commit to user
i
PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA DENGAN
MENGGUNAKAN METODE
ROLE PLAYING
PADA SISWA
KELAS V SDN PANDAK I SIDOHARJO SRAGEN
TAHUN AJARAN 2010/2011
SKRIPSI
Oleh: S U T I N O
K7107055
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
ii
PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA DENGAN
MENGGUNAKAN METODE
ROLE PLAYING
PADA SISWA
KELAS V SDN PANDAK I SIDOHARJO SRAGEN
TAHUN AJARAN 2010/2011
Oleh: Sutino K7107055
SKRIPSI
Ditulis dan Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan
Gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Ilmu Pendidikan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
commit to user
commit to user
v ABSTRAK
Sutino. K7107055. PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA DENGAN MENGGUNAKAN METODE ROLE PLAYING PADA SISWA KELAS V SDN PANDAK I SIDOHARJO SRAGEN TAHUN AJARAN 2010/2011. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, April 2011.
Tujuan penelitian ini untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil keterampilan berbicara dengan menggunakan metode role playing pada siswa kelas V SDN Pandak I Sidoharjo Sragen tahun ajaran 2010/2011.
Penelitian ini berbentuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri Pandak I Sidoharjo Sragen tahun ajaran 2010/2011 berjumlah 21 siswa yang terdiri dari 7 siswa laki-laki dan 14 siswa perempuan. Sumber data yang digunakan adalah informasi dari narasumber yaitu guru kelas V dan siswa, hasil pengamatan proses dan data pembelajaran berbicara dengan menggunakan metode role playing, dan dokumen resmi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, tes, dan kajian dokumen. Untuk menguji validitas data, peneliti menggunakan triangulasi sumber data dan triangulasi metode. Teknik analisis data yang digunakan adalah model analisis interaktif meliputi tiga buah komponen yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan simpulan atau verifikasi. Proses penelitian dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahap, yaitu: (1) perencanaan tindakan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi.
commit to user
vi ABSTRACT
Sutino. K7107055. IMPROVING THE SPEAKING SKILL WITH THE USE OF ROLE PLAYING METHOD IN THE FIFTH GRADE STUDENT OF SDN
PANDAK I SIDOHARJO SRAGEN ON THE ACADEMIC YEAR OF 2010/2011. Skripsi: The Faculty of Teacher Training and Education, Sebelas Maret University, Surakarta, April 2011.
The purpose of this research is to improve the process and result quality of speaking skill with the use of role playing method in the fifth grade student of SDN Pandak I Sidoharjo Sragen on the academic year of 2010/2011.
This research has the form of Classroom Action Research (CAR). Subject used in this research is the fifth grade student of SDN Pandak I SidoharjoSragen on the academic year 2010/2011 amount to 21 students consist of 7 man students and 14 woman students. The data sources of the research were informant, that is the class V teacher and students, the result of observation process and data on the learning speaking skill with the use role playing method, and official documents. The data collecting technique used is observation, in-depth interview, test, and learn document. The validity of the data was tested by using a data source triangulation and a method triangulation. The data analysis technique applied is interactive analysis model having three components, that are data reduction, data presentation, and drawing conclusion or verification. The research process consisted of two cycles and each cycle comprised four phases, namely: (1) planning, (2) implementation, (3) observation, and (4) reflection.
Based on the results of the research, a conclusion is drawn that the use of role playing can improve the process and result quality of speaking skill in the fifth
grade student of SDN Pandak I Sidoharjo Sragen on the academic year of
2010/2011. This can be proved by the increasing percentage of students' attitudes on aspects of interest, liveliness, cooperation, and seriousness in cycle I and cycle II. In cycle I, percentage classical attitudes of the students is an interest of 61,9%, 71,42% students' activeness, cooperation 71,42%, and the earnestness is 57,14%. In cycle II percentage classical attitudes of the students improve be an interest of 90,47%, 80,95% students' activeness, cooperation 76,19%, and the earnestness is 80,95%. The result quality be proved by the preliminary average score of the achievement test prior to the treatment is 61,14 and the classical learning completeness is 38,1%. In cycle 1, the average score of the achievement test improve becomes 66,09 and the classical learning completeness is 71,42%. After the treatment of cycle II, the average score of the achievement test becomes 73,33 and the classical learning completeness is 85,71%.
commit to user
vii MOTTO
´Sesungguhnya sesudah kesulitan akan datang kemudahan, maka kerjakanlah
urusanmu dengan sungguh-VXQJJXKGDQKDQ\DNHSDGD$OODKNDPXEHUKDUDS´
(QS. Al-Insyirah:6-8)
³+DLRUDQJ-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan PHQRORQJPXGDQPHQHJXKNDQNHGXGXNDQPX´
(QS. Muhammad: 7 )
³$OODKPHQ\XNDLSHNHUMDDQ\DQJGLODkukan terus-menerus walaupun pekerjaan itu NHFLODWDXVHGLNLW´
(HR. Bukhari dan Muslim)
³.HWDKXLODKSHUWRORQJDQLWXDGDEHUVDPDGHQJDQNHVDEDUDQMDODQNHOXDULWXDNDQ VHODOXEHULULQJDQGHQJDQFREDDQGDQEHUVDPDNHVXOLWDQLWXDGDNHPXGDKDQ´
(HR. Tirmidzy)
³%HUV\XNXUDWDVVHVXDWX yang kita miliki dan bersabar atas ujian adalah kunci kebahagiaan menjalani kehidupan´
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan skripsi ini untuk:
Orang tuaku,
Almh. ibu Tuginah yang memberikan arti tulusnya kasih sayang tanpa
mengharap balas jasa dan aku selalu mendoakan semoga beliau diampuni
dosanya serta dimasukan ke dalam surga-Nya. Amiin.
Bapak Sasmo Dimejo yang telah memberikan motivasi, perhatian, kasih sayang
dengan tulus ikhlas, bekerja keras tanpa mengenal lelah untuk mencukupi
kebutuhan keluarga, dan mendoakan aku dalam setiap langkahku. Terima kasih
ayah.
Kakak-kakakku (Mas Tukidi, Mas Tugiman, Mas Sartono, Mas Suparjo, Mas
Slamet, Mas Tugimin, Mbak Sumarmiyati, dan Mbak Suwarti) yang telah
memberikan dukungan dan membantu biaya kuliahku.
Teman-temanku SI PGSD angkatan 2007 terkhusus untuk kelas VIIIB dan
adik-adik tingkatku PGSD FKIP UNS yang telah banyak membantu dan
mendoakanku.
Keluarga besar FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta dan almamaterku
tercinta tempatku menimba ilmu berkarakter kuat dan cerdas untuk masa
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan nikmat dan karunia-Nya kepada kita. Atas kehendak-Nya pula skripsi
dengan judul ´3eningkatan Keterampilan Berbicara dengan Menggunakan Metode
Role Playing pada Siswa Kelas V SDN Pandak I Sidoharjo Sragen Tahun Ajaran
2010/2011´ ini dapat terselesaikan dengan baik sebagai persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini telah melibatkan berbagai
pihak. Maka dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima
kasih dan penghargaan setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah memberikan
bantuannya. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada yang terhormat :
1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd selaku Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas sebelas Maret Surakarta.
2. Drs. Rusdiana Indianto, M.Pd selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas sebelas Maret Surakarta.
3. Drs. Kartono, M.Pd selaku Ketua Program Studi PGSD Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas sebelas Maret Surakarta.
4. Prof. Dr. Retno Winarni, M.Pd selaku pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan, kepercayaan, dukungan, saran, dan kemudahan yang sangat
membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Drs. Hasan Mahfud, M.Pd selaku Sekretaris Program Studi PGSD Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas sebelas Maret Surakarta dan
pembimbing II skripsi penulis yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan
dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
6. Bapak dan Ibu dosen program studi PGSD FKIP UNS yang telah memberikan
motivasi dan pengarahan kepada penulis.
7. Ibu B. Any Handayani, S. Pd selaku Kepala Sekolah SDN Pandak I yang telah
memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian.
8. Bapak Sri Kuncoro, Ama. Pd selaku guru kelas V SDN Pandak I yang dengan
commit to user
x
9. Guru-guru SDN Pandak I yang telah memberikan motivasi dan sebagai informan
terhadap penyusunan skripsi ini.
Penulis telah berupaya untuk berbuat yang terbaik dalam penyusunan skripsi
ini. Namun demikian, disadari hasilnya masih jauh dari kesempurnaan. Semua ini
tidak lain karena keterbatasan penulis baik pengatahuan dan pengalaman. Oleh
karena itu, segala saran dan kritik membangun sangat diharapkan.
Akhirnya, penulis tetap berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca budiman. Semoga kebaikan dan bantuan dari semua pihak tersebut di
atas mendapat pahala dan imbalan dari Allah.
Surakarta, April 2011
Penulis
commit to user
xi DAFTAR ISI
JUDUL ... i
PENGAJUAN ... ii
PERSETUJUAN ... iii
PENGESAHAN ... iv
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
MOTTO ... vii
PERSEMBAHAN ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II LANDASAN TEORI ... 7
A. Tinjauan Pustaka ... 7
1. Hakikat Keterampilan Berbicara ... 7
a. Pengertian Keterampilan ... 7
b. Pengertian Berbicara ... 8
c. Pengertian Keterampilan Berbicara ... 9
d. Tujuan Berbicara ... 11
e. Jenis-jenis Berbicara ... 13
f. Faktor-faktor Keefektifan Berbicara ... 14
g. Pembelajaran Berbicara di SD ... 15
commit to user
xii
2. Hakikat Metode Role Playing ... 25
a. Pengertian Metode Pembelajaran ... 25
b. Macam-macam Metode Pembelajaran ... 27
c. Pengertian Metode Role Playing ... 28
d. Alasan Penggunaan Metode Role Playing ... 30
e. Tujuan Role Playing ... 31
f. Manfaat Role Playing ... 34
g. Langkah-langkah Penggunaan Role Playing ... 35
h. Organisasi Penerapan Pembelajaran Role Playing..« B. Penelitian yang Relevan ... 42
C. Kerangka Berpikir ... 44
D. Hipotesis Tindakan ... 46
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 47
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 47
B. Subjek Penelitian ... 47
C. %HQWXNGDQ6WUDWHJL3HQHOLWLDQ«««««««««««« D. Sumber Data ... 48
E. Teknik Pengumpulan Data ... 49
F. Validitas Data ... 50
G. Teknik Analisis Data ... 51
H. Indikator .HWHUFDSDLDQ««««««««««««««« I. Prosedur Penelitian ... 54
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 64
A. Deskripsi Kondisi Awal ... 64
B. Pelaksanaan Tindakan ... 69
1. Tindakan Siklus I ... 69
a. Perencanaan Tindakan ... 70
b. Pelaksanaan Tindakan ... 72
c. Observasi ... 77
commit to user
xiii
2. Tindakan Siklus II ... 84
a. Perencanaan Tindakan ... 85
b. Pelaksanaan Tindakan ... 87
c. Observasi ... 92
d. Refleksi ... 93
C. Hasil Penelitian ... 97
D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 100
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ... 106
A. Simpulan ... 106
B. Implikasi ... 106
C. Saran ... 107
DAFTAR PUSTAKA ... 109
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Komponen-komponen yang Perlu Mendapat Perhatian pada Tes
Keterampilan Berbicara ... 17
Tabel 2. Format Lembar Penilaian Unjuk Kerja Keterampilan Berbicara
Siswa ... 21
Tabel 3. 5XEULN3HQLODLDQ.HWHUDPSLODQ%HUELFDUD«««««««««« 22
Tabel 4. Struktur Pembelajaran dalam Role Playing ... 36
Tabel 5. Indikator Ketercapaian Tujuan Penelitian ... 53
Tabel 6. Data Penilaian Proses (Sikap Siswa) Pembelajaran Keterampilan
Berbicara kelas V SDN Pandak I pada Kondisi Awal ... 66
Tabel 7. Data Frekuensi Nilai Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN
Pandak I pada Kondisi Awal (Prasiklus) ... 68
Tabel 8. Data Penilaian Proses (Sikap Siswa) Pembelajaran Keterampilan
Berbicara kelas V SDN Pandak I pada Siklus I ... 79
Tabel 9. Data Frekuensi Nilai Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN
Pandak I pada Siklus I ... 80
Tabel 10. Data Penilaian Proses (Sikap Siswa) Pembelajaran Keterampilan
%HUELFDUD.HODV96'13DQGDN,SDGD6LNOXV,,««««««« 93
Tabel 11. Data Frekuensi Nilai Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN
Pandak I Sragen pada Siklus II ... 94
Tabel 12. Data Frekuensi Penilaian Proses (Sikap Siswa) Pembelajaran
Keterampilan Berbicara Kelas V SDN Pandak I pada Prasiklus,
Siklus I dan II ... 98
Tabel 13. Data Frekuensi Nilai Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V
commit to user
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Dampak ± dampak Instruksional dan Pengiring dalam Metode
Role playing.. ... 33
Gambar 2. Kerangka Berpikir.. ... 46
Gambar 3. Model Analisis Interaktif.. ... 52
Gambar 4. Alur Siklus Penelitian Tindakan Kelas.. ... 54
Gambar 5. Grafik Penilaian Proses Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN Pandak I pada Kondisi Awal (Prasiklus).. ... 67
Gambar 6. Grafik Nilai Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN Pandak I pada Kondisi Awal (Prasiklus)... 68
Gambar 7. Grafik Penilaian Proses Pembelajaran Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN Pandak I pada Siklus I... 79
Gambar 8. Grafik Nilai Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN Pandak I pada VLNOXV,««««««««««««««« 81
Gambar 9. Grafik Penilaian Proses (Sikap Siswa) Pembelajaran Keteram- pilan Berbicara Siswa Kelas V SDN 3DQGDN,SDGD6LNOXV,,« 93
Gambar 10. Grafik Nilai Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN Pandak I pada VLNOXV,,«««««««««««««««« 95
Gambar 11. Grafik Frekuensi Penilaian Proses (Sikap Siswa) Pembelajaran Keterampilan Berbicara Kelas V SDN Pandak I pada Prasiklus, Siklus I, dan Siklus II«««««««««««««««« 98
commit to user
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Rincian Waktu dan Pelaksanaan Kegiatan Penelitian«««« 113
/DPSLUDQ'HVNULSVL:DZDQFDUD6HEHOXP7LQGDNDQ«««««««« 114
Lampiran 3. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SD Kelas V« 118
Lampiran 4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I «««« 119
Lampiran 5. 5HQFDQD3HODNVDQDDQ3HPEHODMDUDQ5336LNOXV,,«««« 127
Lampiran 6. 0DWHUL'LVNXVL.HORPSRN6LNOXV,«««««««««« 135
Lampiran 7. 0DWHUL'LVNXVL.HORPSRN6LNOXV,,«««««««««« 140
Lampiran 8. /HPEDU+DVLO'LVNXVL.HORPSRN«««««««««««« 141
Lampiran 9. 3HWXQMXN7HV8QMXN.HUMD.HWHUDPSLODQ%HUELFDUD6LNOXV,«« 142 Lampiran 10. Petunjuk Tes Unjuk Kerja KeterDPSLODQ%HUELFDUD6LNOXV,,«« 142 Lampiran 11. Lembar Penilaian Tes Keterampilan Berbicara Siswa... ... « 143
Lampiran 12. 5XEULN3HQLODLDQ.HWHUDPSLODQ%HUELFDUD«««««««« 145
Lampiran 13. 'DIWDU1LODL.HWHUDPSLODQ%HUELFDUD6LVZD3UDVLNOXV«««« 149
Lampiran 14. 'DIWDU1LODL.HWHUDPSLODQ%HUELFDUD6LVZD6LNOXV,««««« 150
Lampiran 15. 'DIWDU1LODL.HWHUDPSLODQ%HUELFDUD6LVZD6LNOXV,,«««« 151
Lampiran 16. /HPEDU2EVHUYDVL533*XUX«««««««««««« 152
Lampiran 17. Lembar Observasi PelaksaQDDQ3HPEHODMDUDQ*XUX««« 158
Lampiran 18. /HPEDU2EVHUYDVL3HQLODLDQ3URVHV6LVZD«««««««« 165
Lampiran 19. +DVLO2EVHUYDVL533*XUX6LNOXV,««««««««««« 167
Lampiran 20. +DVLO2EVHUYDVL533*XUX6LNOXV,,«««««««««« 169
Lampiran 21. HaVLO2EVHUYDVL3HODNVDQDDQ3HPEHODMDUDQ*XUX6LNOXV,«« 171
Lampiran 22. +DVLO2EVHUYDVL3HODNVDQDDQ3HPEHODMDUDQ*XUX6LNOXV,,«« 173 Lampiran 23. +DVLO2EVHUYDVL3HQLODLDQ3URVHV6LVZD3UDVLNOXV««««« 175 Lampiran 24. Hasil Observasi Penilaian 3URVHV6LVZD6LNOXV,««««« 177 Lampiran 25. +DVLO2EVHUYDVL3HQLODLDQ3URVHV6LVZD6LNOXV,,««««« 179
Lampiran 26. Pedoman Wawancara untuk Guru Sebelum Diterapkan Metode
Role Playing««««««««««««««««««« 181
Lampiran 27. Pedoman Wawancara untuk Guru Setelah Diterapkan Metode
commit to user
xvii
Lampiran 28. 'HVNULSVL:DZDQFDUD6HWHODK7LQGDNDQ««««««««.. 183
Lampiran 29. )RWR.HJLDWDQ3URVHV3HPEHODMDUDQ«««««««««« . 187 Lampiran 30. Surat Keterangan PenelitiaQ.HSDOD6'13DQGDN,««« . 195 Lampiran 31. 6XUDW.HSXWXVDQ'HNDQ).,3816«««««««««« . 196
Lampiran 32. 6XUDW3HUPRKRQDQ,MLQ3HQHOLWLDQ«««««««««« ... 197
commit to user
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keterampilan berbahasa mencakup empat aspek, yaitu (1) keterampilan
menyimak, (2) keterampilan berbicara, (3) keterampilan membaca, dan (4)
keterampilan menulis. Setiap keterampilan mempunyai hubungan erat dengan
keterampilan-keterampilan lainnya. Keterampilan-keterampilan tersebut hanya dapat
dikuasai dengan jalan praktik dan latihan yang berkelanjutan. Keempat keterampilan
tersebut pada dasarnya merupakan satu kesatuan atau merupakan catur tunggal.
(Henry Guntur Tarigan, 2008:1). Peningkatan keterampilan berbahasa tersebut
dilaksanakan secara terpadu, kontekstual, dan fungsional dengan fokus pada
keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis secara berganti-ganti dan
berkesinambungan.
Salah satu keterampilan berbahasa yang sangat penting dalam kehidupan
sehari-hari adalah keterampilan berbicara sebagai media komunikasi lisan yang
efektif. Djago Tarigan (1992:132) menyatakan bahwa berbicara adalah keterampilan
menyampaikan pesan melalui bahasa lisan. Sejalan dengan pendapat tersebut, H.G
Tarigan (2008:16) berpendapat bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan
bunyi-bunyi atikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, serta
menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Berbicara merupakan salah satu
aspek keterampilan berbahasa lisan yang bersifat produktif, artinya suatu
kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menyampaikan gagasan, pikiran atau
perasaan sehingga gagasan-gagasan yang ada dalam pikiran pembicara dapat
dipahami orang lain.
Memang setiap orang menganggap mudah untuk bisa berbicara atau
berkomunikasi secara lisan, tetapi tidak semua memiliki keterampilan untuk
berbicara secara baik dan benar. Oleh karena itu, pembelajaran keterampilan
berbicara seharusnya mendapat perhatian dalam pembelajaran keterampilan
berbahasa di pendidikan formal khususnya di sekolah dasar. Keterampilan berbicara
commit to user
2
pembelajaran berbicara siswa dapat berkomunikasi di dalam maupun di luar kelas
sesuai dengan perkembangan jiwanya. Keterampilan berbicara penting diajarkan
karena dengan keterampilan itu seorang siswa akan mampu mengembangkan
kemampun berpikir, membaca, menulis, dan menyimak. Kemampuan berpikir
tersebut akan terlatih ketika mereka mengorganisasikan, mengonsepkan, dan
menyederhanakan pikiran, perasaan, dan ide kepada orang lain secara lisan.
Berdasarkan hasil observasi di SDN Pandak I Sidoharjo Sragen, terlihat
bahwa keterampilan berbicara di sekolah dasar tersebut kurang begitu diperhatikan.
Penekanan pembelajaran berbahasa umumnya masih terletak pada keterampilan
menyimak, membaca, dan menulis. Keterampilan berbicara lebih dikesampingkan
sehingga tidak jarang masih terdapat siswa yang tidak bisa menyampaikan
pesan/informasi dalam bahasa lisan secara baik. Hal ini juga menunjukkan bahwa
masih banyak siswa sekolah dasar yang kurang mampu mengekpresikan diri lewat
kegiatan berbicara atau dengan kata lain keterampilan berbicara siswa masih rendah.
Siswa sering kali malu ketika diminta berbicara atau bercerita di depan kelas. Siswa
masih merasa takut berdiri dan berbicara di hadapan teman sekelasnya. Bahkan tidak
jarang beberapa siswa berkeringat dingin, brdiri kaku, lupa segalanya jika berdiri di
depan kelas untuk berbicara. Kondisi ini dimungkinkan karena rendahnya
penguasaan siswa akan topik yang dibahas sehingga siswa tidak mampu
memfokuskan hal-hal yang ingin diucapkan. Akibatnya, arah pembicaraan menjadi
kurang jelas sehingga inti dari bahasan tersebut tidak tersampaikan.
Permasalahan rendahnya keterampilan berbicara tersebut juga terjadi pada
siswa kelas V SD Negeri Pandak I Sidoharjo Sragen. Data yang diperoleh dari hasil
pembelajaran keterampilan berbicara oleh guru kelas V pada kondisi awal hari Senin,
14 Februari 2011 menunjukkan bahwa hanya terdapat 8 siswa atau 38,1% dari 21
siswa yang mendapat nilai 62 ke atas (batas KKM), sedangkan sisanya 13 siswa atau
61,9% mendapat nilai di bawah 62. Kenyataan yang demikian dapat diindikasikan
bahwa keterampilan berbicara siswa di sekolah dasar masih rendah khususnya pada
kelas V SDN Pandak I. Kondisi ini dapat dijadikan sebagai landasan yang
melatarbelakangi adanya upaya peningkatan pembelajaran keterampilan berbicara
commit to user
3
Bertolak dari observasi awal dan hasil wawancara dengan guru kelas V SD
Negeri Pandak I dapat diidentifikasi beberapa faktor yang melatarbelakangi masalah
rendahnya keterampilan berbicara pada siswa diantaranya adalah (1) siswa kurang
berminat dan termotivasi dalam kegiatan berbicara. Setiap ada pembelajaran terkait
kemampuan bebicara siswa kurang antusias dan tidak memperhatikan dengan baik.
(2) Sikap siswa ketika berbicara dalam kegiatan berbicara terlihat tegang dan kurang
rileks. Pada umumnya siswa merasa takut dan malu ketika harus berbicara di depan
kelas. Kondisi tersebut akan mempengaruhi kualitas tuturan siswa dan siswa masih
kesulitan dalam mengucapkan bahasa lisan yang akan disampaikan. (3) Kurangnya
latihan keterampilan berbicara yang diterapkan dalam pembelajaran. Keadaan ini
mengakibatkan siswa tidak terbiasa terlatih kemampuan bicaranya terutama di depan
kelas dan ketepatan siswa dalam mengunakan bahasa masih kurang. Siswa kurang
mampu mengorganisasi perkataannya sehingga pembicaraan ternilai kurang runtut
(sistematis) dan masih terbata-bata. (4) Proses pembelajaran keterampilan berbicara
yang diterapkan guru masih menggunakan metode yang konvensional sehingga
mengurangi minat dan antusias bagi siswa. Biasanya guru hanya terpaku pada buku
pelajaran dan menggunakan metode penugasan berbicara individu yang menyita
banyak waktu serta menurunkan mental siswa di depan kelas. Metode mengajar guru
yang masih konvensional membuat pembelajaran berbahasa pada keterampilan
berbicara menjadi sesuatu yang membosankan bagi siswa.
Beberapa faktor penyebab rendahnya keterampilan berbicara tersebut jika
tidak segera diatasi akan berdampak pada rendahnya keterampilan berbicara siswa
yang berkelanjutan. Keadaan tersebut juga menyebabkan siswa kurang terampil
berbicara terutama pada saat tampil berbicara di depan kelas sehingga siswa tidak
bisa mendapatkan nilai di atas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah
ditetapkan oleh sekolah. Di lingkungan kehidupannya, siswa kurang bisa
berkomunikasi dan bersosialisasi dengan baik. Akhirnya dampak ini akan meluas
yang mengakibatkan rendahnya mutu atau kualitas pendidikan di Indonesia
khususnya pada keterampilan berbicara.
Sebagai salah satu solusinya, seorang guru dituntut kemampuannya untuk
commit to user
4
memang banyak dan baik tetapi tidak semua metode tepat digunakan dalam
pencapaian tujuan pembelajaran tertentu. Metode pembelajaran merupakan cara yang
digunakan guru agar timbul proses belajar mengajar sehubungan dengan strategi
yang digunakan oleh guru. Kegiatan belajar mengajar di kelas diperlukan
menggunakan metode pembelajaran yang tepat agar tercipta kondisi pembelajaran
yang menyenangkan bagi siswa dan materi tersampaikan secara efektif sehingga
tujuan pembelajaran yang diharapkan dapat tercapai dengan optimal. Salah satu
bentuk metode yang dapat diterapkan secara tepat dan melibatkan siswa aktif untuk
meningkatkan keterampilan berbicara siswa sekolah dasar adalah metode role
playing.
Penilitian ini menggunakan metode role playing sebagai metode
pembelajaran keterampilan berbicara. Adapun alasan pemilihan metode roleplaying
adalah dengan pertimbangan bahwa metode ini dirasa lebih tepat yaitu lebih efektif
dan lebih efisien untuk diterapkan dalam pembelajaran keterampilan berbicara.
Metode role playing diterapkan untuk menjawab permasalahan berbagai penyebab
rendahnya keterampilan berbicara siswa. Metode role playing dikatakan efektif
karena penerapan metode bermain peran akan lebih menghemat waktu, hal ini
disebabkan karena siswa dapat tampil praktik berbicara secara berkelompok. Selain
itu, siswa dapat menghilangkan perasaan takut dan malu karena mereka dapat tampil
dan bekerja sama dengan anggota kelompoknya. Sedangkan dikatakan efisien,
dimungkinkan karena proses belajar di SD lebih banyak dilakukan dengan bermain
sambil belajar atau belajar sambil bermain. Permainan adalah hal paling menarik
untuk anak-anak usia sekolah dasar.
Martinis Yamin (2005:76) menyatakan bahwa metode bermain peran (role
playing) adalah metode yang melibatkan interaksi antara dua siswa atau lebih tentang
suatu topik atau situasi. Siswa melakukan peran masing-masing sesuai dengan tokoh
yang diperankannya. Sejalan dengan pendapat tersebut, menurut Abdul Azis Wahab
(2009: 109) role playing yaitu berakting sesuai dengan peran yang telah ditentukan
terlebih dahulu untuk tujuan-tujuan tertentu. Dari kedua pendapat tersebut dapat
disimpulkan bahwa metode role playing (bermain peran) merupakan salah satu
commit to user
5
tokoh lain dengan penuh penghayatan dan kreativitas berdasarkan peran suatu kasus
yang sedang dibahas sebagai materi pembelajaran pada saat itu. Melalui penerapan
metode ini diharapkan siswa mampu memfokuskan pikiran, kemampuan, dan
pengetahuan yang mereka miliki ke dalam perannya sehingga siswa akan lebih
mudah mengorganisasikan ide-ide dan gagasannya dalam bahasa lisan. Selain itu,
dengan penerapan metode role playing diharapkan siswa mampu memerankan dari
karakter tokoh yang diperankannya.
Bertolak dari uraian di atas, maka peneliti akan mengadakan upaya
peningkatan keterampilan berbicara melalui penilitian dengan judul ³Peningkatan
Keterampilan Berbicara dengan Menggunakan Metode Role Playing pada Siswa
KelDV96'1HJHUL3DQGDN,6LGRKDUMR6UDJHQ7DKXQ$MDUDQ´
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berkut:
1. Apakah penggunaan metode role playing dapat meningkatkan kualitas proses
keterampilan berbicara pada siswa kelas V SD Negeri Pandak I Sidoharjo Sragen
tahun ajaran 2010/2011?
2. Apakah penggunaan metode role playing dapat meningkatkan kualitas hasil
keterampilan berbicara pada siswa kelas V SD Negeri Pandak I Sidoharjo Sragen
tahun ajaran 2010/2011 ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Meningkatkan kualitas proses keterampilan berbicara dengan menggunaan metode
role playing pada siswa kelas V SD Negeri Pandak I Sidoharjo Sragen tahun
ajaran 2010/2011.
2. Meningkatkan kualitas hasil keterampilan berbicara dengan menggunakan metode
role playing pada siswa kelas V SD Negeri Pandak I Sidoharjo Sragen tahun
commit to user
6
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis
Secara teoretis, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan
metode inovatif yaitu penggunaan metode role playing dalam pembelajaran
keterampilan berbicara di sekolah dasar demi kemajuan siswa.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa :
1) Meningkatkan minat dan keaktifan siswa dalam pembelajaran
keterampilan berbicara.
2) Siswa akan merasakan pembelajaran yang menyenangkan dan inovatif
dengan bermain peran (role playing).
3) Meningkatkan keterampilan berbicara sehingga hasil belajar akan
meningkat secara signifikan.
b. Bagi Guru :
1) Guru dapat menerapkan metode role playing dalam meningkatkan
pembelajaran keterampilan berbicara.
2) Guru dapat termotivasi agar bisa menerapkan variatif metode
pembelajaran yang menyenangkan demi tercapainya tujuan pembelajaran.
c. Bagi Sekolah :
1) Meningkatkan perbaikan dan keberhasilan proses pembelajaran di
sekolah yaitu terkait pembelajaran keterampilan berbicara dengan role
playing.
2) Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam upaya pengadaan
inovasi metode pembelajaran di sekolah.
3) Hasil penelitian juga dapat meningkatkan kualitas pendidikan sekolah
commit to user
7 BAB II
LANDASAN TEORI
Pembahasan pada bab II ini berkaitan dengan: (A) Tinjauan Pustaka, (B)
Penelitian yang Relevan, (C) Kerangka Berpikir, dan (D) Hipotesis Tindakan.
A. Tinjauan Pustaka
1. Hakikat Keterampilan Berbicara a. Pengertian Keterampilan
Keterampilan seseorang di dalam menyelesaikan suatu pekerjaan atau
bidang tertentu jelas berbeda-beda. Keterampilan itu hanya dapat diperoleh
melalui proses belajar dan latihan yang berkesinambungan. Dengan
keterampilan, seseorang akan mampu menghasilkan suatu pola pikir dan karya
inovatif dengan penyelesaian yang efektif dan efisien.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:1180) mengartikan terampil adalah
cakap dalam menyelesaikan tugas, mampu, dan cekatan. Sedangkan,
keterampilan adalah kecakapan untuk menyelesaikan tugas, kecakapan seseorang
untuk memakai bahasa dalam menulis, membaca, menyimak atau berbicara.
Soemarjadi, Muzni Ramanto, dan Wikdati Zahri (2001:2) berpendapat
bahwa kata keterampilan sama artinya dengan kata kecekatan. Terampil atau
cekatan adalah kepandaian melakukan sesuatu pekerjaan dengan cepat dan benar.
Ruang lingkup keterampilan cukup luas meliputi kegiatan berupa perbuatan,
berpikir, berbicara, melihat, mendengar, dan sebagainya.
Tri Budiharto (2008:1-2) mengungkapkan bahwa keterampilan berasal
dari kata terampil yang artinya adalah mampu bertindak dengan cepat dan tepat.
Istilah lain dari terampil adalah cekatan, cakap mengerjakan sesuatu. Dengan
kata lain keterampilan dapat disebut juga kecekatan, kecakapan, atau kemampuan
untuk melakukan sesuatu dengan baik dan cermat.
Pengertian keterampilan dalam konteks pembelajaran mata pelajaran
keterampilan di sekolah adalah usaha untuk memperoleh kompetensi cekat,
commit to user
8
multiply.com/journal/item/20). Dalam hal ini, pembelajaran keterampilan
dirancang sebagai proses komunikasi belajar untuk mengubah perilaku siswa
menjadi cekat, cepat, dan tepat dalam melakukan sesuatu. Perilaku terampil ini
dibutuhkan dalam keterampilan hidup manusia di lingkungannya.
Bertolak dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
keterampilan adalah kemampuan bertindak atau melakukan suatu pekerjaan
(tugas) dengan baik, cermat, cepat, dan tepat. Seseorang yang dapat melakukan
sesuatu dengan cepat tetapi salah tidak dapat dikatakan terampil. Demikian pula,
apabila seseorang yang dapat melakukan sesuatu dengan benar tetapi lambat juga
tidak dapat dikatakan terampil. Jadi, keterampilan itu berlandaskan pada
kecepatan dan ketepatan tertentu sehingga seseorang tidak akan merasakan
kesulitan-kesulitan yang berarti dalam pekerjaannya.
b. Pengertian Berbicara
Berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa. Dalam
kehidupan sehari-hari kita lebih sering memilih berbicara untuk berkomunikasi.
Komunikasi akan lebih efektif jika dilakukan dengan berbicara. Oleh karena itu,
berbicara memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari.
Berbicara (KBBI, 2007:148) adalah berkata, bercakap, berbahasa, dan
melahirkan pendapat dengan perkataan. Berbicara itu mengutarakan isi pikiran
atau melisankan sesuatu yang dimaksudkan.
Beberapa ahli bahasa telah mendefinisikan pengertian berbicara, di
antaranya adalah H.G Tarigan (2008:16) menyatakan bahwa berbicara adalah
kemampuan seseorang dalam mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata
yang bertujuan untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan
pikiran, gagasan, dan perasaan orang tersebut. Berbicara merupakan sistem
tanda-tanda yang audible (dapat didengar) dan visible (dapat dilihat) dengan
memanfaatkan otot dan jaringan tubuh manusia untuk menyampaikan maksud
dan tujuan, gagasan atau ide-ide yang dikombinasikan.
Djago Tarigan (1992:132) berpendapat bahwa berbicara adalah
commit to user
9
bahwa kaitan antara pesan dan bahasa lisan sebagai media penyampaian sangat
erat. Pesan yang diterima oleh pendengar tidaklah dalam wujud asli, melainkan
dalam bentuk lain yakni bahasa. Pendengar kemudian mencoba mengalihkan
pesan dalam bentuk bunyi bahasa itu menjadi seperti semula.
Sejalan dengan pendapat di atas, St. Y. Slamet (2008:33) mengungkapkan
bahwa berbicara merupakan suatu penyampaian maksud bisa berupa gagasan,
pikiran, isi hati seseorang kepada orang lain. Selain itu, dijelaskan juga berbicara
merupakan bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik,
psikologi, neurologis, semantik, dan linguistik sehingga dapat dianggap sebagai
alat manusia yang paling penting terutama bagi kontrol sosial.
Menurut Mulgrave (dalam H. G. Tarigan, 2008:16) berbicara bukan
sekedar pengucapan bunyi-bunyi atau kata-kata tetapi berbicara merupakan suatu
alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun sesuai dengan
kebutuhan pendengar. Melalui berbicara seseorang berusaha untuk
mengungkapkan pikiran dan perasaannya kepada orang lain secara lisan. Tanpa
usaha untuk mengungkapkan dirinya, orang lain tidak akan mengetahui apa yang
dipikirkan dan dirasakannya. Tanpa berbicara, seseorang akan mengucilkan diri
sendiri dan akan terkucilkan dari orang di sekitarnya.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa
berbicara adalah suatu kegiatan mengujarkan bunyi-bunyi bahasa untuk
menyampaikan pesan berupa ide, gagasan, maksud atau perasaan kepada orang
lain secara lisan yang bersifat aktif dan produktif. Berbicara merupakan kegiatan
berbahasa yang aktif dari seorang pemakai bahasa, yang menuntut prakarsa nyata
dalam penggunaan bahasa untuk mengungkapkan diri secara lisan.
c. Pengertian Keterampilan Berbicara
Menurut Iskandarwassid dan Dadang Suhendar (2008:241), keterampilan
berbicara pada hakikatnya merupakan keterampilan memproduksi arus sistem
bunyi artikulasi untuk menyampaikan kehendak, kebutuhan perasaan, dan
keinginan kepada orang lain. Dalam hal ini, kelengkapan alat ucap seseorang
commit to user
10
suatu ragam yang luas bunyi artikulasi, tekanan, nada, kesenyapan, dan lagu
bicara. Keterampilan ini juga didasari oleh kepercayaan diri untuk berbicara
secara wajar, jujur, benar, dan bertanggungjawab dengan menghilangkan masalah
psikologis seperti rasa malu, rendah diri, ketegangangan, berat lidah, dan
lain-lain.
Sabarti Akhadiah, dkk (1991/1992:153) mengungkapkan bahwa
keterampilan berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa
lisan. Apabila isi pesan itu dapat dapat diketahui oleh penerima pesan, maka akan
terjadi komunukasi antara pemberi pesan dan penerima pesan. Komunikasi itu
pada akhirnya akan menimbulkan pengetian atau pemahaman terhadap isi pesan
bagi penerimanya.
H.G. Tarigan (2008:16) berpendapat bahwa keterampilan berbicara
adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atas kata-kata untuk
mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan pikiran, gagasan dan
perasaan.
Speaking is the productive skill in the oral mode. It, like the other skills, is
more complicated than it seems at first and involves more than just pronouncing
words. (SIL internasional: 1999). Diartikan bahwa berbicara adalah keterampilan
yang sangat produktif dalam segi liguistik. Keterampilan berbicara itu seperti
keterampilan lainnya, keterampilan berbicara ternyata lebih rumit dari
kelihatannya dan melibatakan lebih dari mengucapkan kata-kata.
Keterampilan berbicara adalah tingkah laku manusia yang paling
distingtif dan berarti. (Djago Tarigan, 1992:146). Tingkah laku ini harus
dipelajari, baru dapat dikuasai. Anak ± anak usia sekolah dasar harus belajar dari
manusia di sekitarnya, anggota keluarga, teman sepermainan, teman satu sekolah,
dan guru di sekolah. Semua pihak turut membantu anak belajar keterampilan
berbicara.
St. Y. Slamet (2008:35) menyatakan bahwa keterampilan berbicara
merupakan keterampilan yang mekanistis. Dari pendapat ini dapat dijelaskan
bahwa semakin banyak berlatih, semakin dikuasai dan terampil seseorang dalam
commit to user
11
proses berlatih. Di dalam berlatih berbicara, seseorang perlu dilatih diantaranya
dari segi pelafalan, pengucapan, intonasi, pemilihan kata (diksi), dan penggunaan
bahasa secara baik dan benar.
Betolak dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
keterampilan berbicara adalah kemampuan seseorang dalam mengungkapkan ide
atau gagasan secara lisan bersifat produktif dan mekanistis, yang hanya dapat
dikuasai dengan berlatih berbicara dan merupakan bagian tingkah laku hidup
manusia yang sangat penting sebagai alat komunikasi kepada orang lain.
keterampilan berbicara merupakan sebuah keterampilan menyampaikan gagasan,
informasi atau pesan kepada orang lain dengan menggunakan media yang berupa
simbol-simbol fonetis.
d. Tujuan Berbicara
Berbicara tentu memiliki tujuan yang ingin disampaikan kepada lawan
bicaranya. Agar tujuan itu dapat tersampaikan dengan baik dan efektif, maka
pembicara harus memahami hal yang akan disampaikan dan menguasai aspek
keterampilan berbicara. Dalam hal ini, pendengar akan memaknai informasi atau
pesan yang disampaikan oleh pembicara.
H. G. Tarigan (2008:16) mengungkapkan bahwa kegiatan berbicara
memiliki tujuan utama untuk berkomunikasi. Untuk menyampaikan pikiran
secara efektif, berbicara harus memahami makna sesuatu hal yang akan
dikomunikasikan. Dia juga harus dapat mengevaluasi efek komunikasinya
terhadap para pendengar dan harus mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari
segala situasi pembicaraan, baik secara umum maupun perorangan.
Gorys Keraf (dalam St. Y. Slamet, 2008:37) berpendapat bahwa tujuan
berbicara adalah (1) mendorong pembicara untuk memberi semangat, (2)
meyakinkan pendengar, (3) berbuat atau bertindak, (4) memberitahukan, (5)
menyenangkan atau menghibur.
Sejalan dengan pendapat Gorys Keraf, Djago Tarigan (1992:134)
mengemukakan bahwa tujuan orang berbicara adalah untuk :
commit to user
12
Berbicara yang bertujuan menghibur biasa dilakukan oleh pelawak.
Pembicara berusaha bermain kata-kata untuk menciptakan suasana yang
santai, penuh canda, dan menyenangkan. Tidak semua orang terampil
berbicara yang dapat menghibur orang yang diajak berbicara atau yang
mendengarkan pembicaraannya.
2) Menginformasikan
Tujuan lain dari aktivitas berbicara adalah untuk menyampaikan informasi.
Orang akan lebih mudah menyampaikan atau menerima informasi secara
lisan. Pembicara dengan tujuan menginformasikan sering dipraktekkan dalam
kehidupan sehari-hari, seperti menjelaskan suatu proses, menguraikan,
menafsirkan atau menginterpretasikan sesuatu hal, memberi, menyebarkan,
dan menanamkan pengetahuan serta menjelaskan kaitan, hubungan, relasi
antar benda, hal atau peristiwa.
3) Menstimulasi
Seorang guru sering berbicara kepada muridnya untuk membangkitkan
semangat belajar dan gairah mengerjakan tugas rumah. Guru berbicara
sebagai upaya membangkitkan inspirasi, kemauan, dan minat siswa.
Berbicara semacam ini memiliki tujuan untuk menstimulasi pendengarnya.
Seseorang berbicara juga ada yang bertujuan meyakinkan atau mengubah
sikap pendengarnya. Berbicara dengan tujuan seperti ini membutuhkan
keterampilan tersendiri, karena jika pembicara cukup terampil akan dapat
mengubah suatu penolakan menjadi penerimaan, tidak setuju menjadi setuju,
permusuhan menjadi persahabatan, dan akan dapat meyakinkan
pendengarnya.
4) Menggerakkan pendengarnya
Satu lagi tujuan orang berbicara yaitu untuk menggerakkan pendengarnya.
Menggerakkan dimaksudkan sebagai upaya untuk membuat atau
menggerakkan orang agar berbuat, bertindak atau beraksi seperti yang
diinginkan pembicara. Melalui kepiawaian berbicara, kecakapan
memanfaatkan situasi, dan penguasaan terhadap ilmu jiwa, maka seseorang
commit to user
13
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
berbicara memiliki tujuan untuk berkomunikasi dengan maksud menghibur,
meyakinkan, menginformasikan, dan menggerakkan orang lain sebagai lawan
bicaranya.
e. Jenis ± jenis Berbicara
Haryadi dan Zamzami (dalam St. Y. Slamet, 2008:38) menyatakan bahwa
jenis berbicara secara garis besar dapat dibagi atas: (1) berbicara di muka umum
(public speaking), yang mencakup berbicara yang bersifat pemberitahuan,
kekeluargaan, bujukan, dan perundingan, (2) berbicara pada konferensi
(conference speaking) yang meliputi diskusi kelompok, prosedur parlementer,
dan debat.
Pendapat Djago Tarigan (dalam St. Y. Slamet, 2008:38) membedakan
macam berbicara berdasarkan pada: (1) situasi, (2) tujuan, (3) metode
penyampaian, (4) jumlah menyimak, dan (5) peristiwa khusus. Menurutnya
berbicara menjadi beragam tergantung dasar apa yang dipergunakan untuk
membedakannya.
Puji Santosa, dkk (2008: 6.36) menyatakan bahwa jenis berbicara
berdasarkan situasinya sebagai berikut:
1) Berbicara formal
Di dalam situasi formal, pembicara dituntut untuk berbicara secara formal.
Misalnya: pidato, ceramah, dan wawancara.
2) Berbicara nonformal
Di dalam situasi nonformal, pembicara harus berbicara secara tidak formal,
Misalnya: bertelepon dan bercakap-cakap.
Menurut Gorys Keraf (dalam St. Y. Slamet, 2008:38) ada tiga jenis
berbicara yaitu: (1) persuasif, (2) instruktif, dan (3) rekreatif. Termasuk jenis
persuasif adalah mendorong, meyakinkan, dan bertindak. Jenis berbicara
instruktif bertujuan untuk memberitahukan, sedangkan berbicara jenis rekreatif
bertujuan untuk menghibur atau menyenangkan orang lain. Jenis-jenis berbicara
commit to user
14
Bertolak dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
jenis berbicara menjadi beragam tergantung dari sudut pandang yang digunakan,
tetapi secara garis besar jenis berbicara yaitu berbicara di muka umum dan
berbicara pada konferensi.
f. Faktor-faktor Penunjang Keefektifan Berbicara
Tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat
berkomunikasi secara baik, pembicara harus mempunyai kemampuan berbicara
yang baik pula. Oleh karena itu, agar pesan atau gagasan pembicara dapat
diterima oleh pendengar, maka pembicara harus mampu menyampaikan isi
pembicaraan secara baik dan efektif. Sebagaimana diungkapkan oleh Maidar
G. Arsjad dan Mukti U. S. (1991: 87) bahwa untuk keefektifan berbicara,
pembicara perlu memperhatikan faktor kebahasaan dan nonkebahasaan.
Faktor kebahasaan, antara lain: (1) ketepatan ucapan (meliputi
ketepatan pengucapan vokal dan konsonan), (2) penempatan tekanan, (3)
penempatan persendian, (4) penggunaan nada/irama, (5) pilihan kata, (6)
pilihan ungkapan, (7) variasi kata, (8) tata bentukan, (9) struktur kalimat, dan
(10) ragam kalimat.
Faktor nonkebahasaan, meliputi: (1) keberanian/semangat, (2)
kelancaran, (3) kenyaringan suara, (4) pandangan mata, (5) gerak-gerik dan
mimik, (6) keterbukaan, (7) penalaran, dan (8) penguasaan topik. Aspek-aspek
kebahasaan dan nonkebahasaan di atas diarahkan pada pemakaian bahasa yang
baik dan benar.
Menurut Sabarti Akhadiah, dkk (1992:154-160) faktor-faktor penunjang
keefektifan berbicara seseorang adalah (1) faktor kebahasaan yang meliputi
pelafalan bunyi, penempatan tekanan, nada, jangka, intonasi, dan ritme, serta
penggunaan kata dan kalimat. (2) Faktor nonkebahasaan meliputi sikap
berbicara, pandangan mata kepada lawan bicara, kesediaan menghargai pendapat
orang lain, keberanian, mimik dan pantomimik, kenyaringan suara, kelancaran,
commit to user
15
Kedua faktor berbicara tersebut sangat menunjang keberhasilan seseorang
di dalam berbicara (berkomunikasi) kepada orang lain. Dalam pembicaraan
formal aspek nonkebahasaan sangat diperlukan, karena faktor nonkebahasaan
akan menjadi modal utama dan mempermudah penerapan faktor kebahasaan.
Alangkah baiknya, faktor nonkebahasaan ditanamkan kepada siswa terlebih
dahulu sebelum faktor kebahasaan karena keberanian dan mental anak sangat
berpengaruh terhadap keefektifan berbicara.
Bertolak dari pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor
penunjang keefektifan berbicara adalah adanya faktor kebahasaan dan
nonkebahasaan yang keduanya memiliki hubungan erat. Oleh karena itu, agar
dapat berbicara efektif maka faktor ± faktor tersebut harus dikuasai dengan baik
dan benar.
g. Pembelajaran Keterampilan Berbicara di SD
Pembelajaran keterampilan berbicara di SD dijabarkan dari kurikulum
menjadi standar kompetensi dan kompetensi dasar serta materi-materi pokok
pada tiap kelas. Keterampilan berbicara merupakan salah satu kompetensi
dasar mata pelajaran Bahasa Indonesia yang harus diajarkan di kelas V
sekolah dasar. Tujuan pembelajaran berbicara di sekolah adalah agar siswa
mampu mengungkapkan gagasan, pendapat, dan pesan secara lisan. Di
samping itu, pengajaran berbicara diarahkan pada kemampuan siswa untuk
berinteraksi dan menjalin hubungan dengan orang lain secara lisan. (Depdikbud,
1994: 2).
Pembelajaran keterampilan berbicara di kelas V semester II SD sesuai
KTSP Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) mencakup dua kompetensi
dasar, yaitu (1) mengomentari persoalan faktual disertai alasan yang mendukung
dengan memperhatikan pilihan kata dan santun berbahasa dan (2) memerankan
tokoh drama dengan lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat. Sesuai kompetensi
dasar yang kedua yaitu berkaitan dengan memerankan tokoh drama maka dapat
commit to user
16
drama yang tepat. Selain itu, masih terdapat kompetensi dasar berbahasa lainnya
yang juga harus dikuasai dan saling mendukung atau berkaitan.
Pembelajaran keterampilan berbicara di SD dapat dilakukan dengan
banyak cara. Pembelajaran keterampilan berbicara sangat terkait dengan
pembelajaran keterampilan berbahasa lainnya. Puji santosa, dkk (2008:6.38)
mengemukakan bahwa tujuan keterampilan berbicara di SD adalah melatih siswa
dapat berbicara dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Untuk mencapai
tujuan pembelajaran tersebut, guru dapat menggunakan bahan pembelajaran
membaca atau menulis, kosakata, dan sastra sebagai bahan pembelajaran
berbicara. Misalnya, menceritakan pengalaman yang mengesankan, menceritakan
kembali cerita yang pernah dibaca dan didengar, mengungkapkan pengalaman
pribadi, bermain peran (role playing), dan berpidato. Pengamatan guru terhadap
aktivitas berbicara siswa dapat direkam dengan menggunakan format yang telah
dipersiapkan sebelumnya. Faktor-faktor yang diamati adalah lafal kata, intonasi
kalimat, kosakata, tata bahasa, kefasihan berbicara, dan pemahaman.
Melihat pentingnya tujuan pembelajaran keterampilan berbicara di
SD, maka seharusnya pembelajaran tersebut lebih dioptimalkan dengan
mengingat bahwa keterampilan berbicara bukanlah sesuatu yang dapat
diajarkan melalui uraian atau keterangan guru saja. Melainkan siswa harus
dihadapkan pada aneka bentuk teks lisan ataupun kegiatan-kegiatan nyata yang
mempergunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Keberhasilan pembelajaran
tersebut juga tidak lepas dari bagaimana cara atau metode yang diterapkan oleh
guru dalam menjalankan tugas pembelajaran keterampilan berbicara. Metode
pembelajaran adalah teknik penyajian yang dikuasai guru untuk mengajar
atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas agar
pelajaran tersebut dapat ditangkap, dipahami dan digunakan siswa dengan
baik.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
keterampilan berbicara di SD berperan penting dalam meningkatkan
keterampilan berbahasa lainnya, sehingga perlu diterapkan cara atau metode yang
commit to user
17
dalam pembelajaran keterampilan berbicara di Sekolah Dasar (SD) adalah
dengan metode role playing sesuai kompetensi dasar pada kelas V semester II.
h. Penilaian Keterampilan Berbicara di SD
Penilaian keterampilan berbicara di SD lebih sulit dilaksanakan dibanding
dengan penilaian keterampilan berbicara lainnya karena persiapan, pelaksanaan,
dan perskorannya memerlukan banyak waktu dan tenaga. Oleh karena itu, tidak
mengherankan jika banyak guru SD yang melaksanakan kegiatan pembelajaran
keterampilan berbicara tetapi tidak disertai dengan penilaian. Memang banyak
sekali aspek atau faktor yang harus diidentifikasi dalam penilaian keterampilan
berbicara. Semua ini merupakan masalah penilaian kemampuan berbicara yang
harus dihadapi guru. Namun demikian, upaya melaksanakan penilaian
keterampilan berbicara harus dilaksanakan demi pencapaian tujuan pembelajaran
keterampilan berbicara yang diharapkan.
Keterampilan berbahasa hanya dapat diperoleh dengan jalan praktik dan
banyak latihan. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya perlu diadakan tes untuk
mengetahui seberapa jauh hasil yang telah dicapai siswa. Menurut Harris (dalam
H. G. Tarigan, 2008:3), komponen-kompnen yang perlu diperhatikan khusus
dalam tes (penilaian) empat keterampilan berbahasa adalah seperti tabel 1
[image:34.612.148.523.190.471.2]berikut:
Tabel 1. Komponen-komponen yang Perlu Mendapat Perhatian pada Tes
Keterampilan Berbahasa
No Komponen Keterampilan
Menyimak Berbicara Membaca Menulis
1. Fonologi v v - -
2. Ortografi - - v v
3. Struktur v v v v
4. Kosa kata v v v v
5. Kecepatan kelancaran umum
commit to user
18
Berdasarkan tabel 1 di atas, untuk penilaian keterampilan berbicara
terdapat empat komponen, yaitu komponen fonologi, struktur, kosa kata, dan
kecepatan kelancaran umum.
Puji santosa, dkk (2008:7.19 - 7.24) mengungkapkan bahwa ada tiga tes
yang dapat digunakan untuk mengukur keterampilan berbicara siswa, yaitu tes:
1) Tes Respon Terbatas
Tes yang digunakan untuk mengukur keterampilan berbicara siswa secara
[image:35.612.147.524.200.474.2]terbatas atau secara singkat. Tes ini meliputi tes respon terarah, tes penanda
gambar, dan tes berbicara nyaring.
2) Tes Terpadu
Tes terpadu dapat membantu siswa yang kurang terampil berbicara untuk
mengungkapkan gagasan atau kemampuan kognitifnya melalui kegiatan
menjelaskan. Siswa akan berperan aktif dalam pembelajaran berbicara di
kelas. Tes terpadu meliputi tes parafrase, tes penjelasan, dan tes bermain
peran terpadu.
3) Tes Wawancara
Tes wawancara menerapkan siswa untuk saling melakuka percakapan seperti
halnya mereka berbicara dalam kehidupan sehari-hari. Tes wawancara harus
dilakukan siswa secara wajar dan tidak dibuat-buat.
Lebih lanjut, Burhan Nurgiyantoro (2001:291-294), membagi tes
keterampilan berbicara menjadi tiga tingkatan. Berikut tiga tingkatan
keterampilan berbicara beserta uraiannya:
1) Tes Keterampilan Berbicara Tingkat Ingatan
Tes keterampilan berbicara pada tingkat ingatan umumnya lebih bersifat
teoritis, menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan tugas berbicara, misalnya
tentang pengertian, fakta, dan sebagainya. Tes tingkatan ini dapat jug berupa
tugas yang dimaksudkan untuk mengungkap kemampuan ingatan siswa
secara lisan. Tes ini dapat berupa permintaan untuk menyebutkan fakta atau
kejadian. Misalnya rumusan pancasila, nama-nama tokoh, acara televisi yang
commit to user
19
2) Tes Keterampilan Berbicara Tingkat Pemahaman
Tes keterampilan berbicara pada tingkat ini juga masih sama lebih
bersifat teoritis, menanyakan masalah-masalah yang berhubungan dengan
berbagai tugas berbicara. Tes tingkat pemahaman dapat pula dimaksudkan
untuk mengungkap kemampuan pemahaman siswa secara lisan.
3) Tes keterampilan berbicara tingkat penerapan
Tes keterampilan berbicara pada tingkat penerapan tidak lagi bersifat
teoritis, melainkan menghendaki siswa untuk praktik berbicara. Tes tingkat
ini menuntut siswa untuk mampu menerapkan keterampilan berbahasanya
untuk berbicara dalam situasi dan masalah tertentu untuk keperluan
berkomunikasi.
Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam mengevaluasi
keterampilan berbicara seseorang adalah sebagai berikut:
1) Apakah bunyi-bunyi tersendiri (vokal dan konsonan) diucapkan dengan tepat?
2) Apakah pola-pola intonasi, naik dan turunnya suara, serta tekanan suku kata, memuaskan?
3) Apakah ketepatan dan ketepatan ucapan mencerminkan bahwa sang pembicara tanpa referensi internal memahami bahasa yang digunakannya?
4) Apakah kata-kata yang diucapkan itu dalam bentuk dan urutan yang tepat?
5) 6HMDXK PDQDNDK ³NHZDMDUDQ´ DWDX ³NHODQFDUDQ´ DWDXSXQ³NH -native-speaker-DQ´ yang tercermin bila seseorang berbicara
(Brooks, dalam Henry Guntur Tarigan, 2008: 28)
Maidar G. Arsjad dan Mukti U. S. (1991:86-93) menjelaskan bahwa
penilaian keterampilan berbicara didasarkan pada faktor penunjang keefektifan
berbicara yang sudah dijelaskan pada bagian sub bab sebelumnya, yakni meliputi
faktor kebahasaan dan nonkebahasaan. Hal ini dilakukan untuk menghindari
kebiasaan penilaian berdasarkan kesan umum sehingga penilaian didasarkan pada
faktor-faktor penunjang berbicara yang dapat diukur secara jelas. Selain itu,
diungkapkan pula bahwa secara garis besar pelaksanaan penilaian keterampilan
commit to user
20
1) Guru memberikan tugas kepada siswa untuk melakukan kegiatan berbicara
secara individual atau kelompok dalam waktu tertentu.
2) Guru menentukan faktor-faktor yang dinilai atau diamati.
3) Siswa yang tidak mendapatkan giliran berbicara diberikan tugas mengamati
berdasarkan pedoman penilaian.
4) Guru dan siswa aktif mengamati kegiatan siswa yang sedang bericara.
5) Selesai kegiatan berbicara para pengamat mengemukakan komentarnya. Guru
juga aktif memberikan masukan/komentar untuk pembenahan kesalahan
siswa.
6) Kegiatan berbicara diulang kembali untuk mengetahui perubahan berbicara
setelah terdapat umpan balik.
Mengingat keterampilan berbicara ini memerlukan latihan dan bimbingan
yang intensif dengan waktu yang relatif lama maka penilaian dilakukan dengan
menilai dan mengukur beberapa faktor/aspek dalam satu kegiatan berbicara saja,
tetapi dapat berlanjut dan bertujuan untuk memperbaiki keterampilan berbicara
lainnya.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, maka penulis memberikan
batasan terhadap penilaian keterampilan berbicara siswa kelas V SD Negeri
Pandak I Sragen sesuai dengan pendapat dari Maidar G. Arsjad dan Mukti U.
S. Sehingga penilaian yang digunakan untuk mengukur keterampilan berbicara
dalam penelitian ini adalah tes unjuk kerja yang dilengkapi dengan lembar
penilaian pengamatan terhadap keterampilan berbicara siswa. Pengamatan
dilakukan terhadap beberapa aspek keterampilan berbicara sewaktu siswa tampil
commit to user
21
Model atau format lembar penilaian terhadap keterampilan berbicara
[image:38.612.150.521.159.553.2]siswa yang digunakan tertera pada tabel 2 sebagai berikut :
Tabel 2. Format Lembar Penilaian Unjuk Kerja Keterampilan Berbicara Siswa
No
. Nama
Aspek yang Dinilai Jumlah
Skor
Nilai
Akhir Ketuntasan I II III IV V
1.
2.
3.
4.
5.
« «« « « « « « « « «
Jumlah
Nilai rata-rata
Nilai di bawah 62
Nilai di atas atau sama dengan 62
Ketuntasan Klasikal
Keterangan :
Aspek yang dinilai:
I. Lafal
II. Intonasi
III.Kelancaran
IV.Ekspresi berbicara
V. Pemahaman Isi
Petunjuk penilaian :
1) Nilai setiap aspek yang dinilai dalam berbicara berskala 1 sampai 5.
2) Jumlah skor atau total nilai diperoleh dari menjumlahkan nilai setiap aspek
penilaian yang diperoleh siswa.
3) Nilai akhir yang diperoleh siswa diolah dengan menggunakan rumus:
Jumlah Skor
25
commit to user
22
4) Nilai rata-rata kelas dihitung dengan rumus:
Jumlah nilai
Jumlah siswa
5) Persentase ketuntasan pembelajaran berbicara dapat dihitung dengan
menggunakan rumus:
-XPODKVLVZD\DQJPHQGDSDWQLODL
Jumlah Siswa
Skala penilaian aspek keterampilan berbicara dari tiap-tiap deskriptor dapat
[image:39.612.131.524.124.673.2]diperinci pada tabel 3 di bawah ini :
Tabel 3. Rubrik Penilaian Keterampilan Berbicara
No. Aspek yang
Dinilai Deskriptor Skor Keterangan
1. Lafal a. Pelafalan sangat jelas b.Pelafalan jelas c. Pelafalan cukup jelas d.Pelafalan kurang jelas e. Pelafalan tidak jelas
5 4 3 2 1 2. Intonasi a. Intonasi kata/suku kata sangat tepat
b.Intonasi kata/suku kata tepat c. Intonasi kata/suku kata cukup tepat d.Intonasi kata/suku kata kurang tepat e. Intonasi kata/suku kata tidak tepat
5 4 3 2 1 3. Kelancaran a. Berbicara sangat lancar
b.Berbicara dengan lancar c. Berbicara cukup lancar d.Berbicara kurang lancar e. Berbicara tidak lancar
5 4 3 2 1 4. Ekspresi berbicara
a. Ekspresi berbicara sangat tepat b.Ekspresi berbicara tepat c. Ekspresi berbicara cukup tepat d.Ekspresi berbicara kurang tepat e. Ekspresi berbicara tidak tepat
5 4 3 2 1 5. Pemahaman Isi
a. Sangat memahami isi pembicaraan b. Memahami isi pembicaraan c. Cukup memahami isi pembicaraan d. Kurang memahami isi pembicaraan e. Tidak memahami isi pembicaraan
5 4 3 2 1 = Nilai Rata-Rata
X 100% =
Persentase Ketuntasan
commit to user
23
Penjelasan dari tiap-tiap deskriptor sebagai berikut :
I. Lafal
Kemampuan melafalkan bunyi kata dijelaskan sebagai berikut:
a. Lafal sangat jelas: mengucapkan kata maupun kalimat dengan sangat jelas
yaitu benar-benar dapat dibedakan bunyi konsonan dan vokal (hampir tidak
ada kesalahan).
b. Lafal jelas: mengucapkan kata maupun kalimat dengan jelas yaitu dapat
dibedakan bunyi konsonan dan vokal (artikulasi jelas tetapi sesekali
melakukan kesalahan).
c. Lafal cukup jelas: cukup kesulitan mengucapkan bunyi konsonan dan vokal
dengan jelas tetapi masih dapat dipahami pendengar.
d. Lafal kurang jelas: melafalkan kata-kata yang susah sekali dipahami karena
masalah pengucapan yaitu bunyi konsonan dan vokal kurang jelas untuk
dibedakan sehingga memaksa pendengar harus mendengarkan dengan teliti
ucapannya.
e. Lafal tidak jelas: kesulitan (tidak jelas) melafalkan bunyi konsonan dan vokal
sehingga kesalahan dalam pelafalan terlalu banyak menyebabkan bicaranya
tidak dapat dipahami dan salah pengertian.
II. Intonasi
Kemampuan memberikan intonasi dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Intonasi sangat tepat: penempatan tekanan kata/suku kata sangat tepat
sehingga berbicaranya tidak terkesan datar dan membosankan.
b. Intonasi tepat: sedikit sekali kesalahan penempatan tekanan kata/suku kata,
pembicaraan juga tidak terkesan datar.
c. Intonasi cukup tepat: terkadang membuat kesalahan dalam penempatan
tekanan kata/suku kata sehingga cukup terkesan datar.
d. Intonasi kurang tepat: sering tidak memberikan tekanan kata/suku kata yang
seharusnya mendapatkan intonasi dan cukup membosankan lawan bicara.
e. Intonasi tidak tepat: sama sekali tidak ada tekanan kata/suku kata dalam
pembicaraannya dari awal sampai akhir sehingga membosankan lawan bicara
commit to user
24 III. Kelancaran
Kemampuan kelancaran berbicara dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Berbicara sangat lancar: berbicara dengan sangat lancar, tidak terputus-putus, GDQWLGDNWHUGDSDWVLVLSDQEXQ\L³HH«´ dan sejenisnya.
b. Berbicara lancar: sedikit sekali berbicara dengan terputus tetapi tidak terdapat VLVLSDQEXQ\L³HH«´GDQsejenisnya.
c. Berbicara cukup lancar: terkadang berbicara dengan terputus-putus dan WHUGDSDWVLVLSDQEXQ\L³HH«´GDQVHMHQLVQ\D
d. Berbicara kurang lancar: berbicara sering terputus-putus dan menyisipkan EXQ\L³HH«´GDQVHMHQLVQ\D.
e. Berbicara tidak lancar: berbicara selalu terputus-putus, banyak pengucapan VLVLSDQEXQ\L³HH«´GDQVHMHQLVQ\DGDQVDQJDWPHPERVDQNDQODZDQELFDUD IV. Ekspresi Berbicara
Kemampuan ekspresi berbicara dijelaskan sebagai berikut:
a. Ekspresi berbicara sangat tepat: hampir keseluruhan terdapat
mimik/pantomimik berbicara yang meyakinkan dan komunikatif.
b. Ekspresi berbicara tepat: terkadang menggunakan mimik/pantomimik
berbicara yang dapat membangkitkan perhatian lawan bicara.
c. Ekspresi berbicara cukup tepat: terdapat mimik/pantomimik berbicara tetapi
tidak proporsional (terlalu berlebihan/tidak tepat pada keadaan).
d. Ekspresi berbicara kurang tepat: ragu-ragu dalam memberikan gerak-gerik
(mimik/pantomimik) yang dapat meyakinkan lawan bicara.
e. Ekspresi berbicara tidak tepat: berbicara tanpa ada gerakan, statis, dan
terkesan kaku.
V. Pemahaman Isi
Kemampuan pemahaman isi pembicaraan dijelaskan sebagai berikut:
a. Sangat paham isi pembicaraan: isi pembicaraan sesuai dengan topik dan
tokoh yang diperankan tanpa kesulitan.
b. Memahami isi pembicaraan: isi pembicaraan sesuai dengan topik dan tokoh
commit to user
25
c. Cukup memahami isi pembicaraan: terkadang berbicara tidak sesuai topik
dan tokoh yang diperankan.
d. Kurang memahami isi pembicaraan: sering berbicara tidak sesuai topik/isi
pembicaraan dan tokoh yang diperankan.
e. Tidak memahami isi pembicaraan: selalu berbicara di luar dari topik dan
tokoh yang diperankan, membingungkan lawan bicara.
2. Hakikat Metode Role Playing
a. Pengertian Metode Pembelajaran
Metode di dalam pembelajaran memegang peranan yang sangat
penting karena merupakan tata cara dalam menentukan langkah-langkah
pembelajaran untuk mencapai suatu tujuan. Melalui penggunakan metode secara
tepat dan akurat, guru akan mampu mencapai tujuan dalam pembelajaran.
Jadi, guru sebaiknya menggunakan metode pembelajaran yang dapat
menunjang kegiatan belajar-mengajar, sehingga dapat dijadikan sebagai alat
yang paling efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Menurut Sulistyo dan Basuki (2006:92), metode berasal dari kata Yunani
meta EHUDUWL µGDUL¶ DWDX µVHVXGDK¶ GDQbodos \DQJ EHUDUWL µSHUMDODQDQ¶ .HGXD LVWLODKWHUVHEXWGDSDWGLSDKDPLVHEDJDL³SHUMDODQDQDWDXPHQJHMDUDWDXGDUL´VDWX tujuan. Oleh karena itu, metode dapat didefinisikan sebagai setiap prosedur yang
digunakan untuk mencapai tujuan akhir. Pada penelitian, tujuan adalah data yang
terkumpul dan metode adalah alatnya. Dengan kata lain, metode adalah cara yang
teratur dan terpikir baik untuk mencapai maksud, cara kerja sistematis untuk
memudahkan pelaksanaan sebuah kegiatan guna mencapai tujuan yang
ditentukan.
Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2001:114) mengemukakan bahwa
metode adalah cara-cara yang ditempuh guru untuk menciptakan situasi
pembelajaran yang benar-benar menyenangkan dan mendukung bagi kelancaran
proses belajar dan tercapainya prestasi belajar anak yang memuaskan. Sementara
itu, Puji Santosa, dkk (2008:2.26) menyatakan bahwa dalam pembelajaran bahasa
commit to user
26
bahasa Indonesia secara menyeluruh untuk memilih, mengorganisasikan, dan
menyajikan materi pelajaran bahasa Indonesia secara teratur.
Metode dan pembelajaran dapat dikatakan sebagai kesatuan kata yang
terdapat dalam ilmu pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, untuk
mendefinisikan pengertian metode pembelajaran haruslah mendefinisikan apa arti
pembelajaran. Pembelajaran \DQJ GLLGHQWLNNDQ GHQJDQ NDWD ³PHQJDMDU´ EHUDVDO
GDULNDWDGDVDU³DMDU´\DQJEHUDUWLSHWXQMXN\DQJGLEHULNDQNHSDGDRUDQJVupaya
diketahui (diturut) GLWDPEDK GHQJDQ DZDODQ ³SH-´ GDQ DNKLUDQ ³-an´ menjadi ³SHPEHODMDUDQ´\DQJEHUDUWLSURVHVSHUEXDWDQFDUDPHQJDMDUDWDXPHQJDMDUNDQ sehingga anak didik mau belajar. (KBBI, 2002:5)
Gagne dan Briggs (dalam http://krisna1.blog.uns.ac.id/2009/10/19/
pengertian-dan-ciri-ciri-pembelajaran/) mengungkapkan bahwa instruction atau
pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar
siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian
rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang
bersifat internal.
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan
yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan
pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan
kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses
untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.
(http://krisna1.blog.uns.ac.id/pengertian-dan-ciri-ciri-pembelajaran/).
Bertolak dari beberapa pendapat tersebut di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa metode pembelajaran merupakan cara kerja/prosedural pembelajaran
yang dibuat oleh guru secara sadar dan bersistem untuk memudahkan
pelaksanaan suatu proses pembelajaran yang membuat siswa agar belajar. Hal
ini, diharapkan terjadi perubahan tingkah laku pada diri siswa dan perubahan itu
didapatkan dengan kemampuan baru dalam waktu yang relatif lama dan adanya
commit to user
27 b. Macam-macam Metode Pembelajaran
Menurut Martinis Yamin (2005:71-82), macam metode pembelajaran
dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (a) Metode diskusi, merupakan proses
interaksi dua atau lebih individu saling tukar pengalaman, informasi,
memecahkan masalah semua aktif; (b) Metode kerja kelompok, yaitu cara
mengajar guru dengan membagi siswa menjadi beberapa kelompok untuk
menyelesaikan tugas; (c) Metode penemuan, merupakan proses mental
sehingga siswa mampu mengasimilasi sesuatu konsep; (d) Metode simulasi,
adalah tingkah laku seseorang untuk berlaku seperti orang yang dimaksud;
(e) Metode brain storming (sumbang saran), adalah suatu teknik atau cara
mengajar yang dilakukan guru di dalam kelas dengan cara melontarkan suatu
masalah kemudian siswa menjawab; (f) Metode eksperimen, yaitu cara guru
mengajar dengan siswa melakukan percobaan suatu hal, me