• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Perupaan Anting Perak Desak Nyoman Suarti Periode 2007

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisa Perupaan Anting Perak Desak Nyoman Suarti Periode 2007"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

4.1.3.5 Analisa Perupaan Anting Perak Desak Nyoman Suarti Periode 2007

Tabel IV.11. Sampel anting perak Desak Nyoman Suarti periode 2007

Keterangan Sampel I Sampel II Sampel III

Perupaan

Bentuk dasar Teardrops Lingkaran dan triangular

tabular

Geometris

Pola Geometris Geometris Geometris

Ragam hias Jawan Bun, Jawan Jawan

Komposisi Simetris Simetris Simetris

Tekstur Putih polos dan berkilau pada bagian tengah (cangkang kerang) dan bulir-bulir perak membingkai cangkang

Elaborasi antara polos berkilau dengan garis-garis kurvilinear dan lingkaran

Jawan dan oksidasi

Garis Kurvilinear Kurvilinear dinamis Kurvilinear

Material lain Cangkang kerang berwarna putih keperakan

- kuarsa biru muda(atas)

dan lapis lazuli(bawah)

Sistem kuncian Kait Tusuk Tusuk

Tabel di atas menjelaskan bahwa sampel anting pada periode pembahasan terakhir ini secara umum menonjolkan sifat dinamis. Sifat dinamis pada anting yang umumnya dihasilkan dari sistem kuncian kait kini juga hadir dalam sistem kuncian tusuk seperti pada sampel kedua dan ketiga. Jika pada sampel pertama dan kedua sistem sambungan antara dua unit ornamen pada anting menggunakan lingkaran sebagai penghubung, pada sampel ketiga sistem yang digunakan dikembangkan menjadi sistem engsel.

Penerapan sistem engsel antara dua unit ornamen tersebut mengakibatkan ruang gerak

pendant anting hanya sebatas ke bagian depan dan belakang anting. Jika dibandingkan

dengan sistem sambungan konvensional, sistem sambungan ini menghadirkan kesan yang lebih kaku dan kurang dinamis. Kesan tersebut agaknya yang diperlukan oleh sampel anting ketiga ini. Perupaan anting yang masif, penuh ornamen dan klasik ini selaras dengan kesan yang dibangun dari sistem engsel tersebut.

(2)

Gambar IV.30. Detail perupaan anting perak Suarti periode 2007 sampel I Sumber: Penulis

Sampel anting pertama seperti yang telah dideskripsikan dalam gambar IV.30. di atas menggunakan bentuk dasar teardrops dengan material tambahan berupa cangkang kerang berwarna putih dengan kilau keemasan. Anting yang dibingkai dengan bulir perak granulasi ini cenderung lebih sederhana dibandingkan dengan sampel anting karya Suarti pada periode sebelumnya. Warna putih dari cangkang kerang yang menjadi fokus utama ini menghadirkan pencitraan yang sederhana, ringan dan dinamis meskipun menggunakan bentuk geometris dan masif.

Aplikasi granulasi masih hadir pada seluruh perupaan anting perak Desak Nyoman Suarti tahun 2006. Hal yang menarik untuk dicermati adalah semakin berkurangnya pengaplikasian garis kurvilinear dari pengaplikasian filigree yang dalam perhiasan tradisional Jawa dan Bali kedua teknik tersebut kerap digayakan bersamaan. Pada sampel kedua meskipun masih menggunakan motif bun dan jawan, namun menggunakan

(3)

komposisi isi (bun, jawan dan oksidasi) serta kosong (sebagian dibiarkan polos dan berkilau) sehingga menghadirkan kesan yang tidak penuh.

Gambar IV.31. Detail perupaan anting perak Suarti periode 2007 sampel II Sumber: Penulis

Seperti pada sampel pertama, sampel anting kedua ini menggunakan bentuk dasar geometris yang masif namun mampu menghadirkan kesan dinamis dan feminin. Penggabungan beberapa bentuk geometris sebagai bentuk dasar berupa setengah lingkaran yang dipadankan dengan bentuk kerucut dan lingkaran pada bagian atasnya ini sekali lagi menunjukkan kecenderungan bentuk dasar simetris pada penggayaan perhiasan Suarti, meskipun kali ini aplikasi ragam hias digayakan lebih dinamis.

Sampel ketiga dari periode 2007 ini merupakan pengembangan dari suweng Jawa dan Bali. Jika anting suweng umumnya berbentuk lingkaran tunggal, dalam sampel anting ketiga ini lingkaran tersebut mengalami repetisi dua kali dengan ukuran yang berbeda. Kedua lingkaran tersebut dikomposisikan sejajar vertikal. Bentuk lingkaran di bawahnya selain lebih besar juga cenderung ke arah oval.

(4)

Sampel anting ketiga menggunakan dua buah ukuran jawan (bulir perak) yang dikomposisikan bertingkat. Ukuran bulir perak yang lebih kecil dikomposisikan berada pada lapisan dalam sedangkan ukuran yang lebih besar berada setelahnya sehingga menghadirkan kesan ruang pada anting. Selanjutnya pada permukaan latar anting diaplikasikan pewarnaan oksidasi dan dibingkai dengan rantai tali air sehingga anting tersebut lebih tegas.

Gambar IV.32. Detail perupaan anting perak Suarti periode 2007 sampel III Sumber: Penulis

4.1.3.6 Karakteristik Perupaan Anting Perak Desak Nyoman Suarti Periode 2007

Anting perak Desak Nyoman suarti pada periode ini secara umum menggunakan sistem

dangel earring sehingga dapat bergerak dinamis. Untuk memaksimalkan perupaan

dinamis tersebut, anting sengaja didesain memanjang, ramping dan ringan dari segi material. Ringannya bobot dangle earring secara keseluruhan juga bertujuan untuk mencegah membesar atau bahkan robeknya cuping kuping.

Secara umum anting perak Desak Nyoman Suarti pada periode ini lebih menekankan pada harmoni baik dari segi komposisi bentuk maupun permainan gelap terang.

(5)

Keselarasan harmoni warna tampak pada sampel anting kedua. Jika pada anting-anting sebelumnya aplikasi pewarnaan oksidasi lebih cenderung menghadirkan kontras antara bagian latar dengan motif di atasnya, pada sampel kedua ini aplikasi oksidasi juga menghadirkan komposisi gradasi warna sehingga lebih lanjut menampilkan gelap terang pada anting. Hal tersebut juga didukung dengan komposisi bentuk ornamen yang tidak lagi memenuhi seluruh bidang kosong namun juga adanya keselarasan asimetris antara bidang polos berkilau dengan bidang yang diaplikasikan ornamen.

Harmonisasi warna juga hadir pada sampel anting ketiga dimana batu yang digunakan merupakan gradasi warna biru. Bagian atas anting diaplikasikan batu berukuran lebih kecil berwarna biru muda yang tembus cahaya kemudian batu pada bagian bawahnya berwarna biru tua sehingga menghadirkan kesan klasik dan tegas. Secara keseluruhan anting perak pada periode ini merupakan pengembangan dari penggayaan anting tradisional Jawa dan Bali baik dari segi teknis pembuatan, harmonisasi bentuk dan warna pada anting.

4.1.3.7 Karakteristik anting perak Desak Nyoman Suarti periode 2005-2007

Berdasarkan paparan perupaan anting dalam kurun waktu tiga tahun terakhr di atas, tampak beberapa karakteristik yang selalu hadir dalam penggayaan antingnya. Karakteristik pertama adalah pengulangan penggayaan rupa yang sama, baik dalam menghadirkan kesan klasik, modern, dinamis, tegas dan mewah sepetti pada sampel perupaan kalung yang telah di bahas pada sub bab sebelumnya. Pemaparan karakteristik perupaan beserta penggayaannya dipaparkan dengan lebih mendetail pada tabel IV.12. di bawah sebagai berikut:

(6)

Tabel IV.12. Karakteristik dan penggayaan rupa pada anting Suarti periode 2005-2007

Karakteristik dan penggayaan perupaan Fungsi /

thn Sampel I Sampel II Sampel III

1. Klasik

a. Komposisi kosentris

b. Bentuk dasar masif dan penuh ornamen

c. Stilasi motif batik dan penggayaan pilin berganda

1. Klasik

a. posisi simetris kosentris b. Aplikasi jawan dan oksidasi c. Stilasi motif tumpal dari batik d. Aplikasi rantai tali air

membingkai bentuk setengah lingkaran

e. Teknik cabochon pada batu onyx

f. Bentuk dasar berbentuk

setengah lingkaran cenderung masif dan penuh ornamen

1. Klasik

a. Komposisi simetris kosentris b. Aplikasi pola tiga

c. Aplikasi pewarnaan oksidasi d. Bentuk dasar yang masif dan

penuh

e. Penggayaan huruf W, lingkaran dan bentuk geometris lainnya yang bergerak ke arah atas (transenden)

2. Moderen

a.Teknik pembuatan casting b.Aplikasi facet pada

pemotongan batu

2. Moderen

a. Teknik pembuatan casting

2. Moderen

a. Teknik pembuatan casting

i. Tegas

a. Bentuk dasar yang masif dan penuh ornamen

b. Kontras antara warna batu dan warna perak yang berkilau c. Sistem tusuk sehingga anting

lebih stabil ketika dikenakan

2

005

3. Dinamis

a.Penggayaan ragam hias yang organis

3. Tegas

a .Bentuk dasar yang masif dan penuh ornamen

b. Kontras antara warna batu, warna perak yang berkilau dan pewarnaan oksidasi

c. Sistem tusuk sehingga anting lebih stabil ketika dikenakan

3. Tegas

a. Bentuk dasar yang masif dan penuh ornamen

b. Kontras antara warna perak yang berkilau dengan pewarnaan oksidasi

c. Sistem tusuk sehingga anting lebih stabil ketika dikenakan

1. Klasik

a. Komposisi simetris dengan bentuk dasar oval yang cenderung masif

b. Stilasi sulur-suluran

1. Klasik

a. Komposisi simetris dengan bentuk dasar yang cenderung masif

b. Aplikasi bulir perak (jawan) c. Repetisi bangun imajiner

segitiga dari komposisi bulir perak berentuk setengah lingkaran dibawah aksen emas

1. Klasik

a. Komposisi simetris dengan bentuk dasar yang cenderung masif dan penuh

b. Pengembangan anyaman pada material perak

2. Moderen

a. Teknik pembuatan casting b.Teknik pemasangan batu

dengan ditanam (cut down setting)

2. Moderen

a.Teknik pembuatan casting b.Teknik pemotongan facet pada

batu topas

c.Pengembangan granulasi sebagai pembentuk bangun imajiner

2. Moderen

a. Teknik pembuatan casting untuk bagian rangka

b. Sistem jepit pada anting

3. Tegas

a. Bentuk dasar yang masif dan penuh ornamen

b. Kontras dibangun melalui aplikasi aksen emas yang dikomposisikan berdekatan dengan warna biru dari topas

3. Tegas

a. Bentuk dasar yang masif dan penuh ornamen

b. Repetisi anyaman yang memenuhi seluruh bidang

Antin

g

2

006

3. Tegas

a. Bentuk dasar yang masif dan penuh ornamen

b. Kontras antara warna perak yang berkilau dengan permukaan yang tidak berkilau (matte) dan warna

ungu dari batu kecubung 4.Dinamis

a. Sistem kait pada dangle earring sehingga dapat bergerak dinamis

b. Dominasi permukaan yang polos berkilau menonjolkan kesan ringan

1. Dinamis

Sistem kait pada dangle earring sehingga dapat bergerak dinamis

(7)

Tabel IV.12. Karakteristik dan penggayaan rupa pada anting Suarti periode 2005-2007 (lanjutan)

Karakteristik dan penggayaan perupaan Fungsi

/ thn Sampel I Sampel II Sampel III

1. Klasik

a. Komposisi simetris kosentris b. Bentuk dasar teardrops yang

masif

c. Bingkai dari granulasi

1. Klasik

a. Komposisi bentuk dasar simetris kosentris

b. Aplikasi bun, jawan dan oksidasi dan rantai tali air c. Penggayaan pilin berganda

secara diagonal

1. Klasik

a. Komposisi simetris kosentris yang masif dan penuh ornamen

b. Pengembangan anting suweng

c. Teknik pemotongan cabochon pada batu

d. Warna batu opaque

e. Aplikasi oksidasi dan granulasi yang membingkai suweng

2. Moderen

a. Teknik pembuatan casting untuk bagian rangka

b. Kesan ringan dari aplikasi

cangkang kerang menggantikan batu mulia

pada bagian tengah anting c. Secara keseluruhan anting

menampilkan kesan ringan dan sederhana

2. Moderen

a. Teknik pembuatan casting untuk bagian rangk

b. Komposisi isi dan kosong antara permukaan yang polos berkilau dengan komposisi ragam hias yang asimetris

2.Moderen

a.Teknik pembuatan casting untuk bagian rangka

b.Sistem engsel antara sambungan unit suweng

3. Tegas

a. Bentuk dasar yang masif

b. Anting dibingkai penuh dengan granulasi (jawan)

3. Tegas

a. Bentuk dasar yang masif

3. Tegas

a.Bentuk dasar masif dan penuh ornamen

b.Aplikasi pewarnaan oksidasi c.Sistem engsel pada anting

Antin g 2 007 4. Dinamis

a. Sistem kait pada dangle earring

b. Ragam hias jawan pada anting

4. Dinamis

Sistem kait pada dangle earring

4. Dinamis

a. Ragam hias jawan pada anting

b. Sistem engsel

Salah satu yang ditunjukkan melalui tabel IV.12. di atas adalah upaya Suarti dalam melestarikan serta mengembangkan perhiasan Nusantara. Salah satu contoh yang menonjol adalah pengembangan anting suweng pada sampel ketiga tahun 2007. Ditangannya, suweng yang umumnya hadir berbentuk lingkaran dengan kesan masif ini menjadi memiliki daya gerak dari sistem engsel pada bagian sambungannya. Meskipun begitu kesan klasik masih dipertahankan Suarti melalui penggayaan ragam hias, pemilihan warna batu yang klasik dan pengaplikasian oksidasi pada bagian latar.

Kesan mewah dan tegas pada anting suweng juga tetap dipertahankan Suarti melalui aplikasi sistem engsel sehingga meskipun terdapat gerak yang dinamis, namun kesan tegas masih dapat dipertahankan. Secara keseluruhan, analisa perupaan anting perak di atas menunjukan konsistensi upaya Suarti dalam mengembangan perhiasan tradisional Bali dan mengelaborasikannya dengan kemungkinan-kemungkinan perupaan lain.

(8)

Kesan dinamis pada perupaan anting kerap dihadirkan melalui anting berjenis dangle

earring yang menjuntai dan hanya beberapa yang memanfaatkan material tambahan

seperti cangkang kerang yang berwarna putih keemasan atau penonjolan kontras antara bidang perak yang polos berkilau dengan ragam hias dan bun dan jawan yang digayakan asimetris.

4.2 Analisa Perupaan Perhiasan Perak Karya Runi Palar

Setalah pada sub bab sebelumnya dibahas perihal perupaan perhiasan perak Desak Nyoman Suarti, pada sub bab ini akan dianalisa perupaan perhiasan perak Runi Palar dengan fungsi kalung, bros dan anting pada periode 2005 hingga 2007.

4.2.1 Analisa Perupaan Perhiasan Perak Runi Palar dengan Fungsi Kalung Periode 2005-2007

Dalam mendesain perhiasan peraknya Runi Palar cenderung mengutamakan fungsionalitas. Keputusan tersebut dilatarbelakangi mengingat sasaran konsumen terbesarnya adalah perempuan usia produktif yang kerap menggunakan koleksi perhiasan Runi Palar dalam pelbagai kesempatan, bukan hanya untuk acara-acara formal. Berbekal kesadaran itu, sejak pertengahan periode 1990-an berdasarkan penuturan Xenia Tadjiati Palar, Runi Palar mulai menghadirkan desain pendant kalung yang juga dapat dialihfungsikan menjadi bros.

Terdapat beberapa desain pendant kalung Runi Palar yang dapat pula berfungsi sebagai bros dengan cara menambahkan sistem kuncian bros di bagian belakang pendant. Meskipun terdapat garis tipis di bagian belakang pendant kalung namun hal tersebut tidak mengganggu tampilan pendant kalung dan kalung secara keseluruhan. Di bawah ini akan dibahas kalung perak Runi Palar dalam tiga tahun terakhir. Beberapa sampel kalung ada yang juga mengikutsertakan rantai kalung sebagai satu kesatuan perupaan, namun adapula yang lebih menekankan pada pendant kalung yang sebagian besar dapat digunakan pula sebagai bros.

(9)

4.2.1.1 Analisa Perupaan Kalung Perak Runi Palar Periode 2005

Berdasarkan penuturan Xenia Tadjiati Palar, dalam kurun waktu beberapa tahun ini Runi Palar sedang memiliki ketertarikan besar dalam mengeksplorasi mutiara untuk dikomposisikan bersama perhiasan peraknya. Penuturan tersebut termanifestasi dalam sampel-sampel kalung periode 2005 ini. Ketiga sampel kalung tersebut secara secara keseluruhan menggunakan mutiara budidaya. Di bawah ini ketiga sampel tersebut akan dipaparkan sekilas dalam bentuk tabel.

Tabel IV.13. Sampel kalung perak Runi Palar periode 2005

Keterangan Sampel I Sampel II Sampel III

Perupaan

Bentuk dasar Organis dinamis Floral Tulang rusuk

Pola Triangular Organis dinamis Triangular

Ragam hias - - -

Komposisi simetris kosentris simetris dinamis asimetris dinamis

Tekstur Guratan-guratan garis Komposisi bulir perak Polos berkilau

Garis Kurvilinear dinamis Organis dinamis Kurvilinear dinamis

Rantai kalung Omega dengan kuncian kait (hook lock)

Omega, terpisah dengan pendant kalung

Omega menyatu dengan mata kalung

Material lain Mutiara blister dan mutiara air tawar

Mutiara air tawar Mutiara air tawar

Tabel ketiga sampel kalung di atas menunjukkan beberapa kesamaan yang muncul pada periode 2005. Persamaan tersebut tampak pada pemilihan material non logam yang diaplikasikan pada perhiasan yaitu mutiara. Kesamaan lainnya tampak pada pemilihan jenis rantai kalung Omega dengan pelbagai variasi desain sesuai dengan bentuk perupaan kalung secara keseluruhan.

Variasi desain rantai kalung Omega ini tampak pada sistem antara pendant kalung dengan rantai. Pada sampel pertama rantai kalung didesain menyatu dengan mata kalung dengan

loop system. Sampel selanjutnya menampilkan penggayaan desain kalung yang terpisah

antara pendant dengan rantai, sedangkan sampel terakhir menghadirkan kesatuan antara rantai Omega dengan mata kalung. Eksekusi penggayaan rantai Omega disesuaikan dengan kebutuhan desain kalung secara keseluruhan.

(10)

Sampel pertama menampilkan perupaan mata kalung yang besar, menonjolkan komposisi ruang dan garis-garis organis yang dipertegas dengan guratan-guratan linear sebagai tekstur serta komposisi yang simetris dinamis. Dari segi ergonomi, mata kalung yang masif dan besar ini akan nyaman digunakan bila jatuh pada bagian dada atas perempuan sehingga mata kalung ini akan cenderung stabil.

Sampel kalung pertama ini menggunakan dua jenis mutiara budidaya. Jenis yang pertama adalah mutiara setengah atau umum dengan istilah mutiara blister. Mutiara blister ini adalah jenis mutiara budidaya berbentuk setengah lingkaran yang menyatu dengan cangkang kerang. Jenis kedua adalah mutiara berbentuk oval dengan ukuran yang relatif besar dibandingkan ukuran rata-rata mutiara.

Gambar IV.33. Detail perupaan kalung perak Runi Palar periode 2005 sampel I Sumber: Penulis

Pada sampel yang kedua juga menggunakan kalung choker berbentuk Omega. Kalung yang jatuh pada tulang belikat ini cenderung lebih stabil dibandingkan sampel kalung sebelumnya. Karakteristik kalung choker Omega yang ramping, polos berkilau dan masif ini menyebabkan lahirnya keputusan desain agar pendant kalung terpisah dari rantai kalung choker sehingga pendant dapat bergerak dinamis.

(11)

Desain pendant kalung pada sampel kedua ini menggunakan bentuk dasar organis dari stilasi flora. Pada bagian tengah kalung terdapat kawat perak dengan tiga cabang dimana setiap cabangnya terdapat sebuah mutiara budidaya air tawar berwarna putih keemasan. Volmue pendant kalung yang mengingatkan pada bentuk dedaunan ini dipertegas dengan aplikasi dekorasi bulir perak di atasnya. Bulir perak yang dikomposisikan membentuk urat daun imajiner ini digayakan mengikuti bentuk dasar pendant sehingga meskipun

pendant ini berbentuk masif namun mampu menghadirkan kesan lembut dan feminin.

Gambar IV.34. Detail perupaan kalung perak Runi Palar periode 2005 sampel II Sumber: Penulis

Sampel kalung terakhir menghadirkan desain kalung Omega yang menyatu dengan mata kalung. Kesatuan antara mata dengan rantai kalung ini diperlukan karena komposisi kalung yang digunakan adalah asimetris. Rantai kalung Omega yang masif dan menyatu dengan kalung memungkinkan bentuk asimetris tersebut akan stabil ketika dikenakan. Letak mata kalung yang jatuh pada bagian dada atas perempuan juga menambah stabilitas posisi kalung tersebut.

(12)

Gambar IV.35. Detail perupaan kalung perak Runi Palar periode 2005 sampel III Sumber: Penulis

Detail perupaan kalung perak sampel III karya Runi Palar di atas sebenarnya merupakan modifikasi dari kalung perak Runi Palar sebelumnya yang kini diabadikan di museum

RUNA House of Design, Ubud, Bali. Kedua kalung ini menggunakan pola desain yang

sama yaitu asimetris dinamis, dimana abstraksi struktur tulang rusuk manusia dikomposisikan di bagian kanan kalung, sedangkan bagian kiri kalung merupakan abstraksi rongga kiri tempat melekatnya jantung. Jantung tersebut disimbolisasikan dengan mutiara air tawar yang dikomposisikan diagonal.

Gambar IV.36. Salah satu karya Perhiasan perak Runi Palar yang terinspirasi dari bentuk Tulang Rusuk

(13)

Berdasarkan penuturan Xenia Tadjiati Palar pada tanggal 1 November 2007, sampel kalung perak ketiga ini merupakan modifikasi dari karya masterpiece Runi Palar sebelumnya. Pertimbangan tersebut dilatarbelakangi dari kematangan konsep yang melatarbelakangi karya, kerumitan teknis pembuatan serta penggayaan kalung yang lebih personal. Jika pada karya masterpiece yang diproduksi awal tahun 2000-an ini permukaan tekstur dibangun dari bulir-bulir perak yang jika dilihat secara keseluruhan akan menampilkan efek perupaan retak, kalung sampel III ini menggunakan tekstur permukaan yang polos dan berkilau secara keseluruhan

Dunia bisnis perhiasan yang menuntut perputaran produk yang cepat menyebabkan sulitnya untuk selalu menghadirkan konsep yang matang dalam sebuah karya. Terlebih lagi, sebuah karya masterpiece biasanya selain dimaksimalkan dengan kematangan konsep juga didukung penggunaan material dan teknik pembuatan yang berbiaya produksi lebih besar sehingga harganyapun lebih tinggi. Berpijak dari kenyataan tersebut, terdapat beberapa karya masterpiece yang didesain ulang dengan penggayaan yang lebih sederhana sehingga dapat digunakan dalam pelbagai kesempatan dengan cakupan sasaran konsumen yang lebih luas. Modifikasi desain ini selin bertujuan agar perputaran modal lebih cepat, juga menunjukkan kecintaan Runi Palar pada desain kalung ini.

4.2.1.2 Karakteristik Perupaan Kalung Perak Runi Palar Periode 2005

Deskripsi perupaan ketiga sampel di atas menunjukkan beberapa karakteristik umum yang hadir pada kalung perak Runi Palar periode 2005. Karakteristik umum tersebut tampak dari pemilihan mutiara yang hadir pada ketiga sampel kalung perak di atas. Kecenderungan pada material ini agaknya dilatarbelakangi oleh penemuan Cina dalam memproduksi mutiara budidaya dalam jumlah besar serta dengan harga ekonomis sehingga tidak hanya Runi Palar, namun para desainer perhiasan berbasis kontemporer dunia banyak bereksperimen dengan material ini. Fasilitas kemudahan-kemudahan dalam mengeksplorasi mutiara budidaya baik dari segi bentuk maupun pewarnaan memacu Runi Palar untuk menghasilkan perhiasan perak yang dielaborasikan dengan material ini. Selain itu kilau cahaya yang lebih lembut dibandingkan batu lainnya menghadirkan kesan sederhana, elegan dan lembut yang sesuai dengan karakteristik perhiasan RUNA Jewelry.

(14)

Selain kesamaan akan penggunaan mutiara, sampel kalung perak ini menunjukkan persamaan pemilihan jenis rantai, yaitu Omega dengan variasi penggayaan desain yang disesuaikan dengan kebutuhan desain kalung secara keseluruhan. Kecenderungan dalam pemilihan rantai kalung Omega ini dilatarbelakangi kecenderungan estetis Runi Palar yang lebih mengarah ke desain yang sederhana, feminin namun tetap memiliki fokus utama yang mendetail dan kompleks.

Pada sampel pertama dan ketiga, Runi menghadirkan garis-garis organis yang dikomposisikan kontras dengan rongga-rongga kosong disekelilingnya. Jika pada sampel pertama garis tersebut dipertegas dengan tekstur guratan guratan linear pada permukaan mata kalung, pada sampel terakhir garis organis tersebut didesain masif, polos dan berkilau. Permukaan polos berkilau pada sampel terakhir ini merupakan harmoni yang diciptakan Runi mengingat bentuk dasar kalung ini cenderung stabil dan kaku. Sedangkan pada sampel kedua, pendant kalung berbentuk masif ini didesain bervolume seperti gerak organis daun sehingga menghadirkan pencitraan pendant yang feminin, organis, ringan dan detail. Ketiga sampel kalung ini secara umum menghadirkan kesan elegan, detail namun ringan, organis, feminin dan mengalir.

4.2.1.3 Analisa Perupaan Kalung Perak Runi Palar Periode 2006

Tabel IV.14. Sampel kalung perak Runi Palar periode 2006

Keterangan Sampel I Sampel II Sampel III

Perupaan

Bentuk dasar

Geometris Floral Geometris kurvilinear

Pola Geometris lingkaran Triangular Pola tiga

Ragam hias Geometris Abstraksi bulu angsa Garis-garis kurvulinear

Komposisi Simetris repetitif Asimetris dinamis Simetris dinamis

Tekstur Polos berkilau Garis-garis diagonal dari teknik repoussé and chasing

Guratan-guratan linear

Garis Geometris Organis dinamis Kurvilinear dinamis

Rantai kalung

Rangkaian unit yang dikomposisikan repetitif

Omega, menyatu dengan pendant kalung

Omega terpisah dengan mata kalung

Material lain - Topas biru Peridot, spinel dan kecubung

Sampel kalung pertama pada tabel IV.14. di atas merupakan salah satu karya Runi Palar yang didesain untuk sasaran konsumen Jepang. Kalung yang dipamerkan di ISETAN,

(15)

sebuah toko serba ada terkemuka Tachikawa, Jepang ini merupakan rangkaian dari sebuah unit ornamen berbentuk geometris. Unit geometris dikomposisikan secara repetitif saling berkebalikan seperti yang tampak dalam detail perupaan di bawah ini:

Paparan perupaan sampel pertama di atas menunjukkan bahwa unit ornamen kalung

choker perak menggunakan bentuk dasar oval yang mengerucut pada bagian kiri dan

kanannya. Unit ornamen ini terbangun dari tiga buah garis setengah lingkaran yang disusun bertingkat, delapan buah bentuk oval yang disusun horisontal dengan gradasi ukuran berkomposisi kosentris. Antara satu unit ornamen dengan unit ornamen lainnya yang disusun berkebalikan ini terdapat sebuah bulir perak yang berfungsi sebagai aksen tambahan.

Gambar IV.37. Detail perupaan kalung perak Runi Palar periode 2006 sampel I Sumber: Penulis

Kalung yang terdiri dari unit ornamen yang masif geometris tersebut didesain dengan ukuran yang kecil sehingga ketika dikenakan kalung ini menghadirkan kesan sederhana

(16)

dan dapat digunakan dalam pelbagai kesempatan. Meskipun berupaya menghadirkan kesan sederhana dan ringan, kalung ini seperti karya kalung perak Runi Palar periode sebelumnya tetap menghadirkan kompleksitas perupaan dari segi komposisi bentuk dan garis.

Sampel kalung perak kedua menggunakan bentuk yang terinsprasi dari sehelai bulu unggas. Abstraksi bulu unggas ini dikomposisikan secara diagonal asimetris dengan variasi ukuran dimana abstraksi bulu yang berada di bagian kanan kalung berukuran lebih besar dibandingkan dengan ukuran abstraksi bulu di bagian kanan kalung. Permukaan perak pada bagian abstraksi bulu unggas diaplikasikan tekstur garis-garis organis dengan komposisi diagonal yang jika dilihat secara keseluruhan akan menghasilkan efek perupaan helaian-helaian rambut pada bulu.

Gambar IV.38. Detail perupaan kalung perak Runi Palar periode 2006 sampel II Sumber: Penulis

(17)

Pada bagian tengah abstraksi bentuk bulu terdapat sebuah batu topas dengan teknik potongan marquise cut yang dikomposisikan horisontal. Batu topas biru tersebut diikat dengan teknik pemasangan claw setting sehingga ¾ bagian batu berada diluar kerah logam pengikat. Keputusan desain tersebut didasari alasan untuk memperbesar efek kilau cahaya yang dihasilkan oleh batu topas biru. Sampel kalung kedua ini menghadirkan beberapa ciri yang dominan pada perhiasan kontemporer, yaitu abstraksi, komposisi yang asimetris, sederhana, streamline dan permainan cahaya yang kuat.5 Penggayaan kalung seperti ini juga hadir pada karya Runi Palar di tahun 2005 sampel ketiga.

Sampel kalung perak selanjutnya terdiri dari dua bagian yang terpisah, yaitu rantai kalung dan pendant kalung. Seperti kalung Runi Palar lainnya, Runi menggunakan rantai Omega dengan permukaan yang polos berkilau, sedangkan pendant kalung secara bentuk dasar menggunakan bangun persegi panjang. Bentuk persegi panjang yang umumnya memiliki kesan kaku dan tegas digayakan dengan garis-garis lembut dan organis. Bagian sudut yang tajam pada persegi empat dihilangkan pada eksekusi desain pendant sehingga semakin memudarkan kesan kaku pada bentuk geometris persegi panjang.

Bagian tengah pendant dihiasi dengan garis-garis organis yang meliuk ke tiga arah secara garis besar, yaitu ke arah atas pada bagian atas pendant, ke arah cenderung mendatar pada bagian tengah dan menurun kebawah pada bagian bawah pendant. Pendant ini dihiasi oleh tiga buah batu yang kesemuanya dipotong dengan teknik brillian cut, yaitu peridot, topas dan kecubung. Warna hijau, kuning dan ungu dari aplikasi batu ini menghadirkan warna yang kontras dengan warna dasar perak.

Dari segi makna, pembagian arah gerak garis menjadi tiga bagian, yaitu keatas, mendatar dan menurun merupakan representasi dari pola tiga kehidupan masyarakat sawah yang menganut konsep memelihara dan harmoni, bukannya peperangan dualistik antagonis seperti yang dipercaya masyarakat penganut pola dua. Pola tiga ini merupakan pola dasar dari konsep pemeliharaan dan harmoni, dimana pola ini dalam perjalanan peradaban masyarakat pramoderen Indonesia berkembang menjadi pola empat, pola lima hingga pola sembilan. Hal menarik dari sampel ketiga ini bahwa pola tiga yang merupakan pola

5

Lihat pernyataan Margaret de Patta pada bab II halaman 54 yang dikutip dari buku Greenbaum, Toni. Messengers of Modernism: American Studio Jewelry 1940-1960. The Lake St. Louis Historical Society, Montreal. 1996 page 36. Pernyataan ini yang merupakan kutipan dari katalog pameran retrospektifnya pada tahun 1976.

(18)

dari beberapa masyarakat pramoderen Indonesia ini digayakan dengan penggayaan desain kontemporer.

Gambar IV.39. Detail perupaan kalung perak Runi Palar periode 2005 sampel III Sumber: Penulis

4.2.1.4 Karakteristik Perupaan Kalung Perak Runi Palar Periode 2006

Berdasarkan paparan di atas, kalung perak karya Runi Palar periode 2006 ini memiliki beberapa karakteristik umum yaitu sederhana, elegan, detail dan ringan. Pencitraan tersebut dihadirkan melalui abstraksi, repetisi, komposisi dan permukaan kalung yang cenderung polos berkilau sehingga semakin menonjolkan garis-garis kurvilinear dan material perak.

Abstraksi dari bulu unggas tampak pada sampel kedua, sedangkan repetisi hadir dalam ketiga sampel kalung. Repetisi pada sampel kedua tampak pada tekstur mata kalung yang dibangun dari guratan-guratan garis yang membentuk efek bulu, sedangkan pada sampel

(19)

terakhir repetisi hadir dari garis-organis dengan arah yang berbeda. Dua dari tiga sampel kalung di atas menggunakan rantai Omega sedangkan sampel pertama mengandalkan repetisi unit ornamen.

Penggayaan perhiasan kontemporer tampak pada kalung Runi Palar periode ini terutama pada sampel kedua dan ketiga seperti yang telah dipaparkan di atas. Pada sampel kalung pertama penggayaan desain kontemporer tampak pada permainan cahaya yang kuat, penonjolan pada struktur dan bentuk serta bentuk unit ornamen yang non objektif.

Unsur Indonesia tampak sampel pertama dan kedua. Pada sampel pertama Runi mengaplikasikan karakteristik perhiasan pramoderen Indonesia yang cenderung penuh, repetitif dan simetris, sedangkan pada sampel ketiga unsur Indonesia tampak pada aplikasi pola tiga. Unsur Indonesia pada kedua sampel tersebut oleh Runi digayakan kontemporer sehingga dapat digunakan dalam kesempatan yang lebih luas.

4.2.1.5 Analisa Perupaan Kalung Perak Runi Palar Periode 2007

Tabel IV.15. Sampel kalung perak Runi Palar periode 2007

Berdasarkan tabel IV.15. di atas, tampak bahwa pada tahun 2007 ini desain kalung perak Runi Palar masih didominasi dengan penggunaan mutiara air tawar, meskipun pada sampel ketiga material tambahan yang digunakan adalah batu koral merah. Sampel

Keterangan Sampel I Sampel II Sampel III

Perupaan

Bentuk dasar

Dinamis Dinamis Geometris

Pola Triangular Dinamis Memusat

Ragam hias Stilasi bunga berkelopak lima dan sulur-suluran

Oval organis Granulasi

Komposisi Simetris repetitif Asimetris dinamis Simetris dinamis

Tekstur Granulasi dan polos dan polos berkilau

Polos berkilau Granulasi dan polos berkilau

Garis Organis Organis Linear

Rantai kalung

Omega menyatu dengan mata kalung dengan sistem sambungan

- Omega terpisah

dengan pendant kalung

Material lain Mutiara air tawar berwarna putih keemasan

Mutiara air tawar berwarna ungu kehitaman

Koral merah dengan urat hitam

(20)

pertama kalung perak ini didominasi dengan tiga buah stilasi bunga berkelopak lima. Ukuran bunga yang berada di bagian tengah didesain lebih besar dibandingkan dengan ukuran dua stilasi bunga di kanan kirinya. Motif sulur-suluran juga tampak menghiasi bagian tengah kalung pada sampel pertama. Pada kedua ujung sambungan antara bagian tengah kalung dengan rantai Omega juga diaplikasikan motif sulur-suluran yang mengarah ke tengah kalung.

Pada bagian tengah kalung dihiasi batu mutiara putih keemasan berbentuk teardrops yang menjuntai sehingga memberikan kesan dinamis yang semakin menonjolkan kesan lembut pada pencitraan sampel pertama ini. Seperti halnya sebagian besar perhiasan perak Runi Palar, sampel kalung pertama ini juga menghadirkan komposisi ruang dari rongga-rongga yang cukup dominan diantara bidang isi sehingga menciptakan kesan lembut, sederhana, detail dan elegan.

Gambar IV.40. Detail perupaan kalung perak Runi Palar periode 2007 sampel I Sumber: Penulis

Selain sampel kalung di atas, pada tahun yang sama Runi mengeluarkan pula koleksi desain kalung dengan penggayaan yang senada. Dua kalung di bawah ini juga

(21)

menggunakan stilasi bunga berkelopak lima dengan tekstur dari komposisi bulir perak, permainan komposisi garis kurvilinear serta pemilihan mutiara sebagai material tambahan. Pada gambar IV.41.1 stilasi bunga didesain berukuran lebih kecil dengan giok berwarna hijau pada bagian bawah pendant kalung, sedangkan pada gambar IV.41.2 terdapat dua buah stilasi bunga kelopak lima dipadankan dengan mutiara blister setengah lingkaran dan batu garnet.

Gambar IV. 41. Alternatif desain stilasi bunga pada kalung (1 dan 2) dan cincin (3) Sumber: Manajemen RUNA Jewelry

Selain dalam bentuk kalung, penggayaan stilasi bunga dalam desain perhiasan perak Runi Palar juga dapat dijumpai pada cincin perak yang diproduksi tahun 2005 seperti pada gambar IV.41.3. di atas. Cincin dengan material batu topas biru yang digayakan cabochon ini menampilkan empat buah stilasi bunga berkelopak lima dengan pelbagai komposisi ukuran. Pada cincin dengan komposisi asimetris ini, stilasi bunga disusun secara vertikal dengan ukuran paling besar berada di tengah.

Seperti karya perhiasan perak Runi Palar yang telah dipaparkan sebelumnya, cincin perak inipun menghadirkan komposisi asimetris serta ruang kosong sehingga mempertegas kesan lembut, feminin dan organis meskipun stilasi bunga yang digunakan bersifat masif. Pengulangan aplikasi stilasi bunga dengan komposisi bulir perak pada permukaan yang berkilau baik dalam bentuk kalung maupun cincin seperti yang telah dipaparkan di atas menunjukkan besarnya minat konsumen terutama masyarakat Jepang terhadap penggayaan desain seperti ini.

Sampel kalung kedua yang dideskripsikan melalui gambar IV.42. di bawah menampilkan komposisi asimetris yang dinamis dari penggunaan unit ornamen berbentuk oval dengan pelbagai variasi ukuran. Pada setiap unit ornamen hadir rongga pada bagian tengah yang

(22)

secara keseluruhan menciptakan komposisi antara bagian isi dan kosong pendant. Unit oval yang berjumlah sembilan buah tersebut dikomposisikan diagonal. Secara keseluruhan komposisi unit ornamen berbentuk oval ini menghadirkan komposisi irama mengecil dan membesar secara repetitif. Tampak di sini bahwa repetisi yang kerap hadir dalam penggayaan perhiasan pramoderen Indonesia dikembangkan sehingga memiliki irama rupa sehingga lebih dinamis serta menawarkan garis perupaan baru.

Pendant kalung bernuansa surealis ini menggunakan lima buah mutiara air tawar

berbentuk oval dengan warna ungu kehitaman. Mutiara diikat dengan kawat perak yang terkumpul dalam sebuah lingkaran perak sehingga mutiara tersebut dapat bergerak dinamis dan lentur. Pemilihan warna ungu kehitaman untuk mutiara bertujuan untuk memperkuat kesan surealis dan misterius pada pendant ini.

Gambar IV.42. Detail perupaan kalung perak Runi Palar periode 2007 sampel II Sumber: Penulis

(23)

Sampel kalung perak ketiga yang didesain pada tahun 2007 selanjutnya ini merupakan salah satu karya terbaru Runi Palar. Kalung yang rencananya akan dipasarkan pertama kali dalam pameran perhiasan di Jepang tahun 2008 ini menggunakan material perak dengan pendant berupa batu koral berwarna merah. Batu koral merah tersebut pada bagian pinggirnya dibingkai dengan komposisi granulasi yang membentuk garis imajiner berupa segitiga yang saling berkebalikan. Komposisi segitiga yang saling berkebalikan ini mengingatkan pada motif tumpal yang umum diaplikasikan pada batik sebagai motif pinggiran. Dari segi pemilihan batu, seperti halnya Vivianna Torun, seorang desainer kelahiran Swedia yang memiliki peran penting dalam perkembangan perhiasan perak moderen di Barat, Runi Palar tidak hanya terpaku menggunakan batuan mulia, semi mulia dan mutiara, tetapi juga menggunakan batuan yang umum ditemukan di alam.

Gambar IV.43. Detail perupaan kalung perak Runi Palar periode 2007 sampel III Sumber: Penulis

Kalung ini menggunakan rantai kalung yang tipis melingkar dengan tekstur permukaan yang licin, polos dan berkilau. Rantai kalung yang masif dan stabil meskipun tipis ini dibentuk organis mengikuti kontur leher, pundak dan dada perempuan. Rantai kalung ini didesain sederhana dengan tekstur yang licin, polos dan berkilau dengan tujuan agar perupaan kalung secara keseluruhan menampilkan kesan yang sederhana dan elegan

(24)

namun tetap memiliki aksen tegas dan berkarakter yang dihadirkan melalui pengaplikasian batu koral berwarna merah marun dengan urat kehitaman serta hiasan bulir perak di pinggirannya.

Secara komposisi, kalung ini memiliki intensitas memusat yang perlahan-lahan melembut. Intensitas tertinggi tampil pada batu koral berwarna merah marun dengan urat kehitaman. Merah marun yang merupakan warna berintensitas tinggi dipertegas dengan urat kehitaman di tengahnya. bingkai pada kalung ini dihiasi dengan komposisi bulir perak dengan jumlah 4, 3, 2 dan 1 pada setiap sisinya sehingga membetuk bagun segitiga yang saling berkebalikan. Bentuk segitiga yang bersudut ini selaras dengan kesan tegas yang hadir pada keseluruhan kalung.

4.2.1.6 Karakteristik Perupaan Kalung Perak Runi Palar Periode 2007

Meskipun pada tahun 2007 ini pemakaian mutiara masih mendominasi desain kalung perak Runi Palar, penggunaaan batu semi mulia lainnya seperti koral dan giok juga hadir dalam kalungnya. Warna mutiara yang digunakan kali ini tidak hanya mutiara berwarna pastel seperti putih atau merah muda dengan pelbagai jenis kilauan dari lapisan terluar mutiara, tetapi pada tahun ini Runi juga menggunakan mutiara berwarna gelap, yaitu ungu kehitaman atau umum dikenal dengan istilah mutiara tahiti seperti pada sampel kedua.

Dari segi pemilihan desain kalung, dua dari tiga sampel yang telah dipaparkan di atas masih menggunakan rantai kalung berbentuk Omega, sedangkan pada sampel kedua, rantai kalung sengaja tidak diikutsertakan karena sampel tersebut memiliki dua buah fungsi. Fungsi pertama sebagai pendant kalung, dan fungsi selanjutnya dapat diaplikasikan sebagai bros. Sampel pertama dan kedua menghadirkan desain dengan komposisi ruang sehingga memberikan kesan ringan dan lembut, sedangkan pada sampel ketiga karena mengangkat tema tegas maka tidak menghadirkan komposisi ruang.

Kebutuhan mata kalung pada sampel pertama akan gerak yang lebih stabil mengingat besarnya ukuran dan kompleksitas desain mata kalung mengantarkan pada eksekusi desain rantai kalung Omega yang menyatu melalui sambungan loop system. Bentuk stabil dari kalung tersebut juga didukung oleh penggunaan rantai kalung jenis ini. Selain itu

(25)

tekstur permukaan yang polos berkilau serta bentuk yang ramping, masif dan melingkar menghadirkan kesan sederhana namun tetap memiliki detail yang rumit dan kompleks pada kalung-kalung Runi Palar pada tahun ini.

Unsur-unsur Indonesia dengan penggayaan kontemporer juga hadir pada periode 2007. Unsur tersebut tampak pada bulir-bulir perak yang menghiasi stilasi bunga dan hiasan pinggir sampel ketiga. Bulir perak ini menghadirkan tekstur dan efek perupaan kelopak bunga pada kalung perak.

4.2.1.7 Karakteristik Perupaan Kalung Perak Runi Palar Periode 2005-2007

Paparan sampel kalung rancangan Runi Palar dari tiga tahun terakhir ini dari segi material memiliki beberapa kesamaan, yaitu dominasi material mutiara sebagai material tambahan pada kalung, penggunaan rantai Omega dan aplikasi komposisi bulir perak sebagai pembentuk tekstur sekaligus menambah bobot perupaan. Komposisi asimetris yang merupakan salah satu karakteristik dari kalung Runi Palar dapat dijumpai pada sampel kedua dan ketiga tahun 2005 serta sampel kedua pada tahun 2007.

Secara keseluruhan, seluruh kalung perak rancangan Runi palar pada tiga tahun terakhir ini menghadirkan kesan organis, lembut, mengalir, sederhana, elegan, ringan, detail dan kontemporer. Kesan tersebut dihasilkan melalui aplikasi rongga pada bentuk dasar kalung, penggunaan rantai Omega yang ramping, masif dan berkilau, bulir-bulir perak sebagai tekstur sekaligus membentuk bangun imajiner yang dipadupadankan sesuai dengan kebutuhan desain sehingga pada sebuah kalung hadir kesatuan tema.

Pemaparan perihal karakteristik perupaan beserta penggayaannya akan dibahas lebih mendetail dalam tabel IV.16. berikut:

(26)

Tabel IV.16. Karakteristik dan penggayaan rupa pada kalung Runi Palar periode 2005-2007

Karakteristik dan penggayaan rupa Fungsi /

thn Sampel I Sampel II Sampel III

1. Klasik

a. Komposisi simetris kosentris b. Repetisi garis organis

1. Klasik

a. Aplikasi granulasi b. Bentuk yang masif dan

cenderung penuh

5. Moderen

a. Teknik pembuatan casting untuk bagian rangka

b. Abstraksi tulang rusuk manusia c. Komposisi asimetris

d. Penonjolan sifat material, struktur kalung dan komposisi ruang

e. Penggunaan rantai omega yang menyatu dengan bagian tengah kalung

f. Aplikasi dua buah mutiara budidaya

2. Moderen

a. Teknik pembuatan casting untuk bagian rangka

b. Penonjolan komposisi ruang, pencahayaan material perak dan mutiara serta penonjolan struktur kalung

c. Rantai kalung omega d. Aksen pada repetisi garis e. Aksen pada komposisi simetris

kosentris

f. Penggunaan mutiara budidaya

2. Moderen

c. Teknik pembuatan casting untuk bagian rangka

d. Abstraksi flora e. Rantai kalung omega f. Aksen pada volume

melalui aplikasi repoussé

g. Aplikasi mutiara budidaya

h. Komposisi granulasi sebagai pembangun efek struktur flora

2. Tegas

a. Bentuk dasar kalung cenderung stabil

3. Lembut

a. Garis organis dengan tekstur permukaan berupa guratan-guratan linear

b. Warna putih keemasan dari mutiara

4. Lembut

a. Garis pinggir yang lentur dan organis

b. Abstraksi flora menghadirkan kesan feminin dan lembut

c. Warna putih keemasan

dari mutiara menghadirkan kesan

ringan, lembut dan sederhana Kalun g 2 005 4. Dinamis

Pendant kalung yang menjuntai di bagian tengah kalung

5. Dinamis

a.Pendant kalung yang menjuntai di bagian tengah kalung

b. Ragam hias lingkaran kecil dari aplikasi granulasi

Bentuk dasar yang organis

3. Lembut

a. Garis organis yang merepresentasikan tulang rusuk b. Warna putih keemasan dari mutiara budidaya yang menampilkan kesan ringan, lembut, sederhana dan elegan

(27)

Tabel IV.16. Karakteristik dan penggayaan rupa pada kalung Runi Palar periode 2005-2007 (lanjutan)

Karakteristik dan penggayaan visual Fung

si

/ thn Sampel I Sampel II Sampel III

1. Klasik

a. Komposisi simetris

b.Repetisi unit ornamen dari awal hingga akhir

c.Komposisi saling berkebalikan antara unit ornamen satu dengan yang lain mengingatkan pada penggayaan pilin berganda (pola tiga)

d. Aksen bulir perak di kanan dan kiri ujung unit ornamen

1. Klasik

a. Pola tiga vertikal pada kalung

b. Stilasi penggayaan sulur-suluran

2. Moderen

a.Teknik pembuatan casting untuk bagian rangka

b. Penonjolan struktur, garis dan tekstur permukaan kalung a. komposisi perupaan yang

bergelombang dan mengalir

1. Moderen

a. Teknik pembuatan casting untuk bagian rangka

b. Penonjolan struktur, garis dan tekstur permukaan kalung c. Komposisi asimetris d. Abstraksi dari bentuk bulu

unggas

e. Tekstur garis pada permukaan untuk menghadirkan kesan bulu f. Pemotongan facet pada batu g. Rantai kalung omega yang

menyatu pada mata kalung h. Kesan ringan dan sederhana

2. Moderen

a. Teknik casting untuk rangka

b. Penyederhanaan sulur-suluran

c. Rantai omega Penonjolan struktur dan komposisi ruang

d. Pencahayaan yang kuat, baik dari perak maupun dari aplikasi bebatuan

3. Feminin

a. Ukuran kalung cenderung kecil (jatuh di tulang belikat

perempuan)

b. Bentuk dasar oval yang mengerucut dikedua ujungnya

2. Feminin

a. Abstraksi dari bentuk yang organis

b. Garis-garis sebagai tekstur menambah kesan lembut c. Batu cenderung berukuran

kecil dan berwarna gelap

3. Feminin

a. Bentuk persegi yang diperlembut dengan meniadakan sudut pada keempat sisinya b. Garis-garis organis pada

pendant kalung c. Komposisi ruang d. Aplikasi bebatuan yang

berwarna-warni

4. Tegas

a. Setiap unit ornamen berbentuk masif dan dihiasi motif dari gabungan-gabungan bentuk geometris

2

006

5. Dinamis

a. Pendant kalung yang menjuntai di bagian tengah kalung

b. Ragam hias lingkaran kecil dari aplikasi granulasi

c. Bentuk dasar yang organis d. Jika dilihat secara keseluruhan,

unit-unit ornamen menampilkan komposisi perupaan yang bergelombang dan mengalir

3. Tegas

a. Bentuk yang masif dan stabil

b. Rantai kalung omega yang stabil, ramping dan berkilau

4. Tegas

a. Bentuk yang masif dan stabil

b. Rantai kalung omega yang stabil, ramping dan berkilau Kalun g 2 007 1. Klasik a. Komposisi simetris

b.Repetisi unit ornamen dari awal hingga akhir

c.Komposisi saling berkebalikan antara unit ornamen satu dengan yang lain mengingatkan pada penggayaan pilin berganda (pola tiga)

d. Aksen bulir perak di kanan dan kiri ujung unit ornamen

1. Klasik

a. Repetisi unit ornamen

1. Klasik

a. Komposisi simetris kosentris yang masif dan penuh

b. Aplikasi granulasi membentuk segitiga terbalik imajiner c. Repetisi segitiga terbalik

merupakan penggayaan pilin berganda

(28)

Tabel IV.16. Karakteristik dan penggayaan rupa pada kalung Runi Palar periode 2005-2007 (lanjutan)

Karakteristik dan penggayaan rupa Fungsi /

thn Sampel I Sampel II Sampel III

2. Moderen

a. Teknik pembuatan casting untuk bagian rangka

b. Aksen pada repetisi stilasi bunga berupa ukuran yang berbeda-beda

d. Aksen pada komposisi simetris sehingga tidak monoton

e. Penggabungan filigree dengan wire jewelry pada garis-garis kurvilinear sebagai pengisi latar

f. Komposisi ruang kosong dengan isi

g. Rantai kalung omega yang menyatu dengan bagian tengah kalung

h. Aplikasi mutiara budidaya

i. Pengembangan granulasi sebagai efek rupa kelopak bunga

2. Moderen

a. Kesan surealis pada pendant kalung

b. Aksen pada repetisi unit ornamen yang dikomposisikan diagonal melalui variasi ukuran c. Aplikasi mutiara tahiti

d. Bentuk dasar pendant kalung yang non-representasional e. Pengutamaan fungsi

(brooch-pendant)

f. Penonjolan pencahayaan material perak melalui tekstur yang berkilau

g. Penonjolan struktur dan komposisi ruang melalui aplikasi rongga dan struktur dasar pendant

h. Rantai omega

1.Moderen

a. Pengembangan bulir perak yang membangun repetisi segitiga imajiner b. Rantai omega

c. Kesan yang sederhana, elegan dan tegas

d. Penonjolan struktur dan sifat perak melalui tekstur berkilau

3. Feminin

a. Stilasi bunga

b. Mutiara sebagai pendant yang bergerak dinamis c. Stilasi sulur-suluran sebagai

latar

3. Feminin

a. Bentuk dasar pendant yang ritmis bergelombang

b. Warna ungu kehitaman dari mutiara Kalun g 2 007 4. Tegas

a. Bentuk yang masif dan stabil b. Rantai kalung omega yang

stabil, ramping dan berkilau

4. Tegas

e. Bentuk kalung yang masif, berkilau dan stabil

f. Rantai omega yang polos, ramping, berkilau dan stabil g. Warna ungu kehitaman dari

mutiara

h. Permukaan yang polos berkilau i. Kontras antara kosong dan isi j. Kontras antara warna perak dan

warna mutiara

3. Tegas

a. Bentuk kalung yang masif, berkilau dan stabil b. Rantai omega yang

stabil, ramping dan berkilau

c. Intenstitas warna yang tinggi pada batu koral d. Ukuran batu koral

cenderung besar

e. Bentuk dasar pendant persegi

f. Batu koral dibingkai penuh oleh bentuk segitiga berkebalikan

Tabel IV.16. di atas menunjukkan penggayaan rupa perhiasan ke arah kontemporer secara berkelanjutan pada perupaan sampel kalung Runi Palar. Seperti yang telah dipaparkan pada bab II perihal pernyataan Margareth de Patta tentang definisi perhiasan kontemporer beserta beberapa acuan perupaannya, Runi juga menghadirkan penekanannya akan ruang dan struktur, pencahayaan yang kuat, bentuk-bentuk terbuka, menopang, serta dengan gerak dan struktur yang mengalir. Lebih lanjut Runi juga menampilkan penggyaan seni moderen pada perhiasannya melalui perhiasan bernuansa surealis (sampel II tahun 2007) serta kecenderungan fungsionalisme yang hadir melalui inovasi bros-pendantnya.

(29)

Selain menampilkan kecenderungan akan perhiasan kontemporer yang kuat, di sisi lain Runi juga kerap mengembangkan perhiasan pramoderen Indonesia, baik dari pengembangan granulasi sebagai penghasil efek perupaan tertentu, pengembangan

filigree yang dielaborasikan dengan perupaan wire jewelry serta repetisi garis dan ragam

hias dengan aksen sehingga tidak monoton namun tetap mempertahankan perwujudan pola pada masyarakat pramoderen Indonesia pada perhiasannya.

Penggayaan desainnya yang mengutamakan fungsi dan kesederhanaan namun di sisi lain tetap memiki detail lebih lanjut mengantarkan perupaan kalung Runi pada kesan yang elegan, bukannya mewah seperti yang menafasi perupaan perhiasan Suarti.

4.2.2 Analisa Perupaan Perhiasan Perak Runi Palar dengan Fungsi Bros Periode 2005-2007

Runi Palar banyak menghasilkan perhiasan dalam bentuk bros. Kecenderungan ini dikarenakan karena beberapa keunggulan bros dibandingkan jenis perhiasan lainnya. Bros yang biasanya diletakkan di bagian dada atas perempuan ini cenderung lebih stabil karena minimnya gerak yang dilakukan bagian tubuh tersebut, lain halnya dengan penggunaan gelang tangan yang jika terlalu besar dan berat akan menghambat gerak tangan yang cenderung lebih aktif dibandingkan bagian tubuh yang lain. Kestabilan yang dimiliki bros ini melahirkan desain-desain yang tidak mungkin dirancang pada perhiasan dengan fungsi seperti anting, kalung dan gelang.

Selain itu bobot bros juga lebih fleksibel dibandingkan pertimbangan bobot pada anting mengingat struktur kulit pada cuping kuping lebih lunak dibandingkan kulit pada bagian tubuh yang lain. Posisi bros yang kurang lebih sejajar dengan kalung juga memiliki beberapa keunggulan dibandingkan penggunaan kalung, karena ada beberapa orang yang memiliki kulit alergi ketika bersentuhan dengan material logam, meskipun logam mulia. Kalung yang didesain panjang menjuntai juga membatasi ruang gerak perempuan aktif, sebuah kendala yang tidak ditemukan pada bros.

Sejak awal tahun 1990-an, Runi mengeluarkan perhiasan yang olehnya diberikan istilah

brooche-pendant. Brooche-pendant ini adalah bros yang dapat pula digunakan sebagai pendant kalung sehingga dapat digunakan dalam kesempatan-kesempatan yang lebih luas.

(30)

Di bawah ini akan dipaparkan analisa perupaan bros perak rancangan runi Palar dalam tiga tahun terakhir.

4.2.2.1 Analisa Perupaan Bros Perak Runi Palar Periode 2005

Tabel IV.17. Sampel bros perak Runi Palar periode 2005

Keterangan Sampel I Sampel II Sampel III

Perupaan

Bentuk dasar Lingkaran Organis Oval dinamis

Pola Memusat dinamis Memusat dinamis Memusat dinamis

Ragam hias Garis-garis organis Abstraksi gelombang air laut Abstraksi gelombang air laut

Komposisi Simetris kosentris Asimetris kosentris Sirkular kosentris

Tekstur Guratan-guratan linear Aplikasi ketok pada permukaan perak

Permukaan bergelombang dengan permukaan yang polos dan berkilau

Garis Organis organis Organis

Material lain Mutiara blister Mutiara Garnet

Bros pertama pada tabel sampel di atas menggunakan bentuk dasar lingkaran dengan komposisi simetris kosentris. Bros perak yang menggunakan mutiara blister dan mutiara hitam ini menggunakan bagian cangkang kerang yang menyatu dengan mutiara di tengahnya sebagai bagian latar bros sehingga bros ini didominasi warna putih keperakan. Mutiara hitam berbentuk lingkaran ini berukuran lebih kecil dibanding mutiara pada mutiara blister dengan jumlah lima buah yang dikomposisikan arbiter mengelilingi bros perak.

Garis-garis organis bergerak dari tengah bros kemudian membingkai bros ini dengan jumlah delapan buah. Pada bagian kiri bros ini terdapat dua buah garis organis yang menyatu sehingga tampil sebagai aksen diantara garis organis lainnya yang cenderung repetitif. Garis-garis organis tersebut memiliki tekstur guratan-guratan linear sehingga mengingatkan pada tekstur akar pohon.

(31)

Gambar IV.44. Detail perupaan bros perak Runi Palar periode 2005 sampel I Sumber: Penulis

Pola yang hadir pada bros sampel pertama ini mengingatkan pada pola sembilan atau dikenal dengan istilah Nawasanga pada masyarakat Bali. Pola sembilan ini merupakan pengembangan dari pola lima. Keunggulan pusat direpresentasikan melalui ukuran mutiara mutiara blister yang lebih besar dibandingkan ukuran mutiara-mutiara hitam. Meskipun begitu, mutiara hitam tersebut tampil kontras dengan dominasi warna perak dan putih disekelilingnya. Komposisi yang harmoni tersebut merepresentasikan keselarasan yang selalu hadir dalam produk budaya masyarakat Indonesia berpola sembilan. Seperti sampel kalung ketiga tahun 2005, bros ini menampilkan pola masyarakat pramoderen Indonesia yang dielaborasikan dengan penggayaan desain kontemporer.

Sampel bros perak rancangan Runi Palar selanjutnya masih menggunakan mutiara sebagai material tambahan. Mutiara budidaya di tengah brooche-pendant ini menghadirkan warna yang kontras antara warna perak dan biru tua. Dengan bentuk oval dan ukuran yang besar, mutiara ini tampil sebagai fokus utama pada bros sampel kedua. Bentuk dasar bros terinspirasi dari gelombang air yang dihasilkan dari setetes air yang memecah genangan air yang tenang. Gelombang air berbentuk lingkaran tersebut digayakan lebih dinamis pada bros ini sehingga repetisi yang tercipta tidak menghadirkan kesan kaku.

(32)

Bros berkomposisi asimetris kosentris ini menghadirkan banyak rongga-rongga kosong dengan pelbagai ukuran yang didesain kontras dengan garis-garis organis dari abstraksi gelombang air, sehingga jika ditinjau dari segi komposisi ruang, pertemuan antara isi dan kosong pada bros menghasilkan harmoni perupaan secara keseluruhan. Garis-garis organis yang tipis ini dipertegas dengan aplikasi ketokan palu (hammering teksture) pada seluruh permukaannya sehingga menambah bobot perupaan garis organis yang tipis dan ramping.

Gambar IV.45. Detail perupaan bros perak Runi Palar periode 2005 sampel II Sumber: Penulis

Berdasarkan penuturan Xenia Palar, bros dengan desain seperti pada sampel kedua ini sangat diminati oleh konsumen Runi Palar di Jepang sehingga kerap dimodifikasi kembali dari waktu ke waktu. Kecenderungan konsumen Runi di Jepang pada penggayaan desain ini karena bentuknya yang unik, organis, sederhana namun detail, elegan dan dinamis sehingga dapat dikenakan dalam pelbagai kesempatan. Terlebih lagi bros ini juga dapat digunakan sebagai pendant kalung.

(33)

Gambar IV.46. Alternatif desain bros (2000) dengan tema yang sama dengan sampel kedua dan ketiga tahun 2005.

Sumber: Manajemen RUNA Jewelry

Pernyataan Xenia tersebut dibuktikan pada sampel bros ketiga ini. Pada tahun yang sama, Runi menghadirkan kembali penggayaan desain yang serupa dengan beberapa modifikasi. Pada sampel ketiga tahun 2005 ini komposisi yang digunakan adalah simetris sirkular, sedangkan pada sampel kedau komposisi yang digunakan adalah simetris kosentris. Perlakuan permukaan perak pada bros ini juga dibiarkan polos berkilau tanpa elemen dekorasi apapun. Meskipun begitu, bobot perupaan dibangun melalui komposisi volume garis yang bergelombang sehingga menghadirkan permainan gelap terang pada bros. Permukaan bros perak juga dibiarkan polos berkilau karena bros ini mengandalkan permainan cahaya.

Gambar IV.47. Detail perupaan bros perak Runi Palar periode 2005 sampel III Sumber: Penulis

4.2.2.2 Karakteristik perupaan bros perak Runi Palar periode 2005

Karakteristik bros perak rancangan Runi Palar pada tahun 2005 ini memiliki beberapa kesamaan dengan kalungnya pada tahun yang sama. Dari segi material tambahan yang

(34)

digunakan, bros peraknya juga didominasi aplikasi mutiara. Komposisi cangkang mutiara blister yang hadir sebagai bagian latar bros perak juga sama dengan aplikasi mutiara blister pada sampel kalung pertama (2005).

Garis tipis dan organis pada mata kalung dan rantai Omega juga hadir dalam bros perak. Seperti halnya pada sampel kalung pertama tahun 2005, pada sampel pertama dan kedua bros perak Runi menggunakan aplikasi guratan linear dan hammering untuk menambah bobot perupaan. Di sisi lain, unsur Indonesia tampak pada aplikasi pola sembilan di sampel pertama dan abstraksi gelombang air laut pada kedua sampel yang lain. Runi Palar yang sejak awal tahun 2000-an memilih untuk menetap di Bali dalam kesehariannya dekat dengan pantai dan lautan. Keindahan tersebut memberikan Runi inspirasi untuk menghasilkan bros perak dengan tema senada. Kecenderungan mengambil tema maritim juga hadir pada karya kalung Desak Nyoman Suarti dengan judul “Secrets of the Sea”.

Pada tahun 2005 ini bros rancangan Runi Palar secara garis besar menghadirkan pencitraan yang sederhana, detail, ringan dan elegan melalui pencahayaan yang kuat pada tekstur permukaan, open form, abstraksi dan komposisi simetris yang dinamis. Karakteristik pada bros ini menunjukkan beberapa kecenderungan Runi pada penggayaan kontemporer yang juga ditemukan pada sebagian besar sampel kalungnya.

4.2.2.3 Analisa perupaan bros perak Runi Palar periode 2006

Tabel IV.18. Sampel bros perak Runi Palar periode 2006

Keterangan Sampel I Sampel II Sampel III

Perupaan

Bentuk dasar Organis Non representasional Abstraksi bunga

Pola Simetris dinamis Asimetris Swastika dinamis

Ragam hias stilasi sulur-suluran - -

Komposisi Simetris Asimetris Asimetris

Tekstur Guratan-guratan linear dengan permukaan yang cenderung pucat (pale)

Polos berkilau Hammering

Garis Organis Tegas Organis

(35)

Tabel di atas menunjukkan pada tahun 2006 ini Runi Palar masih tertarik mengekplorasi mutiara seperti pada tahun sebelumnya, meskipun pada sampel pertama Runi memilih untuk menggunakan batu kecubung yang kontras dengan warna perak yang berkilau. Pada sampel bros Runi ini tampak penggayaan desain wire jewelry yang dipopulerkan oleh Alexander Calder. Kendati demikian, bros yang didominasi kawat perak dan komposisi ruang ini masih menggunakan sistem pematrian antara kawat perak, tidak seperti Calder yang menolak penggunaan pematrian serta teknik panas lain dalam perhiasannya.

Bagian atas bros yang berbentuk hati yang simetris ini dikomposisikan dengan batu kecubung dengan potongan pear cut yang dapat bergerak dinamis. Jika Calder menghasilkan kesan sculptural dalam karya perhiasannya, Runi menghadirkan kesan lembut, organis, feminin dan elegan dari keseluruhan unsur yang bertemu dalam bros perak ini.

Gambar IV.48. Detail perupaan bros perak Runi Palar periode 2006 sampel I Sumber: Penulis

Jika dianalisa lebih lanjut, jalinan kawat yang tumpang tindih berbentuk hati ini mengingatkan pada struktur sel-sel pada otak. Di sisi lain, pemilihan bentuk teardrops pada batu ini mengingatkan pada setetes ekstraksi sari pati. Selanjutnya warna ungu yang merupakan warna berspektrum tertinggi ini kerap diasosiasikan dengan sesuatu yang

(36)

agung, elegan, misterius dan feminin. Secara keseluruhan bros perak ini merepresentasikan harmoni antara hati dan pikiran sehingga dapat mencapai hasil terbaik. Pengaruh penggayaan perhiasan moderen juga tampak pada sampel kedua. Bros yang cenderung formalis ini menggunakan bentuk non representasional dengan perlakuan polos berkilau pada tekstur sehingga menonjolkan pencahayaan yang kuat. Kesan clean

cut, streamline dan ringan pada bros ini diperkuat dengan hadirnya mutiara putih

keemasan berbentuk bulat pada bagian kiri bros.

Bros dengan penggayaan formalis pada detail gambar di bawah mengingatkan pada karya Runi Palar yang lain pada periode awal tahun 1990-an. Bros yang juga menghadirkan bentuk non representasional memiliki beberapa kesamaan perupaan dengan sampel kedua ini. Kesamaan pertama tampak dari bentuk non representasionalnya yang merupakan pengembangan dari bentuk geometris lingkaran. Kesamaan juga hadir pada komposisi material tambahan yang diletakkan pada bagian kiri atas bros sehingga menghadirkan komposisi asimetris. Dominasi rongga diantara bentuk dasar yang masif dengan permukaan yang polos dan berkilau juga merupakan kesamaan perupaan diantara keduanya.

Gambar IV.49. Detail perupaan bros perak Runi Palar periode 2006 sampel II Sumber: Penulis

(37)

Gambar IV.50. Bros Perak Runi Palar yang didesain pada awal tahun 1990-an. Sumber: Katalog RUNA House and Design

Pada sampel terakhir tahun ini Runi menggunakan bentuk oval yang dinamis. Bros perak yang didominasi rongga kosong diantara garis organis yang tipis dan ramping searah jarum jam ini menggunakan teknik hammering pada tekstur permukaan logam. Tiga buah mutiara berbentuk teardrops berwarna putih keemasan dikomposisikan pada bagian tengah bros sehingga semakin menghadirkan kesan ringan, sederhana dan lembut namun detail pada bros ini. Detail bros sampel ketiga ini dideskripsikan dalam bentuk gambar IV.51. di bawah.

Gambar IV.51. Detail perupaan bros perak Runi Palar periode 2006 sampel III Sumber: Penulis

Gambar IV.51. di atas menunjukkan abstraksi bunga dengan pola swastika. Kesan mekar tampak selain tampak pada abstraksi kelopak bunga yang cenderung melebar, juga dihadirkan melalui aplikasi tiga mutiara budidaya sebagai putik bunga. Di sisi lain, pola swastika dalam masyarakat pramoderen Indonesia merupakan pola yang merepresentasikan perputaran kehidupan dan energi. Abstraksi bunga yang sedang mekar dan penerapan pola swastika merupakan kesatuan tema yang merepresentasikan semangat tumbuh berkembang serta perputaran kehidupan yang berkelanjutan.

(38)

4.2.2.4 Karakteristik perupaan bros perak Runi Palar periode 2006

Ketertarikan Runi Palar pada mutiara masih termanifestasi dalam beberapa bros peraknya tahun ini, meskipun pada sampel kepertama Runi memilih menggunakan batu kecubung berbentuk pear cut dengan ukuran yang besar. Pada sampel pertama ini, Runi memanfaatkan perupaan wire jewelry pada brosnya namun masih tetap menggunakan teknik pematrian dalam proses pengerjaan. Bros berbentuk simetris dengan batu kecubung yang bergerak dinamis di bawahnya ini menonjolkan banyak rongga kosong diantara aplikasi jalinan kawat perak sehingga menghadirkan komposisi antara ruang dan isi yang kompleks dan harmonis.

Pada sampel kedua bros ini, Runi memiliki banyak kesamaan dengan bros rancangan Runi pada awal tahun 1990-an. Agaknya sampel kedua ini memang merupakan modifikasi dari desain tersebut. Bentuk non-representasional yang mononjolkan struktur dan ruang, pencahayaan kuat yang menonjolkan sifat material, kesan bersih (clean cut), tanpa aplikasi ragam hias dan sederhana pada bros ini menunjukkan ciri-ciri ke arah penggayaan moderen.

Bros Runi Palar selanjutnya memiliki beberapa ciri perupaan yang seperti pada sampel kedua tahun 2005. kesamaan terletak pada penonjolan garis organis yang dipertegas dengan tekstur ketukan palu pada permukaan, menonjolkan penggunaan ruang serta komposisinya yang simetris. Pengulangan ini menunjukkan bahwa perupaan tersebut merupakan salah satu bahasa yang kerap digunakan Runi dalam merepresentasikan penggayaan desainnya.

Pada tahun 2006 jejak-jejak ke-Indonesia-an pada penggayaan desain bros perak Runi Palar dihadirkan melalui pemilihan pengembangan filigree yang dielaborasikan dengan perupaan wire jewelry, pola swastika dan komposisi simetris yang dikembangkan dengan perupaan yang dinamis serta prinsip-prinsip perhiasan kontemporer yang menonjol. Tampak disini bahwa uni menerjemahkan seni budaya masyarakat pramoderen Indonesia dengan garis-garis yang baru sehingga selain lahirnya pengembangan disana juga menawarkan penggunaan brosnya dalam sasaran yang lebih luas.

(39)

Perupaan sampel periode 2006 ini juga menampilkan pengaruh seni moderen yaitu formalisme seperti yang tampak pada sampel kedua. Secara keseluruhan perupaan bros periode 2006 ini menampilkan perupaan bros kontemporer yang elegan, sederhana, feminin dan dinamis.

4.2.2.5 Analisa Perupaan Bros Perak Runi Palar Periode 2007

Tabel IV.19. Sampel bros perak Runi Palar periode 2007

Keterangan Sampel I Sampel II Sampel III

Perupaan

Bentuk dasar Geometris Organis Geometris

Pola Geometris Triangular Sirkular

Ragam hias Bun dan stilasi sulur-suluran Stilasi bunga dan sulur-suluran -

Komposisi Kosentris Kosentris dinamis Vertikal

Tekstur Granulasi dan polos berkilau Granulasi dan polos berkilau hammering

Garis Kurvilinear Organis Organis

Material lain Mutiara blister dan mutiara Mutiara Kecubung

Seperti dua tahun sebelumnya, bros rancangan Runi Palar masih didominasi oleh penggunaan batu mutiara. Hal yang perlu dicatat adalah, selain menggunakan mutiara, seperti pada tahun sebelumnya Runi juga kembali menggunakan batu kecubung pada tahun ini yang ditunjukkan pada sampel ketiga 2007 dan sampel pertama tahun sebelumnya.

Pada sampel pertama, Runi kembali memadankan mutiara blister dan mutiara dua buah mutiara oval. Kedua jenis mutiara budidaya tersebut berada di tengah dengan mutiara oval disusun membelakangi mutiara blister yang berada di kiri bawah bros. Bros ini memiliki beberapa kesamaan dengan sampel pertama tahun 2005. Kesamaan terletak pada perpaduan mutiara blister dan mutiara berbentuk oval dimana bagian cangkang mutiara blister juga berfungsi latar bros. Kesamaan lain tampak pada ragam hias stilasi flora yang didekorasi dengan bulir-bulir perak. Bros yang menghadirkan bulir perak sebagai tekstur bersamaan dengan permukaan yang polos berkilau ini juga sama-sama diikat dengan kerah logam pada bagian pinggirnya untuk menahan hiasan penggir dari material perak.

(40)

Gambar IV.52. Detail perupaan bros perak Runi Palar periode 2007 sampel I Sumber: Penulis

Sampel selanjutnya menggunakan tiga buah mutiara budidaya yang dikomposisikan triangular diantara tiga buah stilasi bunga berkelopak lima dengan komposisi yang sama. Stilasi bunga yang terdiri dari tiga ukuran berbeda ini dihiasi bulir perak pada bagian permukaannya sehingga membangun tekstur kelopak bunga. Terakhir pada bagian latar bros Runi mengaplikasikan kawat-kawat perak yang dilitnya secara arbiter. Kawat perak dengan tekstur guratan-guratan linear ini menghadirkan komposisi ruang pada bros.

Gambar IV.53. Detail perupaan bros perak Runi Palar periode 2007 sampel II Sumber: Penulis

Komposisi bros sampel II secara keseluruhan mengingatkan pada buket bunga pernikahan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari atribut pengantin moderen Barat. Repetisi jumlah tiga melalui stilasi bunga dan aplikasi mutiara budidaya menyampaikan penekanan makna pada angka tersebut. Dalam budaya Barat, angka tiga yang hadir dalam

Gambar

Gambar IV.33.  Detail perupaan kalung perak Runi Palar periode 2005 sampel I  Sumber: Penulis
Gambar IV.34.  Detail perupaan kalung perak Runi Palar periode 2005 sampel II  Sumber: Penulis
Gambar IV.35.  Detail perupaan kalung perak Runi Palar periode 2005 sampel III  Sumber: Penulis
Gambar IV.37.  Detail perupaan kalung perak Runi Palar periode 2006 sampel I  Sumber: Penulis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian tingkat depresi ibu postpartum dari 55 responden adalah 53% mengalami depresi ringan, 33% tidak mengalami depresi, 9% mengalami depresi berat dan 5% mengalami

bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) untuk 236 unit, APBD provinsi jawa barat sebanyak 620, dana alokasi khusus (DAK) anggaran pendapatan belanja

sangat membantu saya dalam mengetahui pristiwa sejarah Bagi saya lebih baik mendengarkkan musik dari pada menonton pertunjukkan seni tentang sejarah Jika guru sejarah

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dalam penelitian ini terlihat bahwa hasil tes akhir menunjukan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar siswa pada materi

Persepsi kuliner dengan koefisien sebesar 0,304 poin berarti jika persepsi kuliner bertambah baik sebesar 1 poin maka jumlah kunjungan ke obyek wisata Gunung Salak Endah

yang dilakukan Shalahuddin terhadap Baitul Maqdis pada tahun 583 H, ia telah memerintahkan kaum Muslim untuk memelihara gereja dan mendirikan tidak jauh darinya sebuah

Akan diampuni dan mendapat pahala yang besar .“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, yang mukmin, yang tetap dalam ketaatannya, yang benar, yang sabar, yang khusyuk,

Praktik tersebut dilakukan secara tertulis dan objek dalam sewa menyewa emas tidak digunakan secara langsung, akan tetapi objek yang disewa diinvestasikan untuk membayar