• Tidak ada hasil yang ditemukan

Panitia Pastikan Lomba Dayung Gedebok Aman, Nyaman, dan Mengasyikkan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Panitia Pastikan Lomba Dayung Gedebok Aman, Nyaman, dan Mengasyikkan"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Panitia Pastikan Lomba Dayung

Gedebok Aman, Nyaman, dan

Mengasyikkan

UNAIR NEWS – Danau kampus C UNAIR riuh rendah Jum’at sore

(12/8). Sekerumunan orang terlihat antusias menyaksikan panitia lomba HUT RI ke-71 yang sedang njajal mendayung di atas sampan dari debok (batang) pisang. Para panitia tampak begitu asyik. Sesekali mereka terbahak karena bingung mengendalikan arah sampan.

“Koen kok gak kompak ngene seh ndayunge (Kamu kok tidak kompak mendayungnya),” gerutu Agus Irwanto, PIC lomba Dayung Debok yang terjun langsung ke danau, pada rekannya di satu sampan yang sama, Putra Radityawan. “Tapi, ini memang sulit, Mas” sahut mahasiswa jurusan Psikologi yang sehari-hari mengabdi di Pusat Informasi dan Humas (PIH) itu. Mereka lantas terbahak bersama.

Selain dua orang tadi, panitia dari PIH yang ikut dengan perlengkapan keamanan berupa pelampung adalah Dilan Salsabila, Dian Wirawan Noer Aziz, dan Ketua PIH Suko Widodo. Mereka secara bergantian mencoba untuk menguasai susunan debok yang dijadikan sampan. “Keseimbangan menjadi penentu kesuksesan para peserta,” ujar Suko.

Pakar komunikasi politik itu menambahkan, panitia bekerja sama dengan Tim Wanala sebagai pemandu dan guard. Jadi, para peserta tidak perlu khawatir. Lomba ini dijamin aman, nyaman, dan mengasyikkan. Percobaan alat dan venue lomba dibutuhkan sebagai persiapan awal agar acara berjalan lancar.

Lomba Dayung Debok dilaksanakan pada Rabu, 17 Agustus 2016. Pada hari yang sama, diadakan Lomba Yel-Yel. Peserta Lomba Yel-Yel diharapkan ikut jadi supporter bagi para pendayung. Para peserta adalah civitas akademika di setiap unit,

(2)

fakultas, satuan, lembaga, perpustakaan, yang ada di UNAIR. Di samping itu, ada pula lomba presenter dengan bahasa Jawa yang diikuti Rektor, para dekan, unsur pimpinan kampus, dan mahasiswa asing. (*)

Penulis : Rio F. Rachman

Rangkuman Berita UNAIR di

Media (12/8)

Kuota Beasiswa untuk Mahasiswa Berjibun

Kini kuliah bukan lagi kendala. Sebab, seluruh perguruan tinggi negeri (PTN) telah menyediakan beasiswa bagi mereka yang tidak dapat kuliah karena tersandung biaya. Di UNAIR, kuota beasiswa tiap tahun mencapai 5.790 mahasiswa. Kuota tersebut diperoleh UNAIR dari hasil kerjasama dengan pihak swasta maupun dari kuota yang disediakan pemerintah pusat. Direktur Kemahasiswaan UNAIR, Hadi Subhan menerangkan, jumlah tersebut setiap tahun fluktuatif. Kuota tersebut dapat

meng-cover 21,5 persen dari total mahasiswa UNAIR. Serapan tersebut

dapat dikatakan baik, sebab setiap PTN setidaknya memberikan beasiswa minimal 20 persen dari total keseluruhan.

Jawa Pos, 12 Agustus 2016 halaman 34

Saatnya Warga Bisa Gugat Kerugian

Korupsi nyaris identik dengan kerugian Negara. Ketika kasus korupsi dibawa ke pengadilan, ini menjadi semacam upaya menagih kerugian yang diderita Negara akibat perbuatan koruptor. Masyarakat semestinya punya hak menggugat karena dirugikan akibat korupsi pejabat dan komplotannya. Kian

(3)

maraknya kasus pengungkapan korupsi mengusik Fakultas Hukum UNAIR. Sejak Februari lalu, mereka mendirikan Center of Anti

Corruption and Criminal Policy (CACCP) yang dipimpin Guru

Besar Prof. Dr. Didik Endro Purwoleksono, SH., MH, dan Sekretaris Iqbal Felisiano, SH., LLM. Pusat Kajian Antikorupsi dan Pidana itu mencermati kasus dugaan korupsi yang menonjol di Jatim, diantaranya kasus Bank Jatim, kasus Fuad Amin Imron, dan kasus La Nyala Matalitti. Iqbal juga menggalang Jaringan Antikorupsi Jatim, termasuk bekerja sama dengan KPK.

Jawa Pos, Jumat 12 Agustus 2016 halaman 2

Belajar Mandiri dari Pramuka

Menjadi aktivis pramuka kadang dianggap ribet bagi sebagian orang. Berbeda dengan Niken Kusumawardani yang justru sangat menikmati menjadi aktivis pramuka sejak remaja. Baginya, kegiatan yang dia jalankan selama menjadi anggota pramuka sangat menyenangkan dan tidak membosankan. Pramuka tidak hanya memberinya pengalaman seru untuk mengenal alam, juga membuatnya berkenalan dengan banyak orang. Ketika masih menempuh pendidikan di Jurusan Manajemen UNAIR, Niken sebenarnya mendapat kesempatan mengikuti Jambore di Papua. Sayangnya, saat itu bertepatan dengan ujian di kampusnya, sehingga dia harus rela tidak ikut dalam rombongan Jambore tersebut. Berkat pramuka, dia banyak mengenal budaya masyarakat Indonesia dari Sabang Sampai Merauke.

Sindo, Jumat 12 Agustus 2016 halaman 13 dan 14 Penulis : Afifah Nurrosyidah

(4)

Deny Dedy, Saudara Kembar

yang Raih Medali Bersama di

PIMNAS

UNAIR NEWS – Terlahir menjadi saudara kembar merupakan salah

satu anugerah tersendiri dari Tuhan. Selain memiliki paras wajah yang sama, M. Dedy Bastomi atau yang akrab disapa Dedy dan M. Deny Basri atau yang akrab disapa Deny memiliki beragam keunikan yang sama pula. Dua saudara kembar yang sama-sama menempuh pendidikan di Diploma 3 Otomasi Sistem Informasi tersebut, kini tengah berlaga dalam Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) ke-29 di Institut Pertanian Bogor (IPB).

Saat ditemui di lokasi PIMNAS, Dedy menjelaskan, triknya untuk bisa melaju ke ajang tahunan tersebut yakni mau belajar dari pengalaman. Sempat lolos ajang PIMNAS di Kendari pada tahun lalu, Dedy merasa banyak pelajaran yang bisa diterapkan untuk bisa lolos bersama saudara kembar dan rekan-rekannya di ajang PIMNAS kali ini.

“Intinya agar lulus bareng, ya belajar dari pengalaman tahun lalu. Lihat judul yang disukai juri dan tahu potensi teman yang bisa diajak kerja sama,” paparnya.

Tidak jauh beda dengan kakaknya, Deny juga memiliki cerita tersendiri tentang proses menuju PIMNAS kali ini. Dari 12 proposal PKM yang diajukan, 3 diantaranya dinyatakan lulus ke PIMNAS. Hal tersebut merupakan bekal dan pengalaman tersendiri bagi Deny.

“Ini bisa menambah pengalaman dan memberikan yang terbaik saat kita mau lulus,” tuturnya bangga.

Meski sudah dua kali berlaga dalam ajang PIMNAS, keduanya juga tidak luput dari banyak kesulitan yang harus dihadapi, terlebih keduanya kini tengah menempuh semester akhir.

(5)

“Kemarin waktu mau camp persiapan PIMNAS di trawas, Deny belum sidang. Jadi selepas camp ya ngebut untuk segera sidang,” kenang Dedy.

Selain itu, keduanya juga kerap bersilang pendapat saat menyusun dan menggagas ide yang akan diajukan pada proposal PKM. Meski demikian, bagi mereka rasa pengertian lah yang harus diutamakan saat beda pendapat.

“Sering sekali kami bersilang pendapat, kalau ndak pengertian tambah ribut. Ya harus saling pengertian,” terang Deny.

Kakak beradik yang juga mahasiswa penerima bantuan pendidikan bidikmisi tersebut, bertekad merampungkan yudisium selepas PIMNAS berlangsung. Selain itu, tekad untuk alih jenis ke jenjang S1 pun sudah masuk dalam rencana ke depan.

“Alhamdulillah sudah sidang, tinggal yudisium,” pungkas Dedy diamini oleh adiknya.

Raih Medali

Pada PIMNAS kali ini, adik kakak tersebut tergabung dalam sebuah kelompok PKM-T dengan judul “Sistem Segmentasi Citra Sebagai Pengukuran Tendensi dan Stability Volume Busa pada

Foaming Test Pelumas di Laboratorium PT.Pertamina Lubricants

Gresik Berbasis Borland Delphi 7”. Deny, Dedy dan Kelompok PKM-nya berhasil mendapatkan medali perak di kategori presentasi. Sedangkan di kategori poster, mereka berhasil meraih medali perunggu.

Medali yang mereka raih juga turut mengantarkan UNAIR menduduki peringkat 3 dari 145 Perguruan Tinggi se-Indonesia yang mengikuti PIMNAS. Peringkat UNAIR pada PIMNAS kali ini meningkat dibandingkan PIMNAS tahun sebelumnya yang meraih peringkat 4. (*)

Penulis: Nuri Hermawan Editor : Dilan Salsabila

(6)

UNAIR Raih Juara III PIMNAS

Ke-29

UNAIR NEWS – Pesta karya ilmiah mahasiswa terbesar di

Indonesia tahun 2016, telah berakhir Kamis (11/8) malam. Pesta kompetisi bernama Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) ke-29 dilaksanakan di kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) dan ditutup secara resmi oleh Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristek Dikti, Prof. Intan Ahmad, Ph.D. Ajang PIMNAS ke-29 itu diikuti 145 perguruan tinggi se-Indonesia. Tiga besar juara PIMNAS kali ini masih didominasi oleh perguruan tinggi yang berdomisili di Jawa Timur. Ketiganya adalah Universitas Brawijaya (UB) yang meraih juara I, Universitas Gadjah Mada meraih juara II, Universitas Airlangga meraih juara III. Posisi UNAIR dalam PIMNAS tahun ini meningkat dari tahun lalu yang menduduki peringkat empat. Dalam acara penutupan PIMNAS ke-29, UNAIR mengirimkan 21 tim dari seluruh kategori makalah program kreativitas mahasiswa (PKM). Tim UNAIR berhasil merebut 8 emas, 3 perak, dan 1 perunggu.

Sedangkan, tim UB dengan kekuatan 31 tim PKM berhasil meraih 10 medali emas, 7 perak, dan 6 perunggu. Sementara, tim UGM meraih 8 medali emas, 5 perak, dan 6 perunggu. Dan, tim ITS meraih 4 medali emas, 5 perak, dan 2 perunggu.

Direktur Kemahasiswaan UNAIR Dr. M. Hadi Subhan, dan Ketua Kontingen UNAIR Agus Widiantoro, SH., M.Si., yang mengawal tim UNAIR hingga penutupan, sama-sama menyatakan cukup puas dan berterima kasih kepada seluruh mahasiswa dan tim. Meski harapan untuk memboyong piala kemenangan Adikarta Kertawidya ke kampus tertua di Indonesia Timur ini masih belum tercapai,

(7)

setidaknya target UNAIR untuk masuk tiga besar sudah terwujud. PKM UNAIR yang menyabet emas di nomor presentasi, diantaranya dari tiga nomor PKM-PE (Penelitian Eksakta). Yakni, makalah yang berjudul “Paduan Hyaluronic Acid (HA) Polyethylene Glycol (PEG) Sebagai Injectable Hydrogel untuk Terapi Penderita Degenerasi Diskus Intervertebralis” yang dipresentasikan Cityta Putri dan tim.

Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristek Dikti, Prof. Intan Ahmad, Ph.D didamping al. Rektor IPB membunyikan angklung sebagai tanda Pimnas Ke-29 2016 di IPB, diakhiri, Kamis (11/8) malam. (Foto: Bambang ES)

Kemudian di kelas 2, PKM-PE atas nama Inas Fatimah dan tim yang berjudul “Inovasi Durameter Artifisial Berbasis Selulosa Bakteri – Kolagen dengan Plasticizer pada Kasus Trauma Kepala”.

Ketiga, adalah makalah Karina Dwi Saraswati dan tim yang berjudul “Studi In Vivo Poly-Lactid-co-glicolic-Acid (PLGA) dengan Coating Kitosan sebagai Selaput Penutup Organ

(8)

Pencernaan untuk Aplikasi Kelainan Dinding Perut yang Terbuka”. Ketiga tim penyabet emas nomor presentasi merupakan tim mahasiswa bimbingan Dr. Prihartini Widiyanti, drg., M.Kes. Ada satu lagi emas nomor presentasi yang dipersembahkan Ulima Hapsari dan tim dengan makalah PKM – Kewirausahaan berjudul “PKM (Penutup Kompres Mata) Anti Kantong Panda”.

Sedangkan, di nomor poster, medali emas UNAIR dipersembahkan oleh PKM-K kelas presentasi-1 karya Indah Paraswati dan tim yang berjudul “Pemanfaatan Cangkang Kerang Simping (Placuna Placenta) sebagai Komoditi Usaha Pakan Ternak Unggas Non-Konvensional”. Satu lagi dari PKM-K (Kewirausahaan) kelas-2 oleh Erwin Candra dan tim dengan poster makalah berjudul “KUMAK: Kit Uji Merkuri dalam Air dan Kosmetik sebagai Cara Praktis Menguji Kandungan Merkuri dalam Kosmetik dan Air”. (*) Peringkat 15 besar hasil Pimnas Ke-29 di IPB tahun 2016:

Universitas Brawijaya 1.

Universitas Gadjah Mada 2.

Universitas Airlangga

3.

Institut Teknologi Sepuluh Nopember 4.

Institut Teknoogi Bandung 5.

Universitas Indonesia 6.

Universitas Udayana 7.

Institut Pertanian Bogor 8.

Universitas Diponegoro 9.

Universitas Negeri Medan 10.

Universitas Muslim Indonesia 11.

Universitas Negeri Malang 12.

Universitas Negeri Semarang 13.

Universitas Islam Indonesia 14.

Universitas Negeri Yogyakarta 15.

Penulis: Bambang Bes Editor: Defrina Sukma S.

(9)

Penelitian Media Sosial Lagi

Ngetrend di Bidang Komunikasi

UNAIR NEWS – Ada banyak topik penelitian yang menarik didalami

dalam bidang ilmu komunikasi. Salah satunya, tentang media sosial. Tema ini tak hanya sedang ngetrend. Lebih dari itu, pergerakan dan interaksi di dalam media sosial, kerap dianggap cermin dari masyarakat yang sebenarnya.

Secara prinsip, hubungan media sosial dengan ilmu komunikasi tergolong dekat. Sebab, media sosial adalah sarana komunikasi kekinian yang akrab di tiap lapisan masyarakat. Memang, belum semua kawasan di Indonesia terjamah media sosial. Tapi paling tidak, sebagian besar wilayah yang telah tersentuh internet, masyarakatnya pasti mengenal aplikasi atau jejaring seperti facebook, twitter, whatsapp, blackberry, dan lain-lain.

Ada begitu banyak hal yang bisa ditelaah di media sosial. Yang kemudian, dijadikan rujukan untuk menentukan langkah, kebijakan, atau merumuskan solusi di ranah politik, sosial, budaya, dan lain sebagainya.

“Belakangan, banyak riset yang mengupas persoalan politik yang dikaitkan dengan media sosial,” kata Rendy Pahrun Wadipalapa S.Ikom., MA, Dosen Ilmu Komunikasi UNAIR.

Selama ini, pengguna media sosial semakin meningkat jumlahnya. Rentang usia pun makin luas. Meski umur pengguna masih relatif muda. Fenomena politik, tanggapan, dan kecenderungan perspektif para netizen (para pengguna media sosial), menarik untuk dipelajari. Mengapa? Karena dari sana, branding politik di media sosial bisa dirumuskan.

(10)

dapat dikaji. Pergeseran budaya, pola interaksi sosial, dan asumsi masyarakat terhadap kebijakan publik pun dapat dieksplorasi di media sosial. Terlebih, saat ini instansi plat merah juga sudah menguatkan pondasinya di dunia maya. Sosialisasi program, penyebaran informasi, dan interaksi dengan warga dimaksimalkan melalui konsep “chatting” di media sosial. (*)

Penulis: Rio F. Rachman Editor : Dilan Salsabila

Mewaspadai Sindrom Kekuasaan

Situasi politik akhir-akhir ini nampak jauh dari cita-cita reformasi. Mereka yang dulu kelihatan begitu reformis, kini justru ikut-ikutan memburu kekuasaan. Fenomena macam ini dalam ranah politik, boleh disebut sebagai sindrom kekuasaan. Kalau diamati, sedikitnya ada tiga jenis sindrom seperti ini. Yaitu sindrom atau penyakit pasca-kuasa (Post-Power Syndrome) dan penyakit pra-kuasa (Pre-Power Syndrome) serta Penyakit orang yang sedang berkuasa (In-Power Syndrome).

Istilah Post-Power Syndrome digunakan untuk menggambarkan seseorang yang berprilaku aneh-aneh setelah tidak lagi memegang jabatan kekuasaan, termasuk misalnya gemar mengkritik pemerintahan yang kadang malah nampak berlebihan dan sok reformis. Pre-Power Syndrome diistilahkan untuk orang yang sebelum berkuasa begitu gemar memromosikan diri untuk meraih kekuasaan. Sedangkan In-Power Syndrome adalah gambaran bagi orang yang sebelum berkuasa perilaku dan ucapannya seperti ‘orang bener’, tapi ketika berkuasa ia mulai lupa diri dan mati-matian mempertahankan kekuasaannya dengan cara apapun. Yang jelas, apapun jenisnya, penyakit tersebut bertujuan

(11)

menggerogoti individu dengan iming-iming kekuasaan, hingga pada akhirnya, dia menjadi ‘budak’ atau tawanan kekuasaan. Ada satu contoh menarik berkisar tentang penyakit kekuasaan yang bersumber dari negeri seberang. Tersebutlah seorang profesor sejarah dari Harvard University bernama Henry Kissinger. Dulu, sebelum diangkat presiden Richard Nixon menjadi penasehat pemerintah dan ketua NSC (National Security Council), dia adalah sosok yang selalu mengkritik pemerintah. Nah, ketika dia memangku jabatan tersebut di atas, dia pun mulai membela pemerintah. Setelah itu, Nixon mempromosikannya menjadi menteri luar negeri. Maka bertambahlah pekerjaannya untuk membela setiap kebijakan pemerintah. Tetapi, begitu dia turun jabatan dan tak lagi menjadi orang pemerintahan, mulailah lagi dia kritis pada pemerintahan (Hal:144).

Penyakit atau sindrom kekuasan bisa terjadi di mana pun. Sindrom tersebut bukan monopoli salah satu atau beberapa tempat atau negara tertentu saja. Semua manusia mempunyai kemungkinan dan kelemahan untuk terjerumus ke dalam jurang itu. Bila sudah terkubang di sana, seseorang akan sulit untuk berkata jujur dan benar. Sebab dasar perbuatannya adalah subyektifitas semata untuk mencari dan atau memertahankan kekuasaan pribadi.

Di situlah pentingnya manusia untuk senantiasa waspada. Maka ada baiknya bila setiap orang mengamalkan uzlah-nya Imam Ghazali. Uzlah di sini bukan berarti menyepi atau bertapa, melainkan mengambil jarak dari persolan yang mengitari, agar mampu melihat keadaan yang sesungguhnya secara obyektif. Dalam islam, shalat dimulai dengan takbiratul ihram dan ketika mengucap “Allahu Akbar”, seorang muslim harus fokus dan konsentrasi hanya pada Allah SWT, yang berarti meninggalkan segala hal di sekelilingnya. Di sinilah uzlah, melupakan semua hal yang mengandung beragam kepentingan pribadi atau golongan, menuju ke satu titik mutlak, kebenaran sejati, agar dari sana mendapat petunjuk yang lurus. Serupa salah satu do’a dalam bacaan shalat “Ihdina al-shirat al mustaqim (Tunjukanlah kami

(12)

(Ya Allah) ke jalan yang lurus)”. ***

Nurcholish Madjid adalah seorang intelektual kondang dan jenius asal kota santri, Jombang. Selain dikenal sebagai agamawan alumnus pondok pesantren Gontor, dia juga tercatat sebagai lulusan Chicago University. Melihat almamaternya, khalayak seharusnya tak perlu heran jika pria yang lebih akrab dipanggil Cak Nur ini memiliki daya jelajah analisa yang jauh di atas rata-rata.

Buku Atas Nama Pengalaman Beragama dan Berbangsa di Masa

Transisi ini sudah menjalani dua kali cetak. Sebelum catakan

kedua di awal tahun 2009, buku ini sudah cetak di 2002. Buku ini boleh dibilang merupakan hasil ketekunan beberapa orang yang dengan sukarela menukil-sarikan dialog-dialog selepas shalat Jum’at antara Cak Nur dan jamaah di masjid Yayasan Paramadina. Orang-orang yang berjasa itu di antaranya adalah: Iwan Himmawan, Syamsul Muin, dan Yayan Hendrayani.

Dialog-dialog jumat yang terjadi dilakukan dengan sangat bersahaja. Artinya, segala konsep pemikiran Cak Nur yang disampaikannya saat diskusi, sangatlah erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, khususnya dengan isu yang pada waktu itu berkembang. Meski demikian, Cak Nur juga kerap menyinggung sejarah-sejarah, baik yang sifatnya umum sampai yang berlatar khusus perorangan.

Cak Nur sempat membahas sekaligus menganalisa tentang Bung Karno (Hal: 131). Bahwasannya Bung Karno adalah seorang priyayi karena anak seorang raden dan beribu bangsawan Bali. Dia adalah putra Blitar sehingga unsur jawa tidak boleh dilepaskan bila ingin menelaah kepribadiannya secara kultur-sentris. Dia dibesarkan di Surabaya, sempat dititipkan pada HOS Cokroaminoto dan sempat pula mengenyam pendidikan di suatu sekolah eropa. Kebetulan, pada jaman Proklamator itu beranjak dewasa, Marxisme sedang didengungdengungkan.

(13)

Bertolok dari berbagai fakta historis tersebut, maka tak heran jika banyak jargon atau falsafah Bung Karno yang dipetik dari hikayat pewayangan jawa. Tak usah heran pula bila dia menjadi Marxis tapi sekaligus tulus pada Islam. Dan tak perlu merasa aneh ketika dia dengan yakin memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanpa banyak persiapan, hanya bermodal nekad, salah satu karakteristik orang Surabaya. Bondo nekad, BONEK!.—

Buku

Judul : Atas Nama Pengalaman Beragama dan Berbangsa di Masa Transisi (Kumpulan dialog Jum’at di Paramadina)

Penulis : Nurcholish Madjid Penerbit : Dian Rakyat, Jakarta

Tahun : Cetakan kedua, Januari 2009 Tebal : xii + 231 Halaman

Serba-Serbi PIMNAS XXIX 2016

UNAIR NEWS – Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) XXIX

tahun 2016 yang diselenggarakan di Institut Pertanian Bogor (IPB). Universitas Airlangga berhasil meraih peringkat ke-3 dari 21 Tim Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang diberangkatkan UNAIR.

(14)

Alumnus dan Peneliti Senior

(15)

Penelitian

UNAIR NEWS – Universitas Airlangga terus mengupayakan

internasionalisasi melalui beragam program. Salah satunya adalah kuliah tamu yang mendatangkan alumnus UNAIR sekaligus peneliti senior Prof. Delvac Oceandy, MD., Ph.D. Kuliah tamu diselenggarakan di Aula Garuda Mukti, Kantor Manajemen UNAIR, Kamis (11/8) dan dihadiri oleh para dosen dan peneliti di lingkungan UNAIR. Pada kuliah tamu kali ini, Prof. Delvac memaparkan topik mengenai “Kunci Sukses dalam Berkarir di Bidang Riset”.

Prof. Delvac adalah peneliti senior yang kini berkiprah di Universitas Manchester, Inggris. Selain sebagai peneliti, ia merupakan supervisor yang berwenang untuk menerima calon mahasiswa baru pascasarjana di Universitas Manchester.

Wakil Rektor I UNAIR Prof. Djoko Santoso, Ph.D dalam sambutannya, mengatakan bahwa dosen harus memiliki karya penelitian. Tujuannya, agar pengajaran berkembang dan menambah kualitas pelayanan publik. Selain memberi manfaat bagi masyarakat, jumlah publikasi penelitian yang terus meningkat akan membawa UNAIR menuju perguruan tinggi kelas dunia.

“Mengukir karya dengan penelitian jauh lebih besar manfaatnya daripada non penelitian. Isi penelitian yang memiliki kemanfaatan yang tinggi, otomatis mengangkat peringkat kita menembus top 500 dunia,” ujarnya.

Pada kesempatan ini, Prof. Delvac mengatakan, ada empat kiat sukses dalam mengerjakan penelitian, yaitu fokus, kreatif, kolaborasi, dan mentorship. Karena fokus melakukan penelitian, dalam sepuluh tahun terakhir tak kurang deri 30 penelitian yang sudah dihasilkan Prof. Delvac.

“Dalam kurun waktu sepuluh tahun, saya hanya meneliti molekul. Semuanya tentang mekanisme molekuler terjadinya kegagalan jantung,” tegasnya.

(16)

Selain itu menurut Prof. Delvac, penting agar para peneliti dikenal publik. Ia juga memberi saran terhadap mahasiswa dan calon peneliti. “Meskipun sudah lulus, peneliti harus tetap menjalin hubungan dengan promotor dan co-promotor,” tutur Prof. Delvac.

Ketua Lembaga Penelitian dan Inovasi UNAIR Prof. Hery Purnabasuki, Ph.D, yang juga hadir dalam kuliah tamu itu mengatakan, dosen sudah semestinya melakukan penelitian dan publikasi. Penelitian adalah hal mutlak, bukanlah beban.

“Semua dosen harus melakukan publikasi. Ini bukan beban. Harus berkontribusi sekecil apapun karena kita memiliki kewajiban, komitmen untuk itu,” ujar Prof Hery. (*)

Penulis : Binti Q. Masruroh Editor: Defrina Sukma S.

Kunci

Sukses

Penelitian

Hingga

Go

International

Menurut Alumnus UNAIR

UNAIR NEWS – Delvac Oceandy, pengajar dan peneliti senior di

Universitas Manchester (UoM), Inggris memberikan kuliah tamu “Kunci Sukses dalam Berkarir di Bidang Riset”. Ia merupakan alumni S-1 Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga yang lulus pada tahun 1996. Selesai merampungkan studi di FK UNAIR, Delvac memilih mengejar mimpinya dan melanjutkan studi di luar negeri.

“Lulus dari FK saya memang waktu itu punya impian dan cita-cita. Mungkin pada waktu itu, (cita-cita) saya sedikit agak di

(17)

luar nalar. Namanya impian, ya, coba saya kejar. Saya ingin berkiprah di dunia riset, dan ingin go international. Saya ingin berkarir bukan hanya di level nasional saja, tapi internasional,” tuturnya.

Prof. Delvac bercerita, sejak masih kuliah ia sudah aktif melakukan penelitian, namun semuanya masih terbatas pada tingkat nasional. Setelah Prof. Delvac lulus dari FK UNAIR, ia mendapatkan beasiswa untuk berkuliah jenjang magister dan doktoral di Australia. “Lalu saya mendapat kesempatan untuk

postdoctoral di Inggris. Jadilah saya pindah di Universitas

Manchester dan bekerja di sana sampai sekarang,” ujarnya.

Berdasarkan diskusi dan sharing dari para peserta, permasalahan tentang penelitian yang dialami dosen cukup beragam. Dari mulai pendanaan, hingga iklim penelitian yang tidak sehat. Namun, Prof. Delvac mengatakan, seorang peneliti harus pandai mensiasati keadaan. Hingga sepuluh tahun terakhir, tak kurang dari 30 penelitian telah ia hasilkan.

“Ada pepatah yang bilang there is no such thing as bad

weather, only bad clothing. Kalau mau sukses, pada situasi apa

saja, ya, kita harus pintar mensiasati. “Kita harus bisa. Jangan bilang ‘karena’, tapi ‘meskipun’. Kata-kata ‘meskipun’ dahulukanlah. Kalau sudah punya komitmen, tekad, dan kemauan, pasti tercapai,” tegasnya.

Prof. Delvac mengatakan bahwa manusia Indonesia cukup cerdas. Artinya, Indonesia memiliki sumber daya manusia yang mumpuni untuk bisa bersaing dengan bangsa-bangsa asing. Namun, menurut Prof. Delvac, masyarakat kita kurang memiliki rasa percaya diri.

“Yang kurang dari SDM kita adalah keyakinan, dan rasa percaya diri bahwa kita mampu. Kelemahannya, agak minder. Istilahnya, kalah dulu sebelum berperang. Itu harus dihilangkan. Harus yakin bahwa kalau kita yakin pasti bisa,” ujarnya mantap.

(18)

UNAIR untuk mampu menembus peringkat 500 top perguruan tinggi kelas dunia segera terlaksana.

“Di atas langit masih ada langit. Maknanya, kita tidak boleh merasa sombong dan tinggi hati. Kita harus tahu level kita di mana. Bahwa di luar sana masih banyak yang bisa dieksplorasi, dipelajari, dan tantangan-tantangan yang bisa dihadapi. Jangan terkungkung di dalam tempurung. Kalau sudah merasa enak di sini, bukan berarti di luar tidak ada yang bisa dieksplorasi. Harus terbuka melihat dunia di luar sana,” katanya.

“Sampai akhirnya saya bisa seperti ini karena bisa melihat apa yang ada di luar sana. Kuncinya, berani ke luar, kerja keras, percaya saja pasti bisa sukses,” pungkasnya. (*)

Penulis : Binti Q. Masruroh Editor: Defrina Sukma S.

Penyakit Terus Berkembang,

Perguruan Tinggi Dituntut

Aktif Lahirkan Epidemiolog

UNAIR NEWS – Seorang epidemiolog dituntut untuk dapat

melakukan surveilans (observasi dalam bidang kesehatan masyarakat) dalam menggambarkan dan menilai kesehatan penduduk. Pernyataan tersebut dilontarkan oleh Dr. dr. Alden Henderson, selaku pembicara dalam kuliah tamu bertajuk “Public Health Practice For Tropical Health”, di Aula Soemarto Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UNAIR pada Kamis, (11/8). Dalam acara yang dihadiri oleh mahasiswa Program Studi S2 Epidemiologi dan para dosen FKM UNAIR tersebut, Alden memberi

(19)

wejangan, agar seorang epidemiolog dapat membuat program dan

kebijakan dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

“Epidemiolog juga harus melakukan evaluasi terhadap tindakan, program dan layanan kesehatan,” ujar tenaga ahli dari Communicable Diseases Center (CDC) Amerika Serikat tersebut. Seorang epidemiolog, menurut Alden, harus memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan ‘good thinker and good action’ terhadap masalah kesehatan, agar dapat memberikan solusi pada masalah kesehatan. Oleh karena itu penting sekali untuk mempersiapkan seorang epidemiolog pada generasi mendatang, dimana ancaman kesehatan telah terjadi hampir di berbagai negara di belahan dunia.

“Epidemiologi to be a problem solver, identified ,describe and

solve the problem,” jelasnya dihadapan peserta kuliah tamu.

Terkait pentingnya peranan epidemiolog dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, Alden menganggap bahwa FKM UNAIR melalui Program Studi Magister Epidemiologi juga dituntut aktif dalam menyelenggarakan program pendidikan bidang epidemiologi, sehingga mampu menghasilkan ilmuwan dan praktisi di bidang kesehatan masyarakat terutama menjadi seorang epidemiolog. (*)

Penulis : Rekha Finazis Editor : Dilan Salsabila

Referensi

Dokumen terkait

Dari pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa Audit Internal atau pemeriksaan intern merupakan pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor internal yang independen dalam

Pada kasus ini penanganan yang terbaik adalah dilakukan transplantasi sumsum tulang karena umur penderita masih muda dengan efek jangka panjang yang baik, akan

Dalam tahapan ini peserta mendapatkan pembekalan sejumlah kebijakan dan teori tentang Kepemimpinan Pemerintahan Dalam Negeri Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama yang

Kutipan tidak langsung yaitu menyadur, mengambil ide dari suatu sumber dan menuliskannya sendiri dengan kalimat atau bahasa sendiri. Penulisan dintegrasikan ke dalam teks,

Nilai kalor tahapan pohon lebih besar dari tiang disebabkan berat jenis kayu dan kadar karbon terikat (kayu dengan berat jenis tinggi dan kadar karbon terikat

Justeru, apabila dinafikan juga kewujudan makhluk, ketika menyebut ”tiada yang wujud melainkan Allah”, atau menafikan makhluk ketika menyebut kalimah ”tiada tuhan melainkan

Sebanyak 500 g simplisia, dimaserasi dengan pelarut methanol, diamkan selama 3 (tiga) hari, saring. Ganti pelarut tiap tig hari, sebanyak tiga kali. Ekstrak yang diperoleh,

Pengaruh variabel independen X2 terhadap variabel dependen Y2 memiliki nilai p-value <0.05, sehingga terdapat pengaruh antara pengetahuan gizi dan kesehatan