selalu diperhadapkan dengan perasaan duka. Dari kehilangan hal-hal besar sampai hal-hal kecil seseorang pasti akan mengalami tahap-tahap kedukaan. Walaupun memang kadarnya pasti berbeda, pada kedukaan akibat kehilangan hal-hal kecil dan tidak terlalu penting kedukaannya akan ringan. Sedangkan pada kedukaan akan kehilangan hal-hal besar dan penting seperti kematian salah satu anggota keluarga tentu saja kedukaan yang dirasakan akan semakin besar.

Kehilangan anggota keluarga akibat kematian tentu akan menimbulkan kedukaan yang dalam bagi anggota keluarga yang ditinggalkan. Terlebih lagi jika yang meninggal adalah kepala keluarga yang selama ini menopang kehidupan keluarga. Kedukaan dapat diartikan sebagai sikap       

1

Pdt. Andreas B. Subagyo, Ph. D. Tampil Laksana Kencana. (Bandung: Yayasan Kalam Hidup. 2002). Hlm 12

2

(2)

atau reaksi kehilangan terhadap kematian dari orang yang kita cintai.3 Kedukaan bisa mencakup apa yang kita rasakan, pikirkan, kehendaki dan kerjakan. Dapat dikatakan bahwa kedukaan dapat mempengaruhi seluruh aspek kehidupan kita. Dalam menyikapi hal ini keluarga harus dapat menyesuaikan diri dengan kehilangan yang mereka alami dengan melakukan pergeseran peran, saling memberi kasih sayang dan terlibat dalam persekutuan.4 Persekutuan baik yang dilakukan oleh masyarakat sekitar maupun oleh warga gereja dapat dilihat sebagai bentuk caring

community.5 Peran masyarakat dan gereja sebagai caring community sangat penting untuk

membantu keluarga melepaskan kedukaan mereka. Dengan menceritakan pengalaman kedukaan tersebut dapat menolong mereka untuk membebaskan diri dari kedukaan. Berbicara dengan bebas mengenai kenangan bersama almarhum juga dapat membantu mereka untuk dapat hidup lepas dari keterikatan dengan almarhum.6

W. L Carrington dalam bukunya Psychology, Religion and Human Need juga mengungkapkan bahwa penting bagi orang-orang di sekitar keluarga yang sedang berduka untuk memiliki kepekaan dalam memberikan penghiburan dan simpati. Keadaan sosial masyarakat dan peran ibadah pada awal seseorang mengalami kedukaan dapat mendorong perasaan, bahkan bertujuan untuk mengobati kesedihan yang mendalam. Berkumpul bersama teman dengan banyaknya ungkapan simpati melalui kontak pribadi dapat membantu seseorang melewati masa-masa kedukaannya. Orang yang berduka seharusnya didukung untuk mencurahkan perasaannya, mengingat dan berbicara tentang pengalaman yang menyenangkan dengan almarhum.7

Berbicara mengenai dukungan orang-orang disekitar keluarga yang sedang berduka, tentu saja tidak luput dari peran pendeta. Dalam bukunya yang berjudul Tipe-Tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral, Clinebell mengatakan bahwa pendeta adalah tenaga profesional yang penting untuk menolong orang yang mengalami krisis akibat kematian. Pendeta dipandang dapat menjadi pembimbing dan sahabat yang efektif bagi orang yang mengalami kehilangan.8 Tentu saja dengan mengingat bahwa pendampingan pastoral pada keluarga yang sedang berduka bukan hanya mempertimbangkan permasalahan yang ada pada keluarga saja tetapi juga memperhatikan

      

3

J. L. Ch. Abineno. Pelayanan Pastoral Kepada Orang yang Berduka. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1991). hlm 1

4 Rodney Hunter. Dictionary of Pastoral Care and Counseling.( Nashville: Abingdon Press. 1990). hlm 324

5

Totok Wiryasaputra. Mengapa Berduka. Kreatif Mengelola Perasaan Duka. (Yogyakarta: Kanisius. 2003). Hlm 29

6

Ruth Ridell. Family Studies. (Melbourne: Longman Cheshire. 1987). Hlm 198

7

W.L Carrington. Psychology, Religion and Human Need. (London: The Epworth Press. 1957). hlm 220-221

8

Howard Clinebell. Tipe-Tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral. (Yogyakarta: Kanisius. 2002). Hlm 284

(3)

relasi yang ada antar anggota keluarga.9 Bagaimana pendeta dapat membantu keluarga untuk melepaskan perasaan duka mereka secara baik. Terutama keluarga akan merasakan kehampaan dan kekosongan setelah pemakaman terlebih lagi setelah berpisah dengan para kerabat.10

Penting sebagai seorang pendeta untuk memahami kebutuhan mereka dan membantu mengatur kebutuhan mereka dengan baik untuk menghilangkan rasa bersalah. Bantuan yang berarti yang dapat diberikan seorang pendeta adalah berbagi rasa sebelum meninggalkan keluarga dan membiarkan mereka mencoba mengatasi kedukaan mereka.11 Saat seseorang sedang sangat berduka, pendeta tidak perlu memberikan banyak penjelasan. Cukup pengertian dan penerimaan akan perasaan keluarga yang sedang berduka. Jika intensitas emosionalnya telah berkurang maka ini merupakan kesempatan untuk menjelaskan dan memberi penguatan bagi keluarga yang berduka. Karena seseorang yang sedang mengalami kedukaan yang mendalam yang mereka butuhkan adalah kesembuhan yang datang dari Allah.12 Penting pula bagi pendeta untuk mengingatkan mengenai makna dari kematian. Bahwa kematian adalah sebuah proses bukan sekedar peristiwa biasa. Selain itu kita juga perlu mengingat bahwa kematian merupakan sebuah siklus yang terjadi secara alami.13

Disini tampak betapa pentingnya peran pendeta dalam membantu seseorang untuk mengalami dan menyelesaikan proses kedukaannya secara utuh. Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB), secara khusus GPIB Marga Mulya Yogyakarta melakukan pendampingan pastoral terhadap keluarga yang sedang berduka akibat kematian dengan melayankan ibadah penghiburan, ibadah pemakaman dan ibadah pengucapan syukur. Ibadah penghiburan dilakukan sesaat setelah terjadi kehilangan dalam hal ini peristiwa kematian. Ibadah penghiburan ini diadakan sambil mempersiapkan pemakaman. Setelah diadakan pemakaman maka diadakanlah ibadah pengucapan syukur beberapa hari setelah pemakaman dilangsungkan tergantung dari kesiapan keluarga yang sedang berduka14. Selain melalui rangkaian ibadah tersebut, pendampingan pastoral dilakukan melalui perkunjungan. Perkunjungan tidak diatur secara

      

9 John Carlf Wynn. Pastoral Ministry to Families. (Philadelphia: The Westminter Press.1). hlm 75

10

Elisabeth Kubler-Ross. On Death and Dying. (Jakarta: Gramedia. 1998). Hlm 210

11

Elisabeth Kubler-Ross, On Death and Dying, Hlm 213

12

C. W Brister. Pastoral Care In The Church. (New York: Harper and Row Publisher. 1964). hlm 249

13

W.L Carrington, Psychology, Religion and Human Need, hlm 222

14

Kebaktian pemakaman diatur dalam Buku Peraturan Pelaksanaan Majelis Jemaat GPIB “Marga Mulya” Yogyakarta hlm 4 dan dalam Tata Gereja GPIB hlm 34. Selebihnya dapat dilakukan ibadah lain yang dianggap perlu.

(4)

langsung dalam tata gereja, biasanya dilakukan berdasarkan inisiatif dari pendeta yang bersangkutan.15

Terdapat kesamaan dalam pola pendampingan pastoral kematian yang dilayankan GPIB Marga Mulya Yogyakarta dengan yang dipaparkan oleh Clinebell mengenai beberapa langkah dalam melakukan pendampingan bagi keluarga yang berduka. Adapun bentuk pendampingan pastoral kedukaan menurut Clinebell adalah sebagai berikut pertama kali dilakukan penghiburan, pemakaman, dan kemudian dilanjutkan dengan perkunjungan16

C. W Brister dalam bukunya Pastoral Care In The Church juga memaparkan pola yang kurang lebih hampir sama dengan yang dipaparkan Clinebell. Menurut Brister pendampingan kepada keluarga yang berduka dapat dilakukan pada saat pemakaman. Dimana pemakaman Kristen mendasari keluarga yang berduka dengan mempererat persahabatan dari teman, lagu-lagu penghiburan, inspirasi dari Firman Tuhan dan harapan akan kebangkitan. Selain itu sebelum dan sesudah pemakaman, persekutuan gereja dapat menjalankan peran mereka sebagai wujud penghiburan Allah bagi mereka yang terluka oleh kedukaan.17

Bentuk pendampingan semacam inilah yang selama ini diterapkan di GPIB Marga Mulya Yogyakarta. Dalam perjalanannya apakah bentuk pendampingan pastoral yang selama ini diterapkan telah cukup mampu membantu keluarga yang berduka untuk dapat melewati proses kedukaan mereka secara utuh. Dan apakah pendampingan pastoral kedukaan yang selama ini dilakukan sudah cukup memenuhi kebutuhan keluarga yang sedang berduka. Mengingat peran penting yang dimiliki oleh pendeta sebagai pastor yang berkewajiban untuk membantu keluarga yang sedang berduka untuk kembali bangkit dari kedukaan mereka secara utuh. Kedukaan secara utuh disini bahwa keluarga yang berduka telah sampai pada sebuah keadaan dapat menerima kehilangan, menerima realita kedukaan, dapat memahami bahwa hidup mereka harus terus berlanjut, dan yang lebih penting lagi mereka dapat bangkit dari kedukaan yang mereka rasakan.

2. Pokok Permasalahan

Berdasarkan uraian diatas maka penulis mencoba untuk merumuskan beberapa pokok permasalahan yang nantinya akan dianalisa. Adapun pokok masalah tersebut adalah sebagai berikut:

      

15

Hasil wawancara dengan Pdt. Joseph Ginting, Ketua Majelis Jemaat GPIB Marga Mulya Yogyakarta.

16

Howard Clinebell, Tipe-Tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral, Hlm 290-291

17

(5)

Meninjau bentuk pendampingan pastoral terhadap keluarga yang sedang berduka akibat kematian kepala keluarga di GPIB Marga Mulya Yogyakarta. Apakah pola pendampingan pastoral yang diterapkan selama ini sudah cukup memenuhi kebutuhan keluarga dan membantu keluarga untuk menyelesaikan proses kedukaan mereka secara utuh.

3. Batasan Permasalahan

Agar dalam pembahasannya dapat mencapai sasaran yang diharapkan, maka perlu adanya batasan-batasan dalam penulisannya. Pokok permasalahan yang dilihat adalah bagaimana pola pendampingan pastoral yang ada saat ini yaitu melalui ibadah penghiburan, pemakaman, dan pengucapan syukur telah dapat membantu keluarga yang sedang berduka mengalami proses kedukaan mereka secara utuh. Melihat apa kekuatan serta kelemahan dari pola tersebut. Dalam pembahasannya, penelitian yang akan dilakukan disasarkan pada dua pihak yaitu pendeta sebagai pihak yang melakukan pendampingan pastoral dan jemaat yang menjadi sasaran dari pendampingan tersebut. Selain itu penulis juga membatasi penelitian hanya pada jemaat yang mengalami peristiwa kematian kepala keluarga (ayah, suami) dalam kurun waktu 1-2 tahun terakhir. Penulis memilih rentang waktu ini dengan asumsi bahwa pada umumnya proses kedukaan berlangsung dalam kurun waktu 2 tahun.18

Alasan penulis membatasi penelitian pada kematian kepala keluarga karena kehilangan anggota keluarga dalam hal ini kepala keluarga tentu saja akan menimbulkan kedukaan yang besar. Dalam konteks Indonesia seringkali ada pemahaman bahwa kepala keluarga adalah tulang punggung, pelindung, dan pengambil keputusan dalam keluarga. Tidak hanya itu, keluarga juga harus mempersiapkan diri untuk mengisi kekosongan peran yang semula diisi oleh almarhum. Selanjutnya penelitian yang akan dilakukan dibatasi pada keluarga inti saja (istri dan anak alamarhum) dengan pertimbangan bahwa keluarga inti akan merasakan kehilangan yang dalam. Dengan demikian dapat dengan mudah dilihat apakah pola pendampingan yang ada sekarang sudah cukup efektif.

4. Pemilihan Judul

Berdasarkan latar belakang, pokok permasalahan, dan batasan masalah yang telah dipaparkan di atas maka penulis memberi judul pada skripsi ini:

      

18

(6)

Tinjauan Terhadap Bentuk Pendampingan Pastoral

bagi Keluarga yang Sedang Berduka Akibat Kematian Kepala Keluarga di GPIB Marga Mulya Yogyakarta

5. Tujuan Penulisan

Tujuan penulis dalam penulisan ini adalah untuk:

a. Mengetahui kekuatan dan kelemahan bentuk pendampingan pastoral terhadap keluarga yang sedang berduka akibat kematian kepala keluarga di GPIB Marga Mulya Yogyakarta.

b. Mengetahui apakah bentuk pendampingan pastoral tersebut diatas sudah dapat membantu keluarga yang sedang berduka untuk mengalami proses berduka mereka secara utuh.

6. Metode Penulisan

a. Penelitian lapangan dengan tujuan untuk memperoleh data yang konkret yang ada ditengah jemaat khususnya jemaat yang pernah mengalami pendampingan pastoral kedukaan tersebut di atas yang akan sangat mendukung tulisan penulis. Dalam penelitian lapangan, penulis menggunakan metode kuantitatif didukung dengan kualitatif. Ada pun responden dan informan yang dipilih adalah jemaat GPIB Marga Mulya Yogyakarta sebagai sasaran pedampingan pastoral dan pendeta GPIB Marga Mulya Yogyakarta sebagai pelaku pendampingan pastoral.

Responden merupakan warga jemaat GPIB Marga Mulya Yogyakarta yang selama kurang lebih dua tahun terakhir (April 2006 – Desember 2007) mengalami peristiwa kedukaan akibat kematian kepala keluarga. Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2008 – Januari 2009. Ada pun sasaran penelitiannya adalah keluarga inti almarhum (istri dan anak). Cara pengumpulan data adalah dengan menyebarkan angket bagi jemaat yang juga diperkuat dengan wawancara. Sedangkan pada pendeta dilakukan wawancara.

Penelitian ini melibatkan dua orang pendeta jemaat sebagai pelaku pendampingan pastoral dan 14 orang warga jemaat sebagai sasaran pendampingan pastoral. Jumlah responden yang semula direncanakan 22 orang menyusut dikarenakan:

(7)

- Alamat tidak jelas sehingga sulit dikunjungi sebanyak satu keluarga yang terdiri dari dua jiwa.

- Satu orang responden tinggal dengan anak di Jakarta.

- Satu anak masih terlalu kecil untuk dijadikan responden (batita). - Alamat terbaru tidak diketahui sebanyak satu orang.

- Satu orang sudah menjadi mualaf.

- Pada satu keluarga yang terdiri dari tiga responden hanya mengembalikan dua angket. b. Studi literatur yang akan penulis lakukan dengan menggunakan data-data dari berbagai

literatur. Dengan tujuan untuk menganalisa data-data yang telah diperoleh dari penelitian lapangan dan wawancara.

7. Sistematika Penulisan

Bab I Pendahuluan

Dalam pendahuluan,penyusun menjelaskan: 1. Latar Belakang Permasalahan

Pada poin ini penulis menjelaskan latar belakang permasalahan yaitu mengenai krisis kematian, pendampingan pastoral kedukaan yang biasa dilakukan, dan bagaimana gereja berperan dalam pendampingan tersebut. 2. Pokok Permasalahan

Pada poin ini penulis merumuskan beberapa pokok permasalahan yang nantinya akan dianalisa.

3. Batasan Permasalahan

Pada poin ini penulis membatasi permasalahan pada bagaimana pendampingan pastoral yang dilayankan melalui rangkaian ibadah penghiburan, pemakaman, pengucapan syukur, dan perkunjungan dapat membantu keluarga yang berduka mengalami proses kedukaan secara utuh serta melihat kelemahan dan kelebihan yang ada.

4. Pemilihan Judul

Pemilihan judul skripsi ini didasarkan pada latar belakang, pokok permasalahan, dan batasan permasalahan.

(8)

5. Metode Penulisan

Pada poin ini penulis menjelaskan metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam rangka menyusun penulisan skripsi ini. Ada pun metode yang digunakan adalah penelitian lapangan yang dilakukan dengan menyebarkan angket dan wawancara serta studi literatur.

6. Sistematika Penulisan

Skripsi ini ditulis menjadi empat bab sebagai berikut: BAB I Pendahuluan

BAB II Pandangan pendeta dan warga jemaat mengenai bentuk pendampingan pastoral bagi keluarga yang sedang berduka.

BAB III Teori pendampingan pastoral kedukaan dan analisa pola pendampingan pastoral kedukaan di GPIB Marga Mulya Yogyakarta.

BAB IV Tinjauan terhadap bentuk pendampingan pastoral bagi keluarga yang sedang berduka di GPIB Marga Mulya Yogyakarta.

Bab II Pandangan pendeta dan warga jemaat mengenai bentuk pendampingan pastoral bagi keluarga yang sedang berduka.

Dalam bab ini penulis akan mendeskripsikan bentuk pendampingan pastoral bagi keluarga yang sedang berduka akibat kematian yang selama ini diterapkan di GPIB Marga Mulya Yogyakarta. Serta memaparkan hasil penelitian tentang pandangan jemaat dan pendeta tentang bentuk pendampingan pastoral yang diterapkan selama ini.

Bab III Teori pendampingan pastoral kedukaan dan analisa pola pendampingan pastoral kedukaan di GPIB Marga Mulya Yogyakarta.

Dalam bab ini penulis akan memaparkan beberapa teori mengenai bentuk pendampingan pastoral bagi keluarga yang sedang berduka. Penulis juga akan membandingkan hasil penelitian dengan literatur mengenai pendampingan pastoral bagi keluarga yang sedang berduka.

Bab IV Tinjauan terhadap bentuk pendampingan pastoral bagi keluarga yang sedang berduka di GPIB Marga Mulya Yogyakarta.

(9)

1. Analisa mengenai tanggapan pendeta dan warga jemaat mengenai bentuk pendampingan pastoral yang telah ada saat ini. Apakah pendampingan pastoral kedukaan ini telah cukup memenuhi kebutuhan keluarga yang sedang berduka serta membantu mereka untuk mengalami proses kedukaan mereka secara utuh. Melihat efektif atau tidakkah pola pendampingan pastoral kedukaan yang ada sekarang.

2. Analisa mengenai kekuatan serta kelemahan yang ada dalam bentuk pendampingan pastoral kedukaan tersebut.

3. Kesimpulan berkaitan dengan keseluruhan penulisan skripsi ini.

4. Saran berkaitan dengan hasil pembahasan pendampingan pastoral kedukaan di GPIB Marga Mulya Yogyakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Medtem ko obstajajo številne opredelitve pogajanj, ostajajo temeljni elementi pogajanj nespremenjeni Hrastelj 1998, 372, in sicer: • pogajanj se udeležujeta najmanj dve strani; •

Ringkasnya, meskipun struktur kristal serbuk ferit hasil sintesis telah sama dengan produk komersial, namun sifat-sifat magnetik magnet yang dihasilkan masih belum dapat

Untuk arus DC dan berfrekuensi rendah pembagi tegangan cukup akurat jika dibuat hanya dari 2 resistor, dimana respon frekuensi dengan bandwidth yang lebar sangat diperlukan

pendidikan rumah tangga miskin di Kelurahan Binuang Kampung Dalam Kecamatan Pauh Kota Padang, 2) Pekerjaan rumah tangga miskin di Kelurahan Binuang Kampung Dalam

Model Stimulasi Kecerdasan Visual Spasial Dan Kecerdasan Kinestetik Anak Usia Dini Melalui Metode Kindergarten Watching Siaga Bencana Gempa Bumi Di Paud

Terkait dengan hal tersebut di atas, maka telaah kurikulum menjadi salah satu parameter akademik yang senantiasa perlu dilakukan sehingga tingkat kompetensi mahasiswa

Banyak pendekatan yang dapat digunakan, salah satunya adalah model konseling spiritual teistik, berfokus pada nilai-nilai religius Islam untuk mengem- bangkan fitrah,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Indonesia dalam publikasi tersebut belum memuaskan karena terdapat beberapa kesalahan, seperti kesalahan penulisan kata