• Tidak ada hasil yang ditemukan

RITUAL PANGGUNI UTTIRAM PADA KOMUNITAS SUKU TAMIL DI KECAMATAN LUBUK PAKAM KABUPATEN DELI SERDANG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "RITUAL PANGGUNI UTTIRAM PADA KOMUNITAS SUKU TAMIL DI KECAMATAN LUBUK PAKAM KABUPATEN DELI SERDANG."

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

RITUAL PANGGUNI UTTIRAM PADA KOMUNITAS

SUKU TAMIL DI KECAMATAN LUBUK PAKAM

KABUPATEN DELI SERDANG

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Mengikuti Sidang Meja Hijau Program Studi Antropologi Sosial

Oleh :

FERI NOFIRMANTANJUNG NIM. 8106152026

PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI

ANTROPOLOGI SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

FERI NOFIRMAN TANJUNG, Ritual Pangguni Uttiram pada komunitas suku Tamil di Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan 2015.

Penelitian ini menelaah tentang ritual Pangguni Uttiram yang dilaksanakan oleh suku Tamil di Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang, ritual pangguni Uttiram merupakan perayaan religi Hindu Tamil yang berasal dari India Selatan, yang di perkirakan oleh para ahli berlangsung lebih dari 2500 tahun yang lalu dan ritual ini sudah berlangsung sejak tahun 1880 Masehi bersamaan dibangunnya kuil Shri Thendayudabani di Lubuk Pakam. Ritual dilakukan secara khusus untuk mendapatkan keselamatan, kesehatan, dan rezeki yang baik dalam menjalani kehidupan bagi mereka yang melaksankan nazar yakni berpuasa selama 40 hari atau juga ada yang 20 hari lamanya.

Penelitian diperlukan untuk memahami ritual Pangguni Uttiram yang dilaksanakan oleh masyarakat Suku Tamil di Lubuk Pakam sesungguhnya. Penelitian ini juga membahas tentang proses pelaksanaan ritual dan makna, nilai serta fungsi ritual bagi masyarakat suku Tamil di Kecamatan Lubuk Pakam, sehingga dapat diketahui dapat diketahui mengapa suku India Tamil melaksanakan ritual, simbol-simbol dan peranan orang – orang dalam pelaksanaan ritual Pangguni Uttiram serta aspek sosial budaya yang terjadi dalam ritual Panggunin Uttiram tersebut. Dengan demikian dapat dijabarkan bagaimana pandangan dan prilaku suku Tamil dalam ritual Pangguni Uttiram dalam hubungannya dengan kehidupan sosial budayanya.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori ritual, simbol, interaksi simbolik dan struktural fungsional. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara mendalam dan tidak terstruktur, quessioner, recording (rekaman Video). Dalam proses analiss data dilakukan reduksi data, tampilan data dan verifikasi data untuk membuat kesimpulan serta ada empat tahapan yang dilaksanakan yaitu persiapan, tahap pekerjaan lapangan, tahap analisis data dan tahap penyusunan laporan.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa suku Tamil di Kecamatan Lubuk Pakam memandang bahwa ritual Pangguni Uttiram sebagai ritual penting untuk proses menjalani kehidupan yang akan datang. Selain itu ritual Pangguni Uttiram yang dilaksanakan merupakan bagian penghormatan kepada Dewa Murgan dengan cara melakukan nazar atau berpuasa, karena pada bulan Purnama inilah dewa Murgan lahir, selain itu ritual ini merupakan sebagai wujud eksistensi dan pelestarian budaya umat Hindu Tamil di Kecamatan Lubuk Pakam.

(6)

Abstract

Feri Nofirman Tanjung, The ritual of Pangguni Uttiram on Tamil tribe communities in the center of Pakam sub-district, Deli Serdang district .the Graduate school of medan state university 2015

This research exploring about the ritual of Pangguni Uttiram implemented by the Tamil tribe communities in the center of Pakam sub-district, Deli Serdang district , The ritual of Pangguni Uttiram is the celebration of religious Hindu Tamil derived from Southern India , who in predicting that by experts lasts more than 2500 years ago and ritual has been on going since 1880 a.d. same time built temples Shri thendayuthabani in Pakam .A ritual performed specifically for salvation , health , and sustenance is in good undergo life to those who vow namely to do fasted for 40 days or also have 20 days .

Research necessary to understand a ritual of Pangguni Uttiram that was undertaken by Tamil of a tribal society in the center of Pakam behold .The research also talk about the implementation of the ritual and meaning , value and the function of a ceremony for Tamil of a tribal society in the center of Pakam sub-district, `So it can be known why the tribe of India Tamil implement ceremony , and the role of symbols and peoples in the implementation of Pangguni Uttiram ceremony and cultural social aspects that occurs in Pangguni Uttiram ceremony. .Thus can be elaborated how views and unmannerly tribe Tamil in Pangguni Uttiram ceremony in conjunction with social life of their culture .

A theory that used in this research is the theory ritual , a symbol , the interaction of symbolic structural and functional .Data collection technique used is observation , in-depth interviews and lack of structure , quessioner , recording ( a recording video ) .In the process of analiss data was undertaken the reduction of the data , data display and verification of data to make inferences and there are four the phase that carried out which is preparation , stage field work , data analysis stage and phase the preparation of reports . `

This research concludes that tribe Tamil in the center of Pakam sub-district view that ritual Pangguni Uttiram as a ritual important to the process of undergoing life to come .Besides ritual Pangguni Uttiram implemented is part homage to Gods Murgan by conducting vow or fasted , because at the full moon deity murgan this is born , in addition it is a ritual as a form of existence and of cultural preservation Hindus Tamil in the center of Pakam sub-district .

(7)

KATA PENGANTAR

Segala Puji bagi Allah Tuhan Yang Maha Esa sebagai ungkapan rasa syukur hambanya atas kekuatan dan rahmat yang diberikanNya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Sholawat dan salam untuk nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya yang kelak dapat memberikan safaat kepada para pengikutnya.

Terimakasih saya ucapkan dengan segenap ketulusan hati untuk keluarga tercinta Ayahanda Herman Chaniago dan Ibunda Syamsimar Tanjung juga para senior Abangda Chairul Azmi (Sekretaris Koni Sumut), Bangkit Sitepu (Anggota DPRD Medan), Sugiat Santoso (KNPI Sumut), Kompol Rama S Putra, SH, MH (Kasat Intelkam Polresta Medan), Letkol Marturak Hutahuruk (Mantan Kepala BAIS Sumut), Nancy Rafiyana dan seluruh rekan – rekan dan sahabat yang telah mendukung dan memotivasi untuk segera menyelesaikan perkuliahan ini.

Kepada Masyarakat suku Tamil di Kecamatan Lubuk Pakam Siwa Linggam dan keluarga yang sangat koorporatif dalam memberikan data dan menyambut kedatangan saya sehingga segala sesuatu yang berhubungan dengan penelitan ini dapat dilaksanakan dan merupakan hubungan yang takkan pernah putus untuk selamanya.

Terimakasih untuk bimbingan yang saya terima dari Bapak Dr. Firkarwin Zuska, M.Ant. dan Bapak Dr. Phil. Ichwan Azhari, MS dan juga para guru besar yang menjadi dosen selama saya menuntut ilmu yang selalu dengan penuh kesabaran memotivasi untuk penyeselaian tesis ini. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi siapapun untuk hal – hal yang terbaik bagi kehidupan.

Lubuk Pakam, 10 Agustus 2015 Peneliti

(8)

DAFTAR ISI

1.4.Manfaat Penelitian ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 11

2.2.2 Asal-usul kedatangan Suku Tamil ke Sumatera Utara 26 2.2.3.Organisasi Suku Tamil di Medan dan Deli Serdang... 31

2.3.Kerangka Berfikir... 34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 38

3.1. Metode Penelitian ... 39

3.2. Jenis Penelitian ... 41

3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 40

3.3.1. Observasi ... 40

3.3.2. Wawancara. ... 41

(9)

4. Teknik Analisis Data... . 43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 45

4.1.Deskripsi Wilayah Kecamatan Lubuk Pakam ... 45

4.1.1. Letak Geografis ... 45

4.1.2. Keberadaan Penduduk... 48

4.2.1. Mitos tentang Dewa Murgan dan Hubungannya dengan Ritual Pangguni Uttiram... ... ... 49

4.2.2. Gambaran Umum Rumah Ibadah Suu Tamil... 50

4.3. Tata cara, aturan dan Media melakukan ritual Pangguni Pangguni Uttiram... 52

4.3.1. Aktifitas masyarakat sebelum ritual... 57

4.3.2. Aktifitas masyarakat sesaat ritual... 58

4.3.3. Aktifitas masyarakat setelah ritual... 78

4.3.4. Aturan pada ritual Pangguni Uttiram... 79

4.3.5. Media pada ritual Pangguni Uttiram... 80

4.4.Peran Lembaga Agama. Adat dan Pemerintah Kabupaten Deli Serdang terhadap eksistensi ritual Pangguni Uttiram.. 82

4.4.1. Peranan Lembaga Agama dan Lembaga adat Suku Tamil... 82

4.4.2. Peran Pemerintah Kabupaten Deli Serdang... 83

4.5.Makna Simbol dan Fungsi, nilai-nilai budaya serta Nilai sosial pada ritual Pangguni Uttiram... 84

4.5.1. Makna simbol yang terkandung dalam unsur Ritual Pangguni Uttiram... 84

4.6.Fungsi dan peran sosial dalam ritual Pangguni Uttiram... ... 92

4.6.1. Fungsi Sosial... 92

4.6.2. Peran Sosial... 94

4.6.3. Nilai-nilai budaya Ritual Pangguni Uttiram... 95

(10)

4.6.5.Nilai hakikat karya manusia. ... 97

4.6.6. Nilai hakikat kedudukan manusia dalam ruang dan Waktu... 98

4.6.7. Nilai dari hubungan manusia dengan sesamanya ... 99

4.6.7.1.Nilai Sosial ... 99

4.6.7.2.Nilai Estetika ... 100

4.7. Aplikasi Teori . ... 102

BAB V KESIMPULAN ... 106

5.1. Kesimpulan ... 106

5.2. Implikasi ... 108

5.3. Saran ... 109

DAFTAR PUSTAKA ... 111

GLOSARRY ... 114

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Luas Wilayah Kabupaten Deli Serdang ... 47 Tabel 2 . Jumlah Penduduk Kecamatan Lubuk Pakam berdasarkan

(12)

DAFTAR GAMBAR

1. Arca Dewa Murgan di Kuil Shri TendaYhudabani ... 50

2. Peneliti ketika mewancarai tokoh masyarakat Ibu Sri Devi ... 53

3. Bendera Ayam Jantan dinaikan tanda acara dimulai ... 56

4. Simbol yang berada di kuil sebagai penangkal niat jahat ... 58

5. Pemandu ritual dan ketua kuil duduk di depan omom ... 59

6. Sebuah Payung kuning keemasan dan kepala kodo juga kumbo yang diletakan di atas kepala menjadi bagian dari pengiring arak -arakan peserta nazar menuju tempat ritual cucuk lidah di sungai. 60 7. Peneliti sedang menyaksikan para peserta nazar dan pemandu ritual sedang berdoa di dalam kuil ... 61

8. Panindita berdoa di depan dewa Murgan ... 61

9. Para kaum ibsibuk mempersiapkan makanan yang dimasak .... 62

10.Para kaum ibsibuk mempersiapkan makanan yang dimasak .... 62

11.Panindita memberikan arcene kepada peserta nazar ... 64

12.Peserta nazar dimandikan di sungai sebelum ritual tusuk lidah .. 65

13.Aneka sesaji untuk syarat ritual ... 66

14.Wel Kawdi (buluk merak) puspam kawdi dan weple kawdi .... 66

15.Pemandu ritual memberikan asap kemenyan ... 67

16.Peserta nazar yang kemasukan saat diberikan arcene. ... 67

17.Peserta nazar yang kerasukan memberikan restu kepada peserta nazar lainnya. ... 68

(13)

19.Peserta nazar yang sedang di tusuk pipinya ... 70

20.Peserta tusuk lidah dan sendal paku yang dipakai peserta... 71

21.Suasana di tengah kota bersama pengiring musik... 72

22.Seorang pemandu ritual sedang memecahkan kelapa... 72

23.Peserta nazar menari di depan kuil sebelum sadar kembali... 73

24.Barongsai saat menunjukan aksinya ... 74

25.Prosesi pernikahan dewa Murgan dengan Wanli dan Dewani.. 74

26.Pihak keluarga pengantin wanita membawa makanan... 75

27.Arca Dewa Murgan dibawa menuju kereta kencana... 76

28.Seorang gadis Hindu Tamil sedang menari diatas pentas... 76

29.Buah kelapa dipecahkan sebagai tanda keberangkatan kereta Kencana dan dewa Murgan mengelilingi Lubuk Pakam... 77

30.Kereta kencana keluar dari kuil di saksikan oleh ratusan Warga Lubuk Pakam... 77

31.Bendera diturunkan kembali tanda acara telah selesai... 79

32.Salah satu media ritual yakni kereta kencana atau rado... 80

33.Media arca dewa Murgan ... 81

(14)

BAB I

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Di Indonesia, penelitian religi telah banyak dilakukan oleh para ilmuwan budaya. Fischer (1960) telah mencoba melihat beberapa kajian religi rakyat yang

setaraf dengan mitos. Di beberapa wilayah Indonesia, seperti Ambon, Bali, Lombok, Flores dan lain-lain religi rakyat masih dipercaya penuh. Karena itu, di lokasi tersebut masih berkembang keyakinan pada dukun dan pawang dalam

segala aktivitas hidup. Bahkan, di tempat tersebut banyak berkembang ihwal religiomagis. Hal ini berkembang lagi menjadi sebuah kepercayaan animisme dan

dinamisme yang semakin subur.

Tradisi ritual tersebut kadang-kadang memang kurang masuk akal. Namun

demikian, bagi pendukung budaya yang bersangkutan yang dipentingkan adalah sikap dasar spiritual yang berbau emosi religi, bukan logika. Karena itu, dalam tradisi ritual biasanya terdapat selamatan berupa sesaji sebagai bentuk

persembahan atau pengorbanan kepada zat halus tadi yang kadang-kadang sulit diterima nalar. Hal ini semua sebagai perwujudan bakti makhluk kepada kekuatan

supranatural.

`Pada saat manusia menghidangkan sesaji, menurut Robertson Smith (Kcentjaraningrat, 1990:68) memiliki fungsi sebagai aktivitas untuk mendorong

(15)

Menurutnya, upacara religi akan bersifat kosong, tak bermakna, apabila tingkah laku manusia di dalamnya didasarkan pada akal rasional dan logika, tetapi

secara naluri manusia memiliki suatu emosi mistikal yang mendorongnya untuk berbakti kepada kekuatan tertinggi yang menurutnya tampak konkret di sekitarnya, dalam keteraturan dari alam, serta proses pergantian musim, dan

kedahsyatan alam dalam hubungannya dengan masalah hidup dan maut.

Yang perlu ditekankan dalam kajian religi, menurut Geertz (2001:395-410) bahwa kajian budaya, bukanlah “sebuah sains eksperimental yang mencari

suatu kaidah, tetapi sebuah sains interpretatif yang mencari makna”. Makna harus dicari dalam fenomena budaya. Keyakinan terhadap makna ini, didasarkan pada

kondisi hidup manusia, yang menurut Parsons dan Weber selalu berada pada tiga tingkatan: (1) kepribadian individual, yang dibentuk dan diatur oleh, (2) suatu sistem sosial, yang pada akhirnya dibentuk dan dikontrol oleh, (3) suatu “sistem

budaya” yang terpisah. Tingkatan (3) ini yang merupakan jaringan kompleks dari simbol, nilai, dan kepercayaan, berinteraksi dengan individu dan masyarakat.

Proses pewarisan nilai-nilai kebudayaan biasanya berlangsung melalui sistem tingkah laku sosial yang bersifat resmi, adat-istiadat dan norma yang

mengatur tingkah laku serta seluruh perlengkapan yang digunakan ditujukan untuk memenuhi berbagai kompleks kebutuhan manusia dalam masyarakat (pranata sosial0 dan bentuk tradisi yang bersifat tradisional seperti upacara (ritual

kemudian menjadi simbol-simbol dalam mengindentifikasikan diri untuk menunjukan adanya batas-batas sosial dengan kelompok masyarakat suku bangsa

(16)

Kelompok-kelompok masyarakat tertentu yang disebut sebagai kelompok etnik yang mempunyai ciri budaya sendiri (Barth, 1988 : 12). Dalam prosesnya

perkembangan budaya, kebiasaan yang terangkum dalam kebudayaan tersebut mencakup sejumlah kompleksitas yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moralitas, hukum, adat istiadat sert berbagai macam bentuk kemampuan

dan kebiasaan berhubungan dengan tatanan kehidupan manusia sebagai anggota masyarakat (Taylor dalam Monaghan dan Just, 2008 : 53) (di kutip dari Tesis

Hasan Azhari).

Sistem kebudayaan dan sistem konsepsi dengan demikian dilihat sebagai mempunyai persamaan struktur-struktur dinamik dan begitu juga mempunyai

persamaan dalam hal asal mulanya yaitu dalam bentuk-bentuk simbolik. Peranan dari upacara (ritual) menurut Geertz, adalah untuk mempersatukan dua sistem

yang paralel dan berbeda tingkat hierarkinya ini dengan menempatkannya pada hubungan-hubungan formatif dan reflektif antara yang satu dengan yang lainnya dalam suatu cara sebagaimana masing-masing itu dihubungkan dengan asal mula

simboliknya dan asal mual ekspresinya. Bentuk-bentuk kesenian dan begitu juga dengan upacara, adalah sama keadaannya dengan perwujudan-perwujudan simbolik lainnya, yaitu “mendorong untuk menghasilkan secara berulang dan

terus menerus mengenai hal-hal yang amat subyektif dan yang secara buatan dan polesan dipamerkan”.

Dengan demikian, sebagai suatu keseluruhan, upacara mempunyai kedudukan sebagai perantara simbolik, atau mungkin lebih tepat kalau disebut sebagai perantara metafor, dalam kaitannya dengan kebudayaan dan pemikiran

(17)

untuk dapat saling bertukar tempat dan peranan. Kesanggupan dari upacara untuk bertindak dan berfungsi seperti ini, yaitu menterjemahkan tingkat-tingkat lainnya

yang lebih tinggi sehingga membuat manusia menjadi sadar dengan melalui pancaindera serta perasaannya, dan mewujudkan adanya kesamaan dalam ke-seia-sekataan yang struktural dalam bentuk simbolik, adalah sebenarnya merupakan

dasar utama dari pemikiran manusia. Seperti dikatakan oleh Geertz. “Dapatnya saling tukar menukar tempat dan peranan dari model bagi dan model dari yang

dalam mana formulasi simbolik dapat dilakukan adalah ciri-ciri khusus dari mental kita sebagai manusia”.

Dengan demikian, bila untuk Geertz kebudayaan adalah “seperangkat

teks-teks simbolik”, maka kesanggupan manusia untuk membaca teks-teks-teks-teks tersebut dipedomani oleh dan dalam struktur-struktur upacara yang bersifat metafor,

kognitif, dan penuh dengan muatan emosi dan perasaan. Agama dan upacara adalah dua satuan yang secara bersamaan merupakan sumber dan model keteraturan sosial (social order).

Secara keseluruhan terdapat suatu kesan bahwa model dari Geertz tersebut melingkar-lingkar dan selalu berulang disana-sini. Nampaknya hal ini disebabkan oleh: (1) Bahwa pembahasan mengenai masalah tersebut memang seharusnya

dilakukan demikian, yaitu bahwa sistem sosial adalah “aliran bersama yang terdiri atas dua arus atau lebih yang masing-masing menciptakan integrasi-integrasi yang

bersifat sebagian atau mencakup hanya bidang-bidang tertentu saja; yang secara keseluruhan terdiri atas: a) bagian-bagian yang terlepas satu sama lainnya, dan b) bagian-bagian yang saling berkaitan serta tergantung satu sama lainnya” dan

(18)

menyeluruh dan mendalam saling berkaitan satu sama lainnya menjadi sistem-sistem”; dan (2) Bahwa model-model dari Geertz bersifat fleksibel, ilusif, dan

jauh dari sistem yang terstruktur secara kaku. Karena menurut Geertz, “ide-ide memberikan informasi kepada hubungan-hubungan politik, ekonomi, dan sosial di antara kelompok-kelompok dan individu-individu [yaitu struktur sosial]”.

Demikian halnya kebudayaan suku Tamil yang ada di Lubuk Pakam Deli Serdang setiap tahunnya ada melaksanakan upacara Pangguni Uttiram, Perayaan

Pangguni Uttiram merupakan perayaan religi Hindu Tamil yang berasal dari India Selatan (Tamil Nadu sekarang), yang di perkirakan oleh para ahli telah berlangsung lebih dari 2500 tahun yang lalu dan Ritual ini sudah berlangsung

sejak tahun 1880 M bersamaan dibangunnya Kuil Shri Thendayudabani oleh

orang-orang "Cettiaya" dari negara India, di Kota Lubuk Pakam. Namun acara

ritual sempat terhenti pada era Orde Baru, namun bangkit kembali pada tahun 1999. Pada perayaan ini disambut oleh mereka-mereka yang berbhakti kepada

Dewa Murugan (adik Dewa Ganesha/putra ke-dua Dewa Siwa dan ber ibu yang bernama Parwati) dengan nama lainnya, sebagai berikut : Subramaniam,

Kumaran, Skanda, Kartikageya, Vellen, Thendayuthapani, Arumugam, dan lain sebagainya.

Pangguni Uttiram di rayakan pada bulan Pangguni (bulan dalam kalender

Tamil) tepat pada saat bulan purnama yang jatuh pada bulan maret atau april pada penanggalan kalender masehi. Pada perayaan Pangguni Utiram ini yang paling

(19)

bunga, dedaunan, bulu merak), yang diangkat dan diletakkan diatas bahu kanan bagi yang melaksanakannya.

Nama Kavadi tergantung kepada kayu yang dihias tersebut misalnya; Wepelai Kavadi (Kavadi yang di hias dengan dedaunan atau daun mint), Puspam Kavadi (Kavadi yg dihiasi dengan bunga), Maiil Kavadi (Kavadi yang dihias

dengan bulu merak, Pall Kavadi (Kavadi susu), Panier Kavadi (Kavadi minyak wangi), Santanaam Kavadi (Kavadi Cendana ), Vell Kavadi (tombak hati) serta

pengangkatan Palle Kodam (susu yang diisi dalam belangga yang terbuat dari logam atau tanah liat yang di junjung atas kepala), kemudian susu tersebut dimandikan (Abhisegam) ke Archa Dewa Murugan.

Ritual penusukan anggota tubuh dengan Vell serta prosesi Kavadi harus dilakukan dipinggiran sungai, hal ini terkait dengan 5 unsur alam (api, air, tanah,

udara,eter) yang menjadi medium untuk masuk (trance) atau kekuatan Dewa Murugan ketubuh yang melaksanakan nazar tersebut. Para peserta nazar harus melaksanakan puasa selama 40 hari atau 21 hari tergantung kepada kesangupan

individu tersebut biasanya puasa yang dilakukan adalah puasa putih (hanya memakan nasi putih saja ) dan puasa amis atau makan vegetarian saja. para peseta nazar harus tinggal dikuil dan selama tinggal dikuil, pendeta akan mengikat

tangan kanan peserta nazar dengan Kangenam (benang yang telah dioleskan kunyit dan diikatkan kunyit pada benang tersebut ). Hal ini dilakukan agar peserta

nazar terbebas dari gangguan energi negatif.

Prosesi penusukan Vell kepada para peserta nazar dilakukan pada pagi hari, biasanya rombongan peserta nazar akan berangkat dari kuil bersama para

(20)

yang tidak jauh dari kuil. Para peserta nazar harus berjalan kaki tanpa menggunakan sandal kesungai. Sebelum prosesei penusukan harus dilakukan dulu

Puja kepada Dewa Ganesha untuk memohon perlindungan kemudian pemujaan kepada Dewa Murugan. Setelah itu pendeta akan membacakan mantera-mantera suci untuk meminta izin kepada Dewa Murugan, energi positif itu akan masuk

kedalam badan salah satu pendeta dan beliau akan naik di atas parang untuk merestui para peserta nazar dengan cara memakaikan Vibuthi atau abu suci di

dahi mereka.bagi mereka yang tidak direstui akan dilarang melakukan penusukan tersebut karena akan fatal akibatnya.

Ritual atau upacara Pangguni Uttiram dilakukan konon ceritanya Di masa

amat silam Rsi Agastya memerintahkan muridnya Idumban untuk memindahkan

dua buah bukit yang di sebut Siva Giri dan Shakti Giri milik keluarga Dewa

Murugan, ketempat kediaman Rsi Agastya, namun sayang rencana Idumban telah

terbaca oleh Dewa Murugan, dengan segera Dewa Murugan berubah wujud

seperti anak-anak dan berdiri diatas salah satu bukit.

Seketika itu juga Idumban mengangkat bukit tersebut ia merasakan

keberatan dan tidak sangup mengangkat bukit itu, ketika Idumban melirik ke atas

ia melihat seorang anak kecil (avatara) berdiri di atas bukit, dengan rasa rendah

hati Idumban meminta anak kecil itu turun dari bukit tersebut, namun dengan

nada lantang anak kecil itu menolak untuk turun dari bukit, oleh karena perasaan

dongkol dan terhina maka Idumban menjadi marah dan terjadi lah pertempuran

yang sangat hebat dengan anak kecil itu.

Akhir dari pertempuran itu dimenangkan oleh anak kecil itu kemudian

(21)

kecil merubah wujud KeDewataan-Nya, Ia berkata “saya bangga atas pengabdian

mu kepada guru mu dan mulai saat ini saya memberi penghormatan kepada mu

untuk menjadi pengawal saya di tempat saya berada”. Idumban berkata: “Oh dewa

murugan saya berjanji setia mengawal Mu”, kemudian Dewa Murugan berkata

”Untuk memperingati momen ini Bhakti saya akan membawa Kavadi untuk

persembahan kepada Saya”. Mulai saat itulah Pangguni Utiram bersama Kavadi

diperingati sebagai hari kemenangan. Jadi ritual ini merupakan serangkaian

upacara untuk menyambut kemenangan dan keselamatan (Siwa Kumar, Etnografi

ritual Pangguni Uttiram di lubuk Pakam, 2011).

Ritual Pangguni Uttiram mempunyai makna khusus bagi masyarakat suku

Tamil di Lubuk Pakam, oleh karena itu setiap tahun selalu diadakan ritual tersebut

antara bulan Maret dan April Tahun Masehi (Wawancara Narasumber dengan Ibu

Sinta di depan kuil Shri Thendayudhabani. Terletak di Jalan Sultan Hasanuddin, Pasar-3 Lubuk Pakam, Deli Serdang 2014).

Untuk mengetahui bagaimana ritual Panggunni Uttiram yang dilakukan

oleh suku Tamil yang ada di lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang maka perlu dilakukan penelitian, sebab penelitian ini nantinya akan menjelaskan latar belakang, tatacara, makna simbol-simbol, fungsi dan nilai. Berdasarkan rangakain

cerita di atas, maka peneliti tertarik ingin meneliti tentang “Ritual Pangguni

Uttiram Pada Komunitas Suku Tamil Di Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten

(22)

1.2. Rumusan Masalah

Perumusan masalah penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana tata cara pelaksanaan ritual Pangguni Uttiram di Lubuk

Pakam Kabupaten Deli Serdang pada waktu sebelum dan saat

kegiatan ritual Pangguni Uttiram ada serta setelah ritual tersebut

dilaksanakan, aturan dan media yang digunakan pada prosesi ritual

Pangguni Uttiram yang dilaksanakan oleh masyarakat suku Tamil di

Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang ?

2. Bagaimana peran lembaga Agama, adat dan Pemerintah Kabupaten Deli Serdang terhadapa eksistensi ritual Pangguni Uttiram yang

dilaksanakan oleh masyarakat suku Tamil di Lubuk Pakam ?

3. Apakah makna, simbol dan fungsi serta nilai-nilai budaya serta sosial

yang terdapat dalam ritual Pangguni Uttiram yang dilaksanakan oleh masyarakat suku Tamil di Lubuk Pakam ?

1.3.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menjelaskan tata cara pelaksanaan ritual Pangguni Uttiram di Lubuk

Pakam Kabupaten Deli Serdang pada waktu sebelum dan saat kegiatan

ritual Pangguni Uttiram serta setelah ritual tersebut dilaksanakan,

aturan dan media yang digunakan dalam ritual Pangguni Uttiram yang dilaksanakan oleh masyarakat suku Tamil yang berada di Kuil Shri

(23)

2. Menjelaskan peranan orang-orang yang terlibat secara teknis dan peran

Lembaga Agama, Lembaga Adat dan Pemerintah Kabupaten Deli

Serdang terhadap eksistensi ritual Pangguni Uttiram yang dilaksanakan

oleh masyarakat suku Tamil di Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang.

3. Menguraikan makna, simbol dan fungsi serta nilai-nilai budaya pada

ritual Pangguni Uttiram yang ada di Lubuk Pakam

1.4. .Manfaat Penelitian

Hasil penilitian ini diharapkan dapat bermanfaat :

1. Secara teoritis mampu mengembangkan khazanah intelektual dengan meletakkan penggunaan teori-teori antropologi sehingga dapat

memberikan nuansa yang positif tentang eksistensi suku Tamil dengan ritual Pangguni Uttiram

2. Secara Praktis memberikan sumbangan pemikiran untuk pembinaan, pengembangan potensi budaya dan kearifkan lokal serta eksistensinya dan kepada Pemerintah Kabupaten Deli Serdang khusunya Dinas Pariwisata

Kabupaten Deli Serdang sebagai salah satu nilai jual pariwisata budaya (Cultural tours).

3. Mengetahui potensi budaya masyarakat suku Tamil dalam melaksanakan

ritual Pangguni Uttiram sehingga dapat dibandingkan eksistensi pelaksanaannya di daerah-daerah lainnya.

(24)

BAB V

SIMPUL DAN SARAN

A. Simpulan

1. Tata cara ritual Pangguni Uttiram pelaksanaannya dilakukan dan dimulai dengan rangkaian doa – doa dan membakar sesaji di depan

omom (api) dan dilanjutkan dengan menaikan lambang atau bendera

(25)

Murgan akan memberikan keberkahan kepada seluruh umat yang belum sempat atau sibuk datang ke kuil maka dewa Murgan dengan kereta Kencana mengelilingi kota Lubuk Pakam dan memberikan restu dan berkah kepada siapa saja yang meminta kepadanya. Aktifitas masyarakat suku India Tamil Lubuk Pakam pada saat prosesi ritual Pangguni Uttiram tidak bersifat semu, namun dilaksanakan dengan kesadaran dan tanggung jawab sebagai anggota dan bahagian kelompok masyarakat yang berbudaya yang tersistematis dan terkoordinir dengan baik. Aktifitas masyarakat suku India Tamil dalam melaksanakan ritual Pangguni Uttiram mencerminkan proses interaksi sosial, dimana tindakan, perilaku dan sikap masyarakat sebelum, saat prosesi ritual dan setelah akhir kegiatan ritual Pangguni Uttiram konsisten melaksanakan tugasnya dengan pola kerja sistem gotong royong, dan hal ini masih dijumpai dalam kehidupan sehari-hari masyarakat suku India Tamil di Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang terutama dalam bidang – bidang sosial kemasyarakatan. 2. Eksistensi ritual Pangguni Uttiram yang dilaksanakan oleh masyarakat

(26)

3. Makna simbol, fungsi serta nilai-nilai budaya dan sosial dalam ritual Pangguni Uttiram yang dilaksanakan oleh masyarakat suku India Tamil di Kecamatan Lubuk Pakam menggambarkan pentingnya menjaga keseimbangan hubungan manusia dengan penguasa alam yang diwujudkan melalui serangkaian pendekatan nilai-nilai dan makna simbol yang tersirat melalui alat dan bahan pada ritual Pangguni Uttiram.

B. Impliklasi

1. Esensi ritual Pangguni Uttiram yang dilaksanakan oleh masyarakat suku India Tamil di Kecamatan Lubuk Pakam adalah bentuk perwujudan sebuah kepercayaan yang diyakini sebagai apresiasi terhadap eksitensi diri sebagai anggota suatu kelompok masyarakat. Aktifitas yang dilakukan oleh masyarakat suku India Tamil dalam ritual Pangguni Uttiram menggambarkan pentingnya menjaga keseimbangan hubuungan manusia dengan penguasa alam yang diwujudkan melalui serangkaian pendekatan nilai-nilai luhur yang tersirat dalam makna simbol yang digunakan serta menjadikannya sebagai bentuk kearifan lokal (local wisdom) dalam menjalani

kehidupan sehari-hari

(27)

Tamil yang dapat dipertahankan dan dikembangkan sebagai apresiasi nilai-nilai luhur bagi generasi selanjutnya.

3. Peran dan fungsi sosial dari pelaksanaan ritual Pangguni Uttiram dapat dijadikan motivasi bagi masyarakat suku India Tamil untuk menunjukan indenditas etnis dalam upaya menjaga eksistensi budaya India Tamil di Kabupaten Deli Serdang khususnya di Kota Lubuk Pakam dan terbentuknya pranata sosial, organisasi sosial dari tindakan sosial yang dilakukan anggota masyarakat dalam pelaksanaan ritual Pangguni Uttiram untuk peduli terhadap permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi dimasyarakat sekitarnya.

C. Saran

1. Diharapkan adanya penelitian lanjutan yang meneliti tentang bentuk kegiatan budaya yang beragama dari masyarakat suku india Tamil khususnya yang tinggal atau bermukim di Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang.

2. Adanya publikasi hasil penelitian dalam bentuk seminar atau pameran seni budaya masyarakat suku India Tamil dengan tujuan eksistensi dan pelestarian yang di prakarsai Lembaga adat atau perkumpulan Parishada Hindu Dharma Indonesia Kabupaten Deli Serdang.

(28)

4. Diharapkan perhatian dan pembinaan dari Pemerintah Kabupaten Deli Serdang khususnya dinas Pariwisata untuk lebih aktif menggali potensi budaya dalam konteks wisata budaya.

(29)

DAFTAR PUSTAKA

Agus, Bustanuddin, 2006. Agama Dalam Kehidupan Manusia; Pengantar Antropologi Agama Jakarta :Grafindo Persada.

Al-Bary, M.Dahlan Yakub. 2000. Kamus Sosiologi Antropologi. Surabaya : Indah Astutik, Juli. 2003. Makna Ritual Upacara Kasada dalam Perspektif Antropologi. Malang: L.Kis.

Azhari, Hasan. 2015. Ritual Tarung Naga : Suatu Kajian Antropologis dalam adat perkawinan Suku Banjar di Desa Sungai Ular Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Tesis tidak diterbitkan. Medan.: Program Pascasarjana

Unimed.

Barth, Fedrik. 1988. Kelompok Etnik dan Batasannya, Jakarta : UI Press

Chair, Abdul,2011. 1988. Ritual Kenduri Dalam Tradisi Suku Melayu di Percut Studi Antropologi. Tesis tidak diterbitkan . Medan : Program Pascasarjana Unimed

Dillistone, F.W. 1986. The Power of Symbols. Alih Bahasa. A. Widyamartaya. 2002. Yogjakarta. Kanisius.

Dhavavony, Mariasusai. 1995. Fenomenalogi Agama. Jogyakarta : Kanisius Fathoni, H. Abdurrahmat. 2006. Antropologi Budaya suatu Pengantar. Jakarta : Rieneka Cipta.

Geertz Clifford. 1974. The Interprettion of Cultures. Alih Bahasa. Fransisco Budi Hardiman. Yogjakarta : Kanisius.

(30)

Ihromi, T.O. Pokok-Pokok Antropologi Budaya : Jakarta , Yayasan Obor Indonesia.

Kaplan, David dan Albert A.Manners. 2000. The Theory of culture. Alih Bahasa. Landung Simatupang. Yogjakarta : Pustaka Pelajar.

Koentjaraningrat, 1997. Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta : Gramedia. , 1992. Sejarah Teori Antropologi II . Jakarta : UI Press , 2000. Sejarah Teori Antropologi I . Jakarta : UI Press , 1981. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta : Dian Rakyat

, 1993.Ritus Peralihan di Indonesia .Jakarta : Balai Pustaka

, Sistem religi dan teori- teorinya dalam ilmu Antropologi : Universitas

Kuntjara, Esther.2006. Penelitian Kebudayaan Sebuah Panduan Praktis. Yogjakarta : Graha Ilmu

Kobalen, A.S. 2004. Idealnya Sebuah Perkawinan Hindu Tamil. Edisi Pertama, Cetakan I. Jakarta : Pustaka Mitra Jaya

Lubis, Zulkifli. 2005. Kajian Awal Tentang Komunitas Tamil Punjabi di Medan, USU. Medan.

Luckman Sinar B, Tuanku. 2008. Orang India Di Sumatera Utara. Medan. Penerbit Forkala Sumut.

Moleong, Lexy. J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. : Remaja Rosda Karya.

Monoghan, Jhon dan Peter Just. 2008. Antropologi Sosial dan Budaya Suatu Pengantar Singkat. Medan : Bina Media Perintis.

(31)

Pals Daniel L, 1995. Seven Theories of Religion, Alih Bahasa Indonesia. Inyiak Ridwan Muzir, M. Syukri. Yogjakarta : IRCiSod.

Poerwadarnita, WJS.1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Rambe, Tappil. 2011. Upacara Jamu Laut : Studi Terhadap Masyarakat Melayu Nelayan di desa Jaring Halus Pulau Beting Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Tesis tidak diterbitkan. Medan : Program Pascasarjana Unimed

Gambar

Tabel 1. Luas Wilayah Kabupaten Deli Serdang ..................................

Referensi

Dokumen terkait

The contributions of this study are threefold: (1) to develop a spatial-temporal classification framework to discriminate crops using a sequence of multitemporal TerraSAR-X images,

Throughout our analysis, a constant false alarm rate (CFAR) detection model is applied to characterize the background clutter and discriminate ship targets based on the

[r]

The resulting map allows the estimation of three distinct types of coral cover (field, patches, spurs and grooves); the differentiation of sand, rubble and rock substrate; and

00 00 01 009 Penyediaan Jasa Perbaikan Peralatan Kerja Tersedianya jasa perbaikan peralatan kerja Dinas Kehutanan dan Perkebunan. 1 Tahun Terwujudnya perawatan peralatan kerja

Applications to derive maritime value added products like oil spill and ship detection based on remote sensing SAR image data are being developed and integrated at the

Untuk era globalisasi sekarang ini kata-kata internet bukan merupakan kata yang asing lagi.karena telah banyak orang yang mengenalnya,dan bahkan sering di gunakan sebagai

Kegiatan pendahuluan bertujuan untuk menciptakan suasana awal pembelajaran yang efektif yang memungkinkan siswa dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Sebagai contoh