• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kontrol Diri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kontrol Diri"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kontrol Diri 1. Definisi Kontrol Diri

Kontrol diri mengacu pada kapasitas untuk mengubah respon diri sendiri, terutama untuk membawa diri mereka kepada standar yang sudah ditetapkan seperti cita-cita, nilai-nilai, moral dan harapan sosial dan untuk mendukung mengejar tujuan jangka panjang (Baumeister, Vohs & Tice, 2007). Goldfried dan Merbaum (1973) mendefinisikan bahwa kontrol diri sebagai suatu kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa individu ke arah konsekuensi positif. Kontrol diri juga menggambarkan keputusan individu yang melalui pertimbangan kognitif untuk menyatukan perilaku yang telah disusun untuk meningkatkan hasil dan tujuan tertentu seperti yang diinginkan.

Baumeister (2002) menyatakan bahwa kontrol diri merupakan suatu kapasistas untuk memberikan alternatif kondisi dan respon tertentu. Kontrol diri merupakan pola respon yang baru dimulai untuk menggantikan sesuatu dengan yang lain, misalnya respon yang berkaitan dengan mengalihkan perhatian dari sesuatu yang diinginkan, mengubah emosi, menahan dorongan tertentu dengan memperbaiki kinerja.

Chaplin (2011) mendefinisikan kontrol diri adalah kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri dalam artian kemampuan seseorang untuk

(2)

menekan atau merintangi impuls-impuls atau tingkah laku impuls. Kontrol diri ini menyangkut seberapa kuat seseorang memegang nilai dan kepercayaan untuk dijadikan acuan ketika bertindak atau mengambil suatu keputusan.

Tangney (2004) berpendapat bahwa kontrol diri merupakan kemampuan individu untuk menentukan perilakunya berdasarkan standar tertentu seperti moral, nilai dan aturan dimasyarakat agar mengarah pada perilaku positif.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa kontrol diri merupkan suatu kecakapan individu dalam memiliki kepekaan dalam membaca berbagai situasi diri dan lingkungan serta kemampuan untuk mengontrol dan mengelola perilaku sesuai dengan situasi yang dihadapi dan dapat menjadi acuan ketika bertindak.

2. Aspek-aspek Kontrol Diri

Menurut Calhoun & Acocella (1990) terdapat tiga aspek kontrol diri, yaitu kontrol perilaku (Behavior Control), kontrol kognitif (Cognitive Control), dan kontrol dalam mengambil keputusan (Decision Making).

a. Kontrol perilaku (Behavior Control)

Merupakan kesiapan atau kemampuan seseorang untuk memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan. Kemampuan mengontrol perilaku dalam hal ini berupa kemampuan untuk menentukan siapa yang mengendalikan situasi, dirinya sendiri, orang lain, atau sesuatu di luar dirinya.

b. Kontrol kognitif (Cognitive Control)

Kemampuan individu utuk mengelola informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi, menilai, atau memadukan suatu kejadian dalam

(3)

suatu kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologis atau untuk mengurangi tekanan.

c. Kontrol dalam mengambil keputusan (Decision Making)

Kemampuan untuk memilih suatu tindakan berdasarkan sesuatu yang diyakini atau disetujui.

Sedangkan menurut Tangney, Baumeister & Boone (2004) menyebutkan terdapat lima dimensi kontrol diri yaitu :

a. Disiplin diri (Self-dicipline)

Disiplin diri yaitu mengacu pada kemampuan individu dalam melakukan disiplin diri seperti tindakan mengikuti peraturan yang ada di lingkungan sosialnya.

b. Tindakan atau aksi yang tidak impulsif (Deliberate/Non-impulsive)

Menilai tentang kecenderungan individu untuk melakukan tindakan yang tidak impulsif (memberikan respon kepada stimulus dengan pemikiran yang matang).

c. Kebiasaan baik (Healthy habits)

Kebiasaan baik merupakan kemampuan individu dalam mengatur pola perilaku menjadi sebuah kebiasaan yang pada akhirnya menyehatkan. Biasanya individu yang memiliki kebiasaan baik akan menolak sesuatu yang dapat menimbulkan dampak buruk walaupun hal tersebut menyenangkan baginya.

(4)

Etika kerja berkaitan dengan penilaian individu terhadap regulasi dirinya dalam layanan etika kerja. Biasanya individu mampu memberikan perhatian penuh pada pekerjaan yang dilakukan. kemampuan mengatur diri individu tersebut didalam layanan etika.

e. Keterandalan atau keajegan (Reliability)

Keterandalan atau keajegan merupakan dimensi yang terkait dengan penilaian individu terhadap kemampuan dirinya dalam pelaksanaan rancangan jangka panjang untuk pencapaian tertentu. Biasanya individu secara konsisten akan mengatur perilaku untuk mewujudkan setiap perencanaannya.

Berdasarkan dari dua aspek diatas, dapat disimpulkan bahwa aspek yang digunakan dalam penelitian ini yaitu aspek menurut Tangney (2004). Aspek ini digunakan karena sesuai dengan karakteristik responden pada penelitian ini. 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kontrol Diri

Sebagaimana faktor psikologis lainnya, kontrol diri dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Ghufron & Rini (2010) faktor-faktor yang memengaruhi kontrol diri ini terdiri dari dua faktor, yaitu:

1. Faktor internal yang ikut andil terhadap kontrol diri adalah usia. Semakin bertambah usia seseorang, maka semakin baik kemampuan mengontrol diri seseorang itu.

2. Faktor eksternal diantaranya adalah lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga terutama orangtua menentukan bagaimana kemampuan mengontrol diri seseorang. Hasil penelitian Nasichah (dalam Ghufron & Rini, 2010) menunjukkan bahwa persepsi individu terhadap penerapan disiplin orangtua

(5)

yang semakin demokratis cenderung diikuti tingginya kemampuan mengontrol dirinya. Oleh sebab itu, bila orangtua menerapkan sikap disiplin kepada anaknya secara intens sejak dini dan orang tua tetap konsisten terhadap semua konsekuensi yang dilakukan anak bila ia menyimpang dari yang sudah ditetapkan, maka sikap kekonsistensian ini akan diinternalisasi anak dan kemudian akan menjadi kontrol diri baginya.

Penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kontrol diri merupakan bagaimana kemampuan individu untuk bisa menahan dari terhadap stimulus-stimulus yang datang kepadanya. Ada beberapa aspek yang dapat mempengaruhi kontrol diri, akan tetapi aspek yang sesuai dengan penelitian peneliti adalah aspek yang dikemukakan oleh Tangney dkk (2004) yaitu disiplin diri, tindakan dan aksi yang tidak impulsif, kebiasaan baik, etika kerja dan keterandalan atau keajegan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kontrol diri yaitu internal dan eksternal.

B. Keberfungsian Keluarga 1. Definisi Keberfungsian Keluarga

Keberfungsian keluarga merupakan suatu interaksi keluarga dalam menjalankan tugas penting yaitu menjaga pertumbuhan dan kesejahteraan (well-being) dari masing-masing anggotanya dan dalam mempertahankan integrasinya (Walsh, 2003). Epstein, Ryan, Bishop, Miller, & Keitner (2003) menjelaskan keberfungsian keluarga merupakan sejauh mana sebuah keluarga dapat menjalankan tugas-tugasnya dengan tetap dapat mengupayakan kesejahteraan dan perkembangan sosial, fisik dan psikologis masing-masing anggotanya. MacArthur

(6)

(2000) menambahkan definisi keberfungsian keluarga sebagai keluarga yang dapat menjalankan fungsinya dengan benar. Keberfungsian keluarga menjadi tempat individu dapat tumbuh menjadi dirinya sendiri, didalamnya terdapat rasa cinta dan kebersamaan antara anggota keluarga. Antar anggota keluarga memberikan waktu dan dukungan antara satu dengan yang lain, peduli terhadap keluarga dan membuat kesejahteraan anggota keluarga menjadi prioritas dalam kehidupan.

2. Aspek - aspek Keberfungsian Keluarga

Ada tiga dimensi keberfungsian keluarga yang diistilahkan oleh Defrain dan Stinnett (2002) dengan Family Strengths Model, yakni :

a. Family Cohesion (Kohesi keluarga)

Dimensi ini merupakan suatu bentuk kedekatan emosional yang dirasakan oleh individu pada anggota keluarganya yang lain. Dimensi ini meliputi komitmen dan menghabiskan waktu bersama keluarga. Komitmen dalam keluarga itu sendiri meliputi kepercayaan, kejujuran, kesetiaan dan sesuatu yang dapat diandalkan dan dipercayai.

b. Family Flexibility (Fleksibilitas keluarga)

Dimensi ini merupakan suatu kemampuan untuk berubah dan beradaptasi (menyesuaikan diri) apabila dibutuhkan pada kondisi tertentu. Fleksibilitas ini juga terkait dengan kemampuan individu yang dapat menghadapi kondisi stres secara efektif dan memiliki keyakinan spiritual yang bermanfaat bagi individu tersebut. Kemampuan individu untuk mengatasi masalah ini meliputi upaya individu dalam menggunakan

(7)

sumber-sumber pribadi dan keluarga untuk menolong orang lain, mampu menerima krisis sebagai suatu tantangan dari pada menghindarinya dan tumbuh bersama dengan bekerja melalui krisis. Kesejahteraan dan keyakinan spiritual disini meliputi unsur kebahagiaan, optimisme, harapan, keyakinan, serta kumpulan nilai-nilai baik dan buruk yang menjadi pedoman snggotan keluarga saar melalui tantangan kehidupan.

c. Family Communication (Komunikasi keluarga)

Dimensi ini merupakan suatu bentuk saling berbagi informasi, ide-ide dan perasaan antara anggota keluarga yang satu dengan yang lain. Komunikasi disini juga berfokus pada komunikasi positif dan apresiasi (penghargaan) serta memiliki kasih sayang untuk anggota keluarga. Komunikasi positif ini meliputi unsur keterbukaan, diskusi yang saling terus terang, saling kerja sama dan saling berbagi perasaan dengan yang lain. Apresiasi (penghargaan) dan afeksi (kasih sayang) ini meliputi kebaikan, saling menjaga, menghargai pribadi dan merasa aman.

Sedangkan menurut Epstein, Baldwin & Bishop (1983) The McMaster Family Assessment Device mendasarkan keberfungsian keluarga pada enam aspek yaitu:

a. Pemecahan Masalah (Problem Solving)

Kemampuan keluarga untuk memecahkan persoalan baik masalah yang berkaitan dengan instrumental (misal, tersedianya kebutuhan dasar seperti sandang, pangan perumahan) maupun afeks (misalnyam yang berkaitan dengan perasaan, permusuhan, ketidakpercayaan antar anggota

(8)

keluarga) sampai pada tingkat memelihara keefektifan fungsi keluarga. Aspek ini menekankan pada kemampuan untuk mengkomunikasikan keberadaan sebuah masalah kepada siapapun anggota keluarga yang perlu mengetahuinya.

b. Peran (Role)

Peran didefenisikan sebagai perilaku yang sudah ditetapkan dan bersifat repetitif yang melibatan serangkaian aktivitas timbal-balik dengan anggota keluarga yang lainnya, termasuk di antaranya adalah memenuhi kebutuhan dasar, tanggungjawab untuk urusan kerumah tanggaan, pengasuhan anak, dukungan sosial dari aggota keluarga.

c. Communication (Komunikasi)

Adanya kejelasan dan keterbukaan dalam pertukaran dan penyampaian informasi baik instrumental (berkaitan dengan aktivitas yang terus-menerus atau dibutuhkan dalam kehidpan keseharian) maupun afeksi (ekspresi perasaan) antar anggota keluarga.

d. Affective responsiveness (Respon afeksi)

Kemampuan anggota keluarga untuk mengekspresikan dan mengalami perasaa dalam tingkatan, kuantitas dan kualitas yang tepat.

e. Affective involvement (Keterlibatan afeksi)

Keterlibatan afeksi yang dimaksud adalah sebuah hal mengenai derajat dan kualitas ketertarikan, perhatian dan rasa menghargai antar anggota keluarga. Idealnya, sebuah keluarga mampu memenuhi kebutuhan emosional semua anggota keluarganya sampai anggota keluarga mencapai tahap

(9)

perkembangan dimana beberapa dari kebutuhan tersebut diperoleh dari orang-orang di luar keluarganya. Kurangnya keterlibatan afeksi menyebabkan anggota keluarga merasa seperti orang asing yang tinggal bersama, dimana ada perasaan yang tidak terpenuhi.

f. Behavioral control (Kontrol Perilaku)

Aturan dan standar perilaku yang dipelihara oleh keluarga yang berlaku bagi semua anggota keluarga.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa keberfungsian keluarga merupakan keluarga yang melaksanakan fungsinya dengan baik. Aspek yang sesuai dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah aspek dari Epstein, Baldwin & Bishop (1983) The McMaster Family Assessment Device yaitu pemecahan masalah, peran, komunikasi, respon afeksi, keterlibatan afeksi dan kontrol perilaku.

C. Hubungan Antara Keberfungsian Keluarga dan Kontrol Diri Pada Pengguna NAPZA Yang Sedang Menjalani Rehabilitasi

Salah satu faktor yang dapat mendukung terbentuknya kontrol diri adalah keluarga. Keberfungsian keluarga yang baik akan mempengaruhi kontrol diri yang tinggi bagi pengguna NAPZA yang sedang menjalani rehabilitasi. Hubungan yang baik dan mendukung dapat mempengaruhi kontrol diri pecandu dalam menghadapi permasalahan yang sedang dihadapi. Keluarga yang berfungsi dengan baik diharapkan dapat memberikan dukungan bagi pecandu. Hal tersebut karena keluarga yang memiliki keberfungsian yang baik akan dapat menjalankan

(10)

peran dan fungsi dengan baik pula sehingga dapat memberikan kesejahteraan bagi masing-masing anggota keluarga termasuk pecandu. Keluarga yang memiliki kemampuan yang baik untuk menyelesaikan permasalah secara efektif diharapkan dapat membantu pecandu untuk menyelesaikan permasalahan terkait dengan tantangan yang dihadapi pecandu selama pemulihan. Keluarga yang berfungsi dengan baik akan membuat langkah-langkah yang digunakan untuk menyelesaikan masalah terlebih dahulu, mendiskusikan permasalahan, mengkomunikasikan permasalahan tersebut satu sama lain, dan memutuskan tindakan yang tepat (Epstein, 2003).

Komunikasi yang baik antara keluarga dan pecandu diharapkan dapat menjadi sarana pendukung untuk dapat saling mengkomunikasikan, mengurangi permasalahan dan tantangan yang dihadapi bagi pecandu sehingga diharapkan keluarga dapat memberikan dukungan yang dibutuhkan pecandu untuk melewati tantangan selama pemulihan. Adanya komunikasi yang terbuka antar keluarga dan pecandu membuat pecandu dapat mengendalikan dirinya dalam melakukan suatu tindakan. Pemberian bimbingan juga dapat memperbaiki kesalahan yang dilakukan pecandu dan dapat membantu mencari solusi untuk keluar dari permasalahan yang sedang mereka hadapi. Adanya dukungan-dukungan tersebut, maka akan menentukan kualitas kontrol diri pada pecandu (Carmen, 2002).

Keluarga pecandu yang memiliki peran yang baik diharapkan dapat memenuhi fungsinya dengan baik pula sehingga dapat mendukung pecandu untuk menghadapi krisis saat pemulihan. Fungsi keluarga dapat dikatakan baik adalah keluarga yang dapat memenuhi fungsi kebutuhan keluarga. Selain itu, keluarga

(11)

yang sehat adalah keluarga yang memiliki proses penyebaran dan pelaksanaan tanggung jawab yang jelas dan tepat (Epstein, 1978). Pertumbuhan fisik dan perkembangan emosional anak, akan senantiasa dipengaruhi oleh keluarga karena memiliki ikatan emosional yang lebih dekat dan lebih banyak waktu kebersamaan mereka. Oleh karena itu, kontrol diri dapat dibangun, dikembangkan dan dipertahankan mulai sejak kecil sampai dewasa ketika keluarga menjalankan peran dan fungsinya dengan baik (Baharuddin, 2015).

Memberikan respon afektif yang tepat dan sesuai diharapkan keluarga dapat memberikan dukungan yang berarti bagi pecandu untuk beradaptasi dan menghadapi tantangan selama masa pemulihan. Adanya respon afektif yang diberikan keluarga kepada pecandu membuat pecandu dapat mengekspresikan perasaan yang percandu rasakan selama menjalani masa pemulihan dan dengan adanya dukungan emosi seperti kehangatan, kelembutan, dukungan, cinta dan kesenangan dapat meningkatkan pengendalian diri pecandu selama menjalani pemulihan. Anggota keluarga yang mengalami kehangatan emosional akan belajar mengatasi masalah yang dihadapinya, sehingga akan belajar juga untuk mengatur perilaku menyimpang mereka. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa kehangatan emosional berhubungan negatif dengan pengguna obatan-obatan (Visser, Andrea, Rene, Frank & Sijmen, 2013).

Keterlibatan afektif, dimana keluarga yang memiliki gaya keterlibatan yang baik seharusnya dapat membeikan perhatian, dukungan terkait kondisi krisis yang sedang dihadapi pecandu. Semakin tinggi dukungan keluarga, maka kontrol diri individu akan semakin tinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya

(12)

yang dilakukan oleh Hay & Walter (2006) bahwa peranan keluarga khususnya dukungan yang diberikan dapat membantu untuk membangun dan mempertahankan kontrol diri. Selain itu beberapa hal yang penting dari keluarga dalam menyesuaikan dan mengembangkan konntrol diri yaitu dengan adanya kehangantan, keterlibatan, kepedulian, perhatian dan menanamkan nilai-nilai dari ajaran agama (Grace, Olojo & Falemu, 2012).

Keluarga pecandu yang memiliki kontrol perilaku yang baik dapat memberikan gambaran bagi pecandu untuk berperilaku sesuai pola keluarga tetapi tetap fleksibel sehingga membantu pecandu menghadapi tantangan yang dihadapi. DeFrain, John, Asay dan Olson (2009) menjelaskan bahwa keberfungsian keluarga mengacu pada peran yang dimainkan oleh anggota dalam keluarga serta sikap dan perilaku yang ditampilkan saat bersama anggota keluarga. Dengan adanya kontrol perilaku yang diterapkan didalam keluarga dapat membantu para pecandu untuk lebih berperilaku positif dalam menjalani masa pemulihan. Kontrol diri sebagai kemampuan pertahanan dalam diri individu yang tidak mudah dipengaruhi oleh faktor-faktor dari luar sehingga mampu menghindarkan individu dari perilaku-perilaku yang tidak diinginkan seperti penyalahgunaan NAPZA (Baharuddin, 2015). Hal ini diperkuat teori dari Skinner (Alwisol, 2009) bahwa berapapun kuatnya stimulus dari luar dan penguat eksternal, manusia masih dapat mengubah dengan adanya kontrol diri pada individu. Selain itu Gottfredson & Hirschi (1990) mengemukakan bahwa kontrol diri yang baik akan berkorelasi dengan perilaku-perilaku yang positif.

(13)

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dari penelitian ini adalah akan adanya hubungan positif antara keberfungsian keluarga dan kontrol diri pada pengguna NAPZA yang sedang menjalani rehabilitasi. Semakin tinggi keberfungsian keluarga yang dimiliki individu, maka akan semakin tinggi pula kontrol diri pada individu tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

Peneliti berusaha untuk mengkaji bagaimana strategi marketing politik yang dilakukan oleh calon pasangan gubernur dan wakil gubernur, Ganjar Pranowo-Taj Yasin Maimun Zubair guna

Alhamdulillah, segala puja puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah menganugerahkan berkah, kesehatan dan kekuatan sehingga dapat menyelesaikan

yang ditanam sesudah padi sawah tanpa olah tanah lebih baik dibandingkan dengan yang tanahnya diolah karena pada tanah yang diolah air menguap lebih cepat sehingga

erdasarkan pada pengertian di atas, dapat dikatakan bah*a anak didik merupakan semua erdasarkan pada pengertian di atas, dapat dikatakan bah*a anak didik

(3) Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (2), uraian tugas Kepala Seksi Kesehatan Dasar dan Rujukan adalah sebagai berikut :.. melaksanakan bimbingan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan mineral arang aktif yang terbuat dari tempurung biji kluwak, untuk mengetahui kualitas arang aktif yang terbuat

Pemahaman konsep siswa pada penentuan jumlah molekul zat hasil reaksi yang dihasilkan pada akhir reaksi berdasarkan perbandingan pereaksi yang tersedia digali dengan

Jenis legum yang berbeda yang diberikan jenis pupuk tertentu secara nyata (P<0,05) dapat meningkatkan jumlah daun, tetapi tidak nyata (P>0,05) meningkatkan berat