PERBEDAAN SIKAP TERHADAP PRIVACY DI SITUS
JEJARING SOSIAL ANTARA REMAJA LAKI
–
LAKI DAN
REMAJA PEREMPUAN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh :
Felicita Noviani Tyas Utami
NIM : 099114061
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
HARAPAN BUKANLAH SEBUAH MIMPI,
NAMUN SEBUAH CARA UNTUK MEMBUAT MIMPI
MENJADI KENYATAAN
Jangan pernah berhenti belajar hanya karena
kamu tidak menyukainya. Kadang
–
kadang
pelajaran paling berharga dalam hidup diperoleh
v
PERSEMBAHAN
vii
PERBEDAAN SIKAP TERHADAP PRIVACY DI SITUS JEJARING
SOSIAL ANTARA REMAJA LAKI - LAKI DAN REMAJA PEREMPUAN
Felicita Noviani Tyas Utami
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan sikap terhadap privacy di situs jejaring sosial antara remaja laki – laki dan remaja perempuan. Peneliti berhipotesis bahwa terdapat perbedaan sikap antara remaja laki – laki dan remaja perempuan terhadap privacy di situs jejaring sosial, yakni remaja perempuan lebih bersikap kurang positif terhadap privacy di situs jejaring sosial daripada remaja laki – laki. Subjek penelitian ini berjumlah 136 remaja yang terdiri dari 60 orang remaja laki – laki dan 76 orang remaja perempuan. Metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan Skala Sikap terhadap Privacy di Situs Jejaring Sosial dengan bentuk skala Likert. Skala tersebut memiliki reliabilitas sebesar 0,808. Analisis data dilakukan dengan menggunakan Independent Sample T-Test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan sikap terhadap privacy di situs jejaring sosial yang signifikan antara remaja laki – laki
dan remaja perempuan dengan signifikansi 0,000 (p ≤ 0,05). Remaja perempuan memiliki sikap
kurang positif terhadap privacy di situs jejaring sosial dibanding remaja laki – laki.
viii
THE DIFFERENCES ATTITUDES TOWARD PRIVACY IN SOCIAL NETWORKING SITES BETWEEN MALE ADOLESCENCES AND
FEMALE ADOLESCENCES
Felicita Noviani Tyas Utami ABSTRACT
This study aimed to determine attitude differences toward privacy in social networking sites between male adolescences and female adolescences. Researcher hypothesizes that there were attitude differences between male adolescences and female adolescences toward privacy in social networking sites, which female adolescences have less positive attitudes toward privacy in social networking sites rather than male adolescences. The subjects were 136 adolescences, that consist of 60 male adolescences and 76 female adolescences. The data collection method used Attitude toward Privacy in Social Networking Sites Scale in the form of Likert Scale. This scale had 0,808 reliability. The data analysis was done with Independent Sample T – Test. Finally, the result showed that there were significant attitude differences toward privacy in social networking sites between male adolescences and female adolescences with significance of 0,000 (p ≤ 0,05). Female adolescences had less positive attitudes toward privacy in social networking sites rather than male adolescences.
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan pada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan
penyertaanNya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Perbedaan Sikap Terhadap Privacy di Situs Jejaring Sosial antara
Remaja Laki - laki dan Remaja Perempuan” ini dengan baik. Berbagai proses
telah terlewati dari awal hingga akhir pengerjaan skripsi. Hal tersebut tentu tidak
terlepas dari berbagai pihak yang turut membantu dan memberi dukungan bagi
penulis. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. C. Siswa Widyatmoko, M. Psi selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan kesempatan penulis
untuk menyusun dan menyelesaikan skripsi ini.
2. A. Tanti Arini, M. Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
bersedia membimbing penulis selama proses bimbingan. Terima kasih
juga atas kritik dan saran yang bermanfaat bagi penulis.
3. Dra. L. Pratidarmanastiti, MS. dan Agnes Indar Etikawati, M.Si., Psi.
selaku dosen penguji yang telah bersedia memberi kritik dan saran dalam
penulisan skripsi ini.
4. Semua dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma atas segala
ilmu yang telah diberikan selama masa studi.
xi
6. Para sahabat terbaik, Monika Nur Indah Sari, Lisabetha Elok Reno Viasti,
Yulia Meirani Indah Arditia, Elisabet Raras Pramudita, Lucia Nino
Widiasmoro Dewati, Stenny Prawitasari (terima kasih „les‟ gratisnya),
Amelia Noviani Arminingtyas, dan juga Fransisca Paula Genevra Aprodita,
dan semua yang sudah mendukung penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
7. Seluruh keluarga SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan, Bruder Kepala
Sekolah, Bu Yani, Pak Ratin, dan Miss Atin terima kasih sudah boleh
mengganggu jam mengajarnya.
8. Seluruh responden yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini,
siswa SMA Van Lith (kelas X5, XIS1, dan XIIA3) dan mahasiswa
Fakultas Psikologi angkatan 2013.
9. Para karyawan Fakultas Psikologi yang sudah membantu dan memberi
kemudahan dalam penyelesaian skripsi.
10.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa karya ini kurang sempurna, oleh karena itu
penulis bersedia menerima saran dan kritik tentang karya ini. Akhirnya, semoga
karya ini dapat bermanfaat bagi semua yang membaca dan dalam bidang
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 7
1. Manfaat teoritis ... 7
xiii
BAB II LANDASAN TEORI ... 8
A. Privacy ... 8
B. Privacy di Situs Jejaring Sosial ... 8
C. Sikap Terhadap Privacy di Situs Jejaring Sosial ... 10
1. Pengertian ... 10
2. Aspek sikap terhadap privacy di situs jejaring sosial ... 11
3. Faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap terhadap privacy di situs jejaring sosial ... 13
D. Remaja ... 14
1. Pengertian remaja ... 14
2. Perbedaan remaja laki – laki dan remaja perempuan ... 16
E. Dinamika Sikap Terhadap Privacy di Situs Jejaring Sosial antara Remaja Laki – laki dan Remaja Perempuan ... 21
F. Hipotesis Penelitian ... 25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 26
A. Jenis Penelitian ... 26
B. Identifikasi Variabel ... 26
C. Definisi Operasional ... 26
1. Sikap terhadap privacy di situs jejaring sosial ... 26
2. Jenis kelamin ... 28
xiv
E. Metode Pengumpulan Data ... 28
1. Metode skala ... 28
2. Metode kuesioner ... 31
F. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 31
1. Uji coba alat ukur penelitian ... 31
2. Hasil seleksi item ... 32
G. Validitas dan Reliabilitas ... 34
1. Validitas ... 34
2. Reliabilitas ... 34
H. Metode Analisis Data ... 35
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 36
A. Pelaksanaan Penelitian ... 36
B. Deskripsi Data Penelitian ... 37
C. Hasil Penelitian ... 38
1. Uji asumsi ... 38
2. Uji hipotesis... 40
D. Pembahasan ... 40
E. Keterbatasan Penelitian ... 44
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 45
A. Kesimpulan ... 45
B. Saran ... 45
xv
2. Untuk pendamping remaja ... 46
3. Untuk penelitian selanjutnya ... 46
DAFTAR PUSTAKA ... 47
xvi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Distribusi Item Skala Sikap Terhadap Privacy di
Situs Jejaring Sosial ... 30
Tabel 3.2 Pemberian Skor Skala Sikap Terhadap Privacy di Situs Jejaring Sosial ... 31
Tabel 3.3 Distribusi Item yang Lolos Uji Coba ... 33
Tabel 3.4 Distribusi Item pada Skala Penelitian ... 33
Tabel 4.1 Gambaran Subjek Penelitian ... 37
Tabel 4.2 Perbandingan Mean Teoritik dengan Mean Empirik ... 37
Tabel 4.3 Uji t Satu Sampel pada Remaja Laki – laki dan Perempuan ... 38
Tabel 4.4 Uji Normalitas ... 39
Tabel 4.5 Uji Homogenitas ... 39
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Skala uji coba... 52
Lampiran 2 Hasil Seleksi Item dan Reliabilitas ... 64
Lampiran 3 Skala Penelitian ... 68
Lampiran 4 Hasil Uji t Satu Sampel ... 77
Lampiran 5 Uji Normalitas ... 79
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jejaring sosial merupakan salah satu bentuk media komunikasi yang
banyak digunakan oleh masyarakat. Di Indonesia, sampai bulan Desember
2012, jumlah pengguna akun Facebook mencapai 44,6 juta akun dengan 53%
penggunanya adalah remaja di bawah 18 tahun (solopos.com, 2012).
Sedangkan pengguna akun Twitter di Indonesia mencapai 19,5 juta akun
(solopos.com, 2012) dengan 62,9% penggunanya yaitu remaja di bawah 21
tahun (beritagar.com, 2013). Tingginya jumlah remaja pengguna Twitter di
Indonesia membuat Indonesia menduduki peringkat pertama di Asia dalam hal
update „tweet‟ di Twitter (dwikisetiyawan.wordpress.com, 2012). Data
tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia cukup aktif dalam
menggunakan situs jejaring sosial. Selain itu, perempuan juga lebih aktif
dalam menggunakan jejaring sosial (mediabistro.com, 2013). Hal tersebut
dibuktikan dengan adanya data dari Pew Research Center (2011) bahwa 63%
pengguna situs jejaring sosial adalah perempuan.
Sebagai media komunikasi, situs jejaring sosial memiliki dampak
positif, yaitu dapat membantu penggunanya untuk berkomunikasi dengan
orang lain tanpa harus bertatap muka. Pengguna dapat mengirimkan pesan,
Selain itu, penelitian Lee, Im, dan Taylor (2008) menemukan bahwa
penggunaan situs jejaring sosial akan membantu seseorang dalam menjaga
relasi dengan orang lain agar menjadi lebih baik. Di samping itu, penelitian
Goswami, Kobler, Leimeister, dan Krcmar (2010) menunjukkan bahwa
penggunaan situs jejaring sosial dapat meningkatkan dukungan sosial.
Selain memiliki dampak positif, situs jejaring sosial juga memiliki
dampak negatif. Menurut Lee, Im, dan Taylor (2008) seseorang akan menjadi
terbiasa mengakses situs jejaring sosial setiap saat dan mengungkapkan
segala sesuatu di situs tersebut sehingga kebiasaan ini akan menjadi sulit
untuk dihentikan. Hal serupa juga dikatakan oleh Guan dan Subrahmanyam
(2009) yang menyebutkan bahwa penggunaan internet secara berlebihan akan
mengakibatkan kecanduan internet (Internet Addiction).
Dampak negatif lain dari situs jejaring sosial adalah adanya kasus
penipuan melalui Facebook yang belakangan ini marak terjadi. Seperti salah
satu kasus yang dikutip dari tribunnews.com tanggal 11 Januari 2013, yakni
tertangkapnya seorang laki – laki karena mencuri motor seorang wanita yang
ia kenal di Facebook. Laki – laki ini dengan sengaja memalsukan identitasnya
sehingga membuat korban tertarik padanya (tribunnews.com, 2013). Banyak
kasus serupa yang terjadi di Indonesia dan mayoritas korbannya adalah
perempuan.
Kasus perempuan yang menjadi korban kejahatan melalui situs
jejaring sosial setiap tahun makin bertambah. Hal ini dibuktikan dengan
pemerkosaan pada remaja perempuan oleh kenalannya di media sosial. Kasus
tersebut muncul tahun 2011 dengan jumlah kasus sebanyak 36 kasus. Tahun
2012 kasus yang ditangani sejumlah 29 kasus dan sampai Maret 2013 jumlah
kasus naik menjadi 37 kasus (kompas.com, ’Awas Bujukan di Media Sosial’,
2013).
Semakin banyaknya kasus kejahatan melalui situs jejaring sosial yang
menimpa remaja perempuan ini menjadi keprihatinan sendiri bagi penulis.
Maraknya kasus ini tentu tidak terlepas dari kesadaran pengguna dalam
menjaga privacy di situs jejaring sosial. Menurut Altman (Margulis dalam
Trepte & Reinecke, 2011), privacy adalah kontrol yang selektif terhadap
akses pada diri seseorang. Elmi, Iahad, dan Ahmed (2012) mengatakan bahwa
kesadaran dalam menjaga privacy mempengaruhi jumlah pengungkapan diri
(self – disclosure). Hal ini berarti semakin seseorang menyadari pentingnya
privacy di situs jejaring sosial, maka ia akan semakin mengontrol
pengungkapan diri mereka di situs jejaring sosial.
Walrave, Vanwesenbeeck, dan Heirman (2012) menemukan bahwa
pada anak usia remaja, penggunaan atau pemanfaatan privacy setting untuk
melindungi data atau informasi di situs jejaring sosial masih kurang
maksimal. Remaja lebih banyak mengungkapkan hal pribadi dibandingkan
dengan mereka yang sudah berusia dewasa. Pengungkapan hal pribadi di situs
jejaring sosial dapat disalahgunakan oleh orang lain yang membacanya.
Penyalahgunaan informasi tentang pribadi di situs jejaring sosial seharusnya
sulit. Hal tersebut dibuktikan dalam sebuah survei yang dilakukan oleh
Madden, dkk. (2013) tentang remaja, media sosial, dan privacy. Dalam survei
yang melibatkan 802 remaja usia 12 – 17 tahun di Amerika, menyebutkan
bahwa sekitar 56% remaja pengguna Facebook mengatakan bahwa sama
sekali tidak sulit untuk mengatur privacy pada profil akun mereka.
Untuk melindungi informasi yang diungkapkan di situs jejaring sosial
(misalnya Facebook), pengguna jejaring sosial juga perlu memahami
kebijakan privasi (privacy policy) yang terdapat di situs jejaring sosial
sehingga pengguna mengetahui bagaimana informasi tentang diri mereka
dapat dilindungi. Namun dari hasil penelitian Raus, Tah, dan Yahya (2013)
menunjukkan bahwa 55,1% responden tidak membaca privacy policy
tersebut. Alasan yang paling banyak diungkapkan oleh responden adalah
membaca privacy policy memerlukan banyak energi (43,4%). Alasan lain
yang diungkapkan responden yaitu kebijakan privasi di Facebook sulit untuk
dipahami (33,6%), responden yang tidak menyadari pentingnya kebijakan
tersebut (19,7%), dan responden yang sudah percaya pada situs ini maka
mereka tidak lagi perlu membaca privacy policy yang ada (2,9%).
Data tersebut menunjukkan bahwa pengguna situs jejaring sosial
masih kurang maksimal dalam menjaga privacy di situs jejaring sosial. Hasil
penelitian Debatin, Lovejoy, Horn, Hughes (2009) serta Ziegele dan Quiring
(dalam Trepte & Reinecke, 2011) juga menemukan bahwa pengguna situs
jejaring sosial tampak mengabaikan risiko yang dapat terjadi karena kurang
pengguna yang tidak akan mengubah privacy setting di situs jejaring sosial
jika mereka hanya mendengar hal negatif terjadi pada orang lain. Akan tetapi,
mereka akan mengambil tindakan untuk melindungi informasi tentang diri
mereka jika hal negatif sudah mereka alami sendiri. Hal ini membuat
pengguna situs jejaring sosial menganggap bahwa apa yang menimpa orang
lain belum tentu menimpa diri mereka sehingga tidak perlu mengkhawatirkan
adanya risiko yang akan terjadi pada diri mereka.
Para pengguna situs jejaring sosial juga lebih banyak menggunakan
situs tersebut untuk berinteraksi dengan orang lain yang relasinya tidak dekat
(orang asing atau orang baru dikenal) daripada untuk berinteraksi dengan
orang atau teman dekatnya sendiri (Waters & Ackerman, 2011). Remaja yang
terlalu terbuka pada orang yang belum dikenal dapat meningkatkan risiko
dirinya dimanfaatkan oleh orang lain.
Hasil – hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pengguna yang
kurang maksimal menjaga privacy dapat mengalami risiko kejahatan di situs
jejaring sosial. Banyaknya kasus kejahatan yang menimpa remaja perempuan
melalui situs jejaring sosial menimbulkan pertanyaan apakah hal ini berkaitan
dengan karakteristik perempuan pada umumnya yang membuat mereka lebih
berisiko menjadi korban kejahatan melalui situs jejaring sosial dibanding laki
– laki.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan lebih banyak
melakukan pengungkapan informasi tentang diri mereka dan mengunggah
dalam Trepte & Reinecke, 2011). Hasil tersebut juga sejalan dengan
penelitian Kim dan Dindia (2008). Dalam penelitiannya mengenai gender,
budaya, dan pengungkapan diri pada situs jejaring sosial, menemukan bahwa
dalam penggunaan fasilitas di situs jejaring sosial, perempuan lebih banyak
mengunggah foto daripada laki – laki. Sedangkan dalam penggunaan situs
jejaring sosial, laki – laki lebih banyak menulis atau posting suatu tulisan di
profil jejaring sosialnya dibandingkan perempuan. Selain itu, dalam
berinteraksi di situs jejaring sosial, laki – laki justru lebih banyak
menggunakan alamat anonim atau samaran/ palsu. Selain itu, dalam
menanggapi pertanyaan yang sifatnya pribadi, laki – laki sering memberikan
informasi yang tidak sebenarnya (Thelwall, M. dalam Trepte & Reinecke, 2011).
Hasil – hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa remaja
perempuan pengguna situs jejaring sosial memiliki perilaku yang kurang
menjaga privacy di situs jejaring sosial. Untuk memahami lebih jauh
mengenai remaja perempuan dalam menjaga privacy di situs jejaring sosial,
perlu dilakukan penelitian dengan mengukur sikap remaja perempuan
terhadap penjagaan privacy di situs jejaring sosial.
Perilaku yang tampak merupakan perwujudan dari sikap seseorang
terhadap suatu hal (Sarwono & Meinarno, 2009). Sikap merupakan evaluasi
seseorang secara subjektif terhadap suatu objek sikap (Eagly & Chaiken,
dalam Sarwono & Meinarno, 2009). Dalam penelitian ini, untuk melihat sikap
remaja perempuan terhadap privacy di situs jejaring sosial, peneliti akan
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah
”Apakah dibanding remaja laki – laki, remaja perempuan memiliki sikap
yang kurang positif terhadap privacydi situs jejaring sosial?”
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah remaja
perempuan memiliki sikap yang kurang positif terhadap privacy di situs
jejaring sosial bila dibandingkan dengan remaja laki – laki.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Untuk menambah atau memperkaya kajian teoritis dalam bidang
Psikologi, khususnya Psikologi Komunikasi sehingga dapat menjadi
sumber informasi untuk penelitian selanjutnya.
2. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran sikap
remaja perempuan terhadap penjagaan privacy di situs jejaring sosial. Bagi
orang tua yang memiliki anak usia remaja, hasil penelitian ini diharapkan
dapat menjadi sumber informasi dalam mendidik dan mengawasi
8
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Privacy
Privacy merupakan suatu pengendalian atas transaksi atau hubungan
seseorang dengan orang lain yang bertujuan untuk meningkatkan otonomi dan
meminimalkan hal – hal yang tidak diinginkan yang dapat terjadi (Margulis,
2005). Altman (dalam Trepte & Reinecke, 2011) mendefinisikan privacy
sebagai kontrol yang selektif terhadap akses pada diri kita. Selain itu, Ellison,
Vitak, Steinfield, Gray, dan Lampe (Trepte & Reinecke, 2011) menyebutkan
bahwa privacy adalah kemampuan seseorang untuk mengendalikan kapan,
seberapa banyak, dan bagaimana informasi pribadi dikomunikasikan kepada
orang lain.
Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa privacy merupakan
suatu pengendalian yang dilakukan seseorang untuk meminimalkan akses
terhadap diri.
B. Privacy di Situs Jejaring Sosial
Situs jejaring sosial merupakan suatu layanan berbasis web yang
memungkinkan penggunanya untuk bergabung dengan membuat profil diri,
mengajak teman untuk memiliki akses di profil tersebut, dan dapat saling
akun tersebut yang terdiri dari beberapa jenis informasi, seperti foto, video,
blog, data diri, dan lain sebagainya (Kaplan & Haenlein, 2009). Profil dari
akun seseorang di situs jejaring sosial ini dapat dilihat oleh siapapun yang
sudah terdaftar di situs tersebut. Meskipun demikian, tingkat visibilitas
tersebut dapat diatur sesuai dengan kemauan pemilik akun (Boyd & Ellison,
2008).
Di situs jejaring sosial, seseorang dapat menuliskan hal apapun seperti
menulis pesan ke orang lain, berbagi foto atau video, dan beberapa hal lain
yang dapat dilakukan di jejaring sosial, termasuk menuliskan identitas diri
untuk melengkapi data yang ada (Boyd & Ellison, 2008). Apabila tidak
berhati – hati dalam berjejaring sosial, informasi yang ditulis di jejaring sosial
tersebut dapat disalahgunakan. Oleh karena itu, perlu untuk menjaga privasi
di situs jejaring sosial.
Untuk menjaga atau melindungi akun dari adanya ancaman terhadap
privasi, pengguna dapat menggunakan privacy setting yang ada di situs
jejaring sosial dan mengendalikan pengungkapan informasi tentang diri
(Joinson, Houghton, Vasalou, & Marder, dalam Trepte & Reinecke, 2011).
Penggunaan privacy setting situs jejaring sosial dapat dilakukan dengan cara
mengubah pengaturan umum. Contohnya dengan mengubah visibilitas profil
atau data demografi dari yang dapat dilihat oleh semua orang menjadi hanya
dapat dilihat oleh teman di jejaring sosial atau orang – orang tertentu. Selain
itu, tidak memilih pengaturan yang dapat membuat akun selalu terbuka (keep
informasi tentang diri dapat dilakukan dengan cara membatasi keluasan dan
kedalaman informasi yang ditulis di situs jejaring sosial, seperti tidak
menceritakan semua kegiatan yang sedang dilakukan secara rinci.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa privacy di situs jejaring
sosial adalah suatu pengendalian yang dilakukan seseorang untuk menjaga
atau meminimalkan akses pada akun jejaring sosial melalui penggunaan
privacy setting yang tersedia di situs jejaring sosial dan pengendalian
pengungkapan informasi diri.
C. Sikap Terhadap Privacy di Situs Jejaring Sosial 1. Pengertian
Sikap berasal dari bahasa Latin, yaitu “aptus” yang berarti keadaan
sehat dan siap melakukan aksi atau tindakan. Berdasarkan pengertian
tersebut, Sarwono dan Meinarno mendefinisikan sikap sebagai suatu
proses penilaian yang dilakukan seseorang terhadap suatu objek (Sarwono
& Meinarno, 2009). Sedangkan menurut Baron dan Byrne (2003), sikap
merujuk pada evaluasi kita terhadap berbagai aspek dunia sosial serta
bagaimana evaluasi tersebut memunculkan rasa suka atau tidak suka
terhadap objek tertentu. Sikap tersebut bersifat relatif menetap dan tidak
berubah (Mar‟at, 1982).
Privacy di situs jejaring sosial adalah suatu pengendalian yang
jejaring sosial melalui penggunaan privacy setting yang tersedia di jejaring
sosial dan pengendalian pengungkapan informasi diri.
Dari definisi tersebut, yang dimaksud dengan sikap terhadap
privacy di situs jejaring sosial adalah evaluasi seseorang terhadap suatu
usaha pengendalian yang dilakukan seseorang untuk meminimalkan akses
pada akun melalui penggunaan privacy setting yang ada di situs jejaring
sosial dan pengendalian pengungkapan informasi diri. Dengan demikian,
objek sikap dalam penelitian ini adalah privacy di situs jejaring sosial,
yang terdiri dari dua komponen, yaitu sikap terhadap pengendalian
pengungkapan informasi tentang diri dan sikap terhadap penggunaan
privacy setting yang ada di jejaring sosial. Sikap dapat bersifat positif dan
negatif. Sikap positif merupakan sikap yang mendukung privacy di situs
jejaring sosial. Sedangkan sikap negatif merupakan sikap yang tidak
mendukung privacy di situs jejaring sosial.
2. Aspek sikap terhadap privacy di situs jejaring sosial
Menurut Azwar (2005), sikap terdiri dari tiga aspek berikut:
a. Aspek kognitif
Aspek kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa
yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap. Kepercayaan
datang dari apa yang telah diketahui atau dilihat oleh seseorang.
atau gagasan mengenai sifat atau karakteristik umum suatu objek. Hal
itu akan menjadi dasar pengetahuan seseorang kemudian hari.
b. Aspek afektif
Aspek afektif merupakan aspek yang menyangkut masalah
emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Aspek ini
disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap suatu objek.
Reaksi emosional ini banyak dipengaruhi oleh apa yang dipercayai
seseorang terhadap objek.
c. Aspek perilaku/ konatif
Aspek perilaku menunjukkan tentang bagaimana perilaku
seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya. Hal ini
didasari oleh asumsi bahwa keyakinan/ kepercayaan dan perasaan
banyak mempengaruhi perilaku. Dengan kata lain, bagaimana
seseorang berperilaku dalam situasi atau stimulus tertentu akan
banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya
terhadap stimulus tersebut.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa aspek sikap dalam
kaitannya dengan privacy di situs jejaring sosial, yaitu:
a. Aspek kognitif yang berisi keyakinan atau pandangan seseorang
mengenai pentingnya privacy di situs jejaring sosial.
b. Aspek afektif meliputi munculnya perasaan tertentu dengan terjaganya
c. Aspek perilaku atau konatif menunjukkan bagaimana kecenderungan
perilaku seseorang dalam menjaga privacy di situs jejaring sosial.
3. Faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap terhadap privacy di situs
jejaring sosial
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap,
yaitu:
a. Pengalaman pribadi
Apa yang telah dan sedang dialami seseorang akan ikut
membentuk dan mempengaruhi pemahaman seseorang terhadap
stimulus sosial. Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap,
pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat atau
melibatkan faktor emosional (Azwar, 2005). Dalam kaitannya dengan
privacy di situs jejaring sosial, seseorang akan mengambil tindakan
untuk melindungi informasi tentang diri di situs jejaring sosialnya jika
suatu hal negatif sudah menimpa dirinya. Jika seseorang hanya
mendengar dan melihat kejadian negatif itu terjadi pada orang lain, ia
tidak akan mengambil tindakan untuk menjaga privacy mereka di situs
jejaring sosial (Debatin, Lovejoy, Horn, & Hughes, 2009).
b. Media massa
Dalam penyampaian informasi, media massa membawa pesan
yang dapat memberikan sugesti sehingga mengarahkan opini
terbentuknya sikap seseorang terhadap suatu hal (Azwar, 2005).
Terkait dengan privacy di situs jejaring sosial, media dapat menjadi
sarana dalam memberikan pengetahuan bagi pengguna jejaring sosial
untuk berhati – hati dan menjaga informasi tentang dirinya.
Pengetahuan tersebut tidak hanya terbatas mengenai risiko yang
mungkin terjadi, tetapi juga dapat berupa cara menjaga privacy dan
manfaat menjaga privacy di dunia maya. Dengan pengetahuan tersebut,
seseorang akan memiliki pandangan tersendiri terhadap privacy
sehingga akan membentuk sikap tertentu.
c. Faktor fisiologis
Faktor fisiologis yang menentukan sikap seseorang adalah
faktor usia (Walgito, 2003). Terkait dengan privacy di situs jejaring
sosial, seorang remaja kurang mempedulikan risiko yang berkaitan
dengan situs jejaring sosial sehingga mereka kurang membatasi
privacy data atau informasi mereka di situs jejaring sosial dibanding
dengan orang yang berusia dewasa (Walrave, Vanwesenbeeck, &
Heirman, 2012).
D. Remaja
1. Pengertian remaja
World Health Organization (WHO) mendefinisikan remaja sebagai
suatu masa ketika:
tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan
seksual;
b. individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari
kanak – kanak menjadi dewasa;
c. terjadi peralihan dari ketergantungan sosial – ekonomi yang penuh
kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.
Menurut G. Stanley Hall, masa remaja merupakan masa “badai dan
stress”, yaitu suatu masa di saat seseorang mengalami banyak konflik dan
perubahan suasana hati (Santrock, 1996). Selain itu, Papalia, Olds, dan
Feldman (2008) juga mendefinisikan masa remaja sebagai masa peralihan
antara masa kanak – kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan besar
pada aspek fisik, kognitif, dan psikososial.
WHO memiliki batasan usia remaja, yaitu 10 – 20 tahun. Dari
batasan tersebut, WHO membagi menjadi dua bagian, yaitu usia remaja
awal yaitu 10 – 14 tahun dan remaja akhir yaitu usia 15 – 20 tahun. Di
Indonesia, batasan usia remaja adalah rentang usia 14 – 24 tahun
(Sanderowitz, Paxman, Hanifah, & Muangman, dalam Sarwono, 2007).
Santrock (1996) juga memberikan batasan masa remaja yang dimulai kira
– kira usia 10 – 13 tahun dan berakhir pada usia 18 – 22 tahun. Selain itu,
Papalia, Olds, dan Feldman (2008) membatasi masa remaja dari usia 11
sampai awal 20 tahunan dengan membagi dua bagian, yaitu remaja awal
Selama masa remaja, menurut Erikson, tugas perkembangan
seseorang adalah menghadapi krisis dari identitas versus kekacauan
identitas untuk menjadi orang dewasa. Dengan kata lain, masa remaja
adalah masa pencarian identitas. Remaja akan mengeksplorasi diri mereka
dengan berbagai peran dan mencoba beberapa pengalaman yang nantinya
akan membentuk identitas diri mereka (Papalia, Olds, & Feldman, 2008;
Santrock, 2007). Untuk mencapai pembentukan identitas diri, remaja lebih
banyak menghabiskan waktu untuk mengeksplorasi berbagai pengalaman
bersama teman sebayanya daripada dengan keluarga (Papalia, Olds, &
Feldman, 2008).
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa masa
remaja merupakan masa peralihan individu yang mencakup perkembangan
fisik, kognitif, psikologis, dan sosial – ekonomi dengan batasan usia masa
remaja dimulai dari sekitar usia 11 tahun hingga awal usia 20 tahun yang
terdiri dari dua bagian, yaitu remaja awal (11 – 14 tahun) dan remaja akhir
(15 – 20 tahun) (Papalia, Olds, & Feldman, 2008). Selama masa remaja,
seseorang akan mencari identitas dengan mencoba mengeksplorasi diri
mereka dengan berbagai pengalaman termasuk dengan teman sebayanya.
2. Perbedaan remaja laki – laki dan remaja perempuan
Laki – laki dan perempuan secara umum memiliki karakteristiknya
masing – masing. Dalam hal pengungkapan diri, perempuan dan laki – laki
Foubert dan Sholley (1996) yang menemukan bahwa perempuan lebih
terbuka daripada laki – laki. Selain itu, Dindia dan Allen (Derlega,
Winstead, & Greene, 2007) juga menegaskan bahwa perempuan lebih
terbuka mengenai pribadinya daripada laki – laki.
Perbedaan tersebut ada dalam diri laki – laki dan perempuan secara
umum. Pada penelitian ini, laki – laki dan perempuan lebih dikhususkan
lagi dalam konteks remaja. Berikut adalah perbedaan remaja laki – laki
dan remaja perempuan.
a. Perkembangan fisik remaja
Dalam perkembangan fisik, remaja laki – laki dan perempuan
memiliki perbedaan yang cukup terlihat, terutama dalam karakteristik
fisik dan organ reproduksi. Karakteristik seks primer pada perempuan,
yaitu indung telur, tuba falopi, rahim, dan vagina, sedangkan pada laki
– laki, yaitu testis, penis, skrotum, kelenjar prostat, dan vesikula
seminalis. Pada saat remaja, organ – organ tersebut menjadi lebih
besar dan matang. Sedangkan karakteristik seks sekunder yang
tampak pada remaja perempuan, yaitu pertumbuhan payudara,
pertumbuhan rambut kemaluan, muncul rambut ketiak, perubahan
suara, perubahan kondisi kulit, dan bertambah lebarnya panggul.
Selanjutnya karakteristik seks sekunder pada laki – laki tampak dari
pertumbuhan rambut kemaluan, pertumbuhan rambut ketiak,
perkembangan otot, perubahan suara, dan bahu menjadi lebih bidang
b. Perkembangan sosioemosi remaja
Pada masa remaja, seseorang akan lebih sering menghabiskan
waktu bersama dengan teman. Pada masa tersebut, remaja mulai lebih
mengandalkan teman daripada orang tua untuk mendapat kedekatan,
dukungan, dan dapat berbagi rahasia. Dalam hal keakraban atau
kedekatan satu sama lain terdapat perbedaan antara remaja perempuan
dan remaja laki – laki. Remaja perempuan cenderung lebih dekat satu
sama lain dengan sering berbagi rahasia daripada remaja laki – laki.
Menurut Buhrmester, pertemanan menjadi tempat yang aman untuk
menyatakan pendapat, mengakui kelemahan, dan mencari bantuan
untuk menyelesaikan masalah (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).
Dalam bersosialisasi selama masa remaja ini, remaja
perempuan dan remaja laki – laki juga berbeda saat mereka
melakukan percakapan. Laki – laki menguasai performa verbal seperti
bercerita, bercanda, dan berceramah tentang suatu informasi atau biasa
disebut report talk. Sedangkan perempuan lebih menyukai percakapan
pribadi dan pembicaraan yang berorientasi pada suatu hubungan atau
rapport talk. Selain itu, perempuan juga lebih senang menghabiskan
waktu untuk duduk bersama dan bercakap – cakap (Tannen, dalam
Santrock, 1996).
Perbedaan karakteristik remaja laki – laki dan remaja
laki – laki lebih agresif khususnya secara fisik (White dalam Santrock,
2007). Sedangkan remaja perempuan memiliki kecenderungan lebih
besar untuk terlibat dalam agresi relasional (relational aggression).
Agresi jenis ini melibatkan perilaku seperti mencoba membuat orang
lain tidak menyukai orang tertentu dengan cara menyebarkan isu yang
tidak baik tentang orang tersebut (Crick & Underwood dalam
Santrock, 2007).
Dalam hal emosi, Ruble, Martin, dan Berenbaum berpendapat
bahwa saat usia remaja, perempuan lebih banyak mengungkapkan
perasaan sedih, malu dan bersalah. Sementara laki – laki cenderung
untuk menyangkal bahwa mereka merasakan hal – hal tersebut
(Santrock, 2007). Hal tersebut didukung oleh penelitian Sultan &
Chaudry (2008) yang mengatakan bahwa laki – laki ingin lebih
menunjukkan kekuatannya, sedangkan perempuan lebih menunjukkan
ketakutannya. Hal tersebut dapat terjadi karena perempuan cenderung
lebih peka terhadap perasaan dan cenderung lebih emosional.
Sedangkan laki – laki cenderung tidak banyak mengekspresikan
emosinya (Santrock, 1996).
c. Laki – laki dan perempuan dalam teknologi komunikasi
Seiring berkembangnya teknologi saat ini membuat remaja
juga menggunakan situs jejaring sosial untuk bersosialisasi atau
berkomunikasi dengan orang lain. Berkaitan dengan hal tersebut,
antara remaja laki – laki dan remaja khususnya ketika berinteraksi
melalui situs jejaring sosial.
Sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya bahwa perempuan
lebih terbuka daripada laki – laki (Foubert & Sholley, 1996; Dindia &
Allen, dalam Derlega, Winstead, & Greene, 2007), penelitian
Paluckaite dan Matulaitiene (2012) juga semakin menegaskan hasil
penelitian tersebut. Dalam penelitiannya, mereka menemukan bahwa
perempuan lebih mendalam ketika mengungkapkan diri khususnya
saat berinteraksi di dunia maya. Pengungkapan diri tersebut termasuk
dalam hal mengungkapkan perasaan dan informasi pribadi dirinya.
Selain itu, dalam penggunaan situs jejaring sosial, remaja laki –
laki dan perempuan juga berbeda. Remaja laki – laki lebih sering
menggunakan alamat anonim atau palsu dalam mengisi identitas di
situs jejaring sosial. Remaja laki – laki juga cenderung memberikan
informasi yang tidak sebenarnya ketika menanggapi pertanyaan yang
sifatnya pribadi (Thelwall, 2011). Selain itu, pada remaja laki – laki
penggunaan situs jejaring sosial lebih digunakan untuk berbagi
informasi. Berbeda halnya dengan remaja perempuan yang
menggunakan situs jejaring sosial untuk menyimpan informasi
E. Dinamika Sikap Terhadap Privacy di Situs Jejaring Sosial antara Remaja Laki – laki dan Remaja Perempuan
Masa remaja merupakan masa pencarian identitas. Pada masa ini,
seseorang akan mengeksplorasi diri mereka dengan mencoba beberapa
pengalaman (Papalia, Olds, & Feldman, 2008; Santrock, 2007). Untuk
membentuk identitas diri, remaja menghabiskan waktu yang lebih banyak
dengan teman – temannya daripada dengan keluarga untuk bersosialisasi atau
saling berinteraksi untuk mengeksplorasi berbagai pengalaman (Papalia, Olds,
& Feldman, 2008).
Seiring berkembangnya teknologi, cara remaja bersosialisasi tidak
hanya dengan berinteraksi secara langsung tetapi juga dapat dilakukan
melalui situs jejaring sosial. Di situs jejaring sosial, seseorang bisa saling
bertukar informasi, mengunggah foto atau video, mengirim pesan satu sama
lain, chatting, dan aktivitas lain (Boyd & Ellison, 2008). Meskipun pengguna
bebas menuliskan apapun di akunnya, pengguna juga harus menyadari bahwa
situs jejaring sosial memiliki sifat yang terbuka (dapat diakses atau dilihat
orang lain). Oleh karena itu, pengguna harus dapat melindungi privasinya di
situs jejaring sosial agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Seperti yang
telah dibahas sebelumnya, menjaga privasi di situs jejaring sosial dapat
dilakukan dengan cara mengendalikan informasi yang akan ditulis pemilik
akun dan menggunakan fasilitas privacysetting yang tersedia di situs tersebut.
Dalam suatu proses interaksi, baik secara langsung maupun melalui
lebih terbuka daripada laki – laki (Foubert & Sholley, 1996; Dindia & Allen,
dalam Derlega, Winstead, & Greene, 2007). Selain itu, perempuan juga lebih
mendalam ketika mengungkapkan diri (seperti saat mengungkapkan perasaan
dan informasi tentang dirinya) terutama dalam berinteraksi di dunia maya
(Paluckaite & Matulaitiene, 2012).
Kecenderungan remaja perempuan yang lebih mendalam ketika
mengungkapkan diri didukung oleh teori yang menyatakan bahwa perempuan
lebih emosional dibanding laki – laki. Ruble, Martin, dan Berenbaum (dalam
Santrock, 2007) menyatakan bahwa saat usia remaja, perempuan lebih banyak
mengungkapkan perasaan sedih, malu, dan bersalah. Sedangkan laki – laki
cenderung menyangkal perasaan tersebut (Santrock, 2007). Teori tersebut
juga didukung oleh hasil penelitian Sultan dan Chaudry (2008) yang
menemukan bahwa laki – laki ingin lebih menunjukkan kekuatannya,
sedangkan perempuan lebih sering menunjukkan ketakutannya.
Perbedaan perilaku pengungkapan diri antara remaja laki – laki dan
remaja perempuan mengindikasikan bahwa dibandingkan remaja perempuan,
remaja laki – laki lebih melindungi privasinya. Adanya kecenderungan ini
juga dapat dilihat dari perilaku mereka di situs jejaring sosial. Dari hasil
penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa perempuan lebih banyak
melakukan pengungkapan informasi tentang diri mereka dan mengunggah
foto diri mereka di akun jejaring sosial dibanding laki – laki (Thelwall, M.
dalam Trepte & Reinecke, 2011; Kim dan Dindia, 2008). Kemudian, dalam
menggunakan alamat anonim atau samaran/palsu dan sering memberikan
informasi yang tidak sebenarnya ketika menanggapi pertanyaan yang bersifat
pribadi (Thelwall, M. dalam Trepte & Reinecke, 2011).
Perilaku remaja perempuan yang lebih terbuka termasuk tentang
perasaannya dan mengunggah foto dirinya menunjukkan bahwa mereka lebih
mengabaikan penjagaan privacy diri di situs jejaring sosial. Selain itu, adanya
fasilitas privacy setting di situs jejaring sosial justru menjadi penghambat
bagi remaja perempuan dalam mengungkapkan dirinya di situs jejaring sosial.
Oleh karena itu, remaja perempuan akan cenderung memiliki sikap yang
kurang positif terhadap privacy di situs jejaring sosial bila dibandingkan
dengan remaja laki – laki.
Kecenderungan remaja laki – laki yang lebih menjaga informasi
tentang dirinya mengindikasikan bahwa mereka lebih menjaga privacy di
situs jejaring sosial. Oleh karena itu, adanya fasilitas privacy setting di situs
jejaring sosial justru mendukung pengendalian pengungkapan informasi yang
dilakukan. Hal tersebut membuat remaja laki – laki akan cenderung memiliki
sikap yang lebih positif terhadap privacy di situs jejaring sosial daripada
Skema 2.1
Skema Sikap Terhadap Privacy di Situs Jejaring Sosial
Karakteristik remaja dan informasi tentang dirinya.
- Lebih banyak mengunggah foto diri mereka.
Karakteristik remaja laki – laki :
- Lebih sering menggunakan situs jejaring sosial untuk berbagi informasi bukan untuk menyimpan informasi pribadi.
- Lebih sering memberikan informasi yang tidak sebenarnya ketika ditanya masalah pribadi.
- Lebih sering menggunakan akun anonim/ samaran.
- Lebih mengabaikan privacy di jejaring sosial
- Pemanfaatan privacy setting di jejaring sosial menghambat pengungkapan informasi tentang diri melalui jejaring sosial.
- Lebih menjaga privacy di jejaring sosial
- Pemanfaatan privacy setting di jejaring sosial mendukung pembatasan/ pengendalian pengungkapan informasi tentang diri di jejaring sosial
-Sikap kurang positif terhadap privacy di situs jejaring sosial
Karakteristik remaja laki – laki dan perempuan dalam menggunakan
situs jejaring sosial
F. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan landasan teori tersebut, peneliti mengajukan hipotesis
bahwa terdapat perbedaan sikap terhadap privacy di situs jejaring sosial
antara remaja perempuan dan remaja laki – laki, yakni remaja perempuan
memiliki sikap kurang positif terhadap privacy di situs jejaring sosial
26
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian komparatif, yaitu penelitian
yang bertujuan untuk menguji perbedaan atau membandingkan dua kelompok
pada satu variabel (Siregar, 2013). Penelitian ini bertujuan untuk
membandingkan atau menguji perbedaan sikap terhadap privacy di situs
jejaring sosial antara remaja perempuan dan remaja laki – laki.
B. Identifikasi Variabel
Pada penelitian ini, variabel yang menjadi objek penelitian adalah :
1. Variabel tergantung : Sikap terhadap privacy di situs jejaring sosial
2. Variabel bebas : Jenis kelamin
C. Definisi Operasional
Definisi operasional dalam penelitian ini, yaitu:
1. Sikap terhadap privacy di situs jejaring sosial
Sikap terhadap privacy di situs jejaring sosial adalah evaluasi
seseorang terhadap suatu usaha pengendalian yang dilakukan seseorang
yang ada di situs jejaring sosial dan pengendalian pengungkapan informasi
diri. Sikap terhadap privacy di situs jejaring sosial dapat diketahui melalui
skala yang dibuat oleh peneliti, yaitu skala sikap terhadap privacy di situs
jejaring sosial. Sikap tersebut terdiri atas tiga aspek dan setiap aspek terdiri
atas dua komponen objek sikap. Adapun aspek – aspek tersebut sebagai
berikut:
a. Aspek kognitif yang berisi keyakinan atau pandangan seseorang
mengenai pentingnya privacy di situs jejaring sosial (meliputi
pengendalian pengungkapan informasi tentang diri dan penggunaan
privacy setting di situs jejaring sosial).
b. Aspek afektif yaitu munculnya perasaaan aman dan nyaman
dengan terjaganya privacy di situs jejaring sosial (meliputi
pengendalian pengungkapan informasi tentang diri dan penggunaan
privacy setting di situs jejaring sosial).
c. Aspek konatif berupa kecenderungan seseorang dalam menjaga
privacy di situs jejaring sosial (meliputi pengendalian
pengungkapan informasi tentang diri dan penggunaan privacy
setting di situs jejaring sosial).
Dari skala tersebut, jika semakin tinggi skor total skala maka
2. Jenis kelamin
Jenis kelamin dapat diketahui dari laporan subjek tentang jenis
kelaminnya pada kuesioner yang telah disediakan.
D. Subjek Penelitian
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode accidental sampling.
Pada teknik ini subjek dipilih secara sembarang asalkan memenuhi syarat
sebagai sampel dari populasi tertentu (Morissan, Corry, & Hamid, 2012).
Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan sesuai dengan kriteria yang
telah ditentukan, yaitu:
1. Remaja laki – laki dan perempuan yang berusia 15 – 20 tahun.
2. Memiliki akun di situs jejaring sosial
3. Belum pernah mengalami ancaman atau gangguan terhadap privacy di
situs jejaring sosial.
Peneliti memilih subjek penelitian remaja berusia 15 – 20 tahun atau
yang tergolong remaja akhir karena pada usia tersebut seseorang sudah mulai
memiliki kestabilan termasuk dalam menunjukkan sikap dan pandangan
terhadap suatu hal (Kartono, 2006; Al-Mighwar, 2006).
E. Metode Pengumpulan Data
1. Metode Skala
Alat yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini
disusun oleh peneliti berdasarkan tiga aspek sikap, yaitu aspek kognitif,
aspek afektif, dan aspek perilaku atau konatif.
Dalam menyusun skala, peneliti membuat blue print terlebih
dahulu. Blue print memuat uraian komponen – komponen variabel yang
harus dibuat itemnya, proporsi item dalam masing – masing komponen,
dan dapat memuat indikator – indikator perilaku dalam setiap komponen.
Dalam penulisan item, blue print menggambarkan isi skala dan menjadi
acuan bagi penulis dalam merumuskan item (Azwar, 2010).
Pada penelitian ini, aspek sikap yang akan diukur terdiri dari aspek
kognitif, aspek afektif, dan aspek konatif. Sedangkan untuk komponen
objek sikap, yaitu privacy di situs jejaring sosial, dapat dilihat dari
pengendalian subjek dalam mengungkapkan informasi tentang dirinya dan
penggunaan privacy setting di situs jejaring sosial. Pengendalian
pengungkapan informasi tentang diri misalnya tidak terlalu sering
mengungkapkan suasana hati di situs jejaring sosial dan tidak menuliskan
identitas secara detail seperti nomor handphone atau alamat tempat tinggal.
Sedangkan sikap terhadap penggunaan privacy setting misalnya mengatur
visibilitas akun agar tidak dapat dilihat oleh sembarang orang.
Dalam skala penelitian ini, pernyataan yang favorable merupakan
pernyataan yang mendukung privacy di situs jejaring sosial, sedangkan
pernyataan yang unfavorable adalah pernyataan yang tidak mendukung
sikap terhadap privacy di situs jejaring sosial dapat dilihat pada tabel di
bawah ini:
Tabel 3.1
Distribusi Item Skala Sikap Terhadap Privacy di Situs Jejaring Sosial
No Aspek
Dalam penelitian ini, metode skala yang digunakan adalah metode
skala Likert. Skala dengan metode ini terdiri atas pernyataan – pernyataan
yang favorable dan unfavorable dengan lima pilihan jawaban, seperti yang
biasa digunakan, yaitu “Sangat Sesuai”, “Sesuai”, “Netral”, “Tidak
Sesuai”, dan “Sangat Tidak Sesuai”. Penggunaan lima pilihan jawaban
berdasarkan pertimbangan bahwa belum ada bukti empiris yang
mendukung adanya kekhawatiran terhadap responden yang akan
cenderung memilih pilihan tengah (Azwar, 2010). Penilaian jawaban atau
pemberian skor pada jawaban subjek dibagi menjadi dua kategori seperti
Tabel 3.2
Pemberian Skor Skala Sikap Terhadap Privacy di Jejaring Sosial
Jawaban Pernyataan
Metode kuesioner ini dibuat untuk mengetahui data dan identitas
subjek terkait dengan penelitian ini (Azwar, 2010). Adapun isi dari data
tersebut adalah usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, memiliki akun
jejaring sosial atau tidak, dan sudah pernah mengalami ancaman terhadap
privacy di situs jejaring sosial atau belum.
F. Hasil Uji Coba Alat Ukur
1. Uji coba alat ukur penelitian
Uji coba dilakukan untuk menyeleksi item – item pada skala yang
telah dibuat peneliti. Uji coba dilakukan pada tanggal 23 Agustus 2013
pada 63 subjek yang memiliki karakteristik yang kurang lebih sama
dengan subjek penelitian sebenarnya. Subjek uji coba adalah remaja
pernah mengalami gangguan atau ancaman pada privacy di situs jejaring
sosial.
2. Hasil seleksi item
Seleksi item dilakukan dengan menghitung daya diskriminasi item.
Daya diskriminasi item adalah sejauh mana item mampu membedakan
antara individu atau kelompok yang memiliki dan yang tidak memiliki
atribut yang diukur. Pengujian daya diskriminasi ini dilakukan dengan cara
mengkorelasikan skor tiap item dengan skor total skala tersebut yang
nantinya menghasilkan koefisien korelasi item – total (rix). Besarnya
koefisien korelasi item total bergerak dari 0 sampai 1 dengan tanda positif
atau negatif. Semakin mendekati angka 1 yang bertanda positif berarti
daya diskriminasi itemnya semakin baik, begitu pula sebaliknya (Azwar,
2010).
Berdasarkan hasil analisis item yang dilakukan dengan menghitung
korelasi item total (rix), diperoleh nilai terendah sebesar -0,113 sampai
yang tertinggi 0,455. Menurut Suryabrata (2008), batasan rix adalah
sekurang – kurangnya 0,20. Oleh karena itu, mengacu pada hal tersebut,
dari 60 item skala sikap terhadap privacy di jejaring sosial yang diujicoba,
menghasilkan 26 item yang gugur, yaitu nomor, 2, 5, 6, 9, 11, 13, 15, 16,
20, 23, 24, 25, 26, 35, 36, 39, 40, 41, 43, 44, 45, 49, 50, 51, 58, dan 60.
Rincian distribusi item skala yang telah diujicoba dapat dilihat pada tabel
Tabel 3.3
Distribusi Item yang Lolos Uji Coba
No Aspek
kembali skala yang baru untuk mengambil data penelitian yang sebenarnya
dengan distribusi item sebagai berikut:
Tabel 3.4
Distribusi Item pada Skala Penelitian
G. Validitas dan Reliabilitas
Skala yang digunakan peneliti dalam penelitian ini perlu diuji validitas
dan reliabilitasnya agar skala ini dapat dipertanggungjawabkan.
1. Validitas
Validitas digunakan untuk menentukan sejauh mana alat ukur
mampu menghasilkan data yang akurat sesuai dengan tujuan tesnya
(Azwar, 2010). Dalam penelitian ini jenis validitas yang digunakan adalah
validitas isi. Validitas isi merupakan validitas yang diselidiki dengan cara
meminta seseorang yang ahli atau seseorang yang profesional di
bidangnya untuk memerika sebuah tes dan menyimpulkan apakah tes
tersebut sudah mengukur sifat yang akan diukur (Supratiknya, 1998).
Dalam penelitian ini, peneliti meminta bantuan dosen pembimbing
untuk memeriksa item – item yang telah dibuat peneliti apakah item – item
tersebut sudah mengukur sikap seseorang terhadap privacy di situs jejaring
sosial. Hasil awal ada beberapa item yang harus diubah karena kurang
sesuai. Dari beberapa kali perubahan akhirnya diperoleh item – item yang
sudah divalidasi.
2. Reliabilitas
Reliabilitas merupakan konsistensi atau keterpercayaan hasil ukur.
Reliabilitas dinyatakan dengan koefisien reliabilitas (rxx‟). Rentang angka
koefisien reliabilitas ini dimulai dari 0 sampai 1. Semakin tinggi koefisien
Sebaliknya, semakin rendah koefisien reliabilitas mendekati angka 0,
semakin rendah pula reliabilitasnya. Reliabilitas skala dianggap cukup
baik apabila cakupan nilainya antara 0,70 – 0,80 (Kaplan & Saccuzo,
2012). Dalam penelitian ini, reliabilitas skala didapat dengan
menggunakan rumus Alpha Cronbach yang dihitung menggunakan
program SPSS for Windows versi 16.0. Pengujian reliabilitas dalam
penelitian ini dilakukan pada item yang memiliki nilai rix≥ 0,20. Dari hasil
pengukuran reliabilitas, diperoleh nilai reliabilitas sebesar 0,808 dan sudah
dianggap cukup baik.
H. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini
adalah independent sample t – test. Metode ini digunakan untuk mengetahui
ada atau tidaknya perbedaan antara dua kelompok sampel terhadap suatu
variabel yang sama dan mengetahui nilai rata – rata suatu kelompok lebih
besar atau lebih kecil dari suatu standar tertentu (Morrisan, 2012). Dalam
penelitian ini, independent sample t – test digunakan untuk mengetahui
perbedaan sikap terhadap privacy di situs jejaring sosial antara remaja
36
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Fakultas Psikologi Sanata Dharma
Yogyakarta dan SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan pada tanggal 28 dan
30 Agustus 2013 dilanjutkan tanggal 2 September 2013. Penelitian ini
dilakukan dengan cara menyebarkan skala di kelas. Pada mahasiswa angkatan
2013, peneliti membagikan skala setelah sesi perkuliahan berakhir, sedangkan
pada siswa SMA peneliti diberi waktu 10 menit pertama oleh guru mata
pelajaran yang bersangkutan sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai.
Peneliti membagi skala pada subjek. Dari skala – skala yang sudah
diisi dan dikembalikan pada peneliti, terdapat 136 skala yang memenuhi
syarat untuk dianalisis. Tabel 4.1 memberi gambaran singkat mengenai
Tabel 4.1
Gambaran Subjek Penelitian
No Keterangan Subjek Persentase
Laki – laki Perempuan
Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh perbandingan mean teoritik
dengan mean empirik yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.2
Perbandingan Mean Teoritik dengan Mean Empirik
Statistik Laki – laki Perempuan
Teoritik Empirik Teoritik Empirik
N 60 76
Skor Maksimum 170 145 170 126
Skor Minimum 34 112 34 79
Mean (µ) 102 125.32 102 111.32
Dari hasil perhitungan tersebut, dapat diketahui mean empirik untuk
remaja laki – laki (125,32) dan remaja perempuan (111,32) memiliki nilai
yang lebih besar dibanding mean teoritik (102). Hal ini menunjukkan bahwa
kedua kelompok subjek penelitian sama – sama memiliki sikap yang positif
Tabel 4.3
Uji t Satu Sampel pada Remaja Laki – Laki dan Remaja Perempuan
Hasil uji t satu sampel Skor teoritik = 102
Jenis Kelamin t db p
Laki – laki 23,215 59 0,000
Perempuan 7,760 75 0,000
Berdasarkan hasil perhitungan uji t satu sampel, dapat diketahui
bahwa nilai t masing – masing kelompok subjek memiliki signifikansi sebesar
0,000 (p < 0,05). Nilai tersebut menunjukkan bahwa pada masing – masing
kelompok subjek, yaitu remaja laki – laki dan remaja perempuan sama – sama
memiliki sikap yang positif terhadap privacy di situs jejaring sosial yang
signifikan.
C. Hasil Penelitian
1. Uji asumsi
Sebelum menguji hipotesis, dilakukan uji asumsi terlebih dahulu.
Uji asumsi yang dilakukan adalah uji normalitas dan uji homogenitas.
a. Uji normalitas
Uji normalitas merupakan uji yang dilakukan untuk
mengetahui apakah suatu data terdistribusi dengan normal atau tidak
(Priyatno, 2010). Untuk menghitungnya digunakan penghitungan
One-Sample Kolmogorov-Smirnov. Pengambilan keputusan
didasarkan pada signifikansi, yaitu jika signifikansi (2-tailed) > 0,05
dapat dilihat bahwa signifikansi pada kelompok remaja laki – laki
sebesar 0,556 (p > 0,05) dan pada kelompok perempuan memiliki
signifikansi sebesar 0,339 (p > 0,05). Hasil tersebut menunjukkan
bahwa data kelompok remaja laki – laki dan perempuan memiliki
distribusi normal.
Tabel 4.4
Uji Normalitas
Perempuan Laki - laki
Kolmogorov-Smirnov Z .940 .793
Asymp. Sig. (2-tailed) .339 .556
b. Uji homogenitas
Sebelum melakukan analisis dengan uji t, dilakukan uji
homogenitas (uji Levene’s) terlebih dahulu. Pengambilan keputusan
didasarkan pada hal berikut: varian sama apabila signifikansi > 0,05,
sedangkan varian berbeda jika signifikansi < 0,05 (Priyatno, 2012).
Dalam hal ini, nilai signifikansi dari hasil uji homogenitas adalah
sebesar 0,070 (p > 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa data yang
ada memiliki varian yang sama atau homogen.
Tabel 4.5
Uji Homogenitas
Uji Levene untuk Persamaan Varians
F p
2. Uji Hipotesis (Independent Sample t Test)
Tabel 4.6
Hasil Uji t Sampel Independen
t db p Perbedaan
Pengambilan keputusan dalam uji hipotesis ini didasarkan pada hal
berikut: H0 diterima apabila signifikansi > 0,05, sedangkan H0 ditolak jika
signifikansi ≤ 0,05 (Priyatno, 2010). Dari hasil perhitungan uji t sampel
independen, diketahui bahwa signifikansi sebesar 0,000 (p < 0,05)
sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan sikap terhadap
privacy di situs jejaring sosial yang signifikan antara remaja laki – laki dan
perempuan. Dengan demikian hipotesis dapat diterima.
D. Pembahasan
Dari hasil uji hipotesis yang telah dilakukan, tampak bahwa terdapat
perbedaan sikap terhadap privacy di situs jejaring sosial yang signifikan
antara remaja laki – laki dan remaja perempuan. Perbedaan itu menunjukkan
bahwa remaja perempuan memiliki sikap terhadap privacy di situs jejaring
sosial yang kurang positif dibanding remaja laki – laki. Oleh karena itu,
ini juga menunjukkan bahwa remaja laki – laki dan remaja perempuan sama –
sama memiliki sikap yang positif terhadap privacy di situs jejaring sosial.
Sikap remaja perempuan terhadap privacy di situs jejaring sosial yang
cenderung kurang positif bila dibandingkan dengan remaja laki – laki dapat
dikarenakan adanya perbedaan karakteristik antara keduanya. Remaja
perempuan memiliki karakteristik yang lebih emosional dibanding remaja
laki – laki (Santrock, 1996) sehingga mereka lebih sering menunjukkan
emosinya, terutama ketika takut, sedih, bingung, dan cemas (Kartono, 2006 &
Santrock, 2007).
Dalam keadaan emosi tertentu, teman menjadi tempat yang tepat
untuk mencari dukungan, berbagi cerita, dan mungkin dapat membantu
menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi (Papalia, Olds, &
Feldman, 2008). Oleh karena itu, adanya teman dapat membantu remaja
perempuan dalam mengurangi atau meredakan emosinya dengan berbagi
cerita dan memperoleh dukungan dari teman. Di situs jejaring sosial,
komunikasi dengan teman dapat lebih mudah dilakukan tanpa harus bertemu
langsung sehingga ketika remaja perempuan sedang dalam keadaan tidak
stabil emosinya, ia dapat bercerita atau mengungkapkan apa yang ia rasakan
di situs jejaring sosial untuk mendapatkan respon atau dukungan dari teman –
teman di situs jejaring sosial tersebut.
Selain karakteristik remaja perempuan yang lebih emosional, remaja
perempuan juga senang terlihat menarik secara fisik. Hal ini dapat dilihat dari
foto pribadi mereka di situs jejaring sosial (Kim & Dindia, 2008). Adanya
situs jejaring sosial, membuat remaja perempuan semakin mudah dalam
menunjukkan dirinya kepada orang lain.
Meskipun remaja perempuan dapat dengan bebas dan mudah
mengungkapkan apapun atau menunjukkan diri pada orang lain di situs
jejaring sosial, mereka sebaiknya lebih menyadari bahwa semua yang
diungkapkan melalui situs jejaring sosial dapat dilihat atau diakses oleh orang
lain. Oleh karena itu, pengguna harus dapat menjaga privasinya di situs
jejaring sosial, baik dengan mengendalikan pengungkapan informasi diri
mereka atau dengan mengatur privacy setting yang ada di situs jejaring sosial.
Akan tetapi, adanya privacy justru menghambat remaja perempuan dalam
mengungkapkan informasi tentang diri mereka di situs jejaring sosial karena
privacy mengharuskan pengguna untuk mengendalikan pengungkapan
perasaan maupun informasi di situs jejaring sosial. Hal tersebut membuat
remaja perempuan akan cenderung bersikap kurang positif terhadap privacy
di situs jejaring sosial bila dibandingkan dengan remaja laki – laki.
Sikap remaja perempuan terhadap privacy di situs jejaring sosial yang
kurang positif dibandingkan dengan remaja laki – laki membuat remaja
perempuan lebih berisiko menjadi korban kejahatan di situs jejaring sosial.
Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya data dari Komnas Perlindungan
Anak mengenai kasus pemerkosaan pada remaja perempuan oleh kenalannya
di media sosial yang semakin bertambah (kompas.com, „Awas Bujukan di
perempuan yang lebih sering mengakses dan mengungkapkan diri di situs
jejaring sosial (Kim & Dindia, 2008). Hal ini didukung oleh hasil penelitian
Walrave, Vanwesenbeeck, dan Heirman (2012), yang mengungkapkan bahwa
pada saat usia remaja, para remaja lebih banyak mengungkapkan informasi
tentang dirinya dan kurang memperhatikan privacy setting di situs jejaring
sosial.
Di sisi lain, laki – laki lebih sering menggunakan alamat anonim dan
memberikan informasi yang tidak sebenarnya ketika berinteraksi di situs
jejaring sosial (Thelwall, M. dalam Trepte & Reinecke, 2011). Selain itu,
dibanding dengan perempuan, laki – laki jarang untuk mengungkapkan diri di
situs jejaring sosial. Karakteristik tersebut menunjukkan bahwa remaja laki –
laki lebih menjaga privacy di situs jejaring sosial dan adanya privacy setting
di situs jejaring sosial justru mendukung pengendalian pengungkapan
informasi diri remaja laki – laki melalui situs jejaring sosial. Oleh karena itu,
remaja laki – laki bersikap lebih positif terhadap privacy di situs jejaring
sosial bila dibandingkan dengan remaja perempuan.
Kemungkinan risiko yang dialami remaja perempuan dapat lebih besar
jika mereka kurang mendapat pendampingan dari orangtua mengenai cara
berkomunikasi yang relatif aman melalui situs jejaring sosial dengan cara
menjaga privacynya. Oleh karena itu, implikasi praktis dari hasil penelitian
ini yaitu diharapkan penelitian ini dapat menjadi masukan bagi orang tua
dalam mendampingi remaja putri mereka yaitu dengan memberi informasi
manfaat menjaga privacy di situs jejaring sosial, dan informasi lain yang
membuat anak lebih menyadari bahwa menjaga privacy di situs jejaring sosial
itu penting sehingga remaja perempuan tidak sembarangan menulis di situs
jejaring sosial.
E. Keterbatasan Penelitian
Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih kurang sempurna.
Dalam penelitian ini masih terdapat kekurangan, yaitu skala yang digunakan
dalam penelitian ini memiliki batasan daya diskriminasi item sebesar 0,20.
Meskipun batasan tersebut dianggap sudah cukup baik, akan lebih baik lagi