LAPORAN AKHIR
PROSPEK PENGEMBANGAN KOMODITAS
PERKEBUNAN NON TEMBAKAU
DI KABUPATEN JEMBER
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN
KABUPATEN JEMBER
dengan
LEMBAR IDENTITAS KEGIATAN
Program
: Program Peningkatan Ketahanan Pangan
(Pertanian /Perkebunan)
Kegiatan
: Peningkatan Produksi,
Produktivitas dan
Mutu Produk Perkebunan, Produk Pertanian
Judul Pekerjaan
: Prospek Pengembangan Komoditas Perkebunan
Non Tembakau di Kabupaten Jember
Ketua Peneliti
: Djoko Soejono, SP, MP.
Anggota Peneliti
:
1. Ir. Imam Syafi i, MS
2. Uyun Erma M. S.TP. MP
3. Ir. M. Sunarsih, MS
Pemberi Pekerjaan
: Badan Perencanaan Pembangunan
Kabupaten Jember
Lokasi Pekerjaan
: Kabupaten Jember
Lama Pekerjaan
: Juni Oktober 2015
Pelaksana Pekerjaan
: Lembaga Penelitian Universitas Jember
Alamat
: Jl. Kalimantan No. 37 Jember
Sumber Dana
: DPA Bappekab Jember
APBD Kab. Jember Tahun Anggaran 2015
Mengetahui,
Ketua Lembaga Penelitian
Universitas Jember
Peneliti
Ketua
Prof. Ir. Achmad Subagio, M.Agr., Ph.D
NIP. 196905171992011001
PERNYATAAN ORISINALITAS HASIL PENELITIAN
Kami
menyatakan
dengan
sebenarnya
bahwa
sepanjang
pengetahuan kami, di dalam naskah hasil penelitian ini tidak terdapat
karya ilmiah yang pernah di tulis oleh orang/tim lain, kecuali yang
tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan
dan daftar pustaka.
Apabila ternyata di dalam naskah laporan hasil penelitian ini dapat
dibuktikan terdapat unsur-unsur jiplakan, maka kami besedia dibatalkan
dan diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
(Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, pasal 25 ayat 2 dan padal 70.
Jember,
2015
Peneliti,
Ketua
Komoditas Perkebunan Non Tembakau
Laporan Akhir ini merupakan sebagian realisasi kerjasama antara
Badan Perencanaan dan Pembangunan Kabupaten Jember (BAPPEKAB)
dengan Lembaga Penelitian Universitas Jember, tentang
Prospek
Pengembangan Komoditas Perkebunan Non Tembakau Di Kabupaten
Jember.
Laporan Akhir disusun berdasarkan pemikiran untuk menggali
potensi komoditas perkebunan non tembakau dan meningkatkan
pendapatan petani. Selain itu dapat mengembangkan semangat
membangun daya saing bersama
dalam keterkaitan usaha dan
kelembagaan antara petani dengan para pengusaha perkebunan non
tembakau. Uraian Laporan ini meliputi latar belakang masalah, kerangka
pemikiran, metode penelitian, gambaran daerah penelitian, hasil dan
pembahasan, serta penutup.
Demikian Laporan Akhir kami ajukan, atas perhatian dan
kerjasamanya diucapkan terima kasih.
o
m
o
t
s
r
k
n
n
o
n
m
k
u
HALAMAN JUDUL... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... viii
BAB 1. PENDAHULUAN
g
Rumusan Masalah ...
5
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian...
6
1.4 Ruang Lingkup...
7
1.5 Kerangka Konsep...
8
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Usahatani dalam Sistem Agribisnis ...
9
2.2 Teori Ekonomi Wilayah ...
14
2.3 Teori Penelitian Deskriptif...
19
2.4 Teori Pendapatan Usahatani ...
20
2.5 Teori Analisis SWOT ...
21
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian dan Jangka Waktu ...
24
3.2 Jenis dan Rancangan Penelitian yang Digunakan ...
24
3.3 Teknik Pengambilan dan Pengumpulan Data...
25
o
m
o
t
s
r
k
n
n
o
n
m
k
u
3.4.1 Analisa Deskriptif ...
25
3.4.2 Analisa Wilayah ...
26
3.4.3 Analisis Pendapatan Usahatani ...
27
3.4.4 Analisis SWOT ...
28
BAB 4. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
4.1 Letak Geografis ...
32
4.2 Topografi ...
32
4.3 Penggunaan Tanah ...
34
4.4 Keadaan Iklim ...
35
4.5 Keadaan Penduduk ...
36
4.6 Potensi Pertanian ...
39
BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Analisis Potensi dan Sebaran Komoditas Perkebunan
di Kabupaten Jember ...
41
5.2 Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Biaya Usahatani
Komoditas Perkebunan Non Tembakau di
Kabupaten Jember...
46
5.3 Karakteristik Kelembagaan Sosial Ekonomi
Pengusahaan Komoditas Perkebunan Non Tembakau...
50
5.4 Peluang dan Tantangan Pengusahaan Komoditas Perkebunan
Non Tembakau di Kabupaten Jember ...
64
5.4.1 Peluang dan Tantangan Pengusahaan Komoditas
Perkebunan Non Tembakau (Kopi)
di Kabupaten Jember ...
64
5.4.2 Peluang dan Tantangan Pengusahaan
Komoditas Perkebunan Non Tembakau
(Kelapa, Kapuk, Jambu Mente, Melinjo,
Kakao, dan Cengkeh) di Kabupaten Jember ...
75
5.5 Strategi Pengembangan Komoditas Perkebunan
Non Tembakau di Kabupaten Jember ...
86
5.5.1 Strategi Pengembangan Komoditas Perkebunan
Non Tembakau (Kopi) di Kabupaten Jember...
86
o
m
o
!"
t
#s
$%r
k
%&'n
#n
(o
n
)%m
&#k
#u
5.5.3 Model dan Pola Pengembangan Komoditas
Perkebunan Non Tembakau di Kabupaten Jember...
89
BAB 6. SIMPULAN DAN REKOMENDASI
6.1 Simpulan...
93
6.2 Rekomendasi ...
94
*+,
o
m
o
t
-s
./r
k
/01n
-n
2o
n
3/m
0-k
-u
DAFTAR TABEL
Tabel
Judul
Halaman
1.1
Data
Produksi
dan
Produktivitas
Komoditas
Perkebunan Non Tembakau di Kabupaten Jember
Tahun 2013
4
3.1
Elemen Analisis SWOT
28
3.2
IFAS (Internal Factor Analysis Summary)
29
3.3
EFAS (Eksternal Factor Anaysis Summary)
30
3.4
Matriks SWOT untuk Menyusun Strategi
31
4.1
Luas Daerah Berdasarkan Ketinggian Tempat di
Kabupaten Jember Tahun 2013
33
4.2
Luas Wilayah (Km2) Menurut Kemiringan Lahan di
Kabupaten Jember Tahun 2013
34
4.3
Luas Jenis Penggunaan Tanah di Kabupaten Jember
Tahun 2013
35
4.4
Rata-rata Curah Hujan Setahun menurut Wilayah
Kecamatan di Kabupaten Jember Tahun 2013
36
4.5
Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Sex
Ratio Penduduk di Wilayah Kecamatan Kabupaten
Jember Berdasarkan Hasil Sensus Penduduk Akhir
Tahun 2010
38
4.6
Data Produksi dan Produktivitas Komoditas
Perkebunan Non Tembakau di Kabupaten Jember
Tahun 2013
40
5.1
Nilai
Location Quotient
(LQ) Tanaman Perkebunan
Non Tembakau di Kabupaten Jember dengan
Indikator Produksi Tahun 2010-2014
44
5.2
Potensi Tanaman Perkebunan Non Tembakau di
Kabupaten Jember dengan Indikator Produksi Tahun
2010-2014
45
5.3
Hasil Pendapatan Petani Perkebunan Non Tembakau
48
5.4
Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Tantangan
Pengusahaan Komoditas Perkebunan Non Tembakau
(Kopi) Di Kabupaten Jember
65
5.5
Internal
Factor
Analysis
Summary
(IFAS)
Pengusahaan Komoditas Perkebunan Non Tembakau
(kopi) di Kabupaten Jember
73
5.6
Eksternal
Factor
Analysis
Summary
(EFAS)
Pengusahaan Komoditas Perkebunan Non Tembakau
(Kopi) di Kabupaten Jember
456
o
m
o
t
7s
89r
k
9:;n
7n
<o
n
=9m
:7k
7u
5.7
Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Tantangan
Komoditas Perkebunan Non Tembakau (Kelapa,
Kapuk, Jambu Mente, Kakao Melinjo, Dan Cengkeh)
di Kabupaten Jember
76
5.8
Internal
Factor
Analysis
Summary
(IFAS)
Pengusahaan Komoditas Perkebunan Non Tembakau
(kelapa, kapuk, jambu mente, kakao, melinjo dan
cengkeh) di Kabupaten Jember
83
5.9
Eksternal
Factor
Analysis
Summary
(EFAS)
Pengusahaan Komoditas Perkebunan Non Tembakau
(kelapa, kapuk, jambu mente, kakao, melinjo dan
cengkeh) di Kabupaten Jember
84
5.10
Matrik SWOT Strategi Pengembangan Komoditas
Perkebunan Non Tembakau (Kopi) di Kabupaten
Jember
>?@
o
m
o
t
As
BCr
k
CDEn
An
Fo
n
GCm
DAk
Au
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Judul
halaman
1.1
Kerangka Konsep
8
2.1
Bentuk Matriks SWOT
22
5.1
Diagram
Matrik
Posisi
Kompetitif
Relatif
Pengusahaan
Komoditas
Perkebunan
Non
Tembakau (Kopi) di Kabupaten Jember
75
5.2
Eksternal Factor Analysis Summary (EFAS)
Pengusahaan
Komoditas
Perkebunan
Non
Tembakau (kelapa, kapuk, jambu mente, kakao,
melinjo dan cengkeh) di Kabupaten Jember
85
5.3
Pola dan Strategi Model Pembangunan Kawasan
Pertumbuhan
Komoditas
Perkebunan
Non
Tembakau di Kabupaten Jember
Komoditas Perkebunan Non Tembakau
1.1
Latar Belakang
Suatu negara baru dapat dikatakan dalam keadaan berkembang
apabila pendapatan perkapita dari masyarakatnya menunjukkan
kecenderungan
(trend)
jangka panjang yang meningkat. Oleh karena itu,
dalam rangka meningkatkan pendapatan per kapita masyarakatnya,
setiap Negara melakukan pembangunan yang mencakup berbagai bidang
kehidupan secara berkesinambungan. Pembangunan pada dasarnya
merupakan suatu proses yang berjalan secara terus menerus yang disertai
dengan suatu proses perubahan baik perubahan dalam struktur ekonomi,
sosial, politik, maupun kebudayaan.
Pembangunan ekonomi juga diartikan sebagai suatu proses yang
menghasilkan peningkatan pendapatan per kapita penduduk suatu
negara dalam jangka panjang. Atau dengan kata lain, bahwa
pembangunan ekonomi diartikan sebagai suatu proses peralihan (transisi)
dari tingkat ekonomi tertentu yang bercorak sederhana menuju ke tingkat
yang lebih maju. Dalam proses transisi itu harus dilakukan tranformasi
dalam arti perubahan struktural secara mendasar dalam tata susunan
ekonomi masyarakat.
Sasaran utama pembangunan nasional di bidang ekonomi adalah
terciptanya struktur ekonomi yang seimbang yaitu terdapat industri yang
maju di dukung oleh sektor pertanian yang mantap. Pembangunan
Komoditas Perkebunan Non Tembakau
sektor-sektor non-primer, khususnya industri pengolahan dengan
increasing returns to scale
(relasi positif antara pertumbuhan output dan
pertumbuhan produktivitas) yang dinamis sebagai mesin utama
pertumbuhan (Wahyudi.ST. 2012)
Pembangunan nasional dipahami sebagai pelembagaan proses
pembangunan multidimensional pada arah perubahan struktur yang
alami. Paradigma baru pembangunan Indonesia didasarkan pada
paradigma pembangunan manusia sebagai kunci dari proses
pembangunan. Kegiatan manusia diketahui amat beragam yang sebagian
besar difokuskan pada sejumlah kegiatan ekonomi. Beberapa kegiatan
ekonomi berada dalam lingkup masyarakat disebut sebagai sektor-sektor
ekonomi. Sektor-sektor ekonomi di Indonesia sebagian besar didominasi
oleh proses kegiatan ekonomi yang berdasarkan potensi sumber daya
ekonomi. Potensi sumber daya ekonomi yang
paling banyak
dimanfaatkan sebagai input dalam proses kegiatan ekonomi adalah
sumber daya alam, baik yang terbarui maupun yang tidak terbarui.
Sebagian besar pengelolaan sumber daya tersebut berada dalam lingkup
kegiatan ekonomi pertanian, industri, dan perdagangan dalam satu
lingkaran kegiatan sekaligus, meskipun masih dalam skala yang masih
terbatas.
Perencanaan pembangunan dibidang ekonomi, dengan titik berat
keterkaitan antara industri dan pertanian. Dalam rangka mewujudkan
struktur ekonomi yang seimbang antara industri dan pertanian ditinjau
dari segi nilai tambah. Struktur ekonomi yang seimbang tersebut
dicirikan oleh terdapatnya kemampuan dan kekuatan industri yang maju
serta didukung oleh kemampuan pertanian yang tangguh. Ketangguhan
sektor pertanian tersebut tercermin dalam kemampuan pelaku
pembangunan pertanian di dalam mendorong terwujudnya suatu sistem
Komoditas Perkebunan Non Tembakau
kompatibilitas kegiatan produksi sektor pertanian dengan sektor industri,
baik dalam skala usaha, lokasi maupun jenis komoditas. Dengan demikian
pengembangan sistem pertanian berkelanjutan dapat merekat, menjalin
dan mengisi mata rantai sistem pertanian (Bagus P. 2011)
Salah satu sub sektor andalan di sektor pertanian yang mendapatkan
perhatian implementasi kedua pendekatan tersebut adalah sub sektor
perkebunan. Kebijakan ekspor komoditas perkebunan mempunyai
sasaran jangka panjang, yaitu ketergantungan ekspor pada minyak dan
gas berkurang. Kebijakan ekpor tersebut juga akan terkait dengan
peningkatan produktivitas komoditas perkebunan, sehingga dapat bekerja
dengan menekan biaya produksi (cost of production) dan mempunyai daya
saing tinggi (competitiveness) dengan produksi komoditas perkebunan di
luar negeri
Peningkatan produksi komoditas pertanian di lahan petani adalah
akibat dari pemakaian teknik-teknik atau metode-metode baru di dalam
usahatani. Selain itu, kombinasi dalam berusahatani juga merupakan
teknologi dimana para petani dapat menggunakan tenaga dan tanahnya
sebaik mungkin. Kabupaten Jember merupakan daerah yang subur
dengan potensi pertaniannya yang luar biasa. Tanah di daerah Jember
sangat cocok untuk tanaman perkebunan dan pernah dikondisikan
sebagai lahan tembakau oleh pemerintah Belanda sehingga sejak dulu
komoditas pertanian yang paling diandalkan adalah tembakau sedangkan
untuk tanaman perkebunan lainnya yaitu tebu, kelapa, kopi, pinang,
kapuk, cengkeh, panili, jambu mete dan lada. Berikut data produksi dan
Komoditas Perkebunan Non Tembakau
Tabel 1.1 Data Produksi dan Produktivitas Komoditas Perkebunan Non
Tembakau di Kabupaten Jember Tahun 2013
No
Komoditas
Luas Lahan
(Ha)
Produksi
(Kw)
Produktivitas
(Kw /Ha/Thn)
1
Tebu
6.495,52
6.356.436,50
978,59
2
Kelapa
12.746,99
70.764,51
5,55
3
Kopi
5.587,13
17.755,47
3,18
4
Jambu Mente
281,52
242,71
0,86
5
Kapuk Randu
1.740,31
3.650,06
2,10
6
Cengkeh
206,49
202,27
0,98
7
Panili
48,01
114,76
2,39
8
Kakao
255,60
5,42
0,02
9
Lada
38,16
135,57
3,55
10
Pinang
1.582,24
8.720,18
5,51
Sumber: Kabupaten Jember dalam Angka, 2014
Berdasarkan data tersebut, Kabupaten Jember memiliki potensi yang
cukup besar dalam pengembangan komoditas perkebunan non tembakau.
Namun demikian, menurut Wibowo (2007), tantangan perkebunan ke
depan adalah peningkatan daya saing, bukan saja sesama negara
produsen di wilayah tropis, tetapi juga dengan negara maju yang terus
menerus melakukan penelitian untuk menghasilkan produk sintetis
perkebunan. Karakteristik pasar komoditas primer perkebunan yang
fluktuatif, merupakan tantangan utama, demikian pula halnya dengan
praktek perdagangan yang tidak adil (unfair trade). Jawaban menghadapi
tantangan ini adalah peningkatan produktivitas dan mutu hasil serta
kreativitas dan daya inovasi untuk mengembangkan ragam produk
(product development) yang sesuai dengan selera pasar. Produktivitas
mencakup produktivitas tanaman maupun produktivitas usaha.
Produktivitas tanaman adalah produksi yang dihasilkan oleh tanaman
perhektar, sedangkan produktivitas usaha adalah keluaran yang mampu
Komoditas Perkebunan Non Tembakau
berbagai variabel seperti bahan tanaman, pupuk, obat-obatan, ilmu
pengetahuan dan teknologi, kemampuan menerobos pasar, kesesuaian
lahan dan iklim dan sebagainya yang kesemuanya bertumpu pada
kualitas sumberdaya manusia.
1.2
Rumusan Masalah
Pengembangan sektor perkebunan non tembakau di Kabupaten
Jember sangat strategis, sehingga para pelakunya harus memperoleh
kesejahteraan dari kegiatan yang di lakukan. Oleh sebab itu, kondisi
petani di masa depan harus berubah dari hanya sekedar meneruskan
tradisi turun menurun menjadi petani dalam pilihan yang terhormat,
bermartabat dan membawa kesejahteraan. Petani harus di dukung dan di
dorong untuk menjadi lebih berdaya saing dan produktif serta mampu
meningkatkan nilai tambah produk yang di hasilkan. Keterkaitan usaha
dan kelembagaan antara petani dengan para pengusaha perkebunan
harus di kembangkan dalam semangat saling menguntungkan (win-win
solution) dan sinergis membangun daya saing bersama.
Berkaitan dengan dengan hal tersebut harapan terhadap kondisi
petani dan usaha perkebunan non tembakau di Kabupaten Jember adalah
berkembangnya skala usaha, memiliki akses untuk turut melakukan dan
menguasai kegiatan hulu dan hilir dalam sistem produksi-distribusi
perkebunan (sistem agribisnis perkebunan), memiliki akses sepenuhnya
terhadap layanan dan sumberdaya produktif, seperti lahan, pembiayaan,
informasi, teknologi dan pasar. Oleh karena itu, fokus masalah dalam
penelitian ini adalah:
1.
Bagaimana
potensi dan sebaran komoditas perkebunan
di
Kabupaten Jember?
Komoditas Perkebunan Non Tembakau
3.
Bagaimana karakteristik kelembagaan sosial ekonomi pengusahaan
komoditas perkebunan non tembakau di Kabupaten Jember?
4.
Bagaimana
peluang dan tantangan pengusahaan
komoditas
perkebunan non tembakau di Kabupaten Jember?
5.
Bagaimana strategi pengembangan komoditas perkebunan non
tembakau di Kabupaten Jember?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1.
Untuk mengetahui potensi dan sebaran komoditas perkebunan di
Kabupaten Jember;
2.
Untuk menganalisis pendapatan dan efisiensi penggunaan biaya
usahatani komoditas perkebunan non tembakau di Kabupaten
Jember;
3.
Untuk mengetahui karakteristik kelembagaan sosial ekonomi
pengusahaan komoditas perkebunan non tembakau di Kabupaten
Jember;
4.
Untuk mengetahui peluang dan tantangan pengusahaan komoditas
perkebunan non tembakau di Kabupaten Jember;
5.
Untuk menentukan strategi pengembangan komoditas perkebunan
non tembakau di Kabupaten Jember.
1.3.2 Manfaat Penelitian
1.
Bagi pemerintah Kabupaten Jember, hasil penelitian diharapkan
dapat digunakan sebagai masukan pengambilan kebijakan yang
strategis, terkait dengan pengusahaan perkebunan non tembakau
guna memberikan sumbangan peningkatan Pendapatan Asli Daerah
Komoditas Perkebunan Non Tembakau
2.
Bagi petani, hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai
bahan pertimbangan dalam menentukan pilihan jenis komoditas
perkebunan non tembakau
yang diusahakan dengan tetap
mempertimbangkan potensi sumberdaya yang ada; dan
3.
Bagi Perguruan Tinggi, hasil
penelitian
merupakan bentuk
keperdulian ilmiah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan
masyarakat melalui pengembangan potensi komoditas perkebunan
non tembakau.
1.4
Ruang Lingkup Penelitian
1.
Mereview potensi dan sebaran komoditas perkebunan di Kabupaten
Jember;
2.
Menganalisis pendapatan dan efisiensi penggunaan biaya usahatani
komoditas perkebunan non tembakau di Kabupaten Jember;
3.
Mendeskripsikan
karakteristik
kelembagaan
sosial
ekonomi
pengusahaan komoditas perkebunan non tembakau di Kabupaten
Jember;
4.
Mendeskripsikan peluang dan tantangan pengusahaan komoditas
perkebunan non tembakau di Kabupaten Jember;
Komoditas Perkebunan Non Tembakau
1.5
Kerangka Konsep
Gambar 1.1 Kerangka Konsep
Strategi pengembangan
komoditas perkebunan non
tembakau
Potensi dan
sebaran
komoditas
perkebunan
Pendapatan dan
efisiensi penggunaan
biaya usahatani
komoditas
perkebunan non
tembakau
Karakteristik
kelembagaan
sosial ekonomi
pengusahaan
komoditas
perkebunan non
tembakau
Potensi dan
tantangan
pengussahaan
komoditas
perkebunan
non tembakau
Potensi Komoditas
Perkebunan di Jawa Timur
Potensi Komoditas Perkebunan
di Kabupaten Jember
Komoditas
Tembakau
H IJ IKL
t
Ms
NOPQ ORS T M TN
ITU OJ RMQMu
VWX
Usahatani dalam Sistem Agribisnis
YZ[\]^_ ` ^]^ ]_ a b\b c ^b c db []c] e]e` e Z\b f g Za hi j` c k ]d] k Z[\]^_ ` ^]^ ` c ] f]g]^b
(
lm nopq r psq t uu
vt mwv v)
dZ ^_]^ c ]c]a]^ `g][] k Z^b ^_j ]g ]^ kai d` j cb.
Hampir seluruh program dan pembangunan
agribisnis di masa lalu ditujukan untuk pengembangan usahatani.
Sedangkan industri hulu agribisnis (u
x nq wp rst
psqtuu
v t m wv v) yakni industri
yang
menghasilkan
barang-barang
modal
seperti
industri
perbenihan/pembibitan, industri agro-kimia, industri agro-otomotif dan
industri hilir agribisnis (
ylw
m n
st
q wp r psqtuu
v tmwv v) yakni industri yang
mengolah hasil agribisnis dan pemasarannya kurang memperoleh
perhatian. Kurang tersedianya barang-barang modal yang diperlukan
usahatani, menyebabkan produktifitas usahatani relatif rendah. Akibatnya
peningkatan produksi agribisnis diperoleh dengan memperluas areal
usahatani atau mengandalkan sumberdaya alam (
opzt
lq nyq t {w m), dan bukan
dari peningkatan produktivitas. Hal ini menyebabkan produksi agribisnis
Indonesia sangat rentan terhadap perubahan iklim dan perubahan
ekonomi.
Keuntungan relatif agribisnis yang lebih rendah tersebut juga
mempengaruhi alokasi kredit perbankan pada agribisnis. Hal ini
diperburuk pula oleh sistem perbankan nasional yang bersifat
uqpm zh
banking system
dimana perencanaan skim perkreditan kurang
mengakomodasikan karakteristik agribisnis/agribisnis daerah. Akibatnya
| } ~ }
t
s
N
} ~ u
v
.
,
y
.
v
y
su
y driven
.
,
y
y
.
w
.
¡ y
y
y
.
¡ y
y
¢
y
£ y
¤ y
v
.
Hal ini dinilai berbahaya bagi
kelanjutan kehidupan bangsa. Krisis ekonomi terjadi sebagai akibat
pengembangan industri yang diproteksi pemerintah dan pembengkakan
utang luar negeri terutama yang berjangka pendek oleh pihak swasta.
Kegagalan kebijakan pemerintah di atas pada dasarnya disebabkan terlalu
kental peran pemerintah pusat dalam pembangunan, sehingga terjadi
pemusatan kekuasaan dalam pengambilan keputusan yang dengan
mendorong penjerumusan perekonomian.
Kegagalan ekonomi atau sumber kerapuhan fundamental ekonomi
juga diakibatkan oleh dominasi pemikiran tentang dualisme ekonomi
antara desa dan kota, pertanian dan nonpertanian dan antara ekonomi
pertanian kerakyatan dan ekonomi perusahaan pertanian skala besar.
Kerapuhan fundamental ekonomi juga disebabkan oleh tidak optimal dan
¥ ¦ § ¦¨©
t
ªs
«¬®¬¯° ± ª ±N
¦ ±²¬§¯ª®ªu
³´µ¶·¸¹ º ¸·¸ »´ ¶¼½ ¾ ¼¾ ·¿ ·À Á·¸ ·Â ·¿¼µÃÄÀ ¶ ·½ ·¸ ¶·Á º
,
µÄ¾ ·»,
´Á ¸ ĻĹ ¼ ¾ ·¸ ´ ¸·¹· ÃÀÄÅ´¿¼Ä ¸ ·» ¾·¸ »´¶¼½ µ´ µÅÄÁ º ¿Á·¸ ÷¾ · ôÀ ´Á Ä¸Ä µ¼·¸ ôÀ ÁÄ ··¸y
·¸¹½ ·µÃ¼À ¼¾ ·Á¶´ÀÁ·¼Â·¸¾ ´ ¸¹ ·¸Ã´µ¶·¸¹ º ¸·¸Ã´À ·¸¼·¸.
Æ ¸¾ Ä ¸ ´¿ ¼· µ´ ¸¹ ½ ·¾ ·Ã ¼ ¶´¶´À·Ã· Á´»´µ·½ · ¸ ¼¸ ´À ¸ ·» ·¸Â ·À· »·¼¸ ¿º µ¶´À ¾·Ç·Á º ·»¼Â ·¿µ·¸º ¿ ¼·À´¸¾ ·½
,
ô¸¹º ·¿··¸ ¼»µº¾ ·¸Ã´ ¸¹ ´ ·½ º ·¸y
·¸¹ µ·¿ ¼½ Á ºÀ·¸¹
,
Á´¿º ¶ºÀ·¸ »·½ ·¸ ôÀ ·¸¼·¸y
·¸¹ ¿´ µ·Á ¼¸ µ ´ ¸ºÀ º ¸,
µ·¸·È´µ´¸Ã´¸¹ ¹ º ¸ · ·¸ ·¼Ày
·¸¹»´ µ·½,
¿¼¿Â ´µ Á´ »´ µ¶·¹ ··¸Ã´Â ·¸¼y
·¸¹ À·Ãº½,
¿ ¼¿ ´ µ ·¹ À¼¶¼¿ ¸ ¼¿ ¶´»ºµ ÁÄ µÃ·Á ¾ ·¸ ¶´»º µ ´À ¼¸ ´¹ À·¿¼,
µÄ¾ ·» ôÀ ·¸¼·¸ ¿·¸¹·Â Á ºÀ·¸¹ ¾ ·¸ Á·»·º  ´À¿´¾ ¼· ¿·¸¹·Â µ·½ ·»,
¼¸¾º ¿ ÂÀ¼ ôµ¶´ ¸¼½ ·¸ º ¸ÂºÁ ¶´À¶·¹·¼ ÁÄ µÄ¾ ¼Â ·¿ ¶´ »º µ ¶´À Á ´ µ¶·¸¹,
¿ ¼¿ ´ µ ôµ·¿·À·¸ ¼¾ ·Á µ´ ¸ È·µ¼¸ ¼¸ ¿ ´¸ ¼Åy
·¸¹ »·y
·Á ¶·¹¼ ô ·¸¼,
µ·¸ ·È´µ´¸ ôµ¶·¸¹ º ¸·¸ ôÀ·¸ ¼·¸ ·¸ ·À· ú ¿·Â ¾ ·¸ ¾ ·´À ·½ ¶´ »º µ  ´À ÁÄÄÀ¾¼¸ ·¿¼ ¾ ·¸ ÃÀ¼ÄÀ¼Â·¿ Á´¶¼È·Á·¸ ¸·¿ ¼Ä¸ ·»y
·¸¹ ¶´»º µ ¶´Àü½ ·Á ÷¾ · ôÀ ·¸ ¼·¸.
³´¸y
´ ¶·¶¼¸ ´Å¼ ¿¼´¸ ¿¼ ·¹ À¼¶¼¿¸ ¼¿ ·¾·»·½ »·½ · ¸ º ¿·½ · ¿ ´µ üÂ,
 ´À»·»º ¶·¸y
·Á ÄÀ·¸¹ ¶´Á´ÀÈ· ¾ ·»·µ È·¿ · ô µ·¿ ·À·¸ ¿´½ ¼ ¸ ¹ ¹· ¶¼·Ç· ô µ·¿ ·À·¸ ¼¸¹ ¹ ¼,
¶¼·Ç· µÄ¾ ·»y
·¸¹ ¾ ¼½ ·¾·Ã¼ ô ·¸¼ ¼ ¸¹ ¹¼,
µ·¸·È´ µ´ ¸ ô ·¸¼ ¶´À ¾ · ¿ ·ÀÁ·¸ ô¸¹·»·µ·¸ ¿´ ¸¾ ¼À¼y
·¸¹ ¼¾ ·Á ¶´À Á´ µ¶·¸¹,
ô ¸¹ ¹ º ¸ ··¸ ¶´ ¸¼½y
·¸¹ ¼¾ ·Á ÃÀ ľºÁ¼Å,
¿¼Á·Ã ¸ ·¿¼Ä ¸ ·»¼¿ µ´ ¶·¹¼ ô ¸y
´»´¸¹ ¹·À· ¸ ´¹ ·À· µ·¿¼½ ´Àº º Ã Ä »´½ ¿¼Á·Ã ¾·´À·½ ¼¿ µ´É ¶¼·Ç· ô ¸´ »¼Â ¼·¸y
·¸¹ ¿·¸¹ ·Â À´¸¾ ·½ ¿´½ ¼¸¹ ¹· ô ¸´ µº ·¸ ´Á¸Ä »Ä¹¼ ¼¾ ·Á ôÀ¸ ·½ º ¸Â ·¿,
÷À· ô ·¸¼ ´¸¹ ¹ ·¸ ¶´Á´ÀÈ·¿·µ· ¿´½ ¼¸¹ ¹· Á´»´µ¶·¹··¸  ¼¾·Á ¶´À Á´µ¶·¸¹,
ÄÀ ¹ ·¸¼¿·¿ ¼ ôµ´À ¼¸ ·½ ·¸ ¶´ »º µ  ´À÷¾º ¾ ·¸¿ ´À¼¸¹  ¼¾·Á ´Å´Á¼Š¶·¹ ¼ ô µ¶·¸¹ º ¸·¸ ôÀ ·¸¼·¸.
Ì Í Î ÍÏÐ
t
Ñs
ÒÓÔÕÓÖ× Ø Ñ ØN
Í ØÙÓÎÖÑÕÑu
ÚÛÜÝÞßà ßá â ÛãÜ ßáä å á ßá æÛ à çè é Ý áêåæ çéÝ æÛëèä
y
ßáy
ß êÝç åÞåà ßá åá çåà ãÛ áÞ ßêÝ à ßá æÛà çèé Ý á êåæç éÝ æÛÜ ßä ßÝ çåìßá ä â åá ä ä åáä à ÛäÝ ßç ßá æÝ æ çÛ ã ßä éÝÜÝ æáÝ æ ê ßá åæßí ß-
å æßí ß ßä éÝÜÝæ áÝ æ,
à íåæ åæáy
ß åá çåà ãÛãâ Ûé à åßç Ü ßäÝ ßá í åìå êßá í ÝìÝ é êßéÝ æÝ æ ç Û ã ßä éÝÜÝæ áÝ æ.
î ßìßã à ßÝ çßá Ý áÝ,
â Û ãÜ ßá ä åá ßá æÛ à çè é Ý áê åæçéÝ í ßé åæ ìÛ ÜÝí êÝ ßé ßí à ßá åá ç åà â Ûá ä Û ãÜ ßá ä ßá ßä é èÝ áê åæç éÝy
ßá ä ãÛ áåá Þ ßá ä â Ûá ä Û ãÜ ßá ä ßá à è ãè êÝ çßæ â Ûé ç ßáÝ ßá ßá êßìßá æÛÜßäÝßá Ü Û æßé â Û çßáÝ êßá ãßãâ å ãÛãÛ á åíÝ æ çßá êßé ãåçå â Ûé ãÝ áç ßßá â ßæßé.
Ú ÛÜÝÞßà ßá åá çåà ãÛãïè à åæ à ßá âÝìÝ íßá â ÛãÜ ßá ä åáßáæÛ à çè éÝá êåæç éÝç Ûé í ßêßâßäé èÝá êåæ çéÝãÛ é åâ ßà ßáà ÛÜÝÞßà ßá ãÛá êßæßéy
ßá äãÛãÜ åçåí à ßáà Û ßéÝïßáêßéÝâ ßé ß â Ûá Ûá çåàÛÜÝÞßà ßáêÛãÝ æÝ á à é è áÝ æßæÝâ ÛãÜ ßáäåáßáæ Ûðßé ßá ß æÝ è áßì.
ñá ç åà ãÛá çé ßá æï èéãßæÝ à Û åá ä ä åìßá à è ãâ ßé ßçÝï ãÛáÞ ßêÝ à Û åáä ä åìßá Ü Ûé æ ßÝá ä
,
â Û ãÜ ßá ä åáßá æÝæ çÛ ã ßä éÝÜÝ æ áÝ æ à Û ê Ûâ ßá(
êÝ æßãâÝ á ä ãÛ áä Û ãÜ ßá ä à ßá Ü Û éÜ ßä ßÝ à è ãè êÝç ßæy
ßá ä ãÛãÝìÝ àÝà Û åáä ä åìßá à è ãâ ßé ßçÝï
)
â Ûéìå êÝ êè é èá äåáç åàãÛ ãâ Û é ðÛâ ßç â Ûá êßìßãßá(
òóó ôó õ öõ÷)
æç é åàçåé Ý áê åæç éÝ
,
Ü ßÝà à Û íÝìÝ é(
ò ø
w
õst
ùó úû)
ãßåâ åá à Û íåìå
(u
ôst
ùóú û).
Úßé ßà ç ÛéÝ æçÝ à à í åæåæ â é è êåà â Ûé çßáÝ ßá â éÝ ãÛ éy
ßá ä ÜÛ éÜ ÛêßêßéÝ â é è êåàáè á â Ûé çßáÝ ßáßêßìßí æÝï ßçá
y
ßy
ßá äãåê ßí é åæßà(
ôó ùös
hable
),
Ü Ûé ßä ßãà åßìÝ çßæ êßá àåßáçÝç ßæ(
variability
),
bulky
,
êÛá ä ßáéÝ æÝ à è ïìåà çåßæÝ í ßéäßy
ßá ä ðåà åâ çÝá ä äÝ.
ñá çåà ãÛ áÝ á ä à ßçà ßá êßë ß æ ßÝ áä âé è êåà -â é è êåà â Ûé ç ßáÝ ßá êÛ á ä ßá æÝï ßç-
æÝï ßç êÝ ßçßæ,
êÝâ Ûéìåà ßá â Û áä Û ãÜßá ä ßá Ý áê åæçéÝ íÝìÝ é ãßåâ å á íåìåáy
ßü ý ÛÜÝí Þ ßå í ìßäÝ,
â Û áê ßìßãßá æ ç é åà çåé Ý áê åæçéÝ ßä éÝÜÝ æáÝæ êÝãßà æåê à ßá å á çåà ãÛ ãâ Û é à åßç ê ßë ß æßÝ á ä.
þÝ à ß í ßáy
ß ãÛá ä ßá êßìà ßá à è ãèêÝç ßæ â Ûéç ßáÝ ßá â éÝ ãÛé,
ÿá êè áÛ æÝ ß ßà ßá ðÛá êÛ éåá äæÛ áßá çÝ ßæ ßÜ Û éâ Ûé ßáæ ÛÜ ßä ßÝ â Ûá ÛéÝ ãß í ßé ä ß(
price taker
)
êßìßã â ßæßéÝ á çÛ é áßæÝè á ßì.
t
s
N
u
y
,
(
)
y
! "y
y
!Kedua
,
-
,
, y
y
;
, y
;
, y
#
(
y
$,
,
,
),
#
(
,
y
,
).
%
,
&y
.
'
y
,
,
y
,
y
! (
,
:
)! *
y
,
y
y
.
*
y
,
,
+,
.
*
.
,! *
y
,
,
-
.
-! *
-
.,
,
,
,
$
,
,
,
-
.
/! * .
,
,
,
-
.
0! *
y
.y
,
+
y
,
y
1 2 3 245
t
6s
789:8;< = 6 =N
2 =>83;6:6u
?@ABC D EBC F @GHBI J BC
y
B K@KLH AHM F BC LDBy
B HC A H F K@K@CHM D F @ LH AHM BCM D EHN.
ODBPBM D EHNEDN@IQG @MEBIDL@ILBJ BDRHKL@I, y
BD AH:
ST UBI DRHK L@IHRBMB ABCD R@C EDID.
VT UBI D RHKL@I HRBM B G BDC ED LD EBCJ N@IABCDBC R@N@IAD M BGC
y
B HNBM A@CBJ BF @IWBNB EBHRBM B ABC DGBDC.
XT ?@C EBNB ABCEBI DGHBIHRBM B ABC D
.
YGQFBRDN@C EBNB ABCA @IR@LH AEDJ HCB FBCHC AHF
:
B T Z @J DB ABC NIQEH FAD[ BC ABI B GBDC HC AHF K @K LDBPBD F @J DB ABC HRBM B ABC DC
y
B TL
.
Z @J DB ABC FQCRHKAD[ BC ABIB GBDC HC AH F NB CJ BC,
NBNBC,
F @R@MB A BC,
N@C ED ED FBC,
I@ FI@BRD,
EBCNBWB F-
NBWB F.
\
.
?@K @GDMBI BBCDCv
@RABRD.
ET ]C
v
@RABRDEBCAB LHC J BC(
Hernanto, 1996).
^_^ `ab c d
Ekonomi Wilayah
Pembangunan pertanian terkait erat dengan permasalahan regional
atau wilayah. Adanya keragaman hayati, iklim dan potensi lahan antar
wilayah merupakan tantangan sekaligus peluang bagi peningkatan
pertumbuhan ekonomi pedesaan. Untuk itu perencanaan pembangunan
tidak bisa dilakukan secara terpusat ataupun dengan desain
kebijaksanaan pembangunan yang sifatnya umum. Pembangunan
pertanian harus dirancang dengan memperhatikan perencanaan dari
daerah dan mempertahankan potensi sumberdaya pertanian spesifik
lokasi. Pendekatan sistem Agrobisnis merupakan upaya melanjutkan,
memperluas dan memperdalam pembangunan yang telah dilaksanakan
sehingga terjadi percepatan dalam peningkatan produktivitas kerja dan
pendapatan para pelaku yang pada akhirnya mampu memperkecil
senjang kesejahteraan antar mereka yang bergerak di sektor pertanian dan
e f g fhi
t
js
klmnlop q j qN
f qrlgojnju
st uvw vx yv z{| }w ~u
(
),
w v} u tw v } } u | } y
} u ~} u }x t ux{u z} } t } u v u} uw
{}}|.
u~t w v} u t v uy
} { tt w } } v u ~vwy
} {xv: (
})
}w } ; (
)
} ~{
; (
)
tux v ;
z} u(
z)
vvw } u.
u ~t w v} u ~} u }x tw} {x } u t w }x zt u } uw
} x v }w t u} t} u }}x} u v { z} u~t } } t }}} u uy
} t vxv| }u w } u {~} ~{ }x}v t u }xvw } u w v} u z} uw
} x v.
u ~vw-
v u ~vw xt w ~tv x z{}x} ~ ~t }w } t w~} }-
~} } t uy
v ~v uv u {xx}x }w v} uy
} uz{~tvxw
{}}|y
.
t } u v u} u
w
{}} | v } u |}uy
} tw v } } u tuz {~} w t } ~ {} u t } u v u} u u} ~ {u} .
Hal ini dikarenakan bahwa pembangunan
wilayah mempunyai filsafat, peranan, dan tujuan berbeda. Ilmu
pembangunan wilayah sebenarnya dalam perkembangannya lebih
mendekati ilmu ekonomi. Perbedaan pokok antara ilmu ekonomi dengan
ilmu pembangunan wilayah terletak pada perlakuan terhadap dimensi
spasial (Budiharsono, 2001).
Menurut Wibowo (1999), berdasar fungsinya daerah (
)
dibedakan:
1.
Daerah formal atau homogen (
Homogenous Region
), adalah sebagai
daerah geografik yang seragam atau homogen menurut kriteria
tertentu yang bersifat kesamaan fisik (topografi, iklim, vegetasi),
kesamaan ekonomi (tipe industri, pertanian, struktur ekonomi,
pendapatan per kapita) atau kesamaan social politik (ikatan-ikatan
partai politik). Dengan demikian dapat dikatakan sebagai space atau
ruang dimana kegiatan ekonomi berlaku dan berbagai pelosok ruang
tersebut sifatnya adalah sama.
2.
Daerah fungsional atau nodal (
Polarized Region
), adalah daerah
geografik yang memperlihatkan suatu koherensi fungsional tertentu,
suatu independensi dari bagian-bagian atau satuan-satuan yang
t
s
¡ ¢ ¢N
¢£ u
¤¥¦ §¨ ©ª ©¨ ¤©«©¬ ©¨ ©«¥¥ ¬®¨¦®¨ ©¥ ® ª¯ ¨¯¬¥ ° § ©¨¦
y
©¨ ¦ ¬®¨¦©°±¥ ª ©¨ ¤ ©®°©² ®³©¦©¥ § ©±§ ® ª¯ ¨¯¬¥ ° § ©¨ ¦ ¤¥ ª§ © ©¥ ¯ « ®² ©±§ ©±©§³®³®°©´ ©´§ ©±ª ®¦ ¥ ©±©¨® ª¯ ¨¯¬¥.
µ¶ · ©®°©² ´ ®°®¨ ¸©¨ ©©¨ ©±©§ ©¤¬¥ ¨¥±°©¥
(
¹º»¼ ¼ ½¼¾Region
),
©¤ ©« ©² ¤ ©®°©²y
©¨¦ ¬® ¬´ ®° «¥²©±ª©¨ ª¯²®° ®¨ ¥ ©±©§ ª ® ©±§ ©¨-
ª ® ©±§ ©¨ ª ®´§±§ ©¨ ®ª¯ ¨ ¯ ¬¥.
· ©®°©² ¥¨¥ ¤¥¤ © ©°ª ©¨ ´ ©¤ © ´ ®¬³©¦ ¥ ©¨ ©¤ ¬¥¨ ¥±°© ¥ ¤ ©° ¥ § ©±§ ¿ ®¦©° © ®´ ®°±¥ ©±§ ´° ¯´¥¨ ¥,
ª ©³§´ ©±®¨,
ª ®¸©¬©±©¨,
¤® © ¤ ©¨ «©¥¨-
« ©¥¨.
· ©®°©² ©¤¬¥ ¨ ¥±°© ¥ ¥¨ ¥ ´ ©«¥¨¦ ³©¨y
©ª ¤¥¦ §¨ ©ª ©¨ ª ©°®¨ ©À(
©)
¤ ©« ©¬ ¬®«©ª ©¨ ©ª ©¨ ª ®³¥Á©ª ©¨ ¤ ©¨ °®¨ ¸©¨ © ´ ®¬³©¨¦ §¨ ©¨ ¤ ©®°©² ¤¥´ ®° «§ ª ©¨ ±¥¨ ¤ ©ª ©¨-
±¥¨ ¤ ©ª ©¨ ³©¤©¨ ´ ®¬®° ¥¨±©², (
³)
« ®³¥² ¬§¤©² ¤¥ ©¨ ©«¥ ¥ ª ©°®¨ © ®Á©ª « ©¬© ´ ®¨ ¦ § ¬´§« ©¨ ¤ ©±© ¤¥ ³®°³©¦©¥ ¤ ©®°©² ¤©«©¬w
¥« ©Â ©² ¥ ¨ ¥ ´ ®¬³©¦ ¥ ©¨¨y
©¤¥¤ © ©°ª ©¨´ ©¤© ©±§ ©¨©¤ ¬¥ ¨¥±°©¥.
· ©« ©¬ ´ ®°®¨ ¸©¨ ©©¨ ´ ® ¬³©¨¦ §¨ ©¨ ° ®¦ ¥¯ ¨ ©« ¤¥ ª ®¨ ©« ³®°³©¦ ©¥ ±® ª¨ ¥ª ©¨ ©«¥¥
y
©¨ ¦ ¤©´ ©± ¬®¨ ®¨±§ ª ©¨ ´¥«¥²©¨ ±®°²©¤ ©´ ª ®¦ ¥ ©±©¨ -ª ®¦ ¥©±©¨®ª¯ ¨ ¯¬¥y
©¨¦¬®¨Á©¤¥´° ¥¯ ° ¥±©´ ®¬³©¨ ¦ §¨ ©¨.
é«©² ©±§¬¯ ¤ ®« ´ ®°®¨ ¸©¨ ©©¨ ©¤©«©² ¬¯ ¤ ®« ³© ¥ ® ª¯ ¨¯¬¥(
Economic Base Model
).
į ¤®« ´ ®°®¨ ¸©¨ ©©¨ ® ª±¯ ° ³©¥ ®ª¯ ¨ ¯¬¥ ¬®° §´ ©ª ©¨ ª¯ ¨ ®´ ´ ®°®¨ ¸©¨ ©©¨ ®ª ¯¨ ¯¬¥ °®¦ ¥¯ ¨ ©«y
©¨¦ ¬®¬Å¯ª§ ª ©¨ ´ ®°²©±¥ ©¨ ª ®´ ©¤ © ®ª±¯° ´ ®°® ª¯ ¨¯¬¥©¨y
©¨ ¦ ¬©¬´§ ¬®¨¸¥´±©ª ©¨ ¤ © ¬´ ©ª ´ ®¨¦ ¦ ©¨ ¤ ©(
Multiplier
Effect
)
¤©«©¬ ´ ®°±§ ¬³§²©¨ ®ª¯ ¨ ¯¬¥ ±®° §±©¬© ¤ ©« ©¬ ²©« ´ ®¨ ¤©´ ©±©¨ª ®±®¨ ©¦©ª®°Á©©¨
.
· ®¨¦©¨ ¤ ®¬¥ ª¥ ©¨,
ª ®¦ ¥ ©±©¨ ³© ¥ ¬® ¬´§¨y
©¥ ´®°©¨ ©¨ ®³©¦©¥ ´ ®¨¦ ¦®°©ª ¤¥ ¬©¨ © ´ ®° §³©²©¨ ¬®¬´§¨y
©¥ ®Å® ª ¬§«±¥´«¥®° ±®°²©¤©´´ ®°®ª¯ ¨ ¯¬¥ ©¨°®¦ ¥¯ ¨ ©«(
Æ¥³¯w
¯¤ ©¨Ç©¨ § ©°,
ÈÉÉÊ).
˨±¥ ¤ ©° ¥ ¬¯ ¤ ®« ³©¥ ®ª¯ ¨ ¯¬¥
(
Economic Base Model
)
©¤ ©« ©² ³©²w
© ©°©² ¤ ©¨ ´ ®°±§ ¬³§²©¨w
¥« ©Â ©² ¤¥±®¨±§ ª ©¨ ¯ « ®² ® ª´¯ °w
¥«©Â ©² ±®° ®³§±.
Ekspor berupa barang dan jasa, termasuk tenaga kerja. Formulasi model
basis ekonomi dikenal dengan
Location Quotient
(LQ). Teori basis ekonomi
Ì Í Î ÍÏÐ
t
Ñs
ÒÓÔÕÓÖ× Ø Ñ ØN
Í ØÙÓÎÖÑÕÑu
ÚÛ ÜÝÞß àÛ áÜÞÝâÝã àÛ áÚßã äÝÝã ä ÛáåÝæÝ à ç Þä àÞä
y
Ýã è æß àá ç æÞé âß çÜÛå âÛ é äç á êÝâ ßâ æÝã âÛ é äç á ã ç ã êÝâ ßâ.
ëÛáÚßãä Ý Ýã äÛ á åÝæÝ à àá ç æÞé â ß âÛ é äçá Üç é Ý Ü åÝãy
Ý æ Ý àÝä ÚÛ ã ßã èé Ýä êß ÜÝ àÛã æ Ý àÝäÝã Üç é Ý Ü ÚÛ ã ß ã èé Ýä.
Hal
tersebut akan berpengaruh terhadap pendapatan. Oleh karena itu,
menurut teori basis ekonomi, ekspor daerah merupakan faktor penentu
dalam pembangunan ekonomi. Pembangunan wilayah yang beroriantasi
pada kemampuan atau suatu ekspor atau komoditas
tertentu,
berhubungan erat dengan konsep basis ekonomi, dan seringkali disebut
basis ekspor (Arsyad, 1999).
Budiharsono
(2001),
menyatakan
bahwa
analisis
basis
sesungguhnya berkenaan dengan identifikasi pendapatan basis. Metode
yang dipakai dalam membagi daerah basis dan bukan basis yaitu yaitu
metode pengukuran langsung dan metode pengukuran tidak langsung.
Metode pengukuran langsung dapat dengan survey langsung untuk
mengidentifikasi sektor mana yang merupakan sektor basis dan sektor
mana yang bukan merupakan sektor basis. Metode ini dapat menentukan
sektor basis dengan tepat, akan tetapi metode ini memerlukan biaya,
waktu, dan tenaga yang tidak sedikit. Mengingat hal tersebut, maka
sebagian besar pakar ekonomi wilayah menggunakan metode
pengukuran tidak langsung. Beberapa metode pengukuran tidak
langsung yaitu: (1) metode melalui pendekatan asumsi, (2) metode
analisis
Location Quotient
, (3) metode kombinasi, dan (4) metode
kebutuhan minimum.
Location Quotiens
(kuosien lokasi) atau disingkat LQ adalah suatu
perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor di suatu daerah
terhadap besarnya peranan sektor tersebut secara nasional. Ada banyak
variable yang bisa diperbandingkan, tetapi yang umum adalah nilai
ì í î íïð
t
ñs
òóôõóö÷ ø ñ øN
í øùóîöñõñu
úûü ý þ ÿ
-
ú ûüýþ ÿy
ý û ûÿüû,
ú û ü ú ûü ý þ ÿy
ÿ ý úû ý
y
ú û û ûÿý ü
ý ü ü ÿ û ÿ þ ü ýþý
y
û û ÿü ü úý úÿ ûÿ ý ûÿ ú û ý(
ÿ,
).
ýûüü üû ý ûüþ þ ú ý ûÿ û
þ þ
y
ý(
ÿ úy
):
û ý ú ûü ý þ ÿ ûüþ þ
y
ý û ú ÿ û ÿ ý úû ÿ ÿ ûÿy
ûÿ ú ü ý.
ûü ý þÿ ú ûû ÿý ü ú ûü ýþ ÿ úú.
û ý ú ý úûüý þ ÿûüþ þ ý úý ÿ
y
ý ü ýû üû ý û ÿ ý û ÿ úû ý.
û ú ü úûü ýþ ÿþ úú.
ú ÿ ûüÿ ýûü ü ýûþÿ ! " #$
y
ýy
ü ÿû ú ûü ýþÿ ú ú û ú ü ÿ ú ý ü ú ÿû ÿ ü û úü û
ý ûÿ ý û ÿú û ý
.
ûÿy
ÿ ú û ý ÿ ÿ û ÿ ûy
û ü ý û ÿy
ü û ü üþ ú úv
ûúý ú ý û ÿú û ý
ÿ
y
ü û ü üû ý û%ý ü üû úû ý üû ÿ ÿ úû ÿý û ü ý û ý
.
û ý,
ý û ü ü ûÿ ý ú ûü ýþ ÿ þ úú/lokal. Kenaikan permintaan akan mendorong kenaikan investasi
pada sektor yang bersangkutan sehingga investasi modal dalam sektor
industri lokal merupakan investasi yang didorong (
! &u
)
sebagai akibat
dari kenaikan sektor basis, sehingga dengan memperhatikan asumsi
tersebut maka industri basic-lah yang patut dikembangkan di daerah.
Tugas pertama yang harus dilakukan adalah menggolongkan setiap
sektor apakah termasuk sektor basis atau sektor non basis. Untuk
keperluan ini dipakai
Location Quotiens
(LQ) yaitu usaha mengukur
konsentrasi kegiatan sektor dalam daerah dengan cara membandingkan
peranannya dalam suatu perkonomian daerah dengan kegiatan atau
' ( ) (*+
t
,s
-./0.12 3 , 3N
( 34.)1,0,u
56 789 8: ;9<
y
=>(
?@@9)
=7=AB<B< CD B7 B >=E =: >BF 8 7 =G =7 <6 H =9 = 6I6 G : BI>6 7F=7 =<8J<B K=Lw
=E6 9:=J=EMA=E 69JB7:==7E6 7 >8 >8GK6 9<BI=:homogeny
=9 : B7y
= <6: B=E E6 7 >8 >8G >Bw
BA=N=L E6 76 AB:B=7 > B=7F F =EJ6JBABGB EMA= E6 9JB7: ==7
y
=7F <=J= >6 7F =7 EMA= E69JB7:==7 7=<BM7=A.
O6>8 =P E9M>8G<B >Bw
BA=N=L : 69<6K8: E69 :=J=-
:=J= >BF 8 7 =G =7 8 7:8G J6J6 78LBG 6K8: 8L= 7w
BA=N=L B:8<6 7 >B9B>=7 <6 A 6KBL7y
=>B6G <EM9G 6A8 =9w
BA=N=L :6 9<6K8:
.
O6 :BF=P E9M>8G: Bv
B: =< <6G :M9 9 6FBM7 =A <=J= >6 7F =7 E9M>8G :Bv
B: =<7 =<BM7 =A.
QRS TUV W XY UZ U[X\X]Z^U _` W Xa \Xb
c6 76AB:B=7 >6 <G 9BE:BI J6 9 8E =G=7 J6 :M>6 E676AB:B=7
y
=7F K6 9 8 <=L= J6 7F F=JK=9 G=7 > =7 J67FB7:6 9 E9 6:=<B M Kd6G <6<8 =B >6 7F =7 =E = => =7y
= c6 76AB:B=7 B7B d8F= <6 9 B7F >B<6K8: 7M76 G<E6 9 BJ6 7,
G=9 6 7 = E =>= E6 76 AB: B=7 B7BE676AB:B=7:B>=GJ6A=G 8G=7GM7:9MA>=7J=7 BE8 A=< Bv
=9B=K6 AE676AB: B=7.
e67F=7 J6 :M>6 >6 <G 9 BE:BI,
E6 76AB:B=7 J6J8 7F GB7G=7 8 7: 8G J6A=G 8G =7 L8K8 7F=7 =7: =9v
=9B=K6A,
J67F 8 dB LBEM: 6 < B<,
J6 7F 6JK= 7F G =7 F 676 9=AB< =<B,
>=7J67F6JK=7F G=7: 6M9By
=7FJ6JBABGBv
=AB>B:=<8 7 Bv
6 9<=A.
eB < =JE B7F B: 8,
E6 76 AB:B=7 >6<G 9BE:BI d8F= J69 8E =G=7 E676AB:B=7,
>BJ=7= E6 7F 8JE8 A=7 >=: = 8 7: 8G J67F 6 :6< E69 : =7y
==7 E676AB:B=7 =: =8 LBEM: 6 < B<y
=7FK6 9G=B:=7>6 7F=7G 6=>=7> =7G 6d=> B=7< 6G=9=7F
.
c6 76AB:B=7 >6<G 9BE: BI E => = 8J8J7
y
= > BA=G 8G=7 >67F =7 :8 d8 = 7 8: =J=Py
=B: 8 J67F F=JK=9 G=7 <6 H =9= <B <: 6J=: B< I=G := >=7 G =9=G :6 9B<: BG M Kd6 G >=7 <M Kd6 Gy
=7 F >B:6AB:B <6 H=9= : 6E =:.
e =A=J E6 9G 6JK=7F = 7 =GLB9 -=GLB9 B7B,
J6 :M>6 E676AB:B=7 >6 <G 9BE:BI d8F= K=7y
=G >B A=G 8G =7 MA6L E =9= E6 76AB:B=7 G=9 6 7 = >8 = =A=<=7.
c69 :=J=P > =9 B E67F=J=: =7 6JE B9B< > B>=E =: K=Lw
= <6K=FB=7 K6< =9 A=EM9=7 E6 76 AB: B=7 >B A=G 8G=7 >=A=J K67: 8G >6<G 9BE: BI.
O6 >8 =PJ6:M>6 >6<G 9BE: BI < =7F=:K6 9 F 8 7= 8 7:8G J67 >=E =:G =7v
g h i hjk
t
ls
mnopnqr s l sN
h stniqlplu
uvw vxyz y{w |v} ~ y zy vyxy~ y } v} |{w }{|{
y
{w } {{ } v v z y vw vxyz y{w ~ {wz yz{z y x {yw wy
{ y} { yw yz,
v wvx yz y{w yw y { vvx ~ {w z yw |{~ {wy
{w z vx yzy {| { } vz y{ ~ wv wwy
{ { { | { {z vw {{ ~ {w } v~ {z{ v ~y
{w |yzvxyz y vw |v~ {z y ~ v vw { {wy
{.
v {{y wz ,
z { w { } |y {y~{w } v{ { vx {},
v {} {x {{ wy
{w |yzvx yzy} ywyy~ {w, v
{ y{vx vw vx yzy{w|{ {z| y ~ ,
zv ~ w y~} {x yw{ } |yzv w z ~ {w } v{ { {zy-
{zy,
|{w w{w {z { ~ { {} yy
{w z v {z vx |yx {~ ~ {w w z ~ vw |{ {z~{w {{ {w v~ {z{ } v~y
{w |yzvx yzy} v{{x v w~ {|{wv w{(Elpramwidya. 2009).
Analisis pendapatan usahatani penting dalam kaitannya dengan
tujuan yang hendak dicapai setiap usahatani dengan berbagai
pertimbangan dan motivasi. Analisis pendapatan memerlukan 2 (dua)
keterangan pokok yaitu: (a) keadaan penerimaan, dan (b) keadaan
pengeluaran (biaya produksi) selama jangka waktu tertentu.
Menurut Soekartawi (2002), penerimaan dalam usahatani
merupakan perkalian antara produksi fisik dengan harga jual atau harga
produksi. Sedangkan penerimaan total (t
t
¡ ¢£ ¢¤u
¢) adalah penerimaan
produsen dari hasil penjualan output-nya. Pendapatan atau dapat juga
disebut keuntungan, adalah merupakan selisih antara penerimaan total
dengan biaya total. Dimana biaya itu terdiri dari biaya tetap dan biaya
tidak tetap. Dalam analisis usahatani ada dua pendapatan yaitu
:
a.
Pendapatan Kotor Usahatani
(
Gross Farm Income)
Pendapatan Usahatani Kotor adalah nilai total dari hasil yang
diperoleh dikalikan dengan harga persatuan berat yang berlaku.
Penerimaan yang diperoleh berhubungan dengan hasil yang terjual.
Semakin banyak hasil yang terjual maka semakin banyak pula
¥ ¦ § ¦¨©
t
ªs
«¬®¬¯° ± ª ±N
¦ ±²¬§¯ª®ªu
³
.
´µ ¶·¸ ¹¸ º¸ ¶»µ ¼ ½ ¾¿(N
Àt
Farm Income)
´µ ¶·¸ ¹¸º¸ ¶ Á½¸¿ ¸ º¸ ¶¾ ¸·¸Â¸¿ ºÃº ¸Â ¹µ ¶µ ¼ ¾Ä¸¸ ¶ ¸ º¸Á ºÃº¸Â ¼ µ
v
µ ¶Áµ ·¾ÅÁ¼ ¸ ¶Æ¾ ºÃº¸Â ³¾¸y
¸ ¹¼Ã·ÁÅ ½¾,
½ µ¿ ¾¶Æ Æ ¸ ĵ ¼Á¹¸ Ÿ ¶ ¹µ ¶·¸ ¹¸º¸ ¶ ³µ¼ ½ ¾¿.
ǵÁ¶ºÁ¶Æ ¸¶ ³µ¼ ½ ¾¿ Á½¸¿ ¸ º¸¶ ¾ ĵ ¼Á¹¸Å¸ ¶ ½µÂ¾½ ¾¿ ¸¶ º¸¼ ¸¹µ ¶µ ¼¾Ä¸¸ ¶ ºÃº ¸Â ·µ¶Æ ¸ ¶ ¹µ ¶Æ µÂÁ¸¼¸ ¶ ºÃº¸Â.
´µ¶Æ µÂ Á¸¼ ¸ ¶ Á½¸¿ ¸ º¸ ¶ ¾
(Total Farm Expensive)
¸·¸Â¸¿ ¶ ¾Â¸ ¾ ½ µÄ Á¸ ĸ½ÁŸ ¶y
¸¶Æ ¿¸ ³¾½ · ¾¹¸ Ÿ ¾ ¸ º¸Á · ¾ ŵÂÁ¸¼ Å ¸ ¶ · ¾·¸Â¸Ä ¹¼Ã½ µ½ ¹¼Ã·ÁŽ ¾,
ºµ º¸ ¹¾ º¾·¸ Å ºµ ¼Ä¸½ÁÅ ºµ ¶¸Æ ¸ ŵ ¼ ȸ ¹µº¸ ¶ ¾.
´ µ ¶Æ µÂÁ¸¼ ¸ ¶ Á½¸¿ ¸ º¸¶¾Äµ ¶É¸ ÅÁ¹¹µ¶Æ µÂÁ¸¼ ¸¶ºÁ¶¸ ¾ ·¸ ¶º¾·¸ źÁ¶¸¾(
Ê Á³y
¸¼ºÃ,
Ë989).
ÌÍÎ ÏÐÑ Ò Ó
Analisis SWOT
ʵ ¶Á¼Áº Ô¸ ¶ÆÅÁº ¾
(
ÕÖÖ×),
ĵ¶ÈµÂ¸½ Ÿ ¶ ³¸¿w
¸ Ø ¶¸Â¾½ ¾½ ÙÚÛ Ü ¸·¸Â¸¿ ¾·µ ¶ º¾Ý¾Å¸½ ¾ ³µ ¼³¸Æ ¸ ¾ ݸ Å ºÃ¼ ½ µÉ¸¼ ¸ ½ ¾½ ºµÄ¸ º ¾½ Á¶ ºÁŠĵ¼ÁÄÁ½ Ÿ ¶ ½ º¼ ¸ ºµ ƾ ¹µ¼Á½ ¸¿¸¸ ¶.
Ø ¶¸Â¾½ ¾½ ¾¶ ¾ · ¾·¸½ ¸¼Å¸ ¶ ¹¸·¸ ÂÃÆ ¾Å¸y
¸ ¶Æ ·¸ ¹¸ º ĵĸ Ž ¾Ä¸ÂŸ ¶ ŵÅÁ¸ º¸ ¶(
Strenghts
)
·¸ ¶¹µÂÁ¸ ¶Æ(
Opportunities
),
¶¸ÄÁ¶ ½µÉ¸¼ ¸ ³µ ¼ ½¸Ä¸¸ ¶ ·¸ ¹¸ º ĵľ¶ ¾Ä¸ÂŸ ¶ ŵµĸ¿ ¸ ¶(
Weakness
)
· ¸ ¶ ¸ ¶É¸Ä¸ ¶(
Threats
).
´¼Ã½ µ½ ¹µ ¶Æ ¸Ä³¾Â¸ ¶ ŵ ¹ÁºÁ½¸ ¶ ½ º¼ ¸ ºµÆ ¾½ ½ µÂ¸ÂÁ ³µ¼Å¸ ¾º¸ ¶ ·µ ¶Æ ¸ ¶ ¹µ ¶Æ µÄ³¸ ¶Æ ¸ ¶ ľ½ ¾,
ºÁÈÁ¸ ¶,
½ º¼¸ ºµÆ ¾,
·¸ ¶ ŵ ³¾È¸ Ÿ ¶ ¹µ¼Á½ ¸¿¸¸ ¶.
Þµ ¶Æ ¸ ¶· µÄ¾Å ¾¸ ¶¹µ ¼ µ ¶É¸ ¶¸½ º¼ ¸ ºµÆ¾½(
strategic planner
)
¿ ¸¼Á½ ĵ ¶Æ ¸ ¶¸Â¾½ ¾½ ݸ Å ºÃ¼-
ݸ Å ºÃ¼ ½ º¼ ¸ ºµ ƾ½ ¹µ¼Á½ ¸¿¸¸ ¶(
ŵÅÁ¸ º¸ ¶,
ŵµĸ¿ ¸ ¶,
¹µÂÁ¸ ¶Æ ·¸ ¶ ¸ ¶É¸Ä¸ ¶)
·¸Â¸Ä Åö· ¾½ ¾y
¸ ¶Æ ¸·¸ ½¸¸ º ¾¶¾.
Hal ini disebut
dengan Analisis Situasi. Model yang paling populer untuk analisis situasi
adalah Analisis SWOT. SWOT adalah singkatan dari lingkungan internal
Streghts
dan
Weakness
serta lingkungan eksternal
Opportunities
dan
Threats
yang dihadapi dunia bisnis. Analisis SWOT membandingkan antara
faktor eksternal peluang (
opportunities
) dan ancaman (
threats
) dengan
faktor internal kekuatan (
stregths
) dan kelemahan (
weakness
). Bentuk
ß à á àâã
t
äs
åæçèæéê ë ä ëN
à ëìæáéäèäu
G
íîï íðñòóôõö÷øùúí÷ð ûù üSWOT
ýþÿ ÿ
:
þ ÿ ÿ þÿy
ÿ ÿÿ þ þ ÿ.
þÿÿÿ þ þÿ ÿ þÿÿ
ÿ ÿ ÿ ÿÿÿÿ þÿ
y
ÿ ÿ þ ÿþÿ
ÿ þÿÿ
ÿ
ÿ ÿ ÿÿÿÿ þÿ
y
ÿ ÿ ÿ ÿy
ÿ ÿ þÿÿ ÿÿ ÿ ÿÿ þþ
ÿÿ ÿÿ þþÿ
y
ÿ ÿ(
Growth
oriented strategy
).
ýþÿ ÿ
:
þ ÿ ÿ ÿÿ ÿ ÿ ÿ,
þÿÿÿÿ þÿ ÿ ÿ ÿ
.
ÿy
ÿ ÿþ ÿÿ ÿ ÿÿ þ ÿÿ þÿ ÿ
þ þ ÿÿÿÿ þÿ ÿ ÿ ÿÿ ÿ
ÿÿ ÿ
v
ÿ(
þ/pasar).
Kuadran 3
:
Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat
besar, tetapi di pihak lain, ia menghadapi beberapa
kendala atau kelemahan internal. Fokus strategi
Peluang Eksternal
Kekuatan
Internal
Kelemahan
Internal
Ancaman Eksternal
4. Mendukung strategi
agresif.
3. Mendukung strategi
diversifikasi.
2. Mendukung strategi
turn-around.
t
s
!"# $ $N
$%"!u
&' ()* +, ++- +. +/ +, 0' 01- 10 +/2+- 0+* +/+,
-
0+* +/ + , 1-3'(- +/ &' ()* +, ++- *',1-4 4+ . +& +3 0'05) +3 &' /) +-4 & +* +(y
+-4/'51,5+12.
6) +.( +-7
:
8'()& +2+- * 13) +* 1y
+-4 * +-4+3 31. +2 0'-4)-3)-42+-,
&' ()* +, ++-3' (* '5)30'-4, +. +& 1 5'(5+4+1 +-9+0+- . +-2 '/'0 +, +-1-3'(- +/.
:'- ;+5+( +-1-3'(& ('3+* 1+- +/ 1* 1*<=> ?. +& +3.13' ( +-42+-*'5+4+15' ( 12 )3
:
<:
@A B C DEt
h
/
kekuatan
didefinisikan
sebagai
sumberdaya,
ketrampilan atau keunggulan-keunggulan lain relatif terhadap
pesaing dan kebutuhan pasar yang dilayani atau yang ingin
dilayani perusahaan.
W
:
Weakness
/ kelemahan didefinisikan sebagai keterbatasan atau
kekurangan dalam sumberdaya, ketrampilan dan kapabilitas
yang secara serius menghambat kinerja efektif perusahaan.
O
:
Opportunity
/ peluang didefinisikan sebagai situasi penting yang
menguntungkan dalam lingkungan perusahaan.
T
:
Threats
/ ancaman didefinisikan sebagai situasi penting yang
Komoditas Perkebunan Non Tembakau
3.1 Lokasi Penelitian dan Jangka Waktu
Lokasi penelitian adalah Kabupaten Jember, sedangkan fokus
wilayah penelitian berdasarkan sebaran potensi produksi komoditas
perkebunan non tembakau.
Waktu penelitian direncanakan selama 4 (empat) bulan terhitung
sejak penandatangan Surat Perjanjian Kerjasama.
3.2 Jenis dan Rancangan Penelitian yang Digunakan
Metode yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode
analitik, deskriptif dan korelasional. Metode deskriptif dapat diartikan
sebagai prosedur pemecahan
masalah yang diselidiki, dengan
menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek atau obyek penelitian
(seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang
berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Untuk
mendeskripsikan fakta-fakta tersebut, pada tahap permulaan tertuju pada
usaha mengemukakan gejala-gejala secara lengkap di dalam aspek yang
diselidiki agar jelas keadaan atau kondisinya.
Metode deskriptif memusatkan perhatiannya pada penemuan
fakta-fakta (
fact finding
) sebagaimana keadaan sebenarnya (Nawawi,
1998). Sedangkan metode korelasional merupakan kelanjutan dari metode
deskriptif yang memiliki tujuan mempelajari hubungan secara statistik
Komoditas Perkebunan Non Tembakau
3.3 Teknik Pengambilan dan Pengumpulan Data
Teknik pengambilan data yang digunakan adalah menggunakan
menggunakan Snowball Sampling. Menurut Sugiyono (2013) pengertian
Snowball Sampling
yaitu teknik penentuan sample yang mula-mula
jumlahnya kecil, kemudian membesar. Dalam penentuan sampel pertama
dipilih satu atau dua orang, tetapi karena belum lengkap informasi yang
diperoleh, maka penelti mencari orang lain yang di pandang lebih tahu
dan melengkapi data yang diberikan oleh orang sebelumnya.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian digunakan teknik
wawancara. Menurut Moleong, Lexy J. (2007) wawancara telah diakui
sebagai teknik pengumpulan data atau informasi dan banyak dilakukan
dalam pengembangan sistem informasi. Wawancara adalah suatu
percakapan langsung dengan tujuan-tujuan tertentu serta menggunakan
format tanya jawab yang terencana. Wawancara memungkinkan analis
sistem mendengar tujuan, perasaan, pendapat dan prosedur informal
dalam wawancara dengan para pembuat keputusan organisasional.
Analis sistem menggunakan wawancara untuk mengembangkan
hubungan mereka dengan klien, mengobservasi tempat kerja, serta
mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan menyiapkan orang
yang diwawancarai dan memberi pertanyaan terkait temuan.
3.4 Metode Analisis
3.4.1 Analisa Deskriptif
Untuk permasalahan pertama, kedua dan keempat, digunakan
analisis deskriptif. Deskriptif yaitu dengan memberikan gambaran dan
penjelasan tentang karakteristik masyarakat penghasil komoditas
perkebunan non tembakau dari hasil wawancara dengan responden. Hal
Komoditas Perkebunan Non Tembakau
3.4.2 Analisis Wilayah
Prinsip dasar yang dilakukan dalam analisis wilayah ini adalah
bersifat komprehensif. Artinya berbagai aspek dimensional di dalam
menilai wilayah agregrat yang mempunyai potensi produk-produk
pertanian dan memadukan berbagai aspek kajian, baik kondisi
sumberdaya manusia, sumberdaya alam, kelembagaan, dan kebijakan
pemerintah yang sedang di laksanakan.
Alat analisis yang akan digunakan dalam kajian wilayah ini antara
lain yaitu:
Location Quetion
(LQ analisis). Alat analisis ini pada dasarnya
untuk mengetahui sektor basis dan non basis dari komoditas perkebunan
non tembakau, dengan rumus sebagai berikut (Soetriono, 2010).
LQ =
)
/
(
)
/
(
Vt
Vi
vt
vi
Keterangan :
LQ = LQ dari sektor s pada satu wilayah
Vi
= Dasar ukur dari sektor s di wilayah i
vt
= Dasar ukur total wilayah
vi
= Dasar ukur dari sektor s di seluruh wilayah
Vt
= Dasar ukur total seluruh wilayah
Kriteria pengambilan keputusan :
LQ > 1 = Wilayah i berpotensi untuk menghasilkan komoditas tertentu
LQ < 1 = Wilayah i tidak berpotensi untuk menghasilkan komoditas
tertentu
LQ = 1 = Wilayah i berpotensi menghasilkan komoditas tertentu tetapi
untuk mencukupi wilayah sendiri
Penentuan komoditas unggulan mencakup komoditas unggulan
tingkat kecamatan dan kabupaten. Adapun langkah-langkah yang
dilakukan dalam menentukan komoditas unggulan adalah sebagai
Komoditas Perkebunan Non Tembakau
a. Mengingat jenis komoditas sangat banyak, maka terlebih dahulu
dilakukan penapisan berdasarkan sepuluh besar nilai perdagangan.
Langkah selanjutnya, penentuan komoditas unggulan di tingkat
kabupaten.
b. Dalam penentuan komoditas di tingkat kabapaten ini dilakukan
dengan menggunakan kriteria produksi, yang didekati dengan fraksi
produksi, dari komoditas unggulan terhadap kecamatan. Komoditas
yang lolos sebagai komoditas unggulan kecamatan pada tahap ini
adalah komoditas dengan fraksi produksi termasuk 5 besar.
3.4.3
Analisis Pendapatan Usahatani
Total pendapatan (keuntungan) dari efisiensi penggunaan biaya
dengan memperhatikan teori penyusutan karena yang dianalisis ada
unsur investasi dimana keuntungan usahatani adalah total penerimaan
dikurangi dengan total biaya dalam suatu proses produksi. Total
penerimaan usahatani perkebunan non tembakau adalah nilai dari total
penjualan produk yang dihasilkan. Secara matematik, total pendapatan
(keuntungan) usahatani perkebunan non tembakau di Kabupaten Jember
dirumuskan sebagai berikut :
= TP TB
= TP (BV+BT)
dimana :
= Total pendapatan dalam suatu periode pemeliharaan (Rp)
TP
= Total Penerimaan dalam suatu periode pemeliharaan (Rp)
TB
= Total Biaya dalam suatu periode pemeliharaan (Rp)
BV
= Biaya variabel dalam suatu periode pemeliharaan (Rp)
Komoditas Perkebunan Non Tembakau
Untuk melihat efisiensi usahatani terhadap penggunaan faktor
produksi, digunakan analisis R/C. Rasio R/C merupakan perbandingan
total
penerimaan
dengan
total
biaya.
Usahatani
dikatakan
menguntungkan bila R/C= 1. Semakin besar nilai R/C maka semakin
menguntungkan usahatani tersebut. Perhitungan R/C dirumuskan, yaitu:
R/C = Total Penerimaan / Total Biaya
Py . Y / TB
dimana :
Py
= Harga produk dalam satu periode pemeliharaan (Rp)
Y
= Total produksi dalam satu periode pemeliharaan (Kg)
TB = Total Biaya dalam suatu periode pemeliharaan (Rp) (Soekartawi.
1995)
3.4.4 Analisis SWOT
Untuk permasalahan kelima digunakan analisis SWOT dengan
beberapa tahapan. Mengidentifikasi faktor intern dan ekstern
pengembangan perkebunan non tembakau,
Internal Factor Analysis
Summary
(IFAS) dan
Eksternal Factor Analysis Summary
(EFAS). Analisis
faktor internal meliputi identifikasi
strength
(kekuatan) dan
weakness
(kelemahan), analisis faktor eksternal meliputi identifikasi
opportunity
[image:38.595.120.514.577.736.2](peluang) dan
threats
(ancaman).
Tabel 3.1 Elemen Analisis SWOT
S (
Strenght
)
Apakah kekuatan utama
Usaha perkebunan non tembakau
(
Internal
)
(dari dulu sampai sekarang)
W (
Weakhness
)
Apakah kelemahan utama
Usaha perkebunan non tembakau
(
Internal
)
(dari dulu sampai sekarang)
O (
Opportunity
)
Apakah kesempatan eksternal
usaha perkebunan non tembakau
(mulai sekarang sampai masa
datang)
T (
Threat
)
Apakah ancaman eksternal
Usaha perkebunan non tembakau
(mulai sekarang sampai masa
datang)
Komoditas Perkebunan Non Tembakau
Tindak lanjut dari identifikasi faktor internal dan eksternal adalah
melakukan pembobotan terhadap permasalahan, dari Rangkuti (1997).
Tabel 3.2 IFAS (
Internal Factor Analysis Summary
)
No
Uraian
permaslahan
Bobot
permasalahan
Rating
Nilai
(Bobot x
Rating)
Kekuatan (S)
..
Kelemahan (W)
..
Total nilai IFAS
..
Sumber: Soesilo. NI (2000)
Tahapannya adalah:
1. Menentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan
usaha perkebunan non tembakau dalam kolom 1
2. Memberi bobot masing-masing faktor dengan sekala mulai dari 1.0
(paling penting) sampai 0.0 (tidak penting) berdasarkan pengaruh
faktor tersebut terhadap posisi strategis usaha perkebunan non
tembakau. (semua bobot jumlahnya tidak boleh melebihi skor 1.00)
3. Menghitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor
dengan memberikan skala mulai dari 4 (
outstanding
) sampai dengan 1
(
poor)
berdasarkan pengaruh faktor terhadap kondisi usaha perkebunan
non tembakau bersangkutan. Faktor yang bersifat positif (semua faktor
yang masuk kategor