• Tidak ada hasil yang ditemukan

2015 Lapkir Masterplan Prospek Pengembangan Komoditas Perkebunan Non Tembakau Di Kabupaten Jember

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "2015 Lapkir Masterplan Prospek Pengembangan Komoditas Perkebunan Non Tembakau Di Kabupaten Jember"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR

PROSPEK PENGEMBANGAN KOMODITAS

PERKEBUNAN NON TEMBAKAU

DI KABUPATEN JEMBER

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN

KABUPATEN JEMBER

dengan

(2)

LEMBAR IDENTITAS KEGIATAN

Program

: Program Peningkatan Ketahanan Pangan

(Pertanian /Perkebunan)

Kegiatan

: Peningkatan Produksi,

Produktivitas dan

Mutu Produk Perkebunan, Produk Pertanian

Judul Pekerjaan

: Prospek Pengembangan Komoditas Perkebunan

Non Tembakau di Kabupaten Jember

Ketua Peneliti

: Djoko Soejono, SP, MP.

Anggota Peneliti

:

1. Ir. Imam Syafi i, MS

2. Uyun Erma M. S.TP. MP

3. Ir. M. Sunarsih, MS

Pemberi Pekerjaan

: Badan Perencanaan Pembangunan

Kabupaten Jember

Lokasi Pekerjaan

: Kabupaten Jember

Lama Pekerjaan

: Juni Oktober 2015

Pelaksana Pekerjaan

: Lembaga Penelitian Universitas Jember

Alamat

: Jl. Kalimantan No. 37 Jember

Sumber Dana

: DPA Bappekab Jember

APBD Kab. Jember Tahun Anggaran 2015

Mengetahui,

Ketua Lembaga Penelitian

Universitas Jember

Peneliti

Ketua

Prof. Ir. Achmad Subagio, M.Agr., Ph.D

NIP. 196905171992011001

(3)

PERNYATAAN ORISINALITAS HASIL PENELITIAN

Kami

menyatakan

dengan

sebenarnya

bahwa

sepanjang

pengetahuan kami, di dalam naskah hasil penelitian ini tidak terdapat

karya ilmiah yang pernah di tulis oleh orang/tim lain, kecuali yang

tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan

dan daftar pustaka.

Apabila ternyata di dalam naskah laporan hasil penelitian ini dapat

dibuktikan terdapat unsur-unsur jiplakan, maka kami besedia dibatalkan

dan diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

(Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional, pasal 25 ayat 2 dan padal 70.

Jember,

2015

Peneliti,

Ketua

(4)

Komoditas Perkebunan Non Tembakau

Laporan Akhir ini merupakan sebagian realisasi kerjasama antara

Badan Perencanaan dan Pembangunan Kabupaten Jember (BAPPEKAB)

dengan Lembaga Penelitian Universitas Jember, tentang

Prospek

Pengembangan Komoditas Perkebunan Non Tembakau Di Kabupaten

Jember.

Laporan Akhir disusun berdasarkan pemikiran untuk menggali

potensi komoditas perkebunan non tembakau dan meningkatkan

pendapatan petani. Selain itu dapat mengembangkan semangat

membangun daya saing bersama

dalam keterkaitan usaha dan

kelembagaan antara petani dengan para pengusaha perkebunan non

tembakau. Uraian Laporan ini meliputi latar belakang masalah, kerangka

pemikiran, metode penelitian, gambaran daerah penelitian, hasil dan

pembahasan, serta penutup.

Demikian Laporan Akhir kami ajukan, atas perhatian dan

kerjasamanya diucapkan terima kasih.

(5)

o

m

o

t

s

r

k

n

n

o

n

m

k

u

HALAMAN JUDUL... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB 1. PENDAHULUAN

g

Rumusan Masalah ...

5

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian...

6

1.4 Ruang Lingkup...

7

1.5 Kerangka Konsep...

8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Usahatani dalam Sistem Agribisnis ...

9

2.2 Teori Ekonomi Wilayah ...

14

2.3 Teori Penelitian Deskriptif...

19

2.4 Teori Pendapatan Usahatani ...

20

2.5 Teori Analisis SWOT ...

21

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian dan Jangka Waktu ...

24

3.2 Jenis dan Rancangan Penelitian yang Digunakan ...

24

3.3 Teknik Pengambilan dan Pengumpulan Data...

25

(6)

o

m

o

t

s

r

k

n

n

o

n

m

k

u

3.4.1 Analisa Deskriptif ...

25

3.4.2 Analisa Wilayah ...

26

3.4.3 Analisis Pendapatan Usahatani ...

27

3.4.4 Analisis SWOT ...

28

BAB 4. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

4.1 Letak Geografis ...

32

4.2 Topografi ...

32

4.3 Penggunaan Tanah ...

34

4.4 Keadaan Iklim ...

35

4.5 Keadaan Penduduk ...

36

4.6 Potensi Pertanian ...

39

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Analisis Potensi dan Sebaran Komoditas Perkebunan

di Kabupaten Jember ...

41

5.2 Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Biaya Usahatani

Komoditas Perkebunan Non Tembakau di

Kabupaten Jember...

46

5.3 Karakteristik Kelembagaan Sosial Ekonomi

Pengusahaan Komoditas Perkebunan Non Tembakau...

50

5.4 Peluang dan Tantangan Pengusahaan Komoditas Perkebunan

Non Tembakau di Kabupaten Jember ...

64

5.4.1 Peluang dan Tantangan Pengusahaan Komoditas

Perkebunan Non Tembakau (Kopi)

di Kabupaten Jember ...

64

5.4.2 Peluang dan Tantangan Pengusahaan

Komoditas Perkebunan Non Tembakau

(Kelapa, Kapuk, Jambu Mente, Melinjo,

Kakao, dan Cengkeh) di Kabupaten Jember ...

75

5.5 Strategi Pengembangan Komoditas Perkebunan

Non Tembakau di Kabupaten Jember ...

86

5.5.1 Strategi Pengembangan Komoditas Perkebunan

Non Tembakau (Kopi) di Kabupaten Jember...

86

(7)

o

m

o

!"

t

#

s

$%

r

k

%&'

n

#

n

(

o

n

)%

m

&#

k

#

u

5.5.3 Model dan Pola Pengembangan Komoditas

Perkebunan Non Tembakau di Kabupaten Jember...

89

BAB 6. SIMPULAN DAN REKOMENDASI

6.1 Simpulan...

93

6.2 Rekomendasi ...

94

(8)

*+,

o

m

o

t

-

s

./

r

k

/01

n

-

n

2

o

n

3/

m

0-

k

-

u

DAFTAR TABEL

Tabel

Judul

Halaman

1.1

Data

Produksi

dan

Produktivitas

Komoditas

Perkebunan Non Tembakau di Kabupaten Jember

Tahun 2013

4

3.1

Elemen Analisis SWOT

28

3.2

IFAS (Internal Factor Analysis Summary)

29

3.3

EFAS (Eksternal Factor Anaysis Summary)

30

3.4

Matriks SWOT untuk Menyusun Strategi

31

4.1

Luas Daerah Berdasarkan Ketinggian Tempat di

Kabupaten Jember Tahun 2013

33

4.2

Luas Wilayah (Km2) Menurut Kemiringan Lahan di

Kabupaten Jember Tahun 2013

34

4.3

Luas Jenis Penggunaan Tanah di Kabupaten Jember

Tahun 2013

35

4.4

Rata-rata Curah Hujan Setahun menurut Wilayah

Kecamatan di Kabupaten Jember Tahun 2013

36

4.5

Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Sex

Ratio Penduduk di Wilayah Kecamatan Kabupaten

Jember Berdasarkan Hasil Sensus Penduduk Akhir

Tahun 2010

38

4.6

Data Produksi dan Produktivitas Komoditas

Perkebunan Non Tembakau di Kabupaten Jember

Tahun 2013

40

5.1

Nilai

Location Quotient

(LQ) Tanaman Perkebunan

Non Tembakau di Kabupaten Jember dengan

Indikator Produksi Tahun 2010-2014

44

5.2

Potensi Tanaman Perkebunan Non Tembakau di

Kabupaten Jember dengan Indikator Produksi Tahun

2010-2014

45

5.3

Hasil Pendapatan Petani Perkebunan Non Tembakau

48

5.4

Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Tantangan

Pengusahaan Komoditas Perkebunan Non Tembakau

(Kopi) Di Kabupaten Jember

65

5.5

Internal

Factor

Analysis

Summary

(IFAS)

Pengusahaan Komoditas Perkebunan Non Tembakau

(kopi) di Kabupaten Jember

73

5.6

Eksternal

Factor

Analysis

Summary

(EFAS)

Pengusahaan Komoditas Perkebunan Non Tembakau

(Kopi) di Kabupaten Jember

(9)

456

o

m

o

t

7

s

89

r

k

9:;

n

7

n

<

o

n

=9

m

:7

k

7

u

5.7

Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Tantangan

Komoditas Perkebunan Non Tembakau (Kelapa,

Kapuk, Jambu Mente, Kakao Melinjo, Dan Cengkeh)

di Kabupaten Jember

76

5.8

Internal

Factor

Analysis

Summary

(IFAS)

Pengusahaan Komoditas Perkebunan Non Tembakau

(kelapa, kapuk, jambu mente, kakao, melinjo dan

cengkeh) di Kabupaten Jember

83

5.9

Eksternal

Factor

Analysis

Summary

(EFAS)

Pengusahaan Komoditas Perkebunan Non Tembakau

(kelapa, kapuk, jambu mente, kakao, melinjo dan

cengkeh) di Kabupaten Jember

84

5.10

Matrik SWOT Strategi Pengembangan Komoditas

Perkebunan Non Tembakau (Kopi) di Kabupaten

Jember

(10)

>?@

o

m

o

t

A

s

BC

r

k

CDE

n

A

n

F

o

n

GC

m

DA

k

A

u

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Judul

halaman

1.1

Kerangka Konsep

8

2.1

Bentuk Matriks SWOT

22

5.1

Diagram

Matrik

Posisi

Kompetitif

Relatif

Pengusahaan

Komoditas

Perkebunan

Non

Tembakau (Kopi) di Kabupaten Jember

75

5.2

Eksternal Factor Analysis Summary (EFAS)

Pengusahaan

Komoditas

Perkebunan

Non

Tembakau (kelapa, kapuk, jambu mente, kakao,

melinjo dan cengkeh) di Kabupaten Jember

85

5.3

Pola dan Strategi Model Pembangunan Kawasan

Pertumbuhan

Komoditas

Perkebunan

Non

Tembakau di Kabupaten Jember

(11)

Komoditas Perkebunan Non Tembakau

1.1

Latar Belakang

Suatu negara baru dapat dikatakan dalam keadaan berkembang

apabila pendapatan perkapita dari masyarakatnya menunjukkan

kecenderungan

(trend)

jangka panjang yang meningkat. Oleh karena itu,

dalam rangka meningkatkan pendapatan per kapita masyarakatnya,

setiap Negara melakukan pembangunan yang mencakup berbagai bidang

kehidupan secara berkesinambungan. Pembangunan pada dasarnya

merupakan suatu proses yang berjalan secara terus menerus yang disertai

dengan suatu proses perubahan baik perubahan dalam struktur ekonomi,

sosial, politik, maupun kebudayaan.

Pembangunan ekonomi juga diartikan sebagai suatu proses yang

menghasilkan peningkatan pendapatan per kapita penduduk suatu

negara dalam jangka panjang. Atau dengan kata lain, bahwa

pembangunan ekonomi diartikan sebagai suatu proses peralihan (transisi)

dari tingkat ekonomi tertentu yang bercorak sederhana menuju ke tingkat

yang lebih maju. Dalam proses transisi itu harus dilakukan tranformasi

dalam arti perubahan struktural secara mendasar dalam tata susunan

ekonomi masyarakat.

Sasaran utama pembangunan nasional di bidang ekonomi adalah

terciptanya struktur ekonomi yang seimbang yaitu terdapat industri yang

maju di dukung oleh sektor pertanian yang mantap. Pembangunan

(12)

Komoditas Perkebunan Non Tembakau

sektor-sektor non-primer, khususnya industri pengolahan dengan

increasing returns to scale

(relasi positif antara pertumbuhan output dan

pertumbuhan produktivitas) yang dinamis sebagai mesin utama

pertumbuhan (Wahyudi.ST. 2012)

Pembangunan nasional dipahami sebagai pelembagaan proses

pembangunan multidimensional pada arah perubahan struktur yang

alami. Paradigma baru pembangunan Indonesia didasarkan pada

paradigma pembangunan manusia sebagai kunci dari proses

pembangunan. Kegiatan manusia diketahui amat beragam yang sebagian

besar difokuskan pada sejumlah kegiatan ekonomi. Beberapa kegiatan

ekonomi berada dalam lingkup masyarakat disebut sebagai sektor-sektor

ekonomi. Sektor-sektor ekonomi di Indonesia sebagian besar didominasi

oleh proses kegiatan ekonomi yang berdasarkan potensi sumber daya

ekonomi. Potensi sumber daya ekonomi yang

paling banyak

dimanfaatkan sebagai input dalam proses kegiatan ekonomi adalah

sumber daya alam, baik yang terbarui maupun yang tidak terbarui.

Sebagian besar pengelolaan sumber daya tersebut berada dalam lingkup

kegiatan ekonomi pertanian, industri, dan perdagangan dalam satu

lingkaran kegiatan sekaligus, meskipun masih dalam skala yang masih

terbatas.

Perencanaan pembangunan dibidang ekonomi, dengan titik berat

keterkaitan antara industri dan pertanian. Dalam rangka mewujudkan

struktur ekonomi yang seimbang antara industri dan pertanian ditinjau

dari segi nilai tambah. Struktur ekonomi yang seimbang tersebut

dicirikan oleh terdapatnya kemampuan dan kekuatan industri yang maju

serta didukung oleh kemampuan pertanian yang tangguh. Ketangguhan

sektor pertanian tersebut tercermin dalam kemampuan pelaku

pembangunan pertanian di dalam mendorong terwujudnya suatu sistem

(13)

Komoditas Perkebunan Non Tembakau

kompatibilitas kegiatan produksi sektor pertanian dengan sektor industri,

baik dalam skala usaha, lokasi maupun jenis komoditas. Dengan demikian

pengembangan sistem pertanian berkelanjutan dapat merekat, menjalin

dan mengisi mata rantai sistem pertanian (Bagus P. 2011)

Salah satu sub sektor andalan di sektor pertanian yang mendapatkan

perhatian implementasi kedua pendekatan tersebut adalah sub sektor

perkebunan. Kebijakan ekspor komoditas perkebunan mempunyai

sasaran jangka panjang, yaitu ketergantungan ekspor pada minyak dan

gas berkurang. Kebijakan ekpor tersebut juga akan terkait dengan

peningkatan produktivitas komoditas perkebunan, sehingga dapat bekerja

dengan menekan biaya produksi (cost of production) dan mempunyai daya

saing tinggi (competitiveness) dengan produksi komoditas perkebunan di

luar negeri

Peningkatan produksi komoditas pertanian di lahan petani adalah

akibat dari pemakaian teknik-teknik atau metode-metode baru di dalam

usahatani. Selain itu, kombinasi dalam berusahatani juga merupakan

teknologi dimana para petani dapat menggunakan tenaga dan tanahnya

sebaik mungkin. Kabupaten Jember merupakan daerah yang subur

dengan potensi pertaniannya yang luar biasa. Tanah di daerah Jember

sangat cocok untuk tanaman perkebunan dan pernah dikondisikan

sebagai lahan tembakau oleh pemerintah Belanda sehingga sejak dulu

komoditas pertanian yang paling diandalkan adalah tembakau sedangkan

untuk tanaman perkebunan lainnya yaitu tebu, kelapa, kopi, pinang,

kapuk, cengkeh, panili, jambu mete dan lada. Berikut data produksi dan

(14)

Komoditas Perkebunan Non Tembakau

Tabel 1.1 Data Produksi dan Produktivitas Komoditas Perkebunan Non

Tembakau di Kabupaten Jember Tahun 2013

No

Komoditas

Luas Lahan

(Ha)

Produksi

(Kw)

Produktivitas

(Kw /Ha/Thn)

1

Tebu

6.495,52

6.356.436,50

978,59

2

Kelapa

12.746,99

70.764,51

5,55

3

Kopi

5.587,13

17.755,47

3,18

4

Jambu Mente

281,52

242,71

0,86

5

Kapuk Randu

1.740,31

3.650,06

2,10

6

Cengkeh

206,49

202,27

0,98

7

Panili

48,01

114,76

2,39

8

Kakao

255,60

5,42

0,02

9

Lada

38,16

135,57

3,55

10

Pinang

1.582,24

8.720,18

5,51

Sumber: Kabupaten Jember dalam Angka, 2014

Berdasarkan data tersebut, Kabupaten Jember memiliki potensi yang

cukup besar dalam pengembangan komoditas perkebunan non tembakau.

Namun demikian, menurut Wibowo (2007), tantangan perkebunan ke

depan adalah peningkatan daya saing, bukan saja sesama negara

produsen di wilayah tropis, tetapi juga dengan negara maju yang terus

menerus melakukan penelitian untuk menghasilkan produk sintetis

perkebunan. Karakteristik pasar komoditas primer perkebunan yang

fluktuatif, merupakan tantangan utama, demikian pula halnya dengan

praktek perdagangan yang tidak adil (unfair trade). Jawaban menghadapi

tantangan ini adalah peningkatan produktivitas dan mutu hasil serta

kreativitas dan daya inovasi untuk mengembangkan ragam produk

(product development) yang sesuai dengan selera pasar. Produktivitas

mencakup produktivitas tanaman maupun produktivitas usaha.

Produktivitas tanaman adalah produksi yang dihasilkan oleh tanaman

perhektar, sedangkan produktivitas usaha adalah keluaran yang mampu

(15)

Komoditas Perkebunan Non Tembakau

berbagai variabel seperti bahan tanaman, pupuk, obat-obatan, ilmu

pengetahuan dan teknologi, kemampuan menerobos pasar, kesesuaian

lahan dan iklim dan sebagainya yang kesemuanya bertumpu pada

kualitas sumberdaya manusia.

1.2

Rumusan Masalah

Pengembangan sektor perkebunan non tembakau di Kabupaten

Jember sangat strategis, sehingga para pelakunya harus memperoleh

kesejahteraan dari kegiatan yang di lakukan. Oleh sebab itu, kondisi

petani di masa depan harus berubah dari hanya sekedar meneruskan

tradisi turun menurun menjadi petani dalam pilihan yang terhormat,

bermartabat dan membawa kesejahteraan. Petani harus di dukung dan di

dorong untuk menjadi lebih berdaya saing dan produktif serta mampu

meningkatkan nilai tambah produk yang di hasilkan. Keterkaitan usaha

dan kelembagaan antara petani dengan para pengusaha perkebunan

harus di kembangkan dalam semangat saling menguntungkan (win-win

solution) dan sinergis membangun daya saing bersama.

Berkaitan dengan dengan hal tersebut harapan terhadap kondisi

petani dan usaha perkebunan non tembakau di Kabupaten Jember adalah

berkembangnya skala usaha, memiliki akses untuk turut melakukan dan

menguasai kegiatan hulu dan hilir dalam sistem produksi-distribusi

perkebunan (sistem agribisnis perkebunan), memiliki akses sepenuhnya

terhadap layanan dan sumberdaya produktif, seperti lahan, pembiayaan,

informasi, teknologi dan pasar. Oleh karena itu, fokus masalah dalam

penelitian ini adalah:

1.

Bagaimana

potensi dan sebaran komoditas perkebunan

di

Kabupaten Jember?

(16)

Komoditas Perkebunan Non Tembakau

3.

Bagaimana karakteristik kelembagaan sosial ekonomi pengusahaan

komoditas perkebunan non tembakau di Kabupaten Jember?

4.

Bagaimana

peluang dan tantangan pengusahaan

komoditas

perkebunan non tembakau di Kabupaten Jember?

5.

Bagaimana strategi pengembangan komoditas perkebunan non

tembakau di Kabupaten Jember?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1.

Untuk mengetahui potensi dan sebaran komoditas perkebunan di

Kabupaten Jember;

2.

Untuk menganalisis pendapatan dan efisiensi penggunaan biaya

usahatani komoditas perkebunan non tembakau di Kabupaten

Jember;

3.

Untuk mengetahui karakteristik kelembagaan sosial ekonomi

pengusahaan komoditas perkebunan non tembakau di Kabupaten

Jember;

4.

Untuk mengetahui peluang dan tantangan pengusahaan komoditas

perkebunan non tembakau di Kabupaten Jember;

5.

Untuk menentukan strategi pengembangan komoditas perkebunan

non tembakau di Kabupaten Jember.

1.3.2 Manfaat Penelitian

1.

Bagi pemerintah Kabupaten Jember, hasil penelitian diharapkan

dapat digunakan sebagai masukan pengambilan kebijakan yang

strategis, terkait dengan pengusahaan perkebunan non tembakau

guna memberikan sumbangan peningkatan Pendapatan Asli Daerah

(17)

Komoditas Perkebunan Non Tembakau

2.

Bagi petani, hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai

bahan pertimbangan dalam menentukan pilihan jenis komoditas

perkebunan non tembakau

yang diusahakan dengan tetap

mempertimbangkan potensi sumberdaya yang ada; dan

3.

Bagi Perguruan Tinggi, hasil

penelitian

merupakan bentuk

keperdulian ilmiah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

masyarakat melalui pengembangan potensi komoditas perkebunan

non tembakau.

1.4

Ruang Lingkup Penelitian

1.

Mereview potensi dan sebaran komoditas perkebunan di Kabupaten

Jember;

2.

Menganalisis pendapatan dan efisiensi penggunaan biaya usahatani

komoditas perkebunan non tembakau di Kabupaten Jember;

3.

Mendeskripsikan

karakteristik

kelembagaan

sosial

ekonomi

pengusahaan komoditas perkebunan non tembakau di Kabupaten

Jember;

4.

Mendeskripsikan peluang dan tantangan pengusahaan komoditas

perkebunan non tembakau di Kabupaten Jember;

(18)

Komoditas Perkebunan Non Tembakau

1.5

Kerangka Konsep

Gambar 1.1 Kerangka Konsep

Strategi pengembangan

komoditas perkebunan non

tembakau

Potensi dan

sebaran

komoditas

perkebunan

Pendapatan dan

efisiensi penggunaan

biaya usahatani

komoditas

perkebunan non

tembakau

Karakteristik

kelembagaan

sosial ekonomi

pengusahaan

komoditas

perkebunan non

tembakau

Potensi dan

tantangan

pengussahaan

komoditas

perkebunan

non tembakau

Potensi Komoditas

Perkebunan di Jawa Timur

Potensi Komoditas Perkebunan

di Kabupaten Jember

Komoditas

Tembakau

(19)

H IJ IKL

t

M

s

NOPQ ORS T M T

N

ITU OJ RMQM

u

VWX

Usahatani dalam Sistem Agribisnis

YZ[\]^_ ` ^]^ ]_ a b\b c ^b c db []c] e]e` e Z\b f g Za hi j` c k ]d] k Z[\]^_ ` ^]^ ` c ] f]g]^b

(

lm nopq r psq t u

u

vt mwv v

)

dZ ^_]^ c ]c]a]^ `g][] k Z^b ^_j ]g ]^ kai d` j cb

.

Hampir seluruh program dan pembangunan

agribisnis di masa lalu ditujukan untuk pengembangan usahatani.

Sedangkan industri hulu agribisnis (u

x nq wp r

st

psqtu

u

v t m wv v

) yakni industri

yang

menghasilkan

barang-barang

modal

seperti

industri

perbenihan/pembibitan, industri agro-kimia, industri agro-otomotif dan

industri hilir agribisnis (

yl

w

m n

st

q wp r psqtu

u

v tmwv v

) yakni industri yang

mengolah hasil agribisnis dan pemasarannya kurang memperoleh

perhatian. Kurang tersedianya barang-barang modal yang diperlukan

usahatani, menyebabkan produktifitas usahatani relatif rendah. Akibatnya

peningkatan produksi agribisnis diperoleh dengan memperluas areal

usahatani atau mengandalkan sumberdaya alam (

opz

t

lq nyq t {w m

), dan bukan

dari peningkatan produktivitas. Hal ini menyebabkan produksi agribisnis

Indonesia sangat rentan terhadap perubahan iklim dan perubahan

ekonomi.

Keuntungan relatif agribisnis yang lebih rendah tersebut juga

mempengaruhi alokasi kredit perbankan pada agribisnis. Hal ini

diperburuk pula oleh sistem perbankan nasional yang bersifat

uqpm z

h

banking system

dimana perencanaan skim perkreditan kurang

mengakomodasikan karakteristik agribisnis/agribisnis daerah. Akibatnya

(20)

| } ~ }€

t



s

‚ƒ„…ƒ†‡ ˆ  ˆ

N

} ˆ‰ƒ~†…

u

Š‹Œ‹Ž ‘ ’Ž Œ“ ”’• ’– — ˜˜ ™Ž˜ ™ ™ ‹š˜Ž– – ’ Œ‹ŒŠ‹—•’ Œ’  Š‹Ž˜Ž – ‘ ’ ’Ž Š— “ ”‘˜

v

˜ ’ ™

.

›’—‹Ž ’ ˜ Ž ‘ Œ‹Ž ”‘ Ž – Š‹Œ’Ž – Ž’Ž ’– — ˜ ˜ ™Ž ˜™ ‘ ‹ ” ‹ Š’Ž

,

‹‘ “ Ž“Œ˜

y

’Ž– Ž ‹— ’• ’˜‘ ’Ž ’— ™‹‘“— ” “ Œ‹ ™˜‘ Œ’ ŠŽ ’Ž ’— Ž ‹– ’— ’™’Ž – ’ ”˜ Š‹— •‘’Ž

.

›‹ ‹—š’ ™˜•’Ž˜ ” ˜œ’ Š’˜Œ‹•’•˜˜Ž  ‹—

v

‹Ž ™˜Š‹ Œ‹— ˜Ž ’ š

y

’Ž –™’Ž – ’  ‘‹Ž ’• Œ‹•’•˜

su

ž

y driven

‘ “Œ“” ˜’ ™ ‹— ’™

.

Ÿ’”’ ™’’  ‘ — ˜ ™˜ ™ ‹‘ “ Ž “Œ˜

,

˜ ™Ž ˜™ Š‹—‹— ’ ™’Ž Š“ —’‘Š“ — ’Ž” ’ ”’Ž Š‹ Œ‹—˜Ž ’ š ˜” ’‘ ”’ Š’  ‹—š’— ’ Š ’Ž

y

’‘”’— ˜Š— “ ”‘™˜‘ “Œ“ ”˜ ’ ™Š’Ž– ’Ž

y

’Ž–•’˜Ž

.

Ÿ’”’Œ’™’Œ‹Ž ”’ ’Ž– ˜”’‘ ”’ Š’  ”˜ ŠŽ – ‘ ˜— ˜ ’ š’

w

™™ ‹‘“ — š“—˜‘ • — ’ ”’Ž Š‹ ‹— Ž’‘ ’Ž š’— ™ Œ’   ‘‹ ”‹Š’ Ž

.

¡’  Ž ‹– ’— ’ Š‹—’Ž ˜’Ž

y

’Ž – Œ’   ’‘ ’Ž  – ’ Œ‹ŒŠŽ

y

’˜ Š‹ ‹— Ž’‘ ’Ž ”’Ž š“ —˜‘ • — ’

y

’Ž– Œ’  

.

¡ ‹Œ‹Ž ’— ’ ™ ‹‘ “ — Š‹— ‘‹ Ž ’Ž Š‹— • Œ‹Ž ”’ Š’  ™‹Ž  š’Ž ‘‹˜  ’‘ ’Ž

y

’Ž – ” ’ Š’  Œ‹Œ’œ Š‹Ž –‹ Œ’Ž – ’Ž Ž

y

’¢

Ÿ‹— Œ š’Ž ‹‘ “ Ž “Œ˜

y

’Ž – —‹•’˜£ ˜Ž – – ˜ Š’”’ Œ’ ™’ “ — ” ‹ ’—  ‹— Ž

y

’’ ” ˜” ‘ Ž– “• ‹ š Š‹Ž – — ’ ™’Ž ™ Œ ‹—” ’¤ ’ ’•’ Œ

y

’Ž – ˜Ž – –˜ ™‹”’Ž – ‘ ’Ž Š— “ ”‘˜

v

˜ ’ ™ ˜”’‘ Œ‹Ž ˜Ž– ‘ ’ 

.

Hal ini dinilai berbahaya bagi

kelanjutan kehidupan bangsa. Krisis ekonomi terjadi sebagai akibat

pengembangan industri yang diproteksi pemerintah dan pembengkakan

utang luar negeri terutama yang berjangka pendek oleh pihak swasta.

Kegagalan kebijakan pemerintah di atas pada dasarnya disebabkan terlalu

kental peran pemerintah pusat dalam pembangunan, sehingga terjadi

pemusatan kekuasaan dalam pengambilan keputusan yang dengan

mendorong penjerumusan perekonomian.

Kegagalan ekonomi atau sumber kerapuhan fundamental ekonomi

juga diakibatkan oleh dominasi pemikiran tentang dualisme ekonomi

antara desa dan kota, pertanian dan nonpertanian dan antara ekonomi

pertanian kerakyatan dan ekonomi perusahaan pertanian skala besar.

Kerapuhan fundamental ekonomi juga disebabkan oleh tidak optimal dan

(21)

¥ ¦ § ¦¨©

t

ª

s

«¬­®¬¯° ± ª ±

N

¦ ±²¬§¯ª®ª

u

³´µ¶·¸¹ º ¸·¸ »´ ¶¼½ ¾ ¼¾ ·¿ ·À Á·¸ ·Â ·¿¼µÃÄÀ ¶ ·½ ·¸ ¶·Á º

,

µÄ¾ ·»

,

´Á ¸ ĻĹ ¼ ¾ ·¸ ´ ¸·¹· ÃÀÄÅ´¿¼Ä ¸ ·» ¾·¸ »´¶¼½ µ´ µÅÄÁ º ¿Á·¸ ÷¾ · ôÀ ´Á Ä¸Ä µ¼·¸ ôÀ ÁÄ ··¸

y

·¸¹½ ·µÃ¼À ¼¾ ·Á¶´ÀÁ·¼Â·¸¾ ´ ¸¹ ·¸Ã´µ¶·¸¹ º ¸·¸Ã´À ·¸¼·¸

.

Æ ¸¾ Ä ¸ ´¿ ¼· µ´ ¸¹ ½ ·¾ ·Ã ¼ ¶´¶´À·Ã· Á´»´µ·½ · ¸ ¼¸ ´À ¸ ·» ·¸Â ·À· »·¼¸ ¿º µ¶´À ¾·Ç·Á º ·»¼Â ·¿µ·¸º ¿ ¼·À´¸¾ ·½

,

ô¸¹º ·¿··¸ ¼»µº¾ ·¸Ã´ ¸¹ ´ ·½ º ·¸

y

·¸¹ µ·¿ ¼½ Á ºÀ·¸¹

,

Á´¿º ¶ºÀ·¸ »·½ ·¸ ôÀ ·¸¼·¸

y

·¸¹ ¿´ µ·Á ¼¸ µ ´ ¸ºÀ º ¸

,

µ·¸·È´µ´¸Ã´¸¹ ¹ º ¸ · ·¸ ·¼À

y

·¸¹»´ µ·½

,

¿¼¿Â ´µ Á´ »´ µ¶·¹ ··¸Ã´Â ·¸¼

y

·¸¹ À·Ãº½

,

¿ ¼¿ ´ µ ·¹ À¼¶¼¿ ¸ ¼¿ ¶´»ºµ ÁÄ µÃ·Á ¾ ·¸ ¶´»º µ ´À ¼¸ ´¹ À·¿¼

,

µÄ¾ ·» ôÀ ·¸¼·¸ ¿·¸¹·Â Á ºÀ·¸¹ ¾ ·¸ Á·»·º  ´À¿´¾ ¼· ¿·¸¹·Â µ·½ ·»

,

¼¸¾º ¿ ÂÀ¼ ôµ¶´ ¸¼½ ·¸ º ¸ÂºÁ ¶´À¶·¹·¼ ÁÄ µÄ¾ ¼Â ·¿ ¶´ »º µ ¶´À Á ´ µ¶·¸¹

,

¿ ¼¿ ´ µ ôµ·¿·À·¸ ¼¾ ·Á µ´ ¸ È·µ¼¸ ¼¸ ¿ ´¸ ¼Å

y

·¸¹ »·

y

·Á ¶·¹¼ ô ·¸¼

,

µ·¸ ·È´µ´¸ ôµ¶·¸¹ º ¸·¸ ôÀ·¸ ¼·¸ ·¸ ·À· ú ¿·Â ¾ ·¸ ¾ ·´À ·½ ¶´ »º µ  ´À ÁÄÄÀ¾¼¸ ·¿¼ ¾ ·¸ ÃÀ¼ÄÀ¼Â·¿ Á´¶¼È·Á·¸ ¸·¿ ¼Ä¸ ·»

y

·¸¹ ¶´»º µ ¶´Àü½ ·Á ÷¾ · ôÀ ·¸ ¼·¸

.

³´¸

y

´ ¶·¶¼¸ ´Å¼ ¿¼´¸ ¿¼ ·¹ À¼¶¼¿¸ ¼¿ ·¾·»·½ »·½ · ¸ º ¿·½ · ¿ ´µ üÂ

,

 ´À»·»º ¶·¸

y

·Á ÄÀ·¸¹ ¶´Á´ÀÈ· ¾ ·»·µ È·¿ · ô µ·¿ ·À·¸ ¿´½ ¼ ¸ ¹ ¹· ¶¼·Ç· ô µ·¿ ·À·¸ ¼¸¹ ¹ ¼

,

¶¼·Ç· µÄ¾ ·»

y

·¸¹ ¾ ¼½ ·¾·Ã¼ ô ·¸¼ ¼ ¸¹ ¹¼

,

µ·¸·È´ µ´ ¸ ô ·¸¼ ¶´À ¾ · ¿ ·ÀÁ·¸ ô¸¹·»·µ·¸ ¿´ ¸¾ ¼À¼

y

·¸¹ ¼¾ ·Á ¶´À Á´ µ¶·¸¹

,

ô ¸¹ ¹ º ¸ ··¸ ¶´ ¸¼½

y

·¸¹ ¼¾ ·Á ÃÀ ľºÁ¼Å

,

¿¼Á·Ã ¸ ·¿¼Ä ¸ ·»¼¿ µ´ ¶·¹¼ ô ¸

y

´»´¸¹ ¹·À· ¸ ´¹ ·À· µ·¿¼½ ´Àº º Ã Ä »´½ ¿¼Á·Ã ¾·´À·½ ¼¿ µ´É ¶¼·Ç· ô ¸´ »¼Â ¼·¸

y

·¸¹ ¿·¸¹ ·Â À´¸¾ ·½ ¿´½ ¼¸¹ ¹· ô ¸´ µº ·¸ ´Á¸Ä »Ä¹¼ ¼¾ ·Á ôÀ¸ ·½ º ¸Â ·¿

,

÷À· ô ·¸¼ ´¸¹ ¹ ·¸ ¶´Á´ÀÈ·¿·µ· ¿´½ ¼¸¹ ¹· Á´»´µ¶·¹··¸  ¼¾·Á ¶´À Á´µ¶·¸¹

,

ÄÀ ¹ ·¸¼¿·¿ ¼ ôµ´À ¼¸ ·½ ·¸ ¶´ »º µ  ´À÷¾º ¾ ·¸¿ ´À¼¸¹  ¼¾·Á ´Å´Á¼Š¶·¹ ¼ ô µ¶·¸¹ º ¸·¸ ôÀ ·¸¼·¸

.

(22)

Ì Í Î ÍÏÐ

t

Ñ

s

ÒÓÔÕÓÖ× Ø Ñ Ø

N

Í ØÙÓÎÖÑÕÑ

u

ÚÛÜÝÞßà ßá â ÛãÜ ßáä å á ßá æÛ à çè é Ý áêåæ çéÝ æÛëèä

y

ßá

y

ß êÝç åÞåà ßá åá çåà ãÛ áÞ ßêÝ à ßá æÛà çèé Ý á êåæç éÝ æÛÜ ßä ßÝ çåìßá ä â åá ä ä åáä à ÛäÝ ßç ßá æÝ æ çÛ ã ßä éÝÜÝ æáÝ æ ê ßá åæßí ß

-

å æßí ß ßä éÝÜÝæ áÝ æ

,

à íåæ åæá

y

ß åá çåà ãÛãâ Ûé à åßç Ü ßäÝ ßá í åìå êßá í ÝìÝ é êßéÝ æÝ æ ç Û ã ßä éÝÜÝæ áÝ æ

.

î ßìßã à ßÝ çßá Ý áÝ

,

â Û ãÜ ßá ä åá ßá æÛ à çè é Ý áê åæçéÝ í ßé åæ ìÛ ÜÝí êÝ ßé ßí à ßá åá ç åà â Ûá ä Û ãÜ ßá ä ßá ßä é èÝ áê åæç éÝ

y

ßá ä ãÛ áåá Þ ßá ä â Ûá ä Û ãÜ ßá ä ßá à è ãè êÝ çßæ â Ûé ç ßáÝ ßá ßá êßìßá æÛÜßäÝßá Ü Û æßé â Û çßáÝ êßá ãßãâ å ãÛãÛ á åíÝ æ çßá êßé ãåçå â Ûé ãÝ áç ßßá â ßæßé

.

Ú ÛÜÝÞßà ßá åá çåà ãÛãïè à åæ à ßá âÝìÝ íßá â ÛãÜ ßá ä åáßáæÛ à çè éÝá êåæç éÝç Ûé í ßêßâßäé èÝá êåæ çéÝãÛ é åâ ßà ßáà ÛÜÝÞßà ßá ãÛá êßæßé

y

ßá äãÛãÜ åçåí à ßáà Û ßéÝïßáêßéÝâ ßé ß â Ûá Ûá çåàÛÜÝÞßà ßáêÛãÝ æÝ á à é è áÝ æßæÝâ ÛãÜ ßáäåáßáæ Ûðßé ßá ß æÝ è áßì

.

ñá ç åà ãÛá çé ßá æï èéãßæÝ à Û åá ä ä åìßá à è ãâ ßé ßçÝï ãÛáÞ ßêÝ à Û åáä ä åìßá Ü Ûé æ ßÝá ä

,

â Û ãÜ ßá ä åáßá æÝæ çÛ ã ßä éÝÜÝ æ áÝ æ à Û ê Ûâ ßá

(

êÝ æßãâÝ á ä ãÛ áä Û ãÜ ßá ä à ßá Ü Û éÜ ßä ßÝ à è ãè êÝç ßæ

y

ßá ä ãÛãÝìÝ àÝ

à Û åáä ä åìßá à è ãâ ßé ßçÝï

)

â Ûéìå êÝ êè é èá äåáç åàãÛ ãâ Û é ðÛâ ßç â Ûá êßìßãßá

(

òóó ôó õ öõ÷

)

æç é åàçåé Ý áê åæç éÝ

,

Ü ßÝà à Û íÝìÝ é

(

ò ø

w

õ

st

ùó úû

)

ãßåâ åá à Û íåìå

(u

ô

st

ùóú û

).

Úßé ßà ç ÛéÝ æçÝ à à í åæåæ â é è êåà â Ûé çßáÝ ßá â éÝ ãÛ é

y

ßá ä ÜÛ éÜ Ûêß

êßéÝ â é è êåàáè á â Ûé çßáÝ ßáßêßìßí æÝï ßçá

y

ß

y

ßá äãåê ßí é åæßà

(

ôó ùö

s

hable

),

Ü Ûé ßä ßãà åßìÝ çßæ êßá àåßáçÝç ßæ

(

variability

),

bulky

,

êÛá ä ßáéÝ æÝ à è ïìåà çåßæÝ í ßéäß

y

ßá ä ðåà åâ çÝá ä äÝ

.

ñá çåà ãÛ áÝ á ä à ßçà ßá êßë ß æ ßÝ áä âé è êåà

-â é è êåà â Ûé ç ßáÝ ßá êÛ á ä ßá æÝï ßç

-

æÝï ßç êÝ ßçßæ

,

êÝâ Ûéìåà ßá â Û áä Û ãÜßá ä ßá Ý áê åæçéÝ íÝìÝ é ãßåâ å á íåìåá

y

ßü ý ÛÜÝí Þ ßå í ìßäÝ

,

â Û áê ßìßãßá æ ç é åà çåé Ý áê åæçéÝ ßä éÝÜÝ æáÝæ êÝãßà æåê à ßá å á çåà ãÛ ãâ Û é à åßç ê ßë ß æßÝ á ä

.

þÝ à ß í ßá

y

ß ãÛá ä ßá êßìà ßá à è ãèêÝç ßæ â Ûéç ßáÝ ßá â éÝ ãÛé

,

ÿá êè áÛ æÝ ß ßà ßá ðÛá êÛ éåá äæÛ áßá çÝ ßæ ßÜ Û éâ Ûé ßáæ ÛÜ ßä ßÝ â Ûá ÛéÝ ãß í ßé ä ß

(

price taker

)

êßìßã â ßæßéÝ á çÛ é áßæÝè á ßì

.

(23)

t

s

N

u

y

,

(

)

y

! "

y

y

!

Kedua

,

-

,

, y

y

;

, y

;

, y

#

(

y

$

,

,

,

),

#

(

,

y

,

).

%

,

&

y

.

'

y

,

,

y

,

y

! (

,

:

)! *

y

,

y

y

.

*

y

,

,

+

,

.

*

.

,! *

y

,

,

-

.

-! *

-

.

,

,

,

,

$

,

,

,

-

.

/! * .

,

,

,

-

.

0! *

y

.

y

,

+

y

,

y

(24)

1 2 3 245

t

6

s

789:8;< = 6 =

N

2 =>83;6:6

u

?@ABC D EBC F @GHBI J BC

y

B K@KLH AHM F BC LDB

y

B HC A H F K@K@CHM D F @ LH AHM BCM D EHN

.

ODBPBM D EHNEDN@IQG @MEBIDL@ILBJ BDRHKL@I

, y

BD AH

:

ST UBI DRHK L@IHRBMB ABCD R@C EDID

.

VT UBI D RHKL@I HRBM B G BDC ED LD EBCJ N@IABCDBC R@N@IAD M BGC

y

B HNBM A@CBJ BF @IWBNB EBHRBM B ABC DGBDC

.

XT ?@C EBNB ABCEBI DGHBIHRBM B ABC D

.

YGQFBRDN@C EBNB ABCA @IR@LH AEDJ HCB FBCHC AHF

:

B T Z @J DB ABC NIQEH FAD[ BC ABI B GBDC HC AHF K @K LDBPBD F @J DB ABC HRBM B ABC DC

y

B T

L

.

Z @J DB ABC FQCRHKAD[ BC ABIB GBDC HC AH F NB CJ BC

,

NBNBC

,

F @R@MB A BC

,

N@C ED ED FBC

,

I@ FI@BRD

,

EBCNBWB F

-

NBWB F

.

\

.

?@K @GDMBI BBCDC

v

@RABRD

.

ET ]C

v

@RABRDEBCAB LHC J BC

(

Hernanto, 1996).

^_^ `ab c d

Ekonomi Wilayah

Pembangunan pertanian terkait erat dengan permasalahan regional

atau wilayah. Adanya keragaman hayati, iklim dan potensi lahan antar

wilayah merupakan tantangan sekaligus peluang bagi peningkatan

pertumbuhan ekonomi pedesaan. Untuk itu perencanaan pembangunan

tidak bisa dilakukan secara terpusat ataupun dengan desain

kebijaksanaan pembangunan yang sifatnya umum. Pembangunan

pertanian harus dirancang dengan memperhatikan perencanaan dari

daerah dan mempertahankan potensi sumberdaya pertanian spesifik

lokasi. Pendekatan sistem Agrobisnis merupakan upaya melanjutkan,

memperluas dan memperdalam pembangunan yang telah dilaksanakan

sehingga terjadi percepatan dalam peningkatan produktivitas kerja dan

pendapatan para pelaku yang pada akhirnya mampu memperkecil

senjang kesejahteraan antar mereka yang bergerak di sektor pertanian dan

(25)

e f g fhi

t

j

s

klmnlop q j q

N

f qrlgojnj

u

st uvw vx yv z{| }w ~u

(

€‚

),

w v} uƒ „tw v …} †} u | } ‡

y

} uƒ ~} uƒ }x …t ux{uƒ z} ‡} „ …t „ˆ} uƒ v u} u

w

{‡}‰}|

.

Šu~t … w v} uƒ „t„…v u

y

} { ˆtˆt w } …} v u ~vw

y

} {xv

: (

}

)

‹}w } †

; (

ˆ

)

‡†} ~{

; (

Œ

)

ˆtux v †

;

z} u

(

z

)

v†vw } u

.

Šu ~t… w v} uƒ ~} uƒ }x ˆtw†} {x } u t w }x zt uƒ } u

w

} †x v †}w t u} …t„} u }}x} u ˆv „{ z} u~tƒ } ‡} † t †}‰}} u u

y

} „t „ˆvxv| †}u  w ƒ } u {~} ~{ }x}v …t uƒ }xvw } u w v} uƒ z} u

w

} †x v

.

Žu ~vw

-

v u ~vw xt w ~tˆv x z{}x} ~ ~t Œ}w } ˆt w~} „}

-

~} „} „t u

y

v ~v uv u {xx}x }w v} uƒ

y

} uƒz{~tˆvx

w

{‡}}|

y

.

t „ˆ} uƒ v u} u

w

{‡}‰} | ˆv †} u |}u

y

} „tw v …} †} u…tuz {~}ƒ w tƒ } ~ {} u …t „ˆ} uƒ v u} u u} ~ {u} ‡

.

Hal ini dikarenakan bahwa pembangunan

wilayah mempunyai filsafat, peranan, dan tujuan berbeda. Ilmu

pembangunan wilayah sebenarnya dalam perkembangannya lebih

mendekati ilmu ekonomi. Perbedaan pokok antara ilmu ekonomi dengan

ilmu pembangunan wilayah terletak pada perlakuan terhadap dimensi

spasial (Budiharsono, 2001).

Menurut Wibowo (1999), berdasar fungsinya daerah (

 ‘ ’“”•

)

dibedakan:

1.

Daerah formal atau homogen (

Homogenous Region

), adalah sebagai

daerah geografik yang seragam atau homogen menurut kriteria

tertentu yang bersifat kesamaan fisik (topografi, iklim, vegetasi),

kesamaan ekonomi (tipe industri, pertanian, struktur ekonomi,

pendapatan per kapita) atau kesamaan social politik (ikatan-ikatan

partai politik). Dengan demikian dapat dikatakan sebagai space atau

ruang dimana kegiatan ekonomi berlaku dan berbagai pelosok ruang

tersebut sifatnya adalah sama.

2.

Daerah fungsional atau nodal (

Polarized Region

), adalah daerah

geografik yang memperlihatkan suatu koherensi fungsional tertentu,

suatu independensi dari bagian-bagian atau satuan-satuan yang

(26)

– — ˜ —™š

t

›

s

œžŸ ¡ ¢ › ¢

N

— ¢£˜ ›Ÿ›

u

¤¥¦ §¨ ©ª ©¨ ¤©«©¬ ©¨ ©«¥­¥­ ¬®¨¦®¨ ©¥ ® ª¯ ¨¯¬¥ ° § ©¨¦

y

©¨ ¦ ¬®¨¦©°±¥ ª ©¨ ¤ ©®°©² ­ ®³©¦©¥ ­§ ©±§ ® ª¯ ¨¯¬¥ ° § ©¨ ¦ ¤¥ ª§ ©­ ©¥ ¯ « ®² ­©±§ ©±©§³®³®°©´ ©´§­ ©±ª ®¦ ¥ ©±©¨® ª¯ ¨¯¬¥

.

µ¶ · ©®°©² ´ ®°®¨ ¸©¨ ©©¨ ©±©§ ©¤¬¥ ¨¥­±°©­¥

(

¹º»¼ ¼ ½¼¾

Region

),

©¤ ©« ©² ¤ ©®°©²

y

©¨¦ ¬® ¬´ ®° «¥²©±ª©¨ ª¯²®° ®¨ ­¥ ©±©§ ª ®­ ©±§ ©¨

-

ª ®­ ©±§ ©¨ ª ®´§±§­ ©¨ ®ª¯ ¨ ¯ ¬¥

.

· ©®°©² ¥¨¥ ¤¥¤ ©­ ©°ª ©¨ ´ ©¤ © ´ ®¬³©¦ ¥ ©¨ ©¤ ¬¥¨ ¥­±°©­ ¥ ¤ ©° ¥ ­§ ©±§ ¿ ®¦©° © ­ ®´ ®°±¥ ­ ©±§ ´° ¯´¥¨ ­¥

,

ª ©³§´ ©±®¨

,

ª ®¸©¬©±©¨

,

¤®­ © ¤ ©¨ «©¥¨

-

« ©¥¨

.

· ©®°©² ©¤¬¥ ¨ ¥­±°©­ ¥ ¥¨ ¥ ´ ©«¥¨¦ ³©¨

y

©ª ¤¥¦ §¨ ©ª ©¨ ª ©°®¨ ©À

(

©

)

¤ ©« ©¬ ¬®«©ª ­ ©¨ ©ª ©¨ ª ®³¥Á©ª ©¨ ¤ ©¨ °®¨ ¸©¨ © ´ ®¬³©¨¦ §¨ ©¨ ¤ ©®°©² ¤¥´ ®° «§ ª ©¨ ±¥¨ ¤ ©ª ©¨

-

±¥¨ ¤ ©ª ©¨ ³©¤©¨ ´ ®¬®° ¥¨±©²

, (

³

)

« ®³¥² ¬§¤©² ¤¥ ©¨ ©«¥ ­¥ ­ ª ©°®¨ © ­ ®Á©ª « ©¬© ´ ®¨ ¦ § ¬´§« ©¨ ¤ ©±© ¤¥ ³®°³©¦©¥ ¤ ©®°©² ¤©«©¬

w

¥« ©Â ©² ¥ ¨ ¥ ´ ®¬³©¦ ¥ ©¨¨

y

©¤¥¤ ©­ ©°ª ©¨´ ©¤©­ ©±§ ©¨©¤ ¬¥ ¨¥­±°©­¥

.

· ©« ©¬ ´ ®°®¨ ¸©¨ ©©¨ ´ ® ¬³©¨¦ §¨ ©¨ ° ®¦ ¥¯ ¨ ©« ¤¥ ª ®¨ ©« ³®°³©¦ ©¥ ±® ª¨ ¥ª ©¨ ©«¥­¥­

y

©¨ ¦ ¤©´ ©± ¬®¨ ®¨±§ ª ©¨ ´¥«¥²©¨ ±®°²©¤ ©´ ª ®¦ ¥ ©±©¨

-ª ®¦ ¥©±©¨®ª¯ ¨ ¯¬¥

y

©¨¦¬®¨Á©¤¥´° ¥¯ ° ¥±©­´ ®¬³©¨ ¦ §¨ ©¨

.

é«©²­ ©±§¬¯ ¤ ®« ´ ®°®¨ ¸©¨ ©©¨ ©¤©«©² ¬¯ ¤ ®« ³©­ ¥­ ® ª¯ ¨¯¬¥

(

Economic Base Model

).

į ¤®« ´ ®°®¨ ¸©¨ ©©¨ ­ ® ª±¯ ° ³©­¥­ ®ª¯ ¨ ¯¬¥ ¬®° §´ ©ª ©¨ ª¯ ¨­ ®´ ´ ®°®¨ ¸©¨ ©©¨ ®ª ¯¨ ¯¬¥ °®¦ ¥¯ ¨ ©«

y

©¨¦ ¬®¬Å¯ª§­ ª ©¨ ´ ®°²©±¥ ©¨ ª ®´ ©¤ © ­ ®ª±¯° ´ ®°® ª¯ ¨¯¬¥©¨

y

©¨ ¦ ¬©¬´§ ¬®¨¸¥´±©ª ©¨ ¤ © ¬´ ©ª ´ ®¨¦ ¦ ©¨ ¤ ©

(

Multiplier

Effect

)

¤©«©¬ ´ ®°±§ ¬³§²©¨ ®ª¯ ¨ ¯¬¥ ±®° §±©¬© ¤ ©« ©¬ ²©« ´ ®¨ ¤©´ ©±©¨

ª ®±®¨ ©¦©ª®°Á©©¨

.

· ®¨¦©¨ ¤ ®¬¥ ª¥ ©¨

,

ª ®¦ ¥ ©±©¨ ³©­ ¥­ ¬® ¬´§¨

y

©¥ ´®°©¨ ©¨ ­ ®³©¦©¥ ´ ®¨¦ ¦®°©ª ¤¥ ¬©¨ © ´ ®° §³©²©¨ ¬®¬´§¨

y

©¥ ®Å® ª ¬§«±¥´«¥®° ±®°²©¤©´´ ®°®ª¯ ¨ ¯¬¥ ©¨°®¦ ¥¯ ¨ ©«

(

Æ¥³¯

w

¯¤ ©¨Ç©¨ § ©°

,

ÈÉÉÊ

).

˨±¥ ¤ ©° ¥ ¬¯ ¤ ®« ³©­¥­ ®ª¯ ¨ ¯¬¥

(

Economic Base Model

)

©¤ ©« ©² ³©²

w

© ©°©² ¤ ©¨ ´ ®°±§ ¬³§²©¨

w

¥« ©Â ©² ¤¥±®¨±§ ª ©¨ ¯ « ®² ® ª­´¯ °

w

¥«©Â ©² ±®° ­ ®³§±

.

Ekspor berupa barang dan jasa, termasuk tenaga kerja. Formulasi model

basis ekonomi dikenal dengan

Location Quotient

(LQ). Teori basis ekonomi

(27)

Ì Í Î ÍÏÐ

t

Ñ

s

ÒÓÔÕÓÖ× Ø Ñ Ø

N

Í ØÙÓÎÖÑÕÑ

u

ÚÛ ÜÝÞß àÛ áÜÞÝâÝã àÛ áÚßã äÝÝã ä ÛáåÝæÝ à ç Þä àÞä

y

Ýã è æß àá ç æÞé âß çÜÛå âÛ é äç á êÝâ ßâ æÝã âÛ é äç á ã ç ã êÝâ ßâ

.

ëÛáÚßãä Ý Ýã äÛ á åÝæÝ à àá ç æÞé â ß âÛ é äçá Üç é Ý Ü åÝã

y

Ý æ Ý àÝä ÚÛ ã ßã èé Ýä êß ÜÝ àÛã æ Ý àÝäÝã Üç é Ý Ü ÚÛ ã ß ã èé Ýä

.

Hal

tersebut akan berpengaruh terhadap pendapatan. Oleh karena itu,

menurut teori basis ekonomi, ekspor daerah merupakan faktor penentu

dalam pembangunan ekonomi. Pembangunan wilayah yang beroriantasi

pada kemampuan atau suatu ekspor atau komoditas

tertentu,

berhubungan erat dengan konsep basis ekonomi, dan seringkali disebut

basis ekspor (Arsyad, 1999).

Budiharsono

(2001),

menyatakan

bahwa

analisis

basis

sesungguhnya berkenaan dengan identifikasi pendapatan basis. Metode

yang dipakai dalam membagi daerah basis dan bukan basis yaitu yaitu

metode pengukuran langsung dan metode pengukuran tidak langsung.

Metode pengukuran langsung dapat dengan survey langsung untuk

mengidentifikasi sektor mana yang merupakan sektor basis dan sektor

mana yang bukan merupakan sektor basis. Metode ini dapat menentukan

sektor basis dengan tepat, akan tetapi metode ini memerlukan biaya,

waktu, dan tenaga yang tidak sedikit. Mengingat hal tersebut, maka

sebagian besar pakar ekonomi wilayah menggunakan metode

pengukuran tidak langsung. Beberapa metode pengukuran tidak

langsung yaitu: (1) metode melalui pendekatan asumsi, (2) metode

analisis

Location Quotient

, (3) metode kombinasi, dan (4) metode

kebutuhan minimum.

Location Quotiens

(kuosien lokasi) atau disingkat LQ adalah suatu

perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor di suatu daerah

terhadap besarnya peranan sektor tersebut secara nasional. Ada banyak

variable yang bisa diperbandingkan, tetapi yang umum adalah nilai

(28)

ì í î íïð

t

ñ

s

òóôõóö÷ ø ñ ø

N

í øùóîöñõñ

u

úûü ý þ ÿ

-

ú ûüýþ ÿ

y

ý û ûÿüû

,

ú û ü ú ûü ý þ ÿ

y

ÿ ý úû ý

y

ú û û ûÿ

ý ü

ý ü ü ÿ û ÿ þ ü ýþý

y

û û ÿü ü úý úÿ ûÿ ý ûÿ ú û ý

(

ÿ

,

).

ýûüü üû ý ûüþ þ ú ý ûÿ û

þ þ

y

ý

(

ÿ ú

y

):

û ý ú ûü ý þ ÿ ûüþ þ

y

ý û ú ÿ û ÿ ý úû ÿ ÿ ûÿ

y

ûÿ ú ü ý

.

ûü ý þÿ ú ûû ÿý ü ú ûü ýþ ÿ úú

.

û ý ú ý úûüý þ ÿûüþ þ ý úý ÿ

y

ý ü ýû üû ý û ÿ ý û ÿ úû ý

.

û ú ü úûü ýþ ÿþ úú

.

ú ÿ ûüÿ ýûü ü ýûþÿ ! " #$

y

ý

y

ü ÿû ú ûü ýþÿ ú ú û ú ü ÿ ú ý ü ú ÿ

û ÿ ü û úü û

ý ûÿ ý û ÿú û ý

.

ûÿ

y

ÿ ú û ý ÿ ÿ û ÿ û

y

û ü ý û ÿ

y

ü û ü üþ ú ú

v

ûúý ú ý û ÿú û ý

ÿ

y

ü û ü ü

û ý û%ý ü üû úû ý üû ÿ ÿ úû ÿý û ü ý û ý

.

û ý

,

ý û ü ü ûÿ ý ú ûü ýþ ÿ þ úú

/lokal. Kenaikan permintaan akan mendorong kenaikan investasi

pada sektor yang bersangkutan sehingga investasi modal dalam sektor

industri lokal merupakan investasi yang didorong (

! &

u

)

sebagai akibat

dari kenaikan sektor basis, sehingga dengan memperhatikan asumsi

tersebut maka industri basic-lah yang patut dikembangkan di daerah.

Tugas pertama yang harus dilakukan adalah menggolongkan setiap

sektor apakah termasuk sektor basis atau sektor non basis. Untuk

keperluan ini dipakai

Location Quotiens

(LQ) yaitu usaha mengukur

konsentrasi kegiatan sektor dalam daerah dengan cara membandingkan

peranannya dalam suatu perkonomian daerah dengan kegiatan atau

(29)

' ( ) (*+

t

,

s

-./0.12 3 , 3

N

( 34.)1,0,

u

56 789 8: ;9<

y

=>

(

?@@

9)

=7=AB<B< CD B7 B >=E =: >BF 8 7 =G =7 <6 H =9 = 6I6 G : BI>6 7F=7 =<8J<B K=L

w

=E6 9:=J=EMA=E 69JB7:==7E6 7 >8 >8GK6 9<BI=:

homogeny

=9 : B7

y

= <6: B=E E6 7 >8 >8G >B

w

BA=N=L E6 76 AB:B=7 > B=7F F =E

J6JBABGB EMA= E6 9JB7: ==7

y

=7F <=J= >6 7F =7 EMA= E69JB7:==7 7=<BM7=A

.

O6>8 =P E9M>8G<B >B

w

BA=N=L : 69<6K8: E69 :=J=

-

:=J= >BF 8 7 =G =7 8 7:8G J6J6 78LBG 6K8: 8L= 7

w

BA=N=L B:8<6 7 >B9B>=7 <6 A 6KBL7

y

=>B6G <EM9G 6A8 =9

w

BA=N=L :6 9<6K8:

.

O6 :BF=P E9M>8G: B

v

B: =< <6G :M9 9 6FBM7 =A <=J= >6 7F =7 E9M>8G :B

v

B: =<7 =<BM7 =A

.

QRS TUV W XY UZ U[X\X]Z^U _` W Xa \Xb

c6 76AB:B=7 >6 <G 9BE:BI J6 9 8E =G=7 J6 :M>6 E676AB:B=7

y

=7F K6 9 8 <=L= J6 7F F=JK=9 G=7 > =7 J67FB7:6 9 E9 6:=<B M Kd6G <6<8 =B >6 7F =7 =E = => =7

y

= c6 76AB:B=7 B7B d8F= <6 9 B7F >B<6K8: 7M76 G<E6 9 BJ6 7

,

G=9 6 7 = E =>= E6 76 AB: B=7 B7BE676AB:B=7:B>=GJ6A=G 8G=7GM7:9MA>=7J=7 BE8 A=< B

v

=9B=K6 AE676AB: B=7

.

e67F=7 J6 :M>6 >6 <G 9 BE:BI

,

E6 76AB:B=7 J6J8 7F GB7G=7 8 7: 8G J6A=G 8G =7 L8K8 7F=7 =7: =9

v

=9B=K6A

,

J67F 8 dB LBEM: 6 < B<

,

J6 7F 6JK= 7F G =7 F 676 9=AB< =<B

,

>=7J67F6JK=7F G=7: 6M9B

y

=7FJ6JBABGB

v

=AB>B:=<8 7 B

v

6 9<=A

.

eB < =JE B7F B: 8

,

E6 76 AB:B=7 >6<G 9BE:BI d8F= J69 8E =G=7 E676AB:B=7

,

>BJ=7= E6 7F 8JE8 A=7 >=: = 8 7: 8G J67F 6 :6< E69 : =7

y

==7 E676AB:B=7 =: =8 LBEM: 6 < B<

y

=7FK6 9G=B:=7>6 7F=7G 6=>=7> =7G 6d=> B=7< 6G=9=7F

.

c6 76AB:B=7 >6<G 9BE: BI E => = 8J8J7

y

= > BA=G 8G=7 >67F =7 :8 d8 = 7 8: =J=P

y

=B: 8 J67F F=JK=9 G=7 <6 H =9= <B <: 6J=: B< I=G := >=7 G =9=G :6 9B<: BG M Kd6 G >=7 <M Kd6 G

y

=7 F >B:6AB:B <6 H=9= : 6E =:

.

e =A=J E6 9G 6JK=7F = 7 =GLB9

-=GLB9 B7B

,

J6 :M>6 E676AB:B=7 >6 <G 9BE:BI d8F= K=7

y

=G >B A=G 8G =7 MA6L E =9= E6 76AB:B=7 G=9 6 7 = >8 = =A=<=7

.

c69 :=J=P > =9 B E67F=J=: =7 6JE B9B< > B>=E =: K=L

w

= <6K=FB=7 K6< =9 A=EM9=7 E6 76 AB: B=7 >B A=G 8G=7 >=A=J K67: 8G >6<G 9BE: BI

.

O6 >8 =PJ6:M>6 >6<G 9BE: BI < =7F=:K6 9 F 8 7= 8 7:8G J67 >=E =:G =7

v

(30)

g h i hjk

t

l

s

mnopnqr s l s

N

h stniqlpl

u

uvw vxyz y{w |v} ~  y€ zy ‚v‚yxy~ y €  ƒ} v} |{w }{|{

y

{w„ } {‚{ } v€ v z y € vw vxyz y{w ~…{wz yz{z y x {yw w

y

{† ‡y} {‚€ yw „ yz…

,

€ v wvx yz y{w yw y ˆ…„ { ‚v‚vx…~ {w z yw |{~ {w

y

{w„ z vx yzy € {| { } vz y{€ ~ ƒ ‚€ ƒ wv ww

y

{ {„ { | {€ {z ‚vw„ „{‚‰{ ~ {w }…‰ˆv~ {z{… ƒ ‰ˆv ~

y

{w„ |yzvxyz y ‚vw |v~ {z y ~ v ‰vw { {w

y

{

.

Šv ‰{„{y ‹ƒ wz ƒŒ

,

z… ˆ…{ w Œ{…} |y… {y~{w } v‹{ { ˆvx {}

,

€ v ‚{} {x {Œ{ w

y

{w„ |yzvx yzy} y„wyy~ {w

, v

{ y{‰vx€ vw vx yzy{w|{€ {z| y…~…

,

zv ~ w y~} {‚€x yw„Œ{…} |yzv w z…~ {w } v‹{ { Œ{zy

-

Œ{zy

,

|{w Œ…‰…w„{w {z {… ~ ƒ ‚€ { {} y

y

{w„ z v€ {z € vx… |yx {~…~ {w …w z…~ ‚vw |{€ {z~{w „{‚‰{ {w ƒ ‰ˆv~ {z{… }…‰ˆv~

y

{w„ |yzvx yzy} v‹{{x v w„~ {€|{w‰v w{

(Elpramwidya. 2009).

Ž ‘’ “ ”• ‘– —˜™ ˜š˜–›œ ˜ ˜š˜–”

Analisis pendapatan usahatani penting dalam kaitannya dengan

tujuan yang hendak dicapai setiap usahatani dengan berbagai

pertimbangan dan motivasi. Analisis pendapatan memerlukan 2 (dua)

keterangan pokok yaitu: (a) keadaan penerimaan, dan (b) keadaan

pengeluaran (biaya produksi) selama jangka waktu tertentu.

Menurut Soekartawi (2002), penerimaan dalam usahatani

merupakan perkalian antara produksi fisik dengan harga jual atau harga

produksi. Sedangkan penerimaan total (t

ž

t

Ÿ  ¡ ¢£ ¢¤

u

¢

) adalah penerimaan

produsen dari hasil penjualan output-nya. Pendapatan atau dapat juga

disebut keuntungan, adalah merupakan selisih antara penerimaan total

dengan biaya total. Dimana biaya itu terdiri dari biaya tetap dan biaya

tidak tetap. Dalam analisis usahatani ada dua pendapatan yaitu

:

a.

Pendapatan Kotor Usahatani

(

Gross Farm Income)

Pendapatan Usahatani Kotor adalah nilai total dari hasil yang

diperoleh dikalikan dengan harga persatuan berat yang berlaku.

Penerimaan yang diperoleh berhubungan dengan hasil yang terjual.

Semakin banyak hasil yang terjual maka semakin banyak pula

(31)

¥ ¦ § ¦¨©

t

ª

s

«¬­®¬¯° ± ª ±

N

¦ ±²¬§¯ª®ª

u

³

.

´µ ¶·¸ ¹¸ º¸ ¶»µ ¼ ½ ¾¿

(N

À

t

Farm Income)

´µ ¶·¸ ¹¸º¸ ¶ Á½¸¿ ¸ º¸ ¶¾ ¸·¸Â¸¿ ºÃº ¸Â ¹µ ¶µ ¼ ¾Ä¸¸ ¶ ¸ º¸Á ºÃº¸Â ¼ µ

v

µ ¶Áµ ·¾ÅÁ¼ ¸ ¶Æ¾ ºÃº¸Â ³¾¸

y

¸ ¹¼Ã·ÁÅ ½¾

,

½ µ¿ ¾¶Æ Æ ¸ ĵ ¼Á¹¸ Ÿ ¶ ¹µ ¶·¸ ¹¸º¸ ¶ ³µ¼ ½ ¾¿

.

ǵÁ¶ºÁ¶Æ ¸¶ ³µ¼ ½ ¾¿ Á½¸¿ ¸ º¸¶ ¾ ĵ ¼Á¹¸Å¸ ¶ ½µÂ¾½ ¾¿ ¸¶ º¸¼ ¸¹µ ¶µ ¼¾Ä¸¸ ¶ ºÃº ¸Â ·µ¶Æ ¸ ¶ ¹µ ¶Æ µÂÁ¸¼¸ ¶ ºÃº¸Â

.

´µ¶Æ µÂ Á¸¼ ¸ ¶ Á½¸¿ ¸ º¸ ¶ ¾

(Total Farm Expensive)

¸·¸Â¸¿ ¶ ¾Â¸ ¾ ½ µÄ Á¸ ĸ½ÁŸ ¶

y

¸¶Æ ¿¸ ³¾½ · ¾¹¸ Ÿ ¾ ¸ º¸Á · ¾ ŵÂÁ¸¼ Å ¸ ¶ · ¾·¸Â¸Ä ¹¼Ã½ µ½ ¹¼Ã·ÁŽ ¾

,

ºµ º¸ ¹¾ º¾·¸ Å ºµ ¼Ä¸½ÁÅ ºµ ¶¸Æ ¸ ŵ ¼ ȸ ¹µº¸ ¶ ¾

.

´ µ ¶Æ µÂÁ¸¼ ¸ ¶ Á½¸¿ ¸ º¸¶¾Äµ ¶É¸ ÅÁ¹¹µ¶Æ µÂÁ¸¼ ¸¶ºÁ¶¸ ¾ ·¸ ¶º¾·¸ źÁ¶¸¾

(

Ê Á³

y

¸¼ºÃ

,

Ë

989).

ÌÍÎ ÏÐÑ Ò Ó

Analisis SWOT

ʵ ¶Á¼Áº Ô¸ ¶ÆÅÁº ¾

(

ÕÖÖ×

),

ĵ¶ÈµÂ¸½ Ÿ ¶ ³¸¿

w

¸ Ø ¶¸Â¾½ ¾½ ÙÚÛ Ü ¸·¸Â¸¿ ¾·µ ¶ º¾Ý¾Å¸½ ¾ ³µ ¼³¸Æ ¸ ¾ ݸ Å ºÃ¼ ½ µÉ¸¼ ¸ ½ ¾½ ºµÄ¸ º ¾½ Á¶ ºÁŠĵ¼ÁÄÁ½ Ÿ ¶ ½ º¼ ¸ ºµ ƾ ¹µ¼Á½ ¸¿¸¸ ¶

.

Ø ¶¸Â¾½ ¾½ ¾¶ ¾ · ¾·¸½ ¸¼Å¸ ¶ ¹¸·¸ ÂÃÆ ¾Å¸

y

¸ ¶Æ ·¸ ¹¸ º ĵĸ Ž ¾Ä¸ÂŸ ¶ ŵÅÁ¸ º¸ ¶

(

Strenghts

)

·¸ ¶¹µÂÁ¸ ¶Æ

(

Opportunities

),

¶¸ÄÁ¶ ½µÉ¸¼ ¸ ³µ ¼ ½¸Ä¸¸ ¶ ·¸ ¹¸ º ĵľ¶ ¾Ä¸ÂŸ ¶ ŵµĸ¿ ¸ ¶

(

Weakness

)

· ¸ ¶ ¸ ¶É¸Ä¸ ¶

(

Threats

).

´¼Ã½ µ½ ¹µ ¶Æ ¸Ä³¾Â¸ ¶ ŵ ¹ÁºÁ½¸ ¶ ½ º¼ ¸ ºµÆ ¾½ ½ µÂ¸ÂÁ ³µ¼Å¸ ¾º¸ ¶ ·µ ¶Æ ¸ ¶ ¹µ ¶Æ µÄ³¸ ¶Æ ¸ ¶ ľ½ ¾

,

ºÁÈÁ¸ ¶

,

½ º¼¸ ºµÆ ¾

,

·¸ ¶ ŵ ³¾È¸ Ÿ ¶ ¹µ¼Á½ ¸¿¸¸ ¶

.

Þµ ¶Æ ¸ ¶· µÄ¾Å ¾¸ ¶¹µ ¼ µ ¶É¸ ¶¸½ º¼ ¸ ºµÆ¾½

(

strategic planner

)

¿ ¸¼Á½ ĵ ¶Æ ¸ ¶¸Â¾½ ¾½ ݸ Å ºÃ¼

-

ݸ Å ºÃ¼ ½ º¼ ¸ ºµ ƾ½ ¹µ¼Á½ ¸¿¸¸ ¶

(

ŵÅÁ¸ º¸ ¶

,

ŵµĸ¿ ¸ ¶

,

¹µÂÁ¸ ¶Æ ·¸ ¶ ¸ ¶É¸Ä¸ ¶

)

·¸Â¸Ä Åö· ¾½ ¾

y

¸ ¶Æ ¸·¸ ½¸¸ º ¾¶¾

.

Hal ini disebut

dengan Analisis Situasi. Model yang paling populer untuk analisis situasi

adalah Analisis SWOT. SWOT adalah singkatan dari lingkungan internal

Streghts

dan

Weakness

serta lingkungan eksternal

Opportunities

dan

Threats

yang dihadapi dunia bisnis. Analisis SWOT membandingkan antara

faktor eksternal peluang (

opportunities

) dan ancaman (

threats

) dengan

faktor internal kekuatan (

stregths

) dan kelemahan (

weakness

). Bentuk

(32)

ß à á àâã

t

ä

s

åæçèæéê ë ä ë

N

à ëìæáéäèä

u

G

íîï íðñòóôõö÷øùúí÷ð ûù ü

SWOT

ýþÿ ÿ

:

þ ÿ ÿ þÿ

y

ÿ ÿÿ þ þ ÿ

.

þÿÿÿ þ þÿ ÿ þÿÿ

ÿ ÿ ÿ ÿÿÿÿ þÿ

y

ÿ ÿ þ ÿ

þÿ

ÿ þÿÿ

ÿ

ÿ ÿ ÿÿÿÿ þÿ

y

ÿ ÿ ÿ ÿ

y

ÿ ÿ þ

ÿÿ ÿÿ ÿ ÿÿ þþ

ÿÿ ÿÿ þþÿ

y

ÿ ÿ

(

Growth

oriented strategy

).

ýþÿ ÿ

:

þ ÿ ÿ ÿÿ ÿ ÿ ÿ

,

þÿÿÿ

ÿ þÿ ÿ ÿ ÿ

.

ÿ

y

ÿ ÿþ ÿÿ ÿ ÿÿ þ ÿÿ þÿ ÿ

þ þ ÿÿÿÿ þÿ ÿ ÿ ÿÿ ÿ

ÿÿ ÿ

v

ÿ

(

þ

/pasar).

Kuadran 3

:

Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat

besar, tetapi di pihak lain, ia menghadapi beberapa

kendala atau kelemahan internal. Fokus strategi

Peluang Eksternal

Kekuatan

Internal

Kelemahan

Internal

Ancaman Eksternal

4. Mendukung strategi

agresif.

3. Mendukung strategi

diversifikasi.

2. Mendukung strategi

turn-around.

(33)

t

s

!"# $ $

N

$%"!

u

&' ()* +, ++- +. +/ +, 0' 01- 10 +/2+- 0+* +/+,

-

0+* +/ + , 1-3'(- +/ &' ()* +, ++- *',1-4 4+ . +& +3 0'05) +3 &' /) +-4 & +* +(

y

+-4/'51,5+12

.

6) +.( +-7

:

8'()& +2+- * 13) +* 1

y

+-4 * +-4+3 31. +2 0'-4)-3)-42+-

,

&' ()* +, ++-3' (* '5)30'-4, +. +& 1 5'(5+4+1 +-9+0+- . +-2 '/'0 +, +-1-3'(- +/

.

:'- ;+5+( +-1-3'(& ('3+* 1+- +/ 1* 1*<=> ?. +& +3.13' ( +-42+-*'5+4+15' ( 12 )3

:

<

:

@A B C DE

t

h

/

kekuatan

didefinisikan

sebagai

sumberdaya,

ketrampilan atau keunggulan-keunggulan lain relatif terhadap

pesaing dan kebutuhan pasar yang dilayani atau yang ingin

dilayani perusahaan.

W

:

Weakness

/ kelemahan didefinisikan sebagai keterbatasan atau

kekurangan dalam sumberdaya, ketrampilan dan kapabilitas

yang secara serius menghambat kinerja efektif perusahaan.

O

:

Opportunity

/ peluang didefinisikan sebagai situasi penting yang

menguntungkan dalam lingkungan perusahaan.

T

:

Threats

/ ancaman didefinisikan sebagai situasi penting yang

(34)

Komoditas Perkebunan Non Tembakau

3.1 Lokasi Penelitian dan Jangka Waktu

Lokasi penelitian adalah Kabupaten Jember, sedangkan fokus

wilayah penelitian berdasarkan sebaran potensi produksi komoditas

perkebunan non tembakau.

Waktu penelitian direncanakan selama 4 (empat) bulan terhitung

sejak penandatangan Surat Perjanjian Kerjasama.

3.2 Jenis dan Rancangan Penelitian yang Digunakan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode

analitik, deskriptif dan korelasional. Metode deskriptif dapat diartikan

sebagai prosedur pemecahan

masalah yang diselidiki, dengan

menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek atau obyek penelitian

(seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang

berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Untuk

mendeskripsikan fakta-fakta tersebut, pada tahap permulaan tertuju pada

usaha mengemukakan gejala-gejala secara lengkap di dalam aspek yang

diselidiki agar jelas keadaan atau kondisinya.

Metode deskriptif memusatkan perhatiannya pada penemuan

fakta-fakta (

fact finding

) sebagaimana keadaan sebenarnya (Nawawi,

1998). Sedangkan metode korelasional merupakan kelanjutan dari metode

deskriptif yang memiliki tujuan mempelajari hubungan secara statistik

(35)

Komoditas Perkebunan Non Tembakau

3.3 Teknik Pengambilan dan Pengumpulan Data

Teknik pengambilan data yang digunakan adalah menggunakan

menggunakan Snowball Sampling. Menurut Sugiyono (2013) pengertian

Snowball Sampling

yaitu teknik penentuan sample yang mula-mula

jumlahnya kecil, kemudian membesar. Dalam penentuan sampel pertama

dipilih satu atau dua orang, tetapi karena belum lengkap informasi yang

diperoleh, maka penelti mencari orang lain yang di pandang lebih tahu

dan melengkapi data yang diberikan oleh orang sebelumnya.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian digunakan teknik

wawancara. Menurut Moleong, Lexy J. (2007) wawancara telah diakui

sebagai teknik pengumpulan data atau informasi dan banyak dilakukan

dalam pengembangan sistem informasi. Wawancara adalah suatu

percakapan langsung dengan tujuan-tujuan tertentu serta menggunakan

format tanya jawab yang terencana. Wawancara memungkinkan analis

sistem mendengar tujuan, perasaan, pendapat dan prosedur informal

dalam wawancara dengan para pembuat keputusan organisasional.

Analis sistem menggunakan wawancara untuk mengembangkan

hubungan mereka dengan klien, mengobservasi tempat kerja, serta

mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan menyiapkan orang

yang diwawancarai dan memberi pertanyaan terkait temuan.

3.4 Metode Analisis

3.4.1 Analisa Deskriptif

Untuk permasalahan pertama, kedua dan keempat, digunakan

analisis deskriptif. Deskriptif yaitu dengan memberikan gambaran dan

penjelasan tentang karakteristik masyarakat penghasil komoditas

perkebunan non tembakau dari hasil wawancara dengan responden. Hal

(36)

Komoditas Perkebunan Non Tembakau

3.4.2 Analisis Wilayah

Prinsip dasar yang dilakukan dalam analisis wilayah ini adalah

bersifat komprehensif. Artinya berbagai aspek dimensional di dalam

menilai wilayah agregrat yang mempunyai potensi produk-produk

pertanian dan memadukan berbagai aspek kajian, baik kondisi

sumberdaya manusia, sumberdaya alam, kelembagaan, dan kebijakan

pemerintah yang sedang di laksanakan.

Alat analisis yang akan digunakan dalam kajian wilayah ini antara

lain yaitu:

Location Quetion

(LQ analisis). Alat analisis ini pada dasarnya

untuk mengetahui sektor basis dan non basis dari komoditas perkebunan

non tembakau, dengan rumus sebagai berikut (Soetriono, 2010).

LQ =

)

/

(

)

/

(

Vt

Vi

vt

vi

Keterangan :

LQ = LQ dari sektor s pada satu wilayah

Vi

= Dasar ukur dari sektor s di wilayah i

vt

= Dasar ukur total wilayah

vi

= Dasar ukur dari sektor s di seluruh wilayah

Vt

= Dasar ukur total seluruh wilayah

Kriteria pengambilan keputusan :

LQ > 1 = Wilayah i berpotensi untuk menghasilkan komoditas tertentu

LQ < 1 = Wilayah i tidak berpotensi untuk menghasilkan komoditas

tertentu

LQ = 1 = Wilayah i berpotensi menghasilkan komoditas tertentu tetapi

untuk mencukupi wilayah sendiri

Penentuan komoditas unggulan mencakup komoditas unggulan

tingkat kecamatan dan kabupaten. Adapun langkah-langkah yang

dilakukan dalam menentukan komoditas unggulan adalah sebagai

(37)

Komoditas Perkebunan Non Tembakau

a. Mengingat jenis komoditas sangat banyak, maka terlebih dahulu

dilakukan penapisan berdasarkan sepuluh besar nilai perdagangan.

Langkah selanjutnya, penentuan komoditas unggulan di tingkat

kabupaten.

b. Dalam penentuan komoditas di tingkat kabapaten ini dilakukan

dengan menggunakan kriteria produksi, yang didekati dengan fraksi

produksi, dari komoditas unggulan terhadap kecamatan. Komoditas

yang lolos sebagai komoditas unggulan kecamatan pada tahap ini

adalah komoditas dengan fraksi produksi termasuk 5 besar.

3.4.3

Analisis Pendapatan Usahatani

Total pendapatan (keuntungan) dari efisiensi penggunaan biaya

dengan memperhatikan teori penyusutan karena yang dianalisis ada

unsur investasi dimana keuntungan usahatani adalah total penerimaan

dikurangi dengan total biaya dalam suatu proses produksi. Total

penerimaan usahatani perkebunan non tembakau adalah nilai dari total

penjualan produk yang dihasilkan. Secara matematik, total pendapatan

(keuntungan) usahatani perkebunan non tembakau di Kabupaten Jember

dirumuskan sebagai berikut :

= TP TB

= TP (BV+BT)

dimana :

= Total pendapatan dalam suatu periode pemeliharaan (Rp)

TP

= Total Penerimaan dalam suatu periode pemeliharaan (Rp)

TB

= Total Biaya dalam suatu periode pemeliharaan (Rp)

BV

= Biaya variabel dalam suatu periode pemeliharaan (Rp)

(38)

Komoditas Perkebunan Non Tembakau

Untuk melihat efisiensi usahatani terhadap penggunaan faktor

produksi, digunakan analisis R/C. Rasio R/C merupakan perbandingan

total

penerimaan

dengan

total

biaya.

Usahatani

dikatakan

menguntungkan bila R/C= 1. Semakin besar nilai R/C maka semakin

menguntungkan usahatani tersebut. Perhitungan R/C dirumuskan, yaitu:

R/C = Total Penerimaan / Total Biaya

Py . Y / TB

dimana :

Py

= Harga produk dalam satu periode pemeliharaan (Rp)

Y

= Total produksi dalam satu periode pemeliharaan (Kg)

TB = Total Biaya dalam suatu periode pemeliharaan (Rp) (Soekartawi.

1995)

3.4.4 Analisis SWOT

Untuk permasalahan kelima digunakan analisis SWOT dengan

beberapa tahapan. Mengidentifikasi faktor intern dan ekstern

pengembangan perkebunan non tembakau,

Internal Factor Analysis

Summary

(IFAS) dan

Eksternal Factor Analysis Summary

(EFAS). Analisis

faktor internal meliputi identifikasi

strength

(kekuatan) dan

weakness

(kelemahan), analisis faktor eksternal meliputi identifikasi

opportunity

[image:38.595.120.514.577.736.2]

(peluang) dan

threats

(ancaman).

Tabel 3.1 Elemen Analisis SWOT

S (

Strenght

)

Apakah kekuatan utama

Usaha perkebunan non tembakau

(

Internal

)

(dari dulu sampai sekarang)

W (

Weakhness

)

Apakah kelemahan utama

Usaha perkebunan non tembakau

(

Internal

)

(dari dulu sampai sekarang)

O (

Opportunity

)

Apakah kesempatan eksternal

usaha perkebunan non tembakau

(mulai sekarang sampai masa

datang)

T (

Threat

)

Apakah ancaman eksternal

Usaha perkebunan non tembakau

(mulai sekarang sampai masa

datang)

(39)

Komoditas Perkebunan Non Tembakau

Tindak lanjut dari identifikasi faktor internal dan eksternal adalah

melakukan pembobotan terhadap permasalahan, dari Rangkuti (1997).

Tabel 3.2 IFAS (

Internal Factor Analysis Summary

)

No

Uraian

permaslahan

Bobot

permasalahan

Rating

Nilai

(Bobot x

Rating)

Kekuatan (S)

..

Kelemahan (W)

..

Total nilai IFAS

..

Sumber: Soesilo. NI (2000)

Tahapannya adalah:

1. Menentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan

usaha perkebunan non tembakau dalam kolom 1

2. Memberi bobot masing-masing faktor dengan sekala mulai dari 1.0

(paling penting) sampai 0.0 (tidak penting) berdasarkan pengaruh

faktor tersebut terhadap posisi strategis usaha perkebunan non

tembakau. (semua bobot jumlahnya tidak boleh melebihi skor 1.00)

3. Menghitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor

dengan memberikan skala mulai dari 4 (

outstanding

) sampai dengan 1

(

poor)

berdasarkan pengaruh faktor terhadap kondisi usaha perkebunan

non tembakau bersangkutan. Faktor yang bersifat positif (semua faktor

yang masuk kategor

Gambar

Tabel 1.1 Data Produksi dan Produktivitas Komoditas Perkebunan Non
Gambar 1.1 Kerangka Konsep
Tabel 3.1 Elemen Analisis SWOT
Tabel 3.3 EFAS (Eksternal Factor Anaysis Summary)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis dapat disimpulkan bahwa sektor yang cukup besar sumbangannya terhadap struktur output di Kabupaten Jember adalah sub sektor pertanian yaitu

Hasil analisis dapat disimpulkan bahwa sektor yang cukup besar sumbangannya terhadap struktur output di Kabupaten Jember adalah sub sektor pertanian yaitu

Analisis LQ berdasarkan luas panen selama lima tahun (2001-2005) menunjukkan bahwa komoditas kopi, kakao, lada dan kelapa menjadi sektor basis perkebunan rakyat di Kabupaten

Hasil penelitian menunjukkan k esesuaian lahan di Pulau Bacan Kabupaten Halmahera Selatan untuk komoditas perkebunan tanaman panili, kelapa sawit, kelapa, pala dan

Jenis komoditas perkebunan yang unggul tetapi tidak potensial di Kabupaten Konawe terdiri dari tanaman (jambu mete, kelapa dalam, mangga, kakao, kopi, lada, kakao,

Berdasarkan evaluasi kesesuaian lahan untuk komoditas unggulan sagu, pinang, kopi, jagung, ketela rambat, ketela pohon, sawo, pepaya, pisang, nenas, jambu biji, sukun,

1) Demplot dilaksanakan pada komoditas perkebunan yang rawan terdampak terhadap kekeringan (kopi, kakao dan jambu mete) dan berada di lokasi rawan kekeringan.

Sumber : Hasil olah data, 2020 Gambar 1 Peta Sebaran Kelas Kesesuaian Lahan Komoditas Kemiri Kecamatan Nggaha Ori Angu Komoditas Jambu Mete Berdasarkan pencocokan karakteristik