• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEORI GELOMBAIIG DALAM BAHASA JAWA DIALEK BAhIYUMAS Yulia Esti Katrini. Keywords : Banyumas dialect, standard Java language, and the wave theory.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TEORI GELOMBAIIG DALAM BAHASA JAWA DIALEK BAhIYUMAS Yulia Esti Katrini. Keywords : Banyumas dialect, standard Java language, and the wave theory."

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

TEORI GELOMBAIIG

DALAM

BAHASA

JAWA

DIALEK

BAhIYUMAS

Yulia

Esti

Katrini

ABSTRACT

Banyumas

is

one of the Javanese dialect which is used by the society lived in the west part of cenfral Java. It is different from standard Java

language

that

mainly used

in

Solo and

yogyakarta. Dialectical

differences

can

be

explained

by

wave theory,

that

language developmerrt

can

spread

in

waves,

so

there

are

innovative and

conservative areas. This means that the areas which are close with the

center

of

culture and the one that become the center

of

linguistics

will

have more similarities

of

language variety than those ones farer. It

concerns with the growth of Banyumas dialect used by the society is not affected by the development ofStandard dialect ofJavanese.

Keywords

:

Banyumas

dialect,

standard

Java

language, and the wave theory.

1.

PEI\DAHTJLUAN

Sebagai

salah

satu dialek

bahasa

Jawa

yang terletak

di

sebelah

barat, dialek

Banyumas

memiliki

perbedaan

dengan

dialektal

bahasa Jawa

baku.

Ada

ciri-ciri

linguistik

khusus yang menunjukkan beberapa unsur dialekal secara keseluruhan tingkatan

struktur

kebahasaan.

Hal

ini

karena

dialek

bahasa

baku

terutama

yang

digunakan

di

Yogyakarta merupakan

bahasa

yang

secara

kultural dekat

dengan'

pusat

kebudayaan.

Keraton

yogyakarta sebagai

pusat

kebudayaan

Jawa

sekaligus

dapat menjadi

pusat

persebaran

linguistik,

dan

bahasanya

menjadi bahasa

acuan.

Sementara bahasa

Jawa

dialek

Banyumas

agak

berbeda karena secara

kultural

dan wilayah bahasa agak

jauh

dengan pusat budaya,

melainkan lebih dekat dengan wilayah bahasa lain.

Hal

yang menarik

untuk

dikaji

adalah,

wilayah

dialek

Banyumas secara geografis berdekatan dengan daerah pakai bahasa Sunda,

di

mana masyarakatnya sehari-hari berbahasa Sunda.

oleh

(2)

karena

itu

akan terjadi kontak bahasa ketika interaksi masyarakatnya berlangsung

di

wilayah

tersebut.

Kontak

bahasa

ini

dapat menjadi penyebab utama terjadinya perubahan suatu bahasa, dan perubahan

ini

dapat

meliputi

beberapa tatanan

linguistik

seperti pada fonologi,

morfologi,

leksikon maupun tatanan yang lain.

Yang menjadi masalah adakah perbedaan bahasa Jawa dialek

Banyumas dengan bahasa

Jawa

baku

itu

karena

faktor-faktor

sebagaimana dalam teori Gelombang?

Tulisan

ini

akan

mengungkap

sejumlah

data yang

dapat

menjadi

gamparan

tentang

faktor-faktor yang

menjadi

penyebab perbedaan bahasa Jawa dialek Banyumas dengan dialek bahasa Jawa baku.

2.

PEMBAHASAN

Berbagai Masalah Teoretis

Penelitian dialek Banyumas sebagai salah satu dialek bahasa

Jawa

merupakan

studi dialektologi,

yaitu

studi tentang

dialek.

Sebagaimana

dinyatakan

oleh Grijns

(1976l)

dalam

arti

yang seluas-luasnya,

dialektologi

berusaha memberikan

variasi

pola

linguistik,

baik

secara

diatopik

(horisontal) yang mencakup variasi

geografis, maupun secara sintopik

(vertikal)

yang mencakup variasi bahasa

di

suatu tempat. Sedangkan

Petyt

(1980:27-29) menyatakan

pada mulanya

istilah "dialek"

paling umum

digunakan

untuk

menunjuk

pada

perbedaan

regional dalam suatu

bahasa, tetapi

beberapa tahun belakangan ini digunakan pula untuk menunjuk pada

dimensi

sosial perbedaan

linguistik. Dialek

yang muncul

sebagai akibat perbedaan regional atau geografis disebut dialek regional atau

dialek geografis sedangkan yang muncul berdasarkan dimensi sosial disebut dialek sosial.

Menurut Chambers (1980:9) dialek dapat dipandang sebagai

bagian

dari

fakta

bahasa,

yang

memperlihatkan

beberapa jenis

penyimpangan dari bentuk bahasa standar, hal ini terutama dikaitkan

dengan

satu bentuk

bahasa

sub

standar

yang dituturkan

oleh

masyarakat

yang ada

di

kawasan

terpencil

dengan

status

sosial

rendah. Kemudian

ditegaskan

lebih lanjut

bahwa

semua penutur

(3)

ialah penutur

bagi

sekurang-kurangnya satu

dialek,

di

samping

itu

tidak

ada

satupun

dialek

yang

lebih

tingg

nilainya

bila

dibandingkan dengan dialek-dialek yang lain. Oleh karena

itu

dialek dapat dipandang sebagai cabang-cabang

kecil

suatu bahasa. Dalam

hal

ini

bahasa dipandang sebagai dialek yang bersifat saling paham

(mutually

intelligible)

antara

satu

sama

lain.

Senada

dengan

Chambers,

Kridalaksana (1983:3a)

menyatakan

dialek

sebagai

variasi

bahasa

yang

berbeda-beda

yang dipakai

oleh

sekelompok bahasawan di tempat tertentu.

Dari

uraian

di

atas dapatlah dikemukakan bahwa pengertian

dialek yang'digunakan

di

sini

adalah

variasi

bahasa

yang

dipakai

oleh

sekelompok bahasawan

di

tempat tertentu

tetapi

di

antara

penutur

itu

masih

terdapat pemahaman

timbal

balik

satu

dengan yang lain.

Perbedaan-perbedaan

dialektal

muncul

karena perkembangan dan pertumbuhan suatu dialek yang ditentukan oleh

faktor

kebahasaan

maupun

faktor

luar

kebahasaan.

Faktor

kebahasaan misalnya pengaruh bahasa

lain

karena

kontak

bahasa,

faktor

luar

kebahasaan misalnya

faktor

geografis, budaya, aktivitas

ekonomi,

politik,

mobilitas sosial,

persaingan prestise,

dan sebagainya.

Hukum

perubahan

itu juga

berlaku

bagi dialek

Banyumas,

perubahan

atau

perkembangan

dialek

Banyumas berbeda dengan

perubahan

dan

perkembangan

dialek

bahasa Jawa

baku.

Hal

ini

bukan semata-mata karena dialek Banyumas

jauh

dari pusat keraton

yang dijadikan acuan dalam perkembangan bahasa Jawa, tetapi juga disebabkan

oleh

beberapa

faktor

seperti

faktor

geografis, aktivitas ekonomi,

karakter

masyarakatnya dan

juga

karena

kontak

bahasa dengan bahasa Sunda.

Proses penyebaran inovasi

linguistik ke

dalam suatu bahasa

dapat be{alan

mengikuti

teori

gelombang.

Seperti

yang dikemukakan John Schemidt dalam

Keraf

(1984:95) bahwa bahasa-bahasa yang digunakan secara berantai dalam suatu wilayah tertentu

dipengaruhi

oleh

perubahan-perubahan

yang

terjadi pada

suatu

tempat tertentu. Perubahan-perubahan

ini

menyebar

ke

semua arah

(4)

dengan

wilayah

perubahan terdahulu. Gelombang- gelomban g yang berurutan

ini

akan merupakan isoglos, dan daerah yang berdekatan

dengan

pusat

penyebaran

akan lebih

banyak

menunjukkan persamaan-persamaan dengan pusat penyebarannya.

Berdasarkan

teori

penyebaran secara gelombang

dapat

dilihat bahwa sebuah pusat kebudayaan bisa menjadi pusat

linguistik

yang

menjadi

sumber tersebarnya

inovasi. Kemudian

inovasi ini

akan menyebar sampai daerah pakai bahasa seluruhnya, tetapi bisa

juga

daerah terpencil

tidak

terjangkau oleh inovasi terutama karena

mobilitas rendah.

Teori

Gelombang Persebaran Bahasa

Metode

simak

dan

metode cakap

masing-masing dengan

aneka

tekniknya

digunakan dalam penelitian

ini.

Metode

simak

digunakan

untuk

menyimak

penggunaan

bahasa

sebagaimana

dinyatakan Sudaryanto (1988:2-7) dan metode cakap dengan

teknik

dasarnya

teknik

pancing

dan teknik

lanjutannya

teknik

cakap semuka

juga

digunakan

untuk

pengumpulan

data.

Semua disertai

perekaman dan pencatatan.

Untuk

melihat persamaan dan perbedaan unsur kebahasaan,

dalam analisis data digunakan metode padan dengan

teknik

hubung banding

GBB)

memperbedakan dan mempersamakan, sebagaimana

dikemukakan

Sudaryanto

(1985:10).

Sementara

untuk

melihat konservatif maupun

inovasi dilakukan

dengan mempertimbangkan kaidah korespondensi bunyi yang berlaku bagi bahasa Jawa.

Perjalanan perkembangan bahasa Jawa dapat

dilihat

dari data bahasa

yang ditemukan,'bahwa

terjadi

inovasi

intern

dan

ekstern bahasa yang berjalan seperti gelombang.

Artinya

daerah yang lebih dekat dengan pusat budaya yang sekaligus menjadi pusat

linguistik

akan

memiliki

persamaan-persamaan yang

lebih

banyak dibanding

daerah

yang lebih

jauh.

Hal

ini

karena wilayah

bahasa

yang

digunakan

untuk tumbuh dan

berkembangnya

dialek

Banyumas

tidak terjangkau perjalanan inovasi tersebut.

Beberapa perkembangan bahasa yang diilustrasikan berjalan seperti gelombang dapat dipapakan sebagai berikut.

(5)

Bahasa Jawa

Baku

Bahasa Daerah Transisi Dialek

Banyurnas

keterangan

putih

'putih'

kuning

'kuning'

pitik

'ayam'

wareg

'kenyang'

umub

'mendidih'

golet?

'mencari'

dipet?

'dipetik'

obah

'bergerak'

kebo?

'kerbau'

esuk

'pag'

gede?

'besar'

cecok

'cicak'

picek

'buta'

klewek

'buahpucung"'

lewih

'lebih'

Putih Kuning piti? warek Umup gole? dipe? Obah kebo

esu?

, gede ceca? pica'? kluwa?

Luwih

poteh koning plti ware? umup gole? dipe? obah kobo esu? gade cece? pice? kluwe? lewih

Contoh

data

di

atas memberi gambaran tentang perbedaan secara

fonologi

bahwa daerah transisi

yaitu

wilayah pakai

bahasa Jawa

di

sebelah barat Yogyakarta,

yaitu

Purworejo dan sekitarnya

adalah daerah

yang

berada

di

tengah-tengah antara bahasa Jawa

baku dan

dialek

Banyumas.

Oleh

kerana

itu

unsur-unsur kebahasaannya sebagian mengikuti bahasa Jawa baku, sebagian

lagi

mengikuti dialek Banyumas. Kata-kata seperti cace?

'cicak',

kluwe?

'buah pucung',

dede?

'kulit

padi

lembut', pice?

'buta'

Fonem [?]

mengikuti dialek

bahasa Jawa

baku,

sedang

[a]

mengikuti

dialek Banyumas. Selain

itu di

wilayah

pakai bahasa Jawa yang berada

di

tengah-tengah

dan diaiek yang

berbeda

juga memiliki

kata-kata

yang secara fonologis berbeda dengan kedua dialek tersebut dalam ucapannya, misalnya poteh

'putih',

pete?

'ayam',

koneng

'kuning',

ngedul'ke

Selatan',

tekus'tikus',

hmgguh'duduk'.

Dalam bidang leksikon

atau kosa

kata

di wilayah ini

juga

sebagian

ikut

Banyumas sebagian

ikut

dialek

bahasa Jawa baku.

Misalnya:

gering'sakit',

maring

'ke' ,

arak'akan',

sira,

rika

'kamu

baik untuk

yang

dihormati

atau yang setara',

inyong

'al<:u',

nini

(6)

digunakan dalam

dialek

Banyumas

dan

digunakan

di

daerah

Punvorejo

dan

sekitarnya. Sedangkan

untuk

sebagian besar kosa kata sehari-hari masih mengikuti kosa kata dialek bahasa Jawa baku, seperti: lunga

'pergi',

dolan

'bermain',

udan

'hujan',

sesuk 'besok'

dan

terutama bentuk-bentuk bahasa Jawa krama.

Untuk

kata-kata

yang bersilabe

tiga

seperti:

bekatul

'kulit

padi halus',

weringin

'pohon beringin', ketumbar 'bumbu

dapur',

lembayung

'daun kacang

panjang', welahar 'lahar

gunung

berapi',

kemiri

'bumbu

dapur' yang

digunakan

dalam

dialek

Banyumas,

di

wilayah Purworejo dan sekitarnya menggunakan bentuk pendek seperti yang

digunakan dalam

dialek

bahasa Jawa

baku yaitu:

katul

'kulit

padi

halus',

ringin'pohon beringin', tumbar'bumbu dapur',

mbayung

'daun

kacang

panjang',

lahar 'lava

gunung

berapi',

miri

'bumbu

dapur',

dan

khusus

kemiri dialek

di

wilayah

. Purworejo

menggunakan bentuk itu.

Dari

segi morfologi

ada

perbedaan

afiks yang

berbentuk

akhiran seperti

[-na] dan

[-ken] yang

digunakan

dalam

dialek

Banyumas,

maka

untuk

wilayah

Purworejo

dan

sekitarnya

mengikuti

dialek

bahasa

Jawa

baku

yaitu

[-ke/

-ake].

Dengan

demikian akan dijumpai pemakaian bentuk-bentuk tersebut.

Dialek

Banyumas

Bahasa Jawa balcu/

Purworejo dilungguhaken/ dilungguhna diateraken nggawakaken dilungguhake diterke nggawake Keterangan didudukan diantarkan membawakan Daerah Purworejo dan sekitarnya merupakan daerah transisi,

wilayah

ini

merupakan

wilayah pakai

bahasa

yang

dilewati

perkembangan bahasa secara

inovatif

dan mempunyai kesempatan

kontek

bahasa

lebih banyak karena

lebih

dekat

dengan

pusat

persebaran

linguistik. Oleh

karena

itu

yang terjadi dari

wilayah

pakai

bahasa Jawa

baku,

namun

tidak

secara keseluruhan, karena

(7)

3.

tetap

ada unsur-unsur

yang

masih dipertahankan

mengikuti

unsur kebahasaan

dialek

Banyumas.

Inovasi

yang terjadi

mencapai

beberapa tataran

bidang

kebahasaan,

seperti

fonologi,

morfologi,

leksikon bahkan juga sintaksis.

Persebaran

linguistik

sebagai

unsur

inovasi

dapat

digambarkan

sebagaimana

jalannya gelombang

db,

yang

bila

dijatuhkan

benda

ke

dalamnya

akan

terbentuk

gelombang-gelombang. Jarak antara garis gelombang

itulah

yang dimaksudkan sebagai garis imaginer persebaran inovasi kebahasaan.

PENUTTJP

Bahasa Jawa

baku

sebagai salah

satu dialek

bahasa Jawa

merupakan

dialek yang telah

mengalami

inovasi dalam

beberapa

segi seperti fonologi, morfologi,

sintaksis maupun

leksikonnya.

Sebagai bahasa

yang

digunakan

di

wilayah

pusat budaya

yang sekaligus pusat persebaran

linguistik,

inovasi akan menyebar keluar

sebagaimana dinyatakan dalam teori gelornbang.

Persebaran

inovasi

unsur

kebahasaan

tidak

selalu

dapat

mencapai seluruh

wilayah pakai

bahasa,

demikian

pula

dengan

inovasi bahasa Jawa

dari

pusat budaya

tidak

menjangkau

wilayah

dialek

Banyumas. Daerah

yang

lebih

dekat

dengan

pusat

inovasi

adalah

Purworejo dan

sekitarnya.

Oleh

karena

itu

unsur-unsur kebahasaannya sebagian

telah

mengalami perubahan sebagaimana

yang terdapat dalam bahasa Jawa baku, namun sebagian yang

lain

masih terpelihara sebagaimana bahasa Jawa dialek Banyumas.

Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab mengapa dialek

Banyumas berbeda dengan dialek bahasa Jawa baku, yang pertama;

karena secara geografis

dialek

ini

berjarak

cukup

jauh

dari

pusat

persebaran

linguistik

terutama

di

wilayah

budaya

Jawa

seperti

keraton

Yoryakarta dan Solo.

Sebagaimana

teori

gelombang,

laju

persebaran

inovasi

bahasa

tidak

sampai daerah

pakai

dialek Banyumas.

Oleh

karena

itu,

wilayah dialek

Bany:mas

termasuk daerah konservatif

untuk

bahasa Jawa, sehingga masih memelihara

bentuk-bentuk

relik

unsur

kebahasaannya.

Baik

secara fonologis,

morfologis

maupun

leksikon. Yang kedua

bahasa

Jawa

dialek

(8)

Oleh

karena

itu

saling

mempengaruhi

di

antara

keduanya pasti terjadi, sehingga

terjadi

adanya pemakaian unsur-unsur kebahasaan

saling

pinjam.

Ini

juga

disebabkan

dialek

Banyumas

terletak

di

daerah perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Barat

DAFTAR PUSTAKA

Ayatrohaedi, 1979.

Dialektologi:

Sebuah

Pengantar.

Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Chambers,

J.K.

dan

P.

Trudgill.

1980.

Dialectologt

Great Britain:

Cambridge University Press.

Grijns,

C.D.

1986. "Beberapa Segi

Dialektologi

Umum". Tugu-Bogor.

Penataran

Dialektologi Juli-Agustus. Pusat

Pembinaan

dan

Pengembangan

Bahasa,

Departemen

Pendidikan

dan Kebudayaan.

Kridalaksana,

Harimurti. 2003. Kamus Linguistik.

Jakarta:

PT. Gramedia.

Keraf, Gorys.

1984.

Linguistik

Bandingan

Historis.

Jakartra: PT. Gramedia.

Referensi

Dokumen terkait

主 論 文 要 旨 No.4

Kritik sumber dimaksudkan untuk menentukan kredibilitas dari jejak sejarah (Widja, 1988: 21). Pada tahap ini dilakukan kritik intern dan kritik ekstern terhadap data yang

menimbulkan kontroversi ulama tentang kebolehan peng gunaannya. Dapat disimpulkan bahwa di antara alasan pelarangan adalah karena orang-orang yang menggunakan tafsir al-’ilmi

14. Buah yang memiliki kandungan vitamin C empat kali lebih banyak dari jeruk Buah yang memiliki kandungan vitamin C empat kali lebih banyak dari jeruk adalah … adalah … a.

Pengujian File Transfer pada jaringan MANET dapat bekerja sesuai dengan sifat dan kondisi jaringan yang dimiliki MANET, namun dari hasil analisis kecepatan transfer

Daurah secara khusus dan umum beliau mengarahkan supaya diadakan dalam masa satu hari atau dua, di antara topik yang di bahas dalam daurah ini ialah beberapa

Hulu Sungai Tengah (Batang Alai Utara/ Ilung, SMPKBatang Alai Utara, Hantakan, Batang Alai Selatan/ Kapar, Batu Benawa/ Pagat, Limpasu/ Pauh, Labuan Amas Utara/

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah 1) Efektifkah model pembelajaran keterampilan menulis karangan argumentasi dengan menggunakan model kooperatif tipe jigsaw pada siswa kelas