commit to user
PERSEPSI IKLAN POLITIK PADA PEMILIH PEMULA
(Studi Deskriptif Kualitatif Persepsi Pemilih Pemula Terhadap Iklan Politik Kampanye Pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Pada Pemilu
2009 di Media Televisi)
Oleh:
Diajeng Triastari
D0203056
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi
Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jurusan Ilmu Komunikasi
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user PERSETUJUAN
Skripsi ini disetujui/dipertahankan di depan Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, 24 Januari 2011 Pembimbing
commit to user
PENGESAHAN
Skripsi ini telah diuji dan disahkan oleh Panitia Ujian Skripsi
Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Hari :
Tanggal :
Panitia Ujian Skripsi
1. Ketua : Drs. Surisno Satrio Utomo, M.Si
(………)
NIP. 19500926 198503 1 001
2. Sekretaris : Tanti Hermawati, S.Sos, M.Si
(………)
NIP. 19690207 199512 2 001
3. Penguji : Drs. Alexius Ibnu Muridjal, M. Si
(………)
NIP. 19510717 198303 1 001
Mengetahui
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
commit to user
MOTTO
commit to user
KATA PENGANTAR
Segala ketundukan dan pengabdian tertinggi hanya kepada Alloh SWT.
Saya bersyukur kepada-Nya karena masih diberikan berbagai nikmat. Salah satu
wujud nikmat yang diberikan pada saya adalah selesainya penyusunan skripsi ini.
Saya sangat berharap mudah-mudahan skripsi ini bermanfaat bagi pihak-pihak
yang menghendaki kebenaran.
Dalam proses penyusunan ini saya telah dibantu oleh beberapa orang dan
lembaga. Untuk itu saya ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
berjasa membantu peneliti dalam menyusun skripsi ini. Pihak-pihak tersebut
antara lain :
1. Drs. Supriyadi SN, SU, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sebelas Maret.
2. Dra. Prahastiwi Utari, M. Si, Ph D, selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret
3. Drs. Alexius Ibnu M., M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah
membantu mengarahkan peneliti pada logika keilmuan, kaedah penelitian
dan kaedah penulisan ilmiah.
4. Semua dosen Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik UNS, terima kasih atas ilmau dan pengetahuan yang diberikan.
5. Semua rekan-rekan yang bersedia berpartisipasi menjadi responden.
commit to user
7. Seluruh rekan-rekan Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik UNS, terutama angkatan 2003.
8. Seluruh karyawan dan karyawati Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
UNS yang telah membantu dalam melengkapi administrasi.
9. Semua pihak yang ikut membantu penulis namun tidak harus tertulis di
sini melainkan dalam ingatan.
Terima kasih.
Surakarta, 24 Januari 2011 Penulis,
commit to user DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
LEMBAR PERSETUJUAN ...ii
LEMBAR PENGESAHAN...iii
MOTTO...iv
KATA PENGANTAR...v
PERSEMBAHAN ...vi
DAFTAR ISI ...vii
DAFTAR TABEL...ix
ABSTRAK ...x
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG... 1
B. RUMUSAN MASALAH...8
C. TUJUAN PENELITIAN...8
D. MANFAAT PENELITIAN...8
E. KERANGKA PEMIKIRAN DAN KAJIAN PUSTAKA 1. Komunikasi ...11
2. Komunikasi Politik ...15
3. Televisi Sebagai Media Massa dan Pengaruhnya...18
4. Iklan Politik Televisi...20
5. Persepsi...24
commit to user F. METODOLOGI PENELITIAN
1. Jenis Penelitian...30
2. Lokasi Penelitian...31
3. Sumber dan Jenis Data...32
4. Teknik Pengumpulan Data ...32
5. Analisa Data ...34
BAB II PROFIL CALON PRESIDEN - WAKIL PRESIDEN, DAN DESKRIPSI KOTA SURAKARTA. A. Profil Megawati Soekarnoputri – Prabowo Subianto (Mega-Pro)...37
B. Profil Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono (SBY-Boediono) ...48
C. Profil Pasangan Jusuf Kalla Dan Wiranto (JK-WIN)...59
D. Deskripsi Kota Surakarta...71
BAB III PENYAJIAN DATA A. Kategorisasi Penyampaian Pesan Iklan Politik di Televisi Tiap Kandidat Pemilu 2009...74
B. Deskripsi Responden...79
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Persepsi Pemilih Pemula Terhadap Tiap Iklan Politik Capres dan Cawapres Pemilu 2009...88
1. Iklan Politik Mega-Prabowo ( Iklan Negatif Bersifat Menyerang)..91
commit to user
3. Iklan Jusuf Kalla dan Wiranto (Iklan Positif Testimonial Kepositifan
Kandidat)... 105
B. Persepsi Pemilih Pemula Mengenai Pengaruh Iklan Politik...108
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ...115
B. Saran...116
DAFTAR PUSTAKA ...106
commit to user DAFTAR TABEL
Tabel 1. Persepsi Terhadap Iklan Politik Capres dan Cawapres Pemilu 2009...90
commit to user ABSTRAK
Diajeng Triastari, D0203056, Persepsi Iklan Politik Pada Pemilih Pemula (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Persepsi Pemilih Pemula Terhadap Iklan Politik Kampanye Pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Pada Pemilu 2009 di Media Televisi)
Kampanye politik di Indonesia telah berkembang seiring dengan bertambah majunya teknologi dan perubahan sistem pemilihan secara langsung. Sistem pemilihan langsung (Pemilu) membuat persaingan antar kandidat politik semakin ketat. Pengerahan massa yang biasa menjadi agenda dalam berkampanye, sekarang berkembang dengan perang iklan politik pun marak terlihat di media televisi selama masa kampanye berlangsung. Partai, calon legislatif, calon presiden-wakil presiden atau pun kepala daerah kini mengandalkan pemuatan iklan di televisi. Iklan politik di media televisi dianggap sebagai sarana yang efektif untuk meraup suara masyarakat.
Fenomena iklan politik di media televisi Indonesia berawal pada pemilu tahun 1999. Berbeda dengan iklan politik di Amerika, dimana iklan yang menyerang lawan politik (negatif) sudah menjadi hal biasa, iklan-iklan politik di Indonesia berisi konten-konten yang santun (positif). Hal ini erat kaitannya dengan kultur masyarakat Indonesia yang bersifat santun, membicarakan tentang keburukan orang lain merupakan hal yang tabu. Namun seiring ketatnya persaingan, pada pemilu calon presiden-wakil presiden tahun 2009, mulai muncul adanya iklan politik yang bersifat menyerang lawan politik lain.
Dengan latar belakang permasalahan tersebut, peneliti bermaksud mencari tahu bagaimana persepsi masyarakat di kota Surakarta khususnya pemilih pemula terhadap iklan politik. Iklan politik yang dibahas disini adalah iklan politik yang bersifat positif dan negatif. Dari tiga kandidat pasangan calon presiden-wakil presiden Pemilu 2009, peneliti mengambil iklan Megawati-Prabowo (iklan negatif) versi “Pro Keluarga Pro Rakyat”, iklan SBY-Boediono (iklan positif) Versi “Dari Rakyat Untuk Rakyat”, iklan JK-Wiranto (Iklan Positif) versi “Kepositifan JK”. Teknik pengumpulan data penelitian ini menggunakan teknik wawancara (interview).
commit to user ABSTRACT
Diajeng Triastari, D0203056, Young Voter Perception of Political Ads
(Young Voters Perceptions Toward Political Ad Campaign of President and Vice-Presidential Candidates In the 2009 elections in the Media Television: A Descriptive Qualitative Study)
Political campaingn in Indonesia has grown along with the increasing of technology and changes in the electoral system. With the direct system of election, competition among political candidates is getting tighter. Deployment of the masses that usually seen on the campaign, now grown with wars of political ads on the television during the campaign period lasted. Parties, legislative candidates, presidential-vicepresidential candidate, or even head area now rely on television advertising. Political advertising on television is considered as an effective means to collect the public vote.
The phenomenon of political advertising in Indonesian television began in the 1999 election. Unlike political ads in America, where political ads that attack the opponent (negative) have become commonplace, the political ads in Indonesia has a polite content (postive). This is closely related to the culture of Indonesian people, it is a taboo to talk about others negative things. But within the tense competition, thelate elections in presidential-vice presidential candidate in 2009, began to show the existence of political ads that are attacking other political opponents (negative ads).
In this case, the researcher would like to find out the young voter’s perception about political ads at Surakarta. The type of political ads that discussed in here are negative and positive ads. From the three candidates of president-vice president of 2009 election, researcher took Megawati-Prabowo’s negative ads “Pro Keluarga Pro Rakyat”, SBY-Boediono’s positive ads “Dari Rakyat Untuk Rakyat”, and JK-Wiranto positive ads “Kepositifan JK” as the object of the research. The data collection technique of this research was interview.
commit to user BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pasca jatuhnya pemerintahan orde baru pada pertengahan 1998
bermunculan banyak partai politik baru, masa itu sering disebut sebagai era
multipartai. Ini merupakan hasil dari terbukanya keran kebebasan untuk
menyampaikan pendapat maupun berorganisasi politik bagi rakyat Indonesia.
Masyarakat yang pada masa orde baru terbatasi ruang ekspresi politiknya
mengekspresikan euforianya dengan berbondong-bondong mendirikan partai
politik dengan berbagai asas dan ideologi yang diusung.
Tercatat, terdapat puluhan partai politik yang dinyatakan lolos verifikasi
KPU dan berhak mengikuti Pemilu: 48 parpol pada Pemilu 1999, 24 parpol pada
Pemilu 2004, dan 43 parpol pada Pemilu 2009 ditambah dengan 5 parpol lokal
Aceh. Berbagai macam bentuk komunikasi politik (kampanye) dilakukan oleh
parpol-parpol demi mendapatkan suara dari para pemilih. Dari rapat umum, dialog
interaktif, penyebaran kepada umum dan/atau penempelan di tempat umum
berupa bahan kampanye berupa selebaran, stiker, topi, barang-barang cinderamata
buku, korek api, makanan atau minuman kemasan dengan logo, gambar dan atau
slogan peserta pemilihan umum, hingga peliputan berita media massa cetak dan
elektronik.
Semenjak Pemilu 1999, 2004 dan 2009 ada perubahan menarik
commit to user
yaitu kampanye yang lebih banyak menonjolkan individu calon dari partai politik
tersebut melalui media massa. Perkembangan baru dalam proses Pemilihan
Umum dan berdirinya banyak partai politik di Indonesia telah mendorong
kompetisi yang semakin tajam. Pemilih yang sebelumnya hanya perlu memilih
partai politik saja, sekarang harus memilih sendiri individu calon legislatif pusat
dan daerah, anggota DPD serta pemilihan presiden-wakil presiden pilihan mereka.
Ada satu saran yang diucapkan oleh politisi kawakan dari Amerika dalam
hal terjun ke bidang politik, yaitu get known first, before you go politics. Karena
dengan dikenal oleh masyarakat, kemungkinan untuk memperoleh suara tentu
akan lebih terjamin. Pemasangan iklan politik pada media massa khususnya
televisi adalah salah satu cara yang mudah untuk memperkenalkan diri pada
masyarakat. Iklan televisi memiliki cakupan, jangkauan dan repetisi yang tinggi
yang dapat menampilkan pesan multimedia (suara, gambar, dan animasi) yang
dapat mempertajam ingatan (Suyanto, 2005: 5).
Kampanye dengan media massa tidak lah murah. Pemilihan Presiden
Amerika 2008 tercatat menghabiskan biaya iklan paling besar dalam sejarah
Amerika: 43 persen lebih besar dibandingkan iklan politik 2004. Diperkirakan
seluruh kontestan, secara kumulatif, telah menghabiskan dana sebesar US$ 4,5
miliar untuk kampanye politik. Media televisi adalah media yang paling laris
digunakan. Sekitar 51,3 persen dari total biaya iklan disedot oleh televisi.
Demikian data yang dirilis oleh PQ Media dari Stamford, Connecticut. Sedangkan
di Indonesia, Dewan Pers memperkirakan, pendapatan iklan kampanye pemilihan
commit to user
mencapai Rp 3 triliun. "Hitungan kasar omzet iklan sudah mencapai Rp 3 triliun
merupakan penerimaan media elektronik seperti televisi dan media cetak
nasional," kata Wakil Ketua Dewan Pers Leo Batubara di Jakarta
Di masa demokrasi modern sekarang ini, meski menyebabkan biaya
berkampanye menjadi sangat mahal, pelaku politik rela memasang iklan politik di
media massa karena dianggap sebagai strategi yang paling efektif. Denny J.A
(2009: 3), selaku direktur Lingkar Survey Indonesia (LSI), sebuah lembaga yang
menjadi konsultan marketing politik kandidat dari berbagai pemilihan langsung
para pejabat publik, mulai dari presiden, gubernur hingga bupati di Indonesia,
memiliki pendapat mengenai gejala tren kampanye masa kini, yaitu :
Pertama, demokrasi meletakkan kekuasaan di tangan rakyat, bukan pada
segelintir elite. Oleh karena itu, untuk mendapatkan kekuasaan, setiap politisi
harus menemui rakyat. Semakin banyak rakyat yang harus dijangkau dan
diyakinkan, akan semakin mahal biaya yang harus dikeluarkan. Kedua, media
televisi sudah berkembang sedemikian rupa dan menjangkau hampir setiap rumah
tangga warga negara. Dengan demikian, iklan politik di televisi menjadi sangat
efektif sebagai cara untuk menjangkau rakyat pemilih. Bagi para pengelola
televisi, iklan-iklan politik para kandidat itu kemudian diperlakukan sama dengan
iklan-iklan komersial yang hitungan bayarannya dihitung berdasarkan durasi yang
dipakai dan waktu tayang. Ketiga, di dalam demokrasi, hanya model persuasif
yang diizinkan digunakan untuk menjaring pemilih dan bukan model intimidasi
serta pemaksaan kehendak. Untuk bisa terpilih, seorang kandidat sangat
commit to user
dilibatkanlah para konsultan untuk merumuskan strategi persuasif yang akan
dijalankan, mulai dari ahli marketing, ideolog, penulis pidato, ahli statistik sampai
perancang busana. Dan honor para konsultan ini juga sangat mahal.
Salah satu strategi taktik kampanye yang banyak dijalankan beberapa
tahun terakhir ini adalah taktik deliberate priming (Farrel, Kolodny, Medvic,
2001). Dalam taktik ini, para konsultan atau electioneer pada intinya melakukan
tiga hal utama. Pertama, menentukan isu-isu yang dinilai penting oleh segmen
pemilih (biasanya berdasar jajak pendapat). Kedua, membuat analisis penentuan
isu yang paling menguntungkan individu kontestan dan mengabaikan isu-isu
persoalan lain (meskipun dalam platform partai itu merupakan isu sentral). Ketiga,
merekayasa citra kontestan sesuai isu persoalan yang dipilih, merancang pesan
dan simbol yang diperlukan, serta merencanakan pemanfaatan media, semuanya
diusahakan agar calon pemilih terfokus pada isu yang telah dilekatkan pada
kontestan.
Penjelasan lebih mudahnya, dalam menjalankan taktik kampanye pada
iklan politik televisi, kandidat atau partai politik melalui konsultannya lah yang
memutuskan bagaimana pesan multimedia atau bagaimana mereka ingin
ditampilkan di hadapan pemilih. Lihat saja contoh iklan politik partai Demokrat
yang mencalonkan kembali SBY sebagai presiden 2009-2014 versi kampus 31,
mereka menyampaikan pesan politik berupa kinerja kepemerintahan SBY secara
indeksial. Data-data mengenai keberhasilan program pemerintahan SBY
commit to user
Di pihak lain, iklan politik partai Gerindra menggunakan strategi
menyampaikan isu dengan narasi simbolik yang dibacakan oleh Prabowo
Subianto sendiri selaku ketua partai yang juga dicalonkan sebagai presiden
2009-2014. Dengan gambaran sebuah kapal nelayan menabrak ombak dengan layar
berlogo burung garuda kuning; seorang anak membaca buku di tengah ladang lalu
menatap langit dengan harap; para pedagang pasar bekerja dengan semangat;
sebuah suara pelan wanita lalu meninggi mengatakan ”Gerindra… Gerindra…
Gerindra” mengiringi para petani yang sedang bekerja merupakan bagian adegan
yang dapat ditemukan dalam seri iklan politik Gerindra.
Iklan politik mempunyai tanda berbentuk bahasa verbal dan visual,
merujuk pada teks iklan politik dan penyajian visualnya (simbol) yang berfungsi
mendukung peran teks iklan politik. Narasi simbolik Gerindra bermain dengan
ranah emosi. Sedangkan iklan Demokrat fakta-fakta dengan data. Peter Bynum
(1992), konsultan politik dari Partai Demokrat di AS, mengatakan, iklan politik
yang bernarasi dengan emosionalitas lebih menarik ketimbang fakta yang
disajikan secara gamblang. Survei LSI sejalan dengan pernyataan Bynum. Data
survei periode November 2008 menunjukkan, tingkat awareness publik terhadap
iklan Gerindra (62 persen) lebih tinggi dibandingkan PD (61 persen). Dari sisi
ingatan publik terhadap iklan politik, Gerindra (51 persen) juga lebih unggul dari
PD (42 persen)—menurut survei LSI Oktober 2008. (Faisal, Kompas 4 Februari
2009).
Anthony Downs (1957), penggagas rational choice theory, menyatakan,
commit to user
miliki tentang kandidat, tetapi juga dipengaruhi kapasitas masyarakat untuk
mengolah informasi itu (contextual knowledge). Mayoritas masyarakat Indonesia
sendiri belum memiliki contextual knowledge yang baik tentang politik. Alhasil,
informasi politik yang gamblang belum tentu bisa dicerna oleh publik.
Pada Pemilihan Umum tahun 2009 di Indonesia, tiga pasangan kandidat
bertarung untuk memperoleh posisi presiden dan wakil presiden periode
2009-2014. Tiap pasangan turut berlomba-lomba mengkampanyekan diri
menyampaikan pesan-pesan politik melalui iklan di televisi. Komunikasi politik
yang mereka lakukan kepada pemilih, bagaimana pemilih menerima pesan politik
yang disampaikan pada iklan-iklan tersebut, penting untuk dikaji. Tujuan iklan
adalah mempersuasi penonton, persuasi dalam iklan politik televisi bertujuan agar
penonton memilih peserta politik sebegai pemenang suatu pemilihan tertentu.
Kesuksesan iklan politik tentunya harus didukung oleh tampilan visual dan konten
yang menarik. Berbagai iklan politik dengan tampilan visual yang berbeda-beda
dari peserta politik menimbulkan berbagai persepsi yang berbeda pula pada tiap
individu yang menonton. Bahkan iklan dengan tampilan visual yang sama, belum
tentu dipersepsi sama antara satu individu dengan individu lain.
Di dalam proses persepsi, individu dituntut untuk memberikan penilaian
terhadap suatu obyek yang dapat bersifat positif/negatif, senang atau tidak senang
dan sebagainya. Dengan adanya persepsi maka akan terbentuk sikap, yaitu suatu
kecenderungan yang stabil untuk berlaku atau bertindak secara tertentu di dalam
situasi yang tertentu pula (Polak, 1976). Istilah persepsi adalah suatu proses
commit to user
menginterpretasikan sesuatu berdasarkan informasi yang ditampilkan dari sumber
lain (yang dipersepsi). Persepsi yang terjadi pada individu bisa berbeda antara satu
sama lain karena berbagi faktor seperti latar belakang, tingkat pendidikan dan lain
sebagainya.
Dengan maraknya iklan politik di televisi sebagai strategi kampanye
politik, peneliti kemudian tertarik untuk meneliti tentang persepsi pemilih
terhadap tampilan visual iklan kampanye politik di televisi calon presiden dan
wakil presiden pada pemilu 2009. Dikatakan sebelumnya mayoritas masyarakat
Indonesia belum sepenuhnya memiliki kemampuan untuk mencerna informasi
politik. Dan penelitian ini akan mengkhususkan pada pemilih pemula yang
umumnya memiliki usia 17-22 tahun. Berdasarkan proyeksi dari data populasi
penduduk Badan Pusat Statistik tahun 2005, jumlah penduduk muda (usia di
bawah 40 tahun) sekitar 95,7 juta jiwa pada tahun 2009. Dan suara kelompok
pemilih pemula (usia 17-22 tahun) mencakup 36 juta suara atau sekitar 19 persen
dari jumlah penduduk kategori pemilih. Potensi suara pemilih pemula patut
dipertimbangkan untuk dibidik oleh para kandidat pada Pemilu 2009.
Alasan mengapa peneliti memilih pemilih pemula karena kelompok
pemilih pemula umumnya belum memiliki pengalaman politik yang cukup dan
keterikatan terhadap partai politik tertentu yang kemudian membuka peluang yang
sangat besar untuk dirangkul kandidat mana pun. Selain itu, penelitian
menemukan bahwa pemilih yang memiliki ketertarikan dan keterlibatan yang
kurang terhadap kampanye politik, telah menjadikan iklan politik sebagai sumber
commit to user
diharapkan dapat menjadi pengetahuan ilmiah yang bersifat awal yang dapat
dikonfirmasi atau diintegrasikan ke dalam penelitian lain demi kesimpulan yang
lebih valid.
B. Perumusan Masalah
Bagaimana Persepsi Pemilih Pemula Terhadap Iklan Politik Kampanye
Pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Pada Pemilu 2009 di
Media Televisi?
C. Tujuan Penelitian
Untuk Mengetahui Bagaimana Persepsi Pemilih Pemula Terhadap Iklan
Politik Kampanye Pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Pada
Pemilu 2009 di Media Televisi.
D. Manfaat Penelitian
1. Tercapainya tujuan penelitian diatas akan memberikan penjelasan tambahan
mengenai fenomena iklan politik dan pengaruhnya terhadap persepsi
masyarakat.
2. Penelitian ini akan memperkaya kajian ilmu komunikasi dalam tataran studi
commit to user E. Kerangka pemikiran dan Kajian Pustaka
Keuntungan utama memasang iklan politik melalui televisi adalah
kemampuannya dalam membangun citra kepada masyarakat luas. Sebagaimana
iklan umumnya, iklan politik bertujuan menciptakan citra serba positif tentang apa
yang akan dipasarkan kepada konsumen, dalam hal ini yang ditawarkan adalah
kandidat politik kepada rakyat pemilih. Dengan asumsi bahwa melalui pencitraan
yang baik, pemilih akan terpikat dan tertarik untuk memilih mereka. Di era
perpolitikan modern dimana memasang iklan politik di media massa telah
dianggap sebagai suatu strategi yang efektif, sang calon “menjual” dirinya kepada
publik agar publik mengenal siapa sosok dirinya. Iklan politik juga bertujuan agar
rakyat mengetahui dan mempercayai visi dan misi kandidat dalam memajukan
negara.
Tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden yang bertanding pada
pemilu 2009 adalah pasangan Megawati-prabowo, SBY-Boediono dan
JK-Wiranto. Selama masa kampanye, mereka berlomba-lomba mempromosikan diri
mereka kepada masyarakat khususnya calon pemilih melalui iklan politik di
televisi. Kampanye politik megawati-prabowo mengangkat tema tentang ekonomi
kerakyatan, tampilan visual iklan politik mereka cenderung tertuju pada golongan
masyarakat menengah ke bawah dan menyerang lawan politik yang sedang
memimpin pemerintahan. SBY-Boediono mengambil tema tentang
kepemerintahan yang bersih, mereka condong memvisualisasikan citra diri yang
commit to user
memberikan informasi tentang visi dan misi ke depan dengan tema kemandirian
ekonomi.
Upaya yang mereka lakukan merupakan bentuk komunikasi sebagaimana
diungkapkan oleh Laswell, bahwa komunikasi manusia ialah komunikasi yang
mengisyaratkan penyampaian pesan searah dari seseorang (atau suatu lembaga)
kepada seseorang (sekelompok orang) baik secara langsung maupun melalui
media seperti surat kabar , majalah, radio.
Laswell juga menyebutkan, komunikasi adalah proses penyampaian pesan
oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek.
Bentuk komunikasi melalui iklan politik di media televisi salah satu cara tercepat
dalam memperkenalkan kandidat kepada masyarakat. Televisi merupakan media
yang paling luas dan cepat penyebarannya. Dalam penyajiannya, iklan televisi
memiliki unsur gambar, gerak dan suara yang dipadukan menjadi satu. Kesatuan
tersebut begitu tersampaikan kapada masyarakat tentu akan menimbulkan sebuah
persepsi.
Persepsi merupakan proses psikologis dalam penerimaan dan pemaknaan
pesan. Dalam konteks komunikasi massa, persepsi menentukan pemahaman
khalayak terhadap pesan-pesan media massa, termasuk iklan kampanye politik
yang disiarkan melalui televisi. Pemahaman ini dapat dipengaruhi oleh banyak
faktor yang pada gilirannya dapat mempengaruhi keyakinan-keyakinan, pendapat
dan sikap-sikap si pemilih terhadap kandidat.
Pemilih khususnya pemilih pemula merupakan target yang dapat dirangkul
commit to user
Pemilih pemula adalah pemilih yang baru pertama kali memiliki hak untuk
berpartisipasi dalam suatu Pemilihan Umum. Kurangnya pengalaman mereka
dalam partisipasi politik diyakini menjadikan iklan politik sebagai sumber
informasi yang paling mudah untuk mereka terima.
Dari hasil pemikiran diatas, penelitian ini akan mengkaji tentang
bagaimana persepsi pemilih pemula di kota surakarta terhadap iklan politik
kampanye pasangan calon presiden dan calon wakil presiden pada pemilu 2009 di
media televisi. Menggali persepsi pemilih pemula terhadap satu iklan politik yang
sama dari masing-masing pasangan kandidat. Namun sebelumnya berikut kajian
pustaka yang akan digunakan dalam penelitian :
1. Komunikasi
Istilah komunikasi berasal dari perkataan latin communis yang berarti
membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau
lebih. Komunikasi juga berasal dari akar kata dalam bahasa latin Communicare
yang mempunyai arti berpartisipasi atau memberitahukan. Komunikasi menurut
Lexicographer (ahli kamus bahasa), menunjuk pada suatu upaya yang bertujuan
berbagi untuk mencapai kebersamaan.
Manusia sebagai pribadi maupun makhluk sosial akan saling
berkomunikasi dan mempengaruhi satu sama lain dalam hubungan yang beraneka
ragam dengan cara dan gaya yang berbeda pula.
Carl I Hoveland (Sumarno, 1989: 7), seorang ahli ilmu jiwa pada yale
commit to user
“ Communication is the process by which an individual transmit stimuli
(usually verbal symbols) to modify the behavior of another individuals”.
Dalam definisi ini tampak bahwa komunikasi itu sebagai suatu proses
menstimulasi dari seorang individu terhadap individu lain dengan menggunakan
lambang-lambang yang berarti (biasanya dengan lambang bahasa) untuk
mengubah tingkah laku.
Menurut Onong Uchyana Effendy (Effendy, 1992: 5), definisi komunikasi
adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk
memberitahu atau mengubah sikap, pendapat atau perilaku, baik langsung secara
lisan maupun tidak langsung melalui media.
Melalui definisi tersebut tersimpul tujuan komunikasi yaitu
memberitahukan atau mengubah sikap (attitude), pendapat (opinion) atau perilaku
(behaviour). Dengan kata lain, dari komunikasi yang dilakukan tersebut
diharapkan terjadi tanggapan berupa efek yang akan terjadi.
Sebuah definisi singkat dibuat oleh Harold D. Lasswell (Cangara, 2007:
19) bahwa cara yang tepat untuk menerangkan suatu tindakan komunikasi ialah
menjawab pertanyaan “Siapa yang menyampaikan, apa yang disampaikan,
melalui saluran apa, kepada siapa dan apa pengaruhnya”.
Dari skema di bawah, dapat dilihat bahwa komunikasi merupakan suatu
proses yang berawal dari adanya pesan yang disampaikan oleh sumber melalui
saluran (media/channel) yang diarahkan kepada penerima dengan harapan
commit to user
Berikut model komunikasi yang dikemukakan oleh Laswell tersebut :
( I ) : Sumber sering disebut juga sebagai pengirim, penyandi, komunikator,
atau pembicara.
( II ) : apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima pesan
merupakan seperangkat simbol verbal dan non verbal yang mewakili
perasaan, nilai, gagasan.
( III ) : saluran atau media yaitu alat atau wahana yang digunakan sumber
untuk menyampaikan pesannya kepada penerima saluran boleh jadi
pesan yang disampaikan dalam bentuk saluran verbal atau saluran non
verbal.
( IV ) : penerima sering juga disebut sebagai sasaran atau tujuan.
( V ) : efek yaitu apa yang terjadi pada penerima setelah dia menerima pesan
tersebut.
Adapun karakteristik dari komunikasi itu sendiri adalah (Fajar, 2009:
33-34) :
a. Komunikasi suatu proses
Komunikasi sebagai proses artinya bahwa komunikasi merupakan
commit to user
berkaitan satu sama lainnya dalam kurun waktu tertentu. Proses
komunikasi melibatkan banyak faktor atau unsur. Faktor atau unsur
yang dimaksud antara lain dapat mencakup pelaku atau peserta, pesan
(meliputi bentuk isi, dan cara penyampaiannya), saluran atau alat yang
dipergunakan untuk menyampaikan pesan, waktu, tempat, hasil atau
akibat yang terjadi.
b. Komunikasi adalah upaya yang disengaja atau mempunyai tujuan
Komunikasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar,
disengaja serta sesuai dengan tujuan atau keinginan dari pelakunya.
Pengertian sadar disini menunjukkan bahwa kegiatan komunikasi yang
dilakukan seseorang sepenuhnya berada dalam kondisi mental
psikologis yang terkendalikan bukan dalam keadaan mimpi. Disengaja
maksudnya bahwa komunikasi yang dilakukan memang sesuai dengan
kemauan dari pelakunya sementara tujuan menunjuk pada hasil atau
akibat yang ingin dicapai.
c. Komunikasi menurut adanya partisipasi dan kerjasama dari para
pelaku yang terlibat
Kegiatan komunikasi akan berlangsung dengan baik bila
pihak-pihak yang berkomunikasi (dua orang atau lebih) sama-sama ikut
terlibat dan sama-sama memiliki perhatian yang sama terhadap topik
pesan yang dikomunikasikan.
commit to user
Komunikasi pada dasarnya merupakan tindakan yang dilakukan
dengan menggunakan lambang-lambang, misal: bahasa.
e. Komunikasi bersifat transaksional
Komunikasi pada dasarnya menuntut dua tindakan: memberi dan
menerima. Dua tindakan tersebut tentunya perlu dilakukan secara
seimbang atau proporsional oleh masing-masing pelaku yang terlibat
dalam komunikasi.
f. Komunikasi menembus faktor ruang dan waktu
Komunikasi menembus faktor ruang dan waktu maksudnya bahwa
para peserta atau pelaku yang terlibat dalam komunikasi tidak harus
hadir pada waktu serta tempat yang sama. Dengan adanya berbagai
produk teknologi komunikasi seperti telepon, faksimili, teleks dan
lain-lain, kedua faktor tersebut (waktu dan ruang) bukan lagi menjadi
persoalan dan hambatan dalam berkomunikasi.
2. Komunikasi Politik
Untuk memahami “komunikasi politik”, harus diperhatikan terlebih dahulu
pengertian-pengertian yang terkandung di dalam kedua perkataan tersebut, yaitu
“komunikasi” dan “politik”. Banyak aspek kehidupan politik dapat dilukiskan
sebagai komunikasi. Politik, seperti komunikasi adalah proses; dan seperti
komunikasi, politik melibatkan pembicaraan. Seperti yang dikatakan oleh
ilmuwan politik Mark Roelofs bahwa politik adalah pembicaraan; atau lebih tepat,
commit to user
hanya pembicaraan, juga tidak semua pembicaraan adalah politik. Akan tetapi,
hakikat pengalaman politik, dan bukan hanya kondisi dasarnya, ialah bahwa ia
adalah kegiatan berkomunikasi antara orang-orang (Nimmo, 1993: 8).
Politik berasal dari kata “polis” yang berarti “negara kota”, yaitu secara
totalitas merupakan kesatuan antara Negara (kota) dan masyarakatnya. Kemudian
kata ‘polis’ ini berkembang menjadi ‘politikos’ yang artinya kewarganegaraan.
Dari kata ‘politikos’ menjadi ‘politera’ yang berarti hak-hak kewarganegaraan.
Dengan ini pengertian politik menjadi lebih luas, yaitu pelaksanaan hak-hak
warga negara dalam turut serta dan berperan dalam turut serta dan berperan dalam
mengambil bagian pada pemerintahan (Sumarno, 1989: 8).
Apabila definisi komunikasi dan definisi politik tersebut kita kaitkan
dengan komunikasi politik, maka akan terdapat suatu rumusan sebagai berikut:
“Komunikasi politik adalah komunikasi yang diarahkan kepada
pencapaian suatu pengaruh sedemikian rupa, sehingga masalah yang dibahas
oleh jenis kegiatan komunikasi ini, dapat mengikat semua warganya melalui
suatu sanksi yang ditentukan bersama oleh lembaga-lembaga politik” (Sumarno,
1989: 9).
Sedangkan bila dilihat dari tujuan politik an sich, maka hakikat
komunikasi politik adalah upaya kelompok manusia yang mempunyai orientasi,
pemikiran politik atau ideologi tertentu dalam rangka menguasai dan atau
memperoleh kekuasaan, demi mewujudkan tujuan pemikiran politik atau ideologi
commit to user
Pengertian komunikasi politik selain dikaji dengan memilah-milah setiap
komponen yang terlibat, juga harus ditelaah dengan melihat kaitan antara
komponen yang satu dengan komponen yang lain secara fungsional, dimana
terdapat tujuan yang jelas yang akan dicapai. Sanders dan Kaid dalam karyannya,
berjudul “Political Communication, Theory and Research: An Overview
1976-1977”, mengatakan bahwa komunikasi politik harus intentionally persuasive,
dalam artian sengaja dibuat sedemikian rupa agar dapat meyakinkan khalayak.
Faktor tujuan dalam komunikasi politik itu, jelas tampak pula pada definisi
yang disampaikan oleh Lord Windlesham dalam karyanya, What Is Political
Communication. Bunyinya sebagai berikut:
“Political communication is the deliberate passing of political message by
a sender to a receiver with the intention of making the receiver behave in a way
that might not otherwise have done.”
(Komunikasi politik adalah suatu penyampaian pesan politik yang secara
sengaja dilakukan oleh komunikator kepada komunikan dengan tujuan membuat
komunikan berperilaku tertentu.)
Dijelaskan lebih lanjut oleh Windlesham bahwa, sebelum suatu pesan
politik dapat dikonstruksikan untuk disampaikan kepada komunikan dengan
tujuan mempengaruhinya, di situ harus terdapat keputusan politik yang harus
dirumuskan berdasarkan berbagai pertimbangan.
Jika sanders dank aid serta windlesham menekankan pengertian
komunikasi politik pada tujuan, ahli komunikasi lain seperti Dan Nimmo dalam
commit to user
pada efek yang muncul pada komunikan sebagai akibat dari penyampaian suatu
pesan.
Makna tujuan pada definisi sanders dan Kaid serta windlesham, dan efek
pada pendapat Dan Nimmo, pada hakikatnya sama; jika ditelaah perbedaannya
hanyalah pada keterlekatan pada komponennya; tujuan melekat pada komponen
komunikator dan efek pada komponen komunikan. Menurut kadarnya efek
komunikasi terdiri dari tiga jenis, yakni efek kognitif, efek afektif dan efek
behavioral. Efek kognitif terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui,
dipahami, atau dipersepsi oleh khalayak. Efek ini berkaitan dengan transmisi
pengetahuan, ketrampilan, kepercayaan, atau informasi. Efek afektif timbul bila
ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi, atau dibenci oleh khalayak.
Efek ini ada hubungannya dengan emosi, sikap, atau nilai. Efek behavioral
merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati; yang meliputi pola-pola
tindakan, kegiatan, atau kebiasaan berperilaku (Rakhmat, 2002: 219).
Nimmo menggunakan formula Lasswell dalam menjelaskan luas lingkup
komunikasi politik, yaitu komunikator politik, pesan-pesan politik, media
komunikasi politik, khalayak politik dan efek politik. Berdasarkan ruang lingkup
itu, terlihat bahwa suratkabar, televisi dan saluran massa lainnya tercakup dalam
kajian media komunikasi politik.
3. Televisi Sebagai Media Massa Dan Pengaruhnya
Media massa, terutama suratkabar, majalah, radio, dan televisi pada
commit to user
Dimana dalam era keterbukaan ini, media massa memainkan peran-peran yang
penting, seperti memberikan informasi kepada khalayak mengenai berbagai isu
penting, menyediakan diri sebagai forum untuk terselenggaranya debat publik,
dan bertindak sebagai saluran untuk mengartikulasikan aspirasi-aspirasi.
Media massa selalu hadir dan mewarnai kehidupan manusia sehari hari
sehingga kehadirannya menjadi sangat penting dan tidak bisa diabaikan begitu
saja. Dalam kehidupan masyarakat modern, kehadiran media massa pada dasarnya
mempunyai tujuan:
1. Informasi
· Menyediakan informasi tentang peristiwa dan kondisi dalam
masyarakat dan dunia.
· Menunjukkan hubungan kekuasaan.
· Memudahkan inovasi, adaptasi dan kekuasaan.
2. Korelasi
· Menjelaskan menafsirkan, mengomentari makna peristiwa dan
informasi.
· Menunjang otoritas dan norma-norma mapan.
· Melakukan sosialisasi.
· Mengkoordinasikan beberapa kegiatan
· Membentuk kesepakatan.
· Menentukan urutan prioritas dan memberikan status relatip.
commit to user
· Mengekspresikan budaya dominant dari mengatur kebudayaan khusus
(sub culture) serta perkembangan budaya baru.
· Meningkatkan dan melestarikan nilai-nilai.
4. Hiburan
· Menyediakan hiburan, pengalihan perhatian dan saran relaksasi.
· Meredakan ketegangan sosial.
5. Mobilisasi
· Mengkampanyekan tujuan masyarakat dalam bidang politik, perang,
pembangunan dan ekonomi, pekerjaan dan kadang kala juga dalam
bidang-bidang agama.
Peran penting media massa ketika proses pemilihan umum berlangsung,
terjadi terutama selama periode kampanye. Strategi politik dalam konteks
kampanye pemilihan umum tidak dapat dipisahkan dengan media massa. Strategi
politik membutuhkan media massa supaya publik mengetahui dan
mendukungnya. Dan televisi merupakan media yang paling luas dan cepat
penyebarannya.
4. Iklan Politik Televisi
Periklanan pada dasarnya adalah suatu proses komunikasi massa yang
melibatkan sponsor tertentu, yakni si pemasang iklan (pengiklan), yang membayar
jasa sebuah media massa atas penyiaran iklannya, misalnya, melalui program
commit to user
iklan itu, oleh sebuah agen atau biro iklan; atau bisa juga oleh bagian humas
lembaga pemasang iklan itu sendiri (Suhandang, 2005: 13).
Atau arti lainnya periklanan (Ogilvy, 1983: 99) merupakan segala bentuk
pesan tentang sesuatu yang disampaikan lewat media, yang ditujukan kepada
sebagian atau seluruh masyarakat sebagai calon konsumen. Iklan adalah bagian
dari promosi dan merupakan medium informasi yang mengandung bobot seni.
Pesan yang terdapat dalam iklan terbentuk dari perpaduan antara pesan
verbal dan non verbal. Pesan verbal, merupakan kata-kata yang tersusun dari
huruf vokal dan konsonan yang membentuk makna tertentu. Sedangkan semua
pesan yang bukan pesan verbal adalah pesan non verbal. Sepanjang bentuk non
verbal tersebut mengandung arti, maka dapat disebut pesan komunikasi
(widyatama, 2007: 17).
Sementara itu iklan politik berfungsi menyampaikan pesan verbal dan
visual yang bermuatan politik disusun secara persuasif dan komunikatif kepada
khalayak. Dalam iklan, pesan verbal dan visual agak riskan untuk dipisahkan. Bila
memposisikan sebagai audience, iklan harus punya pesan verbal dan non verbal
yang kredibel. Janjinya masuk akal, visinya jelas, gambarnya menyentuh dan
membuat nyaman calon pemilih (Tinarbuko, 2009: 81)
Iklan politik adalah proses dimana kandidat, partai politik, individu, dan
grup-grup mempromosikan diri dan pandangan mereka melalui suatu saluran
komunikasi massa. Iklan politik biasanya merupakan suatu bentuk media berbayar
dimana promotor (atau sponsor) dari kandidat dll tersebut membeli jam tayang
commit to user
“Political advertising refers to the process by which candidates, parties, individuals, and groups promote themselves and their viewpoints through mass communication channels. Political advertising is generally considered a form of paid media in which the promoter (or sponsor) buys the space or time for distributing the advertising message.”
Lebih jelas Kaid dan Holtz-Bacha mendefinisikan iklan politik televisi
sebagai moving image programming that is designed to promote the interest of a
given party or individual (program gambar bergerak yang dirancang untuk
mempromosikan tujuan sebuah partai atau individu). Dalam iklan politik,
kandidat atau partai bisa mengontrol isi pesan politik yang akan disampaikan
dalam iklan politik. Dan untuk menekankan soal kontrol pesan tadi, mereka
memperluas definisi itu dengan menyodorkan definisi: any programming format
under control of the party or candidate and for which time is given or purchased.
(semua format program yang dikendalikan oleh partai atau kandidat dengan jam
tayang yang telah diberikan atau dibeli) (Danial, 2009: 93)
Iklan politik, khususnya iklan audiovisual, memainkan peranan strategis
dalam political marketing. Nursal (2004: 256) mengutip Riset Falkowski &
Cwalian (1999) dan Kaid (1999) menunjukkan, iklan politik berguna untuk
beberapa hal berikut:
1. Membentuk citra kontestan dan sikap emosional terhadap kandidat
2. Membantu para pemilih untuk terlepas dari ketidak-pastian pilihan karena
mempunyai kecenderungan untuk memilih kontestan tertentu.
3. Alat untuk melakukan rekonfigurasi citra kontestan.
4. Mengarahkan minat untuk memilih kontestan tertentu
commit to user
6. Memberi pengaruh terhadap evaluasi dan interpretasi para pemilih
terhadap kandidat dan even-even politik
Dari sisi sifat pesan, Linda Kaid (dalam Putra, 2007) menjelaskan, iklan
dapat digolongkan menjadi iklan positif dan iklan negatif. Iklan positif adalah
iklan yang memuat keunggulan dari sebuah kontestan yang dipasarkan Sedangkan
iklan negatif adalah iklan tentang kelemahan pesaing. Iklan negatif
(Ansolabehere: 1994) didefinisikan sebagai iklan yang berfokus pada kegagalan
kebijakan atau kontribusi yang tidak diinginkan dari pihak lawan. Iklan negatif
lebih cepat menarik perhatian pemilih ketimbang iklan positif.
Sedangkan menurut Devlin (Brian Mcnair, 1999), penyampaian pesan dalam
iklan politik di TV dapat menggunakan berbagai macam tehnik. Ia menyebutkan
ada tujuh kategori, meskipun tidak saling meniadakan. Pertama, iklan primitive,
biasanya artificial, kaku, dan tampak dibuat-buat. Kedua, talking heads, dirancang
untuk menyoroti isu dan menyampaikan citra bahwa kandidat mampu menangani
isu tersebut dan melakukan pekerjaannya nanti.
Berikutnya adalah iklan negative, yang menyerang kebijakan kandidat atau
partai lawan. (Ansolabehere: 1994) didefinisikan sebagai iklan yang berfokus
pada kegagalan kebijakan atau kontribusi yang tidak diinginkan dari pihak lawan
Iklan negatif lebih cepat menarik perhatian pemilih ketimbang iklan positif.
Namun demikian, iklan negatif tidak selalu memberi citra positif kepada pihak
yang menggunakan.
Iklan politik di tv jenis keempat adalah iklan konsep, yang dirancang
commit to user
adalah cinema-verite, tehnik yang menggunakan situasi informal dan alami,
misalnya dengan menayangkan kandidat yang sedang berbicara akrab dan spontan
dengan rakyat kecil atau satu sisi kehidupan pribadi atau keluarganya atau dunia
pekerjaannya. Meskipun bertujuan memberikan kesan spontanitas dan
informalitas, iklan semacam itu juga sering berdasarkan naskah (scenario) dan
latihan.
Dua jenis iklan politik lainnya adalah kesaksian (testimonial), baik dari
orang biasa, maupun dari tokoh terkemuka yang dikagumi, baik dari tokoh politik,
ilmuwan, olahragawan mau pun artis. Terakhir adalah format reporter netral,
rangkaian laporan mengenai kandidat atau lawannya dan memberikan kesempatan
kepada pemirsa untuk memberikan penilaian. Tayangan itu tentu saja tidak netral,
namun mengandung kesan demikian karena disampaikan secara naratif
(Mulyana,1997: 97-98).
Frank W. Baker, seorang konsultan literatur media dari Columbia,
menyebutkan bahwa suatu iklan politik, kewajiban untuk menyampaikan hal yang
sebenarnya itu tidak ada dan stasiun televisi tidak memiliki tanggung jawab untuk
memeriksa akurasi iklan tersebut. Hal ini mengakibatkan iklan politik terbuka
terhadap manipulasi data dan dapat menyebabkan kebohongan untuk mencoreng
lawan politik. Isi dari sebuah iklan seharusnya menunjukkan hal yang sebenarnya,
tetapi di dalam iklan politik penonton sendiri yang harus memilah-milah
commit to user 5. Persepsi
Manusia mempunyai kecenderungan untuk mengadakan penilaian
(judgement) atau membangun kesan (impression) tentang orang-orang,
situasi-situasi ataupun peristiwa-peristiwa yang terdapat di sekitar mereka. Dari penilaian
yang terbentuk, kemudian berpikir tentang suatu hal atau melakukan hal yang
berhubungan dengan segala sesuatu yang dilihat, didengar atau dirasakan. Dalam
menangkap pesan dari suatu proses komunikasi, setiap individu akan
menanggapinya secara berbeda-beda, sesuai dengan keadaan individu tersebut
sehingga menimbulkan persepsi yang berbeda-beda. Manusia mempersepsi segala
hal yang terjadi di dunia dan hasil persepsi itu dapat memberikan
pengaruh-pengaruh tertentu ke dalam diri individu itu sendiri maupun individu lain.
Persepsi adalah penginderaan terhadap suatu kesan yang timbul dalam
lingkungannya; penginderaan tersebut dipengaruhi oleh pengalaman, kebiasaan
dan kebutuhan (Effendy, 2004: 197).
Menurut Deddy Mulyana, persepsi adalah inti dari komunikasi, sedangkan
penafsiran (intrepretasi) adalah inti dari persepsi, yang identik dengan penyandian
balik (decoding) dalam proses komunikasi. Persepsi terdiri dari tiga aktivitas
yaitu: seleksi, organisasi dan interpretasi (Mulyana, 2007: 180-181).
Lebih lanjut Deddy Mulyana (2007: 179) mendefinisikan persepsi sebagai
proses internal yang memungkinkan kita memilih, mengorganisasikan dan
menafsirkan rangsangan dari lingkungan kita, dan proses tersebut mempengaruhi
commit to user
Dalam buku Pengantar Ilmu Komunikasi oleh Hafied Cangara (2007:
162), dijelaskan bahwa persepsi ialah dimana seseorang menyadari adanya obyek
yang menyentuh salah satu pancainderanya, apakah itu mata atau telinga. Persepsi
terbentuk karena adanya rangsangan yang diorganisasi kemudian diberi
interpretasi menurut pengalaman, budaya dan tingkat pengetahuannya.
Definisi lain tentang persepsi yang dapat dijumpai misalnya, dari Berelson
dan Steiner (1964) sebagaimana dikutip oleh Severin dan Tankard Jr. (1988: 121)
yang menyatakan bahwa persepsi merupakan sebuah complex process by which
people select, organize and interpret sensory stimulation into a meaningful and
coherent picture of the world. Kemudian definisi ini dikomentari oleh Severin and
Tankard Jr. bahwa individu-individu pada dasarnya tidak bersifat pasif, tetapi
bersifat aktif dalam proses persepsi. Mereka juga berpendapat bahwa beberapa
faktor psikologis, seperti asumsi, motivasi, penghargaan terhadap nilai-nilai
budaya, minat dan sikap ikut serta mempengaruhi persepsi.
Pengertian persepsi kerap disamakan / dianggap sama dengan pengertian
respon, reaksi tingkah laku yang merupakan akibat dari stimulus sosial (gejala
sosial) yang berupa perubahan nilai yang timbul di tengah-tengah masyarakat.
Dalam hal ini, nilai yang muncul tersebut menentukan respon yang
diambil sebagai landasan pokok perbuatan atau bertindak seperti pendapat yang
dikemukakan oleh Soerjono Soekamto, bahwa interaksinya dengan
perorangan/kelompok masyarakat terlihat adanya, serta mengandung rangsangan
commit to user
Dari definisi di atas, dapat dikatakan bahwa persepsi merupakan hasil
pengamatan terhadap suatu obyek melalui panca indera sehingga diperoleh suatu
pemahaman atau penilaian. Dalam persepsi, terkandung 3 pengertian yaitu:
1. merupakan hasil pengamatan
2. merupakan hasil penilaian
3. merupakan pengolahan akal dari data indrawi yang diperoleh melalui
pengamatan.
Persepsi dapat dilaksanakan oleh seorang individu melalui beberapa syarat:
a. adanya obyek yang dipersepsi (fisik atau kealaman)
b. reseptor atau alat indra untuk menerima stimulus dan saraf sensoris
sebagai alat untuk meneruskan stimulus dan mengadakan respon
diperlukan saraf motoris (fisiologis)
c. perhatian sebagai langkah pertama suatu persiapan dalam mengadakan
persepsi (psikologis)
Persepsi merupakan aktifitas menilai sehingga bersifat evaluatif dan
subyektif. Evaluatif berkaitan dengan nilai baik buruk atau positif-negatif.
Subyektif berarti adanya perbedaan kapasitas indrawi dan perbedaan filter
konseptual dari masing-masing individu dalam melakukan persepsi. Sehingga
pengolahan stimuli dalam diri komunikan akan membuahkan makna yang
ekslusif, yang berbeda antara satu dengan yang lain.
Berkenaan dengan persepsi pemilih terhadap iklan politik, Nursal (2004:
commit to user
beberapa tahap respon yang dilakukan oleh pemilih dalam hal pemilihan umum
terhadap stimulasi iklan politik, yaitu:
1.Awareness, yakni bila seseorang dapat mengingat atau menyadari bahwa
sebuah pihak tertentu merupakan sebuah kontestan Pemilu. Dengan jumlah
kontestan Pemilu yang banyak, membangun awareness cukup sulit dilakukan,
khususnya bagi partai-partai bam. Seperti sudah menjadi hukum besi political
marketing, secara umum para pemilih tidak akan menghabiskan waktu dan
energinya untuk menghafal nama-nama kontestan tersebut. Yang terang,
seorang pemilih tidak akan memilih kontestan yang tidak memiliki brand
awareness.
2. Knowledge, yakni ketika seorang pemilih mengetahui beberapa unsur
penting mengenai produk kontestan tersebut, baik substansi maupun
presentasi. Unsur-unsur itu akan diinterpretasikan sehingga membentuk
makna politis tertentu dalam pikiran pemilih. Dalam pemasaran produk
komersial, tahap ini disebut juga sebagai tahap pembentuk brand association
dan perceived quality.
3. Liking, yakni tahap di mana seorang pemilin menyukai kontestan
tertentu karena satu atau lebih makna politis yang terbentuk di pikirannya
sesuai dengan aspirasinya.
4. Preference, tahap di mana pemilih menganggap bahwa satu atau
beberapa makna politis yang terbentuk sebagai interpretasi terhadap produk
commit to user
kontestan lainnya. Dengan demikian, peniilih tersebut memiliki
kecenderungan unluk memilih kontestan tersebut.
5. Conviction, pemilih tersebut sampai pada keyakinan untuk memilih
kontestan tertentu.
6. Pemilih
Azwar (2008) membagi pemilih di Indonesia dengan tiga kategori.
Kategori pertama, adalah pemilih yang rasional, yakni pemilih yang benar-benar
memilih partai berdasarkan penilaian dan analisis mendalam. Kedua, pemilih
kritis emosional, yakni pemilih yang masih idealis dan tidak kenal kompromi.
Ketiga, pemilih pemula, yakni pemilih yang baru pertama kali memilih karena
usia mereka baru memasuki usia pemilih. Kelompok pemilih yang berentang usia
17-21 tahun ini adalah mereka yang berstatus pelajar, mahasiswa, serta pekerja
muda.
Sedangkan Brooks dan Farmer mengatakan bahwa kampanye cenderung
membagi pemilih menjadi tiga kategori yaitu basis pemilih yang yang mendukung
kandidat, swing voters atau pemilih mengambang yang bisa dipersuasi oleh
kandidat mana pun dan basis pemilih yang mendukung kandidat lawan yang tidak
bisa dipersuasi oleh cara apa pun. Dalam psikologi politik, pemilih yang telah
memiliki dukungan terhadap kandidat tertentu cenderung mengabaikan atau
kurang memperhatikan pesan dari pihak lawan. Dan itu mempengaruhi pemilih
dalam mengevaluasi karakter kandidat dan isi dari pesan kampanye.
commit to user
persuaded and the opponent’s base voters who are unlikely to be persuaded by any appeal. Political psychology suggests the base voters on both sides have predispositions that cause them to ignore or discount messages from the opposing view point. That same filter seems to be at work here. When a voter has a clear predisposition it affects their evaluation of a candidate’s character and the content of the campaign message.“ (Brooks, Farmer : 2009)
F. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu metode penelitian
untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian (Nazir: 2003). Jenis
penelitian ini memberikan peluang yang besar akan munculnya
interpretasi-interpretasi alternatif. Metode ini juga mampu mendekatkan antara peneliti
dengan objek yang dikaji.
Cara kerja proses penelitian ini berlangsung serempak dan dilakukan
dalam bentuk pengumpulan, pengolahan dan menginterpretasikan sejumlah data
yang bersifat kualitatif. Menurut nawawi (Nawawi: 1995), penelitian deskriptif
terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah atau keadaan atau peristiwa
sebagaimana adanya sehingga bersifat sekedar untuk mengungkapkan fakta (fact
finding). Hasil penelitian ditekankan pada memberikan gambaran secara obyektif
tentang keadaan sebenarnya dari obyek yang diselidiki. Akan tetapi guna
mendapatkan manfaat yang lebih luas dalam penelitian ini, kerap kali di samping
pengungkapan fakta sebagaimana adanya dilakukan juga pemberian
commit to user
Rakhmat (1993: 24) menyatakan bahwa penelitian deskriptif hanyalah
memaparkan situasi atau peristiwa. Penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan
hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi.
Penelitian ini memberikan gambaran bagaimana persepsi pemilih pemula
setelah melihat iklan politik tanpa menggunakan uji hipotesis atau prediksi. Di
mana informasi diperoleh dengan membandingkan hasil wawancara dari
masing-masing responden, observasi dan kajian kepustakaan, baru kemudian menarik
kesimpulan dari persepsi responden.
Penelitian ini ditujukan untuk (1) mengumpulkan informasi aktual secara
rinci yang melukiskan gejala yang ada, (2) mengidentifikasikan masalah atau
memeriksa kondisi dan praktek-praktek yang berlaku, (3) membuat perbandingan
atau evaluasi, (4) menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi
masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan
rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang. Sementara itu, pendekatan
kualitatif dilakukan untuk menghasilkan data yang berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
2. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi merupakan seluruh obyek atau subyek dengan karakteristik
tertentu yang akan diteliti(Alimul, 2007). Populasi dari penelitian ini adalah
pemilih pemula yaitu pemilih yang baru pertama kali menggunakan hak pilihnya
pada Pemilu 2011 yang berusia sekitar 17-21 tahun yang bertempat tinggal di
commit to user b. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian
jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Alimul,2007). Peneliti
menggunakan rancangan pengambilan sampel dengan purposive sampling, yaitu
memilih orang-orang tertentu karena peneliti menganggap bahwa seseorang
tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya. Jumlah sampel
dalam penelitian adalah 12 responden pemilih pemula yang bertempat tinggal di
Perumahan Fajar Indah, Surakarta.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
1. Pemilih pemula berusia 17-21 tahun.
2. Pernah melihat iklan politik di televisi
3. Penduduk Perumahan Fajar Indah Surakarta.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di perumahan Fajar Indah, yang tergabung
dalam kecamatan Laweyan, Kota Surakarta. Pengambilan lokasi ini dilakukan
dengan pertimbangan bahwa dari khalayak di lokasi tersebut dapat mewakili
populasi yang sedang diteliti oleh peneliti. Kondisi ini tepat sekali untuk dijadikan
sebagai obyek penelitian penulis. Kedekatan. Secara geografis, peneliti memiliki
kedekatan dengan lokasi penelitian karena peneliti tinggal di wilayah Kota
Surakarta. Sehingga memungkinkan bagi peneliti lebih memahami kondisi Kota
Surakarta. Dengan demikian diharapkan hasil penelitian ini akan mampu
menjelaskan lebih dalam realita yang terjadi di kota tersebut. Secara teknis, faktor
commit to user 3. Sumber dan Jenis Data
Penelitian ini menggunakan dua sumber data, yaitu:
a. Sumber Data Primer
Merupakan data utama yang langsung diperoleh dari sumber data oleh
peneliti untuk tujuan penelitian. Data primer ini diperoleh dari
dokumentasi, hasil observasi dan wawancara dengan narasumber.
b. Sumber Data Sekunder
Merupakan data yang diperoleh dengan cara tidak langsung atau
didapatkan dari pihak lain. Adapun data-data yang dikumpulkan
diperoleh dari buku-buku atau literatur, internet dan sumber lain yang
dapat mendukung penelitian ini.
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara
Wawancara merupakan alat pengumpulan data yang sangat penting
dalam penelitian komunikasi kualitatif yang melibatkan manusia
sebagai subyek (pelaku, aktor) sehubungan dengan realitas atau gejala
atau masalah yang diteliti. Dari wawancara, disamping melihat opini
mereka tentang peristiwa yang terjadi, juga dapat digunakan sebagai
dasar penelitian selanjutnya. Wawancara dilakukan terhadap responden
yang dapat memberikan informasi dan keterangan-keterangan penting
yang berkaitan dengan penelitian. Wawancara ini bersifat lentur,
terbuka, tidak berstruktur ketat namun tetap fokus dan terarah.
commit to user
Karl Weick (dikutip dari Seltiz, Wrightsman, dan Cook 1976:253)
mendefinisikan observasi sebagai pemilihan pengubahan, pencatatan
dan pengodean serangkaian perilaku dan suasana yang berkenaan
dengan organisme in situ, sesuai dengan tujuan-tujuan empiris
(Rakhmat, 2004: 83).
Pemilihan menunjukkan bahwa pengamat ilmiah mengedit dan
memfokuskan pengamatannya secara sengaja atau tidak sengaja.
Pemilihan mempengaruhi apa yang diamati, apa yang dicatat, dan
kesimpulan apa yang diambil.
Pengubahan berarti observasi tidak hanya dilakukan secara pasif.
Peneliti boleh mengubah perilaku atau suasana tanpa mengganggu
kewajarannya. Mengubah perilaku artinya dengan sengaja
mengundang respon tertentu.
Pencatatan adalah upaya merekam kejadian-kejadian dengan
menggunakan catatan lapangan, sistem kategori, dan metode-metode
lainnya.
Pengodean berarti proses menyederhanakan catatan-catatan ini
melalui metode reduksi data.
Rangkaian perilaku dan suasana menunjukkan bahwa observasi
melakukan serangkaian pengukuran yang berlainan pada berbagai
perilaku dan suasana.
In situ berarti pngamatan kejadian dalam situasi alamiah walaupun
commit to user
Untuk tujuan empiris menunjukkan bahwa observasi mempunyai
bermacam-macam fungsi dalam penelitian: deskripsi, melahirkan teori
dan hipotesis, menguji teori dan hipotesis.
Observasi dalam penelitian ini berguna untuk menjelaskan,
memerikan dan merinci gejala yang terjadi.
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan data yang berupa dokumen, teks atau
karya seni yang kemudian dinarasikan (dikonversikan ke dalam bentuk
data).
5. Analisa Data
Analisis yang digunakan adalah analisis data interaktif yang diungkapkan
oleh Miles dan Huberman. Tehnik analisis ini pada dasarnya terdiri dari tiga
komponen: reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), dan
penarikan serta pengujian kesimpulan (drawing and verying conclusions) (Punch,
1998: 202-204).
Langkah reduksi data melibatkan beberapa tahap (Pawito, 2007: 104).
Tahap pertama melibatkan langkah-langkah editing, pengelompokan, dan
meringkas data. Pada tahap kedua, peneliti menyusun kode-kode dan
catatan-catatan (memo) mengenai berbagai hal, termasuk yang berkenaan dengan aktivitas
serta proses-proses sehingga peneliti dapat menemukan tema-tema,
kelompok-kelompok, dan pola-pola data. Catatan yang dimaksud di sini tidak lain adalah
gagasan-gagasan atau ungkapan yang mengarah pada teorisasi berkenaan dengan
commit to user
Komponen kedua analisis dari miles dan Huberman yaitu penyajian data
(data display) melibatkan langkah-langkah mengorganisasikan data, yakni
menjalin (kelompok) data yang satu dengan (kelompok) data yang lain sehingga
seluruh data yang dianalisis benar-benar dilibatkan dalam satu kesatuan karena
dalam penelitian kualitatif data biasanya beraneka ragam perspektif dan terasa
bertumpuk maka penyajian data (data display) pada umunya diyakini membantu
proses analisis.dalam hubungan ini, data yang tersaji berupa kelompok-kelompok
atau gugusan-gugusan yang kemudian saling dikait-kaitkan sesuai dengan
kerangka teori yang digunakan.
Pada komponen terakhir, yakni penarikan dan pengujian kesimpulan
(drawing and verying conclusions), peneliti mengimplementasikan prinsip
induktif dengan mempertimbangkan pola-pola data yang ada dan atau
kecenderungan dari display data yang telah dibuat.
Berikut skema siklus analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman:
Analisis data Model Interaktif dari Miles dan Huberman Pengumpulan
data
Reduksi data
Penyajian data
commit to user BAB II
PROFIL CALON PRESIDEN - WAKIL PRESIDEN
DAN DESKRIPSI KOTA SURAKARTA
A. Profil Megawati Soekarnoputri – Prabowo Subianto (Mega-Pro)
Pasangan calon presiden dan wakil presiden yang mendapat nomor urutan
pertama dalam pemilu 2009 adalah pasangan Megawati Soekarnoputri dan
Prabowo. Pasangan yang diusung PDI Perjuangan - Gerindra itu mendeklarasikan
diri sebagai pasangan capres dan wapres pada tanggal 24 Mei 2009. Lokasi
pendeklarasian bertempat di area TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Bantar
Gebang, Bekasi, Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini bukan tanpa sebab, 'Gunung
sampah' Bantar Gebang, identik dengan masyarakat marginal alias kaum yang
terpinggirkan. Selain di Bantar Gebang, mereka juga mengadakan deklarasi di
commit to user
Gebang dan Pasar Gede merupakan bentuk konsistensi pada platform ekonomi
kerakyatan yang diusung pasangan tersebut.
Visi yang diutarakan Mega-Prabowo apabila mereka menjadi presiden dan
wakil presiden masa pemerintahan 2009-2014 adalah: “GOTONG ROYONG
MEMBANGUN KEMBALI INDONESIA YANG BERDAULAT,
BERMARTABAT, ADIL DAN MAKMUR”. Adapun Misi yang dijunjung
adalah: “Menegakkan kedaulatan dan kepribadian bangsa yang bermartabar;
Mewujudkan kesejahteraan sosial dengan memperkuat ekonomi kerakyatan;
Menyelenggarakan pemerintahan demokratis-konstitusional yang bersih dan
efektif”.
Visi dan misi di atas merupakan gambaran potret mengenai persoalan
hakiki dalam kehidupan bangsa saat ini, dan gambaran tentang arah kemana
pikiran dan pekerjaan akan dilakukan dalam 5 tahun yang akan datang. Tema
sentral yang diturunkan ke dalam isu-isu pokok juga memberikan landasan
operasional/platform bagi program-program kerja 5 tahun mendatang.
Kata “GOTONG ROYONG” merupakan intisari dari ideologi Pancasila 1
Juni, dimana MEGA PRABOWO melihat bahwa tanggung jawab untuk
membangun bangsa ke depan harus dilakukan secara bahu-membahu bersama
seluruh komponen-komponen bangsa. Sedangkan kata-kata
“BERDAULAT”,“ADIL DAN MAKMUR”, dan “BERMARTABAT” adalah